8
1 1 30 Pengendalian Mutu Genetik Ditinjau dari Biologi Molekuler Pendahuluan Teknologi dalam biologi molekuler biasanya dikaitkan dengan teknik manipulasi DNA dan RNA. Teknik rekombinan dan kloning DNA yang mampu menggandakan sepotong DNA (gen atau bukan gen) dalam jumlah tak terhingga menjadi prioritas utama untuk memulai perekayasaan molekul DNA. Dilengkapi dengan teknik DNA hybridization dan Southern Transfer, identifikasi gen-gen penting menjadi dapat dilakukan. Saat ini kedua teknik tersebut sudah menjadi hal rutin dalam kegiatan manipulasi DNA. Pada perkembangan berikutnya, teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) membuat penggandaan molekul DNA dapat dilakukan dengan lebih mudah, lebih cepat dan lebih murah dibanding dengan penggunaan teknologi rekombinan DNA. Modifikasi terhadap teknik PCR tersebut juga telah banyak dilakukan dan sangat meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam analisa biologi molekuler. Penemuan metode sekuensing dengan memanfaatkan enzym lebih mempercepat lagi perkembangan teknologi biologi molekuler. Secara sederhana prinsip dan penerapan teknologi tersebut diuraikan dalam Muladno (1). Bagaimana teknologi dalam biologi molekuler tersebut dapat diaplikasikan untuk mengendalikan mutu genetik ternak di Indonesia? Dengan kondisi yang ada di Indonesia (tentunya tidak sepadan dengan kondisi di negara-negara lain), strategi apa yang dapat dilakukan dengan tersedianya berbagai teknik tersebut? Masalah dan tantangan apa yang perlu dicarikan solusinya dan bagaimana memecahkan permasalahan yang ada? Disajikan pada Rapat Koordinasi Perbibitan Ditjennak, Hotel Mirah, Bogor

30. Pengendalian mutu genetik

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    1

    30

    Pengendalian Mutu Genetik

    Ditinjau dari Biologi Molekuler

    Pendahuluan Teknologi dalam biologi molekuler biasanya dikaitkan dengan teknik manipulasi DNA dan RNA. Teknik rekombinan dan kloning DNA yang mampu menggandakan sepotong DNA (gen atau bukan gen) dalam jumlah tak terhingga menjadi prioritas utama untuk memulai perekayasaan molekul DNA. Dilengkapi dengan teknik DNA hybridization dan Southern Transfer, identifikasi gen-gen penting menjadi dapat dilakukan. Saat ini kedua teknik tersebut sudah menjadi hal rutin dalam kegiatan manipulasi DNA. Pada perkembangan berikutnya, teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) membuat penggandaan molekul DNA dapat dilakukan dengan lebih mudah, lebih cepat dan lebih murah dibanding dengan penggunaan teknologi rekombinan DNA. Modifikasi terhadap teknik PCR tersebut juga telah banyak dilakukan dan sangat meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam analisa biologi molekuler. Penemuan metode sekuensing dengan memanfaatkan enzym lebih mempercepat lagi perkembangan teknologi biologi molekuler. Secara sederhana prinsip dan penerapan teknologi tersebut diuraikan dalam Muladno (1). Bagaimana teknologi dalam biologi molekuler tersebut dapat diaplikasikan untuk mengendalikan mutu genetik ternak di Indonesia? Dengan kondisi yang ada di Indonesia (tentunya tidak sepadan dengan kondisi di negara-negara lain), strategi apa yang dapat dilakukan dengan tersedianya berbagai teknik tersebut? Masalah dan tantangan apa yang perlu dicarikan solusinya dan bagaimana memecahkan permasalahan yang ada?

    Disajikan pada Rapat Koordinasi Perbibitan Ditjennak, Hotel Mirah, Bogor

  • Teknologi biologi molekuler untuk mengendalikan mutu genetik ternak Perkembangan teknologi yang sangat cepat ini memberikan peluang melakukan apa saja untuk memanipulasi DNA mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit. Namun demikian, dalam mengaplikasikan teknologi tersebut di Indonesia, diperlukan pertimbangan yang matang dalam menentukan teknologi yang paling relevan sehingga ada kesesuaian yang tinggi antara tersedianya dana, kesiapan sumberdaya manusia, serta ketersediaan sarana-prasarana, dengan hasil yang diperoleh. Penggunaan teknologi ini akan sangat efektif apabila diaplikasikan pada populasi ternak dengan jumlah ternaknya yang cukup besar yang didukung dengan sistem pencatatan yang baik, teratur dan terprogram. Hal ini terkait dengan suatu kenyataan bahwa perbaikan mutu genetik ternak di Indonesia tentunya diarahkan ke peningkatan sifat-sifat produksi yang bernilai ekonomi tinggi. Adapun sifat produksi seperti berat badan, kualitas karkas, produksi susu dan lain lain dikontrol oleh banyak gen beserta interaksi antar gen tersebut. Tidak mungkin mengidentifikasi individu gen yang paling berpengaruh terhadap berbagai sifat tersebut sehingga catatan data produksi merupakan indikator untuk menentukan baik-buruknya mutu genetik ternak di dalam suatu populasi. Berdasarkan data sifat kuantitatif yang tercatat dari setiap individu, penentuan ternak bermutu genetik dilakukan berdasarkan analisa statistik yang kompleks. Semakin banyak faktor yang diukur, semakin kompleks analisa yang diaplikasikan. Yang menjadi masalah adalah bahwa tidak ada jaminan bahwa ternak yang berdasarkan catatan mempunyai sifat produksi baik juga mempunyai mutu genetik yang baik pula. Penggunaan analisa statistik yang kompleks tadi memang meningkatkan akurasi dalam menentukan ternak bermutu genetik baik, tetapi dengan adanya teknologi biologi molekuler yang mampu mendeteksi perbedaan antara individu ternak berdasarkan susunan DNA, akurasinya dapat lebih ditingkatkan lagi. Perbedaan susunan basa antar individu ternak dalam satu populasi atau antar populasi ternak dapat dideteksi pada bagian gen (susunan DNA yang memberi kode genetik terbentuknya protein) atau pada bagian non-gen (susunan DNA yang tidak berfungsi sebagai penyandi terbentuknya protein). Adanya keterkaitan antara

  • 3

    3

    posisi perbedaan susunan basa dalam ternak tertentu dengan sifat produksi yang dimiliki ternak tersebut menunjukan adanya indikasi bahwa adanya perbedaan susunan basa di dalam gen atau non-gen memiliki efek terhadap sifat produksi yang ditampilkan oleh individu tersebut. Dengan logika seperti itu, para pemulia ternak memanfaatkan berbagai teknik dalam biologi molekuler sebagaimana disebutkan di atas untuk mendeteksi ada-tidaknya perbedaan susunan basa di dalam gen atau non-gen. Setiap susunan DNA yang dapat digunakan sebagai pembeda antara individu ternak satu dengan lainnya atau pembeda antara populasi ternak satu dengan populasi lainnya disebut sebagai DNA marker/penciri DNA. Melalui penggunaan teknik molekuler, sedikitnya telah diidentifikasi lebih dari 15 macam penciri DNA. Beberapa penciri DNA yang sangat populer saat ini adalah minisatelit, mikrosatelit, VNTR (Variable Number Tandem Repeat), STS (Sequence Tag Site), SSCP (Single Strand Conformation Polymorphism), RAPD (Randomly Amplified Polymorphic DNA), dan lain lain. Sebagian besar penciri DNA tersebut diidentifikasi dengan teknik PCR. Selain dapat dimanfaatkan sebagai satu kriteria penting dalam pemilihan ternak bermutu genetik, penciri DNA juga sangat efektif digunakan sebagai petunjuk awal untuk mengetahui posisi gen di dalam genom. Melalui penggunaan penciri DNA, pemetaan genetik berbagai ternak domestik telah dilakukan misalnya sapi (2, 3, 4), domba (2, 9), ayam (7, 8), babi (2, 5, 6), kerbau (3), kuda (10) dan lain lain. Sedikit demi sedikit identifikasi gen dapat dilakukan dan dikarakterisasi secara lengkap serta diketahui posisinya secara pasti. Ribuan gen beserta sekuen DNA-nya dihimpun dalam tiga database dunia yaitu GeneBank (USA) (11), EMBL (Eropa) (12) dan DDBJ (Jepang) (13). Seluruh informasi yang terkandung di dalamnya dapat diakses secara bebas melalui internet dan gratis. Secara gradual sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis semakin banyak yang dapat dideteksi dengan memanfaatkan penciri DNA. Seiring dengan itu, efisiensi dan produktivitas dalam program pemuliaan juga semakin meningkat. Tentunya hal ini akan memberikan keuntungan yang lebih besar. Fakta ini menunjukkan bahwa ketersediaan teknologi molekuler di bidang peternakan khususnya dalam program pemuliaan memainkan peranan yang penting. Demikian juga bidang kesahatan hewan khususnya dalam upaya memproduksi vaksin atau mendeteksi penyakit keturunan secara dini.

  • Nilai strategis penggunaan teknologi molekuler Ke depan, mungkin, tidak akan ada lagi upaya mengembangkan produksi ternak tanpa sentuhan teknologi molekuler ini. Bila dapat dianalogikan dengan teknologi informasi, maka penggunaan teknologi molekuler sama esensialnya dengan penggunaan komputer. Tanpa komputer pekerjaan memang dapat juga diselesaikan tetapi tingkat kecepatan, kerapian, ketepatan penulisan atau tingkat kecepatan analisis dan perhitungan serta hal-hal lain menjadi sangat rendah apabila semua pekerjaan tersebut dilakukan secara manual. Artinya, penerapan teknologi molekuler sudah menjadi keharusan apabila ketepatan, kecepatan, keakuratan dalam pengendalian mutu genetik ternak ingin dicapai. Seperti juga pada komputer, perkembangan teknologi molekuler ini relatif cepat. Perkembangan ini dapat berupa modifikasi teknik yang sudah ada dan dapat pula berupa inovasi baru yang lebih canggih. Namun demikian, pada prinsipnya ketiga teknik sebagaimana disebutkan di atas (DNA rekombinan, PCR dan sekuensing) merupakan landasan utamanya di dalam pengembangan teknologi molekuler (khususnya pada level DNA). Dengan demikian, sarana-prasarana yang perlu diadakan untuk memulai pemanfaatan teknologi tersebut adalah semua perangkat yang terkait dengan teknologi tersebut. Banyak sekali informasi tentang fasilitas tersebut dengan spesifikasi serta kemampuannya yang dijelaskan secara lengkap. Ketersediaan sarana-prasarana yang bersifat dasar tersebut ditambah dengan kemudahan memperoleh informasi dan data molekuler di tiga pusat database di USA, Eropa dan Jepang akan sangat mempermudah menerapkan program pemuliaan melalaui pemanfaatan teknologi molekuler. Ribuan penciri DNA dan ratusan gen yang dilengkapi informasi secara detail pada berbagai ternak domestik dapat dimanfaatkan sebagai 'tool' untuk mengevaluasi mutu genetik ternak lokal di Indonesia. Jadi, semakin canggihnya teknologi molekuler yang didukung dengan kecanggihan teknologi komputer yang mampu menyimpan milyaran sekuen DNA perlu dimanfaatkan secara maksimal. Kita tidak perlu mengulang penelitian luar negeri yang hasilnya telah disajikan didalam database global tetapi kita perlu mencari strategi untuk memanfaatkan data dan informasi tersebut bagi pengembangan ternak kita di Indonesia.

  • 5

    5

    Masalah dan tantangan Ada beberapa masalah dan tantangan yang dihadapi dalam menerapkan teknologi molekuler untuk mengendalikan mutu genetik ternak di Indonesia, diantaranya adalah (1) belum ada stasiun uji performans dengan fasilitas yang memadai untuk semua komoditi ternak. Hal ini diperparah dengan (2) kurang rapinya sistem pencatatan/recording untuk berbagai sifat produksi dan reproduksi yang mempunyai nilai ekonomis. Keberadaan komputer masih digunakan sebagai alat bantu pengetikan dan/atau pemasukan data saja tetapi tidak dirancang untuk dimanfaatkan sebagai pengolah data berbasis pemuliaan yang syarat dengan analisa statistik. Tidak adanya data produksi/reproduksi yang terkait dengan performans ternak menyulitkan pengklasikasian ternak dalam kelompok-kelompok berdasarkan mutu genetiknya. Satu hal lain yang menjadi kendala adalah (3) tidak adanya motivasi dari peternak dan aparat untuk secara konsisten dan berkesinambungan menyelenggarakan sistem pencatatan yang baik dan benar untuk keberhasilan program pemuliaan. Beberapa masalah dan tantangan tersebut merupakan sebagian kecil dari banyak permasalahan yang dihadapi dalam upaya menerapkan teknologi molekuler untuk mengendalikan mutu genetik ternak. Secara perlahan-lahan, permasalahan tersebut seyogyanya diatasi dan perlu dipersiapkan beberapa kebutuhan mendasar yang sangat vital dalam program pemuliaan untuk peningkatan mutu genetik ternak tersebut. Upaya pemecahan masalah Dalam upaya memenuhi kebutuhan mendasar untuk penerapan teknologi molekuler, yang sebaiknya juga diintegrasikan dengan teknologi yang sudah ada seperti Inseminasi Buatan dan Embrio Transfer, hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut. Secara substantif, perlu disusun grant strategy program pemuliaan dan pengendalian mutu genetik secara nasional. Di propinsi yang wilayahnya berpotensi untuk pengembangan ternak (salah satu atau lebih dari satu komoditas ternak), perlu disiapkan sub-grant strategy yang substansi dan arah programnya mengacu pada grant-strategy nasional. Di tingkat daerah kabupaten di wilayah lingkup propinsi yang berpotensi untuk pengembangan ternak tersebut perlu dirancang action plan berbasis sub-grant strategy di tingkat propinsi. Dengan demikian ada keterkaitan antara pelaksanaan program di

  • tingkat nasional sampai di tingkat daerah. Konsep village breeding centre di daerah-daerah dapat diterapkan secara terarah dengan mengacu pada panduan (grant strategy) yang bersifat nasional tadi. Ini memang bukan suatu pekerjaan yang mudah! Perlu komitmen tinggi khususnya dari pemerintah. Untuk itu perlu disiapkan sumberdaya manusia dan fasilitas yang memadai. Tidak mungkin semua strategy dan action plan yang telah disusun dapat dijalankan tanpa dukungan pengetahuan dan keterampilan yang baik dari manusia penyelenggaranya. Dalam konteks ini, persepsi dan pemahaman yang sama terhadap upaya penerapan suatu strategi pemuliaan untuk pengendalian mutu genetik ternak harus disamakan dan dimengerti oleh siapa saja yang nantinya terlibat. Hal ini, kemudian, diperkuat dengan penyelenggaraan pelatihan teknis dan manajerial bagi peternak atau aparat atau siapa saja yang menangani program tersebut. Mempersiapkan sumberdaya manusia seperti ini merupakan suatu pekerjaan yang jauh lebih sulit. Kesabaran dan konsistensi sangat diperlukan untuk keberhasilan melakukan pembinaan manusia dalam rangka mempersiapkan SDM yang berpengatahuan dan berketerampilan. Harapan dalam pengendalian mutu genetik Pengendalian mutu genetik memang sebaiknya dilakukan secara terarah dalam upaya menghasilkan mutu genetik ternak yang baik dan sesuai dengan kondisi agroklimat di Indonesia (yang juga cukup bervariasi). Ini akan efektif apabila pola pemuliaan yang berorientasi peningkatan mutu genetik dan peningkatan populasi disusun berdasarkan justifikasi ilmiah yang benar. Tergantung jenis ternak yang dikembangkan, pola pemuliaan ini sedikitnya mencakup berbagai aktifitas seperti pengidentifikasian ternak berpotensi genetik tinggi; penerapan sistem pencatatan secara berkelanjutan, penerapan program seleksi dan/atau persilangan secara tepat, pengujian dan evaluasi ternak secara berkala. Melalui langkah tersebut, dalam suatu populasi ternak diharapkan dapat terwujud klasifikasi ternak berdasarkan mutu genetiknya. Ternak dengan mutu genetik terbaik diklasifikasikan sebagai kelompok ternak elite, ternak dengan mutu genetik di bawahnya diklasifikasikan sebagai kelompok ternak multiplier (pengganda), sedangkan ternak dengan mutu genetik rata-rata diklasifikasikan sebagai kelompok ternak komersial. Adanya

  • 7

    7

    pengelompokan semacam ini diharapkan dapat berdampak pada harga jual ternak yang didasarkan pada asal kelompoknya. Tentunya ternak yang berasal dari kelompok elite berharga paling mahal dan sebaliknya. Keberhasilan mengklasifikasikan mutu genetik ternak diharapkan akan dapat menjamin kesinambungan program pengendalian mutu berdasarkan pola pemuliaan yang benar. Penutup Dalam upaya peningkatan mutu genetik ternak dan peningkatan populasi serta produktivitas ternak di Indonesia, ketersediaan ternak lokal Indonesia yang telah terbukti mempunyai adaptabilitas tinggi dan kadang-kadang mempunyai keunggulan spesifik perlu disinergikan dengan ketersediaan teknologi molekuler yang tampaknya lebih efektif dan efisien dalam penerapannya. Akses terhadap informasi molekuler yang semakin mudah dapat lebih mengotimalkan ketersediaan dua potensi tersebut. Dalam konteks ini, perlu dibuat grant strategy mengenai pola pemuliaan ternak yang didukung dengan perangkat lunak (SDM yang terampil dan berpengetahuan) serta perangkat keras (fasilitas laboratorium dan sarana-prasarana lainnya). Referensi

    1. Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Penerbit Pustaka Wirausaha Muda. ISBN 979-3099-06-2 (123 hal.)

    2. Cattle, Swine, Sheep Genome Mapping Project at the USDA, USA. http://www.marc.usda.gov/genome/genome.html/

    3. Mapping the Bovine and Buffalo Genome in France. http://locus.jouy.inra.fr/cgi-bin/bovmap/intro.pl/

    4. Cattle Genome Database in Australia. http://www.cgd.csiro.au/

    5. Pig Genome Mapping in USA. http://www.genome.iastate.edu/pig.html

    6. Pig Gene Map in Japan. http://ws4.niai.affrc.go.jp/dbsearch2/pmap

    7. Chicken Genome Mapping in USA. http://www.genome. iastate.edu/chickmap

    8. Poultry Gene Mapping. http://poultry.mph.msu.edu

  • 9. Sheep Gene Mapping in Australia. http://rubens.its.unimelb.edu.au/

    10. Horse Genome Project in USA. http://www.uky.edu/Ag/Horsemap/

    11. GeneBank Database. National Center for Biotechnology Information. http://www.ncbi.nlm.nih.gov

    12. EMBL-EBI. European Molecular Biology Laboratory-European Bioinformatics Institute. http://www.ebi.ac.uk/

    13. DNA Data Bank of Japan. http://www.ddbj.nig.ac.jp/