3Lakonkiblattanahnegeri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

theatre

Citation preview

KIBLAT TANAH NEGERI

Kiblat Tanah Negeri

KIBLAT TANAH NEGERI

Naskah Drama PanggungPenulis

Gondhol Sumargiyono

Penyelaras

Sugita Hadi Supadma

M. Ahmad JaliduPerhatian !

Untuk menggunakan naskah ini harap menghubungi

M. Ahmad Jalidu

08175486266

[email protected]

KIBLAT TANAH NEGERIIntroduksi Suasana: tegang panas

Setting

: Rumah Ki Gedhe Lemah kuning (lampu merah)

Musik

: Sampak campur vocal + palaran

Waktu

: malam hari

Pelaku

: Ki gedhe lemah kuning

Palaran surat dari Unggul Pawenang (dibarengi tarian)

Sabdha Jati, aja ngaku Hyang Sukma

Mara sowano mring reki

Najan leresa ing batin

Nanging luwih kaluputan

Wong wadheh ambuka wadi

Telenge bae pinulung

Pulungi tanpa ling-aling

Kurang waskitha ing cipta

Lunturing kanthi nugraha

Tan saben uwong nampani.

Ki Gedhe Lemah Kuning (murka)Jangankan hanya delapan! Beribu-ribu sesepuh, aku takkan sudi menghadap ke Unggul Pawenang. Aku bukan budak. Aku tidak sudi diperintah. Sejak mentari menampakkan sinarnya aku sudah hidup di antara langit dan bumi ini. Aku dan para sesepuh itu sama, hanya seonggok daging yang berupa bangkai yang tidak lama lagi akan busuk. Menjadi tanah. Tapi hari ini kalian kumalungkung para sesepuh. Beraninya mengundang aku yang sebenarnya sudah manunggal dengan Ywang Sukma. Ki Gedhe Lemah Kuning! (kepada utusan) Pulanglah!

Utusan

Saya akan pulang dan Ki Gedhe turut bersama saya.

Gajah Sora, Lembu Tanaya, dan Kebo Kenanga Keparat!

Lancang!

Setan alas!

(Keitiganya menghajar dan mengusir utusan)

musik pembuka beranjak kembaliLAMPU BERUBAH

ADEGAN 1Suasana: Pasewakan

Setting

: Unggul Pawenang

Musik

: Ladrang

Waktu

: Pagi hari

Nila Ambara

Sinuwun, Unggul Pawenang saat ini diselimuti kabut gelap, sinar rembulan takut menampakkan cahaya terang. Unggul Pawenang tertutup awan hitam, sinuwun.

Panembahan Purwa

Apa? Unggul Pawenang diselimuti kabut gelap?

Nila Ambara

Benar sinuwun. Kabut itu semakin pekat seiring tersebarnya ajaran Ki Gedhe Lemah Kuning. Apalagi, hamba mendengar kabar bahwa Ki Gedhe Lemah Kuning ada dibelakang sepak terjang Kebo Kenanga. Banyak pemuda-pemuda yang membangkang pemerintahan Unggul Pawenang karena tergiur mengikuti ajaran Ki Gedhe Lemah Kuning. Glathik Pamikat

Ananda Sultan, memang benar adanya. Suramnya bumi Unggul Pawenang ini disebabkan oleh Adhi Gedhe Lemah Kuning yang mampu memikat rakyat lantaran ajarannya. Sekarang dia sudah jarang bersama kami, manembah Sang Akarya Jagat di Lawang Kaswargan. Sungguh, ini di luar kebiasaan.

Panembahan Purwa

Oh, Ki Ageng, Aku serasa terkunci di peti besi, terkepung seeribu gunung. Pandanganku terhalang oleh tumpukan harta dan kemewahan, hingga masalah sebesar ini tidak kuketahui.

Gagak Rimang

KI Gedhe Lemah Kuning sudah medhar wewadining jagat kepada kawula Unggul Pawenang. Kawula yang masih tabu akan hal itu, sebab, alam pikiran dan angan-angan mereka masih dipenuhi rimbunnya semak belukar yang lebat. Mereka tidak sepenuhnya memahami kawruh yang kawedhar. Apakah nantinya justru tidak menjerumuskan dan merusak tatanan?

Nila Ambara

Sinuwun, bagi saya, tanpa memandang ajarannya, Ki Gedhe Lemah Kuning jelas-jelas sudah mengacaukan ketertiban negara. Saya tidak boleh tinggal diam, Sinuwun.

Panembahan Purwa

Lalu bagaimana menurut hemat Ki Ageng?

Bonang Panuntun

Ya Adhi Gedhe Lemah Kuning memang sudah melangkah terlalu jauh. Kami berdelapan sudah berulang mengirimkan undangan, tetapi setiap utusan selalu kembali dengan jawaban yang tidak memuaskan, Adhi Gedhe Lemah Kuning tidak pernah bersedia sowan ke Unggul Pawenang.

(Panembahan Purwa terdian beberapa saat)Nila Ambara

Maaf, Sinuwun. Keadaan ini semakin pelik sinuwun. Sudah menjadi tanggung jawab saya atas ketentraman rakyat Unggul Pawenang. Jika sinuwun berkenan, saya akan segera menyusul ke padhepokan Gedhe Lemah Kuning. Akan saya jemput beliau, secara halus ataupun dengan paksa.

Jalak Manitis

Nila Ambara! Jangan sampai yang keruh semakin keruh. Kita sedang mencari jalan untuk menemukan kejernihan, Nila Ambara. Sinuwun, rasanya itu juga menjadi tanggung jawab kami untuk mengingatkan Gedhe Lemah Kuning. Untuk sementara beri kami waktu untuk berikhtiar lagi.

Nila Ambara

Jangan bertaruh dengan waktu Ki Ageng!

Panembahan Purwa

Nila Ambara! (membentak)Nila Ambara

Maaf, sinuwun.(Wilutama masuk)Wilutama

Hamba menghadap, Sinuwun.Panembahan Purwa

Aku terima. Ada apa Wilutama?

Wilutama

Sinuwun, utusan Ki Ageng Glathik Pamikat sudah kembali dan memohon ijin untuk menghadap Sampeyan Dalem.

Panembahan Purwa

Baiklah. Segera persilakan dia masuk!

Wilutama

Sendika dhawuh, Sinuwun.(Masuk Kidang Tlangkas bersama Wilutama)WilutamaSinuwun, beliau Kidang Tlangkas, yang baru saja kembali dari padhepokan Ki Gedhe Lemah Kuning.

Panembahan Purwa

Bagaimana Kidang Tlangkas? Apakah Gedhe Lemah Kuning bersedia sowan ke Unggul Pawenang?Kidang Tlangkas

Maaf, Sinuwun, Ki Ageng Glathik Pamikat, Saya tidak berhasil. Ki Gedhe Lemah Kuning menolak datang ke Unggul Pawenang. Dia bahkan menyatakan diri telah manunggal dengan Ywang Sukma. Menyatu dengan dengan Gusti Kang Akarya Jagat.

(Semua terkejut).

Glathik Pamikat

Celaka! Ini semakin mengkhawatirkan. Akan semakin banyak orang yang mengaku Tuhan seperti halnya Ki Gedhe Lemah Kuning.

Bonang Panuntun

Jika sudah begini, harus ada orang yang dapat meluruskan dan mengajak Ki Gedhe Lemah Kuning datang ke Unggul Pawenang untuk membahas masalah ini.

Podang Binorehan

Kita harus berbuat sesuatu Ki Ageng. Jika perlu, Kita yang datang langsung ke sana.

Nila Ambara

Hari ini juga hamba bersedia menjemputnya, Sinuwun.Jalak Manitis

Sebentar Nila Ambara.

LAMPU BERUBAH

ADEGAN 2Suasana: Sidang Para sesepuhSetting

: suatu tempat antah berantah

Musik

: mencekam

Waktu

: siang

Gagak Rimang

Bahayanya adalah jika para pengikut itu tidak mampu memahami dengan benar. Ini menjadi seperti ajaran yang sesat.

Glathik Pamikat

Aku setuju dengan pendapatmu, adhi Gagak Rimang. Akan sangat mengkhawatirkan apabila wewadining jagat, kawruh jatining urip lan kawruh sangkan paraning dumadi kawedhar untuk sembarang orang. Padahal, tiap orang belum pasti mampu menerima ajaran itu.

Jalak Manitis

Maaf, Ki Ageng, apalah gunanya mempersulit diri untuk mendapatkan ilmu. Tidak dapat dinafikan, ajaran itu sudah semestinya diketahui dan dipahami oleh mereka yang manembah kepada Gusti Kang Akarya Jagat.

Bonang Panuntun

Benar, Jalak Manitis. Memang benar. Namun untuk dapat menerima kawruh itu, bukanlah tanpa syarat. Sungguh, itu merupakan anugerah bagi mereka yang sudah mendapat hidayah. Tidak dapat diajarkan begitu saja seperti halnya ilmu wadag. Jika si penerima tidak kuat, justru akan kehilangan kiblat.

Podang Binorehan

Benar. Sebab ilmu yang diajarkan Ki Gedhe Lemah Kuning dapat menjadikan orang salah paham. Dia medhar kawruh, bahwa sesungguhnya kehidupan manusia di dunia ini ada karena kawruh budi, bukan dari Riptaning Gusti kang Murbeng Dumadi. Itu bisa ditafsirkan secara mentah, Sehingga akhirnya para pengikut itu tidak lagi manembah kepada sang Khaliq. Lupa kewajibannya. Apa keadaan seperti itu masih bisa membuat kita diam menunggu?

Gagak Rimang

Mereka akan menghilangkan syariat. Sungguh kerusakan yang parah.

Podang Binorehan

Di kemudian hari, murid-muridnya pasti akan lebih berani melanggar syariat. Yang haq dikatakan batil, dan yang batil dikatakan Haq. Halal dibilang haram dan sebaliknya. Peradaban akan hancur.

Jalak Manitis

Tetapi selama ini kita hanya mendengar. Kita belum benar-benar menyaksikan apakah ajaran itu benar-benar menyebabkan kerusakan negara?

Podhang Binorehan

Jalak Manitis! Apa kamu tidak mendengar Nila Ambara sudah matur bahwa Gedhe Lemah Kuning juga ada di balik sepak terjang Kebo Kenanga. Itu bukti pengaruh buruk ajaran Gedhe Lemah Kuning.

Glathik Pamikat

Ki Gedhe Lemah Kuning juga mengajarkan, bahwa manusia yang lahir ke dunia ini sebenarnya hidup dalam kematian. Bumi yang dipijak ini dianggapnya alam kubur. Ini benar-benar akan merusak syariat!Gagak Rimang

Bagi mereka yang dangkal pemahamannya, lalu ambil enaknya saja, menyimpang dari ketetapan syariat. Mereka tidak butuh manembah marang Gusti, sebab anggapan mereka, kini telah ada di alam kubur.

Bonang Panuntun

Ya, benar. Mereka yang masih awam justru akan begitu mudah melanggar syariat, tidak mau lagi manembah Gusti di Lawang Kaswargan. Meniru perilaku Ki Gedhe Lemah Kuning. Padahal jika diibaratkan jalma itu buta, bisu, tuli, sebenarnya tingkah laku itu datang dari Hyang Manon. Bukankah di dalam Jitabsara sudah ditegaskan, bahwa diciptakannya manusia di dunia ini hanyalah untuk ngabekti marang Gusti. Bila seperti ini, lalu bagaimana jadinya?

Jalak Manitis

Lalu untuk apa pohon besar yang rimbun dan lebat jika buahnya tidak dapat dipetik dan dinikmati orang? Itu tidak bermanfaat. Juga apa gunanya pohon yang rindang, jika tidak mampu memberikan keteduhan bagi orang yang singgah di bawahnya?

Podhang Binorehan

Adhi Jalak Manitis! Belum saatnya kawula di Unggul Pwenang menerima kawruh tersebut. Walaupun benar adanya, tapi sesungguhnya salah bila kawruh itu kawedhar. Sebab akan berakibat fatal bagi mereka yang benar-benar belum siap menerimanya. Lalu, akan menggiring mereka keluar dari tuntunan Jamus Kalimasada. Apakah satu cawan kecil dapat menampung air sebelanga? Bila saat ini baru ada cawan, isi saja cawan itu hingga penuh. Tidak lebih.

Jalak Manitis

Apakah kita ini tidak berbeda dengan manusia lain Ki Ageng? Kita sama-sama manusia. Jika kita mampu, mestinya semua orang juga mampu. Gedhe Lemah Kuning memang telah sampai pada tahap makrifat, setelah melalui syariat, hakikat, dan tarekat.

Podang Binorehan

Tetapi murid-murid dan pengikutnya tidak bisa langsung menerima makrifat.

Jalak Manitis

Saya kira Gedhe Lemah Kuning juga tahu bagaimana mengajarkan ilmu pada muridnya. Jika Gusti yang dia sembah sama dengan Gusti yang kita sembah. Mestinya juga sama-sama bertujuan kemaslahatan bersama. Sama-sama guru, boleh saja berbeda cara mengajar.

Podang BinorehanAdhi Jalak Manitis! Kamu membela Gedhe Lemah Kuning!Jalak Manitis

Saya hanya berusaha Khusnudzon Ki Ageng. Saya takut kekhawatiran kita berkembang menjadi kedengkian. Ki Ageng sendiri yang mengajarkan untuk berbaik sangka. Kenapa Ki Ageng berbalik.

Podang BinorehanJalak Manitis! Sebenarnya apa kehendakmu?

Semua serentakKi Ageng! Sabar!... sabar

Jalak Manitis

Saya hanya tidak ingin, menyelesaikan kerusakan dengan kerusakan.

Bonang Panuntun

Dan kita hampir saja ikut-ikutan rusak Jalak Manitis. SabarGagak Rimang

Lebih baik, kita menyusul ke sana dan berusaha membujuknya. Jika Nila Ambara sudah berangkat, saya khawatir keadaanya menjadi semrawut. Nila Ambara itu senopati, jangan sampai dia menggunakan cara-cara keprajuritan.

Podang Binorehan

Jika itu memang jalan satu-satunya kenapa tidak. Yang saya khawatirkan adalah Nila Ambara belum tentu mampu menghadapai kekuatan Gedhe Lemah Kuning.

Jalak Manitis

Maaf, Ki Ageng. Jika seperti itu yang ada di pikiran Ki Ageng, saya tidak setuju. Lebih baik saya berangkat sendiri

Semua

Jalak Manitis!

LAMPU BERUBAH

ADEGAN 3Suasana: Ki Gedhe Lemah Kuning medhar kawruhSetting

: Padhepokan Gedhe Lemah Kuning

Musik

:

Waktu

: Sore HariPelaku: Gedhe Lemah Kuning, Gajah Sora, Kebo Kenanga, Lembu Tanaya dan murid-murid.Gedhe Lemah Kuning

Camkanlah murid-muridku. Sesungguhnya bumi yang kita pijak ini adalah alam kubur. Di alam kubur, manusia masih juga gemar menumpuk harta dan segala yang tidak akan dibawanya kelak di alam kelanggengan, alam setelah kematian. Akibatnya, mereka menafikan keberadaan hidup yang sejati.

Gajah Sora

Maaf, guru. Dahulu pernah kau katakan. Manusia diturunkan ke alam padhang ini hanyalah layaknya bangkai, belum berujud manusia sejati.

Gedhe Lemah Kuning

Di alam padhang ini, manusia hanya menunggu saatnya maut menjemput. Manusia dilahirkan, hidup dan tumbuh, dan akhirnya hanya akan mati.

Lembu Tanaya

Guru. Jika ada manusia yang menginginkan hidup langgeng, bagaimanakah caranya?

Gedhe Lemah Kuning

Bila ada manusia yang punya keinginan untuk mendapatkan hidup abadi, dia harus memiliki ilmu kamukswan. Tapi apalah gunanya? Punya umur panjang, tapi tidak bisa sumarah, berserah diri kepada gusti. Tidak bisa hidup dengan ikhlas. Apalagi, wadhagnya akan kasat mata.

Kebo Kenanga

Lalu bagaimana seharusnya manusia hidup itu, Guru?

Gedhe Lemah Kuning

Manusia hidup harus berani mati. Bukan keterpaksaan mati seperti halnya manusia kebanyakan. Manusia harus mencari jalan kematian menurut kehendaknya sendiri. Bukan kematian yang disebabkan oleh sesuatu apapun, kecuali kehendaknya sendiri.

Kebo Kenanga

Mati oleh kehendaknya sendiri? Wah.. aku belum mengerti, Guru.

Gedhe Lemah Kuning

Kebo Kenanga, Manusia yang disebut mati atas kehendaknya sendiri adalah manusia yang dapat mengembalikan hutang-hutang selama hidupnya. Ialah dari apa saja yang telah dipinjamkan Gusti kepadanya, di antaranya badan wadhag dan nyawanya.

Lembu Tanaya

Jika begitu, manusia harus membayar hutang-hutang tersebut? Apa maksudnya, Guru?

Gedhe Lemah Kuning

Lembu Tanaya, badan wadhag atau raga harus kembali ke tanah, atas kehendak sendiri. Yang berasal dari air harus kembali menjadi air, dari udara menjadi udara, dari api menjadi api, dan roh kembali ke alam kamukswan. Yang tinggal hanya pribadinya sendiri.

Gajah Sora

Pribadinya sendiri? Apa artinya?

Gedhe Lemah Kuning

Wujud Pribadi itu sesungguhnya wujud kehidupan sejati. Wujud yang manunggal dengan Gusti. Pribadi manusia itu sesungguhnya manunggal klawan Ywang Sukma.Kebo Kenanga

Bagaimana caranya mencari hidup sejati yang kaumaksudkan itu, Guru?

Gedhe Lemah Kuning

Dengan cara beribadah, manembah marang Gusti Kang Akarya Jagat.

Gajah Sora

Beribadah itu bagaimana Guru? Apakah harus di Lawang Kaswargan seperti orang kebanyakan?

Gedhe Lemah Kuning

Ibadah berangkat dari getaran kalbu. Hasrat dari wujud pribadinya. Dan ibadah itu tidak harus dilakukan di Lawang Kaswargan. Mencangkul sawah itu ibadah. Bercocok tanam itu bagian dari ibadah. Manembah marang Gusti. Bila dengan bersujud di Lawang Kaswargan sudah merasa dirinya manembah marang Gusti, namun perilakunya tidak mematuhi tatanan, melanggar hukum yang ada, merugikan sesama, itu sama dengan orang merugi.

(Nila Ambara Masuk. Para Prajurit menunggu di luar)Nila Ambara

Kakang Gedhe Lemah KuningGedhe Lemah Kuning

Oh Adhi Nila Ambara, silakan masuk. Ada perlu apakah gerangan hingga Adhi datang ke padhepokanku ini?Nila Ambara

Maaf, kakang Gedhe Lemah Kuning, Aku diutus oleh para sesepuh dan sinuwun Panembahan Purwa

Gedhe Lemah Kuning

Pastinya kau diperintah untuk membawaku sowan menghadap ke Unggul Pawenang. Benar Bukan?

Nila Ambara

Benar, Kakang. Mengapa Kakang menyebarkan ajaran yang belum saatnya diterima kawula di Unggul Pawenang?

Kebo Kenanga

Kakang Nila Ambara! Ki Gedhe Lemah Kuning tidak pernah mencari murid. Bukan sumur lumaku tinimba. Justru para kawula sangat ingin mendapatkan ilmu darinya. Kami ibarat semut yang mencari gula.

Lembu Tanaya

Mengapa pula para sesepuh dan Panembahan Purwa melarang orang menuruti hasrat hatinya sendiri. Hasrat hati adalah milik pribadi yang merdeka.

Gajah Sora

Langit dan bumi bukanlah milik sinuwun Panembahan Purwa. Semua isi langit bumi dan seluruh ilmu adalah milik Gusti untuk semua titahnya. Tidak ada yang berhak mengusainya sendiri.

Nila Ambara

Tapi Kakang Gedhe Lemah Kuning telah merusak ketentraman negara dengan kawruh yang diajarkannya. Atas dasar apa kakang Gedhe Lemah Kuning berani medhar wewadining jagat-sejatining urip.

Kebo kenanga

Kakang, cobalah kaupikirkan dan kaurasakan sungguh-sungguh! Di dadamu sebenarnya sudah tertanam kawruh seperti yang telah diajarkan oleh Guru. Cobalah sekali lagi! Jika Kakang bersedia membaca suratan yang tertulis di dasar hati, sudah tentu kau akan tanggap sasmitaning gaib. Dan kau pasti akan mengerti apa yang disebut kehidupan sejati. Gesang kang Sejati!

Nila Ambara

Gesang sejati itu hidup sebagai titah dan khalifah yang tunduk pada Gusti. Gesang sejati itu keseimbangan kaswargan dan kadonyan. Manembah Gusti dengan tertib tumaninah. Bukan menjadi Gusti bagi dirinya sendiri.

Gajah Sora

Tetapi

Nila Ambara

Sekali lagi aku tegaskan! Gedhe Lemah Kuning telah melanggar tatanan syariat! Oleh sebab itu, mau tidak mau harus ikut aku menjelaskan hal ini ke Unggul Pawenang.

Gedhe Lemah Kuning

Aku tidak akan datang ke Unggul Pawenang! Tidak ada yang dapat dan boleh memerintahku. Aku bukan budak siapapun. Aku adalah utusan diri pribadiku. Hanya perintah pribadi sejati ini yang akan kuturuti. Pulanglah Nila Ambara.

Nila Ambara

Apa perlu kuulangi? Nila Ambara datang untuk menjemput Gedhe Lemah Kuning sowan ke Unggul Pawenang

Lembu Tanaya

Dasar! Tamu tak tahu diri! (menghantam Nila Ambara)

(Peperangan prajurit Nila Ambara dan murid padhepokan Gedhe Lemah Kuning tak terhindarkan)ADEGAN 4

Para sesepuh datang menghentikan peperangan

Jalak Manitis

Hentikan! Nila Ambara, tarik prajuritmu! Ini urusan para sesepuh dengan Adhiku Gedhe Lemah Kuning.Gedhe Lemah Kuning

Salam hormatku para sesepuh. Ketahuilah, bukan kami yang menginginkan ini. Podang Binorehan

Adhi Gedhe, Surya telah mulai merangkak ke barat. Sebentar lagi hari akan gelap. Jangan kau lanjutkan keinginanmu.

Gedhe Lemah Kuning.

Keinginan yang mana? Aku sekedar menuruti kehausan mereka pada ilmu kehidupan. Dan bukankah ilmu kehidupan laksana air bagi seluruh kehidupan.Bonang Panuntun

Aku paham keinginanmu, Dhi. Tapi ilmu itu belum semestinya diajarkan pada kawula Unggul Pawenang untuk saat ini.

Gedhe Lemah Kuning

Ki Ageng, untuk apa mempersulit ilmu? Bukankah Ki Ageng sendiri juga merasa keberadaan kita adalah sebagai pancuran yang mengucurkan kawruh dari sendang kasejaten?Podang Binorehan

Tapi bukan dengan mengajar sembarang kawruh! Jangan main gebyah uyah! Mereka belum mampu! Langkahmu itu bisa-bisa melenyapkan syariat! Tanpa syariat, hakikat itu sesat Dhi!

Gedhe Lemah Kuning

Bukankah ajaranmu isinya syariat! Lalu kenapa khawatir kehilangan syariat! Kita sama-sama punya murid. Kenapa tidak biarkan saja para kawula memilih dengan merdeka ajaranku atau ajaran Ki Ageng. Kenapa tidak berani?!Podang Binorehan

Lemah Kuning!

Jalak Manitis

Adhi Gedhe Lemah Kuning

Marilah Dhi, kedatangan kami adalah untuk berdamai dan mengajakmu turut bersama kami. Saling anyamlah sebab kita menjadi payung keselamatan jalan kawula, Dhi.Gedhe Lemah Kuning

Kakang Jalak Manitis, aku paham maksudmu, tapi jalan kita memang sudah berbeda.Jalak Manitis

Kamu menyebut Gusti yang sama dengan yang aku sebut. Mestinya sama Dhi Kita tidak sebodoh ini, membiarkan anyaman tecabik, hingga koyak dan tak mampu lagi menjadi payung peneduh kita bicara dan menyatukan hati serta langkah. Ajaran kita tak mengajarkan kerusakan

Gedhe Lemah Kuning

Kita berbeda Kakang. Ajaranku juga tidak ingin merusak. Tapi

Jalak Manitis

Bukalah hatimu, Dhi pandanglah aku kita tidak berbeda.

Masih ada samudra waktu untuk berbenah dengan qonaah dan hati yang ramah.

Gedhe Lemah Kuning

Terima kasih Kakang Aku hormat padamu. Tapi biarlah aku tetap seperti ini. Tak ada gunanya berubah. Aku sudah sampai pada apa yang kuinginkan. Aku hidup manembah pada Gustiku, dan telah manunggal dalam diriku. Aku kini hanyalah mati di dalam hidup. Tak bisa lagi diusik.Jalak Manitis

Dhi, kamu hidup di alam hidup Dhi. (dengan nada haru yang dalam)Podang Binorehan

Oo Jadi kamu sudah bisa hidup di dalam mati, mati dalam hidup?

Gedhe Lemah Kuning

Bisa. Podang Binorehan

Seperti apa? Yang mati tak akan berbuat apa-apa. Tak ada takut, eman dan tak pula berkehendak lagi. Apa kamu juga bisa?

Gedhe Lemah Kuning

Bisa! Dan kali inipun akan kutinggalkan semua. Mustahil aku takut. Sehelai rambut terbelah sejuta, tiada gentar menghadapi maut. Meski jiwa raga bercampur tanah dengan bumi menyatu. Aku takkan menghindar. Takdir tiada kenal mundur yang menguasai segala kejadian. Orang mati tiada merasa sakit, yang merasa sakit itu hidup yang ada di dalam raga. Bila tugas jiwa telah tunai, maka alam Aning Anung tempat kembalinya. Alam yang tentram dan bahagia. Aman damai sejahtera. Selamanya tiada ketakutan terhadap bahaya.Kehendak pribadikuMengembalikan segala yang dari Gustiku

Kutinggalkan alam raga

Pribadiku, kembali pada Ywang MukswakuMUKSWAThe End of SELESAI

Musik dan tarian penutup.

Penonton bersorak tanpa beranjak, berharap keindahan tak pernah usaiHepi besdey UNY.Semoga semakin tua bijaknya, dan semakin muda gesitnya.

3 | Lakon Kiblat Tanah Negeri karya Ghondol Sumargiyono