61
PERSAMAAN DIFRENSIAL BIASA (Buku pegangan mata kuliah Persamaan Difrensial) Oleh Drs. D a f i k, M.Sc. NIP. 132 052 409 Program Pendikan Matematika FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER Februari, 1999

4 Aplikasi PDP

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pdp pdp

Citation preview

Page 1: 4 Aplikasi PDP

PERSAMAAN DIFRENSIAL BIASA

(Buku pegangan mata kuliah Persamaan Difrensial)

Oleh

Drs. D a f i k, M.Sc.NIP. 132 052 409

Program Pendikan Matematika

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

Februari, 1999

Page 2: 4 Aplikasi PDP

Untuk Keluarga Tercinta

ii

Page 3: 4 Aplikasi PDP

Daftar Isi

Daftar Tabel v

Daftar Gambar vi

Kata Pengantar vii

1 Konsep Dasar 1

1.1 Klasifikasi Persamaan Difrensial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

1.2 Metoda Penyelesaian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

2 PDP Linier Order Satu 6

2.1 Solusi Analitis PDP Linier Order Satu . . . . . . . . . . . . . . . 6

2.2 Aplikasi Sederhana PDP Order Satu . . . . . . . . . . . . . . . . 9

3 PDP Linier Order Dua 11

3.1 Klasifikasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

3.2 Persamaan Karakteristik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13

3.3 Bentuk Kanonis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17

3.4 Sarat Bantu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18

4 Identitas Pertama dan Kedua Green 20

iii

Page 4: 4 Aplikasi PDP

5 Aplikasi PDP Order Dua 25

5.1 Vibrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25

5.1.1 Vibrasi Pada Senar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25

5.1.2 Vibrasi Pada Membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28

5.2 Difusi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29

5.3 Aliran Panas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31

5.4 Vibrasi dan Aliran Panas Stasioner . . . . . . . . . . . . . . . . . 32

6 Deret Fourier 34

6.1 Himpunan Fungsi Ortogonal dan Ortonormal . . . . . . . . . . . 34

6.2 Deret Fourier Diperumum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36

6.3 Deret Fourier Cosinus dan Sinus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37

iv

Page 5: 4 Aplikasi PDP

Daftar Tabel

6.1 PDP order dua menurut jenisnya. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43

v

Page 6: 4 Aplikasi PDP

Daftar Gambar

2.1 Transformasi sistem koordinat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7

4.1 Luas Permukaan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22

4.2 Fluk medan vektor menembus permukaan. . . . . . . . . . . . . . 22

5.1 Vibrasi senar dalam sistem koordinat . . . . . . . . . . . . . . . . 26

5.2 Vibrasi senar pada daerah terbatas . . . . . . . . . . . . . . . . . 26

5.3 Vibrasi vertikal membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28

5.4 Vibrasi vertikal membran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31

vi

Page 7: 4 Aplikasi PDP

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T karena atas anugerah dan karuniahNya penulis

dapat menyelesaikan buku pegangan kuliah dengan judul ”Persamaan Diferen-

sial Parsial : Pendekatan Analitik”. Buku pegangan ini dibuat untuk membantu

mahasiswa mengikuti mata kuliah Persamaan Difrensial Parsial yang selama ini

masih cukup sulit menemukan buku-buku dalam bahasa Indonesia.

Dalam buku pegangan ini dijelaskan konsep Persamaaan difrensial secara

umum, PDP linier order satu dan aplikasinya, PDP linier order dua yang dis-

ertai penjelasan tentang teknik merubah PDP dalam bentuk kanonis, Identitas

pertama dan kedua Green, Aplikasi PDP order dua dalam masalah Difusi, Vibrasi

dan aliran panas dan terakhir adalah deret Fourier.

Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis tak lupa menyampaikan banyak

terima kasih kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Jember.

2. Dekan FKIP Universitas Jember.

3. Ketua Program Pendidikan Matematika yang telah memberikan motivasi

dan rekomendasi penggunaannya dalam perkuliahan.

4. Semua pihak yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam penyusunan

vii

Page 8: 4 Aplikasi PDP

buku ajar ini.

Semoga bantuan rielnya mendapat balasan yang setimpal dari Allah S.W.T.

Akhirnya penulis berharap semoga buku ini memberikan manfaat bagi pembaca,

oleh karena itu kritik dan saran masih penulis harapkan untuk penyempurnaan-

nya dikemudian hari.

Jember, Januari 2003 Penulis

viii

Page 9: 4 Aplikasi PDP

Daftar Isi

ix

Page 10: 4 Aplikasi PDP

Daftar Tabel

x

Page 11: 4 Aplikasi PDP

Daftar Gambar

xi

Page 12: 4 Aplikasi PDP

BAB 1

Konsep Dasar

1.1 Klasifikasi Persamaan Difrensial

Pada umumnya dikenal dua jenis persamaan difrensial yaitu Persamaan Difren-

sial Biasa (PDB) dan Persamaan Difrensial Parsial (PDP). Untuk mengetahui

perbedaan kedua jenis persamaan difrensial itu dapat dilihat dalam definisi berikut.

Definisi 1.1.1 Persamaan Difrensial Suatu persamaan yang meliputi turunan

fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas

disebut Persamaan Difrensial. Selanjutnya jika turunan fungsi itu hanya tergan-

tung pada satu variabel bebas maka disebut Persamaan Difrensial Biasa (PDB)

dan bila tergantung pada lebih dari satu variabel bebas disebut Persamaan Difren-

sial Parsial (PDP)

Dalam bahan ajar ini pembahasan persamaan difrensial akan difokuskan pada

Persamaan Difrensial Parsial (PDP). Sehingga semua contoh soal dan aplikasinya

akan dikaitkan dengan model fenomena persamaan difrensial yang terikat pada

1

Page 13: 4 Aplikasi PDP

BAB 1. KONSEP DASAR 2

beberapa variabel bebas. Secara simbolik turunan parsial ini dinotasikan dengan

∂, sehingga ∂u∂x

= ux,∂2u∂x2 = uxx,

∂2u∂x∂y

= uxy = uyx.

Definisi 1.1.2 Order Order suatu PDP adalah order tertinggi dari turunan

dalam persamaan sehingga F (x, y, u, ux, uy, . . . , uxx . . . xx︸ ︷︷ ︸n

, . . . ) = 0 adalah berorder

n, dengan variable bebas x, y.

Definisi 1.1.3 Linieritas dan Homogenitas PDP Order n dikatakan linier

bila dapat dinyatakan dalam bentuk

a0(x, y)ux + a1(x, y)uy + · · ·+ ak(x, y)uxx . . . xx︸ ︷︷ ︸n

, . . . ) = F (x, y)

Selanjutnya:

1. Bila tidak dapat dinyatakan dengan bentuk diatas dikatakan tak linier

2. Bila koefisien a0(x), a1(x), . . . , an(x) konstan dikatakan mempunyai koefisien

konstan bila tidak, dikatakan mempunyai koefisien variabel.

3. Bila F (x) = 0 maka PDB tersebut dikatakan homogen bila tidak, disebut

nonhomogen.

Definisi 1.1.4 Solusi PDP Solusi dari PDP adalah suatu fungsi u(x, y, . . . )

yang memenuhi persamaan diferensial minimal dari sebarang domain variabel

x, y, . . . .

Contoh 1.1.1 Beberapa contoh fenomena riel dalam PDP adalah sebagai berikut:

1. ux + uy = 0 adalah persamaan transportasi

2. ux + uuy = 0 merupakan persamaan gelombang diskontinyu

Page 14: 4 Aplikasi PDP

BAB 1. KONSEP DASAR 3

3. uxx + uyy = 0 adalah persamaan Laplace

4. utt − uxx + u3 = 0 merupakan persamaan gelombang dengan interaksi

5. ut + uux + uxxx = 0 adalah persamaan gelombang despersive

6. utt + uxxx = 0 merupakan persamaan vibrasi pada balok

7. ux + uy = 0 adalah persamaan transportasi

8. ut − iuxx = 0 merupakan persamaan gelombang diskontinyu

1.2 Metoda Penyelesaian

Terdapat tiga jenis metoda yang dapat digunakan untuk menentukan solusi dari

suatu PDB yaitu:

1. Metoda Analitik. Metoda ini dapat menghasilkan dua bentuk solusi

yaitu bentuk eksplisit dan implisit, yang dicari melalui teknik deduktif

analogis dengan menggunakan konsep-konsep matematik. Kelebihannya

dapat mengetahui bentuk fungsi solusinya namun tidak cukup fleksibel un-

tuk masalah-masalah yang komplek.

2. Metoda kualitatif . Solusi ini hanya dapat memberikan gambaran secara

geometris bagaimana visualisasi dari solusi PDB. Dengan mengamati pola

grafik gradien ”field” (direction field) maka dapat diestimasi solusi PDB itu.

Keunggulannya dapat memahami secara mudah kelakuan solusi suatu PDB

namun fungsi asli dari solusinya tidak diketahui, dan juga kurang fleksibel

untuk kasus yang komplek.

Page 15: 4 Aplikasi PDP

BAB 1. KONSEP DASAR 4

3. Metoda Numerik. Pada saat sekarang metoda ini merupakan metoda

yang sangat fleksibel. Metoda ini berkembangan sesuai dengan perkem-

bangan komputer dan dapat menyelesaiakan suatu PDB dari level yang

mudah sampai level yang komplek. Walaupun fungsi solusi tidak diketahui

secara eksplisit maupun implisit namun data yang diberikan dapat divisu-

alisir dalam grafik sehingga dapat dianalisis dengan baik. Namun metoda

ini berdasarkan pada prinsip-prinsip aproksimasi sehingga solusi yang di-

hasilkan adalah solusi hampiran (pendekatan). Sebagai konsukwensi dari

penggunaan metoda ini adalah adanya evaluasi berulang dengan menggu-

nakan komputer untuk mendapatkan hasil yang akurat. Salah satu metoda

yang poipuler adalah metoda Beda Hingga (Beda Hingga) dan Elemen

Hingga (Finite Element).

Suatu contoh diberikan persamaan difrensial uxx = 0 maka solusi analitik

diperoleh dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan ini dua kali.

∫uxx(x, y) dx =

∫0 dx

ux(x, y) = c ganti dengan sebarang fungsi y

= f(y)∫

ux(x, y) dx =

∫f(y) dx

ux(x, y) = f(y)x + g(y)

merupakan solusi umum dari PDP diatas.

Untuk model uxx + u = 0 teknik penyelesaiannya dapat mengadopsi teknik

yang dipakai dalam menyelesaikan PDB order 2 dengan akar-akar komplek pada

persamaan karakteristiknya yaitu u = c1eλx cos µx + c2e

λx sin µx. Dalam hal ini

Page 16: 4 Aplikasi PDP

BAB 1. KONSEP DASAR 5

r2 +1 = 0 sehingga akar-akarnya adalah r12 = ±i, dengan demikian solusi umum

PDPnya adalah u(x, y) = f(y) cos µx + f(y) sin µx.

Sedang model sederhana lainnya adalah uxy = 0 dimana solusi analitiknya

adalah

∫uxy(x, y) dx =

∫0 dx

uy(x, y) = f(y)∫

uy(x, y) dy =

∫f(y) dy

ux(x, y) = F (y) + g(x)

Page 17: 4 Aplikasi PDP

BAB 2

PDP Linier Order Satu

2.1 Solusi Analitis PDP Linier Order Satu

Bila diberikan fungsi dengan dua variabel u(x, y) maka PDP linier order satu

yang paling sederhana adalah ux = ∂u∂x

= 0 atau uy = ∂u∂y

= 0. Sementara dengan

aturan Chain kedua turunan parsial ini didefinisikan sebagai

∂u

∂x=

∂u

∂x

∂x

∂x+

∂u

∂y

∂y

∂x(2.1)

∂u

∂y=

∂u

∂y

∂y

∂y+

∂u

∂x

∂x

∂y(2.2)

Jumlah kedua PDP yang paling sederhana diatas dengan koefisien konstan

dapat disajikan dalam

aux + buy = 0 (2.3)

PDP ini dapat diselesaikan dengan dua cara.

1. Metoda Kualitatif

Kuantitas dari aux +buy adalah turunan berarah dari u dalam suatu vektor

6

Page 18: 4 Aplikasi PDP

BAB 2. PDP LINIER ORDER SATU 7

dengan arah V = [a, b] = ai + bj. Hal ini selalu bernilai nol, dengan

kata lain u(x, y) pasti sama dengan konstan dalam arah V. Vektor [b,−a]

adalah orthogonal terhadap V. Sedangkan garis yang sejajar dengan V

adalah bx−ay = c dan persamaan ini disebut persamaan garis karakteristik.

Solusi PDP diatas selalu konstan dalam masing-masing garis karakteristik

ini sehingga tergantung hanya pada bx − ay. Dengan demikian solusinya

adalah

u(x, y) = f(bx− ay).

2. Metoda Koordinat

Dalam sistem koordinat x, y dapat kita transformasikan kedalam sistem

y’y

x

X’

Gambar 2.1: Transformasi sistem koordinat

koordinat lain x′, y′ dimana x′ dan y′ tetap saling tegak lurus, lihat Gambar

2.1. Misal ditetapkan x′ = ax+by maka y′ = bx−ay. Dengan aturan Chain

turunan u(x′, y′) terhadap x dan y adalah:

∂u

∂x=

∂u

∂x′∂x′

∂x+

∂u

∂y′∂y′

∂x

= aux′ + buy′

∂u

∂y=

∂u

∂y′∂y′

∂y+

∂u

∂x′∂x′

∂y

= −auy′ + bux′

Page 19: 4 Aplikasi PDP

BAB 2. PDP LINIER ORDER SATU 8

Selanjutnya substitusikan kedalam persamaan aux + buy = 0 didapat

a(aux′ + buy′) + b(−auy′ + bux′) = 0

a2ux′ + abuy′ + b2ux′ − abuy′ = 0

(a2 + b2)ux′ = 0.

Dengan demikian untuk (a2 + b2) 6= 0 maka

ux′ = 0∫

ux′ dx′ =

∫0 dx′

u(x, y) = f(y′)

sehingga

u(x, y) = f(bx− ay) (2.4)

merupakan solusi umum PDP diatas.

Contoh 2.1.1 Diberikan PDP 4ux − 3uy = 0 dengan sarat awal u(0, y) = y3

maka solusi umum PDP ini adalah u(x, y) = f(−3x−4y). Nilai awal u(0, y) = y3

berimplikasi f(−4y) = y3. Misal w = −4y maka y = w−4

sehingga f(w) = w3

64,

dengan demikian u(x, y) = f(−3x− 4y) = (3x+4y)3

64.

Selanjutnya bila persamaan 2.3 dikembangkan kedalam koefisien variabel,

yakni

aux + byuy = 0 (2.5)

maka vektor arah dapat ditetapkan V = [a, by]. Dalam bidang xy dapat dikatakan

bahwa V adalah suatu vektor dengan gradien bya. Sehingga dy

dx= by

a. Solusinya

Page 20: 4 Aplikasi PDP

BAB 2. PDP LINIER ORDER SATU 9

tentu saja adalah y = Cebax, dan sekaligus menjadi kurva karakteristik dari PDP

jenis ini. Kemudian aturan berantai didefinisikan sebagai berikut:

∂u(x, y)

∂x=

∂u

∂x

∂x

∂x+

∂u

∂y

∂y

∂x= ux + uyyx

∂u(x, y)

∂y=

∂u

∂x

∂x

∂y+

∂u

∂y

∂y

∂y= uxxy + uy

Untuk mendaptkan persamaan aux + byuy = 0 maka pastilah ∂u(x, y) = 0

sehingga solusinya adalah konstan. Sehingga solusi u(x,Cebax) akan memenuhi

bila x = 0. Dengan demikian u(x,Cebax) = u(0, Ce

ba0) = u(0, C). Karena y =

Cebax maka C = e−

baxy sehingga u(x, y) = u(0, e−

baxy). Hal ini berarti solusi

umum PDP itu adalah

u(x, y) = f(e−baxy) (2.6)

Untuk meyakinkan fungsi u(x, y) = f(e−baxy) benar-benar merupakan solusi

dari PDP 2.5 dapat dilakukan substitusi langsung terhadap persamaan tersebut,

yaitu dengan menentukan ux = − bae−

baxyf(e−

baxy) dan uy = e−

baxf(e−

baxy).

Contoh 2.1.2 Suatu PDP ux + yuy = 0 dengan sarat awal u(0, y) = y3 maka

solusi umum PDP ini adalah u(x, y) = f(e−xy). Nilai awal u(0, y) = y3 berimp-

likasi f(y) = y3, dengan demikian u(x, y) = f(e−xy) = e−3xy3.

2.2 Aplikasi Sederhana PDP Order Satu

Suatu fluida, katakan zat cair, mengalir dengan laju konstan c sepanjang pipa

horisontal dengan arah positip. Sebagai contoh kongkrit amati proses penyebaran

polusi air. Bila u(x, t) adalah konsentrasi dalam gram/centimeter dalam waktu

Page 21: 4 Aplikasi PDP

BAB 2. PDP LINIER ORDER SATU 10

t, maka model arus ini dapat dimodel dalam persamaan difrensial parsial order

satu sebagai:

ut + cux = 0 (2.7)

Untuk menurunkan rumus ini, asumsikan polusi itu bergerak sepanjang [0, b]

maka jumlah polusi itu adalah M =∫ b

0u(x, t) dx dalam gram. Saat selanjutnya,

t + h, polusi bergerak kearah positif sepanjang ch centimeter sehingga

M =

∫ b+ch

ch

u(x, t + h) dx.

Turunkan hasil pengintegralan persamaan ini terhadap b didapat

u(b, t) = u(b + ch, t + h).

Selanjutnya gunakan aturan Chain untuk menurunkannya terhadap h, maka

∂u(b, t)

∂h=

∂u(b + ch, t + h)

∂h=

∂u

∂(b + ch)

∂(b + ch)

∂h+

∂u

∂(t + h)

∂(t + h)

∂h

=∂u

∂(b + ch)c +

∂u

∂(t + h)

0 = cub+ch(b + ch, t + h) + ut+h(b + ch, t + h).

Ganti b + ch dengan x dan t + h dengan t, maka dapat disimpulkan

cut(b, t) + cux(b, t) = 0,

atau

cut + cux = 0,

merupakan model yang dimaksud.

Page 22: 4 Aplikasi PDP

BAB 3

PDP Linier Order Dua

3.1 Klasifikasi

Persamaan PDP linier order dua dapat disajikan dalam bentuk

auxx + 2buxy + cuyy + dux + euy + fu = g. (3.1)

Misal uxx diganti dengan α2uxx, uxy dengan αβ, uyy dengan β2, ux dengan α,

uy dengan β maka persamaan itu menjadi

aα2 + 2bαβ + cβ2 + dα + cβ + fu = g

sehingga fungsi P (α, β) dapat didefinisikan sebagai

P (α, β) = aα2 + 2bαβ + cβ2 + dα + cβ + f,

dimana fungsi ini akan memenuhi sifat

• Merupakan fungsi hiperbolik bila b2 − ac > 0

• Merupakan fungsi parabolik bila b2 − ac = 0

11

Page 23: 4 Aplikasi PDP

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 12

• Merupakan fungsi eliptik bila b2 − ac < 0.

Dengan demikian PDP linier order dua dapat digolongkan dalam tiga klasifikasi

tersebut.

Contoh 3.1.1 Tentukan klasifikasi dari PDP berikut

• 3uxx + 2uxy + 5uyy + xuy = 0

• uxx + yuyy = 0

Secara umum PDP linier order dua disajikan dalam

n∑i,j=1

aijuxixj+

n∑i=1

biuxi+ cu = d. (3.2)

Dipahami bahwa uxixj= uxjxi

maka koefisien-koefisien PDP itu juga akan berlaku

untuk aij = aji, dan koefisien itu dapat disajikan dalam matrik n× n A = [aij].

Nilai eigen dari matrik ini diperoleh dari menyelesaikan persamaan det(A−λI) =

0 dalam λ. Selanjutnya n merupakan order PDP, r menyatakan banyaknya nilai

λ yang nol dan s menyatakan banyaknya nilai λ yang positif maka klasifikasi PDP

dalam bentuk itu adalah sebagai berikut:

• merupakan PDP hiperbolik bila r = 0 dan s = 1 atau r = 0 dan s = n−1

• merupakan PDP parabolik bila r > 0 (atau jika det(A = 0)

• merupakan PDP eliptik bila r = 0 dan s = 0 atau r = 0 dan s = n

• merupakan PDP ultrahiperbolik bila r = 0 dan 1 < s < n− 1

Contoh 3.1.2 Tentukan klasifikasi PDP 3ux1x1 + ux2x2 + 4ux2x3 + 4ux3x3 = 0

Page 24: 4 Aplikasi PDP

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 13

Penyelesaian 3.1.1 Dengan memahami koefisien-koefisien PDP diatas maka

matrik A dapat disajikan dalam:

A =

koef ux1x1 koef ux1x1 koef ux1x1

koef ux1x1 koef ux1x1 koef ux1x1

koef ux1x1 koef ux1x1 koef ux1x1

=

3 0 0

0 1 2

0 2 4

Ingat ux2x3 = ux3x2 dan dibagi 2 sebab permisalan kita 2bαβ.Dengan demikian

det(A − λI) = (3 − λ)λ(λ − 5) = 0, dimana λ1 = 0, λ1 = 3 dan λ1 = 5. Dapat

disimpulkan bahwa r > 0 sehingga persamaan diatas merupakan PDP parabolik.

3.2 Persamaan Karakteristik

Penyelesaian PDP linier order dua secara analitik jauh lebih sulit diband-

ingkan PDP linier order satu. Bahkan untuk kasus-kasus tertentu PDP ini tidak

dapat diselesaikan dengan cara analitik. Salah satu cara yang paling mungkin

adalah mengkaji persamaan karakterirtik dari PDP tersebut.

Untuk keperluan ini akan diperkenalkan variabel bebas baru ξ dan η sebagai

koordinat transformasi dari variabel bebas x, y ke ξ, η, dimana kedua variabel ini

saling bebas (lepas) dan dinyatakan sebagai fungsi ξ = φ(x, y) dan η = ψ(x, y)

sehingga φxψy − φyψx = 0.

Selanjutnya persamaan 3.1 dapat ditulis dalam

auxx + 2buxy + cuyy + suku-suku dengan order lebih rendah, (3.3)

dapat dapat ditransformasikan kedalam bentuk

Auξξ + 2Buηξ + Cuηη + suku-suku dengan order lebih. rendah (3.4)

Page 25: 4 Aplikasi PDP

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 14

Permasalahan yang muncul sekarang, bagaimana fungsi A,B dan C direpresen-

tasikan.

Untuk menentukannya, akan digunakan aturan Chain untuk u(ξ, η) dimana

∂u

∂x=

∂u

∂ξ

∂ξ

∂x+

∂u

∂η

∂η

∂x

ux = uξφx + uηψx, (3.5)

sedangkan

∂u

∂y=

∂u

∂ξ

∂ξ

∂y+

∂u

∂η

∂η

∂y

uy = uξφy + uηψy. (3.6)

Turunkan persamaan 3.5 terhadap x satu kali didapat

uxx = uξφxx + (uξ)xφx + uηψxx + (uη)xψx. (3.7)

Sementara

(uξ)x = uξξφx + uξηψx

(uη)x = uηξφx + uηηψx.

Substitusikan dua persamaan terakhir ini kedalam persamaan 3.7 didapat

uxx = uξξφ2x + 2uξηφxψx + uηηψ

2x + uξφxx + uηψxx. (3.8)

Selanjutnya turunkan lagi persamaan 3.5 terhadap y dan juga turunkan per-

samaan 3.6 terhadap y, dengan cara yang sama didapat

uxy = uξξφxφy + uξη(φxψy + φyψx) + uηηψxψy + uξφxy + uηψxy (3.9)

uyy = uξξφ2y + 2uξηφyψy + uηηψ

2y + uξφyy + uηψyy. (3.10)

Page 26: 4 Aplikasi PDP

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 15

Substitusikan ekspresi uxx, uxy dan uyy kedalam persamaan 3.3 didapat

auxx + 2buxy + cuyy + R = (aφ2x + 2bφxφy + cφ2

y)uξξ

+2(aφxψx + b(φxψy + φyψx) + cφyψy

)uξη

+(aψ2x + 2bψxψy + cψ2

y)uηη + R.

Dengan demikian fungsi A, B dan C asosiatif dengan

A = aφ2x + 2bφxφy + cφ2

y

B = aφxψx + b(φxψy + φyψx) + cφyψy

C = aψ2x + 2bψxψy + cψ2

y,

sehingga

auxx + 2buxy + cuyy + R = Auξξ + 2Buξη + Cuηη + R (3.11)

dimana R = (aφxx + 2bφxy + cφyy)uη + (aψxx + 2bψxy + cψyy)uη. Bila φ dan ψ

adalah fungsi linier dari x, y maka dapat ditunjukkan bahwa R = 0. Persamaan

karakteristik (3.11) dapat dipilih dalam bentuk

az2x + 2bzxzy + cz2

y = 0. (3.12)

Selanjutnya persamaan karakteristik dari persamaan (3.1) didapat dari menyele-

saikan persamaan

ady2 − 2bdxdy + cdx2 = 0. (3.13)

Teorema 3.2.1 z(x, y) = γ merupakan persamaan karakteristik dari persamaan

(3.1) jika dan hanya jika z(x, y) = γ solusi dari (3.13), dimana γ = konstanta.

Page 27: 4 Aplikasi PDP

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 16

Bukti 3.2.1 Misal z(x, y) = γ memenuhi persamaan dari persamaan (3.12) dan

z(x, y) 6= 0. Definisikan suatu fungsi y = f(x, γ) dimana fx = 0 maka dengan

aturan Chain

fx =∂f

∂x

∂x

∂x+

∂f

∂γ

∂γ

∂x= 0

∂f

∂x= −∂f

∂γ

∂γ

∂x

∂y

∂x= −zx(x, y)

zy(x, y)

Sekarang bagi persamaan (3.12 dengan z2y didapat

a(zx

zy

)2+ 2b

zx

zy

+ c = 0,

Dengan demikian

a(∂y

∂x

)2 − 2b∂y

∂x+ c = 0

atau

a(dy

dx

)2 − 2bdy

dx+ c = 0.

Dengan kata lain z(x, y) = γ solusi dari (3.13).

Contoh 3.2.1 Tentukan jenis persamaan dan kurva karakteristik PDP berikut

ini:

1. 2uxx − 4uxy − 6uyy + ux = 0

2. 4uxx + 12uxy − 9uyy − 2ux + u = 0

3. uxx − x2yuyy = 0, y > 0

Page 28: 4 Aplikasi PDP

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 17

Penyelesaian 3.2.1 No. 1, dipahami bahwa a = 2, b = −2 dan c = −6 dan

b2− ac = 16 > 0 sehingga persamaan ini merupakan PDP hiperbolik. Kemudian

dengan menggunakan koefisien-koefisien ini dihasilkan PDB 2(

dydx

)2+4 dy

dx−6 = 0.

Gunakan rumus abc untuk menentukan dydx

didapat

dy

dx= −1± 2.

Dengan demikian kurva karakteristiknya merupakan solusi PDB tersebut, yaitu

x− y = γ, atau 3x + y = γ.

Untuk No. 2, dan 3, sebagai latihan individual.

3.3 Bentuk Kanonis

Transformasi dari persamaan difrensial parsial khusus untuk order lebih dari

satu dipandang penting. Hal ini berguna dalam proses penyelesaian suatu PDP.

Dengan bentuk kanonis suatu PDP dapat disederhanakan sehingga dapat diper-

timbangkan apakah persamaan tersebut bisa diselesaikan secara analitik atau

tidak. Bila solusi analitik dapat diraih, maka dari bentuk kanonis inilah solusi

umum suatu PDP diturunkan.

Untuk keperluan ini dibutuhkan fungsi transformasi ξ = φ(x, y) dan η =

ψ(x, y). Kemudian permisalkan kedua fungsi ini dalam persamaan karakteristik

suatu PDP, selanjutnya lakukan transformasi. Dalam hal ini penentuan bentuk

kanonis tergantung pada sisi prinsipal, artinya

1. Bila PDP itu merupakan persamaan hiperbolik maka sisi prinsipalnya adalah

uξη atau uξξ − uηη atau A = C = 0 pada persamaan (3.11).

Page 29: 4 Aplikasi PDP

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 18

2. Bila PDP itu merupakan persamaan parabolik maka sisi prinsipalnya adalah

uηη atau B = C = 0 pada persamaan (3.11).

3. Bila PDP itu merupakan persamaan eliptik maka sisi prinsipalnya adalah

uξξ + uηη atau A = B = 0 pada persamaan (3.11).

Sebagai contoh akan ditentukan bentuk kanonis dari 2uxx−4uxy−6uyy +ux = 0.

PDP ini merupakan persamaan hiperbolik sehingga sisi prinsipalnya adalah uξη

atau A = C = 0 untuk persamaan (3.11). Sementara persamaan karateritiknya

adalah x−y = γ dan 3x+y = γ. Tetapkan ξ = φ(x, y) = x−y dan ξ = ψ(x, y) =

3x+y, sehingga φx = 1, φxx = 0, φy = −1, φyy = 0, φxy = 0; ψx = 3, φxx = 0, ψy =

1, φyy = 0, φxy = 0. Sekarang persamaan (3.11) menjadi

2(aφxψx + b(φxψy + φyψx) + cφyψy)uξη + uξφx + uηψx = 0

2(2φxψx − 2(φxψy + φyψx)− 6φyψy)uξη + uξφx + uηψx = 0

2[2(1)(3)− 2

((1)(1) + (−1)(3)

)− 6(−1)(1)]uξη + uξ(1) + uη(3) = 0

Dengan demikian bentuk kanonis PDP ini adalah

32uξη + uξ + 3uη = 0.

Bandingkan bentuk ini dengan persamaan semula maka jelas diperoleh bentuk

yang lebih sederhana. Tidak tertutup kemungkinan bentuk ini dapat diselesaikan

secara analitik.

3.4 Sarat Bantu

Ada dua sarat bantu dalam PDP yaitu sarat awal dan sarat batas. Sarat awal

adalah kodisi yang dipenuhi suatu PDP dalam domain Ω pada saat awal peristiwa

Page 30: 4 Aplikasi PDP

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 19

fisika. Misal suatu persamaan dinyatakan dengan uxx − utt = 0 maka sarat awal

yang mungkin adalah u(x, 0) = f(x). Sarat batas adalah sarat yang terjadi pada

batas-batas domain awal dan akhir sustu PDP. Sarat batas ini dikelompokkan

dalam tiga jenis sarat batas, yaitu:

• sarat batas Dirichlet u = g

• sarat batas Neuman (flux) ∂u∂n

= g

• sarat batas Campuran αu + β ∂u∂n

= g

Page 31: 4 Aplikasi PDP

BAB 4

Identitas Pertama dan Kedua

Green

Identitas Green banyak dipakai dalam pembahasan PDP dengan order lebih

tinggi dari satu, dengan demikian informasi ini sangat penting untuk dipahami.

Untuk membahas identitas pertama dan kedua Green dibutuhkan konsep dan

notasi vektor sehingga dalam bab ini akan didahului dengan definisi dan teorema

diferensial vektor ini.

Definisi 4.0.1 Bila f = f(x, y, z) adalah fungsi dalam C1(Ω) dimana Ω ∈ <n

maka

grad f = ∇f =∂f

∂xi +

∂f

∂yj +

∂f

∂zk

adalah gradien dari f . Kemudian jika n adalah vektor satuan di <3 maka turunan

berarah dari f dalam arah n didefinisikan sebagai

∂f

∂n= ∇f · n =

∂f

∂xn1 +

∂f

∂yn2 +

∂f

∂zn3

20

Page 32: 4 Aplikasi PDP

BAB 4. IDENTITAS PERTAMA DAN KEDUA GREEN 21

Definisi 4.0.2 Jika w = w(x, y, z) adalah fungsi dalam C1(Ω) dimana Ω ∈ <n,

atau w = w1(x, y, z)i + w2(x, y, z)j + w3(x, y, z)k maka divergensi dari w adalah

div w = ∇ · f =∂w1

∂x+

∂w2

∂y+

∂w3

∂z,

sehingga

div grad f = 4f = ∇ · ∇f

=

[∂

∂x

∂y

∂z

]·[∂f

∂x

∂f

∂y

∂f

∂z

]T

= ∇2f

=∂2f

∂x+

∂2f

∂y+

∂2f

∂z.

Kemudian disisi lain juga dikenal rotasi f yaitu

rotf = ∇× f =

i j k

∂∂x

∂∂y

∂∂z

f1 f2 f3

Teorema 4.0.1 (Integral Permukaan) Misal G suatu permukaan yang diberikan

oleh z = f(x, y), dengan (x, y) di R. Jika f ∈ C1(R) dengan g(x, y, z) =

g(x, y, f(x, y)) kontinyu pada R maka

G

∫g(x, y, z)ds =

R

∫g(x, y, f(x, y) sec γ dA (4.1)

=

R

∫g(x, y, f(x, y)

√f 2

x + f 2y + 1 dydx (4.2)

Page 33: 4 Aplikasi PDP

BAB 4. IDENTITAS PERTAMA DAN KEDUA GREEN 22

k

n

GiG

Z=f(x,y)

RiR

yi xi

γ

∆∆

A(Gi) ≈ sec γ A(Ri)

≈ sec γ ∆yi ∆xi

Gambar 4.1: Luas Permukaan.

Selanjutnya andaikata G suatu permukaan dua sisi yang sedemikian mulus

dan anggap bahwa ia terendam di dalam fluida dengan suatu medan kecepatan

kontinyu F (x, y). Jika 4S adalah luas sepotong kecil dari G, maka disana F

hampir konstan, dan volume fluida 4V yang melewati potongan ini dalam arah

normal satuan n, lihat Gambar 4.2 adalah 4V ≈ F · n4 S. Dengan demikian

disimpulkan bahwa

fluk F yang melintasi G =∫

G

∫F · n dS (4.3)

G

nF

∆ S

z

y

x

Gambar 4.2: Fluk medan vektor menembus permukaan.

Dalam hal ini juga dapat ditunjukkan bahwa rumus fluks F yang melintasi

permukaan G dapat dikembangkan melalui beberapa teorema berikut.

Page 34: 4 Aplikasi PDP

BAB 4. IDENTITAS PERTAMA DAN KEDUA GREEN 23

Teorema 4.0.2 (Teorema Gauss) Misal F = Mi + Nj + Pk berupa medan

vektor dimana M,N, P ∈ C1(S) dan M,N, P ∈ C1(∂S) dan bila n merupakan

vektor normal satuan keluar dari ∂S maka

∂S

∫F · n dS =

∫ ∫

S

∫divF dV.

Lihat Kalkulus vektor untuk pembuktian

Teorema 4.0.3 (Teorema Divergensi) Jika Ω adlah daerah terbatas dengan

batas berupa permukaan mulus sepotong-sepotong S. Misal terdapat sebarang

garis memotong S pada titik tertentu, selanjutnya untuk sebuah vektor normal

satuan keluar n = n(x) dari S juga w adalah vektor kontinyu dimana w ∈ C1(Ω)

dan w ∈ C0(Ω) maka

∫ ∫

Ω

∫∇ · w dΩ =

S

∫w · n dS

Teorema 4.0.4 (Identitas Green) Jika u dan v adalah fungsi skalar pada

C2(Ω) dan C1(Ω), maka teorema divergensi dan teorema identitas diferensial

∇ · (u∇v) = ∇u · ∇v + u∇2v akan membentuk rumus identitas Green pertama

dan kedua sebagai berikut:

Ω

u∇2v dΩ =

S

u∂v

∂ndS −

Ω

∇u · ∇v dΩ (4.4)∫

Ω

(u∇2v − v∇2u) dΩ =

S

(u∂v

∂n− v

∂u

∂n) dS (4.5)

dimana ∂v∂n

= ∂v∂x

n1 + ∂v∂y

n2 + ∂v∂z

n3 = ∇ · n

Page 35: 4 Aplikasi PDP

BAB 4. IDENTITAS PERTAMA DAN KEDUA GREEN 24

Bukti 4.0.1 Rumus identitas diferensial memberikan

∇ · (u∇v) = ∇u · ∇v + u∇2v

u∇2v = ∇ · (u∇v)−∇u · ∇v∫

Ω

u∇2v dΩ =

Ω

∇ · (u∇v) dΩ−∫

Ω

∇u · ∇v dΩ

Lihat teorema divergensi

=

S

u∇v · n dS −∫

Ω

∇u · ∇v dΩ

=

S

u∂v

∂ndS −

Ω

∇u · ∇v dΩ

Selanjutnya untuk identitas Green yang kedua dapat dibuktikan sebagai berikut:

Ω

(u∇2v − v∇2u) dΩ =

Ω

u∇2v dΩ−∫

Ω

v∇2u dΩ

=

S

u∂v

∂ndS −

Ω

∇u · ∇v dΩ

−∫

S

v∂u

∂ndS +

Ω

∇v · ∇v dΩ

=

S

u∂v

∂ndS −

S

v∂u

∂ndS

=

S

(u

∂v

∂n− v

∂u

∂n

)dS

Page 36: 4 Aplikasi PDP

BAB 5

Aplikasi PDP Order Dua

5.1 Vibrasi

5.1.1 Vibrasi Pada Senar

Vibrasi pada senar ini adalah suatu perumpamaan vibrasi pada dimensi satu.

Pada aplikasi vibrasi dalam PDB peninjauan vibrasi ini hanya terfokus pada

waktu t namun dalam PDP ini selain tergantung pada waktu posisi x juga

dibicarakan. Misal y(x,t) adalah perpindahan dari titik setimbang pada saat

t dan posisi x. Senar sangat fleksibel dan homogen sehingga tegangan merata

disepanjang senar. Misal T (x, t) adalah besar tegangan dan ρ adalah densitas

senar persatuan panjang maka dengan homogenitas senar gradien pada x + ∆x

adalah yx(x, t) atau [1yx], lihat Gambar 5.1 dan 5.2.

Misal T1 = T (x, t) dan T2 = T (x+∆x, t) masing-masing tegangan kawat yang

terjadi di ujung-ujung P dan Q, maka kondisi dua gelombang, yaitu gelombang

longitudinal (horisontal) dan transversal (vertikal) adalah sebagai berikut:

25

Page 37: 4 Aplikasi PDP

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 26

1. pada gerakan horisontal

T1 cos α = T2 cos β = T = Konstan

T1(1)√1 + y2

x

=T2(1)√1 + y2

x

= T = Konstan

2. pada gerakan vertikal

F = ma

T2 sin β − T1 sin α = ρ∆x∂2y

∂x2

T2yx√1 + y2

x

− T1yx√1 + y2

x

= ρ∆x∂2y

∂x2.

PQ

x x + x l x

y

0

α

β

T(x,t)

T(x+ x,t)∆

Gambar 5.1: Vibrasi senar dalam sistem koordinat

P

Q

α

β

1

yx

1 + yx2

Gambar 5.2: Vibrasi senar pada daerah terbatas

Page 38: 4 Aplikasi PDP

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 27

Bagi kedua ruas dengan T pada gelombang longitudinal maka

T2 sin β

T2 cos β− T1 sin α

T1 cos α= ρ

∆x

T

∂2y

∂x2

1

∆x[tan β − tan α] = ρ

1

T

∂2y

∂x2.

Padahal tan β adalah gradien pada x+∆x sehingga tan β =

(dydx

)

x+∆x

, demikian

juga tan α adalah gradien pada x sehingga tan α =

(dydx

)

x

, sehingga

1

∆x[

(dy

dx

)

x+∆x

−(

dy

dx

)

x

] =ρ

T

∂2y

∂x2. (5.1)

Ingat definisi turunan pertama dari f(x),

lim∆x→0

f(x + ∆x)− f(x)

∆x= f ′(x) =

∂f(x)

∂x.

Dengan demikian persamaan (5.1) menjadi

lim∆x→0

1

∆x[

(dy

dx

)

x+∆x

−(

dy

dx

)

x

] = lim∆x→0

ρ

T

∂2y

∂x2

yxx =ρ

Tytt

Dengan demikian vibrasi pada senar dalam simpangan u adalah

utt = c2uxx (5.2)

dimana c =√

Tρ, dan persamaan ini disebut juga persamaan umum gelombang

Selanjutnya variasi persamaan gelombang ini dinyatakan sebagai berikut:

• bila terdapat gaya redaman utt − c2uxx + rut = 0, r > 0

• bila terdapat gaya elastisitas transversal utt − c2uxx + ku = 0, k > 0

• bila terdapat gaya luar dan bebas dari gaya redaman dan elastisitas transver-

sal utt − c2uxx = f(x, t)

Page 39: 4 Aplikasi PDP

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 28

5.1.2 Vibrasi Pada Membran

Misal u(x, y, t) adalah gerak vertikal membran dengan domain D dan tegan-

gan T, lihat Gambar 5.3. Sebagaimana pada vibrasi senar dibawah ini akan

berlaku.

T√1 + u2

x

∣∣∣∣x+∆x

x

= T = Konstan

Tux√1 + u2

x

∣∣∣∣x+∆x

x

=

∫ x+∆x

x

ρutt dx

Du(x,t)

n

n

n

Gambar 5.3: Vibrasi vertikal membran

Dalam dimensi dua tidak lain sama dengan turunan berarah ∂u∂n

sehingga

persamaan itu dapat ditransformasikan dalam

F =

s

T∂u

∂nds =

D

∫ρutt dxdy = ma

Padahal ∂u∂n

= ∇u · n = n · ∇u sehingga

=

s

T (∇u · n) ds =

D

∫ρutt dD

=

D

∫∇ · (T∇u) dD =

D

∫ρutt dD

Sehingga

∇ · (T∇u) = ρutt,

Page 40: 4 Aplikasi PDP

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 29

dimana T adalah konstanta. Rumus terakhir inilah persamaan vubrasi dalam

membran yang dapat ditulis secara umum sebagai berikut:

utt = c2∇ · ∇u (5.3)

dimana c =√

Tρ. Dalam hal ini ∇ · ∇u = div gradu dan dikenal sebagai per-

samaan Laplace yang dapat dikembangkan menjadi:

• dalam dimensi dua ∇ · ∇u = uxx + uyy

• dalam dimensi tiga ∇ · ∇u = uxx + uyy + uzz

Penulisan ∇ · ∇u = ∆u sehingga bentuk terumum dari vibrasi adalah

utt = c2∆u (5.4)

5.2 Difusi

Fenomena difusi banyak terjadi pada perusahaan perusahaan yang mengeloh

bahan baku cairan. Salah satu contoh adalah gerakan zat pewarna dalam zat

cair. Gerakan itu terjadi dari konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang

lebih rendah. Tingkat gerakan berbanding lurus dengan arah konsentrasi (gradien

berarah konsentrasi ∂u∂n

) yang selanjutnya dikenal dengan hukum difusi ”Fick”.

Misal u(x, t) adalah besar konsentrasi dengan satuan (massa per satuan pan-

jang) dari zat pewarna pada posisi x pada pipa dalam waktu t, maka antara

posisi x0 dan x1 jumlah massa dinyatakan dalam

M(t) =

∫ x1

x0

u(x, t) dx

Page 41: 4 Aplikasi PDP

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 30

sehingga

∂M(t)

∂t=

∫ x1

x0

ut(x, t) dx. (5.5)

Dipahami juga bahwa perubahan massa tergantung pada perubahan konsentrasi

masuk dan perubahan konsentrasi keluar sehingga

∂M(t)

∂t= k(ux(x1, t)− ux(x0, t)), (5.6)

dimana k adalah konstanta proporsionalitas. Gabungan persamaan (5.5) dan

(5.6) menghasilkan

∫ x1

x0

ut(x, t) dx = k(ux(x1, t)− ux(x0, t)), (5.7)

kemudian turunkan terhadap x1

ut(x1, 1) = kuxx1(x1, t),

dan ganti x1 = x sehingga ut(x, t) = kuxx(x, t) atau

ut = kuxx (5.8)

merupakan persamaan difusi yang dimaksud. Analog dengan vibrasi, persamaan

difusi dapat dikembangkan menjadi

D

∫ut dD =

s

k∂u

∂nds, lihat persamaan (5.7)

Padahal ∂u∂n

= ∇u · n = n · ∇u sehingga

D

∫ut dD =

s

k(∇u · n) ds

=

D

∫∇ · (k∇u) dD

=

D

∫k∇ · ∇u dD

Page 42: 4 Aplikasi PDP

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 31

Sehingga ut = k∇ · ∇u yang secara umum ditulis sebagai

ut = k∆u

atau

ut = k(uxx + uyy) dalam dimensi dua (5.9)

ut = k(uxx + uyy + uzz) dalam dimensi tiga (5.10)

5.3 Aliran Panas

Penurunan rumus ini akan dikembangkan dari dua definisi khusus yang penulis

anggap definisi ini dalam peristiwa fisik d=lahir dari beberapa aksioma-aksioma.

Definisi 5.3.1 Misal B suatu benda pejal diruang, D sebarang daerah pejal di B

dengan batas permukaan S, lihat Gambar 5.4.

Du(x,t)

n

n

n

Gambar 5.4: Vibrasi vertikal membran

Bila u(x, y, z, t) adalah suhu di titik (x, y, z) pada B dan v kecepatan aliran

panas pada B maka kecepatan itu disajikan dalam v = −k∇u dimana k adalah

konduktivitas panas pada B. Jumlah panas yang keluar dari daerah D persatuan

waktu adalah Hout(t) =∫

S

∫v · n dS, sedangkan jumlah panas pada D adalah

Page 43: 4 Aplikasi PDP

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 32

H(t) =∫ ∫

D

∫cρu dD, dimana c adalah kapasitas panas dan ρ adalah rapat massa

benda per satuan volum. Selanjutnya perubahan panas pada D adalah

∂H(t)

∂t=

∫ ∫

D

∫cρut dD (5.11)

Definisi 5.3.2 Hukum Fourier mengatakan bahwa aliran panas dari yang bersuhu

tinggi ke yang bersuhu lebih rendah sebanding dengan gradien suhu, dengan asumsi

bahwa panas tidak akan lenyap kecuali meninggalkan daerah itu hanya melewati

batas-batas permukaan S. Dengan demikian perubahan energi panas dalam D

sama dengan fluk panas melalui batas-batasnya, yaitu:

∂H

∂t=

S

∫k(n · ∇u) dS (5.12)

Dari (5.11) dan (5.12) dapat dikembangakan

∫ ∫

D

∫cρut dD =

S

∫k(n · ∇u) dS

=

∫ ∫

D

∫k∇ · (∇u) dD

=

∫ ∫

D

∫k∇2u dD

atau cρut = k∇2u. Dalam bentuk yang paling umum adalah

ut = s2∆u

adalah persamaan aliran panas yang dimaksud, dimana s =√

kcρ

sebuah kon-

stanta.

5.4 Vibrasi dan Aliran Panas Stasioner

Bila peristiwa fisika tidak berubah dengan adanya perubahan waktu maka

dikatakan ut = utt = 0 sehingga kedua peristiwa ini dapat dinyatakan dalam

Page 44: 4 Aplikasi PDP

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 33

persamaan

∆u = 0 (5.13)

Persamaan ini selanjutnya dinamakan persamaan Laplace dan solusinya dikatakan

fungsi harmonik. Sebagai contoh, misal kita menaruh benda panas dalam oven

dan ditutup rapat-rapat. Bila tidak ada jumlah panas yang meninggalkan ruang

tertutup itu suhunya akan terus konstan dan inilah yang dikatakan sebagai titik

setimbang.

Page 45: 4 Aplikasi PDP

BAB 6

Deret Fourier

6.1 Himpunan Fungsi Ortogonal dan Ortonor-

mal

Solusi analitik berdasarkan deret Fourier dikembangkan dari konsep keortog-

onalan dan keortonormalan fungsi-fungsi, oleh karena itu akan didahulukan pem-

bahasan terhadap konsep ini. Suatu definisi keortogonalan dan keortonornalan

yang diungkapkan oleh Powell menyebutkan bahwa

Definisi 6.1.1 Dua fungsi f dan g yang terdefinisi pada interval [a, b] dikatakan

ortogonal bila∫ b

af(x)g(x) dx = 0.

Sebagai contoh Powell menyebutkan

Contoh 6.1.1 f(x) = sin nx, g(x) = sin mx atau f(x) = cos nx, g(x) =

cos mx untuk n 6= m dan n,m ∈ bilangan asli, adalah fungsi-fungsi ortogonal

pada selang interval [0, π]

34

Page 46: 4 Aplikasi PDP

BAB 6. DERET FOURIER 35

Definisi 6.1.2 Dua fungsi f dan g yang terdefinisi pada interval [a, b] dikatakan

ortonormal bila f dan g ortogonal dan juga memenuhi sifat∫ b

af 2(x) dx = 1 dan

∫ b

ag2(x) dx = 1.

sebagai implikasi dari definisi ini maka f(x)√R ba f2(x)

dan g(x)√R ba g2(x)

adalah fungsi-fungsi

ortonormal pada selang [a, b], (1981 : 107-123).

Selanjutnya masih meneruskan penjelasan Powell tentang definisi himpunan

fungsi ortogonal dan ortonormal

Definisi 6.1.3 Himpunan fungsi-fungsiφ1, φ2, . . . , φn

yang terdefinisi pada in-

terval [a, b] dikatakan himpunan ortogonal pada selang tersebut bila

∫ b

a

φn(x)φm(x) dx = 0 ∀n 6= m

dan dikatakan ortonormal bila

∫ b

a

φn(x)φm(x) dx =

0 Jika m 6= m

1 Jika m = n

Dengan demikian bilaφ1, φ2, . . . , φn

adalah himpunan fungsi-fungsi ortogonal

maka untuk γn =

( ∫ b

aφ2

n(x) dx

)1/2

> 0, himpunan

φ1

γ1, φ2

γ2, . . . , φn

γn

adalah him-

punan fungsi-fungsi ortonormal.

Definisi 6.1.4 Himpunan fungsi-fungsiφ1, φ2, . . . , φn

yang terdefinisi pada in-

terval [a, b] dikatakan ortogonal terhadap fungsi bobot w(x) pada selang tersebut

bila ∫ b

a

w(x)φn(x)φm(x) dx = 0, ∀n 6= m

dan dikatakan ortogonal terhadap fungsi bobot w(x) bila

∫ b

a

w(x)φn(x)φm(x) dx =

0 Jika m 6= m

1 Jika m = n

Page 47: 4 Aplikasi PDP

BAB 6. DERET FOURIER 36

Dapat dipahami bahwa definisi 6.1.3 adalah kasus khusus dari definisi 6.1.4 di-

mana w(x) = 1.

6.2 Deret Fourier Diperumum

Untuk memberikan gambaran bagaimana konsep deret Fourier itu dibangun,

diperlukan generalisasi dari beberapa definisi diatas. Beberapa konsep dibawah

ini akan mengarahkan pada apa yang disebut dengan deret Fourier.

Definisi 6.2.1 Misalφn(x)

himpunan fungsi ortogonal pada interval [a, b] dan

f(x) adalah suatu fungsi yang terdefinisi pada selang tersebut, maka bila

cn =R b

a f(x)φn(x) dxR ba φ2

n dx, deret dengan ekspresi

∞∑n=1

cnφn(x), x ∈ [a, b] (6.1)

merupakan deret Fourier diperumum dari f(x) pada interval [a, b] dimana cn

adalah koefisien Fourier dari f(x) terhadap himpunan ortogonalφn(x)

untuk

n = 1, 2, . . .

Dua hal penting yang terjadi pada deret Fourier diperumum ini,

1. bilaφn(x)

adalah himpunan ortonormal pada [a, b] maka cn menjadi

cn =

∫ b

a

f(x)φn(x) dx

2. bilaφn(x)

=

1, cos nπx

lsin nπx

l

pada selang interval [−l, l] maka deret

(6.1) menjadi

a0

2+

∑∞n=1

(an cos nπx

l+ bn sin nπx

l

)(6.2)

Page 48: 4 Aplikasi PDP

BAB 6. DERET FOURIER 37

dimana

a0 =1

l

∫ l

−l

f(x) dx (6.3)

an =1

l

∫ l

−l

f(x) cosnπx

ldx (6.4)

bn =1

l

∫ l

−l

f(x) sinnπx

ldx (6.5)

Persamaan (6.2) selanjutnya disebut Deret Fourier dari f(x) pada selang (−l, l)

dan a0, an, bn adalah koefisien-koefisien Fourier dengan formulasi pada (6.3), (6.4)

dan (6.5).

6.3 Deret Fourier Cosinus dan Sinus

Pada kasus-kasus khusus deret Fourier itu tidak muncul dengan dua suku

namun hanya satu suku cosinus atau sinus. Deret Fourier yang seperti ini disebut

deret Fourier cosinus atau sinus. Untuk menurunan rumus ini terlebih dahulu

dapat diingat kembali fungsi genap dan ganjil. Sebagaimana dijelaskan dalam

Seeley

Definisi 6.3.1 Fungsi f(x) dikatakan fungsi genap pada selang interval (−l, l)

apabila f(x) = f(−x) dan dikatakan fungsi ganjil bila f(x) = −f(x) untuk ∀x ∈

(−l, l).

Sebagai contoh Seeley memberikan beberapa kategori

Contoh 6.3.1 Fungsi-fungsi

1. f(x) = a, |x|, x2, x4, x8, x2n, cos αx, sec αx adalah fungsi-fungsi genap pada

selang interval (−l, l) dan (−∞,∞)

Page 49: 4 Aplikasi PDP

BAB 6. DERET FOURIER 38

2. f(x) = x, x3, x5, x7, x2n−1, sin αx, cosec αx, tan αx, ctan αx adalah fungsi-

fungsi ganjil pada selang interval (−l, l) dan (−∞,∞) (1982 :86-95).

Beberapa sifat yang dipenuhi fungsi-fungsi genap dan ganjil diberikan dalam

aksioma berikut ini.

Aksioma 6.3.1 Bila fungsi f(x) adalah fungsi

1. fungsi ganjil pada selang interval (−l, l) maka

∫ l

−l

f(x) dx = 0

2. fungsi genap pada selang interval (−l, l) maka

∫ l

−l

f(x) dx = 2

∫ l

0

f(x) dx

Aksioma 6.3.2 Bila

1. f dan g adalah fungsi genap pada selang interval (−l, l) maka f ± g, αf, fg

dan f/g, (g 6= 0) genap pada (−l, l).

2. f dan g adalah fungsi ganjil pada selang interval (−l, l) maka f ± g, αf

ganjil sedangkan fg dan f/g, (g 6= 0) genap pada (−l, l).

3. f genap dan g ganjil pada selang interval (−l, l) maka fg dan f/g, (g 6= 0)

ganjil pada (−l, l).

Dengan demikian bila f(x) terdefinisi pada (−l, l), maka untuk f(x) genap

berdasarkan aksioma 6.3.1 dan 6.3.2 deret Fourier (6.2) dari f(x) menjadi

a0

2+

∞∑n=1

an cosnπx

l(6.6)

Page 50: 4 Aplikasi PDP

BAB 6. DERET FOURIER 39

dimana

a0 =2

l

∫ l

0

f(x) dx

an =2

l

∫ l

0

f(x) cosnπx

ldx

Deret (6.6) dikenal sebagai deret Fourier cosinus dari f(x) pada selang (−l, l).

Sementara untuk f(x) ganjil deret Fourier (6.2) dari f(x) menjadi

∞∑n=1

bn sinnπx

l(6.7)

dimana

bn =2

l

∫ l

0

f(x) sinnπx

ldx

Deret (6.7) ini dikenal sebagai deret Fourier sinus dari f(x) pada selang (−l, l).

Misal f(x) terdefinisi pada selang interval (0, l), maka fungsi f(x) dapat diper-

luas pada selang (−l, l) sehingga f(x) genap pada selang ini dengan mengambil

f(x) = f(−x) untuk (−l, 0). Maka deret Fourier dari f(x) adalah

a0

2+

∞∑n=1

an cosnπx

l(6.8)

dimana

a0 =2

l

∫ l

0

f(x) dx

an =2

l

∫ l

0

f(x) cosnπx

ldx

Deret (6.8) merupakan deret Fourier cosinus dari f(x) pada selang (0, l).

Dengan cara yang sama, f(x) dapat diperluas sehingga f(x) adalah ganjil pada

selang (−l, l) dengan mengambil f(x) = f(−x) untuk (−l, 0). Maka deret Fourier

dari f(x) adalah

∞∑n=1

bn sinnπx

l(6.9)

Page 51: 4 Aplikasi PDP

BAB 6. DERET FOURIER 40

dimana

bn =2

l

∫ l

0

f(x) sinnπx

ldx

Deret (6.7) ini merupakan deret Fourier sinus dari f(x) pada selang (0, l).

Sekarang kita tinjau deret Fourier dari f(x) pada selang (a, b). Ambil 2l =

b− a sehingga (a, b) = (a, a + 2l). Dengan mengambil a seagai −l dan b sebagai

l maka deret Fourier dari f(x) pada selang (a, b) ditulis sebagai

a0

2+

∞∑n=1

(an cos

2nπx

b− a+ bn sin

2nπx

l

)(6.10)

dimana

a0 =2

b− a

∫ l

−l

f(x) dx

an =2

b− a

∫ l

−l

f(x) cosnπx

ldx

bn =2

b− a

∫ l

−l

f(x) sinnπx

ldx

Untuk lebih jelasnya dapat dikuti contoh berikut.

Contoh 6.3.2 Tentukan deret Fourier dari f(x) = x pada selang (0, 1)

Penyelesaian 6.3.1 Disini a = 0, b = 1 dengan demikian l = b− a = 1. Jadi

a0 =2

1

∫ 1

0

f(x) dx = 2

∫ 1

0

x dx = x2

∣∣∣∣1

0

= 1

Page 52: 4 Aplikasi PDP

BAB 6. DERET FOURIER 41

an = 2

∫ 1

0

f(x) cos 2nπx dx = 2

∫ 1

0

x cos 2nπx dx

=2

2nπ

∫ 1

0

x d(sin 2nπx) =1

(x sin 2nπx

∣∣∣∣1

0

−∫ 1

0

sin 2nπx dx)

=1

(0 +

1

2nπcos 2nπx

∣∣∣∣1

0

)=

1

2n2π2

(cos 2nπ − 1

)= 0

bn = 2

∫ 1

0

f(x) sin 2nπx dx = 2

∫ 1

0

x sin 2nπx dx

= − 2

2nπ

∫ 1

0

x d(cos 2nπx)

= − 1

(x cos 2nπx

∣∣∣∣1

0

−∫ 1

0

cos 2nπx dx)

= − 1

(cos 2nπ − 1

2nπsin 2nπx

∣∣∣∣1

0

)

= − 1

nπcos 2nπ =

1

Dengan demikian deret Fourier dari f(x) = x pada selang (0, 1) adalah

1

2− 1

π

∞∑n=1

sin 2nπx

n

Page 53: 4 Aplikasi PDP

Soal-Soal Latihan

1. Tentukan sifat kelinieran, kehomogenan dan order dari PDP dibawah ini

(a) ut − uxx = 0

(b) ut − uxx + xu = 0

(c) utt − uxx + x2 = 0

(d) ux(1 + u2x)−1/2 + uy(1 + u2

y)−1/2 = 0

2. Bila F = x5y − 2yz2 + 4xyz dan w = x2yzi + 3xyz2j + (x2 − z2)k maka

tentukan hal berikut ini

(a) ∇F, ∇ · w, ∇× w

(b) ∇ · ∇F,∇ · (∇× w)

(c) ∂w∂n

, dimana n adalah normal vektor satuan w.

3. Selesaikan persamaan partial order pertama berikut ini.

(a) 5ut + 3ux = 0, dengan sarat u(x, 0) = sin x

(b) 3uy + uxy = 0, (Petunjuk : permisalkan v = uy)

(c) (1 + x2)ux + uy = 0, dengan sarat u(0, y) = y2

(d)√

1− x2ux + uy = 0, dengan sarat u(0, y) = y

(e) yux + xuy = 0, dengan sarat u(0, y) = e−y2

42

Page 54: 4 Aplikasi PDP

43

(f) ux + uy = ex+2y, dengan sarat u(x, 0) = y

4. Berilah tanda X untuk menentukan jenis PDP order dua berikut.

No Persamaan Eliptik Parabolik Hiperbolik1 2uxx − 4uxy − 6uyy + ux = 02 4uxx + 12uxy + 9uyy − 2ux + u = 03 uxx − x2yuyy = 0, (y > 0)4 e2xuxx + 2ex+yuxy + e2yuyy = 05 2uxx − 4uxy − 6uyy + ux = 06 uxx + 2uxy + 17uyy = 07 x2uxx + y2uyy = 0 (x > 0, y > 0)8 uxx + 2yuxy + xuyy − ux + u = 09 2xyuxy + xuy + yux = 010 uxx − 8xyuxy + yux = 011 12yuxy − yuy + xyuxx = 012 20xyuxy − (1 + x)uy + x2yuxy = 013 xyuxy + (x2 − 1)uy + (1 + y)ux = 014 14(x + 1)yuyy + xuy + yuxy = 015 ux1x1 + 3ux1x2 + 3ux2x1+

ux2x2 + ux2x3 + ux3x2+ux3x3 = 0

Tabel 6.1: PDP order dua menurut jenisnya.

5. Pada soal nomor 4 diatas, masing-masing tentukan kurva karaketeristiknya.

6. Ulangilah soal nomor 4 untuk menentukan bentuk kanonis dari masing-

masing persamaan.

7. Selesaikan persoalan dibawah ini.

(a) Suatu senar panjangnya 2 m direntangkan dan kedua ujungnya diikat.

Kemudian titik tengahnya diangkat (ditarik) setinggi h, dan selanjut-

nya senar dilepas dengan kecepatan awal nol. Tentukan model PDP

getaran senar ini lengkap dengan sarat bantunya.

Page 55: 4 Aplikasi PDP

44

(b) Suatu bola pejal homogen dengan jari-jari R. Misal suhu awal adal

f(r), dimana variabel r adalah jarak ke titik pusat bola, dan suhu

pada permukaan bola adalah nol, sehingga suhu dalam bola adalah

fungsi u(r, t). Tentukan model PDP aliran panas ini.

8. Selesaikan soal-soal berikut ini.

(a) Buktikan bahwa f(x) = sin nx dan g(x) = cos mx untuk n 6= m, dan

n,m elemen bilangan asli adalah ortogonal

(b) Buktikan bahwa f(x) = 1√lsin nπx

ldan f(x) = 1√

lsin mπx

luntuk n 6= m,

dan n,m elemen bilangan asli adalah ortonormal

(c) Buktikan bahwa fn(x) = sin nπx dimana n = 1, 2, . . . adalah him-

punan fungsi ortogonal

(d) Buktikan bahwa f(x) = 1√lsin nπx

ldimana n = 1, 2, . . . adalah him-

punan fungsi ortonormal

(e) Tentukan deret Fourier dari fungsi f(x) = x, −π < x < π

(f) Tentukan deret Fourier dari fungsi f(x) = x2, −π < x < π

9. Selesaikan soal-soal berikut.

(a) Leat, Le−at

(b) Lsin at, Lcos at

(c) Lsin at, Lcos at

(d) L−11s, L−1 1

eat

(e) L−1 1s2+a2, L−1 s

s2+a2

(f) sederhanakan Lay′′ + by′ + cy = 0

Page 56: 4 Aplikasi PDP

45

10. Buktikan bahwa u(x, y) = f(x)g(y) solusi dari PDP uuxy = uxuy untuk

seluruh pasangan berurut fungsi yang terdiferensialkan f dan g pada satu

variabel.

11. Tunjukkan bahwa un(x, y) = sin nx sinh ny merupakan solusi dari uxx +

uyy = 0 untuk setiap n > 0.

12. suatu operator £ dikatakn operator linier bila

£(u + v) = £u + £v

£(cv) = c£v

dimana c adalah sebarang konstanta. Selanjutnya PDP £u = 0 adalah

merupakan persamaan linier bila £ adalah operator yang linier. Untuk

beberapa persamaan dibawah ini nyatakan ordernya, kelinierannya dan ke-

homogenannya

(a) ut − uxx + 1 = 0

(b) ut − uxx + xu = 0

(c) ut − uxxt + uux = 0

(d) utt− uxx + x2 = 0

(e) iut − uxx + u/x = 0

(f) ux(1 + u2x)−1/2 + uy(1 + u2

y)−1/2 = 0

(g) ux + eyuy = 0

(h) ut + uxxxx +√

1 + u = 0

13. Selesaikan PDP 2ut + 3ux = 0 dengan u(0, x) = sin x.

Page 57: 4 Aplikasi PDP

46

14. Selesaikan PDP 3uy + uxy = 0 (Petunjuk: Permisalkan v = uy).

15. Selesaikan PDP (1 + x2)ux + uy = 0 dengan u(0, y) = y2.

16. Selesaikan PDP yux + xuy = 0 dengan u(0, x) = e−y2.

17. Selesaikan PDP aux + buy + cu = 0.

18. Selesaikan PDP ux + uy + u = ex+2y dengan u(x, 0) = 0.

19. Gunakan metoda koordinat untuk menyelesaikan PDP ux+2uy+(2x−y)u =

2x2 + 3xy − 2y2.

20. Suatu vektor didefinisikan sebagai f(x, y, z) = x2yzi + 3xyz2j + (x2− z2)k.

Tentukan div f dan rot f .

21. Tentukan fluks keatas dari F = −yi + xi + 9k yang melintasi permukaan

bola z =√

9− x2 − y2; 0 ≤ x2 + y2 ≤ 4.

22. Diberikan w = w(x, y, z) = xi + yj + zk. Misal Ω adalah suatu bola yang

berpusat di (0, 0, 0) dengan jari-jari a maka tunjukkan bahwa kasus ini

memenuhi teorema divergensi diatas.

23. Amati persamaan difrensial uxx − 4uxy + 4uyy = 0.

(a) Berikan informasi lengkap tentang tipe persamaan ini.

(b) Tunjukkan bahwa u(x, y) = f(y + 2x) + xg(y + 2x) untuk sebarang

f dan g merupakan solusi persamaan tersebut. (Petunjuk : Gunakan

substitusi langsung.)

(c) Untuk sarat bantu u(0, y) = e−3y+4 dan ux(0, y) = 2y, tentukan solusi

khususnya.

Page 58: 4 Aplikasi PDP

47

24. Sebutkan jenis PDP order dua ini, (1 + x)uxx + 2xyuxy − y2uyy = 0, selan-

jutnya tentukan kurva karakteristik dan bentuk kanonisnya.

25. (Teorema Divergensi.) Jika Ω adalah daerah sebarang dengan batas

permukaan S, sedangkan n adalah vektor normal satuan kearah luar dari

S maka untuk sebarang vektor v ∈ Ck(Ω), k = 0, 1, 2 akan berlaku

Ω

∇ · v dΩ =

S

v · n dS.

Selanjutnya buktikan bahwa untuk sebarang u ∈ Ck(Ω) tersebut akan

berlaku

(a)∫Ω

u∇2v dΩ =∫

Su ∂v

∂ndS − ∫

Ω∇u · ∇v dΩ

(b)∫Ω

(u∇2v − v∇2u

)dΩ =

∫S

(u ∂v

∂n− v ∂u

∂n

)dS

26. Dalam fenomena riel suatu PDP akan muncul bersama-sama dengan sarat

bantunya yaitu sarat batas dan sarat awal.

(a) Tentukan tiga jenis sarat batas yang anda ketahui

(b) Bila diberikan model PDP

utt = c2uxx + h(x), 0 < x < l, t > 0

u(0, t) = A, ux(l, t) + αu(l, t) = A

u(x, 0) = f(x), ut(x, 0) = g(x)

tentukan sarat batas jenis apa yang dimiliki dan sebutkan pula sarat

awalnya.

(c) Suatu kawat yang panjangnya l direntangkan dan titik tengahnya di-

angkat (ditarik) setinggi h. Kemudian kawat tersebut dilepas den-

gan kecepatan awal v(x) sehingga terjadi peristiwa getaran dengan

Page 59: 4 Aplikasi PDP

48

model persamaan utt = c2uxx, dimana u(x, t) menunjukkan simpangan

getaran kawat. Tentukan sarat bantu peristiwa getaran ini kemudian

susun suatu model PDP lengkap dengan sarat bantunya, lihat point

(b).

27. Diketahui

f(x) =

1; 0 < x < π

2 : π < x < 2π

f(x + 2π)

(a) Gambarlah fungsi tersebut.

(b) Tentukan deret Fourier yang sesuai dengan f(x).

(c) Berdasarkan jawaban (b) diatas tentukan f(0), f(π) dan f(2π)

(d) Dengan memasukkan nilai x = π2

pada deret Fourier soal (b), tentukan

deret numerik untuk π4.

28. f(x) adalah fungsi periodik dengan periode 2π, dan didefinisikan dengan

f(x) = x, −π < x < π

(a) Tentukan deret Fourier yang sesuai untuk f(x).

(b) Dengan memasukkan nilai x = π2

pada deret Fourier pada soal (a),

tentukan deret berganti-ganti tanda untuk π4

(c) Dari deret Fourier (a), hitunglah f(x) untuk x = −π dan x = π.

29. Hitunglah∫ 0

πex sin nxdx

Page 60: 4 Aplikasi PDP

49

30. Tunjukkan bahwa f(x) yang didefinisikan oleh

f(x) =

−k; −π < x < 0

k : 0 < x < π

f(x + 2π)

adalah fungsi ganjil, dan gambarlah. Kemudian tentukan deret fourier sinus

dari f(x).

31. Tunjukkan bahwa f(x) yang didefinisikan oleh

f(x) =

x + 1; 0 < x < π

−x + 1 : −π < x < 0

f(x + 2π)

adalah fungsi genap, dan gambarlah. Kemudian tentukan deret fourier

cosinus dari f(x).

32. Deret Fourier f(x) pada selang interval (−l, l) adalah

a0

2+

∞∑n=1

(an cos

lx + bn sin

lx)

dimana a0, an dan bn adalah koefisien-koefisien Fourier yang terdefinisi se-

cara khusus. Selanjutnya bila

f(x) =

0; −π2

< x < 0

2 : 0 < x < π2

Tentukan deret Fourier f(x) ini pada selang interval (−π2, π

2)

Page 61: 4 Aplikasi PDP

Daftar Pustaka

[1] G. H. Golub and C. F. Van Loan. Matrix Computations. Second Edition,

Johns Hopkins University Press, Baltimore and London, 1993.

[2] H. Flanders. Diffrential Forms with Application to the Physical Sciences.

Dover, Newyork, 1989.

[3] J. Crank. Finite Difrence Methods in Moving Boundary Problems in Heat

Flow and Diffusion Clarendon Press, Oxford 1975.

[4] J. Penny and G. Lindfield. Numerical Methods Using Matlab. Ellis Horwood

Limited, 1995.

[5] M.J.D. Powell. Approximation Theory and Methods. Cambridge University

Press, 1981.

[6] R. L. Burden and J. D. Faires. Numerical Analysis. Brooks/Cole Publishing

Company, 1997.

[7] R. Seeley. Introduction to Fourier Series and Integrals. Benjamin-Cummings,

Menlo Park, Calif, 1967.

[8] R. S. Varga. Matrix Iterative Analysis. Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs,

New Jersey, 1962.

[9] W. A. Strauss. Partial Diffrential Equations. John Wiley & Sons, Inc,

Newyork, 1992.

[10] W. F. Ames. Numerical Methods for Partial Diffrential Equations. Third

edition, Academic Press, New York, 1992.

50