37
12 1 PROSPEK DAN FUNGSI TANAMAN OBAT SEBAGAI IMUNOMODULATOR Sintha Suhirman* dan Christina Winarti ** * Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik ** Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian ABSTRAK Imunomodulator tampak menjadi bagian terpenting dalam dunia pengobatan. Imunomo- dulator membantu tubuh untuk mengoptimal- kan fungsi sistem imun yang merupakan sistem utama yang berperan dalam pertahanan tubuh di mana kebanyakan orang mudah mengalami gangguan sistem imun. Beberapa jenis tanaman obat yang mempunyai aktivitas sebagai imuno- modulator adalah Echinacea purpurea, meng- kudu, jahe, meniran dan sambiloto. Masalah yang sangat penting dalam pengembangan ta- naman obat adalah pasokan bahan baku, ke- ajegan kualitas dan jaminan khasiatnya. Tujuan penulisan untuk memberikan informasi dari beberapa tanaman obat berfungsi sebagai imunomodulator. PENDAHULUAN Sebagian besar tanaman me- ngandung ratusan jenis senyawa kimia, baik yang telah diketahui jenis dan khasiatnya ataupun yang belum dike- tahui jenis dan khasiatnya. Senyawa kimia merupakan salah satu bahan da- sar dalam pembuatan obat dari ber- bagai hasil pengkajian menunjukkan bahwa tanaman daerah tropis mem- punyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai obat (Sukara, 2000). Usaha pencarian tanaman yang berkhasiat sebagai imunomodulator da- pat diawali dari penggunaan tanaman tersebut secara empiris. Beberapa pen-

4Obat.doc

Embed Size (px)

Citation preview

prospek dan fungsi tanaman obat sebagai imunomodulator

PROSPEK DAN FUNGSI TANAMAN OBAT SEBAGAI IMUNOMODULATORSintha Suhirman* dan Christina Winarti *** Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

** Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen PertanianABSTRAKImunomodulator tampak menjadi bagian terpenting dalam dunia pengobatan. Imunomo- dulator membantu tubuh untuk mengoptimal- kan fungsi sistem imun yang merupakan sistem utama yang berperan dalam pertahanan tubuh di mana kebanyakan orang mudah mengalami gangguan sistem imun. Beberapa jenis tanaman obat yang mempunyai aktivitas sebagai imuno- modulator adalah Echinacea purpurea, meng- kudu, jahe, meniran dan sambiloto. Masalah yang sangat penting dalam pengembangan ta- naman obat adalah pasokan bahan baku, ke- ajegan kualitas dan jaminan khasiatnya. Tujuan penulisan untuk memberikan informasi dari beberapa tanaman obat berfungsi sebagai imunomodulator.

PENDAHULUANSebagian besar tanaman me- ngandung ratusan jenis senyawa kimia, baik yang telah diketahui jenis dan khasiatnya ataupun yang belum dike- tahui jenis dan khasiatnya. Senyawa kimia merupakan salah satu bahan da- sar dalam pembuatan obat dari ber- bagai hasil pengkajian menunjukkan bahwa tanaman daerah tropis mem- punyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai obat (Sukara,

2000).

Usaha pencarian tanaman yang berkhasiat sebagai imunomodulator da- pat diawali dari penggunaan tanaman tersebut secara empiris. Beberapa pen-

dekatan dilakukan dari berbagai aspek seperti etnobotani, etnofarmasi, etnofar- makologi dan etnomedis dilanjutkan dengan test secara in vitro.

Senyawa-senyawa yang mempu- nyai prospek cukup baik yang dapat meningkatkan aktivitas sistem imun biasanya dari golongan flavonoid, kur- kumin, limonoid, vitamin C, vitamin E (tokoferol) dan katekin. Hasil test se- cara in vitro dari favonoid golongan flavones dan flavonols telah menun- jukkan adanya respon imun (Hollman et al., 1996). Sedangkan katekin meru- pakan senyawa fenol, aktivitasnya se- bagai antioksidan yang lebih tinggi daripada antioksidan sintetik seperti BHA (Butil Hidroksi Anisol) (Das,

1994). Katekin mempunyai efek anti- proliferatif dan bersifat toksik terhadap sel kanker. Kebanyakan senyawa fenol telah diuji secara in vitro dan in vivo memperlihatkan kemampuan antioksi- dan, antiinflamasi dan antialergi. Se- dangkan senyawa yang mempunyai bioaktifitas sebagai imunostimulan agent adalah golongan senyawa polisa- karida, terpenoids, alkaloid dan poli- fenol (Wagner, 1985).

Sistem imun adalah semua me- kanisme yang digunakan badan untuk melindungi dan mempertahankan ke- utuhan tubuh dari bahaya yang me- nyerang tubuh. Dikatakan pula bahwa

imunomodulator terutama dibutuhkan untuk kondisi dimana status sistem imun akan mempengaruhi kondisi pa- sien dan penyebaran penyakit, seperti pada kasus terapi adjuvan yang meli- batkan infeksi bakteri, fungi atau virus (Tjandrawinata et al., 2005).

Menurut Djauzi (2003) penyakit yang dapat menurunkan kekebalan tu- buh diantaranya adalah : (1). Infeksi vi- rus, pada umumnya infeksi virus menu- runkan imunitas. Penurunan kekebalan tubuh dapat bersifat sementara misal- nya pada SARS, influenza, herpes, morbili, juga common cold (batuk pilek), tetapi dapat pula menurunkan kekebalan tubuh secara lama dan pro- gresif misalnya HIV, (2). Kanker, pada penyakit kanker juga terjadi penurunan kekebalan tubuh dan pada kanker lanjut penurunan kekebalan tubuh menjadi lebih nyata,dan (3). Penyakit kronik, beberapa penyakit seperti diabetes me- litus, sirosis hati, gagal ginjal kronik, tuberkolosis, lepra, juga menurunkan imunitas.

Beberapa jenis tanaman obat yang mempunyai aktivitas sebagai imunomodulator antara lain: echinacea, mengkudu, jahe, meniran dan sambi- loto. Tujuan penulisan untuk memberi- kan informasi mengenai beberapa ta- naman obat berfungsi sebagai imuno- modulator.

Sistem imun atau kekebalan tubuhSistem imun atau sistem keke- balan tubuh adalah mekanisme perta- hanan tubuh yang bertugas merespon atau menanggapi ''serangan'' dari luar tubuh kita. Saat terjadi serangan, biasanya antigen pada tubuh akan mu-

lai bertugas. Antigen bertugas mensti- mulasi sistem kekebalan tubuh. Kelak, mekanisme inilah yang akan melin- dungi tubuh dari serangan berbagai mikro organisma seperti bakteri, virus, jamur, dan berbagai kuman penyebab penyakit. Ketika sistem imun tidak be- kerja optimal, tubuh akan rentan terha- dap penyakit. Beberapa hal dapat mem- pengaruhi daya tahan tubuh. Misalnya saja karena faktor lingkungan, makan- an, gaya hidup sehari-hari, stres, umur dan hormon. Untuk itu sebelum jatuh sakit, penting kiranya setiap orang menjaga gaya hidup yang sehat dan baik. Caranya dengan mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, hidup yang sehat dan higienis, tidur cukup selama delapan jam sehari, minum air putih dua liter per hari, olahraga teratur dan menjaga berat badan yang ideal.

Fungsi sistem imun bagi tubuh ada tiga. Pertama sebagai pertahanan tubuh yakni menangkal ''benda'' asing. Kedua, untuk keseimbangan fungsi tu- buh terutama menjaga keseimbangan komponen yang tua, dan ketiga, seba- gai pengintai (surveillence immune system), untuk menghancurkan sel-sel yang bermutasi atau ganas. Pada prin- sipnya jika sistem imun seseorang bekerja optimal, maka tidak akan mu- dah terkena penyakit, sistem keseim- bangannya juga normal.

Fungsi imunomodulator adalah memperbaiki sistem imun yaitu dengan cara stimulasi (imunostimulan) atau menekan/menormalkan reaksi imun yang abnormal (imunosupresan). Dike- nal dua golongan imunostimulan yaitu imunostimulan biologi dan sintetik.

Beberapa contoh imunostimulan bio- logi adalah sitokin, antibodi monok- lonal, jamur dan tanaman obat (herbal). Sedangkan imunostimulan sintetik ya- itu levamisol, isoprinosin dan muramil peptidase (Djauzi, 2003).

Banyak cara guna meningkatkan sistem kekebalan tubuh, salah satunya melalui suplemen obat yang berfungsi sebagai imunomodulator (meningkat- kan sistem imun tubuh). Saat ini ter- sedia banyak suplemen makanan imu- nomodulator, terutama yang menggu- nakan bahan herbal alami seperti tanaman meniran (Phyllanthus niruri). Di samping menyeimbangkan sistem imun, suplemen tersebut juga berfungsi untuk meningkatkan dan menguatkan sistem imun.

TANAMAN OBAT BERFUNGSI SEBAGAI IMUNOMODU- LATOREchinacea purpureaTanaman Echinacea purpurea dapat tumbuh beradaptasi dengan baik di lingkungan tropis meskipun tanaman ini berasal dari daerah sub tropis, dapat tumbuh baik pada ketinggian 450-1100 m di atas permukaan laut (Rahardjo,

2000). Untuk pertumbuhannya diperlu- kan penyinaran matahari penuh.

Industri obat tradisional Indo- nesia telah menggunakan dan meng- impor ekstrak echinacea, sebagai con- toh pabrik jamu dan fitofarmaka telah

menghasilkan beberapa produk jamu yang bahan bakunya menggunakan echinacea.

E. purpurea telah lama diguna- kan di Eropa dan Amerika untuk pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pernapasan dan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri maupun virus lainnya (herpes, konjungtivitis, stomatis, dan lain-lain). Manfaat echi- nacea dalam pengobatan penyakit in- feksi disebabkan kemampuannya untuk berperan sebagai anti inflamasi dan imunostimulan. Echinacea dapat me- macu aktivitas limfosit, meningkatkan fagositosis dan menginduksi produksi interferon. Echinacea sangat berguna dalam menurunkan simtom batuk- pilek, flu dan sakit tenggorokan (Tyler,

1995 dalam Craig, 1999).

Sesungguhnya Echinacea memi- liki 9 spesies, namun hanya E. purpurea yang direkomendasikan se- cara luas sebagai imunomodulator. Ka- rena ada beberapa spesies Echinacea dengan kenampakan secara fisik ada yang mirip satu sama lain maka stan- dardisasi merupakan hal yang mutlak dilakukan. Pada awalnya ada dua spe- sies Echinacea lainnya yaitu E. angustifolia dengan parameter kompo- nen echinacoside dan E. pallida yang secara fisik sangat mirip dengan E. angustifolia. Kedua tanaman ini pernah dilaporkan memiliki efek imunomo- dulator, tetapi karena hasil uji klinisnya masih membingungkan/data tidak sta- bil, ditetapkan dalam Commission E Monograph bahwa kedua spesies ter- sebut dinyatakan tidak direkomenda- sikan sebagai imunomodulator.

E. purpurea yang dimaksud dan direkomendasikan oleh badan-badan dunia yang mengatur tentang peng- obatan seperti ditetapkan dalam Com- mission E Monograph, adalah preparat fresh juice (diolah secara proses dingin dari bunga segar E. purpurea yang diambil hanya bagian atasnya, dipanen pada saat bunga sedang mekar).

Komponen karakteristik sebagai parameter E. purpurea adalah fructo- furanosida dan alkilamida (Kreuter dan Cartellieri dalam Karnen et al., 2003). Burick et al., 1997 menyebutkan bah- wa tanaman Echinacea mengandung 7 grup komponen kimia yaitu polisaka- rida, flavonoid, asam kafeat, minyak atsiri, poliasetilen, alkilamida dan mise- laneus. Komponen polisakarida yang dikenal fungsinya untuk menstimulasi sistem kekebalan tubuh dan regenerasi jaringan yang rusak serta meningkatkan jumlah sel fagosit dan makrofag dike- tahui adalah jenis fruktofuranosida. Se- lanjutnya dikatakan oleh Bauer and Wagner dalam Perry et al., 2000 bah- wa aktivitas imunostimulan dari echinacea disebabkan adanya kompo- nen polisakarida, derivat polar asam kafeat dan lipofilik alkamida. Dikata- kan pula bahwa alkamida adalah satu komponen yang paling relevan untuk standardisasi simplisia Echinacea.Beberapa hal yang harus diper- hatikan dalam pemilihan ekstrak E. purpurea yang tepat dan baik adalah : (1). Jenis ekstrak harus sesuai dengan apa yang sudah digariskan menurut ke- tentuan secara international; (2). Proses ekstraksi harus secara proses dingin; (3). Parameter komponen terapetiknya

adalah fructofuranosida dan alkilamida. (4). Data klinis lengkap, tidak hanya dilakukan pada hewan uji. (5). Validasi dan kualitas ekstrak harus terstandari- sasi secara internasional sehingga dapat dipertanggungjawabkan data kestabilan dan farmakologinya. Pada penelitian double-blind (riset tersamar ganda), de- ngan kontrol placebo sebanyak 180 pa- sien penderita penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas (ISPA) diberi- kan dosis ekstrak alkohol dari akar E. purpurea yang lebih tinggi yaitu 900 ml/hari secara bermakna mengalami penurunan demam dan periode simtom yang lebih ringan dan lebih pendek daripada kontrol atau pada dosis yang lebih rendah (450 mg/hari).

Mengkudu (Morinda citrifolia L.)Walaupun berbagai bagian ta- naman mengkudu telah lama digu- nakan untuk mengobati berbagai pe- nyakit, penggunaan yang paling umum adalah mencegah dan mengobati kan- ker. Beberapa penelitian ilmiah mem- buktikan bahwa jus mengkudu dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan membantu memperbaiki kerusakan sel, tetapi penelitian-penelitian lebih lanjut sangat dibutuhkan untuk mem- buktikan penemuan-penemuan terse- but.

Telah diketahui bahwa salah satu komponen spesifik antrakuinon yaitu damnakantal yang secara in vitro mem- perlihatkan efek melawan proliferasi sel kanker pada tingkat gen. Penelitian telah menunjukkan bahwa satu kom- ponen yang diisolasi dari buah meng- kudu dapat mematikan sinyal dari sel tumor untuk berproliferasi. Seperti dila-

porkan oleh Asahina et al. dalam Wang et al., 2002 dan Hokama (1993) bahwa ekstrak buah mengkudu pada berbagai konsentrasi dapat menghambat produk- si tumor necrosis factor-alpha (TNF-

), yang merupakan promotor endogen tumor. Selanjutnya Hirazumi et al.,1994 melaporkan bahwa jus mengkudu dapat menekan pertumbuhan kanker Lewis Lung Carcinoma (LLC), yaitu nama sejenis kanker yang diinokulasi- kan ke dalam tikus percobaan melalui aktivitas sistem kekebalan tubuh inang.

Hirazumi et al., 1996 melapor- kan bahwa jus buah mengkudu ber- fungsi sebagai imunomodulator yang

mempunyai efek antikanker. Hal itu disebabkan jus mengkudu mengandung

substansi kaya polisakarida yang meng- hambat pertumbuhan tumor. Kemung- kinan jus mengkudu dapat menekan

pertumbuhan tumor melalui aktivasi sistem kekebalan pada inang (Hirazumi dan Furuzawa 1999). Ekstrak buah mengkudu juga mengandung xeronin dan proxeronin yang berfungsi menor- malkan fungsi sel yang rusak, sehingga daya tahan tubuh meningkat. Xeronin juga berperan mengaktifkan kelenjar

tiroid dan timus yang berfungsi dalam kekebalan tubuh.

Hasil penelitian Wang et al.,

2002 melaporkan bahwa, terjadi pem- besaran kelenjar timus dengan berat 1,7 kali hewan kontrol pada hewan yang diperlakukan dengan jus mengkudu, pada hari ke-tujuh setelah meminum air yang mengandung 10% jus mengkudu. Timus merupakan organ penting dalam tubuh yang membentuk sel T, yang ter- libat dalam proses fungsi imun dengan

menstimulasi pertumbuhan thymus, dan selanjutnya mempengaruhi aktivi- tas antipenuaan dan anti kanker, dan melindungi tubuh dari penyakit dege- neratif lainnya (Wang et al., 2002).

Mengkudu dapat memberikan potensi di bidang bisnis, karena meng- kudu dapat dipergunakan sebagai ba- han baku pada industri minuman, in- dustri farmasi, industri kosmetik dan industri tekstil.

Jahe (Zingiber officinale Rosc.)Secara empiris jahe biasa digu- nakan masyarakat sebagai obat masuk angin, gangguan pencernaan, sebagai analgesik, antipiretik, anti inflamasi, dan lain-lain. Berbagai penelitian ilmi- ah membuktikan bahwa jahe mempu- nyai sifat antioksidan. Beberapa kom- ponen utama dalam jahe seperti ginge- rol, shogaol, dan gingeron dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan di atas vitamin E (Kikuzaki dan Nakatani,

1993). Selain itu jahe juga mempunyai aktivitas antiemetik dan digunakan un- tuk mencegah mabuk perjalanan. Dise- butkan oleh Radiati et al., 2003 bahwa konsumsi ekstrak jahe dalam minuman fungsional dan obat tradisional dapat meningkatkan ketahanan tubuh dan mengobati diare.

Hasil penelitian Zakaria et al.,

1999 menunjukkan bahwa ekstrak jahe dapat meningkatkan daya tahan tubuh yang direfleksikan dalam sistem keke- balan yaitu memberikan respon keke- balan inang terhadap mikroba pangan yang masuk ke dalam tubuh. Hal itu disebabkan ekstrak jahe dapat memacu proliferasi limfosit dan menekan lim- fosit yang mati (Zakaria et al., 1996)

serta meningkatkan aktifitas fagositas makrofag (Zakaria dan Rajab, 1999). Selain itu jahe mampu menaikkan akti- vitas salah satu sel darah putih, yaitu sel

natural killer (NK) dalam melisis sel targetnya, yaitu sel tumor dan sel yang terinveksi virus (Zakaria et al.,, 1999). Hasil penelitian ini menopang data em- piris yang dipercaya masyarakat bahwa jahe mempunyai kapasitas sebagai anti masuk angin, suatu gejala menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah ter- serang oleh virus (influenza). Pening- katan aktivitas NK membuat tubuh ta- han terhadap serangan virus karena sel ini secara khusus mampu menghancur- kan sel yang terinveksi oleh virus. Se- lanjutnya Nurrahman et al., 1999 me- nyatakan bahwa mengkonsumsi jahe setiap hari dapat meningkatkan akti- vitas sel T dan daya tahan limfosit terhadap stress oksidatif. Komponen dalam jahe yaitu gingerol dan shogaol mempunyai aktivitas antirematik. Hal ini ditunjang dengan pendapat dari Kimura et al., 1997 bahwa jahe ber- fungsi sebagai antiinflamasi rematik artritis kronis.

Meniran (Phyllanthus niruri L.)Meniran secara empiris diguna- kan sebagai obat gonorrhea, infeksi sa- luran kencing, sakit perut, sakit gigi, demam, batu ginjal, diuretik, diabetes dan desentri. Terdapat beberapa dua je- nis meniran yang banyak dijumpai dan digunakan sebagai obat, adalah P. niruri dan P. urinaria. Di beberapa negara P. niruri juga diidentifikasikan untuk spesies lain dari suku Phyllanthus. Di Amerika Tengah dan Amerika Selatan tanaman yang dikenal

sebagai P. niruri sebenarnya adalah P. amarus. Di Indonesia P. niruri dan P. urinaria penggunaannya sebagai obat saling menggantikan dengan naman lo- kal meniran. Dilaporkan bahwa kom- ponen aktif metabolit sekunder dalam meniran adalah flavonoid, lignan, iso- lignan, dan alkaloid. Komponen yang bersifat imunomodulator adalah dari golongan flavonoid, golongan flanoid mampu meningkatkan sistem keke- balan tubuh hingga mampu menangkal serangan virus, bakteri atau mikroba lainnya.

Thyagarajan (1988) telah ber- hasil mengisolasi tiga senyawa aktif dari genus Phyllanthus yaitu P. amarus yang mempunyai aktivitas mengham- bat perkembangbiakan virus hepatitis B, meningkatkan sistem imun dan me- lindungi hati. Selain itu menurut Maat dalam Tjandrawinata et al., 2005 mela- porkan bawa ekstrak P. niruri dapat meningkatkan aktivitas dan fungsi komponen sistem imun baik imunitas humoral maupun selular.

Selanjutnya Tjandrawinata et al.,2005 telah melakukan penelitian uji pra-klinis untuk menguji aktivitas me- niran. Uji pra-klinis terhadap tikus dan mencit dilakukan untuk menentukan keamanan dan karakteristik imunomo- dulasi. Hasil penelitian bahwa ekstrak P. niruri dapat memodulasi sistem imun melalui proliferasi dan aktivasi limfosit T dan B, sekresi beberapa sitokin spesifik seperti interferon-gam- ma, tumor nekrosis faktor-alpha dan beberapa interleukin, aktivasi sistem komplemen, aktivasi sel fagositik se- perti makrofag, dan monosit. Selain itu

juga terjadi peningkatan sel sitotoksik seperti sel pemusnah alami natural killer cell. Selanjutnya dilakukan pula uji klinis untuk melihat efek imuno- modulasi pada beberapa pasien dengan kondisi tertentu. Akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa ekstrak P. niruri be- kerja sebagai imunomodulator yang da- pat digunakan sebagai terapi adjuvan (penunjang) untuk beberapa penyakit infeksi.

Sambiloto (Androgaphis paniculata)Produksi dan mutu simplisia sambiloto sangat dipengaruhi oleh kon- disi agroekologi. Dari hasil analisis mu- tu, sambiloto di tanam di dataran tinggi menujukkan kadar sari yang larut da- lam air mempunyai kadar yang lebih tinggi dibandingkan dataran rendah (Yusron et al., 2004). Kadar sari yang larut dalam air menunjukkan indikasi adanya kandungan zat berkhasiat da- lam suatu tanaman yang terlarut.

Komponen aktif dari sambiloto yaitu andrographolide, 14-deoxyandro- grapholide dan 14-deoxy-11,12-dide- hydroandrographolide yang diisolasi dari ekstrak metanol mempunyai efek imunomodulator dan dapat mengham- bat induksi sel penyebab HIV. Kompo- nenkomponen tersebut meningkatkan proliferasi dan induksi IL-2 limfosit perifer darah manusia (Kumar et al. dalam Elfahmi, 2006).

Dari hasil penelitian Cahyaning- sih et al., 2003 bahwa dengan pembe- rian sambiloto dosis bertingkat dengan koksidiostat (preparat sulfa) akan me- naikkan heterofil pada darah ayam. Dengan penambahan dosis sambiloto akan menaikkan heterofil, kenaikkan

tersebut diduga berkaitan erat dengan fungsi ganda dari sambiloto sebagai imunosupresan dan imunostimulan (Deng, 1978; Puri et al., 1993). Hete- rofil merupakan salah satu komponen sistem imun yaitu sebagai penghancur bahan asing yang masuk ke dalam tubuh (Tizard, 1987).

Mekanisme kerja dari herba sam- biloto sebagai imunosupresan sangat terkait dengan keberadaan dari kelenjar adrenal (Yin dan Guo, 1993). Hal ini dikarenakan sambiloto dapat merang- sang pelepasan hormon adrenokor- tikotropik (ACTH) dari kelenjar pitui- tari anterior yang berbeda di dalam otak yang selanjutnya akan merangsang ke- lenjar adrenal bagian kortek untuk memproduksi kortisol. Kortisol yang dihasilkan ini selanjutnya akan ber- tindak sebagai imunosupresan (West,

1995). Efek imunosupresan akan mengakibatkan timbulnya penurunan respon imun.

Menurut Puri et al., 1993 bahwa sambiloto dapat merangsang sistem imun tubuh baik berupa respon antigen spesifik maupun respon imun non spe- sifik untuk kemudian menghasilkan sel fagositosis. Respon antigen spesifik yang dihasilkan akan menyebabkan di- produksinya limfosit dalam jumlah be- sar terutama limfosit B. Limfosit B akan menghasilkan antibodi yang me- rupakan plasma glikoprotein yang akan mengikat antigen dan merangsang pro- ses fagositosis (Decker, 2000).

PROSPEK TANAMAN OBAT SEBAGAI IMUNOMODU- LATORAkhir-akhir ini di pasaran ba- nyak dijumpai obat atau suplemen de- ngan klaim bisa meningkatkan sistem imun tubuh yang berasal dari herbal. Produk tersebut dijumpai dalam bentuk tablet maupun sirup dalam kemasan modern. Meningkatnya jenis suplemen di pasaran berkaitan dengan tingginya permintaan mengenai jenis suplemen tersebut. Hal ini tidak lepas dari sema- kin tingginya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan dan sehu- bungan dengan semakin tingginya biaya kesehatan apabila sudah terjang- kit penyakit. Selain itu semakin ba- nyaknya faktor-faktor yang bisa menu- runkan kekebalan tubuh seseorang se- perti tingginya tingkat polusi, per- ubahan gaya hidup dan pola makan, dan banyaknya wabah penyakit serta perubahan cuaca. Karena hampir tidak mungkin untuk menghindarkan diri dari berbagai kondisi yang merugikan tersebut, maka yang diperlukan adalah bagaimana mencegah agar segala gang- guan tadi tidak menyebabkan penyakit, dengan meningkatkan daya tahan tu- buh.

Cerahnya prospek imunomodu- lator dari bahan alami dikarenakan saat ini ilmu kedokteran sudah mulai me- ninggalkan imunomodulator yang ter- buat dari bahan kimia dan memilih menggunakan imunomodulator dari berbagai jenis tumbuhan yang sudah terbukti meningkatkan sistem keke- balan tubuh dan membantu mencegah influenza. Hal itu senada dengan

pernyataan bahwa saat ini obat yang berfungsi sebagai imunomodulator ke- banyakan berasal dari bahan herbal.

Sebagai salah satu bentuk pangan fungsional, yaitu bahan pangan yang mempunyai khasiat fisiologis bagi tubuh, diantaranya meningkatkan imu- nitas, prospek imunomodulator dari ba- han alami sangat baik. Menurut Silalahi (2005) sifat pangan fungsional antara lain adalah dapat mencegah timbulnya penyakit, meningkatkan imunitas, serta memperlambat proses penuaan. Me- nurut ramalan Euro Monitor Interna- sional, penjualan produk pangan fung- sional dan pangan fortifikasi di Aus- tralia dan Asia akan mencapai 1,6 milyar dolar AS pada tahun 2009. Angka ini berarti peningkatan sebesar

29% dari tahun 2004. Sedangkan di Amerika Utara pada tahun yang sama peningkatannya lebih tinggi yaitu men- capai 36%, dengan angka penjualan sebesar 22,4 milyar dolar AS (Haryadi,

2006). Sementara itu untuk imunomo- dulator, pasarnya mencapai 43 milyar dolar pada tahun 2006, dan diharapkan meningkat sebesar 13% mencapai 80 milyar dolar pada tahun 2011 (www. globalbussinesinsight.com). Echinacea sebagai salah satu imunomodulator yang popular di dunia barat, pada dua tahun terakhir menduduki rangking pertama penjualan suplemen herbal di pasaran pangan alami. Nilai penjualan Echinacea mencapai 33 juta dolar se- lama setahun sampai akhir juli 1998 (Flannery, 2005). Sedangkan menurut Danutirto, (2001) berdasarkan volume dan nilai jual di pasar dunia, echinacea menduduki peringkat kedua di Ame-

rika setelah tanaman St. Johns Wort

dengan nilai penjualan mencapai US $

17.037.000 dan peringkat ketiga di pasar Eropa. Peningkatan volume penggunaan simplisia dari echinacea di Amerika sebesar 67,9% ada tahun 1999 dengan peningkatan penjualan menca- pai 56,3%. Kebutuhan echinacea di pasar dunia terus meningkat, diantara- nya dengan adanya gerakan back to nature yang menyebabkan beralihnya minat penggunaan obat dari bahan alami untuk menghindari efek samping dari penggunaan obat sintetis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tanaman obat sebagai imunomodu- lator dan penanganan masalahnyaBanyak faktor yang mempe- ngaruhi dan permasalahan yang diha- dapi dalam pengembangan tanaman obat yang berfungsi sebagai imuno- modulator, diantaranya :

Pembudidayaan tanamanPada aspek pembudidayaan ta- naman obat diperlukan peningkatan dan kesinambungan agar sumber bahan obat tersebut tidak mengalami kepu- nahan, selama ini tanaman obat belum dibudidayakan secara meluas, hanya ditanam sesuai dengan kebutuhan saja, budidaya tanaman obat mash bersifat sporadis, berbentuk petak-petak lahan kecil atau pekarangan, yang hasilnya tidak direncanakan sebagai komoditi utama. Untuk memenuhi kebutuhan pasar yang demikian besar, budidaya perlu lebih dikembangkan menjadi agroindustri dengan lahan luas dengan melibatkan investor, petani dan industri (usaha kemitraan dan binaan industri

pengolah tumbuhan obat seperti pabrik jamu).

Standarisasi bahan bakuPenjualan bahan simplisia di pa- saran pada umumnya merupakan bahan yang belum distandarisasi. Standarisasi bahan baku baru dilakukan di tingkat industri besar saja yang sudah mem- produksi bahan-bahan fitofarmaka. Per- lu adanya iptek kefarmasian, terutama di bidang ekstraksi, analisis dan tekno- logi proses sehingga dapat menerima ekstrak sebagai bentuk bahan yang dipertanggungjawabkan mutu dan ke- ajegan kandungan kimianya. Oleh ka- rena itu bahan terstandar baik sebagai bahan baku maupun bahan produk da- pat dipertanggungjawabkan dari aspek konsep keamanan, farmakologi dan khasiatnya.

Dosis obatPermasalahan yang dihadapi da- lam pengembangan obat fitofarmaka adalah dosis obat dan cara aplikasi obat belum jelas, konsistensi dosis dari mi- num obat pertama, kedua dan se- terusnya kurang konsistensi. Hal ini disebabkan data dosis respon dari studi klinis masih terbatas, belum semua je- nis obat telah melalui prosedur standar sampai uji klinis. Selain itu juga me- ngenai reprodusibilitas metode prepa- rasi obat fitofarmaka. Hal itu disebab- kan dari berbagai penelitian yang telah dilakukan mengenai suatu jenis obat fitofarmaka kadangkala hasilnya tidak stabil/reprodusibel.

Aspek agribisnisPengembangan tanaman obat melalui agribisnis diharapkan sangat strategis dalam mengantisipasi per- kembangan yang pesat di bidang pe- manfaatan tanaman obat sebagai komo- ditas perdagangan di samping sasaran utama untuk peningkatan kesehatan masyarakat, melalui pembangunan in- dustri obat tradisional/industri jamu, fitofarmaka dan kosmetik. Pengem- bangan tanaman obat harus berorientasi pada potensi pemasaran/pemanfaatan- nya yang diperluas, sehingga satu jenis tanaman obat digunakan untuk ber- bagai produk industri yang mendukung proses kinerja suatu pabrik sepanjang tahun seperti untuk obat (jamu dan fitofarmaka), kosmetik, makanan sehat dan minuman sehat.

KESIMPULANTanaman obat imunomodulator adalah tanaman yang dapat mempe- ngaruhi atau memodulasi sistem imun tubuh. Beberapa tanaman obat memi- liki fungsi sebagai imunomodulator di- antaranya echinaceae, mengkudu, jahe, meniran dan sambiloto. Penggunaan imunomodulator bagi kepentingan pengobatan sebaiknya diarahkan seba- gai kombinasi sinergis pada terapi in- feksi. Di samping itu adalah untuk me- ngurangi keparahan, mempercepat ma- sa penyembuhan, memperkecil angka kekambuhan serta meringankan biaya terapi.

Salah satu permasalahan dari as- pek pembudidayaan tanaman obat luas lahannya terbatas, lokasi budidaya ma- sih terpisah-pisah dan belum dibudi-

dayakan secara meluas. Untuk itu salah satu cara memenuhi kebutuhan pasar, budidaya perlu lebih dikembangkan menjadi agroindustri dengan lahan luas dengan melibatkan investor, petani dan industri (usaha kemitraan dan binaan industri pengolah tumbuhan obat seper- ti pabrik jamu).

Di Indonesia sudah mulai tum- buh industri pangan fungsional yang berbasis herbal. Untuk pengembangan suplemen pangan berbasis tanaman asli Indonesia, diperlukan kegiatan peneli- tian dan pengembangan mendalam dalam bidang ini.

DAFTAR PUSTAKABurick, J., H. Quick, and T. Wilson,

1997. Medicinal attributes of Echi- nacea spp. Coneflowers. http://www.interme.com/iom/team/n- immune.html. 3p.

Craig, W.J., 1999. Health-promoting properties of common herbs. Am J of Clinical Nutrition 70 (3) : 491s-

499s.

Cahyaningsih U.K, Setiawan dan D.R.

Ekastuti, 2003. Perbandingan Gam- baran Diferensiasi Leukosit Ayam Setelah Pemberian Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) Dengan Dosis Bertingkat Dan Koksidiostat. Prosiding Seminar dan Pameran Nasional TOI XXIV. hal. 245-257.

Deng, W.L., 1978. Preliminary Studies On The Pharmacology of The Andrographis Product Dihydroan- drographolide Sodium Succinate. Newsletters Of Chinese Herb Med.

8: p. 26-28. http://www. Altcancer. Com/andcan.htm # 101

Das, D.K., 1994. Naturally Occuring Flavonoids: Structure, Chemistry, and Hight Performance Liquid Chromatography Methods for Separation and Characterization. Methods in Enymology. 234 : 410-

421.

Decker J.M., 2000. Introduction to immunology 11 th Hour. Blackwell Science. Inc. p. 1-2.Danutirto, H., 2001. Pengembangan fitofarmaka di Indonesia. Loka- karya dan Pameran Pengembangan Agribisnis Berbasis Biofarmaka, Pemanfaatan dan Pelestarian Sum- ber Hayati Mendukung Agribisnis Tanaman Obat. Jakarta 13-16

Nopember 2001. 23 p.Djauzi, S., 2003. Perkembangan Imu- nomodulator. Simposium Peranan Echinacea sebagai imunomodulator dalam Infeksi Virus dan Bakteri.

Elfahmi, 2006. Phytochemical and Bio- synthetic Studies of Lignans with a Focus on Indonesian Medicinal Plants. Facilitas Beddrif of Gro- ningen The Netherlands. Thesis (Disertasi).

Flannery, M.A., 2005. From rudbeckia to Echinacea: the emergence of the purple coneflower in modern the- raupeutics. The J. of American Bo- tanical Council issue 51 : 28-33.

Hokama, Y., 1993. The effect of noni fruit extract (Morinda citrifolia, Indian mulberry) on thymocytes of

BALB/c mouse. FASEB J (7) : A866.

Hirazumi, A., E. Furuzawa., S.C. Chou and Y. Hokama, 1994. Anticancer activity of Morinda citrifolia (No- ni) on intraperitoneally implanted Lewis Lung Carcinoma in synge- neic mice. Proc. West Pharmacol. Soc. 37 : 145-146.

Hirazumi, A., E. Furuzawa., S.C.Chou and Y. Hokama, 1996. Imunomo- dulation contributes to the anti-can- cer activity of Morinda citrifolia (Noni) Fruit Juice. Proc. West Pharmacol. Soc. 39 : 7-9.Hollman, P.C.H, M.G.L. Hertog and M.B. Katan, 1996. Analysis and Health Effects of Flavonoids. Food Chemistry, 57 (1) : 43-46.

Hirazumi, A and E. Furuzawa, 1999.

An immunomodulatory polysac- charide-rich substance from the fruit juice of Morinda citrifolia (Noni) with antitumor activity. Phytochem. Res. 13 (5) : 380-387.

Haryadi, P., 2006. Pangan fungsional Indonesia. Food Review Indonesia. Mei 2006 : 8-10.

Kikuzaki, H and N. Nakatani, 1993.

Antioxidant effects of some ginger constituents. J Food Sci. 58 : 1407-

1410.

Kimura, M., L. Kimura., B. Luo and S.

Kobayashi, 1997. Antiinflamma- tory effect of Japanese-seno medi- cine Keishi-kajutsubo-to and its component drugs on adjuvant air

pouch granuloma of mice. J. Phytoterapy-Res. 5 (5) : 195-200.

Karnen, G.B., S. Djauzi., T.Y.

Aditama., W. Heru dan S. Cartellieri, 2003. Peranan Echina- cea (EFLAR 894) sebagai imuno- modulator dalam infeksi virus dan bakteri. Jurnal Kedokteran dan

Farmasi MEDIKA 6 th XXIX, Juni

2003 : 389-391.

Nurrahman, F.R. Zakaria, D. Sajuti dan Sanjaya, 1999. Pengaruh konsumsi sari jahe terhadap perlindungan limfosit dari stress oksidatif pada mahasiswa pondok pesantren Ulil Albaab. Prosiding Seminar Nasi- onal Teknologi Pangan. 707-716.

Puri A., Saxena R.P., Saxena K.C, Srivastava V., Tanden J.S., 1993. Immunostimulant Agent From Andrographis paniculata. J. Nat. Prod. Jul 56 (7) : p. 995-999. http//www.rechnature.com/product s/herbal/articles/Aleanson.hlml.

Perry, N.B., J.W. van Klink., E.J.

Burges, and G.A. Parmenter, 2000. Alkamide levels in Echinacea pur- purea: effects of processing, drying and sorage. Planta Medica 66 : 54-

56.

Rahardjo, M., 2000. Echinacea Tanam- an Obat Introduksi Potensial. Warta Penelitian dan Pengembangan Ta- naman Industri, 6 (2) : 1-3.Radiati, L.E., E.P. Nabet, P. Franck, B.

Nabet, J. Capiaumont, D. Fardiaz, R.f. Zakaria, I. Sudirman dan R.D. Haryadi, 2003. Pengaruh ekstrak diklormetan jahe (Zingiber

officinale) terhadap pengikatan tok- sin kolera B-subunit conjugasi (FITC) pada reseptor sel hibridoma LV dan Caco-2. J. Teknologi dan Industri Pangan XIV (1) : 59-67.

Sukara, E., 2000. Sumber daya alam hayati dan pencarian bahan baku obat (Bioprospekting). Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik. Puslitbang Biologi-LIPI, Bogor : 31-37.

Silalahi J., 2005. Makanan Fungsional dan Suplemen Makanan : Apakah Manfaat dan Keamanannya Sama?. Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Me- dan. Medika Vol. XXXI.

Tizard I., 1987. Pengantar Imunology Veteriner. Penerjemah: Soehardjo Hardjosworo. Terjemahan dari : Introduction to Veterinary Immu- nology. p. 18-25.

Thyagarajan, S.P., S. Subramanian, T.

Thirunalasundari, P.S. Venkates- waran and B.S. Blumberg, 1988. Effect of Phyllanthus amarus on chrinic carriers of hepatitis B virus. The Lancet : 764-766.

Tjandrawinata, R.R., S. Maat dan D.

Noviarny, 2005. Effect of stan- dardized Phyllanthus niruri extract on changes in immunologic para- meters: correlation between pre- clinical and clinical studies. Medika XXXI (6) : 367-371.

Wagner, H., 1985. Immunostimulants from medicinal plants. In Advances in Chinese medicinal materials research (Eds.) H.M. Chang; H.W.

Yeung; W.W. Tso and A. Koo. World Scientific Publ. Co. Singa- pura : 159-170.

West G., 1995. Blacks Veterinary Dictionary 18 th Edition. A dan C Black London. p. 288.

Wang, M.Y., B.J. Brest, C.J. Jensen, D.

Nowicki, C. Su, A.K. Palu and G. Andersen, 2002. Morinda citrifolia (Noni): A literature review and recent advances in noni research. Acta Pharmacol. Sin. 23 (12) :

1127-1141.

Yin J. Dan L. Guo, 1993. Con- temporary traditional Chinese Me- dicine. Beijing: Xie Yuan. http:

//www alcancer com/andcan.htm#

101.Yusron M., M. Januwati dan W.J.

Priambodo, 2004. Keragaan mutu simplisia sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) pada beberapa kondisi agroekologi. Prosiding Se- minar Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) Tanaman Obat Indo- nesia di Tawangmangu, 27-28

April 2004.

Zakaria, F.R., L. Darsana., dan H.

Wijaya, 1996. Immunity enhance- ment and cell protection activity of ginger buds and fresh ginger flesh on mouse spleen lymphocytes. In Non-nutritive Health Factors for Future Foods. Proceedings IU FOST 1996 Regional Symposium Seoul Education and Culture Cen- ter Seoul. Korea.

Zakaria, F.R., dan T.M. Rajab, 1999.

Pengaruh ekstrak jahe (Zingiber officinale Roscoe) terhadap pro- duksi radikal bebas makrofag men- cit sebagai indicator imunostimulan secara invitro. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan 1999 :

707-716.

Zakaria, F.R, Y. Wiguna dan A.

Hartoyo, 1999. Konsumsi sari jahe (Zingiber officinale Roscoe) me- ningkatkan aktivitas sel natural killer pada mahasiswa pesantren Ulil Alkab di Bogor. Bul. Tekn. Industri Pangan Vol. X (2) : 40-46.