Upload
nitta-murtia-handayani
View
52
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
k3
Citation preview
Pencegahan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan Kerja adalah sesuatu yang tidak terduga dan tidak diharapkan yang dapat
mengakibatkan kerugian harta benda, korban jiwa / luka / cacat maupun pencemaran.
Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi akibat adanya hubungan kerja,
(terjadi karena suatu pekerjaan atau melaksanakan pekerjaan ). Oleh karena itu untuk
menghindarinya maka diadakan tindakan PENCEGAHAN. Pencegahan kecelakaan kerja ini
ialah segala upaya yang dilakukan demi terhindarnya baik pekerja maupun alat industry dari
hal-hal yang tidak diinginkan.
KONSEPSI PENYEBAB KECELAKAAN KERJA
Sebelum Revolusi Industri :
Kecelakaan itu terjadi karena nasib semata-mata, sehingga pada waktu itu belum ada
usaha secara rasional yang diarahkan untuk mencegah kecelakaan.
Zaman Revolusi Industri tahun 1931 :
Herbert W Heinrich memprakarsai teori dasar penyebab dan pencegahan kecelakaan
atau yang dikenal dengan teori “Domino Kecelakaan”. Dia mengatakan bahwa
sebagian besar kecelakaan ( ± 80% ) disebabkan karena faktor manusia atau dengan
perkataan lain tindakan tidak aman dari manusia.
SEBAB SEBAB KECELAKAAN
Berdasarkan konsepsi sebab kecelakaan tersebut diatas, maka ditinjau dari sudut
keselamatan kerja unsur-unsur penyebab kecelakaan kerja mencakup 5 M yaitu :
1. Manusia.
2. Manajemen ( unsur pengatur ).
3. Material ( bahan-bahan ).
4. Mesin ( peralatan ).
5. Medan ( tempat kerja / lingkungan kerja ).
Semua unsur tersebut saling berhubungan dan membentuk suatu sistem tersendiri.
Ketimpangan pada salah satu atau lebih unsur tersebut akan menimbulkan kecelakaan /
kerugian. Berikut contoh bentuk-bentuk ketimpangan unsur 5M tersebut.:
1. Unsur Manusia, antara lain :
Tidak adanya unsur keharmonisan antar tenaga kerja maupun dengan
pimpinan.
Kurangya pengetahuan / keterampilan.
Ketidakmampuan fisik / mental.
Kurangnya motivasi.
2. Unsur Manajemen, antara lain :
Kurang pengawasan.
Struktur organisasi yang tidak jelas dan kurang tepat.
Kesalahan prosedur operasi.
Kesalahan pembinaan pekerja.
3. Unsur Material, antara lain :
Adanya bahan beracun / mudah terbakar.
Adanya bahan yang mengandung korosif.
4. Unsur Mesin, antara lain :
Cacat pada waktu proses pembuatan.
Kerusakan karena pengolahan.
Kesalahan perencanaan.
5. Unsur Medan, antara lain :
Penerangan tidak tepat ( silau atau gelap ).
Ventilasi buruk dan housekeeping yang jelek.
Indikator keberhasilan dunia industri sangat bergantung pada kualitas tenaga kerja
yang produktif, sehat dan berkualitas, contoh industri bidang konstruksi yang merupakan
kegiatan di lapangan, memiliki fenomena kompleks yang menyangkut perilaku dan
manajemen keselamatan. Dalam industri, konstruksi terjadinya kecelakaan berat lima kali
lipat dibandingkan industri berbasis manufaktur.
Pekerjaan dan pemeliharaan konstruksi mempunyai sifat bahaya secara alamiah. Oleh
sebab itu masalah bahaya harus ditempatkan pada urutan pertama program keselamatan dan
kesehatan. Di sebagian besar negara , keselamatan di tempat kerja masih memprihatinkan.
Seperti di Indonesia, rata-rata pekerja usia produktif (15 – 45 tahun) meninggal akibat
kecelakaan kerja. Kenyataanya standard keselamatan kerja di Indonesia paling buruk
dibandingkan dengan negara - negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Kecelakaan kerja bersifat tidak menguntungkan, tidak dapat diramal, tidak dapat
dihindari sehingga tidak dapat diantisipasi dan interaksinya tidak disengaja. Berdasarkan
penyebabnya, terjadinya kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu langsung
dan tidak langsung. Adapun sebab kecelakaan tidak langsung terdiri dari faktor
lingkungan(zat kimia yang tidak aman, kondisi fisik dan mekanik) dan faktor manusia(lebih
dari 80%).
Umumnya kecelakaan terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pelatihan,
kurangnya pengawasan, kompleksitas dan keanekaragaman ukuran organisasi, yang
kesemuanya mempengaruhi kinerja keselamatan dalam industri konstruksi. Para pekerja akan
tertekan dalam bekerja apabila waktu yang disediakan untuk merencanakan, melaksanakan
dan menyelesaikan pekerjaan terbatas. Manusia dan beban kerja serta faktor-faktor dalam
lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yang disebut roda
keseimbangan dinamis.
Terjadinya kecelakaan kerja merupakan suatu kerugian baik itu bagi korban kecelakaan
kerja maupun terhadap perusahaan (organisasi). Upaya pencegahan kecelakaan kerja
diperlukan untuk menghindari kerugian-kerugian juga untuk meningkatkan kinerja
keselamatan kerja di tempat kerja.
Kecelakaan kerja dapat dihindari dengan melakukan :
1. DISIPLIN KERJA
Disiplin kerja merupakan tata tertib diri serta keteraturan diri dalam melakukan
suatu pekerjaan agar terlatih baik fikiran, tindakan maupun perbuatan yang dilakukan
secara kontinyuitas untuk mencapai tujuan dalam jangka waktu panjang serta dengan
tujuan agar hasilnya memuaskan.
Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi
kepentingan organisasi maupun bagi para pegawainya. Bagi organisasi adanya disiplin
kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas,
sehingga diperoleh hasil yang optimal. Sedangkan bagi pegawai akan diperoleh suasana
kerja yang menyenangkan dan menghindari terjadinya kecelakaan kerja, sehingga akan
menambah semangat kerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian,
pegawai dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh kesadaran serta dapat
mengembangkan tenaga dan pikirannya semaksimal mungkin demi terwujudnya tujuan
organisasi.
Pengaruh Disiplin Kerja tehadap Hasil Kerja
Tipe-tipe Kedisiplinan
a. Disiplin prefentif
Disiplin prefentif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para
karyawan agar mengikuti berbagai standar – standar dan aturan, sehingga kecelakaan
kerja dapat dicegah. Dengan disiplin ini pihak perusahaan akan dapat mengantisipasi
tindakan-tindakan yang mungkin akan terjadi yang dapat menghambat jalannya kegiatan
organisasi, jadi dapat dikatakan bahwa disiplin dapat ditekankan pada awal-awal
kegiatan sebagai tindakan pencegahan sebelum terjadinya kecelakaan kerja.
b. Disiplin Korektif
Disiplin Korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran
terhadap peraturan-peraturan dan mencoba menghindari pelanggaran–pelanggaran lebih
lanjut dan menghindari terjadinya kecelakaan kerja.
Faktor-Faktor Disiplin Kerja
1. Faktor Lingkungan Kerja/Organisasi – Budaya
2. Faktor Peraturan Organisasi
3. Faktor Kebutuhan
4. Faktor Perintah Atasan
5. Faktor-Faktor Disiplin Kerja
2. PELATIHAN KERJA
Menurut PP No.31 tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional, Pelatihan kerja
atau yang sekarang biasa kita kenal dengan istilah training adalah seluruh kegiatan untuk
memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu
sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. Singkatnya, pelatihan kerja
merupakan proses mengajarkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan bekerja
(vocational) serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung
jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar.
Pentingnya Pelatihan Kerja
Tujuan pelatihan keselamatan kerja antara lain :
1. Agar tenaga kerja memiliki pengetahuan dan kemampuan mencegah kecelakaan
kerja.
2. Mengembangkan konsep dan kebiasaan pentingnya keselamatan dan kesehatan
kerja.
KECELAKAAN KERJA DAPAT
DIHINDARI
3. Memahami ancaman bahaya yang ada di tempat kerja dan menggunakan langkah
pencegahan kecelakaan kerja.
4. Mengoptimalkan pendayagunaan dan pemberdayaan seluruh sumber daya
pelatihan kerja.
5. Untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan bisnis dan operasional-operasional
industri sejak hari pertama masuk kerja.
6. Untuk mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi kompeten.
Sumber Daya Manusia dalam suatu perusahaan merupakan aset penting bagi
perkembangan perusahaan. Untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan kerja para
karyawan, banyak perusahaan mengadakan pelatihan kerja/training. Biasanya training
dilakukan sebelum memulai kerja atau pada saat awal masuk kerja. Mengingat pentingnya
pelatihan kerja/ training untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja yang membahayakan
pekerja.
Jenis - jenis pelatihan kerja antara lain :
1. Skills training
Pelatihan keahlian merupakan pelatihan yang sering di jumpai dalam
organisasi. Program pelatihaannya relatif sederhana: kebutuhan atau
kekurangan diidentifikasi rnelalui penilaian yang jeli. Kriteria penilaian
efektifitas pelatihan juga berdasarkan pada sasaran yang diidentifikasi dalam
tahap penilaian.
2. Retraining
Pelatihan ulang berupaya memberikan kepada para karyawan keahlian-
keahlian yang mereka butuhkan untuk menghadapi tuntutan kerja yang
berubah-ubah. Seperti tenaga kerja instansi pendidikan yang biasanya bekerja
rnenggunakan mesin ketik manual mungkin harus dilatih dengan mesin
computer atau akses internet.
3. Cross functional training
Pelatihan lintas fungsional melibatkan pelatihan karyawan untuk melakukan
aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain dan pekerjan yang ditugaskan.
4. Team training
Pelatihan tim merupakan pelatihan yang terdiri dari sekelompok individu
dimana mereka harus menyelesaikan bersama sebuah pekerjaan demi tujuan
bersama dalam tim.
5. Creativity training
Pelatihan kreatifitas berlandaskan pada asumsi hahwa kreativitas dapat
dipelajari. Maksudnya tenaga kerja diberikan peluang untuk mengeluarkan
gagasan sebebas mungkin yang berdasar pada penilaian rasional dan biaya.
Teknik pelatihan kerja
Teknik pelatihan kerja secara umum dibagi menjadi dua yaitu
1. On the job training
2. Off the job training
On the job training lebih banyak digunakan dibandingkan dengan off the job training,
karena program on the job training lebih berfokus pada peningkatan produktivitas secara
cepat, sedangkan metode off the job training lebih cenderung berfokus pada perkembangan
dan pendidikan jangka panjang.
3. AWARD / PENGHARGAAN UNTUK TENAGA KERJA
Setiap orang yang bekerja pada seseorang ataupun instansi berhak mendapatkan upah,
hal ini tertuang dalam perlindungan undang-undang perburuhan tentang pengupahan PP No.
8 tahun 1981 dan UU ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003. Setiap orang yang mengeluarkan
keringatnya berhak atas upah dan setiap orang yang memperkejakan seseorang berkewajiban
membayarkan upahnya.
Perusahaan dapat memberikan award / penghargaan kepada para tenaga kerjanya, baik
dalam bentuk bonus gaji ataupun dalam bentuk sertifikat penghargaan, sesuai dengan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.01/MEN/I/2007 tentang
Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pemberian award
tersebut bertujuan agar para tenaga kerja dapat mengembangkan soft skill atau kemampuan
lain yang dimilikinya dengan semaksimal mungkin.
Komponen Sistem Penghargaan
A. Kenaikan Gaji
Gaji adalah balas jasa yang diberikan kepada setiap karyawan yang dibayarkan
secara tetap setiap bulannya, sedangkan upah adalah pembayaran jasa yang diberikan
kepada karyawan yang dibayarkan berdasarkan hari, jam atau jumlah satuan produk
yang dihasilkan. Dengan demikian pencapaian tujuan perusahaan dapat terkendali
tanpa adanya hambatan terhadap penggunaan tenaga kerja. Begitupun juga para
pekerja sendiri merasa tentram untuk bekerja dan berusaha untuk mendukung
kemajuan perusahaan.
Sistem penggajian/pengupahan yang umum diterapkan antara lain:
a. Sistem Waktu
Besarnya gaji/upah dalam sistem ini ditetapkan berdasarkan standart waktu seperti
jam, mingguan ataupun bulanan. Administrasi pengupahan sistem waktu relatif
mudah serta dapat diterapkan kepada karyawan tetap ataupun harian. Sistem ini
biasanya ditetapkan jika prestasi kerja sullit diukur perunitnya dan bagi karyawan
tetap upahnya atas sistem waktu secara periodik setiap bulannya.
b. Sistem Hasil (Out Put)
Besarnya upah dalam sistem ini ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan
pekerjaan seperti potong, meter, liter dan kilogram. Besarnya upah yang dibayar
selalu didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan bukan pada lamanya waktu
pengerjaannya. Sistem ini tidak bisa diterapkan pada karyawan tetap (sistem waktu)
dan jenis pekerjaan yang tidak mempunyai standar fisik, seperti bagi karyawan
administrasi. Kebaikan sistem ini memberikan kesempatan kepada yang bekerja
sungguh-sungguh serta berprestasi baik akan memperoleh balas jasa yang lebih besar.
Namun kelemahannya adalah kualitas barang yang dihasilkan kurang baik dan
karyawan yang kurang mampu balas jasanya kecil sehingga kurang manusiawi.
c. Sistem Borongan
Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang menetapkan besarnya jasa yang
didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya. Penetapan besarnya
balas jasa didasarkan pada sistem borngan cukup rumit, lama mengerjakannya serta
banyaknya alat yang diperlikan untuk menyelesaikannya.
B. Bonus
Bonus adalah pemberian pendapatan tambahan bagi karyawan/pekerja yang hanya
diberikan setahun sekali bila syarat-syarat tertentu dipenuhi. Pertama, bonus hanya dapat
diberikan bila perusahaan memperoleh laba selama tahun fiscal yang telah berlalu.
Karena bonus biasanya diambil dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan.
Kedua, bonus tidak diberikan secara merata kepada semua karyawan. Artinya, besarnya
bonus harus dikaitkan dengan prestasi kerja individu.
Penghargaan dapat juga diberikan karena keberhasilan tenaga kerja dalam melakukan
pekerjaannya, contohnya pekerja tersebut dalam melakukan suatu pekerjaan tidak terjadi
kecelakaan kerja, maka perusahaan dapat memberikan penghargaan kepada pekerja tersebut
atas pekerjaannya. Contoh penghargaannya sebagai berikut
Berdasarkan teori domino effect penyebab kecelakaan kerja H.W. Heinrich, maka terdapat
berbagai upaya untuk mencegah kecelakaan kerja di tempat kerja, antara lain :
1. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pengendalian Bahaya di Tempat
Kerja :
Pemantauan dan Pengendalian Kondisi Tidak Aman
Pemantauan dan Pengendalian Tindakan Tidak Aman
2. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pembinaan dan Pengawasan :
Pelatihan dan Pendidikan
Konseling dan Konsultasi
Pengembangan Sumber Daya ataupun Teknologi
3. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Sistem Manajemen :
Prosedur dan Aturan
Penyediaan Sarana dan Prasarana
Penghargaan dan Sanksi
Sebenarnya upaya pencegahan kecelakaan dapat dilakukan dengan sederhana yaitu
dengan menghilangkan faktor penyebab terjadinya kecelakaan. Akan tetapi, kenyataan yang
dihadapi di lapangan tidak semudah seperti yang dibayangkan. Karena ini berkaitan dengan
perubahan budaya dan perilaku. Banyak faktor yang menghambat, seperti kurangnya
pengetahuan dan kesadaran pekerja, kurangnya sarana dan prasarana, belum adanya budaya
tentang K3, komitmen dari pihak manajemen yang kurang dan lain-lain. Oleh karena itulah
banyak berkembang pendekatan-pendekatan yang membahas tentang pencegahan kecelakaan.
Beberapa pendekatan yang disampaikan oleh para ahli antara lain:
A. Pendekatan Energi
Sesuai denga konsep energy, bahwa kecelakaan bermula dari sumber energy. Oleh
karena itu, pendekatan pencegahan kecelakaan dapat dilakukan pada 3 titik sumber
terjadinya kecelakaan yaitu pada sumbernya, sepanjang aliran energy dan pada penerima.
3. Pendekatan pada sumber bahaya
Salah satu contoh pengendalian pada sumber bahaya misalnya memakai
peredam suara pada mesin, mengganti mesin dengan mesin yang lebih rendah
tingkat kebisingannya.
4. Pendekatan di sepanjang aliran energy
Pendekatan berikutnya adalah di sepanjang aliran energy. Misalnya untuk
mengurangi kebisingan dengan jalan memasang dinding kedap suara atau
memindahkan area kerja.
5. Pendekatan pada penerima
Pendekatan pada penerima misalnya, untuk mengurangi kebisingan dengan
menggunakan alat penutup telinga.
B. Pendekatan Manusia
Data menyebutkan bahwa sebanyak 85% kecelakaan kerja pada manusia
disebabkan oleh unsafe action. Oleh karena itu pendekatan pencegahan kecelakaan dari
sisi manusia adalah dengan menghilangkan atau unsafe action dengan jalan:
Pembinaan dan pelatihan
Promosi K3 dan kampanye K3
Pembinaan perilaku aman
Pengawasan dan inspeksi K3
Audit K3
Komunikasi K3
Pengembangan prosedur kerja aman
C. Pendekatan Teknis
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, lingkungan kerja maupun
proses produksi. Pendekatan teknis untuk mencegah kecelakaan misalnya:
Pembuatan rancang bangun yang sesuai dengan standard dan ketentuan
yang berlaku.
Memasang system pengamanan pada alat kerja atau instalasi untuk
mencegah kecelakaan dalam pengoperasian alat, misalnya tutup pengaman
mesin, system inter lock, system alarm, dan sebagainya
D. Pendekatan Administratif
Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan cara:
Penyediaan alat keselamatan kerja
Mengatur pola kerja
Membuat Standar Operating Procedure pengoperasian mesin
Pengaturan waktu dan jam kerja untuk menghindari kelelahan pekerja
E. Pendekatan Manajemen
Upaya pencegahan kecelakaan dari sisi manajemen antara lain:
Menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Mengembangkan organisasi K3
Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan K3, khususnya untuk
manajemen tingkat atas
Selain cara pendekatan diatas, terdapat juga beberapa pendekatan yang lebih spesifik.
Berdasarkan uraian diatas, maka kecelakaan terjadi karena adanya ketimpangan dalam unsur
5M, yang dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yang saling terkait, yaitu : Manusia,
Perangkat keras dan Perangkat lunak. Oleh karena itu dalam melaksanakan pencegahan dan
pengendalian kecelakaan adalah dengan pendekatan kepada ketiga unsur kelompok tersebut,
yaitu :
1. Pendekatan terhadap kelemahan pada unsur manusia, antara lain :
a. Pemilihan / penempatan pegawai secara tepat agar diperoleh keserasian
antara bakat dan kemampuan fisik pekerja dengan tugasnya.
b. Pembinaan pengetahuan dan keterampilan melalui training yang relevan
dengan pekerjaannya.
c. Pembinaan motivasi agar tenaga kerja bersikap dan bertndak sesuai dengan
keperluan perusahaan.
d. Pengarahan penyaluran instruksi dan informasi yang lengkap dan jelas.
e. Pengawasan dan disiplin yang wajar.
2. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat keras, antara lain :
a. Perancangan, pembangunan, pengendalian, modifikasi, peralatan kilang,
mesin-mesin harus memperhitungkan keselamatan kerja.
b. Pengelolaan penimbunan, pengeluaran, penyaluran, pengangkutan,
penyusunan, penyimpanan dan penggunaan bahan produksi secara tepat
sesuai dengan standar keselamatan kerja yang berlaku.
c. Pemeliharaan tempat kerja tetap bersih dan aman untuk pekerja.
d. Pembuangan sisa produksi dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan.
e. Perencanaan lingkungan kerja sesuai dengan kemampuan manusia.
3. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat lunak, harus melibatkan seluruh
level manajemen, antara lain :
a. Penyebaran, pelaksanaan dan pengawasan dari safety policy.
b. Penentuan struktur pelimpahan wewenang dan pembagian tanggung jawab.
c. Penentuan pelaksanaan pengawasan, melaksanakan dan mengawasi
sistem/prosedur kerja yang benar.
d. Pembuatan sistem pengendalian bahaya.
e. Perencanaan sistem pemeliharaan, penempatan dan pembinaan pekerja yang
terpadu.
f. Penggunaan standard/code yang dapat diandalkan.
g. Pembuatan sistem pemantauan untuk mengetahui ketimpangan yang ada.
Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan alternative diantaranya :
1. Kaji resiko dari setiap pekerjaan yang akan dilakukan. Hal ini bisa dilakukan dengan
membuat JSA (Job Safety Analisys) atau analisa keselamatan kerja. Yang membuat
JSA tentu saja adalah orang yang terlibat langsung pada pekerjaan tersebut(misal
supervisor ). Setelah JSA dibuat, dan disetujui oleh orang yang berwenang, tentu saja
harus disosialisasikan kepada semua orang yeng terlibat pada pekerjaan tersebut, agar
mereka benar2 paham akan resiko dari pekerjaan tadi dan juga tahu cara untuk
menghilangkan/mengurangi resiko pekerjaan tersebut.
2. Stop pekerjaan yang berbahaya. Maksud stop disini bukan berarti berhenti total
bekerja, akan tetapi jika JSA sudah dilakukan dengan baik, masih ada bahaya yang
timbul karena perkembangan kerja, dan tidak terdeteksi pada JSA, maka sebaiknya
stop sejenak pekerjaan, diskusikan hal tersebut hingga didapat solusi agar pekerjaan
dapat tetap berjalan dengan aman.
3. Laporkan setiap kecelakaan yang terjadi, kejadian hampir celaka(near miss) sekecil
apapun kepada orang yang berwenang( misal safety officer, supervisor). Dengan
melaporkan setiap kejadian walaupun itu kecil, maka kita bisa
mengurangi/menghilangkan potensi bahaya yang timbul sebelum itu menjadi
kecelakaan yang fatal.
4. Harus ada management system. Management system adalah pendekatan standar
untuk secara sistematik mengidentifikasi dan menutup performance gaps. dengan
management system kita bisa mengintegrasikan tujuan, rencana, proses dan perilaku
dalam operasi sehari-hari. Di management system juga berisi apa requirement dari
masing-masing element dan menjelaskan bagaimana cara mencapainya. Contohnya
JSA, risk assessment adalah salah satu cara yang digunakan untuk memenuhi
requirement bahwa setiap pekerjaan harus diasses potential hazards/risknya.
Management system juga memastikan bahwa procedure, program atau process yang
dijalankan untuk mencegah kecelakaan akan sustain.
5. Harus ada aligned and committed leadership yang bertanggungjawab dan akuntabel
terhadap safety. Harus ada penjelasan untuk setiap level apa tanggungjawab, dan
bagaimana cara mencapainya. Leder lah yang men-direct process dalam management
system untuk men-drive improvement dalam safety results.
6. Harus ada culture yang percaya bahwa insiden bisa dicegah.
7. Harus ada standard procedure yang memastikan alignment dengan business plan.
Kalau tidak aligned bagaimana bisa dapat funding dan menjadi business objective
tahun/tahun-tahun bersangkutan.
Akhirnya dapat disimpulkan, melakukan pencegahan kecelakaan kerja perlu
diperhatikan unsur-unsur yang terlibat dalam pekerjaan tersebut, baik manusia, perangkat
keras maupun perangkat lunak merupakan suatu kesatuan yang saling terkait dalam
pencegahan kecelakaan kerja, dengan kata lain “ PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA
MERUPAKAN TANGGUNG JAWAB KITA BERSAMA “