Upload
husnawaty-dayu
View
194
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
persalinan lama merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting. persalinan lama merupakan penyebab 8% kematian ibu di negara-negara berkembang.
Citation preview
REFERAT
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA PERSALINAN LAMA
Oleh
Josepb N. H. Simarmata, S. KedNIM : I11106032
Pembimbing
dr. Tri Wahyudi, Sp.OG (K)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TANJUNGPURARSU DOKTER SOEDARSO
PONTIANAK 2011
1
Disusun oleh :
Josepb N. H. Simarmata
NIM. I11106032
Pembimbing Refrat
dr. Tri Wahyudi, Sp. OG (K)
NIP. 140259829 LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui Refrat dengan Judul :
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA PERSALINAN LAMA
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Mayor Ilmu Kebidanan dan Kandungan (Obstetri dan Ginekologi)
Pontianak, 19 September 2011
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan ......................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................... ii
Daftar Gambar .......................................................................... iii
Daftar Tabel ............................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................. 1
1.2 Definisi ....................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................ 3
BAB II ISI ..................................................................................... 3
2.1 Insiden ........................................................................ 3
2.2 Klasifikasi ................................................................... 3
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko .............................................. 3
2.4 Patofisiologi .................................................................. 4
2.5 Gambaran Klinik .......................................................... 5
2.6 Diagnosis.................... ............................................. 9
2.7 Tatalaksana .................................................................. 12
2.8 Komplikasi ................................................................ 14
2.9 Prognosis ..................................................................... 16
BAB III PENUTUP ........................................................................ 17
Kesimpulan ......................................................................... 17
Daftar Pustaka ................................................................................... 18
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Perjalanan Persalinan Normal.......................................... 5
Gambar 2 Kurva pembukaan serviks pada nulipara ........................ 6
Gambar 3 Kelainan protraksi pada persalinan (partus lama) ....... 11
Gambar 4 Arrest disorder pada persalinan (partus macet) ........... 11
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Kelainan Persalinan .......................... 9
Tabel 2.2 Klasifikasi persalinan lama berdasarkan pola persalinannya 10
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan lama (Prolonged Labor/partus lama) masih merupakan salah
satu maslah kesehatan yang penting. Persalinan lama merupakan penyebab 8%
kematian ibu di negara-negara berkembang. Namun angka ini sebenarnya
terlalu menyederhanakan pemasalahan persalinan lama. Hal ini dikarenakan
dalam angka in belum tercakup jumlah kematian ibu akibat komplikasi dari
persalinan lama itu sendiri (misalnya: sepsis, perdarahan ante partum, atau
ruptur uterus). Selain itu, bila ibu selamat, bukan berarti telah lepas dari
masalah. Salah satu komplikasi lanjut dari persalinan lama adalah
terbentuknya fistula. Fistula memiliki efek sosial dan psikis yang begitu bear,
karena dapat mempengaruhi interaksi sosial, menyebabkan infeksi, juga dapat
menyebabkan depresi berkepanjangan.1
Dilain pihak, dapat pula terjadi overdiagnosa terhadap persalinan lama. Di
Amerika Serikat, persalinan lama (juga disebut distosia) merupakan indikasi
dilakukannya Sectio caesarea emergensi pada 68% pasien yang menjalani
operasi seksio sesar primer. Hal ini disebabkan oleh bebrapa hal, antara lain
diagnosis yang tidak tepat, penggunaan anestesi epidural, kekhawatiran yang
berlebihan dan keterbatasan ketersediaan waktu para klinisi. Tidak semua
kondisi persalinan lama disebabkan oleh kondisi-kondisi patologis. Namun
kondisi ini perlu dikenali karena persalinan lama bisa saja merupakan sebuah
indikasi bahwa diperlukan pengawasan dan penanganan yang lebih intensif.
Atau bahkan diperlukan tindakan intervensi untuk mengakhiri persalinan.
yang menarik adalah persalinan lama sebenarnya dapat dicegah, dan
hendaknya usaha pencegahan ini menjadi perhatian bagi se;uruh tenaga
kesehatan.2,3
Berdasarkan hal diatas, penting bagi seorang tenaga kesehatan khususnya
dokter umum untuk mengerti dan memahami kondisi persalinan lama ini.agar
dapat dilakukan diagnosa yang tepat, dan penanganan yang tepat waktu pula.
Yang pada akhirnya diharapkan dapat membantu mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas ibu dan anak.
1.2 Definisi
Persalinan lama, yang disebut juga dengan istilah distosia secara umum
memaksudkan persalinan yang abnormal atau sulit.4 Sementara itu, WHO
secara lebih spesifik mendefinisikan persalinan lama (prolonged labor/partus
lama) sebagai proses persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Waktu
pemanjangan proses persalinan yang dimaksud adalah penambahan amtara
kala I dan kala II persalinan. Dalam penentuan batas waktu, terdapat
variasiterdapat sebuah sumber yang menyatakan bahwa batasan waktu dalam
penentuan partus lama adalah 18 jam.
1.3 Tujuan Penulisan
a) Mengetahui definisi dan klasifikasi persalinan lama
b) Mengetahui langkah-langkah diagnosis dan peran partograf
7
dalam mendiagnosa partus lama
c) Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi akibat persalinan lama
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Insidensi
Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Park Land, Amerika Serikat, pada
tahun 2007, didapatkan bahwa hanya sekitar 50 persen ibu dengan janin
presentasi kepala yang mengalami partus spontan fisiologi. Lima puluh
persen lainnya, perlu mendapatkan intervensi untuk pelahiran. Baik
intervensi medismaupun intervensi bedah. Tingginya tingkat partus
abnormal ini juga menunjukkan tingginya tingkat persalinan lama.
Persalinan lama yang kadang juga disebut distosia, di Amerika Serikat
distosia merupakan indikasi dilakukannya Sectio caesarea emergensi pada
68% pasien yang menjalani operasi seksio sesar primer.
22 Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab distosia, secara ringkas dapat dinyatakan sebagai kelainan yang
disebabkan oleh 3 faktor yang disebut 3 P, yaitu powers, passenger dan
pelvis. Powers – mewakili kondisi gangguan kontraktilitas uterus, bisa saja
kontraksi yang kurang kuat atau kontraksi yang tak terkoordinasi dengan
baik sehingga tidak mampu menyebabkan pelebaran bukaan serviks. Dalam
kelompok ini, juga termasuk lemahnya dorongan volunter ibu saat kala II.
Passengger – mewakili kondisi adanya kelainan dalam presentasi, posisi
atau perkembangan janin. Passage – memaksudkan kelainan pada panggul
ibu atau penyempitan pelvis.
23 Klasifikasi
Adapun distosia/persalinan lama sendiri dapat dibagi berdasarkan pola
persalinannya. Kelainan dalam pola persalinan secara umum dibagi menjadi
tiga kelompok. Yaitu kelainan pada kala I fase laten yang disebut fase laten
memanjang, kelainan pada kala I fase aktif dan kelainan pada kala II yang
disebut kala II memanjang. Secara lebih rinci, kelainan pada kala I fase aktif
terbagi lagi menjadi 2, menurut pola persalinannya. Jenis kelainan pertama
pada kala I fase aktif disebut protraction disorder. Kelainan kedua, disebut
arrest disorder.
Selain klasifikasi berdasarkan fase persalinan yang mengalami
pemanjangan, beberapa literatur juga mengelompokkan persalinan yang
lebih lama menjadi dua kelompok utama, yaitu disproporsi sefalopelfik
9
(cephalopelvic disproportion/CPD) dan kelompok lainnya adalah failure to
progress. Kelompok pertama memaksudkan lamanya persalinan yang
memanjang disebabkan oleh faktor pelvis ataupun faktor janin. Sementara
pada kelompok kedua disebabkan secara murini oleh gangguan kekuatan
persalinan.
24 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya partus lama, dapat diterangkan dengan
memahami proses yang terjadi pada jalan lahir saat akhir kehamilan dan saat
akhir persalinan. Dengan memahaminya, kita dapat mengetahui dan
memperkirakan faktor apa saja yang menyebabkan terhambatnya persalinan.
Pada akhir kehamilan, kepala janin akan melewati jalan lahir, segmen
bawah rahim yang cukup tebal dan serviks yang belum membuka. Jaringan
otot di fundus masih belum berkontraksi dengan kuat. Setelah pembukaan
lengkap, hubungan mekanis antara ukuran kepala janin, posisi dan kapasitas
pelvis yang disebut proporsi fetopelvik (fetopelvic proportion), menjadi
semakin nyata seraya janin turun. Abnormalitas dalam proporsi fetopelvik,
biasanya akan semakin nyata seraya kela II persalinan dimulai.
Penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu
disfungsi uterus murni dan diproporsi fetoplevis. Namun pembagian ini
terkadang tidak dapat digunakan karena kedua kelainan tersebut terkadang
terjadi bersamaan.
Gambar 1. Perjalanan Persalinan Normal
25 Gambaran Klinik
Gambaran Klinik dari persalinan lama dapat dijelaskan berdasarkan fase
persalinan yang mengalami pemanjangan.
Fase Laten Memanjang
Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan
untuk menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan. Walaupun pada tahap
persiapan (preaptory division) hanya terjadi sedikit pembukaan
serviks,cukup banyak perubahan yang terjadi pada komponen jaringan ikat
serviks. Tahap pembukaan/dilatasi (dilatational division) adalah saat
pembukaan paling cepat berlangsung. Tahap panggul (pelvic division)
berawal dari fase deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme klasik
persalinan yang melibatkan gerakan-gerakan dasr janin pada presentasi
kepala seperti masuknya janin ke panggul, fleksi, putaran paksi dalam,
ekstensi dan putaran paksi luar terutama berlangsung dalam fase panggul.
Namun dalam praktik, awitan tahap panggul jarang diketahui dengan jelas.
11
Gambar 2 Urutan rata-rata kurva pembukaan serviks pada persalinan nulipara
Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan persalinan normal adlah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviksa adalah fase laten yang sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif yang sesuai dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.
Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai merasakan kontraksi yang teratur. Selama fase ini, orientsi kontraksi uterus berlangsung bersama pendataran dan pelunakan serviks. Kriteria minimum Friedman untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah kecepatan pembukaan serviks 1,2 jam bagi
nulipara dan 1,5 cm untuk ibu multipara. Kecepatan pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu. Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan sebagai apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara
Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk (misal: tebal, tidak mengalami pendataran atau tidak membuka) dan persalinan palsu. Friedman mengklaim bahwa istirahat atau stimulasi oksitosin sama efektif ndan amannya dalam dalam memperbaiki fase laten berkepanjangan. Istirahat lebih disarankan karena persalinan palsu sering tidak disadari. Karena adanya kemungkinan persalinan palsu tersebut, amniotomi tidak dianjurkan.
Fase Aktif Memanjang
Kemajuan peralinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus karena
kurva-kurva memperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman pembukaan
serviks antara 3-4 cm. Dalam hal ini, fase aktif persalinan dari segi
kecepatan pembukaan serviks tertinggi. Secara konsistensi berawal dari saat
pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih, diserati kontraksi uterus, dapat secara
meyakinkan digunakan sebagai batas awal persalinan aktif. Demikian pula
kurva-kurva ini memungkinkan para dokter mengajukan pertanyaan, karena
awal persalinan dapat secara meyakinkan didiagnosis secara pasti, berapa
lama fase aktif harus berlangsung.
Kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan pada
nulipara adalah 1,2cm/jam, maka kecepatan normal minimum adalh 1,5
cm/jam. Secara spesifik, ibu nulipara yang masuk ke fase aktif dengan
pembukaan 3 – 4 cm dapat diharapkan mencapai pembukaan 8 sampai 10
cm dalam 3 sampai 4 jam. Pengamatan ini mungkin bermanfaat. Sokol dan
rekan melaporkan bahwa 25% persalinan nulipara dipersulit kelainan fase
aktif, sedangkan pada multigravida angkanya adalah 15%.
Memahami analasisi Friedman mengenai fase aktif bahwa kecepatan
13
penurunan janin diperhitungkan selain kecepatan pembukaan serviks, dan
keduanya berlangsung bersamaan. Penurunan dimulai pada saat tahap akhir
dilatasi aktif, dimulai pada pembukaan sekitar 7-8 cm. Friedman membagi
lagi masalah fase aktif menjadi gangguan protraction
(berkepanjangan/berlarut-larut) dan arest (macet, tak maju).
Ia mendefinisikan protraksi sebagai kecepatran pembukaan atau
penurunan yang lambat, yang untuk nulipara, adalah kecepatan pembukaan
kurang dari 1,2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm per jam. Untuk
multipara, protraksi didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan kurang
dari 1,5 cm per jam atau penurunan kurang dari 2 cm per jam. Sementar itu,
ia mendefinisikan arrest sebagai berhentinya secara total pembukaan atau
penurunan. Kemacetan pembukaan didefinisikan sebagai tidak adanya
perbahan serviks dalam 2 jam, dan kemacetan penurunan sebagai tidak
danya penurunan janin dalam 1 jam.
Prognosis kelainan berkepanjangan dan macet ini cukup berbeda, dimana
disproporsi sepalopelvik terdiagnosa pada 30% dari ibu dengan kelainan
protraksi. Sedangkn disproporsi sefalopelfik terdiagnosa pada 45% ibu
dengan persalinan macet. Ketertkaitan atau faktor lain yang berperan dalam
persalinan yang berkepanjangan dan macet adalah sedasi berlebihan,
anestesi regional dan malposisi janin. Pada persalinan yang berkepanjang
dan macet, Friedman menganjurkan pemeriksaan fetopelvik untuk
mendiagnosis disproporsi sefalopelvik. Terapi yang dianjurkan untuk
persalinan yang berke3panjangan adalah penatalaksanaan menunggu,
sedangkan oksitosin dianjurkan untuk persalinan yang macet tanpa
disproporsi sefalopelvik.
Untuk membantu mempermudah diagnosa kedua kelainan ini, WHO
mengajukan penggunaan partograf dalam tatalksana persalinan. Dimana
berdasarkan partograf ini, partus lama dapat didagnosa bila pembukaan
serviks kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam. Sementara itu,
American College of Obstetrician and Gynecologists memiliki kriteria
diagnosa yang berbeda,. Kriteria diagnosa tersebut ditampilkan pada tabel
2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Kelainan Persalinan
Pola Persalinan Nulipara MultiparaPersalinan Lama
Pembukaan < 1,2 cm/jam <1,5 cm/ jam
Penurunan < 1,0 cm/jam < 2,0 cm/jam
Persalinan Macet
Tidak ada pembukaan > 2 jam > 2 jam
Tidak ada penurunan > 1 jam > 1 jam
Kala Dua Memanjang
15
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir
dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit unutk nulipara
dan 20 menit untuk multipara. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina
dan perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali usaha mengejan setelah
pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin sebaliknya
pada seorang ibu, dengan panggul sempit atau janin besar, atau denan
kelainan gaya ekspulsif akibat anestesia regional atau sedasi yang berat,
maka kala dua dapat memanjang. Kala II pada persalinann nulipara dibatasi
2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila menggunakan anestesi
regional. Untuk multipara 1 jam diperpanjang menjadi 2 jam pada
penggunaan anestesia regional.
26 Diagnosis
Adapun kriteria diagnosa dari tiap klasifikasi persalinan lama dan terapi
yang disarnkan ditampilkan pada tabel 2.2 dibawah ini.
Selain kriteria diatas, terdapat pula sebuah alat bantu yang dapat mebantu
dalam mempermudah diagnosa persalinan lama. Alat bantu tersebut adalah
partograf. Partograf terutama membantu dalam pengawasan fase aktif
persalinan. Kedua enis gangguan dalam fase aktif dapat didagnosa dengan
melihat grafik yang terbentuk pada partograf. Protraction disorder pada
fase aktif (partus lama) dapat didagnosa bila bila pembukaan serviks kurang
dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam. Sedangkan arrest disorder (partus
macet) didiagnosa bila tidak terjadi penambahan pembukaan serviks dalam
jangka waktu 2 jam maupun penurunan kepala janin dalam jangka waktu 1
jam. yang telah dit Adapun contoh gambaran partograf untuk mendiagnosa
persalinan lama (protraction disorder) ditampilkan pada 2.3, sementara
Tabel 2.2 Klasifikasi persalinan lama berdasarkan pola persalinannya
persalinan macet atau partus tak maju (arrest disorder) diperlihatkan pada
gambar 2.4.
17
27 Tatalaksana
Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan
lama adalah mengetahui penyebab kondisi persalinan lama itu sendiri.
Persalinan lama adalah sebuah akibat dari suatu kondisi patologis. Pada
akhirnya, setelah kondisi patologis penyebab persalinan lama telah
ditemukan, dapat ditentukan metode yang tepat dalam mengakhiri
persalinan. Apakah persalinan tetap dilakukan pervaginam, atau akan
dilaukan per abdominam melalui seksio sesarea.
Secara umum penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelainan
yaitu disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan kontraksi).
Adanya disproporsi sefalopelvik pada pasien dengan persalinan lama
merupakan indikasi utnuk dilakukannya seksio sesarea. Disproporsi
sefalopelvik dicurigai bila dari pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki
faktor risiko panggul sempit (misal: tinggi badadan < 145 cm, konjugata
diagonalis < 13 cm) atau janin diperkirakan berukuran besar (TBBJ > 4000
gram, bayi dengan hidrosefalus, riwayat berat badan bayi sebelumnya yang
> 4000 gram). Bila diyakini tidak ada disproporsi sefalopelvik, dapat
dilakukan induksi persalinan.
Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalh
menunggu. Hal ini dikarenakan persalinan semu sering kali didiagnosa
sebagai fase laten berkepanjangan. Kesalahan diagnosa ini dapat
menyebabkan induksi atau percepatan persalinan yang tidak perlu yang
mungkin gagal. Dan belakangan dapat menyebabkan seksio sesaria yang
tidak perlu. Dianjurkan dilakukan observasi selama 8 jam. Bila his berhenti
maka ibu dinyatakan mengalami persalinan semu, bila his menjadi teratur
dan bukaan serviks menjadi lebih dari 4 cm maka pasien diaktakan berada
dalam fase laten. Pada akhir masa observasi 8 jam ini, bila terjadi
peerubahan dalam penipisan serviks atau pembukaan serviks, maka
pecahkan ketuban dan lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Bila ibu
tidak memasuki fase aktif setelah delapan jam infus oksitosin, maka
disarankan agar janin dilahirkan secara seksio sesarea.
Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan apakah
kelainan yang dialami pasien termasuk dalam kelompok protraction
disorder (partus lama) atau arrest disorder (partus tak maju). Bila termasuk
21
dalam kelompok partus tak maju, maka besar kemungkinan ada disproporsi
sefalopelvik. Disarankan agar dilakukan seksion sesarea. Bila yang terjadi
adalah partus lama, maka dilakukan penilaian kontraksi uterus. Bila
kontraksi efisien (lebih dari 3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40
detik), curigai kemungkinan adanya obstruksi, malposisi dan malpresentasi.
Bila kontraksi tidak efisien, maka penyebabnya kemungkinan adalh
kontraksi uterus yang tidak adekuat. Tatalaksana yang dianjurkan adalah
induksi persalinan dengan oksitosin.
Pada kondisi Kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya
pengeluaran janin. Hal ini dikarenakan upaya pengeluaran janin yang
dilakukan oleh ibu dapat meningkatkan risiko berkurangnya aliran darah ke
plasenta. Yang pertama kali harus diyakini pada kondisi kala II memanjang
adalah tidak terjadi malpresentasi dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua hal
tersebut tidak ada, maka dapat dilakukan percepatan persalinan dngan
oksitosin. Bila percepatan dengan oksitosin tidak mempengaruhi penurunan
janin, maka dilakukan upaya pelahiran janin. Jenis upaya pelahiran tersebut
tergantung pada posisi kepala janin. Bila kepala janin teraba tidak lebih dari
1/5 diatas simfisis pubis atau ujung penonjolan kepala janin berada di bawah
station 0, maka janin dapat dilahirkan dengan ekstraksi vakum atau dengan
forseps. Bila kepala janin teraba diantara 1/5 dan 3/5 diatas simfisi pubis
atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diantara station ) dan
station -2, maka janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum dan simfisiotomi.
Namun jika kepala janin teraba lebih dari 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung
penonjolan tulang kepala janin berada diatas station -2, maka janin
dilahirkan secara seksio sesaria.
28 Komplikasi
Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu maupun
bagi anak yang dilahirkan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat
persalinan lama antara lain adalah:
Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada
partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri dalam cairan
amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion
sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada
janin, akibat as[irasi cairan amnion yang terinfeksi adalah konsekuensi
serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan
bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama
persalinan, terutama apabila terjadi persalinan lama.
Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius
selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada
mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala
janin dan panggul semakin besar sehingga kepala tidak engaged dan tidak
terjadi penurunan, segmen bawah uterus dapat menjadi sangat teregang
kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk
cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal
atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisi dan umbilikus.
Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam
segera.
Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu
pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering
timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan penipisan
berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini, cincin dapat
terlihat jelas sebagai suatu identasi abdomen dan menandakan akan
23
rupturnya seegmen bawah uterus. Pada keadaan ini, kadang-kadang dapat
dilemaskan dengan anestesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara
normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang dilakukan dengan segera
menghasilkan prognosis yang lebih baik.
Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul, tetapi
tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir yang terletak
diantaranya dan dninding panggul dapat mengalami tekanan yang
berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan
jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan timbulnya fistula
vesikovaginal, vesikorektal atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat
penekanan ini pada persalinan kala dua yang berkepanjangan. Dahulu pada
saat tindakan operasi ditunda selama mungkin, penyulit ini sering dijumpai,
tetapi saat ini jarang , kecuali di negara-negara yang belum berkembang.
Cedera Otot-otot Dasar Panggul
Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera otot-otot
dasar panggul atau persarafan atau fasi penghubungnya merupakan
konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan pervaginam, terutama
apabila persalinannya sulit.saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapatkan
tekanan langsung dari kepala janin dan tekanan ke bawah akibat upaya
mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan melebarkan dar panggul,
sehingga terjadi perubahan anatomik dan fungsional otot, saraf dan jaringan
ikat. Terdapat semakin besar kekhawatiran bahwa efek-efek pada otot dasar
panggul selama melahirkan ini akan menyebabkan inkontinensia urin dan
alvi serta prolaps organ panggul.
Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput
suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat
berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnosis yang serius.
Kaput dapat hempir mencapai dasar panggul sementara kepala belum
engaged. Dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secara
prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forceps.
Molase Kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang
disebut molase (molding, moulage). Perubahan ini biasanya tidak
menimbulkan kerugian yang nyata. Namun, apabila distorsi yang terjadi
mencolok, molase dapat menyebabkan ribekan tentorium, laserasi pembuluh
darah janin dan perdarahan intrakranial pada janin.
29 Prognosis
Friedman melaporkan bahwa memanjangnya fase laten tidak
memperburuk mortalitas dan morbiditas janin ataui ibu, namun Chelmow
dkk membantah anggapan bahwa pemanjangan fase laten tidak berbahaya.
25
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Persalinan lama adalah yang juga disebut distosia didefinisikan sebagai
persalinan yang sulit. Patokan waktu yang digunakan oleh WHO adalah
bila lama persalinan > 24 jam.
2. Persalinan lama dapat diklasfikan berdasarkan penyebabnya (menjadi
disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus murni) atau berdarkan fase
persalinan yang memanjang (dibagi menjadi fase laten memanjang, fase
aktif memanjang dan kala II memanjang). Lebih spesifik fase aktif
memenajang dibagi menjadi dua kelompok kelainan, yaitu protraction
disorder dan arrest disorder.
3. Pengawasan persalinan dengan partograf dapat digunakan sebagai patokan
untuk mendiagnosa persalinan lama.
4. Komplikasi-komplikasi yang dapat timbul akibat persalinan lama adalah
infeksi intrapartum, ruptura uteri cincin retraksi patologis, pembentukan
fistula, cedera otot-otot dsar panggul, kaput suksedaneum dan molase
kepala janin.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 2006. Managing Prolonged and Obstructed Labour. Education for
Safe Motherhood, 2nd edition. Department of Making Pregnancy safer.
WHO: Geneva
2. Cunningham, F.G, et al. 2010. Williams Obstetric, 23rd edition. Mc Graw
Hill: New York
3. Enkin, et al. 2000. A Guide to Effective care in Pregnancy and Child
Birth, 3rd Edition. Oxfod University Press: London
4. Mose, J.C dan Alamsyah, M. 2010. Bab I Persalinan Lama dalam Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, edisi keempat. PT Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo: Jakrta
5. Yulianti, D. 2006. Buku Saku Manajemen dan Komplikasi Kehamilan dan
Persalinan. EGC : Jakarta