46
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul KARSINOMA LAMBUNG DAN ESOFAGUS. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Informatika. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. MEDAN, 22 MARET 2012 (PENULIS)

88813569 Makalah CA Lambung Dan Esofagus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jljl

Citation preview

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya

kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul KARSINOMA LAMBUNG DAN

ESOFAGUS. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Informatika.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah

ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan

makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk

pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

MEDAN, 22 MARET 2012

(PENULIS)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

BAB II ISI

2.1 Kanker Lambung

2.1.1 Defenisi Kanker Lambung

2.1.2 Etiologi dan Patogenesis

2.1.3 Tanda dan Gejala

2.1.4 Patofisiologi

2.1.5 Klasifikasi

2.1.6 Manifestasi

2.2 Kanker Esofagus

2.2.1 Defenisi

2.2.2 Etiologi

2.2.3 Tanda dan Gejala

2.2.4 Patofisiologi

2.2.5 Klasifikasi

2.2.6 Manifestasi

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Pada Kanker Lambung

3.1.1 Pengkajian

3.1.2 Diagnosa

3.1.3 Intervensi dan Rasional

3.2 Asuhan Keperawatan Pada Kanker Esofagus

3.2.1 Pengkajian

3.2.2 Diagnosa

3.2.3 Intervensi dan Rasional

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan dan Saran

4.1.1 Kesimpulan

4.1.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma lambung adalah suatu keganasan yang terjadi di lambung, sebagian besar adalah jenis

adenokarsinoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia lanjut kurang dari 25 % kanker

itu terjadi pada orang dibawah usia 50 tahun ( Osteen, 2003 ). Meskipun frekuensi telah menurun

secara dramatis selama beberapa dekade terakhir di dunia Barat, kanker ini masih memberikan

kontribusi signifikan terhadap kematian secara keseluruhan. Insiden adenocarcinoma sangat

bervariasi tergantung pada wilayah geografis. Insiden tahunan di Jepang diperkirakan 140 kasus

per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan di dunia Barat insiden ini diperkirakan 10 per

100.000 penduduk. Insiden yang lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan rasio dari

1.5:2.5, kelompok-kelompok sosial yang miskin dan orang-orang di atas usia 40 tahun yang

diamati. Dan angka kejajian karsinoma lambung (866.000 mortalitas/tahun). (WHO,2008)

Selain karsinoma lambung juga berkembang di masyarakat penyakit karsinoma esophagus,yaitu

suatu keganasan yang terjadi pada esofagus. Kanker ini pertama kali di deskripsikan pada abad

ke-19 dan pada tahun 1913 reseksi pertama kali sukses dilakukan oleh Frank Torek, pada tahun

1930-an, ashawa di jepang dan marshall di America Serikat berhasil melakukan pembedahan

pertama dengan metode transtoraks esofagotomi dengan rekonstruksi ( fisichella, 2009 ).

Epidemiologi pada tahun 2000 kanker terbanyak no. 8 412,000 kasus baru pertahun, penyebab

kematian nomor 6 dari kematian akibat kanker, 338.000 kematian pertahun.pda tahun

2002,462.000 kasus baru, dan 386.000 kematian. (parkin DM, lancet oncol 2001 dan Ca Cancer J

Clin 2005)

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Mahasiswa mengetahui informasi mengenai karsinoma lambung dan karsinoma

esofagus.

1.2.2 Tujuan khusus

- Mahasiswa mengetahui faktor penyebab karsinoma lambung dan esofagus.

- Mahasiswa mengetahui patofisiologi karsinoma lambung dan esofagus.

- Mahasiswa mengetahui cara menegakkan diagnose pada kasus karsinoma lambung

dan esofagus.

- Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan apa saja yang harus diberikan pada kasus

karsinoma lambung dan esofagus.

BAB II

ISI

2.1. KANKER LAMBUNG

2.1.1. Defenisi Kanker Lambung

Kanker lambung adalah suatu keganasan yang terjadi dilambung, sebagian besar adalah dari

jenis adenokarsinoma. Jenis kanker lambung lainnya adalah leiomiosarkoma (kanker otot polos)

dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia lanjut. Kurang dari 25% kanker

tertentu terjadi pada orang dibawah usia 50 tahun (Osteen, 2003). Kanker lambung pada pria

merupakan keganasan terbanyak ketiga setelah kanker paru dan kanker kolorektal, sedangkan

pada wanita merupakan peringkat keempat setelah kanker payudara, kanker serviks dan kanker

kolorektal (Christian, 1999).

Secara umum kanker lambung lebih sering terjadi pada laki-laki dengan perbandingan 2:3; pada

kanker kardia lambung, insidensi pada laki-laki tujuh kali lebih banyak dari wanita. Kanker

lambung lebih sering terjadi pada usia 50-70 tahun, tetapi sekitar 5% pasien kanker lambung

berusia kurang dari 35 tahun dan 1% kurang dari 30 tahun (Neugut, 1996).

2.1.2. Etiologi dan Patogenesis

Penyebab pasti dari kanker lambung belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor predisposisi

yang bisa meningkatkan perkembangan kanker lambung, meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Konsumsi makanan yang diasinkan, diasap atau yang diawetkan. Beberapa studi

menjelaskan intake diet dari makanan yang diasinkan menjadi faktor utama peningkatan

kanker lambung. Kandungan garam yang masuk kedalam lambung akan memperlambat

pengosongan lambung sehingga memfasilitasi konversi golongan nitrat menjadi

carcinogenic nitrosamines di dalam lambung. Gabungan kondisi terlambatnya

pengosongan asam lambung dan peningkatan komposisi nitrosamines didalam lambung

memberi kontribusi terbentuknya kanker lambung (Yarbro, 2005).

2. Infeksi H.pylori. H.pylori adalah bakteri penyebab lebih dari 90% ulkus duodenum dan

80% tukak lambung (Fuccio, 2007). Bakteri ini menempel di permukaan dalam tukak

lambung melalui interaksi antara membran bakteri lektin dan oligosakarida spesifik dari

glikoprotein membran sel-sel epitel lambung (Fuccio, 2009).

3. Sosioekonomi. Kondisi sosioekonomi yang rendah dilaporkan meningkatkan risiko

kanker lambung, namun tidak spesifik.

4. Mengonsumsi rokok dan alkohol. Pasien dengan konsumsi rokok lebih dari 30 batang

sehari dan dikombinasi dengan konsumsi alkohol kronik akan meningkat risiko kanker

lambung (Gonzales, 2003)

5. NSAIDs. Inflamasi polip lambung bisa terjadi pada pasien yang mengonsumsi NSAIDs

dalam jangkan waktu yang lama dan hal ini (polip lambung) dapat menjadi prekursor

kanker lambung. Kondisi polip lambung akan meningkatkan risiko kanker lambung

(Houghton, 2006).

6. Faktor genetik. Sekitar 10% pasien yang mengalami kanker lambung memiliki hubungan

genetik. Walaupun masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi adanya mutasi dari gen E-

cadherin terdeteksi pada 50% tipe kanker lambung. Adanya riwayat keluarga anemia

pernisosa dan polip adenomatus juga dihubungkan dengan kondisi genetik pada kanker

lambung (Bresciani, 2003)

7. Anemia pernisiosa. Kondisi ini merupakan penyakit kronis dengan kegagalan absorpsi

kobalamin (vitamin B12), disebabkan oleh kurangnya faktor intrinsik sekresi lambung.

Kombinasi anemia pernisiosa dengan infeksi H.pylori memberikan kontribusi penting

terbentuknya tumorigenesis pada dinding lambung (Santacrose, 2008).

2.1.3. Tanda dan Gejala

Tanda dan Gejala yang ditemui antara lain (Davey, 2005):

Anemia, perdarahan samar saluran pencernaan dan mengakibakandefisiensi Fe mungkin

merupakan keluhan utama karsinomagaster yang paling umum.

Penurunan berat badan, sering dijumpai dan menggambarkan penyakit metastasis lanjut.

Muntah, merupakan indikasi akan terjadinya (impending) obstruksi aliran keluar lambung.

Disfagia atau sulit menelan.

Nausea atau rasa ingin muntah.

Kelemahan.

Hematemesis atau muntah darah.

Regurgitasi.

Regurgitasi adalah keluarnya kembali sebagian susu/ cairan yang telah ditelan melalui mulut

dan tanpa paksaan, beberapa saat setelah minum susu/air.

Mudah kenyang.

Asites perut membesar.

Kram abdomen.

Darah yang nyata atau samar dalam tinja.

Pasien mengeluh rasa tidak enak pada perut terutama sehabis makan.

2.1.4. Patofisiologi

Sekitar 95% kanker lambung adalah jenis adenokarsinoma, dan 5%-nya bisa berupa limfoma,

leimiosarkoma, karsinoid, atau sarkoma. Menurut Fuccio, 2009, adenokarsinoma lambung terdiri

atas dua tipe, yaitu tipe intestinal (tipe struktur glandular) dan tipe difus (tipe infiltratif pada

dinding lambung).

Dengan adanya kanker lambung, lesi tersebut akan menginvasi muskularis propia dan akan

melakukan metastasis pada kelenjar getah bening regional. Lesi pada kanker lambung

memberikan berbagai macam keluhan yang timbul, gangguan dapat dirasakan pada pasien

biasanya jika sudah pada fase progresif, dimana berbagai kondisi akan muncul seperti dispepsia,

anoreksia, penurunan BB, nyeri abdomen, konstipasi, anemia, mual serta muntah. Kondisi ini

akan memberikan berbagai masalah keperawatan.

2.1.5 Klasifikasi

Early gastric cancer (tumor ganas lambung dini). Berdasarkan hasil pemeriksaan radiolog dapat

dibagi atas:

Merokok &

alkohol

Faktor

genetik

Konsumsi

OAINS

Kondisi

sosioekonomi

rendah

Infeksi Helicobacter

pylori

Konsumsi makanan yang

diasinkan, diasap, atau yang

diawetkan

Cacinogenic nitrosamines

didalam lambung

Polip

lambung

berulang

Anemia

pernisiosa

Limfoma

MALT

Kontak agen

karsinogenik

Perubahan metaplasia pada epitelium

dinding lambung

Mutasi gen

E-cadherin

Kanker lambung

Invasi jaringan dan efek

kompresi oleh tumor

Risiko tinggi injuri

Kompresi saraf lokal Disfagia

Anoreksia

Intervensi radiasi

dan kemoterapi

Respons

psikologi

Intervensi bedah

gastrektomi

Nyeri retrosternal

Nyeri

Asupan nutrisi

tidak adekuat

Aktual/risiko

ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan

Kecemasan

pemenuhan

informasi

preoperatif

Perubahan

intake nutrisi pascabedah

Luka pascabedah

Port de entrée

pascabedah

Risiko infeksi

Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan

nafas

Penurunan kemampuan batuk efektif

Kerusakan jaringan

lunak pascabedah

Respons

serabut lokal

1. Tipe I (pritrured type)

Tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas pada mukosa dan sub mukosa yang

berbentuk polipoid. Bentuknya ireguler permukaan tidak rata, perdarahan dengan atau

tanpa ulserasi.

2. Tipe II (superficial type)

Dapat dibagi atas 3 sub tipe.

a. Tipe II.a. (Elevated type)

Tampaknya sedikit elevasi mukosa lambung. Hampir seperti tipe I, terdapat sedikit

elevasi dan lebih meluas dan melebar.

b. Tipe II.b. (Flat type)

Tidak terlihat elevasi atau depresi pada mukosa dan hanya terlihat perubahan pada

warna mukosa.

c. Tipe II.c. (Depressed type)

Didapatkan permukaan yang iregular dan pinggir tidak rata (iregular) hiperemik /

perdarahan.

3. Tipe III. (Excavated type)

Menyerupai Bormann II (tumor ganas lanjut) dan sering disertai kombinasi seperti tipe II

c dan tipe III atau tipe III dan tipe II c, dan tipe II a dan tipe II c.

Advanced gastric cancer (tumor ganas lanjut). Menurut klasifikasi Bormann dapat dibagi

atas :

1. Bormann I.

Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut sebagai fungating dan

mukosa di sekitar tumor atropik dan iregular.

2. Bormann II

Merupakan Non Infiltrating Carsinomatous Ulcer dengan tepi ulkus serta mukosa

sekitarnya menonjol dan disertai nodular. Dasar ulkus terlihat nekrotik dengan warna

kecoklatan, keabuan dan merah kehitaman. Mukosa sekitar ulkus tampak sangat

hiperemik.

3. Bormann III.

Berupa infiltrating Carsinomatous type, tidak terlihat bats tegas pada dinding dan

infiltrasi difus pada seluruh mukosa.

4. Bormann IV

Berupa bentuk diffuse Infiltrating type, tidak terlihat batas tegas pada dinding dan

infiltrasi difus pada seluruh mukosa.

2.1.6 Manifestasi

Gejala awal dari kanker lambung sering tidak nyata karena kebanyakan tumor ini dikurvatura

kecil, yang hanya sedikit menyebabkan ganguan fungsi lambung. Beberapa penelitian telah

menunjukkan bahwa gejala awal seperti nyeri yang hilang dengan antasida dapat menyerupai

gejala pada pasien ulkus benigna. Gejala penyakit progresif dapat meliputi tidak dapat makan,

anoreksia, dyspepsia, penurunan BB, nyeri abdomen, konstipasi, anemia dan mual serta muntah

(Harnawati, 2008).

a. Bercak darah dalam tinja merupakan salah satu tanda-tanda menderita kanker perut Adanya

darah saat membagikan feses juga disebabkan oleh kondisi lain,. Tapi untuk kanker perut itu

adalah salah satu gejala yang paling indikatif. Juga, itu adalah gejala yang dihubungkan ke

beberapa jenis kanker. Ketika ada tumor hadir di perut, mungkin menyebabkan darah

mengalir keluar melalui tinja.

b. Penderitaan dari rasa sakit konstan dalam perut merupakan gejala dari kanker lambung. Hal ini

bisa apa saja dari rasa sakit ringan sampai nyeri kram parah. Jenis rasa sakit biasanya ada di

daerah atas perut.

c. Konstan dengan mual muntah, terutama setelah Anda makan adalah tanda kanker lambung.

mual mungkin gigih dan hadir untuk jangka waktu yang panjang. Hal ini pernah berhubungan

dengan demam atau sakit kepala. Jenis mual sering menunjukkan masalah kesehatan serius.

d. Kehilangan nafsu makan tanpa alasan adalah tanda lain yang cukup sering terlihat pada orang

yang menderita dari kanker terdiagnosis dalam lambung. Beberapa orang mungkin mengalami

kembung di daerah perut bahkan jika mereka tidak makan apa-apa. Kebiasaan usus dapat

berubah drastis.

Pada stadium awal kanker lambung, gejalanya tidak jelas dan sering tidak dihiraukan. Jika

gejalanya berkembang, bisa membantu menentukan dimana lokasi kanker lambung tersebut.

Sebagai contoh, perasaan penuh atau tidak nyaman setelah makan bisa menunjukkan adanya

kanker pada bagian bawah lambung.

Penurunan berat badan atau kelelahan biasanya disebabkan oleh kesulitan makan atau

ketidakmampuan menyerap beberapa vitamin dan mineral. Anemia bisa diakibatkan oleh

perdarahan bertahap yang tidak menyebabkan gejala lainnya. Kadang penderita juga bisa

mengalami muntah darah yang banyak (hematemesis) atau mengeluarkan tinja kehitaman

(melena).

Bila kanker lambung bertambah besar, mungkin akan teraba adanya massa pada dinding perut.

Pada stadium awal, tumor lambung yang kecil bisa menyebar (metastasis) ke tempat yang jauh.

Penyebaran tumor bisa menyebabkan pembesaran hati, sakit kuning (jaundice), pengumpulan

cairan di perut (asites) dan nodul kulit yang bersifat ganas. Penyebaran kanker juga bisa

menyebabkan pengeroposan tulang, sehingga terjadi patah tulang (Admin, 2010).

2.2. Kanker Esofagus

2.2.1. Defenisi Kanker Esofagus

Kanker esofagus adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus. Kanker esofagus pertama

kali dideskripsikan pada abad ke-19 dan pada tahun 1913 reseksi pertama sukses dilakukan oleh

Frank Torek. Pada tahun 1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di Amerika Serikat berhasil

melakukan pembedahan pertama dengan metode transtorak esofagotomi dengan rekonstruksi

(Fisichella, 2009).

Kemajuan dari ilmu medis dalam intervensi kanker esofagus melalui intervensi kemoterapi,

radioterapi, dan pembedahan memberikan dampak pada asuhan keperawatan yang diberikan

pada klien dengan kanker esofagus. Semakin lamanya prediksi usia bertahan hidup, adanya

intervensi medis memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien dan memberikan

implikasi pada perawat untuk memberikan intervensi yang sesuai dengan kondisi individu agar

permasalahannya dapat diturunkan dan dihilangkan.

2.2.2. Etiologi

Penyebab pasti kanker esofagus tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yamg dapat menjadi

predisposisi yang diperkirakan berperan dalam pathogenesis kanker. Predisposisi penyebab

kanker esofagus biasanya berhubungan dengan terpajannya mukosa esofagus dari agen

berbahaya atau stimulus toksik, yang kemudian menghasilkan terbentuknya dysplasia yang bisa

menjadi karsinoma.

Beberapa faktor juga dapat memberikan kontribusi terbentuknya karsinoma sel skuamosa, seperti

berikut ini :

1. Defisiensi vitamin dan mineral. Menurut beberapa studi kekurangan riboflavin pada ras

china memberikan kontribusi besar terbentuknya kanker esofagus (Doyle, 2006).

2. Pada faktor merokok sigaret dan penggunaan alcohol secara kronik merupakan faktor

penting yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kanker esofagus.

3. Infeksi papilomavirus pada manusia dan Helicobacter pylory disepakati menjadi faktor

yang memberi kontribusi peningkatan risiko kanker esofagus (Fisichella, 2009).

Penyakit refluks gastroesofageal menjadi faktor predisposisi utama terjadinya adenokarsinoma

pada esofagus. Faktor iritasi dari bahan refluks asam dan garam empedu didapatkan menjadi

penyebab. Sekitar 10 – 15 % pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopik mengalami

dysplasia yang menuju ke kondisi adenokarsinoma. Pasien dengan iritasi refluks

gastroesofageal sering berhubungan dengan penyakit Barret esofagus yang berisiko menjadi

keganasan (Thornton, 2009).

2.2.3 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala kanker esofagus antara lain:

Sulit menela

Hilang berat badan secara tiba-tiba

Nyeri pada dada

Lelah

2.2.4. Patofisiologi

Secara fisiologis jaringan esofagus oleh epitel nonkeratin skuamosa. Karsinoma sel skuamosa

yang maningkat dari epitel terjadi akibat stimulus iritasi kronik agen iritan. Alkohol, tembakau,

dan beberapa komponen nitrogen diidentifikasi sebagai karsinoma iritan (Fisichella, 2009).

Penggunaan alkohol dan tembakau secara prrinsip menjadi faktor risiko utama terbentuknya

karsinoma sel skuamosa. American Cancer Society mencatat bahwa kombinasi yang lama antara

minum alkohol dan tembakau akan meningkatkan pembentukan substansi faktor risiko yang

lebih tinggi. Nitrosamina dan komponen lain nitrosil di dalam acar (asinan), daging bakar, atau

makanan ikan yang diasinkan memberikan kontribusi peningkatan karsinoma sel skuamosa pada

esofagus (Thornton, 2009).

Pendapat lain menyebutkan adanya hubungan antara peningkatan kejadian karsinoma sel

skuamosa pada esofagus dengan konsumsi kronik air hangat (Smeltzer, 2002), konsumsi sirih,

asbestos, polusi udara, dan diet tinggi buah dan sayur-sayuran justru menjadi faktor protektif

untuk terjadinya karsinoma sel skuamosa (Fisichella, 2009).

Beberapa kondisi medis yang dipercaya meningkatkan karsinoma sel skuamosa seperti akalasia,

striktur, tumor kepala dan leher, penyakit plummer-vinson syndrome, serta terpajan dari radiasi.

Karsinoma sel skuamosa meningkat pada akalasia setelah periode 20 tahun kemudian. Hal ini

dipercaya akibat iritasi yang lama dari material lambung. Pada pasien striktur, akibat kondisi

kontak dengan cairan alkali akan meningkatkan sekitar 3 % karsinoma sel skuamosa setelah 20-

40 tahun. Tumor kepala dan leher di hubungkan dengan karsinoma sel skuamosa yang

disebabkan oleh faktor penggunaan alkohol dan tembakau penyakit plummer-vinson syndrome

akan mengalami disfagia, anemia defisiensi besi, dan web esofagus. Kondisi ini akan

meningkatkan insiden kejadian karsinoma sel skuamosa postkrikoid (Enzinger, 2003).

Adenokarsinoma esofagus sering terjadi pada bagian tengah dan bagian bawah esofagus.

Peningkatan abnormal mukosa esofageal sering dihubungkan dengan refluks gastroesofageal

kronik. Metaplasia pada stratifikasi normal epitelium skuamosa bagian distal akan terjadi dan

menghasilkan epitelium glandular yang berisi sel-sel goblet yang disebut epitel barret. Perubahan

genetik pada epitelium meningkatkan kondisi dysplasia dan secara progresif membentuk

adenokarsinoma pada esofagus (Papinemi, 2009).

Penyakit refluks gastroesofageal merupakan faktor penting terbentuknya epitel barret pada

pasien dengan penyakit refluks gastroesofageal., sekitar 10 % menghadirkan epitel barret dan

pada pasien dengan adanya epitel barret sekitar 1 % akan terbentuk adenokarsinoma esofagus.

Oleh karena itu diperlukan untuk dilakukan biopsi endoskopik untuk menurunkan risiko

keganasan pada esofagus (Fisichella, 2009).

Adanya kanker esofagus bisa menghasilkan metastasis ke jaringan sekitar akibat invasi jaringan

dan efek kompresi oleh tumor. Selain itu, komplikasi dapat timbul Karena terapi terhadap tumor.

Invasi oleh tumor sering terjadi ke struktur di sekitar medistinum. Invasi ke aorta mengakibatkan

perdarahan masif, innvasi ke perikardium terjadi tamponade jantung atau sindrom vena cava

superior, invasi ke serabut saraf menyebabkan suara serak atau disfagia, invasi ke saluran napas

mengakibatkan fistula trakeoesofageal dan esofagopulmonal, yang merupakan komplikasi serius

dan progresif mempercepat kematian. Sering terjadi obstruksi esofagus dan komplikasi yang

paling sering terjadi adalah pneumonia aspirasi yang pada gilirannya akan menyebabkan abses

paru dan empiema. Selain itu, juga dapat terjadi gagal napas yang disebabkan oleh obstruksi

mekanik atau perdarahan. Perdarahan yang terjadi pada tumornya sendiri dapat menyebabkan

anemia defisiensi besi sampai perdarahan akut masif. Pasien sering tampak malnutrisi, lemah,

emasiasi dan gangguan sistem imun yang kemudian akan menyulitkan terapi (Wang, 2008).

Adanya kanker esofagus baik karsinoma sel skuamosa atau adekarsinoma esofagus memberikan

berbagai macam keperawatan pada pasien.

Predisposisi stimulus iritasi kronik agen iritan

Alkohol, tembakau, dan beberapa komponen nitrogen

Kontak dengan agen karsinogenik iritan

Akalasia, striktur, tumor kepala

dan leher, penyakit sindrom

plummer-vinson dan terpajan

radiasi

Kanker esofagus

Karsinoma sel skuamukosa esofagus

Perubahan gentik pada epitelium

Displasia epitel barret

Adenokarsinoma esofagus

Perubahan genetik pada epitel skuamosa

Displagia Epitel berat

Kontak mukosa esofagus dengan asam

lambung dan garam empedu

Refluks gastroesofageal kronik

2.2.5 Klasifikasi

Jenis kanker esofagus antara lain:

Kanker esofagus dibagi berdasarkan jenis sel yang terlibat. Mengetahui jenis kanker esofagus

yang anda miliki membantu menentukan pilihan perawatan yang harus anda jalani. Jenis kanker

esofagus antara lain:

Adenicarcinoma. Adenocarcinoma dimulai dari sel kelenjar penghasil lendir di dalam

esofagus. Adenocarcinoma terjadi paling sering pada bagian bawah esofagus.

Squamous cell carcinoma. Kanker ini rata dan tipis di permukaan esofagus. Squamous cell

carcinoma sering terjadi di bagian tengah esofagus. Squamous cell carcinoma adalah kanker

esofagus yang umum di seluruh dunia.

Kerusakan jaringan lunak pascaoperasi

Invasi jaringan dan efek

kompresi oleh tumor

Risiko tinggi injuri

Intervensi bedah

transthoraksik

esophagectomy

Respons

psikologis

Kompresi saraf lokal Disfagia

Anoreksia

Intervensi radiasi

dan kemoterapi

Intake nutrisi tidak

adekuat Nyeri

Nyeri retrosternal

Perubahan

intake nutrisi Pascaoperasi

Preoperatif

Kecemasan

pemenuhan

informasi

Aktual/risiko ketidak

seimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan

Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas efektif Risiko infeksi

Port de entrée

pascaoperasi

Luka pascaoperasi

Respon serabut

lokal Penurunan kemampuan batuk efektif

Jenis langka lainnya. Kanker esofagus langka antara lain choriocarcinoma, lymphoma,

melanoma, sarcoma dan kanker sel kecil.

2.2.6 Manifestasi

Bila gejala terjadi yang berhubungan dengan kanker esofagus penyakit ini secara umum meluas.

Gejala termasuik disfagia, pada awalnya dengan makanan padat dan akhirnya edngan cairan;

perasaan ada massa ditenggorokan; nyeri saat menelan; nyeri substernal atau rasa penuh; dan

kemudian regurgutasi makanan yang tidak dicerna disertai bau nafas busuk dan cegukan

Pasien pada awalnya hanya makanan padat yng menyebabkan distres, tetapi dengan

berkembangnya penyakit dan obsrtuksi cairan tidak adapat masuk ke lambung. Regurgitasi

makanan dan saliva terjadi hemoragi dapt terjadi dan penurunan progresif berat badan dan

kekuatan terjdi sebagai akibat kelaparan. Gejala selanjutnya mencakup nyeri substernal,

cegukan, kesulitan bernfas dn bau nafas busuk

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Pada Kanker Lambung

3.1.1 Pengkajian

Pengkajian akan didapatkan sesuai stadium kanker lambung. Keluhan anoreksia terjadi pada

hampir semua pasien yang mengalami kanker lambung. Keluhan gastrointestinal yang lazim

biasanya adalah nyeri epigastrium, berat badan menurun dengan cepat, melena, dan anemia; pada

kondisi ini biasanya sudah ada metastasis dalam kelenjar getah bening, regional, paru, otak,

tulang, dan ovarium.

Pada pengkajian riwayat penyakit, penting diketahui adanya penyakit yang pernah diderita

seperti ulkus peptikum atau gastritis kronikyang disebabkan oleh infeksi H.pylori. Pengkajian

perilaku /kebiasaan yang mendukung peningkatan risiko penyakit ini, seperti konsumsi alkohol

dan tembakau kronis, konsumsi makanan yang diasinkan (seperti daging bakar atau ikan asin).

Perawat juga mengkaji terdapatnya penurunan berat badan selama ada riwayat penyakit tersebut.

Pengkajian psikososial biasanya didapatkan adanya kecemasan berat setelah pasien mendapat

informasi mengenai kondisi kenker lambung. Perawat juga mengkaji pengetahuan pasien tentang

program pengobatan kanker; meliputi radiasi, kemoterapi, dan pembedahan gastrektomi.

Pengkajian tersebut memberikan informasi untuk merencanakan tindakan yang sesuai dengan

kondisi pasien.

Walaupun pemeriksaan fisik tidak banyak membantu untuk menegakkan diagnosis, tetapi pada

pemeriksaan gastointestinal akan didapatkan adanya anoreksia, penurunan berat badan, dan

pasien terlihat kurus.

Pengkajian diagnostik yang diperlukan untuk kanker lambung adalah pemeriksaan radiografi,

endoskopi biopsi, sitologi, dan laboratorium klinik.

Pemeriksaan Radiografi

1. Dengan bubur barium, akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian besar kasus,

dimana akan terlihat tumor dengan permukaan yang erosif dan kasar pada bagian

lambung.

2. CT Scan. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai evaluasi praoperatif dan untuk melihat

stadium dengan sistem TNM dan penyebaran ekstra lambung, yang penting untuk

penentuan intervensi bedah radikal dan pemberian informasi prabedah pada pasien.

3. Endoskopi dan biopsi

Pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis karsinoma

lambung, terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan adenokarsinoma.

Paling tidak diperlukan beberapa tindakan biopsi, karena kemungkinan terjadi

penyebaran ke submukosa dan adanya kecenderungan tertutupnya karsinoma epidermal

oleh sel epitel skuamus yang normal.

Pengkajian Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis disesuaikan dengan penentuan stadium (staging) dan pengelompokan

stadium tumor. Intervensi yang lazim dilakukan adalah tindakan endoskopi, kemoterapi,

radioterapi, dan intervensi bedah.

Pada polip lambung jinak, diangkat dengan menggunakan endoskopi. Bila karsinoma ditemukan

di dalam lambung, pembedahan biasanya dilakukan untuk mencoba menyembuhkannya.

Sebagian besar atau semua lambung diangkat (gastrektomi) dan kelenjar getah bening di

dekatnya juga ikut diangkat. Bila karsinoma sudah menyebar keluar lambung, tujuan pengobatan

yang dilakuka adalah untuk mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.

Kemoterapi dan terapi penyinaran bisa meringankan gejala. Didapatkan hasil kemoterapi dan

terapi penyinaran pada limfoma lebih baik pada karsinoma. Beberapa pasien dengan tingkat

toleransi yang baik akan bertahan hidup lebih lama bahkan bisa sembuh total.

3.1.2 Diagnosa Keperawatan

1. Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi,

rencana pembedahan (gastrektomi), dan rencana perawatan rumah.

2. Risiko injuri b.d pascaprosedur bedah gastrektomi.

3. Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d kemampuan batuk menurun, nyeri

pasca bedah.

4. Aktual/risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake

makanan tidak adekuat.

5. Nyeri b.d iritasi mukosa esofagus, respon pembedahan.

6. Risiko tinggi infeksi b.d adanya port de entrée luka pascabedah.

7. Kecemasan b.d prognosis penyakit, salah interpretasi mengenai informasi, dan rencana

pembedahan.

3.1.3 Intervensi dan Rasional

Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan

(gastrektomi), dan rencana perawatan rumah

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam informasi kesehatan terpenuhi.

Kriteria evaluasi:

- Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.

- Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.

Intervensi Rasional

Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang prosedur

diagnostik, intervensi kemoterapi, radiasi, pembedahan

esofagus dan rencana perawatan rumah.

Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi

sosioekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan

yang sesuai dengan kondisi pasien, dengan mengetahui

tingkat pengetahuan pasien, perawat dapat lebih terarah

dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan

pengetahuan pasien secara efektif dan efisien.

Cari sumber yang meningkatkan penerimaan informasi. Keluarga terdekat pasien perlu dilibatkan dalam

pemenuhan informasi untuk menurunkan risiko

kesalahan interpretasi terhadap informasi yang

diberikan.

Jelaskan dan lakukan intervensi prosedur diagnostik

radiografi dengan barium.

Pemeriksaan radiografi dengan barium tidak

menyebabkan rasa sakit. Perawat menyiapkan informed

consent setelah pasien mendapatkan penjelasan.

Persiapan dan penjelasan yang rasional sesuai tingkat

individu akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas

pemeriksaan diagnostik.

Jelaskan dan lakukan intervensi pada pasien yang akan

dilakukan pemeriksaan diagnostik dan terapi endoskopi.

Sangat penting bagi pasien untuk mengetahui bahwa

pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk

mendiagnosis karsinoma esofagus terutama untuk

membedakan antara karsinoma epidermal dan

adenokarsinoma. Informasi ini dapat memberikan

pengetahuan bagi pasien dan akan meningkatkan tingkat

kooperatif pasien.

Jelaskan tentang terapi dengan prosedur kemoterapi. Pasien perlu mengetahui bahwa kemoterapi diberikan

sebagai pelengkap terapi bedah dan terapi radiasi.

Jelaskan tentang terapi radiasi. Pengetahuan tentang karsinoma lambung bersifat

radiosensitif. Pada kebanyakan pasien, radiasi eksternal

memberikan efek penyusutan tumor. Hal tersebut akan

menambah semangat pasien untuk melakukan terapi.

Jelaskan dan lakukan pemenuhan atau persiapan

pembedahan.

Diskusi jadwal pembedahan.

Diskusi lamanya proses pembedahan

Lakukan pendidikan kesehatan praoperatif

Pasien dan keluarga harus diberitahu waktu

dimulainya pembedahan. Apabila rumah sakit

mempunyai jadwal kamar operasi yang padat, lebih

baik pasien dan keluarga diberitahu tentang

banyaknya jadwal operasi yang telah ditetapkan

sebelum pasien.

Kurang bijaksana bila memberitahukan pasien dan

keluarganya tentang lamanya waktu operasi yang

akan dijalani. Penundaan yang tidak diantisipasi

dapat terjadi karena berbagai alasan. Apabila pasien

tidak kembali pada waktu yang diharapkan, keluarga

akan menjadi cemas. Anggota keluarga harus

menunggu dalam ruang tunggu bedah untuk

mendapat berita yang terbaru dari staf.

Manfaat dari instruksi praoperatif telah diketahui

sejak lama. Setiap pasien diajarkan sebagai seorang

Programkan penyuluhan yang didasarkan pada

kebutuhan individu, rencanakan dan

implementasikan pada waktu yang tepat.

individu dengan mempertimbangkan segala

keunikan, tingakt ansietas, kebutuhan, serta

harapan-harapannya terhadap prosedur bedah yang

akan dijalani.

Jika sesi penyuluhan dilakukan beberapa hari

sebelum pembedahan, pasien mungkin tidak ingat

tentang apa yang dikatakan perawat. Jika instruksi

diberikan terlalu dekat dengan waktu pembedahan,

pasien mungkin berkonsentrasi atau belajar karena

ansietas atau efek dari medikasi praanestesi.

Beritahu persiapan pembedahan.

Persiapan intestinal.

Persiapan kulit.

Pencukuran area operasi.

Persiapan istirahat dan tidur.

Persiapan administrasi dan informed consent.

Pembersihan dengan enema atau laktasif dapat

dilakukan pada malam hari sebelum operai dan

mungkin diulang jika tidak efektif. Tindakan ini

dilakukan untuk mencegah defekasi selama anestesi

atau untuk mencegah trauma yang tidak diinginkan

pada intestinal selama pembedahan abdomen.

Tujuan dari persiapan kulit saat praoperatif adalah

untuk mengurangi sumber bakteri tanpa mencedari

kulit.

Pencukuran area operasi dilakukan apabila protokol

lembaga atau ahli bedah yang mengharuskan

tindakan tersebut. Pasien diberitahukan tentang

prosedur mencukur, dibaringkan dalam posisi yang

nyaman dan tidak memajankan bagian yang tidak

perlu (Smeltzer, 2002).

Istirahat merupakan hal yang penting dalam proses

penyembuhan normal. Kecemasan karena rencana

prosedur pembedahan dapat mengganggu waktu

istirahat atau tidur pasien. Kondisi penyakit yang

membutuhkan tindakan pembedahan mungkin akan

menimbulkan rasa nyeri yang hebat sehingga

mengganggu istirahat.

Pasien sudah menyelesaikan administrasi dan

mengetahui mengenai biaya pembedahan. Pasien

sudah dapat penjelasan dan menandatangani

informed consent.

Ajarkan aktivitas pada postoperasi.

Latihan nafas diafragma.

Salah satu tujuan dari asuhan keperawatan

praoperatif adalah untuk mengajarkan pasien cara

untuk meningkatkan ventilasi paru dan ogsigenasi

darah setelah tindakan anestesi umum. Hal ini

dicapai dengan memeragakan pada pasien

bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas

lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan

bagaimana menghembuskan nafas dengan lambat.

Pasien diletakkan dalam posisi duduk untuk

ekspansi paru yang maksimal.

Tujuan peningkatan pergerakan tubuh secara hati-

hati pada pascaoperatif adalah untuk memperbaiki

sirkulasi, untuk mencegah stasis vena, dan untuk

menunjang fungsi pernafasanyang optimal.

Pasien ditunjukkan bagaimana cara mengganti dari

satu sisi kesisi lainnya dan cara untuk mengambil

posisi lateral. Posisi ini akan digunakan pada

pascaoperatif (bahkan sebelum pasien sadar) dan

dipertahankan setiap 2 jam.

Beritahu pasien dan keluarganya kapan pasien sudah

bisa dikunjungi.

Pasien akan mendapat manfaat bila mengetahui kapan

keluarganya dan temannya bisa berkunjung setelah

pembedahan.

Beri informasi tentang manajemen nyeri. Manajemen nyeri dilakukan untuk peningkatan kontrol

nyeri pada pasien.

Beritahu pasien dan keluarga dengan hati-hati, bahwa

pada fase awal pascabedah pasien akan mendapat

perawatan intensif

Perawat menjelaskan dengan hati-hati agar tidak terjadi

keputusan untuk membatalkan intervensi bedah. Perawat

memberika penekanan bahawa perawatan diruang

intensif merupakan intervensi untuk mempercepat

kesembuhan pasien.

Berikan informasi pada pasien yang akan menjalani

perawatan rumah, meliputi:

Hindari merokok.

Hindari aktivitas berat pascaoperasi.

Hindari minum kopi, the, coklat, minuman kola,

minuman beralkohol dan makanan yang sulit

dicerna.

Anjurkan pasien untuk minum setiap akan menelan

makanan.

Hindari makan 3 jam sebelum tidur

Anjurkan untuk semampunya untuk melakukan

manajemen nyeri nonfarmakologi pada saat nyeri

muncul

Pasien yang terbiasa merokok sebelum pembedahan,

kemungkinan akan mengulangi kebiasaan ini setelah

pulang kerumah. Penjelasan bahwa dampak dari

asap rokok akan memperlambat proses

penyembuhan mungkin akan dapat diterima oleh

pasien.

Aktivitas berat diperbolehkan setelah 12 minggu

tindakan pembedahan. Untuk aktivitas ringan,

pekerjaan rutin ringan, dan hubungan seksual dapat

dilakukan apabila pasien mampu dan dilakukan

secara hati-hati. Mengendarai sepeda motor atau

mobil dianjurkan setelah 3 minggu menjalani

perawatan dirumah.

Komponen ini dapat memperlambat pengosongan

lambung, memperberat peristaltik dan meningkatkan

iritasi pada gastrointestinal.

Konsistensi yang lunak pada makanan akan

mempermudah proses pencernaan oleh sistem

gastrointestinal.

Intervensi untuk mencegah terjadinya refluks.

Beberapa agen nyeri farmakologik biasanya

memberikan reaksi negatif pada gastrointestinal.

Berikan motivasi dan dukungan moral Intervensi untuk meningkatkan keinginan pasien dalam

pelaksanaan prosedur pengembalian fungsi, pascabedah

gastrektomi.

Risiko injuri b.d pascaprosedur bedah gastrektomi.

Tujuan: dalam waktu 2x24 jam pascaintervensi reaksi esofagus, pasien tidak mengalami injuri.

Kriteria evaluasi:

- TTV dalam batas normal.

- Kondisi kepatenan selang dada optimal.

- Tidak terjadi infeksi pada daerah insisi.

Intervensi Rasional

Lakukan perawatan diruang intensif. Untuk menurunkan risiko injuri dan memudahkan

intervensi pasien selama 48 jam diruang rawat.

Kaji faktor-faktor yang meningkatkan risiko injuri. Saat kondisi pascabedah, akan terdapat banyak drain

pada tubuh pasien. Keterampilan keperawatan kritis

diperlukan agar pengkajian tanda-tanda vital dapat

dilakukan secara sistematis.

Kaji status neurologi dan laporkan apabila terdapat

perubahan status neurologi.

Pengkajian status neurologi dilakukan pada setiap

pergantian staf. Setiap perubahan status neurologis

merupakan salah satu tanda terjadi komplikasi bedah.

Penurunan respon, perubahan pupil, gangguan atau

kelemahan yang bersifat satu sisi (unilateral), ketidak

mampuan dalam kontrol nyeri, atau perubahan

neurologis lainnya perlu dilaporkan pada tim medis

untuk mendapatkan intervensi selanjutnya.

Pertahankan status hemodinamik yang optimal.

Pantau kondisi status cairan sebelum memberikan

cairan kristaloid atau komponen darah.

Pantau pengeluaran urin rutin.

Evaluasi secara hati-hati dan dokumentasikan intake

dan output cairan.

Pasien akan mendapat cairan intervena sebagai

pemeliharaan status hemodinamik.

Pada periode immediate pascabedah, pemberian

cairan kristaloid atau komponen darah dilakukan

setelah pasien tidak mengalami overload cairan. Hal

ini perlu diperhatikan oleh perawat karena pada

tindakan gastrektomi, jaringan limfatik disekitarnya

juga dibersihkan. Hilangnya jaringan limfatik

memberikan predisposisi terjadinya edema

pulmonal karena berkurangnya drainase limfatik

pada sistem respirasi (Gregoire, 1998). Kondisi

malnutrisi dan kurang protein juga akan menambah

berat kondisi edema pulmonal.

Pasien pascaprosedur esofagektomi akan mengalami

transudasi cairan ke intertisial. Perawat memantau

produksi urine dalam kisaran 30ml/jam sebagai

batas dalam pemberian dehidrasi optimal.

Perawat mendokumentasikan jumlah urin dan waktu

pencatatan, serta memeriksa kepatenan saluran urin.

Monitor selang nasogastrik. Secara umum pasien pascabedah esofagektomi akan

terpasang selang nasogastrik. Perawat berusaha untuk

tidak mengubah posisi, mengangkat, memanipulasi, atau

mengirigasi selang kecuali memang diperlukan untuk

terapi. Hal ini untuk menurunkan risiko kerusakan

anastomosis. Perawat selalu memonitor selang

nasogastrik dari pengeluaran darah segar selama 12 jam

pascabedah yang menjadi pertanda kebocoran

anastomosis.

Monitor dan cegah terjadinya Gastrik Dumping

Syndrome.

Perawat memonitor adannya Gastrik Dumping

Syndrome yang ditandai dengan kondisi umum

melemah, pingsan, keluhan pusing, berkeringat banyak,

badan terasa tidak nyaman, diare tiba-tiba, palpitasi,

takikardi, dan gejala hipoglikemia. Manajemen

keperawatan pada Gastrik Dumping Syndrome

(Heitkemper, 2000) meliputi:

Berikan posisi duduk selama makan dan beringkan

pasien 30 menit setelah makan.

Kolaborasi pemberian antispasmodik.

Minum air putih 1 jam sebelum atau 1 jam setelah

makan.

Diet rendah kalori, tinggi protein, tinggi lemak dan

tinggi serat.

Beri makanan rutin dengan bolus kecil dan diulang

6-8 kali sehari.

Lakukan intervensi menurunkan injuri pada sistem

pernafasan.

Monitor adanya komplikasi pascagastrektomi pada

sistem pernafasan.

Monitor adanya tanda dan gejala ARDS

Risiko komplikasi pada sistem pernafasan

merupakan kondisi yang paling sering terjadi pada

pasien pascabedah gastrektomi. Ketidakmampuan

dalam pembersihan jalan nafas merupakan kondisi

yang paling sering menyebabkan atelaktasis,

pneumonia dan Acute Respiratory Distress

Syndrome (ARDS) (Osten, 2003)

Kondisi ARDS merupakan salah satu komplikasi

pascagastrektomi berhubungan dengan hilangnya

kelenjar limfatik dan transudasi cairan ke

interstisial. Meskipun mekanisme ARDS pada

gastrektomi belum dimengerti, tetapi respon dari

inflamasi sistemik dipercaya menjadi peran penting

tentang kondisi ini (Osten, 2003). Oleh karena

kondisi ARDS tidak bisa diprediksi, maka pada fase

awal pascagastrektomi perawat memantau

pemberian terapi oksigen secara optimal.

Monitor adanya komplikasi kebocoran anastomosis

pascabedah dan lakukan intervensi untuk mencegah atau

menurunkan kondisi tersebut.

Kebocoran merupakan salah satu komplikasi tersering

pada pascabedah gastrektomi. Tanda dan gejala yang

lazim didapatkan meliputi hipertermi (≥ 38,6 ᵒC), nyeri

inflamasi, takipnea, takikardi secara tiba-tiba,

hipoksemia, emfisema subkutan (Osten, 2003) dan

perubahan warna pada selang drainase. Apabila terdapat

tanda dan gejala ini, laporkan secepatnya ke tim medis

untuk intervensi selanjutnya.

Kolaborasi untuk pemberian antibiotik pascabedah. Antibiotik menurunkan risiko infeksi yang akan

menimbulkan reaksi inflamasi lokal dan dapat

memperlambat proses penyembuhan pascafunduplikasi

lambung.

Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d kemampuan batuk menurun, nyeri pascabedah.

Tujuan: dalam waktu 2x24 jam pascabedah gastrektomi, bersihan jalan nafas pasien tetap optimal.

Kriteria evaluasi:

- Jalan nafas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan nafas.

- Suara nafas normal, tidak ada bunyi nafas tambahan seperti stridor.

- Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan.

- RR dalam batas normal 12-20 x/menit.

Intervensi Rasional

Kaji dan monitor jalan nafas. Deteksi awal untuk interpretasi intervensi selanjutnya.

Salah satu cara untuk mengetahui apakah pasien

bernafas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak

tangan diatas hidung dan mulut pasien, untuk merasakan

hembusan nafas. Gerakan toraks dan diafragma tidak

selalu menandakan pasien bernafas.

Beri oksigen 3 liter/menit Pemberian oksigen dilakukan pada fase awal

pascabedah. Pemenuhan oksigen dapat membantu

meningkatkan PaO2 dicairan otak, yang akan

memengaruhi pengaturan pernafasan.

Instruksikan pasien untuk nafas dalam dan melakukan

betuk efektif.

Pada pasien pascabedah dengan tingkat toleransi yang

baik, pernafasan diafragma dapat meningkatkan

ekspansi paru. Berbagai tindakan dilakukan untuk

memperbesar ekspansi dada dan pertukaran gas. Sebagai

contoh, meminta pasien untuk menguap atau melakukan

inspirasi maksimal.

Batuk juga didorong untuk melonggarkan sumbatan

mukus. Bantu pasien mengatasi ketakutannya bahwa

ekskresi dari batuk dapat menyebabkan insisi bedah

akan terbuka.

Lakukan fisioterapi dada.

Tetapkan lokasi dari setiap segmen paru.

Jaga posisi pasien jangan sampai jatuh, gunakan

pagar pengaman yang ada pada sisi tempat tidur.

Lakukan diskusi dengan pasien tentang tehnik

penatalaksanakan, dan demonstrasikan langkah

demi langkah prosedur yang akan dilaksanakan.

Lakukan vibrasi dan perkusi.

Tujuan dari fisioterapi dada adalah memfasilitasi

bersihan jalan nafas dari sekret yang tidak dapat

dilakukan dengan batuk efektif, meningkatkan

pertukaran udara yang adekuat, menurunkan frekuensi

pernafasan serta meningkatkan ventilasi dan pertukaran

udara.

Perawat melakukan auskultasi agar dapat

menentukan area paru dengan bunyi dengan bunyi

nafas ronkhi, sebagai dasar untuk menentukan

pengaturan posisi.

Sebelum melakukanintervensi, perawat mengkaji

tingkat kemampuan dan kerjasama pasien. Apabila

tingkat toleransi dari pasien tidak optimal, perawat

bertugas menjaga dan mencegah trauma sekunder

dari intervensi seperti memasang pagar

pengamanan.

Apabila kemampuan toleransi pasien baik maka

penjelasan dan kerjasama pasien akan meningkatkan

efisiensi dan efektivan tindakan.

Pemberian vibrasi dan perkusi sesuai area

penumpukan sekret akan memobilisasi sekret dari

jalan nafas kecil kejalan nafas besar sehingga akan

mudah dibatukkan.

Lakukan nebulizer. Nebulizer dilakukan dengan cara menghirup larutan obat

yang telah diubah menjadi bentuk kabut atau uap.

Pengiriman obat melalui nebulizer kejalan nafas sangat

cepat, sehingga aksinya lebih cepat dalam mengencerkan

sekret pada jalan nafas. Kombinasi antara nebulizer dan

fisioterapi dada akan meningkatkan efektifitas evakuasi

sekret dari jalan nafas.

Medikasi nebulizer kontra indikasi pada keadaan dimana

suara nafas tidak ada atau berkurang, kecuali jika

medikasi nebulizer diberikan melalui endotrakeal tube

yang menggunakan tekanan positif.

Bersihkan sekret pada jalan nafas dan lakukan suction

apabila kemampuan mengevakuasi sekret tidak efektif.

Kesulitan bernafas dapat terjadi akibat sekresi lensdir

yang berlebihan. Mengganti posisi pasien dari satu sisi

kesisi lainnya memungkinkan cairan yang terkumpul

untuk keluar dari sisi mulut. Jika gigi pasien mengatup,

mulut dapat dibuka hati-hati secara manual dengan

spatel lidah yang dibungkus kassa.

Mukus yang menyumbat faring atau trakea dihisap

dengan ujung penghisap faringel atau kateter nasal yang

dimasukkan kedalam nasofaring atau orofaring.

Evaluasi dan monitor keberhasilan intervensi

pembersihan jalan nafas.

Apabila tingkat toleransi pasien tidak optimal, lakukan

kolaborasi dengan tim medis untuk segera dilakukan

terapi endoskopi atau pemasangan tamponade balon.

Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan tidak adekuat

Tujuan: setelah 3x24 jam pada pasien nonbedah dan setelah 7x24 jam pascabedah asupan nutrisi dapat

optimal dilaksanakan.

Kriteria evaluasi:

- Pasien dapat menunjukkan metode makanan yang tepat.

- Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi odinofagia berkurang, RR dalam batas normal 12-

20 x/menit.

- Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg.

Intervensi Rasional

Intervensi nonbedah:

Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan

mengunyah makanan dengan seksama.

Evaluasi adanya alergi makanan dari kontraindikasi

terhadap makanan.

Sajikan makanan dengan cara yang menarik.

Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa yang disukai

(sesuai indikasi).

Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang

berat badan secara periodik (sekali seminggu).

Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan

sesudah makan serta sebelum dan sesudah

intervensi/pemeriksaan peroral.

Agar makanan dapat lewat dengan mudah ke

lambung.

Beberapa pasien mungkin mengalami alergi

terhadap beberapa komponen makanan tertentu dan

beberapa penyakit lain, seperti diabetes melitus,

hipertensi dan lainnya memberikan manifestasi

terhadap persiapan komposisi makanan yang akan

diberikan.

Membantu merangsang nafsu makan.

Mempertimbangkan keinginan individu dapat

memperbaiki asupan nutrisi.

Berguna mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan

cairan.

Menurunkan rasa tidak enak karena adanya sisa

makanan dan bau obat yang dapat merangsang pusat

muntah.

Intervensi pascabedah:

Kaji kondisi dan toleransi gastrointestinal.

Lakukan perawatan mulut.

Parameter penting adalah dengan melakukan

auskultasi bising usus. Apabila didapatkan bising

usus artinya fungsi gastrointestinal sudah pulih

setelah anastesi umum.

Intervensi ini untuk menurunkan risiko infeksi oral.

Masukkan 10-20 ml cairan sodium klorida setiap sif

melalui selang nasogastrik.

Berikan nutrisi cair melalui selang nasogastrik atau

atas instruksi medis.

Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai jenis nutrisi

yang akan digunakan pasien.

Hindari makan 3 jam sebelum tidur.

Pembersihan ini selain untuk menjaga kepatenan

selang nasogastrik juga untuk meningkatkan

penyembuhan pada area pascagastrektomi.

Pemberian nutrisi cair dilakukan untuk memenuhi

asupan nutrisi melalui gastrointestinal. Pemberian

nutrisi melalui nasogastrikharus dikolaborasikan

dengan tim medis yang merawat pasien.

Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi

dan jenis makanan yang akan diberikan sesuai

dengan kebutuhan individu.

Intervensi untuk mencegah terjadinya refluks.

Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, respon pembedahan.

Tujuan: dalam waktu 7x24 jam pascabedah, nyeri berkurang atau teradaptasi.

Kriteria evaluasi:

- Secara subjektif menyatakan nyeri berkurang atau teradaptasi.

- Skala nyeri 0-1 (dari skala 0-4).

- TTV dalam batas normal, wajah terlihat rileks.

Intervensi Rasional

Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri

nonfarmakologi dan noninvasif.

Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan terapi

nonfarmakologi telah menunjukkan keefektifan dalam

mengurangi nyeri.

Lakukan manajemen nyeri.

Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST.

Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.

Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam pada saat nyeri

muncul.

Ajarkan tehnik distraksi pada saat nyeri.

Rawat pasien diruang intensif.

Lakukan manajemen sentuhan.

Pendekatan PQRST dapat serta komprehensif

menggali kondisi nyeri pasien. Apabila pasien

mengalami skala nyeri 3 (dari skala 0-4) ini

merupakan peringatan yang perlu diwaspadai karena

merupakan manifestasi klinik dari komplikasi

pascabedah esofagektomi.

Istirahat, secara fisiologis akan menurunkan

kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme basal.

Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan

menurunkan nyeri sekunder dari iskemia intestinal.

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan

stimulus internal.

Untuk mengontrol nyeri pasien harus dirawat

dirunag intensif. Lingkungan tenang akan

menurunkan stimulus nyeri eksternal. Pembatasan

pengunjung membantu meningkatkan kondisi

oksigen ruangan yang akan berkurang apabila

banyak pengunjung yang berada diruangan. Istirahat

akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan

perifer.

Manajemen sentuhan saat nyeri berupa sentuhan

dukungan psikologis dapat membantu menurunkan

nyeri.

Tingkatkan pengetahuan pasien mengenai sebab-sebab

nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan

berlangsung.

Pengetahuan akan membantu mengurangi nyeri dan

dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien

terhadap rencana terapi.

Tindakan kolaborasi:

Analgetik intravena

Analgetik diberikan untuk membantu menghambat

stimulus nyeri di korteks serebri sehingga nyeri dapat

berkurang.

Risiko tinggi infeksi b.d adanya port de entrée luka pascabedah

Tujuan: dalam waktu 12x24 jam terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak dan tidak terjadi infeksi.

Kriteria evaluasi:

- Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka.

- Leukosit dalam batas normal.

- TTV dalam batas normal.

Intervensi Rasional

Kaji jenis pembedahan, waktu pembedahan dan apakah

adanya instruksi khusus dari tim dokter bedah dalam

melakukan perawatan luka.

Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari

tujuan yang diharapkan.

Jaga kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering. Kondisi bersih dan kering akan menghindari

kontaminasi komensal yang akan menyebabkan respon

inflamasi lokal dan memperlambat proses penyembuhan

luka.

Lakukan perawatan luka.

Lakukan perawatan luka steril pada hari kedua

pascabedah dan diulang setiap dua hari sekali pada

luka abdomen.

Lakukan perawatan luka pada area sekitar drain.

Bersihkan luka dan drain dengan cairan antiseptik

jenis iodine providum dengan cara swabbing dari

arah dalam keluar.

Besihkan bekas sisa iodine providum dengan

alkohol 70% atau normal salin dengan cara

swabbing dari arah dalam keluar.

Tutup luka dengan kassa steril dan tutup seluruh

permukaan kassa dengan plester adhesif.

Perawatan luka sebaiknya tidak dilakukan setiap

hari, untuk mengurangi kontak dengan luka yang

steril, sehingga mencegah kontaminasi kuman pada

luka bedah.

Semua drain pascabedah gastrektomi merupakan

material yang menjadi jalan masuk kuman. Perawat

melakukan perawatan luka setiap hari atau

disesuaikan dengan kondisi pembalutan drain,

apabila kotor maka harus diganti.

Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati)

dan kuman sekitar luka dengan mengoptimalkan

kelebihan dari iodine providum sebagai antiseptik

dan dengan arah dari dalam keluarvdapat mencegah

kontaminasi kuman kejaringan lunak.

Antiseptik iodine providum mempunyai kelemahan

dalam menurukan proses epitelisasi jaringan

sehingga memperlambat pertumbuhan luka, maka

harus dibersihkan dengan alkohol atau normal salin.

Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari

kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan

dengan luka bedah.

Angkat drain pascabedah sesuai instruksi medis. Pengangkatan drain sesuai indikasi bertujuan untuk

menurunkan risiko infeksi.

Kolaborasi penggunaan antibiotik. Antibiotik injeksi diberikan selama 3 hari pascabedah,

kemudian dilanjutkan antibiotik oral sampai jahitan

dilepas. Perawat berperan mengkaji adanya reaksi dan

riwayat alergi serta memberikan antibiotik sesuai

instruksi dokter.

Kecemasan b.d prognosis penyakit, salah interpretasi mengenai informasi.

Tujuan: dalam waktu 1x 24 jam pasien secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.

Kriteria evaluasi:

- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.

- Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan perubahan koping yang

digunakan sesuai situasi yang dihadapi.

- Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar.

- Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.

Intervensi Rasional Monitor respon fisik seperti kelemahan, perubahan tanda vital,

atau gerakan yang berulang-ulang. Catat kesesuaian respon

verbal dan nonverbal selama kounikasi.

Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat

kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan

komunikasi verbal.

Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan

dan mengekspresikan rasa takutnya.

Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi,

kejelasan dari rasa takut dan mengurangi cemas yang

berlebihan.

Beri dukungan prabedah Hubungan emosional yang baik antara perawat dan

pasien akan mempengaruhi penerimaan pasien terhadap

tindakan pembedahan. Aktif mendengar semua

kekhawatiran dari keprihatinan pasien adalah bagian

penting dari evaluasi praoperatif

Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat. Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan,

menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi. Adanya

keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien akan

aktivitas pengalihan (misalnya membaca) akan

menurunkan perasaan terisolasi.

Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan

ansietasnya.

Pasien yang divonis mengalami kanker lambung

mempunyai tingkat penerimaan yang bervariasi. Dengan

pendekatan yang baik sesuai dengan toleransi individu,

maka ungkapan yang dikemukakan pasien dapat

menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang

tidak di ekspresikan

Kolaborasi:

Beri anticemas sesuai indikasi, contohnya Diazepam.

Cara reaksi dari pasien/keluarga. Berikan kesempatan

untuk mendiskusikan perasaannya/konsentrasinya, serta

harapan masa depan.

Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

Kecemasan dan respon anggota keluarga terhadap apa

yang terjadi, dapat disampaikan oleh pasien

3.2 Asuhan Keperawatan Pada Kanker Esofagus

3.2.1 Pengkajian

Pada pengkajian akan didapatkan sesuai stadium kanker esofagus. Keluhan disfagia terdapat

pada hampir semua pasien yang mengalami kanker esofagus. Pada keluhan disfagia berat,

apabila didapatkan pasien tidak bisa meneguk air minum, maka memberikan indikasi

pembesaran tumor telah menyumbat lumen esofagus.

Pada pengkajian riwayat penyakit, penting untuk diketahui adanya penyakit yang pernah diderita

seperti refluks gastroesofageal, akalasia, striktur esofagus, dan tumor pada kepala atau leher.

Pengkajian kebiasaan yang mendukung peningkatan risiko juga dilakukan, seperti penggunaan

alkohol dan tembakau kronis, konsumsi makanan yang diasinkan, daging bakar, atau ikan asin.

Selain itu, perawat juga mengkaji apakah selama ada riwayat penyakit tersebut juga disertai

adanya penurunan berat badan.

Pengkajian psikososial biasanya di dapatkan adanya kecemasan berat setelah mendapat

pemberitahuan tentang kondisi kanker esofagus. Pengkajian pengetahuan pasien tentang program

pengobatan kanker meliputi radiasi, kemoterapi, dan pembedahan reseksi esofagus, sehingga

dapat memberikan manifestasi untuk merencanakan tindakan yang sesuai dengan kondisi

individu.

Walaupun pada pemeriksaan fisik tidak banyak membantu untuk menegakkan diagnostik, tetapi

pada pemeriksaan gastrointestinal akan didapatkan adanya anoreksia, muntah, dan muntah darah

(dengan material seperti tumpukan kopi). Pada pemeriksaan feses didapatkan feses berwarna

gelap yang menandakan adanya perdarahan pada saluran gastrointestinal atas.

Pada pemeriksaan fisik lainnya didapatkan adanya penurunan berat badan dan pasien terlihat

kurus. Apabila invasi metastasis sudah mengenai trakeoesofageal, pada pasien akan didapatkan

adanya perubahan suara bicara yang menandakan telah terjadi invasi ke nervus laringeus

rekurens atau aspirasi kronik. Batuk kronik dapat terjadi karena aspirasi kronik atau fistula

trakeoesofageal yang pada gilirannya juga mengakibatkan batuk-batuk saat menelan. Komplikasi

pulmonal lainnya yang sering terjadi adalah pneumonia. Perdarahan pada tumor mengakibatkan

anemia defisiensi besi atau hematemesis dan melena. Pada pasien juga di dapatkan adanya nyeri

pada retrosternal yang tidak berkurang dengan melakukan istirahat. Pada beberapa kasus juga

didapatkan adanya gangguan pernapasan akibat aspirasi makanan yang belum dicerna atau invasi

trakeobronkial oleh tumor.

Pada pengkajian diagnostik untuk kanker esofagus yang diperlukan adalah pemeriksaan

radiografi, endoskopi biopsi, sitologi, dan laboratorium klinik.

1. Pemeriksaan Radiografi

a. Dengan bubur barium akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian besar kasus

dimana akan terlihat tumor dengan permukaan yang erosive dan kasar pada bagian

esofagus yang terkena. Bila terdapat penyempitan pada bagian distal oleh penyebaran

tumor ini dari daerah kardia lambung, hal ini harus dapat dibedakan dengan akalasia.

b. CT Scan untuk melihat derajat pembesaran tumor pada rongga toraks dan diperlukan

untuk mengetahui apakah terdapat metastasis pada hati.

2. Endoskopi dan Biopsi

Pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis karsinoma

esofagus, terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan adenokarsinoma.

Pada pemeriksaan tersebut di perlukan beberapa biopsi karena terjadi penyebaran ke

submukosa dan adanya kecenderungan tertutupnya karsinoma epidermal oleh sel epitel

skuamosa yang normal.

3. Sitologi

Pemeriksaan sitologik didapatkan dengan cara bilasan pada daerah tumor tersebut. Sel-sel

tumor juga diperoleh pada ujung esofagoskop ketika alat ini keluar setelah pemeriksaan

endoskopik.

4. Pemeriksaan tes faal hati dan ultrasonografi diperlukan untuk mengetahui apakah ada

metastasis pada hati.

2.2.5. Pengkajian Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis disesuaikan dengan penentuan stadium (staging) dan pengelompokan

stadium tumor. Penatalaksanaan yang lazim dilakukan adalah intervensi nonoperasi dan

intervensi operasi.

1. Intervensi nonoperasi.

a. Radiasi.

Karsinoma esofagus bersifat radiosensitif. Pada kebanyakan pasien, radiasi eksternal

memberikan efek penyusutan tumor. Komplikasi akibat efek radiasi sering berupa

striktura, fistula dan perdarahan, selain itu, terkadang juga dijumpai komplikasi

kardiopulmonal (Enzinger, 2003).

b. Kemoterapi.

Kemoterapi dapat diberikan sebagai pelengkap terapi operasi dan terpi radiasi.

Biasanya digunakan kemoterapi kombinasi sisplatin bersama paclitaxel da 5

fluorouracil dimana memberikan respon sempurna pada 37% pasien (Le prise, 1994).

c. Terapi laser (Nd:YAG laser)

Pemberian intervensi terapi laser (Nd:YAG laser) dapat membantu menurunkan

secara sementara kondisi disfagia pada 70% pasien kanker esofagus. Pelaksanaan

secara multipel yang dibagi pada beberapa sesi dapat meningkatkan kepatenan lumen

esofagus (Wang, 2008).

d. Photodynamic therapy (PDT).

PDT dilakukan pada pasien dengan keganasan jaringan displastik. Fotosintesis

mentransfer energi ke substrat kimia pada jaringan abnormal. Beberapa studi PDT

atau terapi laser dengan kombinasi penghambat asam jangka panjang (long term acid

inhibition) menghasilkan terapi endoskopi yang efektif pada displasia mukosa Barret

dan mengeleminasi mukosa Barret (Fisichella, 2009).

2. Intervensi bedah.

Esofagotomi dilakukan melalui insisi abdominal dan serviks melewati hiatus

esofagus/THE (transhiatal esophagectomy) atau dengan cara insisi abdominal dan toraks

kanan/TTE (transthoracic esophagectomy). Pada transhiatal esophagectomy rongga dada

tidak dibuka. Ahli bedah melukan manuver transhiatal dengan mengangkat esofagus

secara manual dari rongga toraks. Pada transthoracic esophagectomy bagian tengah dan

bawah esofgus diangkat melalui rongga toraks yang dibuka. Pembukaan abdomen

dilakukan agar dapat memobilisasi lambung untuk memudahkan reseksi (Mackenzie,

2004).

3.2.2 DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi,

rencana pembedahan esofagus, dan rencana perawatan rumah.

2. Risiko injuri b.d pascaprosedur bedah reseksi esofagus.

3. Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kemampuan batuk menurun, nyeri

pasca operasi.

4. Aktual/risiko tinggi ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

kurangnya intake makanan yang adekuat.

5. Nyeri b.d iritasi mukosa esofagus, respons pembedahan.

6. Risiko tinggi infeksi b.d adanya port de entree luka pasca bedah.

7. Kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterpretasi informasi, rencana pembedahan.

3.2.3 Intervensi dan Rasional

Pemenuhan informasi b.d. adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan

esofagus, dan rencana perawatan rumah

Intervensi Rasional

Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang prosedur

diagnostik, intervensi kemoterapi, radiasi, pembedahan

esofagus, dan rencana perawatan rumah.

Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial

ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan

yang sesuai dengan kondisi individu pasien. Dengan

mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat

lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai

dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif.

Cari sumber yang meningkatkan penerimaan informasi. Keluarga terdekat dengan pasien perlu dilibatkan dalam

pemenuhan informasi untuk menurunkan risiko

misinterpretasi terhadap informasi yang diberikan.

Jelaskan dan lakukan intervensi prosedur diagnostik

radiografi dengan barium ( dapat dilihat kembali

prosedur operasional keperawatan pasien pada

pemeriksaan foto abdomen dengan barium ).

Pemeriksaan radiografi dengan barium tidak

menyebabkan rasa sakit. Perawat mempersiapkan

informed consent setelah pasien mendapatkan

penjelasan. Persiapan dan penjelasan yang rasional

sesuai tingkat individu akan meningkatkan efisiensi dan

efektivitas pemeriksaan diagnostik.

Jelaskan dan lakukan intervensi pada pasien yang akan

dilakukan pemeriksaan diagnostik dan terapi secara

endoskopik ( prosedur intervensi keperawatan

diagnostik barium dari saluran gastrointestinal atas ).

Pasien sangat penting untuk mengetahui bahwa

pemeriksaan endoskopik dan biopsi sangat penting

untuk mendiagnosis karsinoma esofagus, terutama untuk

membedakan antara karsinoma epidermal dan

adenokarsinoma. Pengetahuan ini dapat memberikan

pengetahuan pasien dan akan meningkatkan tingkat

kooperatif dari pasien.

Jelaskan tentang terapi dengan kemoterapi. Pasien perlu mengetahui bahwa kemoterapi diberikan

sebagai pelengkap terapi operasi dan terapi radiasi.

Jelaskan tentang terapi radiasi. Pengetahuan tentang karsinoma esofagus bersifat

radiosensitif dan pada kebanyakan pasien, radiasi

eksternal memberikan efek penyusutan tumor sehingga

akan menambah semangat pada pasien untuk melakukan

terapi.

Jelaskan dan lakukan pemenuhan atau persiapan

pembedahan, meliputi :

Diskusikan jadwal pembedahan.

Pasien dan keluarga harus diberitahu waktu dimulainya

pembedahan. Apabila rumah sakit mempunyai jadwal

Diskusikan lamanya pembedahan.

Lakukan pendidikan kesehatan preoperatif.

Programkan instruksi yang didasarkan pada

kebutuhan individu direncanakan dan

diimplementasikan pada waktu yang tepat.

kamar operasi yang padat, lebih baik pasien dan

keluarga diberitahukan tentang banyaknya jadwal

operasi yang telah dditetapkan sebelum pasien.

Kurang bijaksana bila memberitahukan pasien dan

keluarganya tentang lamanya waktu operasi yang akan

dijalani. Penundaan yang tidak diantisipasi dapat terjadi

karena berbagai alasan. Apabila pasien tidak kembali

pada waktu yang diharapkan, keluarga akan menjadi

sangat cemas. Anggota keluarga harus menunggu dalam

ruang tunggu bedah untuk mendapat berita yang terbaru

dari staf.

Manfaat dari instruksi preoperatif telah dikenal sejak

lama. Setiap pasien diajarkan sebagai seorang individu,

dengan mempertimbangkan segala keunikan ansietas,

kebutuhan, dan harapan-harapannya.

Jika sesi penyuluhan dilakukan beberapa hari sebelum

pembedahan, pasien mungkin tidak ingat tentang apa

yang telah dikatakan. Jika instruksi diberikan terlalu

dekat dengan waktu pembedahan, pasien mungkin tidak

dapat berkonsentrasi atau belajar karena ansietas atau

efek dari medikasi praanestesi.

Beritahu persiapan pembedahan, meliputi :

Persiapan intestinal.

Persiapan kulit.

Pembersihan area operasi.

Pembersihan dengan enema atau laksatif mungkin

dilakukan pada malam sebelum operasi dan mungkin

diulang jika tidak efektif. Pembersihan ini bertujuan

mencegah defekasi selama anestesi atau untuk mencegah

trauma yang tidak diinginkan pada intestinal selama

pembedahan abdomen.

Tujuan dari persiapan kulit preoperatif adalah untuk

mengurangi sumber bakteri tanpa mencederai kulit. Bila

ada waktu seperti bedah elektif, pasien dapat

diinstruksikan untuk menggunakan sabun yang

mengandung deterjen-germisida untuk membersihkan

area kulit selama beberapa hari sebelum pembedahan

untuk mengurangi jumlah organisme kulit. Persiapan ini

dapat dilakukan dirumah sebelum pembedahan, pasien

harus mandi air hangat dan merelakskan, serta

menggunakan sabun iodine. Meskipun hal ini lebih

disukai dilakukan pada hari pembedahan, waktu yang

dijadwalkan untuk pembedahan dapat mengharuskan

bahwa hal tersebut dilakukan pada malam sebelumnya.

Tujuan menjadwalkan mandi pembersihan sedekat

mungkin dengan waktu pembedahan adalah untuk

mengurangi risiko kontaminasi kulit terhadap luka

bedah. Mencuci rambut sehari sebelum pembedahan

sangat disarankan kecuali kondisi pasien tidak

memungkinkan hal tersebut.

Amat disarankan agar kulit di dan sekitar lokasi operasi

tidak dicukur. Selama mencukur, kulit mungkin

mengalami cedera oleh silet dan menjadi pintu masuk

untuk bakteri. Jaringan yang cedera ini dapat bertindak

Pencukuran area operasi.

sebagai substrat untuk pertumbuhan bakteri. Selain itu,

makin jauh interval antara bercukur dan operasi, makin

tinggi angka infeksi luka pascaoperasi. Kulit yang

dibersihkan dengan baik, tetapi tidak dicukur sering,

jarang menyulitkan dibanding dengan kulit yang dicukur

( Mackenzie, 2004 ).

Pencukuran area operasi dilakukan apabila protokol

lembaga atau ahli bedah mengharuskan kulit untuk

dicukur, pasien diberitahukan tentang prosedur

mencukur, dibaringkan dalam posisi yang nyaman, dan

tidak memajan bagian yang tidak perlu ( smeltzer, 2002

)

Beritahu persiapan pembedahan, meliputi :

Persiapan istirahat dan tidur.

Persiapan rambut dan kosmetik.

Istirahat merupakan hal yang penting untuk

penyembuhan normal. Kecemasan tentang pembedahan

dapat dengan mudah mengganggu kemampuan untuk

istirahat atau tidur. Kondisi penyakit yang membutuhkan

tindakan pembedahan mungkin akan menimbulkan rasa

nyeri yang hebat sehingga mengganggu istirahat.

Perawat harus memberi lingkungan yang tenang dan

nyaman untuk pasien. Dokter sering memberi obat

hipnotik-sedatif atau antiansietas pada malam hari

sebelum pembedahan. Obat-obatan hipnotik-sedatif (

misal flurazepam [ dalmanel ] ) menyebabkan dan

mempercepat pasien tidur. Obat-obatan antiansietas (

misal alprazolam [ xanax ], diazepam [ valium ] )

bekerja pada korteks serebral dan sistem limbic untuk

menghilangkan ansietas ( Smeltzer, 2002 ).

Untuk menghindari cedera, perawat meminta pasien

melepas jepit rambutnya sebelum masuk ke ruang

operasi. Rambut palsu juga harus dilepas. Rambut

panjang dapat dikepang agar tetap pada tempatnya.

Pasien akan memakai tutup kepala sebelum memasuki

ruang operasi.

Selama dan setelah pembedahan ahli anestesi dan

perawat mengkaji kulit dan membrane mukosa untuk

menentukan kadar oksigenasi dan sirkulasi pasien. Oleh

karena itu, seluruh riasan muka (lipstik, bedak, pemerah

muka, dan cat kuku) harus dihilangkan untuk

memperlihatkan warna kulit dan kuku yang normal.

Pemeriksaan alat bantu ( protese ) dan perhiasan. Pasien harus melepas semua prostese, termasuk gigi

palsu lengkap atau sebagian, kaki palsu, dan lensa

kontak. Alat bantu dengar, bulu mata palsu, dan

kacamata juga harus dilepas. Apabila pasien memiliki

brace ( alat penopang ) atau bidai, perawat meminta

dokter untuk menentukan apakah alat-alat tersebut harus

dilepas atau tidak.

Pada banyak lembaga, perawat harus

mendokumentasikan daftar seluruh alat prostese atau

barang-barang pribadi termasuk perhiasan dan

menyimpannya sesuai dengan kebijakan lembaga.

Perawat juga boleh memberikan prostese dan perhiasan

pada anggota keluarga.

Persiapan administrasi dan informed consent. Pasien sudah menyelesaikan administrasi dan

mengetahui secara finansial biaya pembedahan. Pasien

sudah mendapat penjelasan dan menendatangani

informed consent.

Ajarkan aktivitas pada postoperasi, meliputi :

Latihan napas diafragma.

Latihan tungkai

Salah satu tujuan dari asuhan keperawatan preoperatif

adalah untuk mengajarkan pasien cara untuk

meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah

setelah anestesi umum. Hal ini dicapai dengan

memperagakan pada pasien bagaimana melakukan napas

dalam, napas lambat ( menahan inspirasi secara

maksimal ), dan bagaimana menghembuskan napas

dengan lambat. Pasien diletakkan dalam posisi duduk

untuk memberikan ekspansi paru yang maksimum ( J.M.

Matassarin Black, 1997 ).

Pernapasan diafragmatik, mengacu pada pendataran

kubah diafragma selama inspirasi dengan

mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan

dengan desakan udara masuk. Selama ekspirasi, otot-

otot abdomen berkontraksi.

Tujuan peningkatan pergerakan tubuh secara hati-hati

pada pascaoperasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi,

untuk mencegah stasis vena, dan untuk menunjang

fungsi pernapasan yang optimal.

Pasien ditunjukkan bagaimana cara untuk berbalik dari

satu sisi ke sisi lainnya dan cara untuk mengambil posisi

lateral. Posisi ini akan digunakan pada pascaoperasi

(bahkan sebelum pasien sadar) dan dipertahankan setiap

dua jam.

Sendi panggul ( sama dengan mengendarai sepeda

selama posisi berbaring miring ). Telapak kaki diputar

seperti membuat lingkaran sebesar mungkin

menggunakan ibu jari kaki. Siku dan bahu juga dilatih

ROM. Pada awalnya pasien akan dibantu dan diingatkan

untuk melakukan latihan ini, tetapi selanjutnya

dianjurkan untuk melakukan latihan secara mandiri.

Tonus otot dipertahankan sehingga ambulasi akan lebih

mudah dilakukan (Smeltzer, 2002).

Perawat diingatkan untuk tetap menggunakan mekanik

tubuh yang tepat dan menginstruksikan pasien untuk

melakukan hal yang sama. Ketika pasien dibaringkan

dalam posisi apa saja, tubuhnya dipertahankan dalam

kelurusan yang sesuai.

Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien sudah bisa

dikunjungi.

Pasien akan mendapat manfaat bila mengetahui kapan

keluarganya dan temannya bisa berkunjung setelah

pembedahan.

Beri informasi tentang manajemen nyeri keperawatan. Manajemen nyeri dilakukan untuk peningkatan kontrol

nyeri pada pasien.

Beritahu pasien dan keluarga dengan hati-hati dan pada

fase awal pascaoperasi pasien akan mendapatkan

perawatan intensif, serta akan terdapat banyak selang

yang ada di tubuh pasien.

Perawat menjelaskan dengan hati-hati agar tidak terjadi

keputusan untuk membatalkan intervensi bedah. Perawat

memberikan penekanan bahwa dengan dirawat di ruang

intensif dan kegunaan beberapa selang merupakan

intervensi untuk mempercepat kesembuhan pasien. Hal

ini selain meningkatkan kooperatif pasien juga akan

membuat pasien tidak terkejut setelah sadar

pascaanestesi dengan berbagai selang yang ada pada

tubuhnya pascaesofagektomi.

Berikan informasi pada pasien yang akan menjalani

perawatan rumah, meliputi :

Anjurkan pada pasien dan keluarga untuk beberapa

menit melihat kondisi insisi bedah baik adanya

kondisi infeksi-inflamasi atau adanya komplikasi

lain dan segera lapor dengan dokter tentang

kondisi abnormal yang didapatkan.

Hindari merokok

Anjurkan untuk membersihkan badan, tetapi tidak

disarankan melakukan mandi rendam atau shower.

Hindari aktivitas berat pascaoperasi.

Hindari minum kopi, the, coklat, minuman kola,

minuman beralkohol, dan makanan yang sulit

untuk dicerna.

Upaya ini dapat menurunkan risiko yang lebih

berbahaya.

Pasien yang sebelum pembedahan telah terbiasa

merokok, apabila telah pulang kerumah akan

mengulangi kebiasaan ini. Penjelasan bahwa dampak

dari asap rokok akan memperlambat proses

penyembuhan mungkin akan dapat diterima oleh pasien.

Merokok berperan dalam memperburuk kondisi penyakit

kanker esofagus melalui tiga cara, meliputi hal-hal

berikut :

1. Menghirup asap akan meningkatkan kadar karbon

monoksida (CO) darah. Hemoglobin, komponen

darah yang mengangkut oksigen, lebih mudah

terikat kepada karbon monoksida daripada oksigen.

Jadi oksigen yang disuplai ke jaringan esofagus

untuk proses penyembuhan menjadi sangat

berkurang.

2. Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan

katekolamin yang menyebabkan konstriksi arteri.

Keadaan ini menyebabkan aliran darah dan

oksigenasi jaringan menjadi terganggu.

3. Merokok meningkatkan adhesi trombosit,

mengakibatkan kemungkinan peningkatan

pembentukan trombus yang akan memperpanjang

proses penyembuhan akibat penurunan suplai darah

pada area lokal.

Seka badan pada pascaoperasi esofagektomi dapat

mengeliminasi kotoran dan jaringan debris pada kulit.

Mandi rendam dan shower pada fase wal dirumah akan

mengganggu kondisi luka pascaoperasi.

Aktivitas berat diperbolehkan 12 minggu setelah

pembedahan. Untuk aktivitas ringan, pekerjaan rutin

ringan, dan hubungan seksual dapat dilakukan apabila

pasien bisa dan dilakukan secara berhati-hati.

Mengendarai sepeda motor atau mobil dianjurkan 3

minggu setelah menjalani perawatan rumah (

Mackenzie, 2004 ).

Komponen ini dapat memperlama pengosongan

lambung, memperberat peristaltik, dan meningkatkan

iritasi pada gastrointestinal.

Pada fase awal pascaesofagektomi pasien dianjurkan

makan dengan konsistensi lunak dan dilakukan secara

rutin 6-8 kali sehari.

Anjurkan makan secara rutin 6-8 kali sehari.

Anjurkan untuk minum pada setiap akan menelan

makanan.

Hindari makan 3 jam sebelum tidur.

Anjurkan timbang berat badan sendiri.

Anjurkan untuk semampunya melakukan

manajemen nyeri nonfarmakologik pada saat nyeri

muncul.

Konsistensi yang lunak pada makanan akan

mempermudah pencernaan oleh gastrointestinal.

Intervensi untuk mencegah terjadinya refluks.

Monitor terhadap keberhasilan intake nutrisi. Apabila

terjadi penambahan berat badan yang signifikan lebih

dari 4,5 kg dalam dua minggu, lakukan konsultasi

dengan dokter yang merawat.

Beberapa agen nyeri farmakologik biasanya memberikan

reaksi negatif pada gastrointestinal.

Berikan motivasi dan dukungan moral. Intervensi untuk meningkatkan keinginan pasien dalam

pelaksanaan prosedur pengembalian fungsi pascabedah

esofagektomi.

Risiko injuri b.d. pascaprosedurreseksi esofagus

Intervensi Rasional

Lakukan perawatan di ruang intensif. Untuk menurunkan risiko injuri dan agar memudahkan

intervensi pasien selama 48 jam dirawat di ruang

intensif.

Kaji faktor-faktor yang meningkatkan risiko injuri. Pada saat pascaoperasi, pada pasien akan terdapat

banyak drain pada tubuh pasien. Keterampilan

keperawatan kritis diperlukan agar pengkajian vital

dapat sistematis dilakukan.

Kaji status neurologis dan laporkan apabila terdapat

perubahan status neurologis.

Pengkajian status neurologis dilakukan pada setiap

pergantian sif jaga. Setiap adanya perubahan status

neurologis merupakan salah satu tanda terjadi

komplikasi bedah. Penurunan responsivitas, perubahan

pupil, gangguan atau kelemahan yang bersifat satu sisi (

unilateral ), ketidakmampuan dalam kontrol nyeri atau

perubahan neurologis lainnya perlu dilaporkan pada tim

medis untuk mendapatkan intervensi selanjutnya.

Pertahankan status hemodinamik yang optimal.

Lakukan hidrasi awal pascaoperasi.

Pasien akan mendapat cairan intravena sebagai

pemeliharaan status hemodinamik.

Jenis cairan yang digunakan kombinasi dari NaCl 0,9 %

dan RL dengan jumlah 100-200 ml/jam dan dilakukan

pada 12-16 jam pertama setelah pembedahan (

Mackenzie, 2004 ). Cairan ini akan membantu

memelihara keadekuatan sirkulasi dari volume darah

sebagai proteksi pada organ vital dan mencegah kondisi

hipovolemia pascabedah (Sideranko, 1993).

Pantau kondisi status cairan sebelum memberikan

cairan kristaloid atau komponen darah.

Pada periode immediate pascaoperasi pemberian cairan

kristaloid atau komponen darah dilakukan setelah pasien

tidak mengalami kelebihan cairan. Hal ini perlu

diperhatikan perawat karena pada intervensi esofagotomi

juga dibersihkan jaringan limfatik mediatinum.

Hilangnya limfatik pada mediastinum memberikan

predisposisi terjadinya edema pulmonal Karena

berkurangnya drainase limfatik pada sistem respirasi

(Gregoire,1998). Kondisi malnutrisi dan kurang protein

juga akan menambah berat kondisi edema pulmonal.

Pantau pengeluaran urine rutin.

Evaluasi secara hati-hati dan dokumentasikan intake

dan output cairan.

Pasien pascaprosedur esofagektomi akan mengalami

transudasi cairan ke interstisial. Perawat memantau

produksi urine dalam kisaran 30 ml/jam sebagai batas

dalam pemberian rehidrasi optimal (Gregoire, 1998).

Perawat mendokumentasikan jumlah urine dan jam pada

saat pencatatan. Perawat memeriksa kepatenan jalan

urine pada tempatnya.

Monitor kondisi selang nasogastrik. Secara umum pasien pascaesofagektomi akan terpasang

selang nasogastrik. Perawat berusaha untuk tidak

mengubah posisi, mengangkat, memanipulasi, atau

mengirigasi selang kecuali memang diperlukan untuk

terapi. Hal ini untuk menurunkan risiko kerusakan

anastomosis. Perawat selalu memonitor pengeluaran dari

selang dan menjaga kepatenan selang.

Lakukan pencegahan thrombosis vena profunda. Respons thrombosis vena profunda secara patofisiologi

dimulai dengan adanya inflamasi ringan sampai berat di

vena yang terjadi dalam kaitannya dengan pembekuan

darah. Komplikasi dapat terjadi dari sejumlah penyebab,

termasuk cedera pada vena yang di sebabkan oleh strap

yang terlalu ketet atau penahan tungkai pada waktu

operasi, tekanan dari gulungan selimut dibawah lutut,

hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan atau

dehidrasi, atau yang lebih umum lagi adalah

melambatnya aliran darah dalam ekstremitas akibat

metabolisme melambat dan depresi sirkulasi setelah

pembedahan. Kemungkinan juga beberapa faktor ini

berinteraksi untuk menghasilkan thrombosis. Tungkai

kiri lebih sering terkena dibanding yang kanan.

Lakukan intervensi menurunkan injuri pada sistem

pernapasan, meliputi :

Monitor adanya komplikasi pasca-esofagektomi

pada sistem pernapasan.

Risiko komplikasi pada sistem pernapasan merupakan

suatu kondisi yang paling sering terjadi pada pasien

pascabedah esofagektomi. Ketidakmampuan dalam

melakukan pembersihan jalan napas merupakan kondisi

yang paling sering menyebabkan atelektasis, pneumonia,

dan ARDS (Makenzie, 2004). Intervensi lanjutan lihat

pada intervensi diagnosis ketidakefektifan bersihan jalan

napas.

Monitor kondisi selang dada dan area sekitar insisi

selang.

Pengeluaran material pascaesofagektomi normalnya

lebih dari 100-200 ml/jam pada hari pertama. Perawat

memeriksa kepatenan selang dada, melihat kondisi luka

dari adanya nyeri lokal, dan melalui respons peradangan

lokal. Perawat melakukan palpasi untuk mendeteksi

adanya emfisema subkutis yang merupakan salah satu

komplikasi sering terjadi pada pasien

pascaesofagektomi.

Monitor adanya tanda dan gejala ARDS. Kondisi ARDS merupakan salah satu komplikasi

pascaesofagektomi transhiatal yang berhubungan dengan

akibat hilangnya kelenjar limfatik dari mediastinum dan

transudasi cairan ke interstisial. Meskipun mekanisme

ARDS pada esofagektomi transhiatal belum dimengerti,

tetapi respons dari inflamasi sistemik dipercaya menjadi

peran penting tentang kondisi ini (Makenzie, 2004).

Oleh karena kondisi ARDS tidak bisa diprediksi, maka

pada fase awal pascaesofagektomi transhiatal perawat

menjaga kondisi pemberian terapi oksigen secara

optimal.

Monitor adanya komplikasi kebocoran anastomosis

esofageal pascabedah dan lakukan intervensi untuk

mencegah atau menurunkan kondisi tersebut.

Kondisi kebocoran merupakan salah satu komplikasi

yang tersering pada pascaoperasi esofagostomi. Tanda

dan gejala yang lazim didapatkan, meliputi: hipertermi

>38,6 derajat C, nyeri inflamasi,takipneu dan takikardia

secara tiba-tiba, hipoksemia, emfisema subkutan (Rentz,

2003), pengeluaran cairan dari luka bedah leher,

akumulasi cairan pada sekitar luka, dan perubahan

warna pada selang drainase. Apabila didapatkan adanya

tanda dan gejala ini secepatnya dilaporkan ke tim medis

untuk intervensi selanjutnya.

Intervensi untuk mencegah komplikasi ini adalah

sebagai berikut :

1. Tidak memberikan makanan terlalu awal.

2. Jaga secara ketat bahwa tidak ada intake oral

untuk sementara.

3. Lakukan manajemen nyeri.

Bantu menyangga sekitar luka pasien pada saat latihan

batuk efektif atau ajarkan menggunakan bantal apabila

pasien akan batuk.

Menurunkan tarikan pada kulit akibat peningkatan dari

intraabdomen sekunder dari batuk akan menurunkan

stimulus nyeri sehingga pasien mendapat dukungan serta

kepercayaan diri untuk melakukan pernapasan diafragma

karena pada kondisi klinik sebagian besar pasien

pascaoperasi takut untuk melakukan latihan pernapasan

diafragma dan batuk efektif.

Kolaborasi untuk pemberian antibiotik pascaoperasi. Antibiotic menurunkan risiko infeksi yang akan

menimbulkan reaksi inflamasi lokal dan dapat

memperlama proses penyembuhan pascafunduplikasi

lambung.

Aktual / risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk menurun, nyeri pascaoperasi

Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam pascabedah esofagektomi, bersihan jalan napas pasien tetap optimal.

Kriteria evaluasi :

- Jalan napas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan napas.

- Suara napas normal, tidak ada bunyi napas tambahan seperti stridor.

- Tidak ada penggunaan otot bantu napas.

- RR dalam batas normal 12-20 x/menit.

Intervensi Rasional

Kaji dan monitor jalan napas. Deteksi awal untuk interpretasi intervensi selanjutnya.

Salah satu cara untuk mengetahui apakah pasien

bernapas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak

tangan diatas hidung dan mulut pasien untuk merasakan

hembusan napas. Gerakan toraks dan diafragma tidak

selalu menandakan pasien bernapas.

Beri oksigen 3 liter / menit. Pemberian oksigen dilakukan pada fase awal

pascaoperasi. Pemenuhan oksigen dapat membantu

meningkatkan PaO2 di cairan otak yang akan

mempengaruhi pengaturan pernapasan.

Bersihkan sekresi pada jalan napas dan lakukan

suctioning apabila kemampuan mengevakuasi sekret

tidak efektif.

Kesulitan pernapasan dapat terjadi akibat sekresi lendir

yang berlebihan. Membalikkan pasien dari satu sisi ke

sisi lainnya memungkinkan cairan yang terkumpul untuk

keluar dari sisi mulut. Jika gigi pasien mengatup, mulut

dapat dibuka secara manual dengan spatel lidah yang

dibungkus kasa, tetapi hati-hati.

Mucus yang menyumbat faring atau trakea diisap

dengan ujung pengisap faringeal atau kateter nasal yang

dimasukkan ke dalam nasofaring atau orofaring.

Instruksikan pasien untuk pernapasan dalam dan

melakukan batuk efektif.

Pada pasien pascaoperasi dengan tingkat toleransi yang

baik maka pernapasan diafragma dapat meningkatkan

ekspansi paru. Untuk memperbesar ekspansi dada dan

pertukaran gas beragam tindakan adalah sebagai berikut.

Sebagai contoh meminta pasien untuk menguap atau

dengan melakukan inspirasi maksimal.

Batuk juga didorong untuk melonggarkan sumbatan

mukus. Bantu pasien mengatasi ketakutannya bahwa

ekskresi dari batuk dapat menyebabkan insisi bedah

akan terbuka.

Lakukan fisioterapi dada, meliputi :

Tetapkan lokasi dari setiap segmen paru-paru.

Jaga posisi pasien jangan sampai jatuh, gunakan

pagar pengaman yang ada pada sisi tempat tidur.

Tujuan dari fisioterapi dada adalah memfasilitasi

pembersihan jalan napas dari sekresi yang tidak dapat

dilakukan dengan batuk efektif, meningkatkan

pertukaran udara yang adekuat, menurunkan frekuensi

pernapasan, dan meningkatkan ventilasi dan pertukaran

udara.

Perawat melakukan auskultasi agar dapat menentukan

area paru dengan bunyi napas ronkhi sebagai dasar

untuk menentukan pengaturan posisi.

Sebelum melakukan intervensi perawat mengkaji tingkat

kemampuan dan kooperatif pasien. Apabila tingkat

toleransi dari pasien tidak optimal, perawat menjaga dan

mencegah trauma sekunder dari intervensi seperti

memasang pagar pengaman.

Lakukan diskusi dengan pasien tentang teknik

penatalaksanaan dan demonstrasikan langkah demi

langkah prosedur yang akan dilaksanakan.

Lakukan vibrasi dan perkusi.

Apabila kemampuan toleransi pasien baik, maka

penjelasan dan kooperatif pasien akan meningkatkan

efisiensi dan efektivitas tindakan.

Pemberian perkusi dan vibrasi sesuai area penumpukan

sekret akan memobilisasi sekret dari jalan napas kecil ke

jalan napas besar sehingga akan mudah dibatukkan.

Lakukan nebulizer. Nebulizer digunakan dengan cara menghirup larutan

obat yang telah diubah menjadi bentuk kabut.

Pengiriman obat melalui nebulizer ke jalan napas sangat

cepat sehingga aksinya lebih cepat dalam mengencerkan

sekresi sekret pada jalan napas. Dengan kombinasi

antara nebulizer dan fisioterapi dada akan meningkatkan

evakuasi sekret dari jalan napas. Medikasi nebulizer

kontraindikasi pada keadaan dimana suara napas tidak

ada atau berkurang kecuali jika medikasi nebulizer

diberikan melalui tuba endotrakeal tube yang

menggunakan tekanan positif.

Evaluasi dan monitor keberhasilan intervensi

pembersihan jalan napas.

Apabila tingkat toleransi pasien tidak optimal, maka

lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk segera

dilakukan terapi endoskopi atau pemasangan tamponade

balon.

Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat

Intervensi Rasional

Intervensi nonoperasi :

Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan

mengunyah makanan dengan seksama.

Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi

makanan.

Sajikan makanan dengan cara yang menarik.

Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa yang disukai

pasien ( sesuai indikasi ).

Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang

berat badan secara periodik (sekali seminggu).

Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan

sesudah makan, serta sebelum dan sesudah

intervensi / pemeriksaan peroral.

Makanan dapat lewat dengan mudah ke lambung.

Beberapa pasien mungkin mengalami alergi terhadap

beberapa penyakit lain, seperti diabetes melitus,

hipertensi, gout, dan lainnya sehingga memberikan

manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan yang

akan diberikan.

Membantu merangsang nafsu makan.

Memperhitungkan keinginan individu dapat

memperbaiki intake nutrisi.

Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan

dukungan cairan.

Menurunkan rasa tidak enak Karena sisa makanan juga

bau obat yang dapat merangsang pusat muntah.

Intervensi pascabedah

Kaji kondisi dan toleransi gastrointestinal pasca-

esofagektomi.

Lakukan perawatan mulut.

Masukkan 10-20 ml cairan sodium klorida setiap sif

jaga melalui selang nasogastrik.

Berikan nutrisi cair melalui selang nasogastrik pada

hari kedua atau ketiga pascabedah atau atas pesanan

dari medis.

Setelah esofagektomi pasien tidak boleh mendapat

asupan apapun dari mulut dalam waktu 7 x 24 jam untuk

menghindari kebocoran pada anastomosis atau formasi

fistula. Pasien akan memakai selang nasogastrik yang

terpasang pada alat penghisap berkelanjutan dengan

tekanan rendah ( low-level continuous or intermittent

suction ). Obat-obatan oral akan dihancurkan dan

dimasukkan melalui selang nasogastrik dan tidak boleh

ditelan.

Intervensi ini untuk menurunkan risiko infeksi oral.

Pembersihan ini selain untuk menjaga kepatenan selang

nasogastrik juga untuk meningkatkan penyembuhan

pada area pasca-esofagektomi.

Pemberian nutrisi cair dilakukan untuk memenuhi intake

nutrisi melalui gastrointestinal. Penentuan hari harus

dikolaborasikan dengan tim medis yang merawat pasien

karena tim medis mengetahui bagaimana kondisi

jaringan pada saat dilakukan intervensi esofagektomi.

Kolaborasi untuk pemeriksaan fluroskopi menelan

setelah hari ketujuh.

Bila kebocoran tidak terjadi, maka berikan nutrisi

oral.

Kolaborasi dengan ahli gizi jenis nutrisi yang akan

digunakan pasien.

Hindari makan 3 jam sebelum tidur.

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi

kemampuan jaringan pascabedah.

Pada fase awal pemberian nutrisi oral pasien dianjurkan

makan 6-8 bolus kecil makanan setiap hari karena bolus

makanan tidak bisa ditoleransi gastrointestinal. Pasien

juga dihindari dari komponen makanan yang terlalu

hangat atau terlalu dingin ( Makenzie, 2004 ).

Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan

jenis makanan yang akan diberikan sesuai dengan

kebutuhan individu.

Intervensi untuk mencegah terjadinya refluks.

Nyeri b.d. iritasi mukosa esofagus, respons pembedahan

Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam pascabedah, nyeri berkurang atau teradaptasi.

kriteria evaluasi :

- Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi.

- Skala nyeri 0-1 (0-4).

- TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.

Intervensi Rasional

Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri

nonfarmakologi dan noninvasif.

Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan

nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan

dalam mengurangi nyeri.

Lakukan manajemen nyeri keperawatan, meliputi :

Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST.

Manajemen nyeri merupakan kunci dari penatalaksanaan

pasien pascaoperasi. Keadekuatan kontrol nyeri

pascaoperasi esofagektomi merupakan unsur yang paling

penting dalam menurunkan mortalitas dan morbiditas

(Makenzie, 2004). Tsui (1997) melaporkan dengan

keadekuatan kontrol nyeri akan menurunkan risiko

gangguan kardiovaskular, mempercepat hari rawat, dan

menurunkan tingkat kematian pasca-esofagektomi

transtorakal. Penelitian ini memberikan arti penting pada

perawat yang melakukan manajemen nyeri keperawatan

agar kondisi nyeri yang dilaporkan pasien tidak

disepelekan dan harus dilakukan intervensi sesuai

dengan tingkat toleransi individu.

Pendekatan PQRST dapat secara komprehensif menggali

kondisi nyeri pasien. Apabila pasien mengalami skala

nyeri 3 ( 0-4 ), hal ini merupakan peringatan yang perlu

perawat waspadai karena memberikan manifestasi klinik

yang bervariasi dari komplikasi pascaoperasi

esofagektomi.

Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan

oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.

Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada

saat nyeri muncul.

Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.

Merawat pasien diruang intensif.

Lakukan manajemen sentuhan.

metabolisme basal.

Meningkatkan intake oksigen sehingga akan

menurunkan nyeri sekunder dari iskemia intestinal.

Distraksi ( pengalihan perhatian ) dapat menurunkan

stimulus internal.

Untuk mengontrol nyeri, pasien harus dirawat diruang

intensif, lingkungan tenang akan menurunkan stimulus

nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan

membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang

akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada

diruangan istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen

jaringan perifer.

Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan

dukungan psikologis dapat membantu menurunkan

nyeri.

Meningkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab dan

menghubungkan beberapa lama nyeri akan berlangsung.

Pengetahuan yang akan dirasakan membantu

mengurangi nyerinya dan dapat membantu

mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana

terapeutik.

Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian:

Analgesik via intravena.

Analgesik diberikan untuk membantu menghambat

stimulus nyeri ke pusat persepsi nyeri di korteks serebri

sehingga nyeri dapat berkurang.

Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entree dari luka pembedahan

Tujuan : dalam waktu 12 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.

Kriteria evaluasi :

Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka

pembedahan, leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal.

Intervensi Rasional

Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, dan apakah

adanya order khusus dari tim dokter bedah dalam

melakukan perawatan luka.

Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dan

tujuan yang diharapkan.

Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering. Kondisi bersih dan kering akan menghindari

kontaminasi komensal dan akan menyebabkan respons

inflamasi lokal dan akan memperlama penyembuhan

luka.

Lakukan perawatan luka :

Lakukan perawatan luka steril pada hari kedua

pascaoperasi dan diulang setiap 2 hari sekali pada

luka abdomen atau toraks.

Lakukan perawatan luka pada leher 2-3 kali sehari

atau sesuai pesanan medis.

Lakukan perawatan luka pada sekitar drain.

Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk

menurunkan kontak tindakan dengan luka yang dalam

kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke

luka bedah.

Insisi pada leher yang basah akan dilakukan perawatan

luka kering 2-3 kali sehari dengan tujuan untuk

mendeteksi kebocoran dari anastomosis

pascaesofagektomi.

Semua drain pascaoperasi esofagektomi merupakan

Bersihkan luka dan drainase dengan cairan

antiseptik jenis iodine providum dengan cara

swabbing dari arah dalam ke luar.

Bersihkan bekas sisa iodine providum dengan

alkohol 70 % atau normal salin dengan cara

swabbing dari arah dalam ke luar.

Tutup luka dengan kasa steril dan tutup dengan

plester adhesif yang menyeluruh menutupi kasa.

material yang menjadi jalan masuk kuman. Perawat

melakukan perawatan luka setiap hari atau disesuaikan

dengan kondisi pembalut drain, apabila kotor maka

harus diganti.

Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan

kulit sekitar luka dengan mengoptimalkan kelebihan dari

iodine providum sebagai antiseptik dan dengan arah dari

dalam ke luar dapat mencegah kontaminasi kuman ke

jaringan luka.

Antiseptik iodine providum mempunyai kelemahan

dalam menurunkan proses epitelisasi jaringan sehingga

memperlambat pertumbuhan luka, maka harus

dibersihkan dengan alkohol atau normal salin.

Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari

kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan

dengan luka bedah.

Angkat drainase pascabedah sesuai pesanan medis. Pelepasan sesuai indikasi bertujuan untuk menurunkan

risiko infeksi.

Kolaborasi penggunaan antibiotik. Antibiotik injeksi diberikan selama tiga hari

pascaoperasi yang kemudian dilanjutkan antibiotik oral

sampai jahitan dilepas. Peran perawat mengkaji adanya

reaksi dan riwayat alergi antibiotik, serta memberikan

antibiotik sesuai pesanan dokter.

Kecemasan b.d. prognosis penyakit, misinterpretasi informasi

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam pasien secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.

Kriteria :

- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.

- Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan perubahan koping

yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.

- Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar, pasien dapat rileks dan

tidur/istirahat dengan baik.

Intervensi Rasional

Monitor respons fisik, seperti kelemahan, perubahan

tanda vital, dan gerakan yang berulang-ulang. Catat

kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama

komunikasi.

Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat

kesadaran/ konsentrasi, khususnya ketika melakukan

komunikasi verbal.

Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan

dan mengekspresikan rasa takutnya.

Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi,

kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang

berlebihan.

Beri dukungan praoperasi Hubungan emosional yang baik antara perawat dan

pasien akan memengaruhi penerimaan pasien dengan

operasi. Aktif mendengar semua kekhawatiran pasien

adalah bagian penting dari evaluasi preoperatif.

Keterbukaan mengenai tindakan operasi yang akan

dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan atau kejadian

pascaoperatif yang diharapkan akan menghilangkan

banyak ketakutan tak berdasar terhadap anestesi. Bagi

sebagian besar pasien, operasi adalah suatu peristiwa

hidup yang bermakna. Kemampuan perawat dan dokter

untuk memandang pasien dan keluarganya sebagai

manusia yang layak untuk didengarkan dan dimintai

pendapat, ikut menentukan hasil pembedahan. Egbert

dkk. (1963, dikutip Gruendemann, 2006)

memperlihatkan bahwa kecemasan pasien yang

dikunjungi dan dimintai pendapat sebelum dioperasi

akan berkurang saat tiba di kamar operasi dibandingkan

mereka yang hanya sekedar diberi pramedikasi dengan

fenobarbital. Kelompok yang mendapat pramedikasi

melaporkan rasa mengantuk, tetapi tetap merasa cemas.

Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat. Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, serta

menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya

keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien melayani

aktivitas dan pengalihan (misal membaca) akan

menurunkan perasaan terisolasi.

Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan

ansietasnya.

Pasien yang divonis mengalami kanker esofagus

mempunyai tingkat penerimaan yang bervariasi. Dengan

pendekatan yang baik sesuai dengan toleransi individu,

maka ungkapan yang dikemukakan pasien dapat

menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang

tidak diekspresikan.

Kolaborasi : berikan anticemas sesuai indikasi

contohnya diazepam.

Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

Catat reaksi dari pasien/ keluarga. Berikan kesempatan

untuk mendiskusikan perasaannya / konsentrasinya, dan

harapan masa depan.

Anggota keluarga dengan responsnya pada apa yang

terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada

pasien.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan dan Saran

4.1.1 Kesimpulan

4.1.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA