22
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak antara satu atau lebih yang bertindak sebagai prinsipal (yaitu pemegang saham) yang menunjuk orang lain sebagai agen (yaitu manajer) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan prinsipal termasuk mendelegasikan kekuasaan dalam pembuatan keputusan. Entitas di Indonesia terdiri dari dua sektor, yaitu entitas sektor publik dan non publik/swasta. Anggaran sektor publik berhubungan dengan proses penentuan jumlah dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter yang menggunakan dana masyarakat, serta bersifat terbuka untuk publik. Sedangkan anggaran pada sektor swasta bersifat tertutup untuk publik. Meskipun berbeda, kedua sektor memiliki kesamaan dalam hal pihak-pihak yang mengelola entitas tersebut yaitu prinsipal dan agen. Eisenhard (1989) dalam Sandrya (2012), menyatakan ada tiga asumsi mengenai teori keagenan yaitu : 1) asumsi tentang sifat manusia, yaitu sifat manusia yang mengutamakan kepentingan sendiri (self interest), keterbatasan rasionalitas atau daya pikir terhadap persepsi masa depan (bounded rationality), dan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi yang terjadi antara prinsipal dan agen; dan 3) asumsi tentang informasi, adalah 9

9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Keagenan

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai

sebuah kontrak antara satu atau lebih yang bertindak sebagai prinsipal (yaitu

pemegang saham) yang menunjuk orang lain sebagai agen (yaitu manajer)

untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan prinsipal termasuk

mendelegasikan kekuasaan dalam pembuatan keputusan.

Entitas di Indonesia terdiri dari dua sektor, yaitu entitas sektor publik dan

non publik/swasta. Anggaran sektor publik berhubungan dengan proses

penentuan jumlah dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan

moneter yang menggunakan dana masyarakat, serta bersifat terbuka untuk

publik. Sedangkan anggaran pada sektor swasta bersifat tertutup untuk publik.

Meskipun berbeda, kedua sektor memiliki kesamaan dalam hal pihak-pihak yang

mengelola entitas tersebut yaitu prinsipal dan agen.

Eisenhard (1989) dalam Sandrya (2012), menyatakan ada tiga asumsi

mengenai teori keagenan yaitu : 1) asumsi tentang sifat manusia, yaitu sifat

manusia yang mengutamakan kepentingan sendiri (self interest), keterbatasan

rasionalitas atau daya pikir terhadap persepsi masa depan (bounded rationality),

dan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian,

adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi yang

terjadi antara prinsipal dan agen; dan 3) asumsi tentang informasi, adalah

9

Page 2: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

10

informasi dianggap sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan.

Berdasarkan ketiga asumsi tersebut manusia akan bertindak opportunistik, yaitu

mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan organisasi. Agen akan

termotivasi untuk meningkatkan kompensasi dan jenjang karir di masa

mendatang, sedangkan prinsipal termotivasi untuk meningkatkan utilitas dan

profitabilitasnya. Konflik kepentingan antara agen dan prinsipal akan terus

meningkat, karena prinsipal tidak dapat memonitor kegiatan agen setiap hari.

Sebaliknya, agen memiliki lebih banyak informasi penting mengenai kapasitas

diri, lingkungan kerja dan organisasinya secara keseluruhan. Hal inilah yang

menimbulkan asimetri informasi yaitu ketidakseimbangan informasi antara

prinsipal dan agen.

Teori keagenan juga menyatakan bahwa entitas merupakan urat nadi dari

hubungan-hubungan keagenan dan mencoba untuk memahami perilaku

organisasi dengan menguji bagaimana pihak-pihak dalam hubungan keagenan

tersebut memaksimumkan utilitas melalui kerjasama. Latuheru (2005)

menyatakan jika bawahan (agent) yang berpartisipasi dalam proses penyusunan

anggaran mempunyai informasi khusus tentang kondisi lokal, akan

memungkinkan bawahan memberikan informasi yang dimilikinya untuk

membantu kepentingan perusahaan. Namun sering keinginan atasan tidak sama

dengan bawahan sehingga menimbulkan konflik diantara mereka. Hal ini dapat

terjadi dalam melakukan kebijakan pemberian rewards organisasi kepada

bawahan didasarkan pada pencapaian anggaran. Bawahan cenderung

memberikan informasi yang bias agar anggaran mudah dicapai dan mendapatkan

Page 3: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

11

rewards berdasarkan pencapaian anggaran tersebut. Kondisi ini akan

menyebabkan terjadinya senjangan anggaran.

2.2 Pendekatan Kontijensi

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ada ketidakkonsistenan

antara satu peneliti dengan peneliti lainnya, sehingga para peneliti

berkesimpulan bahwa ada variabel lain yang memengaruhinya. Govindarajan

(1986) dalam Husnatarina dan Nor (2007) mengemukakan bahwa untuk

menyelesaikan perbedaan dari berbagai hasil temuan tersebut, dapat dilakukan

dengan menggunakan pendekatan kontijensi (contigency approach).

Pendekatan kontijensi tersebut memungkinkan adanya variabel-variabel

lain yang dapat bertindak sebagai variabel moderating maupun intervening yang

memengaruhi hubungan antara partisipasi penganggaran dengan senjangan

anggaran. Murray (1990) dalam Husnatarina dan Nor (2007) menjelaskan bahwa

Variabel Moderating adalah variabel yang memengaruhi hubungan antara dua

variabel. Sedangkan variabel intervening adalah variabel yang dipengaruhi oleh

suatu variabel lain dan memengaruhi variabel lainnya. Dengan kata lain variabel

intervening merupakan variabel perantara antara dua variabel. Dalam penelitian

ini, pendekatan kontijensi akan digunakan untuk mengevaluasi keefektifan

hubungan partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. Berdasarkan

pendekatan kontijensi di atas peneliti menduga keadilan prosedural dan iklim

kerja etis akan memoderasi hubungan partisipasi anggaran dengan senjangan

anggaran.

Page 4: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

12

2.3 Anggaran

Anggaran merupakan rencana kegiatan yang terdiri dari sejumlah target

yang akan dicapai oleh pimpinan organisasi dalam melaksanakan serangkaian

kegiatan tertentu pada masa yang akan datang (Husnatarina dan Nor, 2007).

Rencana kegiatan ini memerlukan informasi lokal dari bawahan untuk

tercapainya target tersebut. Anggaran juga dapat dikatakan sebagai pernyataan

mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama perioda waktu tertentu

dalam ukuran finansial (Mardiasmo, 2002). Anggaran daerah harus bisa menjadi

tolak ukur pencapaian kinerja yang diharapkan, sehingga perencanaan anggaran

daerah harus bisa menggambarkan sasaran kinerja secara jelas. Kejelasan

sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara

jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh

pihak yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut

(Kenis, 1979). Pencapaian sasaran anggaran akan lebih mudah dicapai ketika

pihak penyusun mengerti mengenai rencana yang akan dilaksanakan.

Yusfaningrum dkk. (2005) menyatakan bahwa anggaran memberikan manfaat,

antara lain:

1) Anggaran merupakan hasil dari proses perencanaan dan anggaran

berarti mewakili kesepakatan negosiasi diantara partisipasi dominan

dalam suatu organisasi mengenai tujuan kegiatan pada masa akan

datang.

2) Anggaran merupakan gambaran tentang prioritas alokasi sumber daya

karena dapat bertindak sebagai blue print aktivitas perusahaan.

Page 5: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

13

3) Sebagai alat komunikasi antar divisi, dimana anggaran dapat sangat

membantu melakukan komunikasi internal antar divisi dalam

organisasi maupun manajemen puncak.

Proses penyusunan anggaran menurut Chandra (1993) dibagi menjadi dua

pendekatan yaitu imposed budgets approaches dan participative budgeting

approaches. Proses penganggaran imposed budget dikenal dengan pendekatan

top-down, sedangkan participative budgeting dikenal dengan pendekatan

bottom-up. Menurut Siegel dan Marconi (1989) proses penyusunan anggaran

melibatkan banyak pihak, mulai dari manajemen tingkat atas sampai manajemen

tingkat bawah. Anggaran mempunyai dampak langsung terhadap perilaku

manusia, terutama bagi individu yang langsung terlibat dalam penyusunan

anggaran.

Adapun tujuan dari penyusunan anggaran menurut Anthony dan

Govindarajan (2011) adalah sebagai berikut:

1) Memperbaiki rencana strategis.

2) Mengkoordinasikan aktivitas berbagai bagian organisasi.

3) Mengarahkan tanggung jawab kepada manajer, memberikan otorisasi

besarnya biaya yang boleh dikeluarkan dan memberikan umpan balik

kepada manajer atas kinerjanya.

4) Sebagai perjanjian atau komitmen yang merupakan dasar untuk

mengevaluasi kinerja manajer sesungguhnya.

Page 6: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

14

Mardiasmo (2005:63) menyatakan terdapat beberapa alasan pentingnya

anggaran sektor publik yaitu:

a) Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan

pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan

meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

b) Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan

masyarkat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber

daya yang ada terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya masalah

keterbatasan sumber daya (scarcity of resources), pilihan (choice), dan

trade offs.

c) Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah

bertanggung jawab terhadap rakyat. Dalam hal ini anggaran publik

merupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-

lembaga publik yang ada.

2.4 Proses Penyusunan anggaran

Pada dasarnya prinsip-prinsip dan mekanisme penganggaran relatif tidak

berbeda antara sektor swasta dengan sektor publik (Henley et al., 1990).

Menurut Mardiasmo (2002) siklus anggaran meliputi empat tahap yang terdiri

atas :

1) Tahap persiapan anggaran

Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas

dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah

Page 7: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

15

tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran

pengeluaran, hendaknya dilakukan penaksiran pendapatan secara lebih

akurat. Perlu disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika

anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan

pembuatan keputusan tentang anggaran pengeluaran.

2) Tahap ratifikasi

Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang

cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya

memiliki managerial skill, namun juga harus mempunyai political

skill, salesman ship dan coalition building yang memadai. Integritas

dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam

tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan

eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan

memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan dan

bantahan dari pihak legislatif.

3) Tahap implementasi/pelaksanaan anggaran

Dalam tahap ini yang paling penting harus diperhatikan oleh manajer

keuangan publik adalah dimilikinya sistem informasi akuntansi dan

sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal

ini bertanggung jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang

memadai dan andal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran

yang telah disepakati sehingga dapat diandalkan untuk tahap

Page 8: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

16

penyusunan anggaran periode berikutnya. Sistem akuntansi yang baik

dapat dilihat dari sistem pengendalian intern yang memadai.

4) Tahap pelaporan dan evaluasi anggaran

Tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Pada

saat tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan

sistem pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap

pelaporan dan evaluasi anggaran tidak akan menemukan banyak

masalah.

Proses penyusunan anggaran pemerintah daerah dimulai dengan

pelaksanaan Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang

dilaksanakan bulan Januari dengan menyerap aspirasi atau program-program

yang diajukan oleh masyarakat dalam bentuk prioritas pembangunan desa

sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Pada bulan

Pebruari dilanjutkan dengan Musyawarah Pembangunan Kecamatan

(Musrenbangcam) untuk membahas program-program yang diajukan oleh desa

yang menjadi prioritas yang sudah dibahas dalam Musrenbangdes. Kemudian

bulan Maret dilaksanakan Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (Forum SKPD)

untuk membahas program-program SKPD yang sinkron dengan program-

program yang sudah disepakati dalam Muserenbangcam dan menentukan SKPD

yang mana akan melaksanakan program tersebut yang dilanjutkan dengan

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten/Kota, sehingga bulan Mei

sudah dihasilkan penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Dari

RKPD tersebut pada bulan Juni diadakan pembahasan dan kesepakatan

Page 9: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

17

mengenai Kebijakan Umum APBD (KUA) antara kepala daerah dan DPRD

yang berisikan kebijakan secara umum mengenai anggaran pendapatan dan

belanja daerah. Berdasarkan KUA dilanjutkan dengan pembahasan dan

kesepakatan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang berisikan

program dan kegiatan masing-masing SKPD dan plafon anggaran untuk

membiayai program dan kegiatan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan

penyusuanan Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD berdasarkan plafon

anggaran yang ada. RKA-SKPD yang sudah final dibuatkan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang akan menjadi Rancangan APBD (RAPBD)

yang disusun antara bulan Juli sampai September. Pada bulan Oktober sampai

Nopember dilaksanakan pembahasan dan persetujuan RAPBD antara kepala

daerah dan DPRD, penyusunan rancangan Perda tentang APBD dan penetapan

Perda APBD bulan Desember yang dilampiri DPA masing-masing SKPD

sehingga pada bulan Januari tahun berikutnya APBD sudah bisa dilaksankan.

2.5 Partisipasi Penganggaran

Brownell (1982) dalam Rosalia (2004) menyatakan salah satu fungsi dari

partisipasi penganggaran adalah sarana komunikasi antara bawahan dan atasan,

tidak hanya seputar masalah anggaran, tetapi juga isu lain yang terkait

dengannya. Partisipasi Penganggaran memungkinkan bawahan untuk bertukar

dan mencari informasi dari atasan mereka, yang tentunya dapat mendukung

terciptanya pemahaman yang lebih mendalam mengenai proses penentuan

anggaran dan urusan keorganisasian lainnya. Selain itu juga memungkinkan

Page 10: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

18

bawahan untuk menyampaikan kritiknya, untuk mencari informasi bagi

penyelesaian tugasnya.

Siegel dan Marconi (1989) dalam Falikhatun (2007) menyatakan bahwa

partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran mempunyai hubungan yang

positif dengan pencapaian tujuan organisasi. Bawahan mempunyai kesempatan

untuk melaporkan informasi yang dimiliki kepada atasannya, sehingga atasan

dapat memilih keputusan yang terbaik untuk pencapaian tujuan organisasi.

Menyusun anggaran secara partisipatif diharapkan dapat meningkatan

kinerja para pimpinan dan bawahannya. Hal ini didasarkan pada pemikiran

bahwa ketika suatu tujuan atau standar yang dirancang secara partisipatif

disetujui, maka bawahan akan bersungguh-sungguh pada tujuan atau standar

yang ditetapkan, dan bawahan akan memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk

mencapainya karena ikut serta terlibat dalam penyusunannya (Milani, 1975).

Utomo (2006) mengemukakan bila partisipasi penganggaran tidak dilaksanakan

dengan baik dapat mendorong bawahan atau pelaksana anggaran tidak

melaksanakan dengan baik sehingga dapat mendorong bawahan atau pelaksana

anggaran melakukan senjangan anggaran.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Sastropoetro (1980;39)

partisipasi adalah keterlibatan yang bersifat spontan yang disertai kesadaran dan

tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan

bersama. Batasan pengertian tentang partisipasi dari pendapat diatas,

memberikan gambaran tentang adanya beberapa hal pokok yang terkandung

dalam partisipasi yaitu:

Page 11: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

19

1) Partisipasi berarti keterlibatan mental dan emosi yang lebih banyak

daripada fisik. Partisipasi yang didorong oleh mental dan emosi akan

menimbulkan kesadaran yang menumbuhkan partisipasi sukarela,

bukan ikut-ikutan atau tertekan dan terpaksa untuk keikutsertaan

karena paksaan bukan partisipasi.

2) Partisipasi mendorong orang untuk menyumbang atau mendukung (to

contribute) kepada kehidupan kelompok atau institusi “kehidupan

bersama” bukan menyumbang (hadiah) kepada seseorang, sehingga

adanya sumbangan (dukungan) kepada kehidupan kelompok dari

anggota kelompok, jelas akan memberikan pengaruh yang sangat

menentukan pada kelangsungan kehidupan kelompok.

3) Partisipasi mendorong orang untuk ikut bertanggung jawab dalam

suatu kegiatan untuk kepentingan bersama. Karena apa yang

disumbangkan itu adalah berdasarkan sukarela, sehingga

menimbulkan rasa “self involved” kepada organisasi.

Soobaroyen (2005) dalam Pratama (2013) menyebutkan bahwa partisipasi

penganggaran dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu :

1) Keikutsertaan penyusunan anggaran.

2) Besarnya pengaruh terhadap penetapan anggaran.

3) Kebutuhan memberikan pendapat.

Page 12: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

20

2.6 Keadilan Prosedural

Peran keadilan dalam proses penganggaran telah menjadi fokus riset

akuntansi perilaku. Pihak yang bekerja dengan sumber-sumber yang terbatas

tidak dapat memenuhi semua permintaan yang berkaitan dengan penganggaran,

artinya masalah-masalah tentang keadilan nampaknya akan muncul ketika dinas

menghadapi sumber-sumber daya yang terbatas (Libby, 1999).

Kehadiran suatu prosedur diawali dengan pemikiran bahwa semua

operasional lembaga akan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sementara

adil adalah tidak berat sebelah dan hanya berpihak kepada yang benar (Syukri,

2012). Keadilan secara umum diartikan sebagai perbuatan atas perlakuan yang

adil. Menurut Greenberg dan Baron (2003) keadilan prosedural didefinisikan

sebagai persepsi keadilan atas pembuatan keputusan dalam organisasi yang telah

dibuat. Pihak-pihak di dalam organisasi sangat memperhatikan dalam pembuatan

keputusan secara adil dan mereka beranggapan bahwa organisasi dan karyawan

akan diuntungkan jika organisasi melaksanakan prosedur dengan adil secara

konsisten. Sedangkan definisi keadilan prosedural menurut Kreitner dan Kinicki

(2000) adalah keadilan yang dirasakan dari proses dan prosedur yang digunakan

untuk mengalokasikan keputusan. Keadilan prosedural terkait dengan kepatuhan

dan transparansi dari proses-proses pembuatan keputusan. Mendengarkan

keterangan semua pihak sebelum membuat keputusan merupakan salah satu

langkah yang dianggap tepat untuk diambil, agar suatu proses dapat dianggap

adil secara prosedural (Syukri, 2012 dalam Meiraningsih , 2014).

Page 13: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

21

Leventhal (1980) mengusulkan beberapa kriteria yang dapat digunakan

dalam mengevaluasi keadilan dalam suatu proses pengalokasian:

Representativeness: proses tersebut menggabungkan minat dan nilai-nilai dari

semua subgroup penting dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh keputusan itu;

Accuracy: keputusan-keputusan yang berdasarkan informasi yang benar dan

akurat, pendapat yang mengandung informasi yang baik; Competency: semua

orang yang dipengaruhi oleh proses menerima perlakuan yang sama (konsisten

antar orang) dan proses yang digunakan dibuat dalam cara yang sama setiap saat

(konsisten antar waktu); Bias Suppression: pengambilan keputusan tidak

memiliki kepentingan pribadi dalam keputusan tersebut dan memberikan semua

pandangannya dengan pertimbangan yang cukup; Correctability: proses tersebut

memungkinkan melakukan koreksi terhadap keputusan yang buruk; dan

Ethically: proses tersebut sesuai dengan standar etika dan moralitas pribadi.

Pareke (2003) dalam Fitri (2009) menyatakan bahwa perspektif

komponen-komponen struktural mengatakan bahwa keadilan prosedural

merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah aturan-aturan prosedural

dipatuhi atau dilanggar. Aturan-aturan tersebut memiliki implikasi yang sangat

penting karena dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai proses dasar dalam

organisasi. Jadi individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya

keadilan prosedural manakala aturan prosedural yang ada dalam organisasi

dipenuhi oleh para pengambil kebijakan. Sebaliknya apabila prosedur dalam

organisasi itu dilanggar maka individu akan mempersepsikan adanya ketidak-

adilan. Karenanya keputusan harus dibuat secara konsisten tanpa adanya bias-

Page 14: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

22

bias pribadi dengan melibatkan sebanyak mungkin informasi yang akurat,

dengan kepentingan-kepentingan indivudu yang terpengaruh terwakili dengan

cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai etis mereka. Dengan adanya keadilan

prosedural diduga akan memperlemah pengaruh partisipasi penganggaran pada

senjangan anggaran.

2.7 Iklim Kerja Etis

Istilah etika secara etimologis berasal dari kata ethos yang berarti karakter,

watak kesusilaan atau adat kebiasaan, yang dibatasi dengan dasar nilai moral

menyangkut apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan, yang baik atau

tidak baik, yang pantas atau tidak pantas pada perilaku manusia. Menurut para

ahli maka etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam

pergaulan antara sesamanya untuk menegaskan mana yang benar dan salah.

Etika merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut

pandang budaya, susila serta agama (Pramono, 2012). Etika mengatur hubungan

antara manusia mengenai bagaimana orang berperilaku dalam berhubungan

dengan orang lain. Menurut Aren (1995) perilaku beretika diperlukan oleh

masyarakat agar semua sisi kehidupan dapat berjalan dengan baik dan teratur.

Kebutuhan akan etika dalam masyarakat sangat penting, sehingga banyak

diantara nilai-nilai etika dimasukkan dalam undang-undang. Terdapat dua alasan

utama mengapa orang tidak beretika:

1) Standar etika seseorang berbeda dari masyarakat secara keseluruhan.

2) Seseorang memutuskan untuk bertindak semaunya.

Page 15: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

23

Iklim etis didefinisikan sebagai kebijakan-kebijakan dan prosedur-

prosedur organisasi yang khusus yang berisi nilai-nilai etis. Iklim etis merupakan

persepsi- persepsi yang menunjukkan tipe kebijakan dan prosedur organisasi

yang memiliki nilai-nilai etis. Ethical work climate bukan suatu konstruk

normatif untuk mengukur bagaimana etika yang berlangsung dalam suatu

organisasi, tetapi dapat digunakan untuk menegakkan suatu indikator pemikiran

etikal dalam suatu organisasi (Victor dan Cullen, 1988) .

Pertimbangan atas situasi-situasi etika dengan memperhatikan ruang

lingkup etika, biasanya memerlukan dua dimensi fokus pengamatan (Rachels,

1989, 1999; Solomon, 1992 dalam Sulasmi dan Widhianto, 2009), yaitu:

1) Pertama menyangkut kriteria etika yang digunakan yang menyangkut

masalah hasilnya, prinsip-prinsip yang berkembang atau aturan lain

untuk membuat keputusan.

2) Dimensi kedua, yang disebut sebagai locus of analysis menjelaskan

tentang siapa atau apa yang dipengaruhi oleh kejadian dengan cara

yang relevan secara etika. Lingkupnya dapat bersifat individual (self),

organisasi atau masyarakat.

Victor dan Cullen (1988) dalam Sulasmi dan Widhianto (2009)

menggunakan tiga klasifikasi moral philosophy untuk mendesain dimensi

kriteria ethical work climate, yaitu:

1) Egoism artinya memaksimalkan kepentingan pribadi.

2) Benevolence artinya memaksimalkan kepentingan bersama.

Page 16: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

24

3) Principle artinya ketaatan pada tugas, peraturan, hukum atau standar

yang berlaku.

Iklim kerja etis sangat penting diterapkan secara konsisten dalam

organisasi sektor publik sebagai acuan anggota organisasi dalam berperilaku.

Terutama sebagai pedoman etika bagi pihak penyusun anggaran dalam proses

penyusunan anggaran sehingga menghasilkan keputusan penganggaran yang

sesuai dengan aturan. Semakin etis iklim kerja suatu organisasi, diduga akan

memperlemah pengaruh partsisipasi penganggaran pada senjangan anggaran,

sebaliknya semakin tidak etis suatu organisasi, diduga akan semakin

memperkuat pengaruh partisipasi anggaran pada senjangan anggaran.

2.8 Senjangan Anggaran

Senjangan anggaran adalah perbedaan antara jumlah anggaran yang

diajukan oleh subordinates dengan jumlah estimasi yang terbaik dari organisasi

(Anthony dan Govindarajan, 2011). Faktor yang memotivasi bawahan untuk

melakukan senjangan anggaran adalah untuk mendapatkan penilain kinerja yang

baik dari atasan. Desmiyawati (2009) mendefinisikan senjangan anggaran

sebagai tindakan bawahan yang mengecilkan kapasitas produktifnya ketika

bawahan diberi kesempatan untuk menentukan standar kinerjanya. Hal ini

menyebabkan perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan anggaran

yang sesuai dengan estimasi terbaik bagi organisasi.

Senjangan anggaran terjadi apabila manajer dengan sengaja melakukan

permintaan yang lebih besar terhadap sumber-sumber melebihi anggaran yang

Page 17: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

25

sebenarnya dibutuhkan atau manajer dengan sengaja menyatakan kemampuan

produktivitasnya lebih kecil dari yang sebenarnya ketika diberi kesempatan

untuk memilih suatu standar kerja yang akan digunakan untuk menilai

kinerjanya (Young, 1985). Anthony dan Govindarajan (1998) mendefinisikan

senjangan anggaran sebagai perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan

anggaran yang sesuai estimasi terbaik bagi perusahan.

Senjangan anggaran dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk

diantaranya partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran (Yuwono, 1999).

Faktor lain seperti kebijakan pemberian reward atau promosi atas pencapaian

target anggaran. Senjangan anggaran timbul karena keinginan dari atasan dan

bawahan yang tidak sama terutama jika kinerja tergantung pada pencapaian

sasaran anggaran, maka mereka akan membuat senjangan anggaran melalui

proses partisipatif (Schiff dan Lewin, 1970; Chow et al., 1988 dalam Grediani

dan Sugiri, 2010).

Adanya keinginan untuk menghindari risiko dari bawahan yang terlibat

dalam penyusunan anggaran memberikan kecenderungan pemberian informasi

yang tidak obyektif kepada atasannya tentang potensi, sumber daya dan

kemampuannya dalam mencapai anggaran. Asrininggati (2006) dalam Pratama

(2013) menyebutkan beberapa indikator senjangan anggaran yaitu:

1) Perbedaan jumlah anggaran yang dinyatakan dengan estimasi terbaik.

2) Kelonggaran dalam anggaran.

3) Standar anggaran.

4) Keinginan untuk mencapai target.

Page 18: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

26

2.9 Penelitian Terdahulu

2.9.1 Penelitian Internasional

1) Penelitian Stede (2000) mengumpulkan data melalui kuesioner dengan

menggunakan 341 responden, yaitu manajer unit bisnis umum dengan

garis pelaporan langsung ke perusahaan di Belgia, menemukan bukti

bahwa budgetary control berpengaruh negatif dan signifikan pada

senjangan anggaran.

2) Penelitian Adnan dan Sulaiman (2007) menguji variabel budaya nasional,

agama dan religiusitas dalam penciptaan senjangan anggaran. Dalam

penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan memberikan

kuesioner kepada 63 manajer departemen yang sebagian besar adalah

orang Malaysia pada perusahaan Korea. Hasil penelitian menyatakan

bahwa partisipasi anggaran dan budget emphasis memengaruhi

penciptaan senjangan anggaran, tetapi tidak menemukan bukti bahwa

budaya nasional, agama dan relegiusitas memengaruhi kecenderungan

manajer untuk menciptakan senjangan anggaran.

3) Penelitian Rankin et al. (2008) yang menguji pengaruh kejujuran dan

otorisasi yang unggul pada proposal anggaran dengan metoda kuesioner,

menggunakan 60 lulusan sarjana dari sebuah universitas besar di AS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat bawahan memiliki

kewenangan akhir atas anggaran, secara signifikan slack berkurang

dengan adanya pernyataan faktual dalam budget communication.

Page 19: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

27

4) Penelitian Ozer dan Yilmaz (2011) yang menguji pengaruh persepsi

keadilan prosedural, efektivitas pengendalian anggaran dan iklim kerja

etis kecenderungan untuk menciptakan senjangan anggaran. Data

penelitian dikumpulkan dengan memberikan kuesioner kepada 465

manajer yang bekerja pada organisasi sektor publik sebagai sampel

penelitian. Penelitian tersebut menemukan efektivitas pengendalian

anggaran, iklim kerja etis dan persepsi keadilan prosedural dari manajer

memiliki dampak signifikan terhadap kecenderungan manajer untuk

menciptakan senjangan anggaran.

5) Pada tahun 2011, Yilmaz dan Ozer kembali melakukan penelitian

mengenai senjangan anggaran dengan menggunakan variabel lain, yaitu:

pengaruh ketidakpastian lingkungan dan efektivitas pengendalian

anggaran pada sektor publik. Penelitian ini dilakukan di Turkey, dengan

460 responden yang merupakan manajer pada organisasi sektor publik

dengan pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pada penelitian ini

menemukan hubungan negatif dan signifikan antara ketidakpastian

lingkungan dan efektivitas pengendalian anggaran yang cenderung dapat

menciptakan senjangan anggaran. Namun ketidakpastian lingkungan

memiliki hubungan positif signifikan pada senjangan anggaran.

2.9.2 Penelitian di Indonesia

1) Penelitian yang dilakukan oleh Belianus Patria Latuheru (2005) menguji

pengaruh variabel komitmen organisasi dan partisipasi anggaran pada

Page 20: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

28

senjangan anggaran. Hasil dari penelitian tersebut adalah interaksi antara

variabel komitmen organisasi dengan partisipasi anggaran akan

menurunkan kecenderungan manajer dalam menciptakan senjangan

anggaran.

2) Suhartono dan Solichin (2006) menguji pengaruh kejelasan sasaran

anggaran terhadap senjangan anggaran instansi pemerintah daerah

dengan komitmen organisasi sebagai pemoderasi, mengumpulkan data

melalui metoda survei pada dinas pemerintah daerah se-Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta. Simpulan penelitian ini adalah kejelasan sasaran

anggaran berpengaruh negatif signifikan pada senjangan anggaran.

Kejelasan sasaran dengan komitmen organisasi juga berpengaruh negatif

signifikan pada senjangan anggaran.

3) Pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran dengan

menggunakan lima variabel pemoderasi diuji Ikhsan dan Ane (2007).

Menggunakan 37 responden pada perusahaan manufaktur yang berada

pada Kawasan Industri Medan dengan menggunakan teknik kuesioner.

Temuan dari hasil pengujian adalah partisipasi anggaran berpengaruh

positif terhadap senjangan anggaran.

4) Penelitian pengaruh keterlibatan pekerjaan dan budget emphasis pada

hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran

dilakukan oleh Husnatarina dan Nor (2007). Dalam penelitian ini

menggunakan sampel di kantor dinas dan badan yang ada di Kota

Palangka Raya dengan memberikan kuesioner kepada 66 responden.

Page 21: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

29

Hasil penelitian ini menyatakan partisipasi penyusunan anggaran

berpengaruh positif signifikan pada senjangan anggaran, tapi interaksi

antara partisipasi anggaran dengan keterlibatan kerja dan budget

emphasis secara empiris tidak terbukti dapat menjadi variabel

pemoderasi hubungan partisipasi anggaran pada senjangan anggaran.

5) Desmiyawati (2009) menguji pengaruh partisipasi anggaran terhadap

senjangan anggaran dengan komitmen organisasi sebagai variabel

moderating, pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner terhadap

103 responden di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Indragiri

Hulu. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa partisipasi anggaran

berpengaruh negatif signifikan terhadap senjangan anggaran. Tetapi tidak

terdapat pengaruh interaksi partisipasi anggaran dan komitmen organisasi

pada senjangan anggaran.

6) Penelitian Grediani dan Sugiri (2010) tentang pengaruh tekanan ketaatan

dan tanggung jawab persepsian pada penciptaan senjangan anggaran.

Pengumpulan data dengan kuesioner terhadap 63 mahasiswa program

Magister Sains dan program sarjana jurusan Akuntansi, Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Temuan

penelitian ini membutikan bahwa rekomendasi anggaran secara

signifikan lebih tinggi daripada estimasi awal (akuntan manajemen di

bawah tekanan dari atasan, akan melanggar kebijakan anggaran

perusahaan dan menciptakan budgetary slack, sehingga menghasilkan

rekomendasi anggaran yang lebih tinggi.

Page 22: 9 BAB II - sinta.unud.ac.id II Final.pdfdan cenderung untuk menghindari resiko; 2) asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi, efisiensi, dan asimetri informasi

30

7) Penelitian Meiraningsih (2014) tentang pengaruh partisipasi

penganggaran pada senjangan anggaran dengan keadilan prosedural dan

iklim kerja etis sebagai variabel pemoderasi (studi empiris di Dinas

Pendidikan Pemuda dan Olahraga se-Provisnsi Bali). Pengumpulan data

dengan menggunakan kuesioner terhadap 138 Kepala Dinas, Kepala

Subdinas/Kepala Bagian/Kepala Bidang dan Kepala Subbagian/Kepala

Subbidang/Kepala seksi di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga se-

Provinsi Bali. Hasil penelitian menyatakan bahwa partsisipasi

penganggaran berpengaruh positif pada senjangan anggaran, keadilan

prosedural dan iklim kerja etis dapat berperan sebagai variabel

pemoderasi hubungan antara patisipasi penganggaran dengan senjangan

anggaran.