29
MOLUSKUM KONTAGIOSUM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moluskum kontagiosum merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh Molluscum Contagiosum Virus (MCV); kelompok Pox Virus dari genus Molluscipox virus. Molluscum Contagiosum Virus (MCV) merupakan virus double stranded DNA, berbentuk lonjong dengan ukuran 230 x 330 nm. 3,4,10 Terdapat 4 subtipe utama Molluscum Contagiosum Virus (MCV), yaitu MCV I, MCV II, MCV III dan MCV IV. Keempat subtipe tersebut menimbulkan gejala klinis serupa berupa lesi papul milier yang terbatas pada kulit dan membran mukosa . MCV I diketahui memiliki prevalensi lebih besar dibandingkan ketiga subt ipe lain. Sekitar 96,6% infeksi moluskum kontagiosum disebabkan oleh MCV I. Akan tetapi pada pasien dengan penurunan status imun didapatkan prevalensi MCV II sebesar 60 %. Molluscum Contagiosum Virus (MCV) merupakan imunogen yang lemah. Sekitar sepertiga pasien tidak memproduksi antibodi terhadap MCV, sehingga seringkali didapatkan serangan berulang. 1,3 Angka kejadian moluskum kontagiosum di seluruh dunia diperkirakan sebesar 2% - 8%, dengan prevalensi 5% - 18% pada pasien HIV AIDS.

Documentad

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bc

Citation preview

Page 1: Documentad

MOLUSKUM KONTAGIOSUM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Moluskum kontagiosum merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh

Molluscum Contagiosum Virus (MCV); kelompok Pox Virus dari genus Molluscipox

virus. Molluscum Contagiosum Virus (MCV) merupakan virus double stranded

DNA, berbentuk lonjong dengan ukuran 230 x 330 nm. 3,4,10 Terdapat 4 subtipe utama

Molluscum Contagiosum Virus (MCV), yaitu MCV I, MCV II, MCV III dan MCV

IV. Keempat subtipe tersebut menimbulkan gejala klinis serupa berupa lesi papul

milier yang terbatas pada kulit dan membran mukosa . MCV I diketahui memiliki

prevalensi lebih besar dibandingkan ketiga subt ipe lain. Sekitar 96,6% infeksi

moluskum kontagiosum disebabkan oleh MCV I. Akan tetapi pada pasien dengan

penurunan status imun didapatkan prevalensi MCV II sebesar 60 %. Molluscum

Contagiosum Virus (MCV) merupakan imunogen yang lemah. Sekitar sepertiga

pasien tidak memproduksi antibodi terhadap MCV, sehingga seringkali didapatkan

serangan berulang. 1,3 Angka kejadian moluskum kontagiosum di seluruh dunia

diperkirakan sebesar 2% - 8%, dengan prevalensi 5% - 18% pada pasien HIV AIDS.

Moluskum kontagiosum bersifat endemis pada komunitas padat penduduk,

higiene buruk dan daerah miskin. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak, usia

dewasa dengan aktivitas seksual aktif dan status imunodefisiensi. Penularan dapat

melalui kontak langsung dengan lesi aktif atau autoinokulasi, penularan secara tidak

langsung melalui pemakaian bersama alat-alat pribadi seperti handuk, pisau cukur,

alat pemotong rambut serta penularan melalui kontak seksual . 1,2,3,4,5 Masa inkubasi

Moluskum kontagiosum didapatkan satu sampai beberapa minggu hingga 6 bulan.

Lesi berupa papulae miliar, asimtomatis, berbentuk kubah dengan delle, bila

dipijat mengeluarkan massa putih seperti butiran nasi. Tempat predileksi adalah

Page 2: Documentad

wajah, badan serta ekstremitas. Lesi jarang didapatkan pada daerah telapak tangan

dan telapak kaki. Pada orang dewasa lesi dapat pula ditemui di daerah perigenital dan

perianal. Hal ini berkaitan dengan penularan virus melalui hubungan seksual. Lesi

moluskum kontagiosum harus dapat dibedakan dengan verucca vulgaris, 2 kondiloma

akuminata, varisela, herpes simpleks, papiloma, syringoma dan tumor adneksa lain.1,3

Diagnosis moluskum kontagiosum pada sebagian besar kasus dapat ditegakkan

melalui pemeriksaan gejala klinis yang tampak. Pemeriksaan histopatologi melalui

biopsi dapat membantu menegakkan diagnosis pada beberapa kasus dengan gejala

klinis tidak khas. 3 Pemeriksaan histopatologi moluskum kontagiosum menunjukkan

gambaran proliferasi sel-sel stratum spinosum yang membentuk lobulus disertai

central cellular dan viral debris. Lobulus intraepidermal dipisahkan oleh septa

jaringan ikat dan didapatkan badan moluskum di dalam lobulus; berupa sel berbentuk

bulat atau lonjong yang mengalami degenerasi keratohialin. 2 Pada stratum basalis

dijumpai gambaran mitosis sel dengan pembesaran nukleus basofilik. Pada fase lanjut

dapat ditemui sel yang mengalami proses vakuolisasi sitoplasmik dan didapatkan

globi eosinofilik. Beberapa kasus lesi moluskum kontagiosum dengan infeksi

sekunder, didapatkan gambaran inflamasi predominan limfosit dan neutrofil pada

pemeriksaan histopatologi. 1,5,10,11

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini antara lain adalah untuk memperoleh informasi

ilmiah tentang Moluskum Kontagiosum dan untuk memenuhi salah satu syarat

penilaian pada masa kepaniteraan klinik pada stase Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta di RSUD Karanganyar.

BAB II

Page 3: Documentad

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Moluskum kontagiosum merupakan suatu penyakit infeksi virus pada

kulit yang disebabkan oleh virus golongan poxvirus genus Molluscipox dengan

wujud klinis berupa benjolan pada kulit atau papul-papul multiple yang

berumbilikasi di tengah, mengandung badan moluskum, serta dapat sembuh

dengan sendirinya. 1

B. Epidemiologi

Moluskum kontagiosum dapat ditemukan di seluruh dunia, terutama di

negara tropis. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak. Biasanya pada

dewasa oleh karena hubungan seksual. Media penularan penyakit ini melalui

kontak langsung. Penyakit ini menyebar dengan cepat pada suatu komunitas yang

padat dengan higienitas yang kurang. 2

Pada negara tropis, insiden paling tinggi pada anak-anak dengan rentang

usia 2 dan 3 tahun. Sedangkan pada negara maju, biasanya pada anak-anak

sekolah karena penggunaan kolam renang yang bersama-sama. Studi di Jepang

pada tahun 2008, menyatakan bahwa terdapat 7000 anak terserang moluskum

kontagiosum dengan 75% di antaranya memiliki riwayat penggunaan kolam

renang bersama. 2,3 Di Amerika Serikat, pada tahun 2003, hanya ditemukan 5%

anak-anak yang terkena moluskum kontagiosum, dan kira-kira antara 5-20%

menyerang dewasa dengan AIDS. 1

C. Etiologi

Page 4: Documentad

Moluskum kontagiosum disebabkan oleh suatu virus dari golongan

poxvirus. Dalam taksonomi, virus ini termasuk dalam ordo Poxviridae, famili

Chordopoxvirinae, genus Molluscipox virus, spesies Molluscum contagiosum

virus (MOCV). Virus ini termasuk golongan double strained DNA (dsDNA).

Virion dari MOCV ditemukan dengan struktur beramplop, berbentuk

seperti bata dengan ukuran 320x250x200 nm. Partikel virus ini terdiri dari 2

bentuk infeksius yang berbeda, yaitu internal mature virus (IMV) dan external

enveloped virus (EEV).

Virus ini memiliki struktur genome linier, dengan dsDNA kira-kira 190

kB, genome linier diapit degan sekuens inverted terminal repeat (ITR) yang

secara kovalen saling terikat pada ujung-ujungnya.

Proses replikasi virus ini terjadi di sitoplasma. Virus akan menyisip ke

glycosaminoglycans (GAGs) pada permukaan sel target atau oleh komponen

matriks ekstraseluler, kemudian memicu fusi membran, dan melepaskan inti

virus ke dalam sitoplasma. Pada fase awal, gen awal ditranskripsi di sitoplasma

oleh polymerase RNA virus, ekspresi gen awal akan terbentuk 30 menit

pascainfeksi. Ekspresi paling akhir adalah tidak terselubungnya inti virus dan

genom virus sekarang sudah benar-benar bebas di sitoplasma. Fase intermediet,

gen intermediet akan diekspresikan di sitoplasma, memicu terjadinya replikasi

DNA genom kira-kira 100 menit pascainfeksi. Dan yang terakhir adalah fase

akhir, gen akhir diekspresikan dalam waktu 140 menit sampai dengan 48 jam

pascainfeksi, memproduksi struktur protein virus lengkap.

Pembentukan virion progenik dimulai saat terdapat penyatuan antara

membran internal sel yang terinfeksi, dan menghasilkan partikel sferis imatur.

Partikel ini kemudian menjadi matur dengan menjadi struktur IMV yang

menyerupai bata. Virion IMV dapat dilepas melalui lisisnya sel, kemudian dapat

Page 5: Documentad

memperoleh membran dobel kedua dari trans-Golgi dan tunas yang kemudian

dikenal sebagai EEV. 4

Menurut subtipe MOCV, terdapat 4 subtipe, yaitu MOCV I, MOCV II,

MOCV III, dan MOCV IV. Subtipe MOCV I yang lebih sering menyebabkan

infeksi, kira-kira sekitar 75-90%. Sedangkan MOCV II, III, dan IV akan

menyebabkan moluskum kontagiosum jika pada orang-orang dengan keadaan

imunitas immunocompromised. 1

D. Penularan

Secara umum, memang penularan moluksum kontagiosum adalah melalui

kontak langsung dari orang ke orang melalui barang-barang, seperti misalnya

pakaian, handuk, alat cuci atau alat mandi. Selain itu, moluskum kontagiosum

juga dapat ditularkan melalui kontak olahraga. Saat seseorang menyentuh lesi di

suatu bagian tubuh, kemudian dia menyentuhkannya ke bagian tubuh lainnya,

makanya akan dapat menyebarkan MOCV juga, proses ini disebut sebagai

autoinokulasi. Jika yang terkena adalah daerah wajah, saat mencukur kumis atau

jenggot juga dapat menyebarkan virus. Meskipun penularannya secara umum

tergolong rendah, tetapi tidak diketahui berapa lama seseorang yang terinfeksi

dapat menularkan atau menyebarkan virus tersebut. 3 Tungau juga bisa menjadi

kemungkinan penyebaran virus penyebab moluskum kontagiosum. 1

Jika terdapat suatu kejadian luar biasa atau wabah moluskum

kontagiosum, maka perlu diperhatikan beberapa kemungkinan penularannya,

yaitu :

1. Kolam renang

2. Kontak saat olahraga (misalnya gulat)

Page 6: Documentad

3. Proses pembedahan (tangan seorang ahli bedah yang terkena moluskum

kontagiosum)

4. Proses tato (jarang)

5. Hubungan seksual; lesi moluskum kontagiosum oleh karena hubungan

seksual biasanya berkembang dalam jangka waktu 2-3 bulan

setelahnya. Jika ada anak-anak dengan lesi moluskum kontagiosum di

daerah genital, maka bisa curiga ke arah kekerasan seksual pada anak.

E. Patogenesis

Inkubasi rata-rata moluskum kontagiosum adalah 2-7 minggu, dengan

kisaran ekstrim sampai 6 bulan. Infeksi dan infestasi MOCV menyebabkan

hyperplasia dan hipertrofi epidermis. Inti virus bebas dapat ditemukan pada

epidermis. Jadi pabrik MOCV berlokasi di lapisan sel granular dan malphigi.

Badan moluskum banyak mengandung virion MOCV matur yang banyak

mengandung struktur collagen-lipid-rich saclike intraseluler yang diduga

berperan penting dalam mencegah reaksi sistem imun host untuk mengenalinya.

Ruptur dan pecahnya sel yang mengandung virus terjadi pada bagian tengah lesi.

MOCV menimbulkan tumor jinak selain juga menyebabkan lesi pox nekrotik. 1

F. Manifestasi Klinis

Pada kulit akan tampak lesi umbilikata yang multipel. Lesi tersebut papul

berbatas tegas, licin, dan berbentuk kubah (dome shaped) sewarna kulit. Ukuran

papul bervariasi dari 2-6 milimeter. Di bagian tengah lesi, biasanya terdapat

lekukan (delle) kecil, berisi bahan seperti nasi dan berwarna putih yang

merupakan cirri khas dari moluskum kontagiosum.

Page 7: Documentad

Benjolan biasanya tidak terasa gatal, tidak terasa nyeri. Namun papul bisa

meradang, misalnya karena garukan, sehigga teraba hangat dan berwarna

kemerahan. Jika terjadi infeksi sekunder, bisa terjadi supurasi. Lokasi bisa di

wajah, badan, kadang-kadang pada perut, bagian bawah perut, dan genitalia. 1

Pasien anak dengan dermatitis atopik, 10% mengalami moluskum

kontagiosum, dan bisa mengalami perluasan. Namun, prevalensi moluskum

kontagiosum pada anak dengan dermatitis atopik, memiliki hubungan langsung

yang rendah. Walaupun luas daerah yang terkena moluskum kontagiosum pada

anak dengan dermatitis atopik lebih besar dibandingkan dengan anak tanpa

dermatitis atopik, tetapi dalam suatu penelitian Seize, dkk tidak ada hubungan

yang signifikan secara statistik. 5

Page 8: Documentad
Page 9: Documentad
Page 10: Documentad

G. Dermatopatologi

Gambaran histopatologi pada sediaan kulit dengan moluskum

kontagiosum adalah proliferasi sel-sel stratum spinosum membentuk lobuli.

Lobuli dipisahkan oleh septa jaringan ikat, di dalamnya terdapat badan

moluskum berupa sel-sel bulat atau lonjong yang berbentuk seperti telur,

berdinding licin homogen. Sediaan diambil pada inti sentral yang paling tebal,

kemudian diwarnai dengan Giemsa, Gram, atau Wright, atau Papanicolaou. 1

Page 11: Documentad

H. Diagnosis Banding

1. Veruka vulgaris : vegetasi lentikular, permukaan kasar, kering, warna

keabu-abuan, kulit di sekitarnya tidak meradang

2. Keratoakantoma : biasanya nodula-nodula keras, pada bagian tengah

didapati sumbatan keratin, bisa ditemukan di wajah, telinga, punggung,

dan tangan.

I. Penatalaksanaan

Moluskum kontagiosum adalah penyakit infeksi virus yang dapat sembuh

spontan. Pada kelompok pasien imunokompeten jarang ditemui lesi moluskum

kontagiosum bertahan lebih dari 2 bulan. Terapi untuk memperbaiki gejala yang

timbul diperlukan pada beberapa pasien dengan penurunan status imun, dimana

didapatkan lesi ekstensif dan persisten.1 Pemberian terapi dilakukan berdasarkan

beberapa pertimbangan meliputi kebutuhan pasien, rekurensi penyakit serta

kecenderungan pengobatan yang meninggalkan lesi pigmentasi atau jaringan

parut. Sebagian besar pengobatan moluskum kontagiosum bersifat traumatis pada

lesi. Pilihan terapi terbaru mencakup pemberian antivirus dan agen

imunomodulator. 1,3 Berikut ini merupakan beberapa pilihan terapi yang umum

digunakan dalam penatalaksanaan moluskum kontagiosum.

1. Bedah Beku (Cryosurgery)

Merupakan salah satu terapi yang umum dan efisien digunakan dalam

pengobatan moluskum kontagiosum, terutama pada lesi predileksi perianal

dan perigenital. Bahan yang digunakan adalah nitrogen cair . Aplikasi

menggunakan lidi kapas pada masing masing lesi selama 10-15 detik.

Pemberian terapi dapat diulang dengan interval 2-3 minggu. Efek samping

Page 12: Documentad

meliputi rasa nyeri saat pemberian terapi, erosi, ulserasi serta terbentuknya

jaringan parut hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi. 1,3,13

2. Eviserasi

Merupakan metode yang mudah untuk menghilangkan lesi dengan cara

mengeluarkan inti umbilikasi sentral melalui penggunaan instrumen seperti

skalpel, ekstraktor komedo dan jarum suntik. Penggunaan metode ini

mungkin tidak dapat ditoleransi oleh anak-anak. 1,3

3. Podofilin dan Podofilotoksin

Suspensi podofilin 25% dalam larutan benzoin atau alkohol dapat

diaplikasikan pada lesi dengan menggunakan lidi kapas, dibiarkan selama 1 -4

jam kemudian dilakukan pembilasan dengan menggunakan air bersih.

Pemberian terapi dapat diulang sekali seminggu. Terapi ini membutuhkan

perhatian khusus karena mengandung mutagen yaitu quercetin dan

kaempherol. Efek samping lokal akibat penggunaan bahan ini meliputi erosi

pada permukaan kulit normal serta timbulnya jaringan parut. Efek samping

sistemik akibat penggunaan secara luas pada permukaan mukosa berupa

neuropati saraf perifer, gangguan ginjal, ileus, leukopeni dan

trombositopenia. 3,5 Podofilotoksin merupakan alternatif yang lebih aman

dibandingkan podofilin. Sebanyak 0,05 ml podofilotoksin 5% diaplikasikan

pada lesi 2 kali sehari selama 3 hari. Kontraindikasi absolut kedua bahan ini

pada wanita hamil.3

4. Cantharidin

Merupakan agen keratolitik berupa larutan yang mengandung 0,9% collodian

dan acetone. Telah menunjukkan hasil memuaskan pada penanganan infeksi

Molluscum Contagiosum Virus (MCV). Pemberian bahan ini terbatas pada

puncak lesi serta didiamkan selama kurang lebih 4 jam sebelum lesi dicuci.

Page 13: Documentad

Cantharidin menginduksi lepuhan pada kulit sehingga perlu dilakukan tes

terlebih dahulu pada lesi sebelum digunakan. Bila pasien mampu menoleransi

bahan ini, terapi dapat diulang sekali seminggu sampai lesi hilang. Efek

samping pemberian terapi meliputi eritema, pruritus serta rasa nyeri dan

terbakar pada daerah lesi. Kontraindikasi penggunaan Cantharid in pada lesi

moluskum kontagiosum di daerah wajah. 1,3

5. Tretinoin

Tretinoin merupakan derivat vitamin A yang berfungsi sebagai agen anti

proliferasi sel. Krim tretinoin 0,1% digunakan pada penanganan moluskum

kontagiosum. Pemberian dengan cara dioleskan 2 kali sehari pada lesi.

Penyembuhan dilaporkan terjadi dalam waktu 11 hari setelah pemberian

terapi. Efek samping terapi berupa eritema pada daerah timbulnya lesi. Pilihan

lain menggunakan krim tretinoin 0,05% menunjukkan hasil yang memuaskan

dengan efek samping berupa iritasi ringan. 3,5

6. Cimetidine

Cimetidine merupakan antagonis reseptor histamin H 2 yang menstimulasi

reaksi hipersensitifitas tipe lambat. Mekanisme kerja Cimetidine pada terapi

moluskum kontagiosum masih belun diketahui secara jelas. Sebuah studi

menunjukkan keberhasilan penggunaan cimetidine dosis 40 mg / kgBB / oral /

hari dosis terbagi dua pada pengobatan moluskum kontagiosum dengan lesi

ekstensif. Cimetidine berinteraksi dengan berbagai pengobatan sistemik lain,

sehingga perlu dilakukan anamnesis riwayat pengobatan pada pasien yang

akan mendapat terapi obat ini. 3,5

7. Larutan KOH

Larutan KOH 10% diaplikasikan 2 kali sehari pada lesi dengan menggunakan

lidi kapas. Pemberian terapi dihentikan bila didapatkan respon inflamasi atau

Page 14: Documentad

timbul ulkus pada daerah lesi. Perbaikan lesi didapatkan setelah kurang lebih

30 hari pemberian terapi. Efek samping berupa pembentukan jaringan parut

hipertropik serta hipopigmentasi dan hiperpigmentasi pada daerah lesi.

Sebuah studi merekomendasikan penggunaan l arutan KOH 5% yang

memiliki efek samping minimal dalam pengobatan moluskum kontagiosum

pada anak -anak. 1,3

8. Pulsed Dye Laser

Beberapa studi menunjukkan hasil memuaskan penggunaan modalitas terapi

pulsed dye laser pada lesi moluskum kontagiosum. Perbaikan l esi dicapai

dalam waktu 2 minggu setelah pemberian terapi tanpa disertai efek samping

yang berarti. Pulsed dye laser merupakan salah satu pilihan terapi yang efisien

namun memiliki kekurangan dari segi efektifitas biaya. 1,3

9. Imunomodulator

Penggunaan imunomodulator telah menjadi bagian dari pilihan terapi

moluskum kontagiosum. Pada pasien dengan gangguan fungsi imun dimana

didapatkan lesi ekstensif tersebar di seluruh tubuh, terapi lokal yang bersifat

destruktif dikatakan tidak efektif. Penggunaan imunomodulator telah

memberikan hasil memuaskan. 3 Imunomodulator topikal telah digunakan

pada bermacam kelainan kulit. Molekul imunomodulator topikal memiliki

kemampuan memodifikasi respon imun lokal pada kulit, bersifat stimulator

maupun supresor terhadap respon imun. Pemilihan preparat topikal didasarkan

pada beberapa alasan antara lain hasil terapi memuaskan, kemudahan aplikasi

serta tingkat keamanan lebih baik dibandingkan preparat sistemik.

Imunomodulator topikal terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu

imunomodulator steroid dan imunomodulator non -steroid. 6

Berikut ini adalah klasifikasi imunomodulator non -steroid topikal di bidang

Page 15: Documentad

dermatologi: 6

1. Macrolactum

a. Tacrolimus

b. Pimecrolimus

c. Sirolimus

d. Siklosporin2. Imunostimulator

a. Imiquimod

b. Resiquimod3. Imunomodulator non-steroid topikal yang umum digunakan pada terapi

moluskum kontagiosum adalah imiquimod. Imiquimod merupakan molekul

sintetik Imunomodulator lain:

- Calcipotriol

- Anthralin

- Zinc topikal

- Interferon topikal

- Interferon intralesi

4. Alergen kontak

- Dyphencyprone (DPC)

- Squaric Acid Dibutyl Ester (SADBE)

- Dinitrochlorobenzene (DNCB)

6 golongan imidazoquinoline amine. 6,8 Mekanisme kerja imiquimod masih

belum diketahui secara jelas. Pemberian imiqu imod secara topikal merangsang

respon imun seluler dan respon imun lokal melalui stimulasi monosit, makrofag

dan sel dendritik di jaringan perifer untuk memproduksi sitokin proinflamasi,

terutama interferon -α 1 (IFN-α 1), interferon-α 2 (IFN-α 2), interferon-α 5 (IFN-

α 5), interferon-α 6 (IFN-α6), interferon-α 8 (IFN-α 8), interleukin 12 (IL-12)

Page 16: Documentad

dan Tumor Necrosing Factor-α (TNF-α). Mekanisme tersebut merupakan

pertahanan alami primer terhadap infeksi virus. IFN-α akan menghambat respon

T helper 2 (Th2), s edangkan IL-12 dan TNF α menstimulasi respon T helper1

(Th1). Imiquimod diketahui berperan pula dalam meningkatkan maturasi dan

migrasi sel Langerhans fungsional yang berperan sebagai antigen presenting cell

pada jaringan epidermis kulit, menuju kelenjar l imfe regional. Keadaan ini

membuat respon imun yang diinduksi oleh imiquimod menjadi lebih spesifik

terhadap antigen tertentu. 9 Imiquimod tersedia dalam bentuk krim 1% dan 5%,

bermanfaat dalam penanganan kelainan infeksi maupun neoplasma dermatologi.

Imiquimod digunakan 3 kali / minggu pada malam hari sampai lesi hilang secara

menyeluruh atau selama maksimal 16 minggu. Dioleskan pada tiap lesi dan

didiamkan selama 6 -10 jam.1,5,8 Pemakaian krim imiquimod 5%, 5 hari dalam

seminggu selama 16 minggu memberikan perbaikan lesi pada 15 pasien anak

dengan moluskum kontagiosum. 8 Penelitian lain membandingkan krim

imiquimod 1% dengan placebo pada 100 pasien laki-laki moluskum

kontagiosum, didapatkan perbaikan lesi menyeluruh pada 86% pasien yang

mendapat terapi krim imiquimod 1%. Rekurensi lesi moluskum kontagiosum

terjadi 10 bulan setelah pemberian terakhir krim imiquimod 1% pada seorang

pasien. Penggunaan krim imiquimod secara umum cukup dapat ditoleransi. Efek

samping minimal berupa rasa gatal, nyeri dan terbaka r pada kulit. Pada beberapa

kasus pernah dilaporkan terjadinya efek samping berupa eritema, indurasi, erosi

dan ulkus. Efek samping sistemik berupa sakit nyeri kepala, nyeri otot dan flu

like symptoms didapatkan pada beberapa kasus. 6 Tidak didapatkan bukti

timbulnya efek samping sistemik maupun toksik pada anak -anak. 3

10. Antivirus

Antivirus yang umum digunakan dalam pengobatan moluskum kontagiosum

adalah Cidofovir. Cidofovir merupakan analog nukleosida deoxytidine 7

monophosphate yang memiliki aktivitas antivi rus terhadap sejumlah besar

Page 17: Documentad

DNA virus meliputi citomegalovirus (CMV), virus herpes simplex (HSV),

Human Papiloma Virus (HPV) dan Molluscum Contagiosum Virus (MCV). 5,14 Didalam tubuh host, cidofovir mengalami 2 fase fosforilasi melalui jalur

monofosfat kinase dan piruvat kinase. Melalui kedua fase fosforilasi tersebut

akan terbentuk cidofovir difosfat yang merupakan metabolit aktif cidofovir.

Cidofovir difosfat bekerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap DNA

polimerase virus sehingga mampu menghambat sint esis DNA virus. 14

Cidofovir tersedia dalam bentuk krim 3% , solusio intravena dan intralesi.

Beberapa studi menunjukkan hasil memuaskan penggunaan cidofovir topikal

maupun injeksi intralesi pada pengobatan penyakit kulit yang disebabkan oleh

virus. Resolusi lesi moluskum contagiosum didapatkan 2 -6 minggu setelah

pemberian terapi.14 Sebuah laporan kasus menyebutkan efektifitas pemberian

krim cidofovir 3% sekali sehari selama 8 minggu pada pengobatan 2 penderita

moluskum kontagiosum anak dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus

(HIV).3 Meadows dkk melaporkan keberhasilan terapi krim cidofovir 3% dan

solusio cidofovir intravena pada 3 orang penderita HIV sero -positif disertai

moluskum kontagiosum dengan predileksi lesi di daerah wajah, badan,

ekstremitas dan perianal. Pemberian terapi cidofovir intravena pada 2 orang

pasien memberikan perbaikan lesi dalam waktu 2 bulan, sedangkan aplikasi

krim cidofovir 3% dua kali sehari selama 2 minggu pada seorang pasien

memberikan perbaikan lesi secara menyeluruh. 7 Cidofovir memiliki potensi

cukup baik dalam pengobatan moluskum kontagiosum, terutama pada pasien

dengan penurunan status imun. Akan tetapi kurangnya efektifitas dari segi

biaya memberikan batasan ter sendiri dalam pemilihan terapi.3 Sebuah artikel

menyebutkan harga krim cidofovir 3% adalah sebesar US$ 65 per gram. 14

Efek samping lokal pemberian terapi cidofovir mencakup reaksi inflamasi

pada daerah sekitar lesi, sedangkan efek samping sistemik meliputi

nefrotoksik, neutropenia dan asidosis metabolik. 12

Page 18: Documentad

J. Prognosis

Dengan menghilangkan semua lesi yang ada, maka jarang atau tidak akan residif.

BAB III

KESIMPULAN

Moluskum kontagiosum merupakan suatu penyakit infeksi virus pada

kulit yang disebabkan oleh virus golongan poxvirus genus Molluscipox dengan

wujud klinis berupa benjolan pada kulit atau papul-papul multiple yang

Page 19: Documentad

berumbilikasi di tengah, mengandung badan moluskum, serta dapat sembuh

dengan sendirinya. 1

Terapi yang diberikan intinya adalah mengeluarkan massa yang

mengandung badan moluskum. Bisa menggunakan teknik cryosurgery,

evisceration, curettage, elektrokauterisasi, adhesive tape stripping.

Dengan menghilangkan semua lesi yang ada, maka jarang atau tidak akan residif.

Daftar Pustaka

1. Crowe, Mark A, Molluscum Contagiosumhttp://emedicine.medscape.com/article/910570-overview

Page 20: Documentad

2. Graham, Robin & Tony. Lectures Notes Dermatology. Edisi 8. 2005.

Erlangga. Jakarta, Indonesia

3. Hanson, Daniel & Dayna G. Diven. Molluscum Contagiosum. Dermatology

Online Journal. 2003, 9:1-11.

http://dermatology.cdlib.org/92/reviews/molluscum/diven.html

4. K Jawetz, Melnick & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. 1995.

EGC. Jakarta, Indonesia.

5. Kauffman, Lisa C. Molluscum Contagiosum.

http://emedicine.medscape.com/article/762548 -overview.

6. Handpur S., Sharma VK, Sumanth K. Topical Imunomodulators in

Dermatology. J Postgrad Med. Vol. 50. Juni 2004, No.2. hal.131 -137.

7. Meadows, K.P. Resolution of Recalcitrant Molluscum Contagiosum virus

Lesions in Human Immunodefficiency Virus -Infected Patients Treated with

Cidofovir. Archives of Dermatology. Vol. 133. 1997.

8. Najarian, David J & Joseph C. English III. Imiquimod Cream: A New

Multipurpose Topical Therapy for Dermatology. Continuing Education

Credit. Vol. 28. 2003, No.2. hal. 122 -125.

9. Puneet, Bhargava & Kanodia Sanjay. Imiquimod: A Novel Immune Response

Modifier. Indian J. Sex. Transm. Dis. Vol. 27. 2006, No.1. hal. 2 -4.

10. Robin & Cotran. Pathologic Basis of Disease. 2005. Elsevier Saunders,

Philadelphia, United States.

11. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. 2002. EGC,

Jakarta, Indonesia.

12. Toro, Jorge R. et al. Topical Cidofovir: A novel treatment for Recalc itrant

Molluscum Contagiosum in Children Infected With Human

Immunodeficiency Virus 1. Report of Cases. Arch Dermatol. Vol. 136.

Agustus 2000. hal. 983-985.

Page 21: Documentad

13. Valentine C.L.; Diven D. Treatment Modalities for Molluscum Contagiosum.

Dermatologic Therapy. Vol. 13. September 2000, No. 3.

14. Zabawsky, Edward J, Jr. A Review of Topical and Intralesional Cidofovir.

Dermatology Online Journal. Vol. 6. 2000, No.1. hal 1 -16.

http://dermatology.cdlib.org/DOJvol6num1/therapy/cidofovir/zabawsky.html .