Upload
solgra
View
97
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
afasia
Citation preview
DEFINISI
Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak. Afasia tidak termasuk gangguan perkembangan bahasa (disebut juga disfasia), gangguan bicara motorik murni, ataupun gangguan berbahasa sekunder akibat gangguan pikiran primer, misalnya skizofrenia.
Afasia mencakup gangguan berbahasa secara menyeluruh walaupun biasanya terdapat gangguan yang lebih menonjol daripada gangguan lainnya. Tercakup di dalam afasia adalah gangguan yang lebih selektif, misalnya gangguan membaca (alexia) atau gangguan menulis (agrafia). Gangguan yang berkaitan misalnya apraksia (gangguan belajar atau ketrampilan), gangguan mengenal (agnosia), gangguan menghitung (akalkulias), serta defisit perilaku neurologis seperti demensia dan delirium. Ini semua bisa muncul bersama-sama dengan afasia atau muncul sendiri.
ETIOLOGIAfasia adalah suatu tanda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul akibat cedera otak atau proses patologik pada area lobus frontal, temporal atau parietal yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu Area Broa, Area Wernicke, dan jalur yang menghubungkan antara keduanya. Kedua area ini biasanya terletak di hemisfer kiri otak dan pada kebanyakan orang, bagian hemisfer kiri merupakan tempat kemampuan berbahasa diatur.(1,2,3,6,7,8)
Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia disebabkan oleh stroke, cedera otak traumatik, perdarahan otak aku dan sebagainya. Afasia dapat muncul perlahan-lahan seperti pada kasus tumor otak. Afasia juga terdaftar sebagai efek samping yang langka dari fentanyl, suatu opioid untuk penanganan nyeri kronis.
PATOFISIOLOGIAfasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa di otak. Pada
manusia, fungsi pengaturan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak pada 96-99% orang yang dominan tangan kanan (kinan) dan 60% orang yang dominan tangan kiri (kidal). Pada pasien yang menderita afasia, sebagian besar lesi terletak pada hemisfer kiri.
Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau penyakit degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu area Broca dan area Wernicke.(2,3) Area Broca atau area 44 dan 45 Broadmann, bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kersulitan dalam artikulasi tetapi penderita bisa memahami bahasa dan tulisan.(6,7,8,9) Area Wernicke atau area 41 dan 42 Broadmann, merupakan area sensorik penerima untuk impuls pendengaran. Lesi pada area ini akan mengakibatkan penurunan hebat kemampuan memahami serta mengerti suatu bahasa.(6,7,8,9)
Secara umum afasia muncul akibat lesi pada kedua area pengaturan bahasa di atas. Selain itu lesi pada area disekitarnya juga dapat menyebabkan afasia transkortikal. Afasia juga dapat muncul akibat lesi pada fasikulus arkuatus, yaitu penghubung antara area Broca dan area Wernicke.
GEJALA KLINISDasar untuk mengklasifikasi afasia beragam, diantaranya ada yang
mendasarkan kepada: Manifestasi klinik
Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek
Gabungan pendekatan manifestasi klinik dengan lesi anatomik
Berdasarkan manifestasi klinik, afasia dapat dibedakan atas: Afasia tidak lancar atau non-fluent
Afasia lancar atau fluent
Berdasarkan lesi anatomik, afasia dapat dibedakan berdasarkan: Sindrom afasia peri-silvian
o Afasia Broca (motorik, ekspresif) o Afasia Wernicke (sensorik, reseptif) o Afasia konduksi
Sindrom afasia daerah perbatasan (borderzone) o Afasia transkortikal motorik o Afasia transkortikal sensorik o Afasia transkortikal campuran
Sindrom afasia subkortikal o Afasia talamik o Afasia striatal
Sindrom afasia non-lokalisasi o Afasian anomik o Afasia global
Sebagai tambahan, ada yang disebut dengan parafasia. Parafasia ialah mensubstitusi kata. Ada 2 jenis parafasia, yaitu parafasia semantik (verbal) dan parafasia fonemik (literal). Parafasia semantik ialah mensubstitusi satu kata dengan kata lain, misalnya “kucing” dengan “anjing”. Parafasia fonemik ialah mensubstitusi suatu bunyi dengan bunyi lain, misalnya “bir” dengan “kir”.
DIAGNOSIS
Diagnosis afasia ialah berdasarkan tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada pemeriksaan fisik dan kejiwaan. Sedangkan pemeriksaan tambahan lainnya dilakukan untuk mengetahui penyebab kerusakan otaknya.Manifestasi Klinik Afasia tidak lancar. Pada afasia ini, output atau keluaran bicara terbatas. Penderita menggunakan kalimat pendek dan bicara dalam bentuk sederhana. Sering disertai artikulasi dan irama bicara yang buruk.
Gambaran klinisnya ialah: Pasien tampak sulit memulai bicara
Panjang kalimat sedikit (5 kata atau kurang per kalimat)
Gramatika bahasa berkurang dan tidak kompleks
Artikulasi umumnya terganggu
Irama bicara terganggu
Pemahaman cukup baik, tapi sulit memahami kalimat yang lebih kompleks
Pengulanan (repetisi) buruk
Kemampuan menamai, menyebut nama benda buruk