3
AFTA SUDAH DIDEPAN MATA, BAGAIMANA DENGAN NASIB PARA DOKTER? ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan kesepakatan bersama negara-negara anggota ASEAN dalam area perdagangan bebas. Kesepakan yag awalnya dibuat oleh 6 anggota ASEAN termasuk Indonesia itu kini diberlakukan kepada semua anggota dan akan dibuka pada 2015. Didepan mata kita akan melihat, industri, jasa dan layanan publik, perdagangan, komoditi dari luar ASEAN akan masuk dan beradu kualitas, harga, pelayanan dengan produk negara-negara ASEAN. Kesepakatan tersebut dibuat untuk meningkatkan kualitas perdagangan negara-negara ASEAN untuk berkompetisi dengan komoditi diluar ASEAN. Namun, jika negara-negara ASEAN tidak siap dalam menghadapinya, akan terjadi penjajahan modern abad ke 21. Dimana, tuan rumah diperlakukan sebagai pembeli, penonton, dan penikmat sedangkan pendatang yang menikmati hasilnya. Atau lebih parahnya kita yang menjadi kuli bagi mereka yang mempunyai SDM yang bagus, pelayanan yang baik. Siap tidak siap kita harus memperbaharui segala sesuatu yang dirasa belum layak untuk diperjualkan dan diberikan. Sektor kesehatan dan dunia medis tidak kalah penting bisa terkena imbasnya. Dari berbagai perdagangan dan industri yang masuk akan sangat mudah semua sektor dapat terkena dampaknya. Industri farmasi maupun alat-alat medis dan layanan kesehatan berupa tenaga medis menjadi satu hal yang penting. Menilik keadaan layanan kesehatan negeri kita yang masih kurang, faislitas dan infrastruktur yang belum memadai, SDM tenaga medis yang kurang professional, persebaran tenaga medis yang tidak merata menjadi kendala tersendiri. Sekali lagi, siap tidak siap kita akan menghadapinya. Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menyatakan, pelayanan di bidang kesehatan perlu terus berbenah menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada 2015. "Harus siap. Kita tak mungkin menutup atau membatasi pintu perdagangan. Sekarang kita harus punya solusi jitu supaya pasien dan dokter Indonesia tidak

Afta Sudah Didepan Mata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Mengenai Asean Free Trade Area untuk kemaslahatan dokter masa depan

Citation preview

AFTA SUDAH DIDEPAN MATA, BAGAIMANA DENGAN NASIB PARA DOKTER?

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan kesepakatan bersama negara-negara anggota ASEAN dalam area perdagangan bebas. Kesepakan yag awalnya dibuat oleh 6 anggota ASEAN termasuk Indonesia itu kini diberlakukan kepada semua anggota dan akan dibuka pada 2015. Didepan mata kita akan melihat, industri, jasa dan layanan publik, perdagangan, komoditi dari luar ASEAN akan masuk dan beradu kualitas, harga, pelayanan dengan produk negara-negara ASEAN. Kesepakatan tersebut dibuat untuk meningkatkan kualitas perdagangan negara-negara ASEAN untuk berkompetisi dengan komoditi diluar ASEAN. Namun, jika negara-negara ASEAN tidak siap dalam menghadapinya, akan terjadi penjajahan modern abad ke 21. Dimana, tuan rumah diperlakukan sebagai pembeli, penonton, dan penikmat sedangkan pendatang yang menikmati hasilnya. Atau lebih parahnya kita yang menjadi kuli bagi mereka yang mempunyai SDM yang bagus, pelayanan yang baik. Siap tidak siap kita harus memperbaharui segala sesuatu yang dirasa belum layak untuk diperjualkan dan diberikan. Sektor kesehatan dan dunia medis tidak kalah penting bisa terkena imbasnya. Dari berbagai perdagangan dan industri yang masuk akan sangat mudah semua sektor dapat terkena dampaknya. Industri farmasi maupun alat-alat medis dan layanan kesehatan berupa tenaga medis menjadi satu hal yang penting. Menilik keadaan layanan kesehatan negeri kita yang masih kurang, faislitas dan infrastruktur yang belum memadai, SDM tenaga medis yang kurang professional, persebaran tenaga medis yang tidak merata menjadi kendala tersendiri. Sekali lagi, siap tidak siap kita akan menghadapinya. Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menyatakan, pelayanan di bidang kesehatan perlu terus berbenah menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada 2015. "Harus siap. Kita tak mungkin menutup atau membatasi pintu perdagangan. Sekarang kita harus punya solusi jitu supaya pasien dan dokter Indonesia tidak diambil negara lain, ujar bu Menkes. Distribusi tenaga kesehatan, diakui Menkes, masih menjadi sandungan dalam kesiapan Indonesia menghadapi pasar AFTA. Padahal, menurut Nafsiah saat ini Indonesia memiliki 33 ribu dokter yang melayani 100 ribu penduduk. Jumlah dokter spesialis sekitar 25 ribu, sementara dokter umum 80 ribu. Jumlah produksi dokter per tahun mencapai 7 ribu, dari 72 fakultas kedokteran di seluruh Indonesia. Sayangnya, distribusi tenaga kesehatan tidak merata.Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember drg. Hj. Heniyati M.Kes, masyarakat sekarang lebih kritis dalam menyikapi masalah pelayanan kesehatan. Kasus yang dialami oleh seorang dokter yang ditahan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara dengan dugaan melakukan kegiatan malpraktik, menunjukkan betapa kritisnya masyarakat tentang pelayanan kesehatan. Diluar kasus itu benar apa salah, tentu saja ini akan menjadi catatan masyarakat tentang kualitas dokter di Indonesia jika nanti mereka harus bersaing dengan dokter-dokter asing.Menurut dr. Solihul Absor, MARS mengatakan bahwa Masalah tergusurnya profesi dokter karena AFTA maupun kebijakan BPJS bagi saya tergantung bagaimana kita menyikapinya. Memang tantangan dokter dan penyelenggara pelayanan kesehatan makin berat, tapi bukankah semua sektor juga mengalami hal yang sama. Para pebisnis tiap tahun disibukkan dengan target yang selalu naik di tengah iklim yang semakin kompetitif, di bidang jasa maupun non jasa, sama saja.Dari berbagai paparan dan data yang ada bahwa perlunya strategi khusus untuk menghadapinya. Perlunya pematangan konsep dan kualitas praktisi kesehatan. Ada beberapa hal yang seharusnya perlu ditingkatkan kualitasnya. Pertama, SDM tenaga medis. Harus adanya peningkatan SDM tenaga medis baik yang sudah berprofesi maupun yang masih mengeyam pendidikan. Penerapan Standar Kompetensi Dokter Indonesia harus benar-benar dilaksanakan. Dengan kualitas ketrampilan medis, pengetahuan tentang kesehatan, hubungan komunikasi yang baik harus dimiliki. Sistem pendidikan dokter harus selalu dikaji kritis dan dilakukan perbaikan system menuju kearah peningkatan kualitas pendidikan. Kedua, Sistem birokrasi kesehatan. Harus diperjelas dan ditepati sesuai aturan yang ada. Sistem yang baik layanan yang baik akan membuat nyaman masyarakat. Tidak hanya mematok harga tinggi, tetapi kualitas buruk. Sistem pelayanan kesehatan di masyarakat harus diperbaiki, termasuk persebaran tenaga medis yang tidak merata. Ketiga, Fasilitas dan Infrastruktus medis. Ketersediaan peralatan medis yang memadai, ketersediaan obat yang baik yang dapat terjangkau ke daerah pelosok dan seluruh jangkauan nusantara. Teknologi yang canggih memungkinkan ketepatan diagnosis, penatalaksanaan yang tepat dan penanganan dan prognosis penyakit yang baik. Dengan terus melakukan perbaikan diri dalam system, infrastruktur dan SDM akan menjadikan sektor kesehatan di Indonesia semakin menjadi lebih baik dan bermutu.Banyak yang belum tahu mengenai hal ini, mungkin karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah maupun apatisnya masyarakat terhadap hal tersebut. Kita harus segera berbenah, 2015 tidak lama lagi, jika belum dipersiapkan dari sekarang kapan lagi. Mari perbaiki bersama kualitas diri, pelayanan public, perdagangan dan industry dalam negeri menuju kemajuan yang lebih berarti dan tidak lagi dipindang sebagai negara konsumtif dan berkembang yang selalu bergantung pada negara yang maju. Indonesia punya potensi alam, potensi SDM yang cukup mumpuni, tinggal bagaimana kita mengeksplorasi potensi yang ada menjadi suatu hal yang berguna dan bermanfaat bagi banyak orang. Semoga kedepannya kesehatan menjadi prioritas penting dari pemerintah selain bidang pendidikan dan ekonomi. Masyarakat sehat dengan perpendidikan tinggi akan menaikkan perekonomian negara. Salam Pejuang.