36
1 WARTA e-PROCUREMENT • EDISI IV | Juli | 2012 WARTA UTAMA WARTA TOKOH KEPALA LKPP AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE PILAR UTAMA REFORMASI PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 1WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA UTAMA WARTA TOKOH

KEPALA LKPPAGUS RAHARDJO

ULP DAN LPSEPILAR UTAMA REFORMASIPENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Page 2: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE
Page 3: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 3WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

SALAM W

ARTA

Salam Warta,

Assalamualaikum Wr. Wb, salam sejahtera bagi kita semua

Fantastic Four!!! edisi keempat Warta e-Procurement berhasil diterbitkan pada kesempatan kali ini. Tak terasa sudah empat edisi Warta e-Procurement menemani para pengguna sistem dan memberikan informasi seputar kebijakan dan layanan e-procurement Kementerian Keuangan. Untuk itu, pada awal semester II tahun anggaran 2012 kali ini, Warta e-Procurement akan menghadirkan topik utama yang hangat mengenai pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan beberapa informasi lain yang cukup fantastic memanjakan para pembaca.

Untuk edisi keempat ini, kami mengambil tema besar yang cukup menarik yaitu “LPSE dan ULP sebagai Pilar Utama Reformasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ” di mana dalam mengupas tema tersebut, tim reportase Warta e-Procurement akan menyajikan secara ekslusif hasil wawancara dengan Pimpinan Tertinggi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yaitu Ir. Agus Rahardjo, MSM. Beliau akan memberikan tanggapan mengenai LPSE dan ULP dari perspektif LKPP, sebagai sang empunya kebijakan pengadaan barang dan jasa di negeri ini dengan mengangkat judul “LPSE dan ULP Alat Utama Mewujudkan Pengadaan Kredibel.” Dalam arahannya kali ini, Beliau berharap gerakan reformasi pengadaan selalu kokoh berkibar meraih cita-cita pengadaan yang kredibel dengan ditopang LPSE dan ULP sebagai dua pilar utamanya.

Tema yang kami angkat pada edisi keempat Warta e-Procurement ini, tidak terlepas dari dasar kewajiban pengadaan secara elektronik pada tahun 2012, yaitu Pasal 131 ayat 1 (satu) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 yang berbunyi “K/L/D/I wajib melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik untuk sebagian/seluruh paket-paket pekerjaan pada Tahun Anggaran 2012” serta pembentukan ULP yang diatur dalam Peraturan Kepala LKPP Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Unit Layanan Pengadaan. Kita akan mengetahui bagaimana sinergi kinerja yang wajib diterapkan antara LPSE dan ULP agar terwujud cita-cita pengadaan yang kredibel.

Selanjutnya perkenankan kami menyampaikan capaian kinerja yang telah kami lakukan sejak LPSE efektif beroperasi tahun 2008 sampai dengan akhir semester pertama tahun anggaran 2012 yang meliputi: untuk penyedia barang dan jasa yang telah terverifikasi menjadi pengguna sistem pasar virtual LPSE Kementerian Keuangan adalah sebanyak 7753 penyedia, dengan total transaksi pengadaan barang dan jasa yang berhasil dihimpun adalah Rp8,378 T dan menghasilkan penghematan sebesar Rp1,203 T (14.36 %) Selain itu, LPSE Kementerian Keuangan juga telah secara resmi melayani 77 Instansi Pemerintah di luar Kementerian Keuangan yang terdiri dari Kementerian/Lembaga dan Badan Layanan Umum di tingkat Pusat, serta Perguruan Tinggi, Unit Pelaksana Teknis, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk pelaksanaan kerja sama di daerah.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga Warta e-Procurement edisi IV Tahun 2012 dapat bermanfaat bagi seluruh pihak terkait, dan kami ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pengguna jasa layanan baik di lingkungan Kementerian Keuangan maupun K/L/Komisi lainnya, yang telah berkontribusi dalam penulisan Warta e-Procurement kali ini.

Wassalammualaikum Wr. Wb.

Redaksi

TIM REDAKSIWARTA e-PROCUREMENT

Pemimpin UmumKepala Pusat LPSE

Pemimpin Redaksi Luqman Joyo Kartono

Dewan RedaksiMulat HandayaniSamsul Hidayat

AsnidarIndro Bawono

Yulia Candra KusumariniErwin

M. Lucky Akbar

Redaktur PelaksanaSlamet Jumadi

EditorSanti Rahayu

Efi Firmani

Penulis dan ReporterEdi Purwanto

Raditya Yudha PerdanaAchmad Zaki Rifai

Wahyu StiawanBary R. Pratama

Dina Karlina A. LubisBilly Sangeroki

Layouter dan DesignerWardah AdinaWildan Farani

Alamat Redaksi:Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1

Jakarta Pusat 10710 Telp: (021) 3443009;

(021) 3449230pswt 6855

Page 4: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

4 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

DAFTAR ISI

4 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

Warta UtamaULP dan LPSE Pilar Reformasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

5

Warta TokohKepala LKPPAgus Rahardjo

9

Warta KegiatanFocus Group Discussiondan Sertifikasi Digital 2012

14

Rapat Koordinasi Teknis Aplikasi LPSE 14Pelatihan 5R dan 5S 15Verifikasi Lapangan Bagi CalonPenyedia Barang/Jasa

15

Sosialisasi Sistem Pelelangan e-Procurement Bagi Anggota Gapensi DKI

15

Rapat Koordinasi Teknis Regulasi danStandardisasi Operasional LPSE

16

Rapat Koordinasi TeknisInfrastruktur LPSE

17

Warta Info

Realisasi Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik LPSE Kementerian Keuangan

18

Rencana KegiatanPembentukan ULP Kementerian Keuangan

20

Penerapan Aplikasi Back Office Pada Unit Layanan di Daerah

22

RegulasiSurat Edaran Menteri KeuanganSE-9/MK.1/2012

23

Perka LKPP No. 5 Tahun 2012 Tentang Unit Layanan Pengadaan

25

Liputan LPSE DaerahLPSE Kementerian KeuanganWilayah Jawa Timur

28

Profil Kantor DaerahLPSE Kementerian KeuanganWilayah Jawa Barat

30

KerjasamaSatuan Kerja K/L/I yang Telah Bekerjasama Dengan LPSE Kementerian Keuangan

32

TipnovasiTips - Antisipasi Pelelangan GagalBaik Dari Sisi Panitia Maupun Penyedia

33

Inovasi - Penerapan Apendo Versi 3.1 Untuk Menjembatani Apendo Versi 2.2 dan SPAMKODOK

34

Warta OpiniBagaimana Prospek Pengadaan Melalui LPSE dan ULP Menurut Panitia

35

Page 5: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 5WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

ULP DAN LPSEPILAR UTAMA REFORMASIPENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAHSudah banyak diberitakan di media massa bahkan lagi hangat-hangatnya, saat ini, seperti kasus hambalang dan kasus-kasus lainnya yang sedang ditangani oleh KPK kebanyakan bermula dari kasus pengadaan barang/jasa. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menghambat jalannya korupsi ternyata belum membuat jera para pelaku korupsi. Bahkan dengan biaya politik yang semakin tinggi saat ini, peluang terjadinya kasus korupsi harus semakin diwaspadai. Pengadaan barang/jasa bisa dijadikan sebagai salah satu jalan untuk menutup investasi politik. Pembuat kebijakan di bidang pengadaan barang/jasa harus berpacu untuk menutup lubang-lubang yang dapat dijadikan mesin pencari uang oleh para koruptor.

Berdasarkan data kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga

tahun 2007, lebih dari 70 persennya adalah kasus tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Itu menjadi pertanda bahwa kita perlu terus memperbaiki dan memperkuat benteng proses pengadaan barang/jasa agar uang negara tidak tersedot masuk rekening pribadi dan laju pembangunan dapat dipercepat. Berbagai upaya perbaikan di bidang pengadaan terus diakukan namun tidak sedikit kendala yang dihadapi. Menurut Kepala LKPP, Agus Rahardjo, kendala utama dalam reformasi pengadaan adalah komitmen pimpinan, lalu karena ujungnya juga menyangkut masalah politik maka perlu diperbaiki juga politiknya. “Menurut saya, kendala utama adalah masalah komitmen pimpinan. Komitmen adalah hal yang harus benar-benar kita jaga. Reformasi ini seharusnya tidak hanya di birokrasi tapi juga di undang-undang politik yang harus diperbaiki,” jelasnya, saat wawancara dengan tim Warta e-proc.

Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah saat ini secara umum masih mempunyai beberapa kelemahan antara lain:1

1. Kurang efisien sehingga nilai economies of scale tidak terpenuhi, dan masih tercipta duplikasi kegiatan;

2. Sulit untuk melakukan pembinaan SDM;

3. Tidak ada keseragaman sistem/metode dalam melayani penyedia barang/jasa.

Upaya perbaikan pengadaan barang/

jasa terus dilakukan. Sebagaimana diketahui bersama telah dilakukan melalui perbaikan sistem pengadaan melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan perbaikan pengembangan Sumber Daya Manusia melalui Organisasi Pengadaan dengan pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP). Sinergi kedua strategi ini merupakan unsur untuk meningkatkan perbaikan dari sisi “People” melalui ULP dan “Tools” melalui SPSE sedangkan untuk “Process”nya perlu diperbaiki dari segi aturan sehingga sesuai dengan standar best practice pengadaan barang/jasa yang berlaku umum di negara-negara maju. Adanya pembentukan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan ULP merupakan wujud berdirinya pilar-pilar penopang reformasi pengadaan barang/jasa pemerintah membangun sistem pengadaan yang kredibel.

LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIKUntuk memberikan “jiwa baru” di bidang pengadaan barang/jasa, sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, dibangun SPSE. Dalam Perpres No.54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, khususnya dalam pasal 111 diatur bahwa Kementerian/ Lembaga/ Instansi (K/L/I) dapat membentuk LPSE untuk memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik. ULP/Pejabat Pengadaan pada K/L/I yang tidak membentuk LPSE, dapat melaksanakan Pengadaan secara elektronik dengan menjadi pengguna dari LPSE terdekat. LPSE dibentuk dapat bertindak sebagai fasilitator Unit Layanan

Pengadaan (ULP) dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Terdapat dua model LPSE yaitu LPSE Sistem Provider dan LPSE Service Provider. LPSE Sistem Provider menjalankan seluruh fungsi LPSE termasuk mempunyai, mengelola dan memelihara perangkat keras yang meliputi perangkat jaringan dan server yang telah terinstalasi SPSE. Pada LPSE Service Provider, fungsi mengelola server yang telah terinstalasi SPSE tidak diperlukan karena LPSE tipe ini menginduk pada LPSE terdekat sehingga tidak memiliki alamat website sendiri namun tetap menjalankan fungsi lainnya.

LPSE menjalankan fungsi sebagai pasar virtual yang mempertemukan penyedia barang/jasa dan pihak yang membutuhkan barang/jasa yaitu Unit Layanan Pengadaan / Panitia Pengadaan. Untuk mendukung fungsi tersebut LPSE melakukan kegiatan antara lain :1. Mengelola sistem e-Procurement;

(kecuali LPSE Service Provider)2. Menyediakan pelatihan kepada ULP/

Panitia dan penyedia barang/jasa;3. Menyediakan sarana akses internet

bagi ULP/Panitia dan penyedia barang/jasa;

4. Melakukan pendaftaran dan verifikasi terhadap ULP/Panitia dan penyedia barang/jasa;

5. Memberikan user id dan password kepada panitia pengadaan barang/jasa/ ULP;

6. Menyediakan helpdesk untuk menangani permasalahan SPSE.

Inisiasi pembentukan LPSE pada awalnya

WARTA U

TAMA

1BAPPENAS-LKPP, Bahan Paparan dalam Workshop Pembahasan Pembentukan ULP Barang/Jasa Pemerintah, Februari 2012

Page 6: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

6 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

dilakukan oleh Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa – Bappenas di tahun 2006 mengacu pada Inpres Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, terutama pada diktum 11 yang berbunyi “Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS melakukan kajian dan uji coba untuk pelaksanaan sistem e-Procurement yang dapat dipergunakan bersama oleh instansi Pemerintah.” Pada tahun 2007 barulah dilakukan pelelangan secara elektronik melalui LPSE oleh BAPPENAS dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (pada saat itu bernama Departemen Pendidikan Nasional). Di tahun tersebut, baru terdapat satu server LPSE yang berada di Jakarta dengan alamat www.pengadaannasional-bappenas.go.id yang dikelola langsung oleh BAPPENAS2.

Pelaksanaan pengadaan secara elektronik semakin mendapat legalitasnya sejak ditetapkanya Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pada pasal 5 ditegaskan hal-hal pokok yang menunjang keabsahan kegiatan transaksi melalui elektronik yaitu : Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakkannya merupakan alat bukti yang sah. Ketentuan mengenai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dimaksud tidak berlaku untuk : Surat yang menurut undang undang harus dibuat dalam bentuk tertulis dan Surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notarial atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta. Sedangkan mengenai Tanda Tangan Elektronik dijelaskan pada pasal 1 merupakan tanda tangan yang terdiri atas informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

Ketentuan mengenai LPSE selanjutnya dipertegas dengan terbitnya Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menggantikan Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pada pasal 131 dijelaskan

bahwa K/L/D/I wajib melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik untuk sebagian/ seluruh paket-paket pekerjaan padaTahun Anggaran 2012. Melalui instruksi Presiden No. 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 ditetapkan target pada tahun 2012, untuk Kementerian/Lembaga sekurang-kurang 75% dan untuk Pemerintah Derah sekurang-kurangnya 40% dari anggaran barang/jasa yang dibelanjakan;

Implementasi LPSE berkembang cukup pesat dan hingga kini, nilai transaksi dan penghematan sudah mencapai triliyunan rupiah. “Kini jumlah LPSE sudah mencapai 466 unit dan nilai transaksinya mencapai 75,59 trilyun rupiah. Dari angka 75,59 trilyun tersebut, sekitar 46,9 trilyun dinyatakan sudah selesai lelangnya dan mengemas penghematan sebesar 5,4 trilyun. Namun, jika penghematan diakumulasi sejak e-procurement berjalan efektif pada tahun 2008 hingga hari ini, maka angka penghematan sudah mendekati 11,78 trilyun rupiah. Lumayan ya, 11,78 trilyun sudah bisa menjadi 2 (dua)Jembatan Suramadu” tegas Agus Rahardjo.

Tidak heran, jika LPSE mendapat sambutan yang hangat dengan kemudahan/keunggulan yang diperoleh dari LPSE ini. Sudah tidak ada pertemuan tatap muka lagi antara panitia dan penyedia. Penyedia tidak perlu lagi untuk datang langsung ke tempat pelaksanaan lelang/seleksi. Penyedia/panitia dapat melakukan transaksi di mana saja dan kapan saja. Penyedia dari berbagai daerah dapat menyatu dalam suatu pasar yang terbuka serta ada jaminan keaslian dokumen lelang/seleksi. Ke depan, LPSE merupakan suatu keharusan dan akan menyatu dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara secara keseluruhan. Agus Rahardjo menambahkan, “Proyeksi saya ke depan, e-procurement ini bisa bagus. Public financial management kita bisa bagus. LKPP kan posisinya ada di tengah, dalam proses e-procurement. Nah, ujung awal dan ujung akhir inilah yang akan Anda (Kementerian Keuangan) sentuh. Ujung awalnya kan ada planning and budgeting, bagaimana membuat ini menjadi transparan……; Berikutnya ujung akhirnya bisa diterapkan e-contract and e-payment.”

Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN dan RB) No. 2 Tahun 2012 tentang Kebijakan Kelembagaan Penanganan Tugas dan Fungsi Layanan Pengadaan Barang/Jasa dan Layanan Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik, Tugas dan fungsi di bidang layanan pengadaan barang/jasa secara elektronik (LPSE) dilekatkan/diintegrasikan pada unit struktural yang secara fungsional melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengelolaan data dan/atau pengolahaan teknologi informasi. Namun jika dipandang perlu, tugas dan fungsi di bidang layanan pengadaan barang/jasa secara elektronik, dapat diwadahi dalam unit struktural tersendiri yang pembentukannya tetap berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur kelembagaan pemerintah.

Di lingkungan Kementerian Keuangan sendiri, LPSE mulai dilaksanakan sejak tahun 2008 dan memberikan layanan tidak hanya pada satuan kerja lingkup Kementerian Keuangan saja tapi juga di luar Kementerian Keuangan. Pusat LPSE Kementerian Keuangan merupakan suatu unit organisasi setingkat eselon II di bawah Sekretariat Jenderal. Pusat LPSE Kementerian Keuangan juga membuka layanan di 32 provinsi di seluruh Indonesia dalam bentuk suatu Tim Layanan, hal tersebut diharapkan layanan dapat lebih maksimal dan menjangkau seluruh lapisan dengan memberikan layanan registasi penyedia, training dan tempat bidding.

UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP)Unit Layanan Pengadaan (ULP) adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan pengadaan barang/jasa di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi lainnya (K/L/D/I) yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri, atau melekat pada unit yang sudah ada. K/L/D/I diwajibkan mempunyai ULP yang dapat memberikan pelayanan/pembinaan dibidang Pengadaan Barang/Jasa. ULP pada K/L/D/I dibentuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi. Jumlah ULP di masing-masing K/L/D/I disesuaikan dengan rentang kendali dan kebutuhan. ULP dapat dibentuk setara dengan eselon II, eselon III atau eselon IV sesuai dengan kebutuhan K/L/D/I dalam mengelola

WAR

TA U

TAM

A

2http://lpse.blogdetik.com/sejarah/

Page 7: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 7WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA U

TAMA

Pengadaan Barang/Jasa. ULP pada K/L/D/I sudah harus terbentuk dan berfungsi pada tahun anggaran 2014. Itulah beberapa ketentuan pokok tentang organisasi ULP dalam Perpres no. 54 Tahun 2010.

Lebih lanjut diatur mengenai struktur organisasi ULP bahwa harus ditetapkan sesuai kebutuhan yang paling kurang terdiri atas: kepala, sekretariat, staf pendukung dan kelompok kerja. Anggota ULP adalah berasal dari pegawai negeri, baik dari instansi sendiri maupun instansi lainnya. Anggota ULP yang berasal dari instansi lain adalah anggota ULP yang diangkat dari K/L/D/I lain karena di instansi yang sedang melakukan Pengadaan Barang/Jasa tidak mempunyai cukup pegawai yang memenuhi syarat. Anggota ULP dilarang duduk sebagai: PPK, pengelola keuangan; dan APIP (terkecuali menjadi Pejabat Pengadaan/anggota ULP untuk Pengadaan Barang/Jasa yang dibutuhkan instansinya).

Pembentukan merupakan jawaban atas berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa3. Berbagai permasalahan tersebut antara lain:1. PA/KPA tidak dapat menyusun Rencana

Umum Pengadaan (RUP) secara komprehensif karena tidak memiliki sumber daya dan masukan sebagai bahan penyusunan RUP (tidak ada unit di bawahnya yang membantu menyusun RUP);

2. Dokumentasi yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan tidak terintegrasi, karena pembentukan Panitia Pengadaan bersifat ad-hoc;

3. Informasi dan publikasi mengenai hal-hal terkait pengadaan (daftar hitam, daftar asuransi dan bank penjamin, rincian harga pasar, dsb) tidak terkompilasi, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai rujukan;

4. Panitia Pengadaan bersifat ad-hoc dan harus ditetapkan oleh KPA untuk jangka waktu satu tahun anggaran, sehingga panitia pengadaan tahun berjalan (seringkali) enggan melakukan proses pengadaan untuk kebutuhan tahun anggaran berikutnya. Hal ini jugalah yang menjadi salah satu penyebab keterlambatan pelaksanaan pengadaan;

5. Proses pengadaan barang/jasa

dilaksanakan oleh pegawai yang belum berpengalaman disebabkan anggota panitia dipindahkan ke tempat tugas yang berbeda;

6. Proses audit terhadap pelaksanaan pengadaan sulit dilaksanakan setelah lewat beberapa periode anggaran;

7. Anggota Panitia Pengadaan masih mempunyai tusi utama di unit struktural masing-masing sehingga memiliki keterbatasan waktu untuk bertemu dan melakukan pembahasan;

8. Prosedur dan tata kerja belum tersusun dengan baik.

ULP diharapkan menjadi solusi permasalahan-permasalahan tersebut. ULP didesain untuk menjadi pusat reformasi pengadaan dengan memainkan peran dan manfaat3

antara lain:1. Institutional Capacity Building. Dengan dibentuknya ULP maka diharapkan

peningkatan kapasitas institusi (ULP) secara terencana dan berkelanjutan dapat terwujud, termasuk di dalamnya pembinaan dan pengembangan SDM ULP dan pengembangan prosedur dan tata kerja terkait pengadaan;

2. Center of Information. Karena sifatnya yang permanen, diharapkan informasi-informasi terkait pengadaan dapat terdokumentasi dan terintegrasi dengan baik dan lengkap sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pusat informasi pengadaan. Berbagai data dan informasi seperti daftar hitam penyedia, daftar asuransi/bank penjamin/lembaga penjamin, rincian harga pasar, dan data lainnya dapat dengan mudah diakses sebagai bahan rujukan;

3. Center of Education. ULP dalam hal ini dapat melaksanakan fungsi konsultatif bagi organ pengadaan lain, misalnya dalam hal PA/KPA ingin menyusun Rencana Umum Pengadaan atau bila PPK akan melaksanakan tugasnya (menyusun HPS, rancangan kontrak, dsb). ULP juga dapat melaksanakan fungsi pengembangan dan pendidikan keahlian di bidang pengadaan barang/jasa bagi pegawai-pegawai di K/L/D/I terkait;

4. Center of Integrity. Pembentukan ULP diharapkan dapat lebih mencegah terjadinya KKN yang dapat dilakukan antara panitia dan penyedia. Proses pengadaan diharapkan lebih bersih dan objektif karena terdapat pemisahan yang tegas (independensi) antara pengguna barang/jasa dan pengelola pengadaan yang direkruts secara selektif sehingga proses pengadaan menjadi lebih bersih dan objektif;

3 Biro Hukum Kementerian PPN/BAPPENAS, Kajian Ringkas Evaluasi Peraturan Menteri Negara PPN/Kepala BAPPENAS No. 005/M.PPN/10/2007 – ULP Sebagai Bagian dari Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PPN/BAPPENAS, Mei 2012

Panitia Pengadaan Unit Layanan Pengadaan

Keunggulan Kelemahan Keunggulan Kelemahan

Sangat fleksibel untuk menentukan jumlah anggota panitia pengadaan karena cukup dengan SK PA/KPA

Akumulasi pengetahuan pengadaan sulit dilakukan

Akumulasi penge-tahuan pengadaan dapat dilakukan

Bila membutuhkan perubahan cepat agak susah karena harus merubah struktur organisasi

Jumlah ahli pengadaan banyak

Tanggung jawab indikator kinerja untuk aktivitas pengadaan tidak tergambar jelas kepada staf tertentu (tiap tahun dapat berubah)

Tanggung jawab indikator kinerja untuk aktivitas pengadaan jelas

Membutuhkan ahli pengadaan yang lebih sedikit dari panitia

Anggota panitia pengadaan masih mempunyai tusi utama di unit struktural masing-masing sehingga tugas sebagai panitia pengadaan sering terabaikan

Tidak bisa menjadi jenjang karir

Dapat menjadi jenjang karir

Perbedaan antara ULP dengan Panitia Pengadaan yang sudah ada dapat tergambar sebagai berikut3:

Page 8: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

8 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WAR

TA U

TAM

A

ideal adalah dibentuk unit struktural tersendiri. “ULP yang ideal adalah unit yang berdiri secara independen sehingga tidak terpengaruh dengan birokrasi” ujarnya. “Di Perka LKPP Nomor 5 Tahun 2012, kami sebutkan ULP bisa dilekatkan (pada unit struktural yang sudah ada) atau berdiri sendiri (secara struktural) karena jika kita sebutkan secara tegas dan kaku, pasti ada pihak yang berkomentar seharusnya tidak bisa di sini dan tidak bisa di situ. Yang penting adalah pesan bahwa ULP bersifat permanen bisa tersampaikan melalui peraturan tersebut” tambah Agus.

Ketentuan secara lengkap tentang pembentukan ULP diatur dalam Peraturan Kepala (Perka) LKPP Nomor 5 tahun 2012 tentang Unit Layanan Pengadaan. Perka ini, secara garis besar, antara lain mengatur tentang :• Taca cara Pembentukan ULP• Ruang lingkup dan kewenangan ULP• Tata kerja ULP• Tata cara pengangkatan kenggotaan

ULP

Sinergi pembentukan ULP didukung oleh sistem pelelangan yang canggih melalui LPSE diharapkan menjadi motor dalam pelaksanaan reformasi pengadaan barang/jasa. Melalui LPSE, ULP dapat melaksanakan pelelangan secara lebih mudah dan dapat melaksanakan pengadaan secara bersamaan dalam jumlah yang cukup banyak. Tanpa didukung teknologi IT melalui e-procurement, ULP akan kesulitan dalam melaksanakan pengadaan dalam jumlah yang banyak dalam waktu bersamaan.

PENUTUPLPSE dan ULP merupakan inovasi yang telah ditunggu-tunggu untuk mewujudkan pengadaan yang kredibel dan efektif. Kedudukan ULP yang independen dan mandiri diharapkan dapat mewujudkan secara nyata value for money di bidang pengadaan barang/jasa, sehingga jumlah dana yang dikeluarkan dapat menghasilkan barang/jasa dengan kualitas yang bagus dan layak. Ditambah dengan adanya layanan LPSE, fungsi manajemen strategis dari ULP menjadi lebih signifikan. Selain dapat menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip pengadaan (efektfif, efisien, terbuka, transparan, bersaing, adil, dan akuntabel), modernisasi proses pengadaan secara digital melalui LPSE dapat meningkatkan kualitas kinerja sistem pengadaan di sebuah unit kerja Kementerian/Lembaga.

Harapan kita semua, dengan adanya pelayanan pengadaan yang kredibel dari ULP serta dukungan menyeluruh dari LPSE terkait pelaksanaan e-Procurement, dapat dihasilkan pelaksanaan pengadaan sesuai dengan aturan dan kebijakan pengadaan sehingga kebutuhan pengguna akan barang/jasa dapat dipenuhi sesuai harapannya. Barang/jasa yang sesuai dengan keperluan pengguna akan meningkatkan tingkat layanan publik kepada masyarakat serta memberikan payung hukum untuk meminimalkan risiko yang potensial bagi organisasi. Hal ini tentunya akan membawa angin segar dan semangat baru pada gerakan reformasi pengadaan barang/jasa pemerintah. (Wahyu)

Pembentukan ULP di samping mempunyai manfaat tersebut diatas juga mempunyai keunggulan sebagai berikut :1. Peningkatan Profesionalisme. Pegawai

yang ditugaskan pada ULP hanya fokus melaksanakan pengadaan barang/jasa sehingga akan dapat meningkatkan kompetensi dan profesionalisme pelaksanaan pengadaan. Sedangkan masing-masing satuan kerja juga dapat lebih fokus pada tugas dan fungsinya dan memberikan layanan yang lebih profesional.

2. Peningkatan Koordinasi. Dengan terbentuknya ULP maka jumlah unit yang melaksanakan pengadaan menjadi lebih sedikit karena pelaksanaan pengadaan hanya dikonsentrasikan pada beberapa unit. Dengan demikian koordinasi dalam pemantauan dan penanganan permasalahan pengadaan barang/jasa menjadi lebih mudah serta implementasi dan sosialisasi kebijakan di bidang pengadaan barang/jasa akan lebih mudah dilaksanakan.

3. Percepatan Pelelangan. ULP yang dikelola tenaga yang lebih profesional serta didukung oleh sistem perencenaan dan koordinasi yang baik maka proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa akan dapat dilaksanakan lebih cepat dan akurat, sehingga tercapai prinsip efisiensi waktu;

4. Percepatan Penyerapan Anggaran. Akhirnya dengan pembentukan ULP, melalui pelaksanaan pengadaan yang profesional, koordinasi yang lebih efektif yang diharapkan dapat meningkatkan percepatan pelelangan akan berujung pada percepatan penyerapan anggaran yang selama ini selalu menjadi permasalahan dari tahun ke tahun.

Sesuai Surat Edaran MenPAN dan RB No. 2 Tahun 2012, Tugas dan fungsi di bidang layanan pengadaan (ULP) dilekatkan/diintegrasikan pada unit struktural yang secara fungsional melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengadaan barang/jasa. Apabila dipandang perlu, tugas dan fungsi di bidang layanan pengadaan dapat diwadahi dalam unit struktural tersendiri yang pembentukannya tetap berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur kelembagaan pemerintah. Namun demikian, Menurut Agus Rahardjo yang

Gambar 1. Ruang Layanan Pusat LPSE Kementerian Keuangan

Page 9: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 9WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

LPSE DAN ULPALAT UTAMA MEWUJUDKANPENGADAAN KREDIBELLangit cerah di Jalan Gatot Subroto Jakarta turut menghiasi perjalanan Tim Warta menuju Gedung SMESCO. Setiba di sana, Sekretaris Kepala LKPP mengantarkan kami menemui sang empu kebijakan pengadaan dengan cukup ramah dan mengesankan. Didampingi oleh Direktur e-Procurement LKPP Ikak Gayuh Patriastomo dan beberapa pegawai LKPP, Kepala LKPP Agus Rahardjo, memaparkan kepada Tim Warta e-Procurement mengenai proyeksi pengadaan ke depan dengan menggunakan LPSE dan ULP sebagai alat utama untuk mewujudkan pengadaan yang kredibel. Pria yang lahir di Magetan, 56 tahun silam ini telah mengabdikan diri di Bappenas dan LKPP selama dua dekade untuk berjuang keras menggeluti dunia pengadaan hingga sekarang menduduki Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Dengan pembawaan yang tegas dan ramah, Agus menyampaikan pandangannya mengenai penerapan e-procurement melalui LPSE di Indonesia, kedudukan dan fungsi ideal ULP, hingga harapannya terhadap adanya prospek pengadaan kredibel di masa mendatang.

Berikut petikan wawancara dengan beliau yang telah disarikan oleh Tim Warta e-Procurement.

WARTA TO

KOH

Page 10: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

10 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

Reformasi pengadaan melalui LPSE itu...LPSE sebagai alat reformasi pengadaan berdiri sejak tahun 2008. Kita bisa melihat wujud reformasi pengadaan melalui data-data yang kita miliki. Pada tahun 2008 hanya berdiri beberapa LPSE dan nilai transaksi per tahun melalui LPSE hanya beberapa milyar, namun kini jumlah LPSE sudah mencapai 466 unit dan nilai transaksinya mencapai 75,59 trilyun rupiah. Dari angka 75,59 trilyun tersebut, sekitar 46,9 trilyun dinyatakan sudah selesai lelangnya dan mengemas penghematan sebesar 5,4 trilyun. Namun, jika penghematan diakumulasi sejak e-procurement berjalan efektif pada tahun 2011 hingga hari ini, maka angka penghematan sudah mendekati 10 trilyun rupiah. “Lumayan ya, 11,78 trilyun sudah bisa menjadi 2 (dua) Jembatan Suramadu.” ujarnya sambil tertawa ramah.

Harapan saya, melalui sistem ini pengadaan bisa mempercepat waktu lelang. Selain itu, bisa kita lihat bahwa sistem ini mampu memberikan pembelajaran kepada orang-orang yang tadinya belum tahu internet. Secara tidak langsung hal ini merupakan bentuk pendidikan, terutama bagi orang-orang yang ada di daerah. Manfaat lain yang tidak kalah penting adalah sistem ini menumbuhkan kerja sama. E-Procurement bukan proyek karena sistem ini merupakan gerakan yang sustainability-nya harus kita jaga terus menerus. Kalau proyek kan sekali jalan lalu selesai, berbeda dengan sistem ini yang akan berlangsung terus menerus. Kita dapat mengambil contoh kasus, ketika orang daerah mengalami masalah dalam sistem ini, idealnya masalah tersebut tidak harus lari ke pusat, tetapi mereka bisa saling bertukar pikiran. Kebetulan saya kemarin pergi ke Jawa Tengah. Saya melihat ternyata yang melatih orang Demak itu malah orang Sukoharjo. Dari contoh tersebut kita bisa melihat bahwa mereka bisa saling bekerja sama dan tolong menolong. Ini tentunya hal yang sangat bagus sekali.

Apalagi jika cita-cita untuk mewujudkan pengadaan menjadi suatu pasar nasional sudah tercapai, tentunya lebih bagus lagi. Ketika semua LPSE sudah teragregasi, orang yang mendaftar di Majalengka bisa ikut di Medan atau dimanapun. Ke depannya saya harap LPSE Kementerian Keuangan harus ikut agregasi juga. Coba Anda renungkan bukankah hal ini akan memperkuat keutuhan NKRI? Tidak ada sekat antardaerah lagi dan semua orang bisa ikut lelang dimana-mana. Sehingga kita bisa merasakan bahwa Indonesia memang rumah kita. Manfaat-manfaat inilah yang akan kita rasakan beberapa tahun ke depan.

Namun kendala-kendala dalam penerapannya juga ada...Bisa saya katakan kendala pertama adalah lingkungan strategis kita yang kurang kondusif, dalam arti potensi KKN dalam pengadaan masih ada. Hal ini mengakibatkan komitmen untuk menggunakan e-procurement menjadi rendah karena dengan e-procurement celah untuk melakukan KKN semakin dipersulit. Padahal seperti yang kita ketahui, komitmen itu

telah terlihat dari kewajiban menggunakan e-procurement pada tahun 2012 dan diperkuat dengan Inpres No. 17 Tahun 2012. Namun kenyataannya masih ada instansi yang belum menerapkan e-procurement. Jadi, idealnya hari ini, nilai transaksi e-procurement seharusnya bukan 62 trilyun lagi, tetapi sudah mendekati angka 300 trilyun, apalagi ini sudah bulan Juni. Jadi itulah mengapa komitmen menjadi penting dan sangat dibutuhkan dalam penerapan sistem ini.

Menurut saya, kendala utama adalah masalah komitmen pimpinan. Komitmen adalah hal yang harus benar-benar kita jaga. Reformasi ini seharusnya tidak hanya di birokrasi tapi juga di undang-undang politik yang harus diperbaiki.

Kendala kedua adalah masalah sumber daya manusia (SDM) dan yang ketiga adalah kualitas sambungan internet yang belum memadai, terutama di daerah Indonesia bagian timur. Tapi saya percaya, asalkan para pengguna sistem berkomitmen, dengan fasilitas terbatas pun sistem ini masih bisa berjalan. Contohnya di daerah Banjarbaru, Kalimantan Selatan meskipun fasilitas seadanya, e-procurement-nya masih tetap bisa jalan.

Upaya-upaya LKPP mengatasi kendala-kendala…Dalam upaya untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, kami terus mengupayakan yang menjadi wewenang kami, misalnya menaikkan target pengadaan yang dilaksanakan secara elektronik dari 70% menjadi 90% atau 100%. Nah, mengenai hal tersebut, sebenarnya saya ingin meminta bantuan kepada teman-teman Kementerian Keuangan, apakah bisa diterapkan sistem reward and punishment bagi instansi yang mencapai atau belum mencapai target. Seperti yang telah diterapkan sebelumnya, bagi instansi yang berhasil melakukan penghematan atau penyerapan anggarannya tinggi akan mendapatkan reward,. Nah, dalam penerapan e-procurement seharusnya bisa diberlakukan seperti itu, karena hal tersebut juga termasuk dalam Program Reformasi Birokrasi Kementerian PAN dan RB. Karena e-procurement ini menjadi wajib, bisa saja nanti Kementerian Keuangan menerapkan reward and punishment system bagi K/L/D/I yang belum atau telah menerapkan e-procurement sesuai target. Hal seperti ini bisa menjadi motivasi untuk menerapkan e-procurement.

Kalau dari ekspektasi diri saya pribadi, penerapan sistem yang berlaku sekarang masih belum memenuhi keinginan ideal saya. Oleh karena itu, sudah berkali-kali saya dan Direktur e-Procurement membahas isu tentang masih adanya kemungkinan orang bisa mengatur sistem ini dari luar. Hal itu mestinya bisa diatasi kalau sistem sudah teragregasi. Kalau

Kalau anda menanyakan hari ini apakah sudah bisa mencegah korupsi, saya akan menjawab, belum

sepenuhnya bisa. Dari ekspektasi saya pribadi masih belum, namun kalau dari sisi target pengembangan

tentu sudah tercapai bahkan sudah melebihi.

Proyeksi saya ke depan, e-procurement ini bisa bagus. Public financial management kita bisa bagus. LKPP kan posisinya ada di tengah, dalam proses e-procurement.

Nah, ujung awal dan ujung akhir inilah yang akan Anda (Kementerian Keuangan) sentuh. Ujung awalnya kan

ada planning and budgeting, bagaimana membuat ini menjadi transparan.

Menurut saya, kendala utama adalah masalah komitmen pimpinan. Komitmen adalah hal yang harus benar-benar kita jaga. Reformasi ini seharusnya tidak hanya di birokrasi tapi juga di undang-undang politik

yang harus diperbaiki.

WAR

TA T

OKO

H

Page 11: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 11WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA TO

KOH

Proyeksi Kepala LKPP mengenai e-procurement kedepan…Proyeksi saya ke depan, e-procurement ini bisa bagus. Public financial management kita bisa bagus. LKPP kan posisinya ada di tengah, dalam proses e-procurement. Nah, ujung awal dan ujung akhir inilah yang akan Anda (Kementerian Keuangan) sentuh. Ujung awalnya kan ada planning and budgeting, bagaimana membuat ini menjadi transparan.

Pembicaraan tentang planning and budgeting dengan DPR seharusnya bisa disaksikan semua orang. Jangan di ruang tertutup atau dimanapun yang masih belum transparan. Kalau bisa semua pembicaraan itu terekam di sistem kita sehingga itu nantinya bisa menjadi rencana pengadaan umum, kemudian bisa dikelompokkan mana yang menjadi swakelola, mana yang lewat e-procurement, dan mana yang direct purchasing melalui e-catalogue. Berikutnya ujung akhirnya bisa diterapkan e-contract and e-payment. Jadi semua ini bisa menjadi kesatuan sistem yang sangat bagus. Saya yakin kita bisa membangun sistem yang dampak dan manfaatnya dapat dirasakan masyarakat luas. Bayangkan kalau e-payment sudah diterapkan, kita seperti mendapat kartu kredit, di mana pun kita bertransaksi tidak memerlukan pembayaran melalui bank lagi. Jadi sebenarnya ini merupakan sistem yang sangat terbuka untuk perbaikan. LKPP dan Kementerian Keuangan bisa bersinergi seperti yang dipraktikkan oleh negara-negara tetangga kita yang e-procurement-nya sudah maju.

Mengenai pengembangan dari sisi aplikasi, sampai saat ini terkesan e-procurement, hanya meng-elektronikan business proses lelang yang manual/konvensional. Ke depan mungkin memang perlu business proses yang berbeda dengan yang manual/konvensional. Misalkan kita ingin mengenalkan penawaran harga yang berulang-ulang dilakukan (reverse auction), dan sebagainya. Utamanya, kami ingin menghindari main-main persyaratan yang dilakukan oleh panitia. Selain itu, lucunya lagi kadang ada penyedia yang suka meminjamkan user-nya ke penyedia lain. Setelah meminjamkan, ternyata user itu menang tender tapi pada kenyataannya pemilik asli user ini tidak bisa melaksanakan pekerjaan tersebut, ujung-ujungnya malah terkena blacklist. Yang dirugikan tentu saja penyedia ini, dia

semua sudah agregasi, jumlah peserta dalam satu lelang dimungkinkan mencapai 500 peserta. Tentunya dengan jumlah sebanyak itu akan sulit untuk mengatur dari luar. Kenyataannya sekarang, yang ikut lelang hanya 6-8 peserta. Lho yang lain ke mana? Nah hal inilah yang saya minta kepada Direktur e-Procurement untuk dikaji. Di samping sistem kita belum kredibel untuk menangkal hal-hal semacam itu, dalam penerapannya sendiri, masih mungkin ada “permainan”, misalnya, perusahaan besar yang saya bisa yakin dari sisi administrasi dan kualifikasi pasti masuk, ternyata tidak diloloskan. Beberapa waktu yang lalu, saya mendapat laporan ada lelang yang menggunakan e-procurement untuk rumah sakit yang nilainya mencapai 200 milyar rupiah. Jika ada dua perusahaan besar bergabung yang tentunya dari sisi kualifikasi pasti masuk tapi kenyataannya tidak lolos dan yang masuk malah perusahaan kecil. Ini berarti di dalam sistem masih ada yang suka ‘main-main.’ Jadi ada 2 hal yang saya pesankan kepada Direktur e-Procurement saya dan direktur lain yang terkait.

Pertama, perbaiki sistemnya sehingga ketika lelang diumumkan, informasi lelang akan langsung menyebar ke semua penyedia yang terkait dan sesuai kriteria. Contohnya ketika saya mengumumkan lelang, informasi ini langsung menyebar ke seluruh Indonesia hanya untuk penyedia dalam bidang yang sama. Sehingga penyedia tidak perlu mencari-cari ada tidaknya pengumuman lelang. Hal seperti ini merupakan sistem informasi yang akan memudahkan para penyedia untuk ikut lelang dimanapun.

Kedua, supaya panitia tidak main-main dengan persyaratan, bagaimana kalau kita membuat semacam kelas-kelas dunia usaha namun dengan parameter yang berbeda. Kalau dulu parameter usaha dilihat dari pengalaman, modal, tenaga kerja, dan alat. Itu ukuran-ukuran yang sekejab bisa hilang. Bagaimana kalau ukuran-ukuran yang pernah diterapkan di dunia bisnis kita terapkan juga. Jadi kalau orang sudah masuk ke pasar modal, kita daftar, kemudian omset orang sudah mencapai jumlah tertentu yang dinilai tinggi maka dia dapat dikategorikan perusahaan “atas” sehingga kalau ikut lelang dimana-mana dia dijamin tidak ditolak lagi. Contoh kasus yang pernah

terjadi di Jawa Barat, ada panitia yang pernah mempersyaratkan sertifikat ISO untuk pengadaan alat peraga yang rata-rata nilainya di atas 20 milyar. Sertifikat ISO kan tidak cukup diurus dalam waktu 2 minggu. Berarti perusahaan yang dimenangkan nanti sudah diberi tahu untuk mengurus sertifikat ISO sebelum lelang dilaksanakan. Oleh karena itu, saya akan minta kepada Direktur Iklim Usaha dan Kerjasama Internasional, supaya membuat kelas-kelas usaha tersebut. Tujuannya agar panitia tidak main-main lagi dengan kualifikasi dan administrasi, sehingga panitia hanya perlu melihat kualitas para penyedia yang mendaftar, mumpuni atau tidak. Kalau kualitas sudah mumpuni, kita lihat harga penawarannya. Jadi tidak ada lagi kejadian, ini lebih murah tapi dikalahkan.

Kalau anda menanyakan hari ini apakah sudah bisa mencegah korupsi, saya akan menjawab, belum sepenuhnya bisa. Dari ekspektasi saya pribadi masih belum, namun kalau dari sisi target pengembangan tentu sudah tercapai bahkan sudah melebihi.

Contohnya, tahun 2010, target kita 100 LPSE yang berdiri, realisasinya 123 LPSE dan tahun 2011 targetnya 300 LPSE, realisasinya 327 LPSE. Jadi kalau target-target volume tentu tercapai tapi yang sangat saya sayangkan di sini adalah orang Indonesia itu kalau ada peraturan baru selalu mencari celah dan lubangnya. Itu hal yang sangat susah diatasi. Harapannya kalau ada peraturan seharusnya dipatuhi dan diikuti. Tapi ternyata hal itu tidak terjadi, malah dicari celah dan lubangnya, lalu di akali. Ini yang membuat kami sebagai pusat kebijakan peraturan mendapat problem ketika terus menerus melakukan penyempurnaan sesuai perkembangan zaman.

Kepada para birokrat mari kita menaati peraturan. Kalau kita

taat peraturan mudah-mudahan cita-cita untuk mewujudkan

pengadaan yang kredibel itu bisa tercapai. Sedangkan kepada pelaku dunia usaha

mari kita berubah. Dunia usaha sudah menantang kita untuk

berkompetisi, jangan kemudian masih bertahan dengan aliansi

dalam bentuk KKN yang lalu-lalu.

Page 12: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

12 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

cuma meminjamkan, akibatnya terkena blacklist. Mudah-mudahan arah sistem ideal yang sesungguhnya akan terjadi.

Turut menyambung pembicaraan Kepala LKPP dengan Tim Warta, Direktur e-Procurement LKPP Ikak Gayuh Patriastomo menambahkan,” Terkait dengan efektivitas sistem kita, selain masalah infrastruktur, proses adopsi yang kita laksanakan juga belum selesai. Di samping itu, orang masih memandang lelang itu sulit. Gambaran kondisi itu tercermin dari data yang kita miliki. Seperti yang kemarin pernah kami presentasikan, peserta yang ikut lelang di suatu tempat masih belum meluas karena kenyataannya kebanyakan peserta hanya berasal dari sekitar lokasi pengadaan. Jadi hal ini perlu kita evaluasi terus menerus apakah gangguan kinerja e-procurement berasal dari dalam sistem kita atau dari luar sistem.”

Kepala LKPP pun kembali berujar, “Maka dari itu pengembangan sistem ini ada 2 mainstream besar. Pertama regular bidding/tendering dan kedua direct purchasing. Hanya saja sampai hari ini yang direct purchasing baru bisa digunakan untuk mobil dan motor. Oleh karena itu, saya minta tahun ini supaya ditambah katalognya. Misalnya untuk pembelian alat-alat kesehatan, obat-obatan, alat-alat berat, dan internet. Kalau kita bisa memakai internet bersama-sama tentu bisa lebih murah sehingga lebih menguntungkan. Nah, nantinya barang-barang buatan pabrik seperti kamera yang anda pegang, tv, laptop, printer, mesin fax, dsb tentunya tidak harus dilelang karena sudah tersedia di toko. Untuk barang-barang tersebut akan kita masukkan ke dalam e-catalogue dan kita jaga harganya, sehingga bisa diperoleh harga yang lebih murah dari harga pasar, seperti harga mobil dan motor di e-catalogue sekarang. Sedangkan yang harus dilelang adalah

barang-barang yang tidak tersedia di toko seperti pembangunan jalan tol, pembangunan bendungan, dan saluran pengairan. Intinya jika tidak ada toko yang menjual ya harus dilelang.

Unit Layanan Pengadaan(ULP) solusi kendala SDM…Dalam rangka mengatasi kendala SDM, di Perpres No 54 Tahun 2010 sebenarnya sudah dijelaskan tentang alat pengadaan yang dinamakan ULP. Pengadaan tidak perlu ada di setiap direktorat. K/L/D/I bisa memilih, apakah ULP ditempelkan pada satu satker/unit yang sudah ada atau dengan membentuk unit baru bila diperlukan. Contohnya, di Sekretariat Jenderal Kemenkeu, yang saya ketahui unit yang menangani pengadaan adalah Biro Perlengkapan . Di Biro Perlengkapan itu bisa “ditempel” ULP atau Sekretariat Jenderal bisa membentuk unit eselon II baru yang melayani semua pengadaan di lingkungan yang telah ditentukan.

Kita bisa mengambil contoh seperti di daerah A, per kabupaten sudah memiliki ULP yang melayani semua jenis pekerjaan pengadaan kabupaten yang bersangkutan. Namun jangan dibayangkan pekerjaannya hanya lelang saja, tentu tidak. ULP itu harus membuat rencana pengadaan, kemudian melaksanakan lelang. Bahkan bayangan

saya ke depan, LPSE hanya akan didirikan di satu regional/wilayah, namun untuk ULPnya tidak demikian. Bayangkan saja ketika semua pengguna sistem sudah terdidik dan semua penyedia sudah terdaftar, untuk apa lagi kita punya LPSE di masing-masing K/L/D/I. Kalau ULP tetap harus dimiliki di masing-masing K/L/D/I karena merekalah yang memiliki dana dan melakukan pelelangan.

Kedudukan dan fungsi ULP yang ideal menurut Kepala LKPP…ULP yang ideal adalah unit yang berdiri secara independen sehingga tidak terpengaruh dengan birokrasi. Direktur e-Procurement menambahkan, “Namun di daerah, hal ini dibatasi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dimana terdapat pembatasan, misalnya jumlah unit eselon 2 hanya boleh sekian, eselon 3 hanya boleh sekian. Namun menurut saya, jika unit daerah melakukan restrukturisasi sebenarnya tidak menjadi masalah.”

Kepala LKPP pun menyambung kembali, ” Kalau Anda melihat perusahaan-perusahaan besar seperti Unilever dan Nestle, perusahaan tersebut pasti memiliki unit yang disebut logistic and procurement unit. Memang dalam suatu organisasi yang mapan, mau tidak mau harus ada unit seperti itu. Namun, seperti yang kita tahu, meskipun para pegawai di perusahaan swasta hidup di kota besar, kesejahteraannya terjamin. Nah hal itu juga yang kami perjuangkan di Kementerian PAN dan RB tentang bagaimana kesejahteraan pegawai yang bisa tetap menjaga integritas. Ini merupakan hal yang tak kalah penting. Sebenarnya jabatan fungsional untuk ULP sudah kami ajukan ke Kementerian PAN dan RB dan kami sudah diminta untuk memperbaiki beberapa isu terkait

LPSE dan ULP merupakan alat yang dibangun secara komprehensif dan luas. Jadi melalui alat ini, organisasi

kita pikirkan, pendidikan orang kita pikirkan, mudah-mudahan lingkungan publik service-nya juga diperhatikan. Semoga jika

hal-hal itu terpenuhi dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita

bisa menyempurnakan sistem pengadaan yang bermanfaat bagi

rakyat.

WAR

TA T

OKO

H

Page 13: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 13WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA TO

KOH

pengadaan. Ya mudah-mudahan sebentar lagi bisa keluar keputusannya.

Di Perka LKPP Nomor 5 Tahun 2012, kami sebutkan ULP bisa dilekatkan pada unit pengadaan struktural yang sudah ada atau berdiri sendiri secara struktural karena jika kita sebutkan secara tegas dan kaku, pasti ada pihak yang berkomentar seharusnya tidak bisa di sini dan tidak bisa di situ. Yang penting adalah pesan bahwa ULP bersifat permanen bisa tersampaikan melalui peraturan tersebut. Namun, jika ada rencana penggabungan LPSE dengan ULP menurut saya kurang cocok secara nature. Yang satu pemilik pekerjaan dan yang melaksanakan transaksi, sedangkan yang satu mengawasi pasar dan jalannya transaksi. Menurut pandangan saya bisa terjadi benturan kepentingan. Bahkan kalau bisa seperti yang saya utarakan tadi, LPSE cukup di satu wilayah saja, sedangkan ULP harus dimiliki di masing-masing K/L/D/I.

Namun perlu pengkajian lagi posisi ULP yang tepat di daerah, apakah ULP ideal dibentuk untuk masing-masing kanwil atau cukup dibentuk satu ULP perdaerah tapi bisa melayani semua instansi di provinsi tersebut. Sama halnya dengan Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) yang memiliki satker-satker setingkat kanwil di daerah, hanya saja di Kemen PU namanya bukan kanwil tapi bentuknya balai. Ada balai jalan, balai pengairan, balai perumahan, dll. Perlu dikaji juga apakah mereka harus punya ULP sendiri-sendiri atau cukup satu ULP perdaerah. Tapi bila kita memaksakan kedudukan ULP terhadap satu model tertentu, tentunya tidak semua K/L/D/I bisa menyesuaikan. Seharusnya memang fleksibel disesuaikan dengan unit yang ada di K/L/D/I itu dan harapannya juga tidak terlalu banyak unit-unit yang dibentuk. Kalau tiap kanwil memiliki ULP sendiri menurut saya terlalu banyak. Jadi, kedudukan ULP yang paling ideal adalah berbentuk fungsional yang bertanggung jawab langsung kepada pimpinan K/L/D/I

yang bersangkutan. Misalnya di pusat yang dibentuk ULP eselon II, sedangkan untuk di daerah ULP yang dibentuk adalah di unit eselon III.

Mengena i adanya usulan pembentukan Pusat Layanan Pengadaan Terpadu dimana terdapat LPSE dan ULP di dalamnya, menurut saya bisa saja dilakukan, asalkan pimpinan dari Pusat Layanan Pengadaan Terpadu tersebut bisa menjaga independensi kepentingan yang terpisah antara ULP dan LPSE.

Di sela pembicaraan, Direktur e-Procurement kembali menambahkan, “Mungkin saya punya pendapat yang sedikit berbeda. Menurut saya K/L/D/I tidak perlu membangun LPSE yang lengkap di daerah, melainkan cukup bidding room saja. Dengan hanya layanan bidding room, tidak akan ada conflict of interest. Selain bidding room, layanan pelatihan juga boleh dilakukan asalkan tidak ada helpdesk disitu. Kalau ada helpdesk tentu nanti bisa terjadi conflict of interest.”

Cita-cita Kepala LKPP dengan adanya sinergi LPSE dan ULP…LPSE dan ULP merupakan alat untuk mewujudkan pengadaan yang kredibel. Cita-cita saya sebenarnya adalah saya ingin pengadaan yang diberitakan secara negatif di koran-koran tidak terjadi lagi. Sedangkan cita-cita besar saya adalah saya ingin apa yang disebutvalue for money itu benar-benar terjadi, artinya bahwa jumlah uang yang dibelanjakan harus menghasilkan barang yang bagus dan layak, serta harga belinya yang paling murah. Selain itu, perawatannya juga murah. Jadi kita mendapatkan yang terbaik. Di dalam perjalanan, kita pasti menghadapi kendala yang bukan main, bayangkan saja praktik pengadaan yang setiap hari pengumumannya ada di koran-koran, sebenarnya pedagang-pedagang yang ikut lelang sudah diatur. Bahkan dulu sebelum lelang, sebenarnya sudah ada pemenangnya. Sehingga sering kita bingung dengan pemerintah yang membeli barang lebih mahal dari harga pasar. Beli kertas satu rim harganya lebih mahal dari yang ada di Gramedia, pembangunan jembatan yang harusnya cukup 2,5 trilyun, kenyataannya mencapai 6 trilyun dan hal-hal semacam itu terjadi terus menerus. Bisa kita bayangkan kalau hal-hal seperti itu tidak terjadi lagi, betapa

cepatnya negara kita ini menjadi negara yang maju. Ya semuanya kembali lagi ke pelayanan publik yang harus diperbaiki.

Pesan dan harapan Kepala LKPP kepada para pembaca...Kepada para birokrat mari kita menaati peraturan. Kalau kita taat peraturan mudah-mudahan cita-cita untuk mewujudkan pengadaan yang kredibel itu bisa tercapai. Sedangkan kepada pelaku dunia usaha mari kita berubah. Dunia usaha sudah menantang kita untuk berkompetisi, jangan kemudian masih bertahan dengan aliansi dalam bentuk KKN yang lalu-lalu.

Pada tahun 2015 kita sudah memasuki pasar bebas ASEAN. Bagaimana kalau orang dari Malaysia masuk, orang Singapura masuk, orang Filipina masuk, bukankah itu merupakan tantangan yang sudah ada di depan mata?. Oleh karena itu, mari kita berubah. Gunakan e-procurement untuk berlatih menghadapi tantangan yang jaraknya sudah dekat. Kalau kita hanya begini saja, padahal akses masuk bagi pengusaha-pengusaha ASEAN ke Indonesia begitu mudah, jangan-jangan nanti jalan-jalan di Jakarta kontraktornya malah dari Thailand.

Saya sangat mengharapkan para pelaku dunia usaha di negeri ini bisa berubah dengan cepat. Kita akan melihat dalam 2-3 tahun ke depan, apakah bisa muncul kontraktor-kontraktor tangguh dari daerah. Jadi, kalau ada kontraktor dari Batam atau Tegal yang mempunyai proyek di Jakarta, hal itu merupakan tanda-tanda bahwa e-procurement adalah area yang tepat untuk berlatih menghadapi kompetisi pasar bebas. Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem yang diciptakan oleh pemerintah ini tidak bertujuan mematikan para penyedia, tetapi untuk mendorong mereka lebih berkembang. (Radit)

Mengenai adanya usulan pembentukan Pusat Layanan Pengadaan Terpadu dimana terdapat LPSE dan ULP di dalamnya, menurut saya bisa saja

dilakukan, asalkan pimpinan dari Pusat Layanan Pengadaan Terpadu tersebut

bisa menjaga independensi kepentingan yang terpisah antara ULP dan LPSE.

Harapan saya, melalui sistem ini pengadaan bisa mempercepat

waktu lelang. Selain itu, bisa kita lihat bahwa sistem ini mampu

memberikan pembelajaran kepada orang-orang yang tadinya belum tahu

internet. Secara tidak langsung hal ini merupakan bentuk pendidikan, terutama bagi orang-orang yang ada di daerah. Manfaat lain yang

tidak kalah penting adalah sistem ini menumbuhkan kerja sama.

Page 14: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

14 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

FOCUS GROUP DISCUSSION DAN SERTIFIKASI DIGITAL TAHUN 2012

Dalam rangka mensosialisasikan dan menyebarluaskan informasi mengenai kebijakan sertifikasi digital yang akan segera diterapkan di LPSE Kementerian Keuangan,

dan untuk mendapatkan masukan atau gambaran secara nyata mengenai proses pelaksanaan e-Procurement, Pusat LPSE menyelenggarakan Sosialisasi Sertifikasi Digital dan FGD e-Procurement Tahap I pada 4 daerah yaitu Manado (24 Mei 2012), Pontianak (25 Mei 2012), Mataram dan Banjarmasin (31 Mei 2012). Pelaksanaan kegiatan ini dibagi dalam dua sesi, yaitu sesi pertama dipaparkan materi mengenai implementasi sertifikasi digital, dan sesi kedua pemaparan materi FGD yang mengambil tema “Upaya Mengantisipasi KKN dalam proses pengadaan Barang/Jasa Pemerintah”. Diskusi FGD kali ini dilaksanakan dalam bentuk kelompok, yang terbagi dalam 5 kelompok, dimana masing-masing kelompok terdiri dari 5 (lima) peserta dari panitia dan 5 (lima) peserta dari penyedia. Kegiatan sosialisasi dan FGD ini dibuka oleh Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan pada masing-masing daerah tersebut yang sekaligus membacakan sambutan Kepala Pusat LPSE. Dalam sambutan Kepala Pusat LPSE tersebut, disampaikan

bahwa maksud dari pelaksanaan FGD kali ini adalah terciptanya media komunikasi yang efektif dan 2 (dua) arah antara pengguna dan Pusat LPSE sebagai penyelenggara layanan e-Procurement di lingkungan Kementerian Keuangan, khususnya dalam hal ini terkait dengan upaya Pusat LPSE dalam mengantisipasi praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Diharapkan dari pelaksanaan kegiatan FGD ini dapat disusun suatu kesimpulan dan rekomendasi guna perbaikan kinerja LPSE Kementerian Keuangan untuk mendukung upaya penghapusan praktek KKN dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah di masa mendatang. Selain itu, diharapkan pula hasil yang akan dicapai dalam FGD kali ini dapat menjadi pijakan kuat untuk menyusun suatu payung hukum/kebijakan yang dapat diimplementasikan secara komprehensif dan tepat sasaran. (Zaki)

RAPAT KOORDINASI TEKNIS APLIKASI LPSE Pada tanggal 11-13 Juni 2012, bertempat di Hotel Sheraton

Yogyakarta, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) menyelenggarakan Rapat Koordinasi Teknis

Aplikasi LPSE. Acara ini dibuka oleh Bapak Bima Haria Wibisana selaku Deputi Bidang Monitoring Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi dan dihadiri oleh perwakilan dari beberapa LPSE termasuk LPSE Kementerian Keuangan. Acara ini diselenggarakan dalam rangka sosialisasi konsep desain sistem SPSE versi 4 dan aplikasi pendukung serta guna mendapatkan masukan dan saran terhadap desain sistem. Dalam sambutannya Bima mengatakan bahwa dengan Rakortek ini diharapkan dapat lebih meningkatkan kinerja pelayanan pengadaan secara elektronik yang sudah dijalankan dan peserta dapat memberi masukan dan saran bagi aplikasi yang sedang dikembangkan oleh LKPP. Dalam acara tersebut diinformasikan juga rencana kegiatan Rakortek layanan di Makassar tanggal 28-30 Juni 2012 dan Rakortek infrastruktur di Pekanbaru tanggal 11-13 Juli 2012. (Zaki)

WAR

TA K

EGIA

TAN

Page 15: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 15WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA KEG

IATAN

Bertempat di Gedung Pertemuan PERTAMINA Cempaka Putih, Kamis (7/6) Badan Pimpinan Daerah Gapensi DKI Jakarta menyelenggarakan acara Sosialisasi Program Sistem

Pelelangan e-Procurement dan Program Sertifikasi Badan Usaha Tahun 2012. Acara yang dihadiri oleh 300 penyedia jasa konstruksi ini menghadirkan narasumber dari Pusat LPSE Kementerian Keuangan. Bertindak sebagai narasumber dalam acara tersebut adalah Luqman Joyo Kartono selaku Kepala Bidang Layanan Teknis Pengguna, Samsul Hidayat selaku Kepala Bidang Registrasi dan Verifikasi, dan Erwin selaku Kasubbid Layanan Pengguna Pusat LPSE Kementerian Keuangan. Dalam acara tersebut, narasumber Pusat LPSE menjelaskan tentang layanan e-procurement di lingkungan Kementerian Keuangan dan berbagai regulasi terkait pelelangan secara elektronik khususnya yang berkaitan dengan pekerjaan konstruksi. Di sela-sela acara sosialisasi tersebut, Sekretaris Umum Gapensi Anton Nainggolan menyampaikan bahwa acara ini diadakan karena asosiasi berkepentingan untuk memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya tentang e-Procurement. “Kami pilih Depkeu karena Depkeu kan yang paling awal menggunakan LPSE dan banyak proyek yang ada.” tutur Anton. “Harapan saya seperti harapan seluruh rakyat Indonesia. Lelang menjadi bersih dari KKN sehingga akan menjadi lebih baik lagi.”ujarnya mengakhiri wawancara. (Zaki)

PELATIHAN 5R DAN 5S

Bertempat di hotel Allson Residence at Mitra Oasis, Pusat LPSE menyelenggarakan pelatihan 5S/5R. Kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 12 - 13 April 2012 dihadiri oleh

pejabat serta pegawai Pusat LPSE dan bertujuan untuk mendukung implementasi ISO 9001:2008 dan mempertahankan sertifikasi ISO yang telah diperoleh. Sasaran pelatihan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke) / 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin) adalah menciptakan tertib administrasi dan meningkatkan kerapian tempat kerja melalui pemilahan dokumen/peralatan kerja dan penataan ruangan sesuai standardisasi 5S/5R. Standar 5S/5R merupakan standar pengelolaan tempat kerja yang berasal dari Jepang. Dengan penerapan 5S/5R ini diharapkan akan memberikan dampak positif terhadap sikap kerja pegawai yang akhirnya menjadikan pegawai lebih disiplin dan sistematis dalam melakukan pekerjaan.

Pada akhir acara, Kepala Bidang Kebijakan dan Pengelolaan Sistem, Luqman Joyo Kartono menyampaikan harapannya, agar dari hasil pelatihan ini para peserta mampu memahami konsep 5S/5R dan dapat menerapkannya dalam proses kerja dan perilaku sehari-hari. (Zaki)

Dalam rangka memastikan validitas alamat penyedia barang/jasa, Pusat LPSE Kementerian Keuangan melaksanakan verifikasi lapangan. Kegiatan verifikasi

lapangan dilaksanakan dengan mendatangi alamat penyedia untuk memastikan keberadaan kantor/tempat usahanya. Verifikasi lapangan dilaksanakan jika dipandang perlu untuk mendukung hasil dari verifikasi dokumen syarat registrasi dan bukan merupakan bagian dari proses prakualifikasi pada pengadaan barang/jasa. Dengan jumlah penyedia terdaftar lebih dari 7.000 penyedia, kegiatan verifikasi lapangan harus dilaksanakan secara intensif setiap bulannya agar validitas alamat penyedia yang terdaftar pada LPSE Kementerian Keuangan dapat dijaga kebenarannya. (Zaki)

VERIFIKASI LAPANGAN BAGI CALON PENYEDIA BARANG/JASA

SOSIALISASI SISTEM PELELANGAN E-PROCUREMENT BAGI ANGGOTA GAPENSI DKI JAKARTA

Page 16: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

16 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

Dalam rangka menindaklanjuti Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pasal 111 ayat 5 yang menyatakan bahwa LPSE wajib

menyusun dan melaksanakan standar prosedur operasional serta menandatangani kesepakatan tingkat layanan/SLA (Service Level Agreement) dengan LKPP, secara resmi dan terbuka LKPP menyelenggarakan Rapat Koordinasi Teknis Regulasi dan Standarisasi Operasional LPSE yang diselenggarakan di Aula Hotel Mercure Makassar pada tanggal 2-4 Juli 2012.

Di hadapan 100 orang yang memadati acara tersebut, Deputi Bidang Monitoring Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi LKPP, Dr. Ir. Bima Haria Wibisana selaku Penanggung Jawab Kegiatan membuka rapat koordinasi ini dengan penuh percaya diri. Dalam pembukaannya, Bima mengungkapkan tujuan diselenggarakannya acara ini, yaitu:1. Menciptakan LPSE yang responsif dalam melayani publik

melalui standar operasional prosedur yang tepat;2. Menyusun kesepakatan tingkat layanan (SLA) antara LKPP-LPSE;3. Memperkenalkan secara resmi dan menyatakan bahwa layanan

baru Call Center LKPP telah beroperasi yaitu melalui pesawat telepon (021) 7167 3000 dan e-mail: [email protected]

Acara yang diselenggarakan selama tiga hari tersebut, membahas 4 materi penting yang meliputi regulasi LPSE, penyusunan SOP LPSE, dan Kesepakatan Tingkat Layanan/Service Level Agreement (SLA) yang dipaparkan oleh tim materi dari LKPP, serta International Standardisation Operational (ISO) yang dipaparkan oleh Pusat LPSE Kementerian Keuangan, LPSE Provinsi Jawa Barat, dan LPSE Kota Tangerang.

Di sela acara makan malam, Deputi Bidang Monitoring Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi LKPP, Dr. Ir. Bima Haria Wibisana menyempatkan diri bertemu dengan Tim Warta untuk melakukan wawancara. Bima memaparkan, bahwa melalui acara ini LKPP ingin melakukan kontemplasi apakah Peraturan Presiden

RAPAT KOORDINASI TEKNIS REGULASIDAN STANDAR DISASI OPERASIONAL LPSE

54 tahun 2010 yang telah berjalan selama 2 tahun ini sudah sesuai dengan harapan atau belum. “Tentunya evaluasi terhadap regulasi bukan dilakukan oleh LKPP melainkan pihak di luar LKPP yang berkepentingan, seperti LPSE,” ujar Bima.

Pria berkulit putih ini juga menambahkan bahwa acara ini diharapkan bisa menjadi wadah untuk membangun networking yang kuat. “Tanpa networking yang kuat, satu LPSE saja tidak akan berarti apa-apa. Itulah falsafah gambar tawon yang pernah anda lihat di LPSE. Jika networking antarLPSE terus dibangun dan dibina, maka akan terbentuk komunitas dan kerja sama yang sangat kuat. Kami telah memilih sekitar 80 LPSE yang memiliki performance bagus untuk kami pertemukan dalam rakortek yang terbagi di 3 tempat yaitu Yogyakarta untuk membahas aplikasi, Makassar untuk membahas standard pelayanan, dan Pekanbaru nanti akan membahas infrastruktur,” imbuhnya. “Saya sangat terpesona melihat semangat yang ditunjukkan para peserta rakortek, baik di Jogja maupun di Makassar, bahkan mereka rela bertahan meskipun acara sudah selesai. Saya berharap semangat seperti ini dimiliki oleh semua orang karena semangat yang kuat sangat diperlukan untuk membangun networking yang kuat,”pungkasnya mengakhiri wawancara.

Hal senada juga disampaikan oleh Koordinator Pelaksana Kegiatan, Tito Sulistyo dan Staf Humas LKPP, Ratna Ayu Maruti. Secara keseluruhan, acara ini terbilang sukses, mengingat padatnya kursi peserta dan antusiasme yang ditunjukkan peserta, baik saat bertanya maupun saat mendengarkan paparan narasumber. Admin PPE LPSE Provinsi Sulawesi Tenggara, Vuryanto yang hadir sebagai peserta mengungkapkan, “kami datang ke sini karena termotivasi untuk mencari solusi masalah di daerah. Di sini, kami dapat bertukar pikiran, mengenal LPSE satu sama lain, dan menjalin kerja sama.” Vuryanto berharap acara seperti ini selalu diadakan setiap tahun karena setiap tahun pasti ada masalah yang harus dicari jalan keluar dan solusi secara bersama-sama. (Radit)

WAR

TA K

EGIA

TAN

Page 17: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 17WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA KEG

IATAN

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mengadakan Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Infrastruktur LPSE. Acara ini dilaksanakan selama tiga hari

(17-19/7) bertempat di Hotel Labersa, Pekanbaru. Bertindak sebagai penyelenggara adalah Direktorat e-Procurement, Deputi Bidang Monitoring Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi.

Kegiatan Rakortek dibuka secara resmi oleh Deputi Bidang Monitoring Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi, Bima Haria Wibisana. Di hadapan para peserta Rakortek yang terdiri dari 46 LPSE Propinsi/Kabupaten/Kota/Universitas, Bima menyampaikan mengenai perkembangan pembentukan LPSE di seluruh daerah yang saat ini sudah mencapai 446 LPSE. Jumlah tersebut belum termasuk LPSE yang sudah diinstall tetapi belum dilaunching. “Diharapkan sesuai target pada akhir tahun 2012 ada 600 LPSE yang beroperasi”, katanya. Lebih lanjut beliau menambahkan bahwa jumlah LPSE yang besar ini mengharuskan adanya peningkatan kualitas, “LPSE dari segi jumlah sudah besar, untuk itu kita harus melihat dari level yang lebih tinggi yaitu bagaimana meningkatkan kualitas”. Oleh karena itu, “perlu adanya evaluasi terhadap hardware (infrastruktur) apakah sudah memadai atau harus ditingkatkan”, paparnya.

Rakortek ini diadakan untuk menjalin komunikasi dengan LPSE mengenai pengelolaan teknologi informasi, serta mengkordinasikan standarisasi infrastruktur dan metode operasional LPSE. Kegiatan yang dilaksanakan selama tiga hari ini membahas materi mengenai pengelolaan infrastruktur LPSE yang meliputi Strategi Implementasi LPSE, Metode Operasional LPSE, SOP Infrastruktur LPSE, Sylabus Training dan Monitoring

LPSE, User Security – Access Management, dan Komunikasi Administrator LPSE-LKPP. Bertindak sebagai narasumber materi ini adalah Tim IT Operation Direktorat e-Procurement,LKPP. Pada hari terakhir (hari ke-3) diadakan acara Sharing Experience LPSE dalam pengelolaan Infrastruktur Teknologi Informasi komunikasi yang disampaikan oleh narasumber dari LPSE Prov. Sumatera Barat, LPSE Prov. Kalimantan Timur, LPSE Prov. Riau, LPSE Kab. Luwu Utara, dan LPSE Kab.Badung.Kegiatan Rakortek ini diakhiri pukul 11.30 dan ditutup secara resmi oleh Direktur e-Procurement, Ikak Gayuh Patriastomo. Menutup acara rakortek ini, Ikak berharap ”komunikasi yang terjadi hendaknya tidak hanya antara LKPP dengan LPSE tetapi juga antar LPSE sehingga permasalahan yang ada mendapat solusi yang terbaik” pesannya. (Rachman & Wildan)

RAPAT KOORDINASI TEKNIS INFRASTRUKTUR LPSE

Page 18: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

18 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

No. Agency PaketTotal Pagu

Pengadaan Selesai Nilai Hasil Lelang Penghematan%

Rp. Rp. Rp.

A. KEMENTERIAN KEUANGAN

1 Badan Kebijakan Fiskal 6 16,230,500,000 14,828,879,925 1,651,620,075 58.94%

2 Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

83 46,259,760,573 36,929,147,071 9,330,613,502 19.52%

3 Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

9 25,370,248,000 10,417,871,591 14,952,376,409 13.54%

4 Direktorat Jenderal Ang-garan

11 12,115,614,764 9,750,160,210 2,365,454,554 12.11%

5 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

98 190,426,322,566 164,640,189,760 25,786,132,806 16.09%

6 Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

70 67,539,542,130 59,359,660,742 8,179,881,388 13.97%

7 Direktorat Jenderal Pajak 92 215,637,062,149 180,949,984,530 34,687,077,618 30.38%

8 Direktorat Jenderal Per-bendaharaan

117 95,423,156,497 82,090,834,694 13,332,321,803 7.22%

9 Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

9 17,940,600,000 12,489,605,486 5,450,994,514 19.27%

10 Direktorat Jenderal Pen-gelolaan Utang

10 5,516,457,487 5,117,977,250 398,480,237 16.53%

11 Inspektorat Jenderal 4 2,204,198,200 1,779,547,193 424,651,007 16.73%

12 Sekretariat Jenderal 58 193,936,742,463 161,874,362,820 32,062,379,643 19,78%

JUMLAH A 567 888,600,204,829 740,228,221,273 148,621,983,556 16,60%

B. KEMENTERIAN/LEMBAGA/DAERAH/INSTITUSI LAIN

1 Badan Kepegawaian Negara

47 57,433,490,009.00 52,501,391,743.00 4,932,098,266.00 8.59%

2 Kementerian Kelautan dan Perikanan

127 167,310,702,000.00 158,572,343,040.28 8,738,358,959.72 5.22%

3 Badan Pengawasan Keuangan dan Pemban-gunan

34 32,214,627,546.00 28,645,237,153.00 3,569,390,393.00 11.08%

4 Badan Pemeriksa Keuangan

10 4,888,275,648.00 3,499,231,175.00 1,389,044,473.00 28.42%

5 Kementerian Sekretariat Negara

73 72,774,716,832.00 61,946,812,774.45 10,827,904,057.55 14.88%

6 Kementerian Badan Usaha Milik Negara

2 1,851,495,000.00 1,616,483,766.00 235,011,234.00 12.69%

7 Kejaksaan Agung* 18 52,880,755,000.00 48,237,023,742.00 4,643,731,258.00 8.78%

8 Komisi Pemberantasan Korupsi

20 8,636,028,649.00 7,431,853,304.00 1,204,175,345.00 13.94%

REALISASI PENGADAAN BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK LPSE KEMENTERIAN KEUANGANNilai penghematan dari hasil pengadaan barang dan jasa secara elektronik melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE)

Kementerian Keuangan periode 1 Januari 2012 s.d. 30 Juni 2012 adalah sebesar Rp. 199,24M atau 11,17% dari nilai pagu 1,78T yang terbagi dalam 1054 paket.

WAR

TA IN

FO

DATA PERIODE 1 JANUARI 2012 S.D. 30 JUNI 2012

Page 19: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 19WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA IN

FO9 Komisi Yudisial 1 969,200,000.00 260,782,555.00 708,417,445.00 73.09%

10 Lembaga Sandi Negara 40 379,323,152,000.00 376,333,210,828.00 2,989,941,172.00 0.79%

11 Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

1 264,211,000.00 229,850,772.00 34,360,228.00 13.00%

12 Lembaga Administrasi Negara

14 8,137,943,000.00 7,181,411,730.00 956,531,270.00 11.75%

13 Pusat Pelaporan dan Ana-lisis Transaksi Keuangan

14 8,081,041,440.00 6,622,786,914.70 1,458,254,525.30 18.05%

14 Perpustakaan Nasional 17 26,979,457,000.00 23,385,024,460.00 3,594,432,540.00 13.32%

15 Satuan Kerja Vertikal Mahkamah Agung*

19 13,563,910,072.00 12,443,122,500.00 1,120,787,572.00 8.26%

16 SKPD Aceh* 3 2,250,000,000.00 1,817,236,000.00 432,764,000.00 19.23%

17 SKPD Bengkulu* 19 18,775,364,000.00 17,094,992,000.00 1,680,372,000.00 8.95%

18 SKPD Maluku* 10 5,811,616,000.00 4,929,928,000.00 881,688,000.00 15.17%

19 SKPD Jawa Barat* 4 2,769,005,625.00 2,372,872,900.00 396,132,725.00 14.31%

20 SKPD Jawa Timur* 3 23,700,000,000.00 23,281,000,000.00 419,000,000.00 1.77%

21 SKPD Kalimantan Barat* 5 4,319,773,000.00 4,066,528,000.00 253,245,000.00 5.86%

22 SKPD D.I. Yogyakarta* 6 2,213,850,228.00 2,057,109,900.00 156,740,328.00 7.08%

JUMLAH B 487 895,148,614,049.00 844,526,233,257.43 50,622,380,791.57 5.66%

JUMLAH A + B 1054 1,783,748,818,877.79 1,584,754,454,529.96 199,244,364,347.83 11.17%

*Keterangan:•Hasil pengadaan agency Kejaksaan Agung adalah termasuk unit kantor pusat Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri Cilegon,

Serang, Tangerang; dan Kejaksaan Tinggi Banten.

•Agency Satuan Kerja Vertikal Mahkamah Agung terdiri dari hasil pengadaan pada: (i) Pengadilan Agama Badung, Balikpapan, Bekasi, Cibinong, Cimahi, Curup, Gianyar, Indramayu, Negara (Bali), Nunukan, Purwakarta, Subang; (ii) Pengadilan Militer I-07 Balikpapan dan II-09 Bandung; (iii) Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung; serta (iv) Pengadilan Tinggi Bandung.

•SKPD Aceh: Institut Agama Islam Negeri Ar-Raniry dan Kantor SAR Banda Aceh

•SKPD Bengkulu: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab.Seluma, Dinas Kesehatan Kabupaten Seluma, BPS Kabupaten Bengkulu Selatan, BPS Kabupaten Bengkulu Utara, BPS Provinsi Bengkulu, Kementerian Agama Kabupaten Seluma, Rumah Sakit Umum Daerah Tais

•SKPD Maluku: Kantor Kementerian Agama Kabupaten Maluku Tenggara; Lembaga Penyiaran Publik RRI Tual; Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tayando Yamtel-Tual; Universitas Pattimura

•SKPD Jawa Barat: Panti Sosial Bina Netra “Wyata Guna” dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung•SKPD Jawa Timur: Bank BPR Jawa Timur

•SKPD Kalimantan Barat: Satuan Kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Kalimantan Barat (04 dan 06/P2HP) dan Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Entikong

•SKPD Yogyakarta: Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta dan Balai Taman Nasional

Gunung Merapi Yogyakarta

(Billy)

Page 20: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

20 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

Pembentukan ULP merupakan kebijakan nasional di bidang reformasi pengadaan barang/

jasa pemerintah. Pembentukan ULP pada setiap K/L/D/I dimaksudkan untuk menjamin pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang lebih terintegrasi dan terpadu serta meningkatkan efektifitas, efisensi, transparan, dan akuntabilitas untuk mewujudkan good governance. Telah banyak kita dengar isu mengenai urgensi pembentukan ULP. Pembentukan ULP dirasa sangat diperlukan mengingat banyak manfaat yang dapat diambil. Kementerian Keuangan sedang memproses dan memfasilitasi kelahiran ULP, baik dari segi hukum maupun organisasi. Rencana pembentukan ULP, telah melibatkan seluruh unit eselon I yang membidangi

PEMBENTUKAN ULPKEMENTERIAN KEUANGAN

RENCANA KEGIATAN

layanan pengadaan barang/jasa dan telah melakukan rapat koordinasi dan menyepakati bahwa dalam rangka percepatan pembentukan ULP. Sambil menunggu pembentukan ULP yang permanen dalam bentuk unit struktural, untuk sementara ULP dilekatkan pada unit yang melaksanakan fungsi layanan pengadaan barang/jasa. Hal ini sejalan dengan SE Menpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 02 Tahun 2012 bahwa pembentukan ULP dapat dilakukan dengan melekatkan pada unit yang melaksanakan fungsi layanan pengadaan barang/jasa.

Pembentukan ULP untuk lingkup kantor pusat akan dilekatkan pada unit yang secara fungsional menangani pengadaan barang/jasa di masing-masing unit Eselon I, dan

untuk unit Eselon I yang tidak membentuk ULP sendiri dapat menggunakan ULP Eselon I lainnya. Untuk selanjutnya, tim dan unit terkait akan melakukan analisa dan mempersiapkan ULP yang berbentuk struktural yang dalam prosesnya harus diajukan dan mendapat persetujuan dari Kementerian PAN dan RB dan selanjutnya melalui penetapan oleh Menteri Keuangan. Sedangkan mengenai pembentukan ULP di daerah dikoordinasikan oleh Pusat LPSE.

Pembentukan ULP di daerah lebih kompleks daripada pembentukan di pusat. Banyak hal yang harus dikaji secara mendalam. Beban masing – masing daerah berbeda – beda. Hal ini dikarenakan jumlah lelang yang terdapat di masing – masing daerah berbeda antara satu dengan yang

Kementerian Keuangan menargetkan pada tahun ini akan mengimplementasikan Unit Layanan Pengadaan (ULP). Strategi pembentukan ULP di Kementerian Keuangan untuk lingkup kantor pusat dilekatkan pada unit yang secara fungsional menangani pengadaan barang/jasa di masing-masing unit Eselon I, dan untuk unit Eselon I yang tidak membentuk ULP sendiri dapat menggunakan ULP Eselon I lainnya. Sedangkan untuk ULP di daerah akan dikoordinasikan lebih lanjut oleh Pusat LPSE yang telah menyelenggarakan fungsi LPSE di lingkungan Instansi Vertikal/Unit Pelaksana Teknis Kementerian Keuangan di daerah.

WAR

TA IN

FO

Suasana pemaparan fungsi pengadaan di Kementerian Keuangan pada Rapat Koordinasi Pengelola LPSE di Lingkungan Kementerian Keuangan tanggal 27-28 Juni 2012 di Hotel Mercure Ancol Jakarta

Page 21: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 21WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA IN

FO

lain. Ambillah sebagai contoh, jika kita tengok dari Rencana Umum Pengadaan 2012, pada Provinsi Bengkulu misalnya, hanya terdapat 17 Paket pengadaan. Dibandingkan dengan Jawa Timur dengan jumlah paket lelang 157 paket. Secara kasat mata dapat disimpulkan bahwa tugas untuk ULP di Jawa Timur tentunya akan lebih berat daripada Bengkulu. Namun begitu, ada beberapa alternatif yang dapat diambil untuk mengatasi masalah tersebut. Pertama harus dikaji terlebih dahulu berapa jumlah paket yang realistis untuk di-handle oleh satu pokja ULP, kemudian ditambahkan jumlah SDM secara proporsional untuk daerah yang mempunyai lelang lebih banyak. Alternatif kedua yaitu dilakukan pembatasan area layanan terlebih dahulu. Misalnya, sebagai awal implementasi hanya untuk melayani lingkup satker Ibukota Provinsi terlebih dahulu kemudian diperluas diikuti dengan penambahan SDM. Dari sudut pandang Pusat LPSE, pilihan kedua tampak lebih realistis. Sehingga Pusat LPSE berencana akan mengambil opsi kedua dalam mengkoordinasikan pembentukan ULP di daerah.

Tak dapat dipungkiri bahwa ULP ini merupakan hal yang baru, artinya belum pernah diterapkan dalam organisasi Kementerian Keuangan. Pembentukan ULP di daerah lebih baik dilakukan secara bertahap. Pemberlakuan secara piloting akan lebih mudah daripada secara serentak. Selain lebih mudah dalam pengimplementasian

akan lebih memudahkan juga dalam pengkoordinasiannya. Jika ULP piloting sudah berjalan, wilayah lain dapat dengan mudah mengikuti alur pembentukan ULP yang sudah berjalan. Pusat LPSE berencana untuk melaksanakan pilot project ULP di 5 Wilayah yaitu sebagai berikut:1. Kalimantan Barat2. Kalimantan Timur3. Sulawesi Selatan4. Jawa Timur5. Nusa Tenggara Barat

Kelima wilayah tersebut dipilih dengan pertimbangan sudah berjalannya pola-pola kepanitiaan pengadaan secara bersama pada masing-masing wilayah tersebut.

Masalah yang mungkin timbul saat pengimplementasian ULP di daerah adalah mengenai Sumber Daya Manusia (SDM) dan bentuk organisasi. Panitia yang biasa menangani pengadaan barang/jasa masih terikat dengan satker masing – masing. Terlebih lagi, organisasi struktural untuk ULP ini belum ada. Selama masa transisi akan dibentuk Unit Layanan Pengadaan Terpadu (ULPTD). ULPTD dibentuk dengan menambah fungsi pelaksanaan pengadaan pada agency LPSE di daerah yang ada saat ini. Pembentukan ULPTD akan dilakukan secara bertahap dan dikoordinasikan oleh Pusat LPSE bersama Kepala Perwakilan setempat. ULPTD secara fungsional melakukan tugas seperti halnya ULP, namun belum terdapat struktural yang menaungi. ULPTD ini akan dapat menyatukan layanan

pengadaan di daerah sehingga pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam satu wilayah dapat melalui satu pintu layanan dan tidak terdapat banyak ULP di masing – masing wilayah. Terpadunya layanan pengadaan akan membuat koordinasi menjadi lebih efektif. Jumlah unit pengelola pengadaan menjadi lebih sedikit dan dalam satu garis komando sehingga pengembangan kebijakan pengadaan baik oleh Kementerian Keuangan maupun LKPP dapat diimplementasikan dengan lebih tepat dan cepat.

Dalam mempersiapkan pembentukan ULPTD, akan dilakukan survey ke wilayah – wilayah pilot project untuk memastikan kesiapan sarana prasarana maupun usulan SDM yang telah disampaikan oleh Kepala Perwakilan sekaligus melakukan sosialisasi, knowledge sharing, dan menerima masukan atas pembentukan ULPTD. Usulan SDM yang sudah disampaikan oleh Kepala Perwakilan akan diseleksi dan dipilih sebagai tim awal pembentukan ULPTD. Tempat dan kedudukan ULPTD dapat ditempatkan pada KP-TIKBMN, GKN atau Kantor Wilayah/Satuan Kerja salah satu unit eselon I di daerah. Dengan demikian masing – masing kantor wilayah/instansi vertikal di lingkungan kementerian keuangan tidak perlu membentuk ULP sendiri-sendiri. Sedangkan untuk sarana dan prasarana dapat menggunakan fasilitas Pusat LPSE yang telah disediakan untuk layanan LPSE.(Edy)

Sebaran 5 Pilot Project ULP Kementerian Keuangan

Page 22: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

22 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

kita bayangkan jika seluruh data tersebut berbentuk hardcopy, maka akan memakan banyak ruang untuk menyimpan data dan akan menyulitkan jika sewaktu waktu akan mencari dokumen. Namun dengan menggunakan softcopy, semua akan tersimpan dalam satu database tunggal dan terpusat. Bahkan penerapan aplikasi back office akan lebih memudahkan dalam memantau, mengawasi dan mengevaluasi layanan yang diberikan.

Aplikasi back office termasuk salah satu

unsur pendukung dalam pembangunan vendor management system. Seperti yang telah dikemukakan dalam warta e-procurement edisi III, tahap awal pembangunan vendor management system adalah seleksi. Eko Sulistiawan, Kepala Subbidang Verifikasi Pusat LPSE mengatakan bahwa Aplikasi back office yang akan diterapkan di seluruh unit layanan LPSE ini termasuk dalam proses seleksi Vendor management, yaitu sistem registrasi dan verifikasi.

“ Back office merupakan sistem pendukung proses registrasi dan verifikasi. Back office ini akan dikembangkan lebih lanjut sebagai bagian dari proses seleksi penyedia barang/jasa yang ingin mendapatkan user id dan password. Proses seleksi tersebut merupakan tahap awal dari vendor manajemen”, jelas Eko.

Penerapan aplikasi back office pada wilayah pulau jawa dilakukan mulai tanggal 1 Juni 2012, sedangkan untuk wilayah luar pulau jawa dilakukan mulai 1 Agustus 2012. (Edi)

sumber: http://dokeos.com

Alur proses pengembangan vendor management

SeleksiManajemen

DataPenilaian Kinerja Profiling

Registrasi & Verifikasi Monitoring Verifikasi Verifikasi Lapangan

Klasifikasi Penyedia Monitoring Data

Penyedia Informasi kepemilikan Informasi aktivitas

penyedia Informasi Sanksi Informasi pengalaman

pekerjaan

Penilaian kinerja Profil penyedia

PENERAPAN APLIKASI BACK OFFICEPADA UNIT LAYANAN DI DAERAH

RENCANA KEGIATAN

Pada semester kedua di tahun ini, Pusat LPSE akan memberlakukan aplikasi back office untuk unit layanan di daerah. Penerapan aplikasi back office dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas layanan serta pengarsipan dokumen penyedia barang/jasa. Aplikasi ini dibangun untuk mengintegrasikan data layanan registrasi dan verifikasi dan menyatukan pengarsipan dokumen penyedia dalam format digital disimpan dalam database terpusat. Implementasi aplikasi ini merupakan tahap awal dari pengembangan vendor management system sebagaimana telah dijelaskan pada warta edisi III.

Aplikasi back office adalah salah satu aplikasi yang dikembangkan Pusat LPSE untuk mendukung kegiatan

operasional layanan LPSE. Aplikasi ini memungkinkan dokumen – dokumen persyaratan pendaftaran penyedia barang/jasa di LPSE Kementerian Keuangan tidak lagi diserahkan dalam bentuk hardcopy melainkan cukup dalam bentuk softcopy. Dengan menggunakan aplikasi ini maka seluruh data penyedia akan terintegrasi dalam satu database sehingga akan lebih mudah dalam pengelolaannya. Dapat

WAR

TA IN

FO

Page 23: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 23WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA IN

FO

Pengumuman lelang ulang tetap harus diumumkan pada Papan Pengumuman Resmi, Website K/L/D/I

dan Portal Pengadaan Nasional melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Jika pelelangan ulang dilakukan secara elektronik, perlu disebutkan bahwa pelelangan tersebut merupakan pelelangan ulang.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 (Perpres 54/2010) pasal 84 ayat 1 (satu) telah disebutkan bahwa dalam hal Pelelangan/Seleksi/Pemilihan langsung dinyatakan gagal, maka Unit Layanan Pengadaan (ULP) dapat melakukan:1. Evaluasi ulang2. Penyampaian ulang dokumen

penawaran3. Pelelangan/Seleksi/pemilihan

langsung ulang, atau4. Penghentian proses Pelelangan/

Seleksi/pemilihan langsung

Meskipun tidak ada batasan berapa kali pengulangan pelelangan yang gagal dapat dilakukan, namun pelelangan yang diulang berkali-kali akan menunjukkan panitia pengadaan/ULP tidak kompeten dalam melaksanakan pelelangan tersebut. Pelelangan ulang yang tidak memiliki cukup waktu untuk menyelesaikan seluruh proses pengadaan dapat menyebabkan proses pengadaan dihentikan dan anggaran yang sudah dialokasikan dikembalikan ke kas negara. Yang dimaksud dengan seluruh proses

Surat Edaran Menteri KeuanganSE-9/MK.1/2012

REGULASI

pengadaan yaitu mulai dari persiapan, pemilihan, penandatanganan kontrak, pelaksanaan pekerjaan, serah terima, sampai dengan pembayaran pekerjaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka pada tanggal 3 april 2012, telah ditetapkan Surat Edaran (SE) Nomor SE-9/MK.1/2012 tentang Antisipasi Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Gagal di lingkungan Kementerian Keuangan oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Keuangan. SE ini ditujukan kepada para Pimpinan Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan untuk menindaklanjuti dan meneruskan SE tersebut kepada KPA/PPK/Panitia Pengadaan/ULP di lingkungan kerja masing-masing serta memantau pelaksanaan SE tersebut.

Dalam SE tersebut, disebutkan hal-hal yang dapat menjadi perhatian bagi KPA, Pejabat Pengadaan, dan Panitia Pengadaan/ULP dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di lingkungan Kementerian Keuangan, yaitu sebagai berikut :

A. KPA1. Menetapkan PPK/Panitia

Pengadaan/Pejabat pengadaan/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan paling lama 2 (dua) minggu setelah DIPA disahkan.

2. Meneliti ketersedian anggaran dan memastikan anggaran yang tersedia mencukupi untuk pelaksanaan pengadaaan.

Kegagalan dalam proses Pelelangan/Seleksi/Pemilihan sangat dihindari oleh Panitia Pengadaaan/ULP, karena hal ini akan menyebabkan lelang tidak dapat terealisasi tepat waktu. Untuk itu, apabila terjadi Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Gagal, sebaiknya sebelum pelelangan ulang, Panitia Pengadaan/ULP melakukan reviu dan analisis mengapa pelelangan tersebut bisa gagal, kemudian melakukan perbaikan dokumen pengadaan, termasuk HPS jika dibutuhkan. Bila terdapat perubahan dokumen yang cukup signifikan, misalnya merubah target calon penyedia, pelelangan ulang diproses seperti pelelangan baru.

3. Menetapkan, mengumumkan, mengawasi, dan meng-update Rencana Umum Pengadaan (RUP) sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Mengawasi pelaksanaan anggaran antara lain dengan memonitor proses pelaksanaan pengadaan.

B. Pejabat Pengadaan1. Menyusun Kerangka Acuan Kerja

yang komprehensif.2. Menyusun spesifikasi teknis

barang/jasa dengan ketentuan:a. Terinci, terukur, dan tidak

mengarah pada merek tertentu.

b. Tidak menghambat persaingan usaha.

c. Mengacu pada ketentuan yang berlaku.

d. Memperhatikan ketersediaan barang dan jasa di pasaran, misalnya, tidak meminta barang yang discountinued dan kualifikasi jasa konsultan yang terlalu tinggi dibandingkan dengan harga, waktu, dan ruang lingkup pekerjaan.

3. Meminimalkan persyaratan dukungan prinsipal kecuali untuk pengadaan barang dengan kuantitas yang besar dan/atau tingkat kompleksitas tinggi.

4. Menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku. Dalam penentuan HPS supaya memperhitungkan data harga pasar setempat, keuntungan yang wajar, biaya overhead serta pajak-pajak yang berlaku.

C. Panitia Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan1. Menyusun jadwal pelelangan

dan dokumen pengadan dengan memperhatikan:a. Rencana kerja dan syarat-

syarat harus disusun secara

Page 24: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

24 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

jelas dan terinci untuk seluruh persyaratan yang dibutuhkan.

b. Alokasi waktu yang cukup untuk setiap tahapan proses Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku, khususnya dalam mempersiapkan dan memasukkan Dokumen Penawaran.

c. Standart bidding dokumen yang berlaku, disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat diunduh melalui laman www.lpse.depkeu.go.id.

d. Penyederhaan proses kualifikasi dan tidak menambah persyaratan kualifikasi yang bertujuan diskriminatif selain yang sudah diatur dalam pasal 19 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.

2. Dalam pengadaan barang/jasa secara elektronika. Data kualifikasi disampaikan

melalui formulir elektronik isian kualifikasi yang tersedia pada aplikasi SPSE dan tidak

diperkenankan meminta penyedia mengunggah softcopy lampiran dokumen kualifikasi yang dipersyaratkan bersamaan dengan dokumen penawaran.

b. Melakukan aanwizing dengan memperhatikan:1) Pemberian penjelasan

mengenai hal-hal yang perlu menjadi perhatian peserta lelang pada awal aanwizing.

2) Pemberian waktu yang cukup kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan.

3) Penambahan waktu untuk mengakomodasi pertanyaan/jawaban yang belum jelas.

4) Kebutuhan pendampingan dari tim teknis/aanwizer yang disediakan KPA sehingga dapat memberikan penjelasan yang lebih jelas.

Dalam hal masih terjadi pelelangan/

seleksi/pemilihan gagal, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:1. PPK bersama Panitia Pengadaan/

ULP mengevaluasi faktor-faktor yang menyebabkan lelang/seleksi/pemilihan gagal, seperti persyaratan administrasi, teknis, kualifikasi, kewajaran HPS, serta jadwal pelelangan/seleksi/pemilihan.

2. Berdasarkan evaluasi butir 1, jika diperlukan perubahan dokumen pengadaan, maka dilakukan perubahan dokumen pengadaan sebelum dilaksanakan lelang/seleksi/pemilihan ulang.

Dengan dikeluarkannya SE-9/MK.1/2012 ini, diharapkan dapat menjadi suatu langkah preventif untuk menghindari terjadinya pelelangan/seleksi/pemilihan gagal bagi para pihak dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerintah, sehingga upaya dalam meningkatkan percepatan penyerapan anggaran, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dapat terlaksana di lingkungan Kementerian Keuangan. (Dina)

WAR

TA IN

FO

sumber: http://vibizdaily.com

Page 25: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 25WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA IN

FO

NOMATERI

PERUBAHANPERKA LKPP NO 002/PRT/KA/VII/2009 PERKA LKPP NO 5 TAHUN 2012

1. Pembentukan ULP

• Pasal 3 ayat 1: ULP Pusat dibentuk di setiap Kementerian/Lembaga Pemerintah/Non-Kementerian/Sekretariat Lembaga Tinggi Negara/Komisi/Tentara Nasional Indonesia/ Kepolisian Negara RI/ BHMN/ BUMN.

• Pasal 3 ayat 2: ULP Provinsi/Kabupaten/Kota dibentuk di setiap Provinsi/ Kabupaten/ Kota/ BUMD.

• Pasal 4 ayat 1 : Dapat dibentuk lebih dari 1 (satu) ULP, yang jumlahnya paling banyak sama dengan eselon I Teknis/Angkatan/Satminkal.

• Pasal 4 ayat 1 : Kementerian/Lembaga Pemerintah Non-Kementerian/Provinsi/Kabupaten/Kota yang mempunyai Kantor Wilayah/Unit Pelaksana Teknis (UPT)/Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) berlokasi jauh dari kantor pusat dapat membentuk ULP Kantor Wilayah/ UPT/ UPTD.

• Pasal 9: ULP dapat bersifat Stuktural & Non Stuktural dan telah diatur ketentuan dalam pembentukannya.

• Pasal 3 ayat 1: ULP dibentuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.

• Pasal 3 ayat 2: ULP diwadahi dalam unit stuktural tersendiri, pembentukannya berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur kelembagaan pemerintah.(Pasal 3 ayat 2)

• Pasal 3 ayat 3: ULP yang melekat pada unit yang sudah ada, diintegrasikan pada unit stuktural yang secara fungsional melaksanakan tugas & fungsi di bidang pengadaan barang/jasa.(Pasal 3 ayat 3)

• Pasal 3 ayat 5: K/L/D/I menyediakan anggaran untuk membiayai seluruh kegiatan ULP.

• Pasal 4: Dapat dibentuk lebih dari 1 (satu) ULP dengan mempertimbangkan sebaran lokasi & beban kerja meliputi volume, besaran dana & jenis kegiatan.

• Pasal 6 ayat 1: Kantor Perwakilan/Unit Pelaksana Teknis (KP/UPT) K/L/D/I yang tidak memiliki sumber daya atau dianggap tidak efisien membentuk ULP dapat menggunakan ULP terdekat.

• Pasal 6 ayat 2: ULP dapat membantu melaksanakan pengadaan barang/jasa pada KP/UPT K/L/D/I yang tidak memiliki ULP, atas persetujuan Menteri/ Kepala Lembaga/ Kepala Daerah/ Pimpinan Institusi yang membentuk ULP.

PERKA LKPP NO 5 TAHUN 2012TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN

REGULASI

Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), akhirnya mengeluarkan Peraturan Kepala (Perka) LKPP Nomor 5 Tahun 2012 tentang Unit Layanan Pengadaan (ULP), yang merupakan revisi Perka LKPP Nomor 002/PRT/KA/VII/2009 tentang Pedoman Pembentukan Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Revisi ini merupakan salah satu tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang mengamanatkan dibentuknya ULP permanen paling lambat pada tahun 2014, yaitu ULP yang dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang ada. Adapun beberapa ketentuan yang direvisi antara lain:

Page 26: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

26 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

NOMATERI

PERUBAHANPERKA LKPP NO 002/PRT/KA/VII/2009 PERKA LKPP NO 5 TAHUN 2012

2. Perangkat ULP Pasal 10:• Kepala;• Pokja-pokja Pengadaan,terdiri atas :

a. Pokja Pengadaan Barang;b. Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi;c. Pokja Pengadaan Jasa Konsultansi;d. Pokja Pengadaan Jasa Lainnya;

• Sekretariat;• Kelompok Pejabat Fungsional.

Pasal 3 ayat 4:• Kepala;• Ketatausahaan/Sekretariat;• Kelompok Kerja.

3. Ruang Lingkup

ULP

Pasal 7:• Meliputi penyelenggaraan pengadaan barang/

jasa melalui proses pelelangan/seleksi.• Pengadaan barang/jasa di luar proses

pelelangan/seleksi dilaksanakan oleh pejabat/panitia pengadaan barang/jasa sesuai peraturan yang berlaku.

Pasal 7: • Mencakup pelaksanaan pengadaan barang/

jasa melalui penyedia barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/ APBD.

4. Tugas ULP Pasal 8:• Melaksanakan pengadaan barang/jasa

melalui pelelangan/seleksi sampai dengan ditandatanganinya kontrak oleh PA/KPA/PPK;

• Membuat laporan proses & hasil pengadaan kepada PA/KPA/PPK dan/atau laporan pelaksanaan tugas ULP kepada pejabat yang mengangkatnya;

• Melaksanakan bimbingan teknis dan advokasi bidang pengadaan;

• Mengembangkan sarana & prasarana penunjang pelaksanaan pengadaan barang/jasa;

• Melakukan monitoring & evaluasi terhadap seluruh pelaksanaan pengadaan barang/jasa;

• Dsb

Pasal 8:• Menyusun rencana pemilihan barang/jasa;• Membuat laporan proses & hasil pengadaan

kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi.

• Mengkaji ulang Rencana Umum Pengadaan (RUP) barang/jasa bersama PPK;

• Menilai kualifikasi penyedia barang/jasa melalui prakualifikasi atau pascakualifikasi;

• Melakukan evaluasi administrasi,teknis, dan harga terhadap penawaran yang masuk;

• Menjawab sanggahan;• Mengusulkan perubahan HPS, KAK/spesifikasi

teknis pekerjaan & rancangan kontrak kepada PPK;

• Menyimpan dokumen asli pemilihan barang/jasa;

• Dsb

5. Kewenangan ULP

Belum diatur Pasal 9:• Menetapkan dokumen pengadaan;• Menetapkan besaran nominal jaminan

penawaran;• Menetapkan pemenang untuk ;

a. Pelelangan/ Penunjukan Langsung paket Pengadaan arang/Pekerjaan Kontruksi/Jasa lainnya yang bernilai paling tinggi 100 M

b. Seleksi/Penunjukan Langsung paket Pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Max 10 M

• Mengusulkan penetapan pemenang kepada PA pada K/L/D/I untuk penyedia Barang/Pekerjaan Kontruksi/Jasa lainnya yang bernilai diatas 100 M & penyedia Jasa Konsultansi yang bernilai diatas 10 M melalui Kepala ULP;

• Memberikan sanksi administratif kepada penyedia;

• Dsb

6. Tugas Kepala ULP

Pasal 11:• Memimpin & mengkoordinasikan semua

bentuk kegiatan pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan di lingkungan Kementerian/ Lembaga Pemerintah/Non-Kementerian/Sekretariat Lembaga Tinggi Negara/Komisi/ TNI/ Kepolisian Negara RI/ BHMN/ BUMN/ Provinsi/ Kabupaten/ Kota/ BUMD.

• Pasal 10:• Memimpin & mengkoordinasikan seluruh

kegiatan ULP;• Menyusun & melaksanakan srategi Pengadaan

Barang/Jasa ULP;• Menyusun program kerja dan anggaran ULP;• Dsb

WAR

TA IN

FO

Page 27: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 27WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA IN

FO

NOMATERI

PERUBAHANPERKA LKPP NO 002/PRT/KA/VII/2009 PERKA LKPP NO 5 TAHUN 2012

7. Tugas Ketatausahaan/

Sekretariat ULP

Pasal 13:• Mensosialisasikan kebijakan dan kegiatan

pengadaan barang/jasa;• Melakukan pemantauan & evaluasi terhadap

harga beli barang/jasa;• Melakukan perencanaan biaya & usaha

pengurangan biaya pengadaan;• Menyediakan informasi pengadaan barang/jasa

kepada masyarakat;• Menyediakan & memelihara sarana & prasarana

perkantoran• Dsb

Pasal 11:• Menginventarisasi paket-paket yang akan

dilelang/diseleksi• Memfasilitasi pelaksanaan pemilihan penyedia

barang/jasa yang dilaksanakan oleh Pokja ULP• Menyiapkan dan mengkoordinasikan tim

teknis dan Staff Pendukung ULP dalam proses pengadaan barang/jasa;

• Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pengadaan dan menyusun laporan;

• Dsb

8. Tugas

Pokja ULP

Pasal 12:• Menyusun jadwal & menetapkan cara

pelaksanaan serta lokasi pengadaan• Menyusun & menyiapkan HPS untuk ditetapkan

PA/KPA/PPK;• Menyiapkan dokumen pengadaan untuk

ditetapkan oleh PA/KPA/PPK;• Mengumumkan rencana seluruh pengadaan

untuk ditetapkan oleh PA/KPA/PPK• Menilai kualifikasi penyedia melalui pasca

kualifikasi atau prakualifikasi;• Mengusulkan calon pemenang kepada PPK

untuk ULP tingkat pusat dan kepada PA/KPA/PPK untuk ULP tingkat daerah;

• Melakukan evaluasi terhadap penawaran yang masuk;

• Dsb

Pasal 12:• Melakukan kaji ulang terhadap spesifikasi & HPS

sendiri paket-paket yang akan dilelang/seleksi;• Mengusulkan perubahan HPS, KAK/spesifikasi

teknis pekerjaan & rancangan kontrak kepada PPK;

• Menyusun rencana pemilihan penyedia barang/jasa & menetapkan dokumen pengadaan;

• Menetapkan Pemenang untuk:a. Pelelangan/Penunjukan Langsung untuk

paket pengadaan barang/pekerjaan kontruksi/jasa lainnya paling tinggi 100 M;

b. Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket pengadaan Jasa Konsultansi paling tinggi 10 M.

• Mengusulkan penetapan pemenang kepada PA untuk penyedia barang/ pekerjaan kontruksi/ jasa lainnya di atas 100 M & penyedia Jasa Konsultansi yang bernilai di atas Rp 10 M melalui Kepala ULP;

• Dsb

9. Lain-lain -

• Pasal 10 & 11 ayat 2: Kepala ULP & Sekretaris dapat merangkap bertugas sebagai anggota Pokja ULP.

• Pasal 12 ayat 4: Anggota Pokja ULP dapat bertugas & menjadi Pejabat Pengadaan di luar ULP.

• Pasal 12 ayat 2: Ketua Pokja & anggota Pokja ULP mempunyai kewenangan yang sama dalam pengambilan keputusan yang ditetapkan berdasarkan suara terbanyak serta tidak bisa diganggu gugat oleh Kepala ULP.

• Pasal 17 ayat 1: Anggota masing-masing Pokja ULP berjumlah gasal paling kurang tiga orang & dapat ditambah dengan kebutuhan & kompleksitas pekerjaan.

• Pasal 17 ayat 2: Dalam menugaskan Anggota Pokja ULP, Kepala ULP memperhatikan kompetensi dan rekam jejak Anggota Pokja ULP

• Pasal 17 ayat 3: Kepala, Kepala Tata Usaha/Sekretaris & anggota pokja ULP diangkat melalui proses seleksi yang dilaksanakan oleh tim penilai;

• Pasal 18: ULP melaksanakan pelelangan secara elektronik melalui LPSE.

(Dina)

Page 28: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

28 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

LPSE KEMENTERIAN KEUANGAN WILAYAH JAWA TIMUR

LIPUTAN LPSE DAERAH

Jawa Timur merupakan provinsi dengan wilayah terluas di Pulau Jawa di antara 6 provinsi yang lain. Dengan luas wilayah 47.922 km², kepadatan penduduk Jawa Timur berada di urutan kedua terpadat di Indonesia setelah Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk 37.070.731 jiwa (Data BPS Sensus Tahun 2005). Secara administrasi, Jawa Timur terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota, sehingga menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota terbanyak di Indonesia.

28 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV • 2012

PERSONIL LPSE JAWA TIMUR, DARI KIRI KE KANAN ; DIDHIK SUSILO UTOMO, FIRDAUS SURACHMAN, AVAN HAYUWASIS, EVA KUSUMAWATI, FATCHUL ULUM

Jumlah alokasi dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2012 untuk Provinsi Jawa Timur

sebesar Rp. 60.997.594.980.000,00 (Rp.60,9 trilliun) dengan alokasi Belanja Modal untuk semua Kementerian/ Lembaga di provinsi Jawa Timur sebesar Rp.6.554.893.715.000,00 (Rp. 6,5 triliun). LPSE Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Timur yang merupakan salah satu unit vertikal Kementerian Keuangan dengan tugas pokok pelayanan E-Procurement, sampai dengan bulan April 2012 telah berhasil melelang sebanyak 34 paket dengan nilai pagu sebesar Rp. 33.698.199.000,- dan nilai HPS sebesar 33.113.128.928,- sedang nilai kontrak hasil lelang elektronik sebesar Rp. 29.312.970.930,- terdapat penghematan APBN sebesar Rp. 5.131.416.420,- atau 15.23% .

LPSE Kementerian Keuangan Wilayah Jawa Timur (LPSE Kemenkeu Jawa Timur) mulai berdiri pada tanggal 21

Mei 2010 dan bertempat di Lantai 3 Gedung Keuangan Negara Surabaya II yang berada di Jalan Dinoyo No. 111 Surabaya. Keberadaan GKN Surabaya II di pusat kota Surabaya menguntungkan posisi LPSE Kemenkeu Jawa Timur untuk melayani stakeholder yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur. Para pengguna sistem mulai dari kota Pacitan di ujung barat sampai kota Banyuwangi di ujung timur pulau Jawa, mudah menjangkaunya, baik menggunakan akses kereta api maupun bus/angkutan umum.

Di awal berdirinya, LPSE Kemenkeu Jawa Timur dikelola oleh tiga petugas (tenaga perbantuan dari Ditjen Perbandaharaan) di bawah koordinasi satu orang koordinator, yaitu Bapak Heyang Muhanan Kahuripi (Kepala Bagian Umum Kanwil X Direktorat Jenderal Kekayaan Negara). Sebagai koordinator, beliau selalu berupaya memberikan layanan terbaik kepada seluruh stakeholder,

begitu juga saat ini ketika nahkoda LPSE berada di bawah koordinasi Bapak Harry Tripramono (Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Sawahan) terus melakukan perubahan demi tercapainya kinerja yang optimal. Seiring dengan berjalannya waktu, saat ini LPSE Kemenkeu Jawa Timur telah dikelola oleh 5 (lima) orang petugas, empat orang merupakan pegawai Pusat LPSE dan satu orang petugas merupakan tenaga perbantuan dari Ditjen Perbendaharaan.

Selama dua tahun berdiri, LPSE Kemenkeu Jawa Timur telah banyak merubah paradigma stakeholder terhadap pelaksanaan tender. Sebelum mengenal e-procurement, banyak panitia pengadaan yang merasa berat dengan tugas dan tanggung jawabnya, terlebih saat lelang dilakukan secara manual, tetapi setelah mendapatkan wawasan dan gambaran tentang lelang elektronik (e-Procurement), mereka mendapatkan kepuasan. Setelah melaksanakan lelang melalui SPSE, banyak kemudahan yang selama ini tidak mereka bayangkan ternyata dapat dinikmati. Ketakutan untuk diaudit pascalelang saat ini mulai hilang, keraguan panitia tidak terbukti karena lelang dilaksanakan dengan sistem elektronik dan transparan. Berikut testimoni yang diberikan oleh beberapa panitia pengadaan.

“Dengan adanya LPSE Kemenkeu di Surabaya, proses pengadaan menjadi lebih mudah, terlebih bagi saya yang minim pengalaman. Dengan proses pengadaan elektronik, kami sebagai panitia lebih mudah melaksanakan pengadaan karena secara sistem tahapan yang harus dijalani dapat terlihat dan terjadwal dengan baik. Terlebih kami sangat terbantu dengan

WAR

TA IN

FO

Page 29: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 29WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA IN

FO

SUASANA TRAINING DI RUANGAN LPSE JAWA TIMURKOORDINATOR LPSE, HARRY TRI PRAMONO MELAKUKAN MOU

DENGAN KEPALA KOPERTIS 7 JAWA TIMUR

pegawai LPSE yang senantiasa bersedia memberi arahan dan penjelasan pada saat kami menemui kesulitan.Terima kasih. Semoga semakin banyak sakter yang menggunakan LPSE sehingga tercipta e-procurement yang transparan, efektif, dan efisien dan dapat menciptakan persaingan yang sehat”.(Mohamad Zaelani, anggota panitia Kantor Wilayah DJP Jawa Timur III)

“Pengalaman kami sebagai panitia dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, saat ini kami merasa sangat terbantu dengan adanya LPSE, karena kami merasa lebih sederhana, mudah, dan transparan. Diharapkan dengan adanya LPSE, ini akan mengurangi kekhawatiran yang selama ini banyak dirasakan oleh sebagian besar anggota panitia karena adanya risiko dan tuntutan hukum”.(Sri Andayani, Anggota Panitia Lelang Kanwil X DJKN Surabaya)

Dalam memberikan layanan kepada panitia, khususnya mengenai penggunaan SPSE, pengelola LPSE memberikan training cara menggunakan aplikasi online kepada panitia terlebih dahulu. Peminat yang mengikuti pelatihan tidak hanya panitia dari satuan kerja bersangkutan, tetapi PPK bahkan KPA, karena keingintahuannya terhadap sistem lelang elektronik, tidak jarang juga mengikuti trainning tersebut.

Sedang di pihak vendor, pada awal-awal pengenalan lelang elektronik, mereka enggan untuk menggunakannya karena ragu akan kredibilitas SPSE. Tetapi setelah diberikan paparan tentang lelang elektronik dan mencoba sendiri untuk mengikuti lelang justru kesan sebaliknya yang mereka ungkapkan sekarang. Efisiensi biaya tentunya. Beberapa vendor mengungkapkan dengan mengikuti

masih perlu adanya sosialisasi lagi, karena masih banyak instansi lain yang berminat mengikuti lelang namun kurang memahami cara pelaksanaannya. Akibatnya banyak peserta yang daftar tapi tidak bisa mengirim file dokumen penawarannya. Intinya dengan adanya lelang online yang dilaksanakan Depkeu ini banyak sekali keuntungan dan kemudahan  yang kami dapatkan.SUKSES DEPKEU. Terima Kasih.(Peserta Lelang, ERNY SULISTYOWATI, PT. Satrya Bhima Sakti)

LPSE Kemenkeu Jawa Timur sedianya adalah untuk melayani instansi vertikal Kementerian Keuangan di seluruh wilayah Jawa Timur. Seiring perjalanan waktu dan tuntutan amanah Perpres 54/2010 bahwa semua K/L/D/I wajib melaksanakan lelang secara elektronik, pada tahun 2012, LPSE Kemenkeu Jawa Timur menerima permintaan kerja sama dari beberapa instansi. Sampai dengan bulan Juni 2012 ini, tercatat ada empat instansi yang telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman untuk bekerja sama dengan LPSE, yaitu:1. Bank Perkreditan Rakyat Jawa Timur2. Pelabuhan Perikanan Nusantara

Brondong Lamongan3. Pengadilan Militer III 13 Madiun4. Pengadilan Tata Usaha Negara

Surabaya

LPSE Kemenkeu Jawa Timur, sampai dengan 29 Juni 2012 telah berhasil melelang sebanyak 119 paket dengan nilai pagu sebesar Rp239.919.310.003,- dengan nilai kontrak hasil lelang elektronik sebesar Rp204.016.389.951,-. Dari jumlah tersebut, terdapat penghematan APBN sebesar Rp35.902.920.052,- atau 14.96%. (Avan)

lelang elektronik, biaya-biaya yang dulu selalu mereka keluarkan setiap kali menyampaikan penawaran, saat ini tidak perlu dilakukan lagi, mengingat dokumen tidak perlu lagi digandakan (fotocopy), cukup dengan melakukan upload softcopy dokumen ke SPSE. Berikut petikan testimoni dari vendor yang pernah mengikuti lelang secara elektronik.

“Dengan adanya LPSE, memudahkan vendor melakukan pelelangan secara bersih dan transparan. Di samping itu, sesama rekanan tidak bisa lagi berkonspirasi untuk menjadi pemenang”. Saran: “Beberapa waktu yang lalu pernah terjadi saat menit-menit terakhir tahap pemasukan dokumen penawaran, tiba-tiba sistem drop sehingga menyulitkan proses upload data. Semoga di kemudian hari hal tersebut tidak terulang lagi”. (Sutan Ismiral /Direktur CV. Tri Wirausaha)

Lelang secara Online yang diselenggarakan oleh DEPKEU, terutama lelang pengadaan barang/jasa yang kami ikuti, sangat efisien dibanding lelang yang  dilaksanakan secara manual sebagaimana yang dulu pernah kami ikuti.

Banyak sekali penghematan yang bisa dikendalikan, karena semua file dikirim secara digital, jadi tidak perlu banyak biaya untuk photocopy dan jilid dokumen. Waktu yang diperlukan pun lebih singkat,  karena sebagian besar  file-file atau data yang kami anggap penting selalu kami scan dan kami simpan secara digital, meskipun demikian file hardcopy juga tetap kami simpan. Hal ini sangat membantu karena pada saat proses lelang, data yang dibutuhkanpun berupa data digital (soft copy data).

Namun demikian kami berpendapat

Page 30: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

30 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

FRONT OFFICE LPSE KEMENTERIAN KEUANGAN PROPINSI JAWA BARAT

30 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI I I I • 2012

Front office dengan 4 (empat) perangkat komputer desktop untuk pelayanan registrasi maupun

helpdesk yang terkoneksi akses internet, scanner, printer laser, Air Conditioner, kursi tunggu, air minum, pesawat telepon internal dan ekternal.

Bagi para penyedia yang kesulitan dalam mengupload dokumen penawaran disediakan ruang bidding yang dilengkapi dengan 5 (lima) komputer yang terkoneksi LAN. Tidak hanya itu, LPSE Kementerian Keuangan Jawa Barat juga menyediakan layanan pelatihan aplikasi SPSE bagi penyedia panitia pengadaan barang/ jasa.

Dalam rangka peningkatan pelayanan, LPSE Kementerian Keuangan Propinsi Jawa Barat juga menyediakan layanan pendampingan bagi panitia pengadaan

LPSE KEMENTERIAN KEUANGAN WILAYAH PROPINSI JAWA BARATUnit LPSE Kementerian Keuangan Wilayah Propinsi Jawa Barat merupakan bagian dari 33 LPSE Kementerian Keuangan di daerah, efektif beroperasional pada tahun 2010. LPSE Kementerian Keuangan Wilayah Propinsi Jawa Barat mempunyai 4 (empat) orang tenaga pelaksana yang terdiri dari 2 (dua) orang verifikator, 1 (satu) orang helpdesk serta 1 (satu) orang Admin disamping Penanggung Jawab Wilayah serta Koordinator Wilayah, dengan didukungan sarana ruangan kantor seluas kurang lebih 156M2 yang terdiri atas teras, front yang representatif, ruang bidding, ruang pelatihan serta toilet sebagai sarana pendukung.

TERAS DEPAN LPSE KEMENTERIAN KEUANGAN PROPINSI JAWA BARAT

barang/ jasa Terdapat beberapa instansi yang tergabung dengan LPSE Kementerian Keuangan Propinsi Jawa Barat, diantaranya Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung, Pengadilan Tinggi Bandung, Pengadilan Militer II-09 Bandung, Pengadilan Tinggi Agama Bandung, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, Panti Sosial Bina Netra “Wyata Guna” Kementerian Sosial, Balai Bahasa Bandung dan Pengadilan Negeri Jawa Barat beserta instansi vertikalnya.

Peningkatan lainnya adalah dengan memberikan tugas pendampingan bagi panitia dalam melaksanakan tahapan-tahapan lelang juga penyedia dalam mengupload dokumen penawaran bila

PROFIL KANTOR DAERAH

WAR

TA IN

FO

Page 31: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 31WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA IN

FO

diperlukan, adanya rencana pemasangan plang nama LPSE Kementerian Keuangan Propinsi Jawa Barat berbentuk Neonbox di bagian depan, backdrop di front office, pemasangan vertikal blind di semua jendela, pembuatan gudang arsip juga pemasangan skat pemisah antara ruang pelatihan dan ruang bidding, yang kesemuanya menjadi satu bagian dalam hal peningkatan pelayanan juga kenyaman dalam pelayanan, semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama semua akan segera terealisasikan, sesuai dengan arahan dari Koordinator Wilayah LPSE Kementerian Keuangan Propinsi Jawa Barat Ibu Adriana Viveryanti, S.H.,M.H. Harapan kedepan semoga apa yang telah dan akan dilakukan bisa memberikan serta meningkatkan pelayanan dengan prestasi juga kinerja yang lebih baik lagi. (adi_wiwaha)

SUASANA BIMBINGAN TEKNIS OLEH TIM LPSE KEMENTERIAN KEUANGAN PROPINSI BANDUNG

RUANG BIDDING LPSE KEMENTERIAN KEUANGAN PROPINSI JAWA BARAT

Berikut merupakan petikan testimoni para pengguna layanan LPSE Kementerian Keuangan Propinsi Jawa Barat:

RUANG PELATIHAN LPSE KEMENTERIAN KEUANGAN PROPINSI JAWA BARAT

“LPSE Kementerian Keuangan telah membantu pekerjaan saya sebagai panitia PBJ menjadi lebih aman, efektif dan efisien, tahapan lelangpun saya laksanakan menjadi lebih mudah, karena tenaga pengelola LPSE Kementerian Keuangan Propinsi Jawa Barat siap membantu kapanpun bila saya mengalami kesulitan”.

Nurul Huda(Panitia PBJ Kanwil VIII DJKN Bandung)

“LPSE Kementerian Keuangan Propinsi Jawa Barat Emang Toopp..!! melayani dengan baik, cepat dan tepat sehingga usaha saya terbantu dengan baik dan terus berkembang, beberapa manfaat dan kemudahan setelah ada LPSE Kementerian Keuangan di Jawa Barat antara lain: saya bisa ikut lelang dimana saja di seluruh Indonesia, bahkan saya pernah menang lelang di luar pulau Jawa..suatu hal yang sulit saya dapatkan di LPSE lain”.

Anto Hendrayanto(Pimpinan CV. Kencana Abadi Jaya Bandung)

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 31WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV • 2012

Page 32: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

32 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

SATUAN KERJA K/L/I YANG TELAH BEKERJA SAMA DENGAN LPSE KEMENTERIAN KEUANGAN

1 Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

2 Komisi Yudisial (KY)

3 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

4 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)

5 Lembaga Sandi Negara (LSN)

6 Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Pemeriksa Keuangan RI

7 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

8 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

9 Badan Kepegawaian Negara (BKN)

10 Kementerian Kelautan dan Perikanan

11 Sekretariat Negara

12 Biro Umum BPKP

13 Biro Hukum dan Organisasi, BMKG

14 Kementerian Perhubungan

15 Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)

16 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

17 Pengadilan Militer Kalimantan Timur

18 Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Barat

19 Kementerian Luar Negeri

20 Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM

21 Kementerian Sosial RI

22 IAIN Nangroe Aceh D.

23 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta

24 Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

25 Lembaga Administrasi Negara RI

26 Kementerian PAN & Reformasi Birokrasi

27 Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK)

28 Kementerian BUMN

29 Badan Pengawas Mahkamah Agung RI

30 Pengadilan Militer Jawa Barat.

31 Pengadilan Tinggi Agama Serang

32 Pengadilan Agama Bandung dan Se- Jawa Barat

33 Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung

34 Pengadilan Negeri Se-Jawa Barat

35 Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung

36 BPS Provinsi Bengkulu.

37 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jawa Timur.

38 Balai Taman Nasional Gunung Merapi

39 Kodam XII Tanjung Pura

40 Stasiun Karantina Pertanian Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Entikong

41 Dinas Sosial Provinsi Sumsel

42 Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan

43 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Balikpapan

44 Balai Karantina Pertanian Kelas I Balikpapan

45 Pengadilan Agama Balikpapan

46 Pengadilan Agama Nunukan

47 Dinas Kesehatan Jeneponto

48 Kantor Kesehatan Pelabuhan Padang

49 Dinas Kesehatan Kab. Seluma

50 RSUD Tais Kab. Seluma

51 Dinas Pekerjaan Umum Kab. Seluma

52 Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kab. Seluma

53 Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kab. Seluma

54 Sekretariat Daerah Kab. Seluma

55 Sekretariat DPRD Kab. Seluma

56 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Seluma

57 Pengadilan Agama Curup

58 Pengadilan Militer III Madiun

59 Pengadilan Agama Jakarta Pusat

60 Pengadilan Agama Jakarta Utara

61 Polda Jatim

62 RRI Ternate

63 Kejaksaan Agung

64 Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya

65 SMAK Makassar

66 Kementerian Agama Kab.Seluma Bengkulu

67 LPP TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara

68 Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

69 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab.Seluma Bengkulu

70 Universitas Pattimura

71 Kantor Badan SAR Aceh

72 Komisi Hukum Nasional

73 Panti Sosial Bina Netra "Wyata Guna"

74 Stasiun Karantina Ikan,Pengendalian Mutu & Keamanan Hsl Perikanan Kls I Ternate

75 Stasiun KIPM Kelas I Lampung

76 Kantor Kementerian Agama Kabupaten Maluku Tenggara

77 Balai Karantina Pertanian Kelas I Pontianak

WAR

TA IN

FO

Page 33: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 33WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA IN

FO

Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik (Pusat LPSE) Kementerian Keuangan selaku penyelenggara layanan pengadaan secara elektronik telah mengeluarkan surat

edaran untuk mengantisipasi lelang ulang atau lelang gagal.Berdasarkan SE-9/MK.1/2012 tentang Antisipasi Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Gagal di Lingkungan Kementerian Keuangan, dapat kami berikan beberapa tips kepada panitia/ULP sebagai berikut :

Panitia/ULP1. Menyusun jadwal dan dokumen lelang dengan

memperhatikan :a. Rencana kerja dan syarat-syarat disusun secara jelas

dan rinci.b. Memberikan waktu yang cukup pada tiap tahap

sesuai aturan, terutama tahap pemasukan dokumen penawaran.

c. Menyesuaikan standar bidding dokumen dengan kebutuhan.

d. Menyederhanakan proses dan persyaratan kualifikasi.2. Dalam pengadaan barang/jasa secara elektronik :

a. Dokumen kualifikasi perusahaan cukup disampaikan melalui formulir elektronik isian kualifikasi yang ada di SPSE.

b. Aanwijzing :i. Menyampaikan informasi penting kepada

peserta di awal aanwijzing.ii. Memberikan cukup waktu kepada peserta

ketika aanwijzing.iii. Menambah waktu untuk pertanyaan/jawaban

yang belum jelas.iv. KPA menyediakan tim teknis untuk memberikan

jawaban yang jelas.3. Apabila masih terjadi lelang gagal :

ANTISIPASI PELELANGAN GAGAL BAIK DARI SISI PANITIA MAUPUN PENYEDIAProses pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan secara elektronik belum tentu dapat berjalan dengan lancar. Masih ditemui kejadian proses lelang yang diulang atau bahkan gagal. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor yang tidak 100% berasal dari sistem aplikasi yang digunakan. Sebagai contoh, proses lelang dapat gagal disebabkan waktu yang diberikan panitia pengadaan/ULP untuk memasukkan dokumen penawaran terlalu singkat. Selain dari sisi panitia/ULP, kegagalan juga dapat disebabkan oleh penyedia.

TIPS

a. Evaluasi faktor penyebab, seperti syarat administrasi, teknis, kualifikasi, nilai HPS, dan/atau jadwal.

b. Jika perlu, lakukan perubahan dokumen lelang.Penyedia Barang/Jasa

1. Pastikan kualifikasi perusahaan sesuai dengan persyaratan lelang yang akan diikuti;

2. Pelajari dengan baik isi dokumen lelang, mulai dari syarat administrasi sampai dengan teknis.

3. Perhatikan jadwal yang disusun oleh panitia/ULP;4. Pergunakan tahapan aanwijzing sebaik mungkin untuk

menanyakan hal-hal yang kurang jelas. Jika perlu, buat pertanyaan sebelum tahap aanwijzing dimulai ke dalam 1 file, kemudian upload atau lampirkan file tersebut ketika tahap aanwijzing berlangsung;

5. Susun dan simpan hasil scan dokumen kualifikasi perusahaan sebaik mungkin (dokumen kualifikasi jarang berubah). Hal ini akan mempercepat ketika mempersiapkan dokumen penawaran, khususnya untuk memenuhi persyaratan administrasi dan kualifikasi;

6. Periksa kembali file-file penawaran sebelum melakukan proses enkripsi dan mengirimkannya ke panitia/ULP;

7. Jika mengikuti lebih dari 1 (satu) paket lelang, pisahkan file-file penawaran ke dalam folder terpisah serta beri nama sesuai dengan nama paket lelang yang akan diikuti;

8. Untuk mempercepat proses upload, usahakan ukuran hasil scan file penawaran tidak terlalu besar (lihat warta e-Procurement edisi 1);

9. JANGAN mengirimkan dokumen penawaran menjelang masa pemasukan penawaran berakhir!

10. Apabila kesulitan dalam mengirim dokumen penawaran melalui internet, gunakan ruang bidding LPSE Kementerian Keuangan.

Sekian tips yang dapat kami berikan kepada pengguna untuk mengantisipasi lelang gagal. Semoga bermanfaat. (Bary)

sumber: http://cva.live-bid.tv

Page 34: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

34 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WAR

TA IN

FO

SPAMKODOK adalah sistem pengamanan komunikasi dokumen yang dikembangkan oleh Lembaga

Sandi Negara (Lemsaneg) untuk menjaga kerahasiaan, integritas, dan keabsahan informasi/dokumen elektronik pada sistem pengadaan barang/jasa pemerintah. SPAMKODOK digunakan pada Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) untuk melakukan enkripsi, dekripsi, tandatangan dan verifikasi tandatangan dokumen lelang serta pendaftaran sertifikat digital.

Aplikasi Pengaman Dokumen (Apendo) yang saat ini digunakan pada SPSE merupakan Apendo v2.2. Perbedaan mendasar antara Apendo tersebut dengan SPAMKODOK adalah penggunaan sertifikat. SPAMKODOK telah menggunakan sertifikat yang diterbitkan oleh Otoritas Sertifikat Digital Pengadaan Secara Elektronik (OSD PSE), sedangkan Apendo belum.

Sebelum SPAMKODOK diterapkan diseluruh LPSE, LKPP bekerja sama dengan Lemsaneg telah mengembangkan Apendo versi 3.1

sebagai aplikasi peralihan dari Apendo versi 2.2. Terdapat beberapa perbedaan antara Apendo versi 2.2 dan versi 3.1, antara lain, Apendo versi 3.1 dapat berjalan pada beberapa sistem operasi seperti Windows, Linux, dan Mac OS.

Keuntungan di sisi penyedia barang/jasa dengan menggunakan Apendo versi 3.1 yaitu memastikan dokumen penawaran (file *.rhs) yang dikirim dapat dibuka (dekripsi) oleh panitia/ULP. Selain itu, penyedia barang/jasa dapat melihat kembali isi file *.rhs yang akan dikirim, sehingga memperkecil kemungkinan file lupa dikirim.

Penyedia yang mengelola file penawaran ke dalam beberapa folder (misalnya folder administrasi, teknis, dan harga) dapat langsung melakukan proses enkripsi tanpa harus memasukkan file satu per satu, sehingga waktu untuk melakukan proses enkripsi menjadi lebih cepat.

Bagi panitia/ULP yang melaksanakan beberapa paket lelang dalam waktu bersamaan, tidak kesulitan menemukan folder penawaran dari penyedia barang/jasa. Hasil folder yang di dekripsi oleh panitia/ULP sesuai dengan nama paket lelangnya, sehingga kemungkinan untuk tertukar antara file penawaran paket yang satu dengan yang lain sangat kecil. Susunan folder dan sub folder ketika di enkripsi oleh penyedia barang/jasa, akan sama ketika di dekripsi oleh panitia/ULP. (Bary)

INOVASI

PENERAPAN APENDO VERSI 3.1 UNTUK MENJEMBATANI APENDO VERSI 2.2 DAN SPAMKODOKLembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) telah mengeluarkan Peraturan Kepala LKPP Nomor 4 Tahun 2012. Perka tersebut berisi tentang uji coba penerapan sertifikat digital dan sistem pengamanan komunikasi dokumen (SPAMKODOK) pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara elektronik.

Apendo Versi 2.2 Versi 3.1

Kompatibilitas beberapa sistem operasi (Microsoft Windows, Linux, MacOS)

Enkripsi folder dan/atau subfolder

Susunan folder ketika proses enkripsi dan proses dekripsi tetap

Dekripsi file *.rhs sebelum dikirim ke panitia/ULP oleh calon penyedia barang/jasa

Membuka beberapa files sekaligus

Hasil dekripsi (folder) sesuai dengan nama paket lelang

Tombol paste

Restore password

TABEL PERBEDAAN APENDO VERSI 2.2 DAN VERSI 3.1.

Page 35: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

WARTA e-PROCUREMENT • EDIS I I I I • 2012 35WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

WARTA O

PINIBAGAIMANA PROSPEK

PENGADAAN MELALUILPSE DAN ULP MENURUT PANITIA?

Pelaksanaan lelang secara elektronik memberikan kemudahan dari sisi penggunaan waktu, pelelangan menjadi lebih singkat, “arisan” bagi penyedia bisa diminimalkan, dan harga menjadi lebih murah. Namun di sisi lain, sistem

belum mendukung bagaimana cara melakukan pembuktian kualifikasi apabila penyedianya berasal dari tempat yang jauh dari panitia. Selain itu, dalam lelang online ini, banyak sekali penyedia yang mendaftar sehingga membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk mengevaluasinya, apalagi jika pekerjaannya kompleks. Menurut saya, prospek dengan adanya ULP tentu sangat bagus, apalagi jika dapat diterapkan suatu sistem reward yang sesuai/layak karena risiko yang dihadapi cukup tinggi. Harapan saya ke depan, semoga sinergi antara LPSE dan ULP mampu menghemat anggaran lebih optimal dan konsentrasi pekerjaan panitia dalam ULP menjadi lebih fokus.

Putu SuarmajaSekretariat Jenderal Kementerian Keuangan

E-Procurement itu adalah pengadaan barang dan jasa secara elektronik yang dapat memudahkan kita mengelola pengadaan secara lebih profesional, efektif, efisien(hemat), transparan, dan akuntabel. Namun kendala yang

muncul adalah terkadang jaringan yang ada belum memadai. Kalau mengenai ULP, menurut saya prospek organisasi pengadaan tentu semakin baik dan harapan saya semoga dengan adanya sinergi kinerja antara LPSE dan ULP nanti, pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat lebih transparan dan lebih efisien atau semakin menghemat anggaran negara.

Asmara DewitaKejaksaan Agung R.I.

E-Procurement adalah pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara elektronik melalui aplikasi SPSE. Kemudahannya proses pelelangan menjadi lebih sederhana, efisien, dan semakin memperkecil terjadinya intervensi kepada panitia, serta

persaingan antar penyedia pun semakin sehat. Tapi jika berbicara mengenai hambatan, tentu kecepatan internet dan masih kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang benar-benar menguasai tentang pelelangan secara elektronik masih menjadi kendala. Terkait prospek pembentukan ULP, menurut saya sangat bagus karena saat ini banyak instansi yang terhambat proses lelangnya hanya karena sulit mencari SDM yang qualified, mengingat seiring dengan adanya pekerjaan masing-masing, panitia yang bersangkutan cenderung kurang fokus pada pekerjaan pengadaannya. Harapan saya untuk ULP ini semoga rekruitmen untuk menjadi anggota ULP dilakukan secara lebih terbuka dan bisa berasal dari seluruh instansi Kementerian Keuangan dengan mengutamakan kualifikasi, pengalaman, dan integritas.

Amin LestariyantoKantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Sinjai, Makassar

OPINI

Page 36: AGUS RAHARDJO ULP DAN LPSE

36 WAR TA e - P R O C U R E M E N T • EDISI IV | Ju l i | 2012

Pusat LPSE Kementerian Keuangan Kementerian Keuangan RIGedung Djuanda I Lantai 2Jl. DR. Wahidin Raya No. 1Jakarta Pusat 10710 HelpdeskTelp: (021) 3449230 psw 6090; (021) 3441159Email: [email protected], [email protected]

Daftar alamat LPSE Kementerian Keuangan di daerah.Silahkan hubungi LPSE terdekat.

LPSE Wilayah Banda AcehGKN Banda Aceh Jl. Tgk Chik DitiroTelp: (0651) 638262

LPSE WilayahKepulauan Bangka Belitung Kanwil Ditjen PBNBangka BelitungJl. Sungai Selan No. 91Pangkal PinangTelp: (0717) 433425, 422820

LPSE Wilayah Nusa Tenggara Barat KPKNL MataramJl. Pendidikan No. 24 MataramTelp: (0370) 622286, 632854, 632655

LPSE Wilayah Sulawesi Selatan GKN MakassarJl. Urip Sumoharjo Km. 4 Makassar (GKN II Lt. 1)Telp: (0411) 425244,425245

LPSE WilayahSumatera Utara GKN Medan Lt. VJl. Diponegoro 30A Medan I Telp: (061) 4524609

LPSE WilayahKepulauan RiauKPKNL BatamJl.Engku Putri Batam-CenterBatamTelp: (0778) 469796Fax: (0778) 469796

LPSE Wilayah Nusa Tenggara Timur GKN KupangJl. El Tari II Walikota Baru KupangTelp: (0380) 823539, 833432

LPSE Wilayah Sulawesi TenggaraKPKNL KendariJl. Made Sabara No.6 KendariTelp: (0401) 3128369

LPSE WilayahSumatera BaratKPPN Padang Lt. 2Jl. Perintis Kemerdekaan No. 79 PadangTelp: (0751) 891851

LPSE Wilayah Jawa Barat GKN BandungJl. Asia Afrika No. 114 BandungTelp: (022) 4230161

LPSE Wilayah Kalimantan Barat Balai Diklat Keuangan PontianakJl. Sultan Abdurrahman No. 31 PontianakTelp: (0561) 732622

LPSE Wilayah GorontaloKPKNL GorontaloJl. Raden Saleh No. 7 GorontaloTelp: (0435) 824802

LPSE WilayahRiau, PekanbaruKanwil Ditjen Pajak Riau dan Kepulauan Riau Lt. 3Jl. Sudirman No. 247PekanbaruTelp: (0761) 861053Fax: (0761) 861054

LPSE Wilayah Jawa Tengah GKN Semarang IJl. Pemuda No. 2Telp: (024) 3387873Fax: (024) 3587874

LPSE Wilayah Kalimantan Tengah KPPN PalangkarayaJl. Kapten P. Tandean No. 4 Palangkaraya Kalteng 73112

LPSE Wilayah Sulawesi Barat GKN MamujuJl. Ahmad Yani No 14 MamujuTelp: (0426) 21279

LPSE Wilayah Jambi Kanwil Ditjen PBN JambiJl. Mayjend. Yoesoef Singedikane No. 45 TelanaipuraJambiTelp: (0741) 669528, 668802

LPSE WilayahDaerah Istimewa YogyakartaGKN YogyakartaJl. Kusumanegara No. 9 YogyakartaTelp: (0274) 512304, 562375 ext.1055

LPSE Wilayah Kalimantan Selatan KPKNL BanjarmasinJl. Pramuka No. 7 BanjarmasinTlp (0511) 4281286Fax (0511) 4281281

LPSE Wilayah MalukuPSE pada GKN AmbonJl. Raya Pattimura No. 18 AmbonTelp: (0911) 344355

LPSE WilayahSumatera Selatan GKN PalembangJl. Kapten A. Rivai No 4 Palembang Telp: (0711) 315333

LPSE Wilayah Jawa TimurGKN Surabaya IIJl. Dinoyo No. 111 SurabayaTelp: (031) 5615384, 5615388Fax: (031) 5672082

LPSE Wilayah Kalimantan Timur GKN BalikpapanJl. A. Yani 68 BalikpapanTelp: (0542) 4272691, 42770 Fax: (0524) 42768

LPSE WilayahMaluku UtaraKPPN Ternate Jl. Yos Sudarso No 6 TernateTelp: (0921) 3121655

LPSE Wilayah BengkuluKanwil Ditjen PBN BengkuluJl. Adam Malik KM. 8 BengkuluTelp: (0736) 345237

LPSE Wilayah BantenKanwil DJKN SerangJl. Diponegoro No. 9-11 SerangTelp: (0254) 210103

LPSE Wilayah Sulawesi Utara GKN ManadoJl. Bethesda No.6 ManadoTelp: (0431) 851522

LPSE Wilayah Papua BaratGKN SorongJl. Basuki Rachmat Km 7Sorong

LPSE Wilayah LampungKanwil Ditjen PBN LampungJl. Cut Mutia Nomor 23 A LampungTelp: (0721) 471308

LPSE Wilayah BaliGKN Denpasar IJl. Dr. Kusumaatmadja 19 Renon DenpasarTelp: (0361) 235064

LPSE Wilayah Sulawesi Tengah KPKNL PaluJl. Prof. Moh. Yamin No. 55 Palu

LPSE Wilayah PapuaGedung Indoprima Lantai 1 & 7Jl. Pasifik Permai KomplekRuko Dok II 99111 - Jayapura(CP: Ragil Anwar 085366563330)