Upload
paul-coleman
View
2.824
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
LAPORAN PRAKTIKUM
Citation preview
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
LAPORAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN MUTU PANGAN DAN HASIL PERTANIAN
NAMA : PRIMA BAGUS SAPUTRA
NIM : 121710101076
ACARA : FORMALIN
KELOMPOK/SHIFT : 6/1
TGL.PRAKTIKUM : 31 DESEMBER 2013
TGL.LAPORAN : 10 JANUARI 2014
ASISTEN : 1. Pradiska Gita Vindy Ganesa
2. Nuril Puspita Rahayu
3. Nurita Fidiana
4. Hamidah
BAB 1 . PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangAkibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia dewasa ini, maka semakin
banyak jenis bahan makanan yang diproduksi, dijual, dan dikonsumsi dalam
bentuk yang lebih awet dan lebih praktis dibandingkan dengan bentuk segarnya.
Berkembangnya produk pangan awet tersebut hanya mungkin terjadi karena
semakin tingginya kebutuhan masyarakat perkotaan terhadap berbagai jenis
makanan yang praktis dan awet.
Kebanyakan makanan yang dikemas mengandung bahan tambahan, yaitu
suatu bahan yang dapat mengawetkan makanan atau merubahnya dengan berbagai
teknik dan cara. Bahan tambahan tersebut dapat berupa bahan pengawet seperti
formalin .Bahan Tambahan Makanan didefinisikan sebagai bahan yang tidak
lazim dikonsumsi sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi
khas makanan, dapat bernilai gizi atau tidak bernilai gizi, ditambahkan ke dalam
makanan dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan (termasuk
organoleptik) baik dalam proses pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan produk makanan
olahan, agar menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu makanan yang
lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Jadi
kontaminan atau bahan-bahan lain yang ditambahkan ke dalam makanan untuk
memperbaiki atau meningkatkan mutu gizi bukan merupakan bahan makanan
tambahan.
Dalam praktikum ini akan dilakukan uji kandungan formalin dalam beberapa bahan pangan seperti ikan asin, bakso, mie basah, tahu, lontong dan cilok. 1.2 Tujuan
Tujuan dalam praktikum ini yaitu untuk mengetahui kandungan formalin yang terdapat pada ikan asin, bakso, mie basah, tahu, lontong dan cilok.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Formalin
Formalin adalah larutan formaldehid dalam air dengan kadar 37% yang
biasa di gunakan untuk mengawetkan sampel biologi atau mengawetkan mayat.
Formalin merupakan bahan kimia yang disalahgunakan pada pengawetan tahu,
mie basah, dan bakso (Djoko, 2006).
Formaldehid (HCOH) merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul
30,03 yang pada suhu kamar dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna,
berbau pedas (menusuk) dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut
dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986).
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya,
misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis
keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi
lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya
digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering
digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuat produk parfum,
pengawet bahan kosmetika, pengeras kuku. Formalin boleh juga dipakai sebagai
bahan pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin
digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (polywood). Dalam
kosentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai
barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring,
pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet (Yuliarti, 2007).
Produsen sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan
pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan
kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Beberapa penelitian terhadap tikus
dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam dosis tertentu pada
jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna. Penelitian lainnya
menyebutkan peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum
nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan
(Yuliarti, 2007).
Di dalam larutan formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air
dan merupakan anggota paling sederhana dan termasuk kelompok aldehid dengan
rumus kimia HCHO. Formalin biasanya diperdagangkan di pasaran dengan nama
berbeda-beda antara lain yaitu: Formol, Morbicid, Methanal, Formic aldehyde,
Methyl oxide, Oxymethylene, Methylene aldehyde, Oxomethane, Formoform,
Formalith, Karsan, Methyleneglycol, Paraforin, Polyoxymethylene glycols,
Superlysoform, Tetraoxymethylene, dan Trioxane
2.2 Karakteristik Formalin Dalam udara bebas formaldehida atau formalin berada dalam wujud gas,
tetapi bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan
merk dagang 'formalin' atau 'formol' ). Dalam air, formaldehida mengalami
polimerisasi dan sedikit sekali yang ada dalam bentuk monomer H2CO.
Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen metanol untuk membatasi
polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan kadar
antara 10%-40%. (Aryani,2006)
Meskipun formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada
umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya.
Formaldehida merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi substitusi aromatik
elektrofilik dan sanyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik
dan alkena. Dalam keberadaan katalis basa, formaldehida bisa mengalami reaksi
Cannizzaro, menghasilkan asam format dan metanol.
Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer
linier polioksimetilena. Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida
berbeda dari sifat gas ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin.
Formaldehida bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format,
karena itu larutan formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak
kemasukan udara.(Ganjar dan Rohman,2007)
2.3 Fungsi Formalin
Pada umumnya, formaldehida terbentuk akibat reasi oksidasi katalitik
pada metanol. Oleh sebab itu, formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran
bahan yang mengandung karbon dan terkandung dalam asap pada kebakaran
hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi, formaldehida
dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana dan
hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil sekali
juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia.
Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri,
sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet.
Sebagai disinfektan, Formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan
dimanfaatkan sebagai pembersih; lantai, kapal, gudang dan pakaian. Formaldehida
juga dipakai sebagai pengawet dalam vaksinasi. Dalam bidang medis, larutan
formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil.
Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam membalsem untuk mematikan
bakteri serta untuk sementara mengawetkan bangkai.(Ganjar dan Rohman , 2007)
Dalam industri, formaldehida kebanyakan dipakai dalam produksi polimer
dan rupa-rupa bahan kimia. Jika digabungkan dengan fenol,urea, atau melamina,
formaldehida menghasilkan resin termoset yang keras. Resin ini dipakai untuk
lem permanen, misalnya yang dipakai untuk kayulapis/tripleks atau karpet. Juga
dalam bentuk busa-nya sebagai insulasi. Lebih dari 50% produksi formaldehida
dihabiskan untuk produksi resin formaldehida. Untuk mensintesis bahan-bahan
kimia, formaldehida dipakai untuk produksi alkohol polifungsional seperti
pentaeritritol, yang dipakai untuk membuat cat bahan peledak. Turunan
formaldehida yang lain adalah metilena difenil diisosianat, komponen penting
dalam cat dan busa poliuretana, serta heksametilena tetramina, yang dipakai
dalam resin fenol-formaldehida untuk membuat RDX (bahan peledak).
Sebagai formalin, larutan senyawa kimia ini sering digunakan sebagai insektisida
serta bahan baku pabrik-pabrik resin plastik dan bahan peledak .Larutan
formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara. (Ganjar
dan Rohman,2007)
-Formalin biasa digunakan
Pengawet mayat/ jaringan
Pembasmi lalat dan serangga pengganggu lainnya.
Bahan pembuatan sutra sintetis, zat pewarna, cermin, kaca
Pengeras lapisan gelatin dan kertas dalam dunia Fotografi.
Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
Bahan untuk pembuatan produk parfum.
Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
Pencegah korosi untuk sumur minyak
Dalam konsentrasi yang sangat kecil (kurang dari 1%), Formalin
digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti
pembersih barang rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut
kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil, lilin, pasta gigi, dan
pembersih karpet.
Digunakan di industri tekstil dan kayu lapis.
2.4 Uji Formalin Pada Bahan Pangan Metode pengujian makanan yang mengandung formalin dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu:
1. Uji Kualitatif
A. Dengan Fenilhidrazina
Menimbang seksama 10 gram sampel kemudian memotong kecil-kecil,
dan memasukkan ke dalam labu destilat, menambahkan aquadest 100 ml kedalam
labu destilat, mendestilasi dan menampung filtrat dengan menggunakan labu ukur
50 ml. Mengambil 2-3 tetes hasil destilat sampel, menambahkan 2 tetes
Fenilhidrazina hidroklorida, 1 tetes kalium heksasianoferat (III), dan 5 tetes HCl.
Jika terjadi perubahan warna merah terang (positif formalin) .
B. Dengan Asam Kromatofat
Mencampurkan 10 gram sampel dengan 50 ml air dengan cara
menggerusnya dalma lumpang. Campuran dipindahkan ke dalam labu destilat dan
diasamkan dengan H3PO4. Labu destilat dihubungkan dengan pendingin dan
didestilasi. Hasil destilasi ditampung. Larutan pereaksi Asam kromatofat 0,5%
dalam H2SO4 60% (asam 1,8 dihidroksinaftalen 3,6 disulfonat) sebanyak 5 ml
dimasukkan dlam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml larutan hasil destilasi sambil
diaduk. Tabung reaksi dimasukkan dalam penagas air yang mendidih selam 15
menit dan amati perubahan warna yang terjadi. Adanya HCHO ditunjukkan
dengan adanya warna ungu terang sampai ungu tua (Wisnu Cahyadi, 2008).
C. Dengan Larutan Schiff
Menimbang 10 gram sampel dan dipotong potong kemudian dimasukkan
kedalam labu destilat, ditambahkan 50 ml air, kemudian diasamkan dengan 1 ml
H3PO4. Labu destilat dihubungkan dengan pendingin dan didestilasi. Hasil
destilasi ditampung labu ukur 50 ml. Diambil 1 ml hasil destilat dalam tabung
reaksi, ditambahkan 1 ml H2SO4 1:1 (H2SO4 pekat) lewat dinding, kemudian
ditambahkan 1 ml larutan schiff, jika terbentuk warna ungu maka positif formalin.
2. Uji Kuantitatif
A. Dengan metode Asidialkalimetri
Dipipet 10,0 ml hasil destilat dipindahkan ke erlenmeyer, kemudian
ditambah dengan campuran 25 ml hidrogen peroksida encer P dan 50 ml natrium
hidroksida 0,1 N. Kemudian dipanaskan di atas penangas air hingga pembuihan
berhenti, dan dititrasi dengan asam klorida 0,1 N menggunakan indikator larutan
fenolftalein P. Dilakukan penetapan blanko, dipipet 50,0 ml NaOH 0,1 N,
ditambah 2-3 tetes indikator fenolftalein, dititrasi dengan HCl 0,1 N. Dimana 1 ml
natrium hidroksida 0,1 N ~ 3,003 mg HCHO .
B. Dengan metode Spektrofotometri
Dalam metode ini menggunakan 2 jenis larutan, yaitu Asam Kromatofat
dan Larutan Schiff.
1. Asam Kromatofat
Dibuat larutan baku induk dari konsentrasi 1000 ppm dari formalin 37 %,
kemudian diencerkan dalam labu takar 100 ml dengan aquadest sampai tanda batas,
kemudian larutan tersebut dibuat larutan baku standar. Larutan pereaksi asam
kromatofat 5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml
larutan standar formalin sambil diaduk tabung reaksi ditangas selam 15 menit dalam
penangas air yang mendidih, angkat dan didinginkan. Penetapan kadar formalin
sampel, mencampurkan 10 g sampel dengan 50 ml aquadest dengan cara
menggerusnya didalam lumpang. Kemudian didestilat dan diasamkan dengan H3PO4,
ditampung dengan labu ukur 50 ml. Ditambahkan 5 ml asam kromatofat. Kemudian
diukur absorbansi sampel dan standar dengan panjang gelombang 560 nm dan
dihitung kadar formalinnya (Wisnu Cahyadi, 2008).
2. Larutan Schiff
Diambil 5,0 ml hasil destilat kemudian ditambahkan ditambahkan 1 ml H2SO4
1:1 (H2SO4 pekat) lewat dinding, kemudian ditambahkan 1,0 ml larutan schift. Dibaca
dengan spektrofotometri. Dibuat juga blanko serta baku seri. Dengan dicari panjang
gelombang optimum, lama waktu kestabilan pada spektrofotometer, dan kurva baku
standar formalin.
2.5 Karakteristik Bahan yang Digunakan2.5.1 TahuTahu menurut standar industri Indonesia, adalah makanan padat yang
dicetak dari susu kedelai dengan proses pengendapan protein pada titik
isoelektriknya tanpa atau dengan penambahan bahan lain yang diijinkan (Liu
1999; Markley 1985; Metussin 1992; Shurtleff 1984).
Tahu merupakan salah satu makanan tradisional yang populer. Selain
rasanya enak, harganya murah dan nilai gizinya pun tinggi. Bahan makanan ini
diolah dari kacang-kacangan khususnya kacang kedelai. Meskipun berharga
murah dan bentuknya sederhana, ternyata tahu mempunyai mutu yang istimewa
dilihat dari segi gizi. Hasil-hasil studi menunjukkan bahwa tahu kaya protein
bermutu tinggi, tinggi sifat komplementasi proteinnya, ideal untuk makanan diet,
rendah kandungan lemak jenuh dan bebas kholesterol, kaya mineral dan vitamin,
makanan alami yang sehat dan bebas dari senyawa kimia yang beracun.
Seperti makanan tradisional lainnya tahu umumnya diproses pada skala industry
kecil.
Meskipun saat ini pabrik tahu besar sudah banyak terdapat di beberapa
kota besar, namun tidak sedikit pula industry kecil tahu yang masih bertahan.
Untuk produsen yang skala produksinya kecil, biasanya proses dilakukan secara
tradisional yang kurang memperhatikan efisiensi prosesnya.
Prinsip dasar pembuatan tahu terdiri atas 3 tahap, yaitu proses ekstraksi
atau pengambilan protein dalam kedelai dengan menggunakan pelarut air dan
proses pengendapan kembali protein dalam larutan ekstrak dengan cara
menurunkan pH dari larutan serta pengepressan untuk memisahkan dan
memadatkan gumpalan protein (tahu) dari whey.
Bahan baku dalam proses pembuatan tahu adalah kedelai yang sudah
dikenal sebagai sumber protein tinggi sehingga tahu juga merupakan bahan
makanan dengan kandungan protein relatif tinggi. Untuk membuat tahu, mula-
mula kedelai direndam dalam air bersih selama 8-12 jam. Selama perendaman,
kedelai akan menyerap air sampai mencapai batas kejenuhan dan mneghasilkan
kedelai yang lunak seihngga mempermudah proses penggilingan. Selain itu
perendaman juga akan memperbaiki komposisi kimia kedelai, dapat memberikan
dispersi yang lebih baik dari bahan padat pada kedelai yang digiling dalam
ekstraksi, serta juga dapat mengurangi bau khas (langu) dari kedelai.
KOMPONEN KADAR (%)
Protein 35-45
Lemak 18-32
Karbohidrat 12-30
Air 7
Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan
Kandungan Gizi Jumlah
Energi (Kal) 68
Protein (g) 7,8
Lemak (g) 4,6
Kalsium (mg) 124
Air (g) 84,8
Tabel 2. Kandungan Tahu Per 100gr
2.5.2 LontongLontong adalah makanan yang digemari oleh banyak masyarakat
Indonesia. Lontong terbuat dari beras dan dimasak dengan air hingga terbenam,
mempunyai tekstur yang lembut dan kenyal. Lontong adalah makanan khas
Indonesia yang terbuat dari beras dibungkus dalam daun pisang dan direbus dalam
air selama beberapa jam dan jika air hampir habis dituangkan air lagi demikian
berulang sampai beberapa kali. Karena direbus dalam daun pisang, lontong dapat
berwarna hijau di luarnya, sedangkan berwarna putih di dalamnya. Walau juga
dibuat dari beras, lontong memiliki aroma yang khas.
2.5.3 Ikan AsinIkan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang
diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini
daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di
suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup
rapat.Selain itu daging ikan yang diasinkan akan bertahan lebih lama dan
terhindar dari kerusakan fisik akibat infestasi serangga, ulat lalat dan beberapa
jasad renik perusak lainnya. Beraneka jenis ikan yang biasa diasinkan, baik ikan
darat maupun ikan laut. Ikan-ikan ini dikumpulkan dalam suatu wadah dan lalu
ditaburi atau direndam dalam larutan garam pekat. Ikan-ikan yang besar biasanya
dibelah atau dipotong-potong lebih dulu agar garam mudah meresap ke dalam
daging.
Karena perbedaan kepekatan dan tekanan osmosis, kristal-kristal garam
akan menarik cairan sel dalam daging ikan keluar dari tubuhnya. Sementara itu
partikel garam meresap masuk ke dalam daging ikan. Proses ini berlangsung
hingga tercapai keseimbangan konsentrasi garam di luar dan di dalam daging.
Konsentrasi garam yang tinggi dan menyusutnya cairan sel akan
menghentikan proses autolisis dan menghambat pertumbuhan bakteri dalam
daging ikan. Setelah itu, ikan-ikan ini dijemur, direbus atau difermentasi untuk
meningkatkan keawetannya. (Afrianto dan liviawaty, 1989)
Didalam ikan asin juga terdapat beberapa kandungan gizi. Berikut isi
kandungan gizi yang terdapat pada ikan asin menurut Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia serta sumber lainnya: Ikan Asin Kering mengandung energi
sebesar 193 kilokalori, protein 42 gram, karbohidrat 0 gram, lemak 1,5 gram,
kalsium 200 miligram, fosfor 300 miligram, dan zat besi 3 miligram. Selain itu di
dalam Ikan Asin Kering juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1
0,01 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan
penelitian terhadap 100 gram Ikan Asin Kering, dengan jumlah yang dapat
dimakan sebanyak 70 %.
Informasi nilai gizi:
Banyaknya Ikan Asin Kering yang diteliti (Food Weight) = 100 gr Bagian Ikan Asin Kering yang dapat dikonsumsi (Bdd / Food Edible) = 70 %Jumlah Kandungan Energi Ikan Asin Kering = 193 kkalJumlah Kandungan Protein Ikan Asin Kering = 42 grJumlah Kandungan Lemak Ikan Asin Kering = 1,5 grJumlah Kandungan Karbohidrat Ikan Asin Kering = 0 grJumlah Kandungan Kalsium Ikan Asin Kering = 200 mgJumlah Kandungan Fosfor Ikan Asin Kering = 300 mgJumlah Kandungan Zat Besi Ikan Asin Kering = 3 mgJumlah Kandungan Vitamin A Ikan Asin Kering = 0 IUJumlah Kandungan Vitamin B1 Ikan Asin Kering = 0,01 mgJumlah Kandungan Vitamin C Ikan Asin Kering = 0 mg
2.5.4 Cilok
Cilok yang merupakan singkatan dari “Aci dicolok” ini adalah makanan
yang sangat digemari oleh semua kalangan. Terbuat dari aci (tapioka) yang dibuat
bulat-bulat kemudian diisi sedikit daging cincang/lemak ayam (gajih) lalu
dikukus. Cilok ini biasanya “dicolok” (ditusuk) oleh bambu. Untuk tambahannya
biasanya disiram dengan saus kacang dan kecap. Rasanya kenyal dan sangat
nikmat bila disantap hangat
Informasi Gizi per 3 pieces (15 g)
Energi 1381 kj330 kkal
Lemak 11 g Protein 50 g Karbohidrat 280 g
2.5.5 Mie Basah
Mie merupakan bahan pangan yang berbentuk pilinan memanjang dengan
diameter 0,07-0,125 inchi yang dibuat dengan bahan baku terigu atau tanpa
tambahan kuning telur (Beans et al, 1974).
Mie basah adalah mie yang berkadar air 25 – 35% (Yustiareni, 2000). Mie
basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan dalam
air mendidih terlebih dahulu. Pembuatan mie basah secara tradisional dapat
dilakukan dengan bahan utama tepung terigu dan bahan pembantu seperti air, telur
dan pewarna .
Mie basah dibedakan dengan mie jenis lain berdasarkan kadar air dan
tingkat pemasakan awalnya. Mie mentah yang belum direbus mengandung air
sekitar 35 %, mie basah (mie mentah yang direbus) mengandung air sekitar 52 %,
mie kering (mie mentah yang dikeringkan) sekitar 10 %, mie instan (mie mentah
yang dikukus kemudian digoreng) sekitar 8 %, sedangkan mie goreng (mie
mentah yang digoreng) mengandung lipid sekitar 20 % . (Hou et,al.1997)
Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah
tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadara airnya dapat mencapai 52%
sehingga daya tahan simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Di
Indonesia, mie basah dikenal sebagai mie kuning atu mie bakso. Mie basah
umumya dikemas dengan platik polipropilen (PP) atau polietilen (PE).
Polipropilen memiliki sifat kaku , kuat, ringan , daya tembus uap air rendah, tahan
tehadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan mengkilap. Oleh karena itu
pengemasan dengan menggunakan polipropilen diharapkan mampu menjaga
kestabilan uap air produk lebih baik dari paa pengemas dari bahan polietilen.
(Made Astawan, 1999).
Kandungan gizi mie basah :
Nama Bahan Makanan : Mi BasahNama Lain / Alternatif : Mie Basah Banyaknya Mi Basah yang diteliti (Food Weight) = 100 gr Bagian Mi Basah yang dapat dikonsumsi (Bdd / Food Edible) = 100 %Jumlah Kandungan Energi Mi Basah = 86 kkalJumlah Kandungan Protein Mi Basah = 0,6 grJumlah Kandungan Lemak Mi Basah = 3,3 grJumlah Kandungan Karbohidrat Mi Basah = 14 grJumlah Kandungan Kalsium Mi Basah = 14 mgJumlah Kandungan Fosfor Mi Basah = 13 mgJumlah Kandungan Zat Besi Mi Basah = 1 mgJumlah Kandungan Vitamin A Mi Basah = 0 IUJumlah Kandungan Vitamin B1 Mi Basah = 0 mgJumlah Kandungan Vitamin C Mi Basah = 0 mgKhasiat / Manfaat Mi Basah : - (Belum Tersedia) Huruf Awal Nama Bahan Makanan : M Sumber Informasi Gizi : Berbagai publikasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia serta sumber lainnya.
2.5.6 Bakso Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan
tepung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih
besar dan dimasukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi. Untuk membuat
adonan bakso, potong-potong kecil daging, kemudian cincang halus dengan
menggunakan pisau tajam atau blender. Setelah itu daging diuleni dengan es batu
atau air es (10-15% berat daging) dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi
adonan yang kalis dan plastis sehingga mudah dibentuk. Sedikit demi sedikit
ditambahkan tepung kanji agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji
cukup 15-20% berat daging.
Bakso adalah makanan yang terbuat dari daging giling yang dicampur
dengan tepung tapioka yang sudah dibulatkan berbentuk bola kecil yang dalam
penyajiannya biasanya dilengkapi dengan kuah kaldu berwarna bening, serta
dicampur dengan mi bihun, taoge, tahu, dan terkadang dengan telur, serta ditaburi
dengan bumbu bawang goreng dan seledri. Bakso yang secara umum dapat
ditemukan diseluruh wilayah Indonesia biasanya terbuat dari daging sapi, tetapi
tidak tertutup kemungkinan juga bila kadang-kadang bakso terbuat dari daging
ayam, ikan, atau udang. (Hardiansyah,2000)
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan3.1.1 Alat
Cawan petri
Spatula
Lumpang mortar
Beaker glass
Sendok
Tabung reaksi
3.1.2 Bahan
Tahu
Lontong
Bakso kemasan
Ikan asin
Cilok
Mie basah
Air mendidih
Reagen A dan B
3.2 Skema Kerja
Sampel 10 gr
Cincang dan haluskan
+ 20 ml air mendidih
Tunggu sampai dengan dingin
Ambil airnya
(filtrat)
@ tabung reaksi
+ 4 tetes reagen A dan B
Kocok
Tunggu 5-10 menit
Jika + warna ungu
BAB 4. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Data Pengamatana) Perlakuan 1 (tanpa perendaman)
Sampel Formalin
Hasil Uji WarnaTahu - -
Lontong - -
Ikan Asin + ++
Cilok - -
Mie Basah - -
Bakso + +++
b) Perlakuan 2 (perendaman dengan air panas)
Sampel FormalinHasil Uji Warna
Tahu - -
Lontong - -Ikan Asin + +++
Cilok - -Mie Basah - -
Bakso + -
Keterangan :
Hasil Uji : (+) jika mengandung formalin
( - ) jika tidak mengandung formalin
4.2 Hasil Perhitungan
Pada praktikum ini data yang diperoleh adalah data kualitatif
sehingga tidak diperoleh hasil perhitungan.
BAB 5 . PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja dan Fungsi PerlakuanTahap pertama dalam melakukan uji formalin yaitu dengan menimbang
masing-masing sampel sebanyak 10 gram. dalam praktikum ini menggunakan dua
perlakuan terhadap sampel yang digunakanyaitu perendaman dan tanpa
perendaman. Perbedaan perlakuan ini bertujuan untuk mengetahui pengarih air
pada boraks yang terkandung dalam sampel. Kemudian sampel dicincang dan
dihaluskan menggunakan mortar untuk memperkecil ukuran sampel sehingga luas
permukaannya semakin besar dan reaksi akan semakin cepat berlangsung.
Sementara sampel dihaluskan, menyiapkan air mendidih .Setelah air mendidih,
sebanyak 20 ml dituang pada sampel yang telah dihaluskan dan diletakkan pada
cawan petri dan diberi sampel p1 untuk tanpa perendaman dan p2 untuk
perendaman . Kemudian diaduk menggunakan sendok. Ditunggu hingga larutan
dingin, kemudian diambil filtrat dari larutan tersebut dan diletakkan pada tabung
reaksi dan beri label p1 atau p2. Lalu filtrate ditetesi dengan reagen A dan B
sebanyak A tetes yang berfungsi untuk melarutkan formalin. Kemudian larutan
dikocok menggunakan vortex agar homogen. Dan tunggu hingga 5 – 10 menit,
jika terjadi perubahan warna larutan menjadi ungu maka sampel tersebut positif
mengandung formalin.
5.2 Analisa DataDari hasil praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan 6
sampel yaitu tahu, lontong, ikan asin, cilok, mie basah dan bakso menunjukan
bahwa semua sampel tersebut yang positif mengandung formalin adalah ikan asin
dan bakso. Pada perlakuan tanpa perendaman, perubahan warna pada bakso lebih
terlihat daripada ikan asin. Sedangkan pada perlakuan dengan perendaman,
perubahan warna ikan asin lebih terlihat daripada bakso. Dari hasil tersebut
terdapat perbedaan hasil pada kedua perlakuan yaitu dengan perendaman dan
tanpa perendaman. Perbedaan ini dikarenakan karakteristik formalin yang larut
dalam air yang mengakibatkan formalin pada sampel larut sehingga kandungan
formalinnya akan berkurang ataupun hilang. Pada hasil uji bakso dimana sampel
tanpa perendaman, hasil ujinya menunjukkan perubahan warna yang kuat tetapi
pada perlakuan perendaman, perubahan warna cenderung menurun yang
disebabkan formalin pada bakso larut dalam air rendaman sehingga kandungannya
berkurang. Tekstur bakso yang lunak mengakibatkan air mudah diserap dan
akhirnya melarutkan formalin yang ada didalamnya. Pada ikan asin, perubahan
warna lebih kuat pada perlakuan dengan perendaman. Hal ini disebabkan tekstur
ikan asin yang rapat dan kaku yang menyababkan formalin pada ikan asin tidak
mudah larut dalam air.
BAB 6. PENUTUP
6.1 KesimpulanDari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa:
1. Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk
yang mudah larut dalam air, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta
bersifat sebagai pereduksi yang kuat.
2. Fungsi formalin formalin antara lain sebagai pembunuh kuman sehingga
digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, pembasmi
lalat dan serangga lainnya, bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna,
cermin kaca dan bahan peledak.
3. Metode pengujian formalin dibedakan menjadi 2 uji yaitu uji secara
kualitatif dan uji secara kuantitatif.
4. Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul HCOH.
Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke
dalam sel tubuh.
5. Sampel yang mengandung formalin akan berubah warna menjadi ungu
setelah ditetesi reagen A dan B.
6. Sampel yang positif mengandung formalin adalah ikan asin dan bakso.
7. Warna ungu yang kuat timbul pada sampel ikan asin dengan perendaman dan bakso dengan tanpa perendaman
6.1 SaranTerima kasih kepada semua asisten yang telah membimbing kami pada
saat praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan pengolahan ikan. Penerbit
Kanisius, Jogyakarta. ISBN 979-413-032-X
Astawan, M.1999. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna, Edisi I,
Akademi Presindo, 1999, hlm 1104-110
Arisworo. Djoko. 2006. Ipa terpadu. Grafindo media pratama
Aryani, S., 2006. Biokimia SMA Negeri 2 Semarang. Semarang: Indie Publishing.
Beans et al ,Gordon, H.T., L.e. Johnson and J.C. Bauernfeind, 1974. The use of
betacarotene in bakery products. Cereal Foods World. 30:274-276.
Cahyadi, W. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, Edisi
Kedua. Jakarta: Bumi Aksara
Gandjar, I.G., dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Hardiansyah. 2000. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan pada Bakso.
Pergizi Pangan Indonesia, PAPTI, IPB, Proyek CH-3, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Hou, H.J. 1997. Yield and Textural of Tofu as Affected by Coagulation Method.
Journal of Food Science, 62.(4).,
Markley, K., Soybean and Soybean Products, 1stEdition, Inter Science Publisher,
New York, 1985, p 85.
Metussin, R., Micronization Effects on Composition and properties of Tofu,
Journal of Food Science,57.(2)., 1992
Moffat, A. C. (1986). Clarke’s Isolation and Identification of Drugs. Edisi
2. London. The Pharmaceutical Press. Hal. 420-421, 457-458, 849, 932-9
33.Ngadiwaluyo dan Suharjito, 2003
Shurtleff, W.,Aoyagi, Tofu and Soymilk Production, The Book of Tofu, New Age
Food Study Center, La Vayette, , Vol. 2, p5. 1984
Yuliarti, N. 2007. Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta.
Yustiareni, Elis. 2000. Kajian substitusi terigu oleh tepung garut dan penambahan
tepung kedelai dalam pembuatan mie kering. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 63 halaman
LAMPIRAN FOTO
Peghalusan sampel Sampel + air mendidih 10 ml
Pemberian Regent Sampel dan kertas uji
Hasil uji semua kelompok
Sampel dengan perendaman Penghalusan sampel
Sampel P1, setelah + air Sampel P2, setelah + air
Pengadukan sampel tabung reaksi penuangan filtrat
pengocokan filtrat kenampakan sampel
Hasil uji P1 semua kelompok
Hasil uji P2 semua kelompok