18
1 ANALISA MANAJEMEN LALU LINTAS TERHADAP BEBERAPA PERSIMPANGAN JALAN AKIBAT ADANYA SURABAYA TOWN SQUARE (SUTOS) Nama Mahasiswa : Hendro Widjanarko NRP : 3102 100 049 Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen Konsultasi : Cahya Buana, ST., MT. ABSTRAK Keberadaan pusat-pusat perdagangan atau biasa kita sebut dengan Mall hampir merupakan kebutuhan sebagian besar penduduk kota, termasuk Surabaya. Mall sebagai pusat perdagangan tidak hanya menjadi pusat kegiatan, perekonomian dan keramaian saja, namun juga merupakan aset yang berharga bagi Pemerintah Kota Surabaya. Salah satu Mall yang dibangun di Surabaya adalah Surabaya Town Square (SUTOS). SUTOS didirikan di dekat persimpangan jalan AdityawarmanHayam WurukKutai yang termasuk kawasan lalu lintas padat. Dengan adanya kendaraan yang masukkeluar SUTOS tentunya akan mempengaruhi volume lalu lintas di persimpangan tersebut. Dalam Tugas Akhir ini akan dianalisa apakah persimpangan tersebut masih dapat melayani pertambahan volume yang diakibatkan oleh adanya kendaraan yang menuju ataupun meninggalkan Mall tersebut. Analisa dilakukan pada kondisi eksisting (2008) dan kondisi tiga tahun yang akan datang (2011). Metodologi di dalam Tugas Akhir ini menggunakan data-data yaitu berupa data hasil studi literatur, data survey lapangan, data sekunder, dan data penunjang lainnya. Kemudian melakukan analisa peramalan pertumbuhan kendaraan agar dapat memprediksi kapasitas persimpangan tersebut. Kata Kunci: analisa manajemen lalu lintas, persimpangan, Surabaya Town Square. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Surabaya adalah ibukota Propinsi Jawa Timur dan dikenal juga sebagai kota Metropolis terbesar kedua setelah Jakarta. Kota ini sangat diminati oleh para investor untuk menanamkan investasi, dan salah satu bentuk penanaman modalnya dengan pembangunan pusatpusat perdagangan (Trade Center). Keberadaan pusat-pusat perdagangan atau biasa kita sebut dengan Mall hampir merupakan kebutuhan sebagian besar penduduk kota, termasuk Surabaya. Mall sebagai pusat perdagangan tidak hanya menjadi pusat kegiatan, perekonomian dan keramaian saja, namun juga merupakan aset yang berharga bagi Pemerintah Kota Surabaya. Di lain pihak pembangunan Mall ini menyebabkan kemacetan lalu lintas, yang terjadi hampir merata di semua ruas jalan, terutama yang menuju pusat kota dan jalanjalan di sekitar mall atau Plasa, area perdagangan, pertokoan dan pusat keramaian lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir di Surabaya mulai banyak Mall baru yang dibangun. Beberapa diantaranya didirikan di daerah yang termasuk kawasan lalu lintas padat, terutama pada saat jamjam sibuk (peak hour). Salah satu Mall yang didirikan di kawasan lalu lintas padat adalah Surabaya Town Square (SUTOS), yang mulai beroperasi pada tahun 2008. SUTOS terletak di Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Adityawarman. Seperti kita ketahui jalanjalan tersebut seringkali mengalami kepadatan lalu lintas, selain itu lokasi SUTOS juga berdekatan dengan persimpangan Jalan Adityawarmanjalan Hayam Wurukjalan Kutai. Dengan berdirinya SUTOS tentu akan mempengaruhi kinerja dari jalanjalan dan persimpangan di sekitarnya. Untuk mengantisipasi peningkatan volume lalu lintas di jalan dan persimpangan tersebut akan diadakan analisa lebih lanjut dengan memperhitungkan para pengguna jalan yang masuk dan keluar dari SUTOS. 1.2 Perumusan Masalah Dalam tugas akhir ini permasalahan yang dibahas dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola pergerakan lalu lintas di beberapa persimpangan jalan di sekitar SUTOS? 2. Bagaimana kinerja beberapa persimpangan jalan di sekitar SUTOS akibat adanya SUTOS pada saat ini (2008)? 3. Bagaimana kinerja beberapa persimpangan jalan di sekitar SUTOS akibat adanya SUTOS pada 3 tahun ke depan (2011)? 1.3 Batasan Masalah Dalam tugas akhir ini penulis membatasi permasalahan pada: 1. Volume puncak dibatasi pada jam-jam sibuk (peak hour) siang dan sore hari. 2. Peramalan Volume lalu lintas 3 tahun ke depan (2011). 3. Evaluasi menggunakan metode MKJI 1997. 4. Tidak melakukan analisa struktur dan perkerasan jalan. 5. Analisa dibatasi hanya untuk persimpangan Jalan Adityawarman-Hayam WurukKutai, persimpangan Jalan AdityawarmanIndragiri, persimpangan Jalan GajahmadaGunungsari dan U-turn Adityawarman. 6. Data primer yang digunakan didasarkan pada hasil survey lapangan dan data sekunder didapat dari Tugas Akhir terdahulu. 7. Tidak melakukan analisa biaya. 8. Selama umur rencana dianggap tidak ada perubahan jaringan jalan. 1.4 Tujuan Tujuan dari pembahasan tugas akhir ini yaitu: 1. Mengetahui pola pergerakan lalu lintas di beberapa persimpangan jalan di sekitar SUTOS. 2. Mengetahui kinerja beberapa persimpangan jalan di sekitar SUTOS akibat adanya SUTOS pada saat ini (2008). 3. Mengetahui kinerja beberapa persimpangan jalan di sekitar SUTOS akibat adanya SUTOS pada 3 tahun ke depan (2011). 1.5 Manfaat Tugas akhir ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan gambaran mengenai seberapa besar pengaruh SUTOS terhadap penambahan derajat kejenuhan jaringan jalan disekitarnya serta memberikan masukan untuk manajemen lalu lintas yang sesuai bagi jaringan jalan di sekitar SUTOS terutama ruas Jalan Mayjen Sungkono dan Jalan Adityawarman serta persimpangan bersinyal di sekitar lokasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan (MKJI 1997) 2.1.1 Umum Segmen jalan didefinisikan sebagai perkotaan atau luar kota jika mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, apakah berupa perkembangan lahan atau bukan. Jalan di atau dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 orang selalu digolongkan dalam kelompok ini. Jalan di daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 orang juga digolongkan dalam kelompok ini jika mempunyai perkembangan samping jalan yang permanent dan menerus. Indikasi penting lebih lanjut tentang daerah perkotaan atau semi perkotaan adalah karakteristik arus lalu lintas puncak pada pagi dan sore hari, secara umum lebih tinggi dan terdapat perubahan komposisi lalu lintas (dengan persentase kendaraan pribadi dan sepeda motor yang lebih tinggi, dan persentase truk berat yang lebih rendah dalam arus lalu lintas). Peningkatan arus yang berarti pada jam puncak biasanya menunjukkan perubahan distribusi arah lalu lintas (tidak seimbang), dan karena itu batas segmen jalan harus dibuat antara segmen jalan luar kota dan jalan semi perkotaan Variabel-variabel yang akan akan dicari dalam menentukan kinerja Jalan Dalam Kota antara lain: Kecepatan Arus Bebas, FV Kapasitas, C Derajat Kejenuhan, DS 2.1.2 Kecepatan arus bebas Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada saat tidak ada arus (Q=0).

ANALISA MANAJEMEN LALU LINTAS TERHADAP BEBERAPA … · 3 Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka adalah mungkin untuk mengatur sinyal lampu lalu lintas hanya dengan

Embed Size (px)

Citation preview

1

ANALISA MANAJEMEN LALU LINTAS TERHADAP BEBERAPA

PERSIMPANGAN JALAN AKIBAT ADANYA SURABAYA TOWN

SQUARE (SUTOS)

Nama Mahasiswa : Hendro Widjanarko

NRP : 3102 100 049

Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS

Dosen Konsultasi : Cahya Buana, ST., MT.

ABSTRAK

Keberadaan pusat-pusat perdagangan atau biasa kita sebut

dengan Mall hampir merupakan kebutuhan sebagian besar penduduk kota,

termasuk Surabaya. Mall sebagai pusat perdagangan tidak hanya menjadi

pusat kegiatan, perekonomian dan keramaian saja, namun juga merupakan

aset yang berharga bagi Pemerintah Kota Surabaya.

Salah satu Mall yang dibangun di Surabaya adalah Surabaya

Town Square (SUTOS). SUTOS didirikan di dekat persimpangan jalan

Adityawarman–Hayam Wuruk–Kutai yang termasuk kawasan lalu lintas

padat. Dengan adanya kendaraan yang masuk–keluar SUTOS tentunya

akan mempengaruhi volume lalu lintas di persimpangan tersebut.

Dalam Tugas Akhir ini akan dianalisa apakah persimpangan

tersebut masih dapat melayani pertambahan volume yang diakibatkan oleh

adanya kendaraan yang menuju ataupun meninggalkan Mall tersebut.

Analisa dilakukan pada kondisi eksisting (2008) dan kondisi tiga tahun

yang akan datang (2011).

Metodologi di dalam Tugas Akhir ini menggunakan data-data

yaitu berupa data hasil studi literatur, data survey lapangan, data

sekunder, dan data penunjang lainnya. Kemudian melakukan analisa

peramalan pertumbuhan kendaraan agar dapat memprediksi kapasitas

persimpangan tersebut.

Kata Kunci: analisa manajemen lalu lintas, persimpangan, Surabaya

Town Square.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Surabaya adalah ibukota Propinsi Jawa Timur dan dikenal juga

sebagai kota Metropolis terbesar kedua setelah Jakarta. Kota ini sangat

diminati oleh para investor untuk menanamkan investasi, dan salah satu

bentuk penanaman modalnya dengan pembangunan pusat–pusat

perdagangan (Trade Center). Keberadaan pusat-pusat perdagangan atau

biasa kita sebut dengan Mall hampir merupakan kebutuhan sebagian besar

penduduk kota, termasuk Surabaya. Mall sebagai pusat perdagangan tidak

hanya menjadi pusat kegiatan, perekonomian dan keramaian saja, namun

juga merupakan aset yang berharga bagi Pemerintah Kota Surabaya. Di lain

pihak pembangunan Mall ini menyebabkan kemacetan lalu lintas, yang

terjadi hampir merata di semua ruas jalan, terutama yang menuju pusat kota

dan jalan–jalan di sekitar mall atau Plasa, area perdagangan, pertokoan dan

pusat keramaian lainnya.

Dalam beberapa tahun terakhir di Surabaya mulai banyak Mall

baru yang dibangun. Beberapa diantaranya didirikan di daerah yang

termasuk kawasan lalu lintas padat, terutama pada saat jam–jam sibuk

(peak hour). Salah satu Mall yang didirikan di kawasan lalu lintas padat

adalah Surabaya Town Square (SUTOS), yang mulai beroperasi pada tahun

2008. SUTOS terletak di Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Adityawarman.

Seperti kita ketahui jalan–jalan tersebut seringkali mengalami kepadatan

lalu lintas, selain itu lokasi SUTOS juga berdekatan dengan persimpangan

Jalan Adityawarman–jalan Hayam Wuruk–jalan Kutai.

Dengan berdirinya SUTOS tentu akan mempengaruhi kinerja

dari jalan–jalan dan persimpangan di sekitarnya. Untuk mengantisipasi

peningkatan volume lalu lintas di jalan dan persimpangan tersebut akan

diadakan analisa lebih lanjut dengan memperhitungkan para pengguna jalan

yang masuk dan keluar dari SUTOS.

1.2 Perumusan Masalah Dalam tugas akhir ini permasalahan yang dibahas dapat dijabarkan

sebagai berikut:

1. Bagaimana pola pergerakan lalu lintas di beberapa

persimpangan jalan di sekitar SUTOS?

2. Bagaimana kinerja beberapa persimpangan jalan di sekitar

SUTOS akibat adanya SUTOS pada saat ini (2008)?

3. Bagaimana kinerja beberapa persimpangan jalan di sekitar

SUTOS akibat adanya SUTOS pada 3 tahun ke depan (2011)?

1.3 Batasan Masalah Dalam tugas akhir ini penulis membatasi permasalahan pada:

1. Volume puncak dibatasi pada jam-jam sibuk (peak hour) siang

dan sore hari.

2. Peramalan Volume lalu lintas 3 tahun ke depan (2011).

3. Evaluasi menggunakan metode MKJI 1997.

4. Tidak melakukan analisa struktur dan perkerasan jalan.

5. Analisa dibatasi hanya untuk persimpangan Jalan

Adityawarman-Hayam Wuruk–Kutai, persimpangan Jalan

Adityawarman–Indragiri, persimpangan Jalan Gajahmada–

Gunungsari dan U-turn Adityawarman.

6. Data primer yang digunakan didasarkan pada hasil survey

lapangan dan data sekunder didapat dari Tugas Akhir terdahulu.

7. Tidak melakukan analisa biaya.

8. Selama umur rencana dianggap tidak ada perubahan jaringan

jalan.

1.4 Tujuan Tujuan dari pembahasan tugas akhir ini yaitu:

1. Mengetahui pola pergerakan lalu lintas di beberapa

persimpangan jalan di sekitar SUTOS.

2. Mengetahui kinerja beberapa persimpangan jalan di sekitar

SUTOS akibat adanya SUTOS pada saat ini (2008).

3. Mengetahui kinerja beberapa persimpangan jalan di sekitar

SUTOS akibat adanya SUTOS pada 3 tahun ke depan (2011).

1.5 Manfaat Tugas akhir ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan

gambaran mengenai seberapa besar pengaruh SUTOS terhadap

penambahan derajat kejenuhan jaringan jalan disekitarnya serta

memberikan masukan untuk manajemen lalu lintas yang sesuai bagi

jaringan jalan di sekitar SUTOS terutama ruas Jalan Mayjen Sungkono dan

Jalan Adityawarman serta persimpangan bersinyal di sekitar lokasi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jalan Perkotaan (MKJI 1997)

2.1.1 Umum

Segmen jalan didefinisikan sebagai perkotaan atau luar kota jika

mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, apakah

berupa perkembangan lahan atau bukan. Jalan di atau dekat pusat perkotaan

dengan penduduk lebih dari 100.000 orang selalu digolongkan dalam

kelompok ini. Jalan di daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari

100.000 orang juga digolongkan dalam kelompok ini jika mempunyai

perkembangan samping jalan yang permanent dan menerus.

Indikasi penting lebih lanjut tentang daerah perkotaan atau semi

perkotaan adalah karakteristik arus lalu lintas puncak pada pagi dan sore

hari, secara umum lebih tinggi dan terdapat perubahan komposisi lalu lintas

(dengan persentase kendaraan pribadi dan sepeda motor yang lebih tinggi,

dan persentase truk berat yang lebih rendah dalam arus lalu lintas).

Peningkatan arus yang berarti pada jam puncak biasanya menunjukkan

perubahan distribusi arah lalu lintas (tidak seimbang), dan karena itu batas

segmen jalan harus dibuat antara segmen jalan luar kota dan jalan semi

perkotaan

Variabel-variabel yang akan akan dicari dalam menentukan kinerja Jalan

Dalam Kota antara lain:

Kecepatan Arus Bebas, FV

Kapasitas, C

Derajat Kejenuhan, DS

2.1.2 Kecepatan arus bebas

Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada saat

tidak ada arus (Q=0).

2

2.1.3 Kapasitas

Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang melalui

suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam dalam kondisi

tertentu. Kecepatan ini dianalisa dengan menggunakan formula sebagai

berikut:

C = C0 x FCW x FCSP x FCSF x FCCS…...

(3)

dimana:

C : Kapasitas sesungguhnya (smp/jam)

C0 : Kapasitas Dasar untuk kondisi tertentu (ideal)

(smp/jam)

FCW : Faktor penyesuaian lebar jalan

FCSP : Faktor penyesuaian pemisahan arah

FCSF : Faktor penyesuaian hambatan samping

FCCS : Faktor penyesuaian ukuran kota

2.1.4 Derajat kejenuhan

Derajat kejenuhan merupakan rasio arus terhadap kapasitas,

digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja ruas jalan.

Nilai DS ini menunjukkan apakah ruas jalan tersebut mempunyai masalah

dengan kapasitas atau tidak jika dihubungkan dengan volume lalu lintas

yang lewat. Harga DS dapat dihitung dengan formula:

DS = Q / C …… (4)

dimana:

DS : Derajat Kejenuhan

Q : Arus lalu lintas (SMP/jam)

C : Kapasitas (SMP/jam)

Arus lalu lintas yang terjadi harus dikonversikan menjadi Satuan

Mobil Penumpang (SMP) dengan mengalikan masing-masing jenis

kendaraan dengan harga empnya (ekivalen mobil penumpang).

2.2 Persimpangan Sebidang

2.2.1 Umum

Persimpangan jalan adalah suatu daerah umum di mana dua atau

lebih ruas jalan (link) saling bertemu atau bergabung dan berpotongan atau

bersimpangan, meliputi fasilitas jalur jalan (roadway) dan tepi jalan

(roadside) untuk pergerakan lalu lintas di dalamnya (Hobbs, 1995).

Persimpangan harus dirancang dengan hati-hati untuk mencari arus lalu

lintas dari beberapa arah yang dapat berjalan secara bersamaan bagi

pengguna jalan, baik pengemudi maupun pejalan kaki dengan aman dan

konsisten (Hobbs, 1995).

Setiap persimpangan harus mencakup pergerakan lalu lintas

menerus dan lalu lintas yang saling memotong pada satu atau lebih kaki

persimpangan, serta pergerakan perputaran. Persimpangan didesain untuk

mengurangi potensi konflik antar kendaraan, termasuk pejalan kaki serta

menyediakan kenyamanan maksimum dan kemudahan pergerakan bagi

kendaraan (Khisty dan Lall, 2003).

2.2.2 Persimpangan Sebidang

Persimpangan sebidang (intersection at grade) adalah suatu

persimpangan di mana dua atau lebih jalan bersimpangan satu sama lain

pada bidang yang sama, dengan tiap jalan (kaki persimpangan) mengarah

keluar dari sebuah persimpangan dan membentuk suatu pola persinggungan

(Khisty dan Lall, 2003). Dilihat dari bentuknya ada beberapa macam

persimpangan sebidang, yaitu:

1. Persimpangan sebidang berkaki 3 (tiga)

2. Persimpangan sebidang berkaki 4 (empat)

3. Persimpangan sebidang berkaki banyak

4. Bundaran (Rotary Intersection)

2.2.3 Pola Persinggungan pada Persimpangan Jalan

Keberadaan persimpangan pada suatu jaringan jalan ditujukan

agar kendaraan bermotor, pejalan kaki (pedestrian), dan kendaraan tidak

bermotor (unmotorized) dapat bergerak dalam arah yang berbeda dan pada

waktu yang bersamaan. Dengan demikian, pada persimpangan akan terjadi

suatu keadaan yang menjadi karakteristik yang unik dari persimpangan,

yaitu munculnya konflik yang berulang sebagai akibat dari pergerakan

(manuver) tersebut.

Berdasarkan sifatnya, konflik yang ditimbulkan oleh manuver

kendaraan dan pejalan kaki dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Konflik primer, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas

yang saling memotong.

2. Konflik sekunder, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu

lintas kanan dengan arus lalu lintas arah lainnya dan atau arus

lalu lintas kiri dengan pejalan kaki.

Pada dasarnya jumlah titik konflik yang terjadi pada

persimpangan tergantung beberapa faktor, antara lain:

1. Jumlah kaki persimpangan yang ada

2. Jumlah lajur pada setiap kaki persimpangan

3. Jumlah arah pergerakan yang ada, baik kendaraan maupun

pejalan kaki

Persimpangan jalan adalah sumber konflik lalu lintas. Satu

perempatan jalan sebidang menghasilkan 16 titik konflik. Oleh karena itu,

upaya untuk memperlancar arus lalu lintas adalah dengan meniadakan titik

konflik, dengan membangun pulau lalu lintas atau bundaran, memasang

lampu lalu lintas yang mengatur giliran gerak kendaraan, menerapkan arus

searah, menerapkan larangan belok kanan atau membangun simpang susun

(Warpani, 2002).

2.2.4 Alih Gerak (Manuver) Lalu Lintas pada Persimpangan

Berdasarkan pola pergerakan di daerah persimpangan, terdapat 4

(empat) bentuk alih gerak, yaitu:

1. Diverging (memisah), yaitu peristiwa memisahnya kendaraan

dari suatu arus yang sama ke jalur lain.

2. Merging (menggabung), yaitu peristiwa menggabungnya

kendaraan dari satu jalur ke jalur lain.

3. Crossing (memotong), yaitu peristiwa perpotongan antara arus

kendaraan dari satu jalur ke jalur yang lain pada persimpangan.

Crossing menimbulkan titik konflik pada persimpangan.

4. Weaving (menyilang), yaitu pertemuan dua arus lalu lintas atau

lebih yang berjalan menurut arah yang sama sepanjang suatu

lintasan jalan raya tanpa bantuan rambu lalu lintas. Weaving

terjadi pada kendaraan yang berpindah dari satu jalur ke jalur

lain, misalnya pada saat kendaraan masuk ke suatu jalan raya

dari jalan masuk, kemudian bergerak ke jalur lainnya untuk

mengambil jalan keluar dari jalan raya tersebut. Weaving

menimbulkan titik konflik pada persimpangan (Hobbs, 1995).

2.3 Simpang Bersinyal

2.3.1 Umum

Simpang-simpang bersinyal yang merupakan bagian dari sistem

kendali waktu tetap yang dirangkai atau “sinyal aktuasi kendaraan”

terisolir, biasanya memerlukan metode dan perangkat lunak khusus dalam

analisanya.

Pada umumnya sinyal lalu lintas dipergunakan untuk satu atau lebih

dari alasan berikut :

- Untuk menghindari kemacetan simpang akibat konflik arus lalu lintas,

sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan,

bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak.

- Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan atau pejalan kaki

dari simpang (kecil) untuk memotong jalan utama.

- Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan

antara kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan

2.3.2 Karakteristik Sinyal Lalu Lintas

Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu-

lintas terutama adalah fungsi dari keadaan geometrik dan tuntutan lalu

lintas. Dengan menggunakan sinyal, perancang/insinyur dapat

mendistribusikan kapasitas kepada berbagai pendekat melalui

pengalokasian waktu hijau pada masing-masing pendekat. Maka dari itu

untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalu lintas, pertama-tama perlu

ditentukan fase dan waktu sinyal yang paling sesuai untuk kondisi yang

ditinjau.

Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning,

merah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu-

lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah

keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu lintas yang datang dari

jalan-jalan yang saling berpotongan = konflik-konflik utama. Sinyal-

sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari

lalu lintas lurus melawan, atau memisahkan gerakan lalu lintas membelok

dari pejalan kaki yang menyeberang = konflik-konflik kedua.

3

Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka adalah

mungkin untuk mengatur sinyal lampu lalu lintas hanya dengan dua fase,

masing-masing sebuah untuk jalan yang berpotongan. Metode ini selalu

dapat diterapkan jika gerakan belok kanan dalam suatu simpang telah

dilarang. Karena pengaturan dua fase memberikan kapasitas tertinggi dalam

beberapa kejadian, maka pengaturan tersebut disarankan sebagai dasar

dalam kebanyakan analisa lampu lalu lintas.

Maksud dari periode antar hijau (IG = kuning + merah semua)

diantara dua fase yang berurutan adalah untuk :

1. Memperingatkan lalu lintas yang sedang bergerak bahwa fase telah

berakhir.

2. Menjamin agar kendaraan terakhir pada fase hijau yang baru saja

diakhiri memperoleh waktu yang cukup untuk keluar dari daerah

konflik sebelum kendaraan pertama dari fase berikutnya memasuki

daerah yang sama.

Fungsi yang pertama dipenuhi oleh waktu kuning, sedangkan

yang kedua dipenuhi oleh waktu merah semua yang berguna sebagai waktu

pengosongan antara dua fase.

Waktu merah semua dan waktu kuning pada umumnya

ditetapkan sebelumnya dan tidak berubah selama periode operasi. Jika

waktu hijau dan siklus juga ditetapkan sebelumnya, maka dikatakan sinyal

tersebut dioperasikan dengan cara kendali waktu tetap.

2.3.3 Geometrik

Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat.

Satu lengan simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan

menjadi dua atau lebih sub pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok

kanan dan atau belok kiri mendapat sinyal hijau pada fase yang berlainan

dengan lalu lintas yang lurus, atau jika dipisahkan secara fisik dengan

pulau-pulau lalu lintas dalam pendekat.

Untuk masing-masing pendekat atau sub pendekat lebar efektif

(We) ditetapkan dengan memepertimbangkan denah dari bagian masuk dan

keluar suatu simpang dan distribusi dari gerakan-gerakan membelok.

2.3.4 Arus Lalu Lintas

Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih

periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam

puncak pagi, siang dan sore.

Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri QL, lurus QST

dan belok kanan QRT) dikonversikan dari kendaraan per jam menjadi satuan

mobil penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan

penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan.

Jika hanya arus lalu lintas harian (AADT) saja yang ada tanpa

diketahui distribusi lalu lintas pada tiap jalannya, maka arus lalu lintas

2.3.5 Model Dasar

Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai

berikut :

cg

SC ............ (7)

dimana :

C : Kapasitas (smp/jam)

S : Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari

antrian dalam pendekat selama sinyal hijau

(smp/jam hijau = smp per-jam hijau)

g : Waktu hijau (detik)

c : Waktu siklus , yaitu selang waktu untuk urutan

perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua

awal hijau yang berurutan pada fase yang

pertama)

Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari

arus jenuh dasar (So) yaitu arus dasar pada keadaan standar, dengan faktor

penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya dari suatu

kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya

no FFFFSS .......321 . (8)

Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai

fungsi dari lebar efektif pendekat (We) :

WeSo 600 (9)

Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini :

- Ukuran kota (CS). Jutaan penduduk

Hambatan samping (SF), kelas hambatan samping dari

lingkungan jalan dan kendaraan tak bermotor.

2.3.6 Penggunaan Sinyal

Lampu (sinyal) pengatur lalu lintas adalah salah satu bentuk

kontrol lalu lintas yang dikembangkan sebagai suatu solusi untuk

mengurangi jumlah konflik dan meningkatkan kapasitas dan keamanan

pada persimpangan jalan. Fungsi dari sinyal lalu lintas adalah mencegah

arus berjalan terus dengan mengatur kesempatan untuk kendaraan berjalan

setelah dihentikan dengan urutan tertentu pada arus lalu lintas yang

mengalami konflik. Lampu (pengatur) lalu lintas dioperasikan secara

manual, dengan mesin atau listrik, yang dengan tanda lampunya (merah-

kuning-hijau) mengarahkan lalu lintas untuk berhenti atau terus berjalan.

Penggunaan sinyal di Indonesia memakai sistem pre timed signal,

yaitu tipe sinyal yang mengarahkan lalu lintas untuk berhenti dan

mengijinkannya untuk berangkat melanjutkan sesuai dengan jadwal waktu

tunggal yang telah ditentukan sebelumnya atau sebuah seri jadwal waktu

yang urutan sinyalnya disetel tetap.

a. Fase Sinyal

Istilah fase dipakai pada suatu arus lalu lintas atau lebih yang

menerima indikasi sinyal yang sama dalam satu siklus, yaitu jalan-jalan

dengan arah gerakan yang sama yang diberi indikasi sinyal yang sama.

Pemilihan fase pergerakan tergantung dari banyaknya konflik utama yaitu

konflik yang terjadi pada volume kendaraan yang cukup besar. Dalam

menentukan fase sinyal perlu diperhatikan tipe dari masing-masing

pendekat. Tipe-tipe pendekat dapat dibedakan atas :

Protected Approach, yaitu tipe pendekat yang dihindari terhadap

konflik dengan arus dari arah yang berlawanan. Dengan demikian

berarti dalam suatu fase tidak boleh ada gerakan belok kanan yang

bersamaan dengan gerakan lurus dari arah kendaraan yang

berlawanan.

Opposed Approach, yaitu tipe pendekat terlawan, dimana

diperbolehkan adanya konflik dengan arus yang berlawanan karena

volume kendaraan kecil.

b. Waktu Antar Hijau dan Waktu Hilang

Waktu antar hijau adalah periode kuning dan merah semua antara

dua fase yang berurutan, maksudnya adalah :

Panjang waktu kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di

Indonesia menurut MKJI adalah 3,0 detik.

Waktu merah semua pendekat adalah waktu dimana sinyal

merah menyala bersamaan dalam semua pendekat yang dilayani

oleh dua fase sinyal yang berurutan. Fungsi dari waktu merah

semua adalah memberi kesempatan bagi kendaraan terakhir

(melewati garis henti pada akhir sinyal kuning) berangkat

sebelum kedatangan kendaraan pertama dari fase berikutnya.

Nilai-nilai untuk VEV, VAV , IEV tergantung komposisi lalu lintas dan

kondisi kecepatan pada lokasi

Waktu hilang (LTI) untuk simpang dapat dihitung sebagai jumlah dari

waktu-waktu antar hijau.

LTI = ∑ ( MERAH SEMUA + KUNING) (11)

c. Waktu Siklus dan Waktu Hijau

Waktu siklus sebelum penyesuaian untuk pengendalian waktu tetap

dihitung dengan perumusan sebagai berikut :

Cua = (1,5 x LTI + 5 ) / ( 1-IFR) (12)

4

dimana :

Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian (detik)

LTI = waktu hilang total persiklus (detik)

IFR = rasio arus simpang (FRcrit)

Waktu siklus yang lebih rendah dari nilai yang disarankan dapat

menyulitkan para pejalan kaki untuk menyeberangi jalan. Siklus yang

melebihi 130 detik harus dihindari kecuali pada kasus sangat khusus yaitu

dimana terjadi pada persimpangan yang sangat besar, karena hal tersebut

mengakibatkan kerugian dalam kapasitas secara keseluruhan.

Waktu hijau untuk masing-masing fase dihitung dengan perumusan

sebagai berikut :

gi = (Cua – LTI) x PRi ..... (13)

dimana :

gi : tampilan waktu hijau pada fase I (detik)

Cua : waktu siklus sebelum penyesuaian

LTI : waktu hilang total persiklus

PRi : rasio fase Frcrit / ∑ Frcrit

Waktu hijau yang lebih pendek dari 10 detik harus dihindari, karena dapat

mengakibatkan pelanggaran lampu merah yang berlebihan dan kesulitan

bagi pejalan kaki untuk menyeberang. Waktu siklus yang disesuaikan

ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

C = ∑ g + LTI (14)

Penentuan waktu sinyal untuk keadaaan dengan kendali waktu tetap

dilakukan berdasarkan metode Webster (1966) untuk meminimumkan

tundaan total pada suatu simpang. Pertama ditentukan waktu siklus ©,

selanjutnya waktu hijau (gi) pada masing-masing fase (i).

a) Waktu siklus

)1/()55.1( critFRLTIc (15)

Dimana ;

c : Waktu siklus sinyal (detik)

LTI : Jumlah waktu hilang per siklus (detik)

FR : Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)

FRcrit : Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang

berangkat pada suatu fase sinyal.

Σ(FRcrit) : Rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua fase

pada siklus tersebut.

Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada resiko serius

akan terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang

terlalu panjang akan menyebabkan meningkatnya tundaaan rata-rata. Jika

nilai Σ(FRcrit) mendekati atau lebih dari 1 maka simpang tersebut adalah

lewat jenuh dan rumus tersebut akan menghasilkan nilai waktu siklus

yang sangat tinggi atau negatif.

b) Waktu hijau

))(/)( critcriti FRFRLTIcg (16)

dimana :

gi : Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)

Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap

kesalahan-kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap

terlalu panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecilpun dari rasio hijau

(g/c) yang ditentukan dari rumus (9) dan (10) diatas menghasilkan

bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang tersebut.

2.3.7 Kapasitas dan Derajat Kejenuhan

Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh

dangan rasio (g/c) pada masing-masing pendekat.

Derajat kejenuhan diperoleh sebagai berikut :

Sxg

Qxc

C

QDS (17)

2.4 Jalinan Tunggal ( Single Weaving )

2.4.1 Geometrik Jalinan Tunggal

Sketsa umum geometrik untuk jalinan tunggal dapat dilihat pada

Gambar 2.10.

Sumber : MKJI 1997

Gambar 2.10 Skematis Jalinan Tunggal

Keterangan:

WapprA = lebar pendekat A (m)

WapprD = lebar pendekat D (m)

WE = lebar rata-rata pendekat =

(WapprA+WapprD)/2

WW = lebar jalinan (m)

Jika WapprA>Ww maka WapprA=Ww

Jika WapprD>Ww maka WapprD=Ww

L = panjang jalinan (m)

Volume lalu lintas untuk jalinan ini ada dua jenis yaitu lalu

lintas yang mengalami jalinan (weaving) dan yang tidak

mengalami jalinan (non weaving). Lalu lintas yang mengalami

weaving adalah arah A-C dan D-B, sedangkan yang non

weaving adalah arah A-B dan D-C.

2.4.2 Kapasitas

Kapasitas dari suatu jalinan adalah hasil perkalian antara

kapasitas dasar (Co) untuk kondisi ideal dan faktor koreksi (F),

dengan memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan

sesungguhnya terhadap kapasitas. Model kapasitas untuk jalinan

adalah sebagai berikut :

C = 135 x Ww1,3 x (1+WE/Ww)1,5 x (1-pw/3)0,5 x

(1+Ww/Lw)-1,8 x FCS x FRSU (18)

dimana :

WE : Lebar masuk rata-rata (m)

Ww : Lebar jalinan (m)

Lw : Panjang jalinan (m)

FCS : Faktor penyesuaian terhadap kelas ukuran kota

FRSU : Faktor penyesuaian terhadap rasio kendaraan tak

bermotor dan rasio jalinan

Pw : Rasio jalinan

2.4.3 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan dari jalinan tunggal dihitung sebagai berikut :

DS = Qsmp / C

(19)

dimana :

DS : Derajat kejenuhan

Qsmp : Arus total aktual (smp)

Qsmp = Qkend x Fsmp

Fsmp : faktor smp, Fsmp = (LV % + HV % x empHV +

MC % x empMC)/100

C : Kapasitas (smp/jam)

2.4.4 Kecepatan Tempuh

Kecepatan tempuh (km/jam) pada jalinan tunggal dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

V = V0 x 0,5 x (1 + (1 – DS)0,5) (20)

dimana :

V0 : Kecepatan arus bebas (km/jam), rumus : V0 = 43 x

(1 – pw/3)

pw : rasio jalinan

DS : Derajat kejenuhan

A B

C D L

WW

WapprA

WapprD

5

2.4.5 Waktu Tempuh

Waktu Tempuh (det) pada jalinan tunggal dihitung dengan

rumus sebagai berikut :

TT = Lw x 3,6 / V (21)

dimana :

V : Kecepatan tempuh (km/jam)

Lw : Panjang jalinan (m)

2.5 Model Peramalan

Peramalan adalah perhitungan nilai besaran suatu fenomena

pada tahun ke-n di masa yang akan datang berdasarkan pada data historis n

tahun yang lalu. Peramalan dibutuhkan karena pembangunan suatu gedung

apapun selalu ditujukan untuk penggunaan selama umur rencana tertentu

sehingga harus bisa menampung atau melayani volume beban penggunanya

sampai umur rencana tersebut.

2.5.1 Regresi Linier

Pertumbuhan lalu lintas dianggap sebanding dengan

pertumbuhan kendaraan, artinya peramalan volume lalu lintas dapat

diperkirakan dengan pertumbuhan kendaraan. Peramalan pertumbuhan

regional mengenai transportasi pada masa yang akan datang sangat

dibutuhkan.

Penggunaan metode regresi digunakan, karena menghasilkan

garis penyimpangan yang dapat ditekan sekecil mungkin sesuai dengan

data yang dimiliki.

2.5.2 Regresi Linier Berganda

Konsep ini merupakan pengembangan lanjut dari konsep regresi

linier, khususnya pada kasus yang mempunyai lebih banyak variabel bebas

dan parameter b.

Analisa regresi linier berganda adalah suatu metode statistik.

Untuk menggunakannya, terdapat beberapa asumsi yang perlu diperhatikan:

1. Nilai variabel, khususnya variabel bebas, mempunyai nilai

tertentu atau merupakan nilai yang didapat dari hasil survei

tanpa kesalahan berarti.

2. Variabel tidak bebas (y) harus mempunyai hubungan korelasi

linier dengan variabel bebas (x). Jika hubungan tersebut tidak

linier, transformasi linier harus dilakukan, meskipun batasan ini

akan mempunyai implikasi lain dalam analisis residual.

3. Efek variabel bebas pada variabel tidak bebas merupakan

penjumlahan, dan harus tidak ada korelasi yang kuat antara

sesama variabel bebas.

4. Variansi variabel tidak bebas terhadap garis regresi harus sama

untuk semua nilai variabel bebas.

5. Nilai variabel tidak bebas harus tersebar normal atau minimal

mendekati normal.

6. Nilai variabel bebas sebaiknya merupakan besaran yang relatif

mudah diproyeksikan (Tamin, 2000).

BAB III

METODOLOGI

Pelaksanaan Tugas Akhir dengan judul " Analisa Manajemen Lalu Lintas

Terhadap Beberapa Persimpangan Jalan Akibat Adanya Surabaya Town

Square (SUTOS). " akan di lakukan dengan tahap sebagai berikut:

TIDAK

YA

3.1. Survei Pendahuluan Langkah awal sebelum melakukan studi ini adalah melakukan

tinjauan awal terhadap kondisi di wilayah lokasi studi yang dipilih untuk

menghindari ketidaksesuaian antara tujuan awal dan pengetahuan penulis

terhadap kondisi objek penelitian yang sebenarnya di lapangan. Studi ini

dilakukan untuk mengetahui situasi dan kondisi nyata yang terjadi di

lokasi studi, agar dapat mengidentifikasi permasalahan yang terjadi

dengan benar. Survey pendahuluan meliputi:

1. Lokasi SUTOS merupakan pusat perbelanjaan yang

terletak di jalan Adityawarman sebagai jalan akses utama

yang akan digunakan masyarakat jika akan menuju ke

SUTOS

2. Lokasi yang ditinjau adalah :

a. Jalan Adityawarman, jalan Hayam Wuruk,

jalan Kutai, dan persimpangan jalan

Adityawarman-jalan Hayam Wuruk-jalan

Kutai;

b. Jalan Adityawarman, jalan Indragiri, dan

persimpangan jalan Adityawarman-jalan

Indragiri;

c. Jalan Gunungsari, jalan Gajahmada, dan

persimpangan jalan Gunungsari-jalan

Gajahmada;

d. Dan U-turn jalan Mayjen Sungkono.

3.2.Pengumpulan Data.

Untuk keperluan analisis, data yang dikumpulkan adalah data

primer dan data sekunder pada tahap ini di lakukan pengumpulan data-data

sebagai berikut:

Data primer

Untuk data primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan

Langsung di lapangan yang terdiri dari data-data:

a. Data survei Traffic Counting pada ruas-ruas jalan yang ditinjau,

b. Data Sinyal Traffic light pada lokasi studi.

Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapat dari instasi terkait atau

badan terkait yaitu dari pihak pengembang dan pengelola SUTOS,

antara lain:

a. Denah SUTOS

b. Data geometrik

c. Data jumlah penduduk kota surabaya

d. Data jumlah kendaraan bermotor kota surabaya

3.3. Analisa Kondisi Eksisting

Pada tahap ini dilakukan analisa lalu lintas sebelum adanya SUTOS

dengan mengacu pada data yang diperoleh dari volume lalu lintas. Evaluasi

ini nantinya akan memperlihatkan kinerja jalan dan persimpangan pada

lokasi studi yang ditinjau pada saat ini (eksisting). Untuk melakukan

perhitungan volume lalu lintas tersebut yang masih dalam satuan kendaraan

harus dikonversi ke dalam bentuk smp (satuan mobil penumpang ) yaitu

emp HV adalah 1,3 dan MC adalah 0,2. Selanjutnya mencari peak hour

volume, jika hasilnya sudah didapat maka langkah selanjutnya adalah

memasukan data tersebut ke dalam program bantu KAJI.

3.4. Perhitungan kinerja jalan dan persimpangan Pada tahap ini dianalisa kondisi lalu lintas yaitu kinerja jalan dan

persimpangan yang ditinjau setelah adanya penambahan volume lalu lintas

akibat tarikan perjalanan. Kinerja jalan dan persimpangan dianggap baik

jika derajat kejenuhannya ( DS ) < 0,75, apabila DS > 0,75 maka jalan

tersebut dianggap sudah tidak mampu menampung jumlah kendaran yang

melintasi jalan ataupun persimpangan tersebut, yang berakibat terjadinya

kemacetan lalu lintas, waktu tempuh yang lebih lama, dan rawan terjadinya

kecelakaan.

Analisa kinerja jalan dan

persimpangan sesudah adanya SUTOS, DS ≤ 0,75

Manajemen lalu lintas

Selesai

Analisa Kinerja lalu lintas tahun 2011

A

A

Survei Pendahuluan: - Lokasi Sutos

- Jalan & Persimpangan di lokasi

studi.

Primer: 1. Geometri jalan, persimpangan 2. Data volume lalu lintas

Sekunder : 1. Peta lokasi,luas bangunan Sutos 2. Data Jumlah Penduduk Per Tahun

3. Data PDRB Per Tahun

4. Data Jumlah Kendaraan Pertahun

Analisa Kondisi Esisting

Peramalan Lalu Lintas Kondisi Existing

3 tahun ke depan

MULAI

Pengumpulan Data

6

3.5. Manajemen Lalu Lintas

Tahap ini merupakan tahap pemecahan permasalahan yang timbul

karena adanya penambahan volume lalu lintas akibat tarikan perjalanan.

Pengaturan atau rekayasa lalu lintas yang sedemikian rupa yang dapat

memberikan hasil paling optimal dalam mengatasi penambahan volume

lalu lintas yang terjadi sehingga dapat menghilangkan atau meminimalkan

permasalahan yang timbul.

3.6. Alternatif Perbaikan Dari hasil analisa kinerja lalu lintas dapat diketahui nilai DS yang

terjadi akibat tarikan perjalanan SUTOS. Jika DS ≤ DS kondisi dasar,

maka ruas jalan Adityawarman dan persimpangan-persimpangan

disekitarnya tidak terpengaruh oleh pembangunan SUTOS dan tidak perlu

diberikan alternatif perbaikan. Sedangkan jika didapatkan hasil DS > 0,75

maka diperlukan suatu solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Alternatif

perbaikan yang diusulkan adalah pengaturan kembali durasi nyala lampu

sinyal pada persimpangan–persimpangan yang ditinjau.

3.7. Kesimpulan Kesimpulan dari Tugas Akhir ini adalah dapat mengetahui

kinerja dari jalan dan persimpangan yang di sekitar lokasi studi pada 3

tahun yang akan datang.

BAB IV

DATA DAN ANALISA

4.1 Data Hasil Survey Kondisi Eksisting

4.1.1 Geometri Jaringan Jalan

Pengambilan data dengan metode pengukuran dilakukan untuk

mendapatkan dimensi dan geometri dari jaringan jalan dan beberapa

persimpangan jalan di sekitar Surabaya Town Square (SUTOS), dalam hal

ini yang ditinjau adalah Persimpangan Jl. Indragiri-Jl. Adityawarman- Jl.

Batanghari, Persimpangan Jl. Hayam Wuruk-Jl. Adityawarman-Jl. Kutai,

Persimpangan Jl. Gajahmada-Jl. Gunungsari, Bukaan Median (U-Turn) Jl.

Mayjen Sungkono. Data ini diperlukan sebagai data masukan yang

diperlukan dalam penganalisaan kinerja jaringan jalan menggunakan

program bantu Kapasitas Jalan Indonesia (KAJI).

Hasil survey geometri dari lokasi yang ditinjau yaitu:

1) Persimpangan Jl. Indragiri-Jl. Adityawarman-Jl. Batanghari

Jumlah lengan : 4 lengan

Tipe persimpangan : Persimpangan bersinyal

Jumlah fase : 2 fase

2) Persimpangan Jl. Hayam Wuruk-Jl. Adityawarman-Jl. Kutai

Jumlah lengan : 4 lengan

Tipe Persimpangan : Persimpangan bersinyal

Jumlah fase : 3 fase

3) Persimpangan Jl. Gajahmada-Jl. Gunungsari

Jumlah lengan : 3 lengan

Tipe persimpangan : Persimpangan bersinyal

Jumlah fase : 2 fase

4) Bukaan Median (U-Turn) Jl. Mayjen Sungkono

U-Turn ini terletak di dekat Jl. Patmosusastro

4.1.2 Survey Traffic Counting

Selain data yang diperoleh dari pengukuran dimensi

persimpangan dan ruas jalan juga diperlukan data lalu lintas yang melewati

jalan dan persimpangan untuk menuju SUTOS, dalam hal ini persimpangan

dan ruas jalan yang ditinjau adalah persimpangan dan ruas jalan yang telah

disebutkan di atas.

Pengambilan data lalu lintas dilakukan dengan menempatkan

surveyor di beberapa titik pada beberapa lokasi yang ditinjau. Dalam

pelaksanaan survey, waktu yang dipilih adalah waktu puncak pagi (10.00 –

12.00) dan waktu puncak sore (16.00 – 18.00). Waktu jam puncak pagi

diambil antara pukul 10.00-12.00 karena SUTOS mulai beroperasi pukul

10.00. Pada form survey traffic counting terdapat kolom jenis dan jumlah

kendaraan.

Untuk jenis kendaraan yang digunakan, terdapat pilihan sebagai

berikut :

a. Sepeda motor (MC)

b. Mobil penumpang (LV)

c. Kendaraan berat (HV)

sehingga diharapkan akan didapat jumlah kendaraan pada jam-jam

tersebut. Dari data-data lalu lintas itu maka dapat diketahui kinerja jalan

dan persimpangan.

4.1.2.1. Hasil Survey Traffic Counting Persimpangan Jl.

Indragiri-Jl. Adityawarman-Jl. Batanghari

Gambar 4.5 Lokasi titik survey persimpangan Jl. Indragiri-Jl.

Adityawarman-Jl. Batanghari

Titik 1 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jalan Indragiri yang

belok kanan menuju ke Jalan Adityawarman West.

Titik 2 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jalan Indragiri

yang lurus menuju ke Jalan Batanghari.

Titik 3 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jalan Indragiri yang

belok kiri menuju ke Jalan Adityawarman Center.

Titik 4 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jalan

Adityawarman Center yang lurus menuju ke Jalan

Adityawarman West

Titik 5 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jalan

Adityawarman Center yang belok kiri menuju ke

Jalan Batanghari.

Titik 6 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jalan Batanghari

yang belok kiri menuju ke Jalan Adityawarman

West.

Titik 7 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jalan

Adityawarman West yang lurus menuju Jalan

Adityawarman Center.

Titik 8 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jalan

Adityawarman West yang belok kiri menuju ke

Jalan Indragiri.

Dari survey yang dilakukan pada persimpangan Jl. Indragiri-Jl.

Adityawarman-Jl. Batanghari ini (kemudian disebut sebagai persimpangan

IG), didapatkan data jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan

tersebut pada waktu puncak pagi dan waktu puncak sore. Data tersebut

direkap dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan IG tahun

2008

Titik Kendaraan / Jam Total

smp/jam MC LV HV

Pagi 10.00 - 12.00

1 434 1219 3 1310

2 74 33 0 48

3 65 95 0 108

4 476 475 8 581

5 6 3 0 4

6 40 29 0 37

7 710 908 9 1062

8 169 853 3 891

Sore 16.00 - 18.00

1 1989 493 1 892

2 204 41 0 82

3 74 221 0 236

4 311 821 10 896

5 8 12 0 14

6 46 26 0 35

7 685 922 4 1064

8 120 742 0 766

Sumber : Survey Traffic Counting

N

1

2

1

3

4

5

6

7

8

7

Data yang ada pada tabel 4.1 nantinya akan dimasukkan ke

dalam program bantu KAJI sehingga dapat diketahui DS persimpangan IG

kondisi eksisting (2008).

4.1.2.2. Hasil Survey Traffic Counting Persimpangan Jl. Hayam

Wuruk-Jl. Adityawarman-Jl. Kutai

Gambar 4.6 Lokasi titik survey persimpangan Jl. Hayam Wuruk – Jl.

Adityawarman – Jl. Kutai

Titik 1 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jl. Adityawarman

Center yang belok kanan menuju ke Jl. Hayam

Wuruk.

Titik 2 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jl. Adityawarman

Center yang jalan lurus menuju ke Jl.

Adityawarman East.

Titik 3 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jl. Adityawarman

Center yang belok kiri menuju Jl. Kutai.

Titik 4 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jl. Kutai yang

belok kanan menuju ke Jl. Adityawarman Center.

Titik 5 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jl. Kutai yang

jalan lurus menuju ke Jl. Hayam Wuruk.

Titik 6 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jl. Kutai yang

belok kiri menuju ke Jl. Adityawarman East.

Titik 7 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jl. Adityawarman

East yang belok kanan menuju ke Jl. Kutai.

Titik 8 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jl. Adityawarman

East yang jalan lurus menuju ke Jl. Adityawarman

Center.

Titik 9 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jl. Adityawarman

East yang belok kiri menuju ke Jl. Hayam Wuruk.

Dari survey yang dilakukan pada persimpangan Jl. Hayam

Wuruk – Jl. Adityawarman – Jl. Kutai ini (kemudian disebut sebagai

persimpangan HW), didapatkan data jumlah kendaraan yang melintasi

persimpangan tersebut pada waktu puncak pagi dan waktu puncak sore.

Data tersebut direkap dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan HW tahun

2008

Titik Kendaraan / Jam

Total smp/jam MC LV HV

Pagi 10.00 - 12.00

1 510 314 23 446 2 685 404 11 555 3 1197 416 14 674 4 149 69 3 103 5 599 241 10 374 6 16 5 12 24 7 122 25 0 49 8 795 381 9 552 9 76 18 2 36

Sore 16.00 - 18.00

1 437 344 28 468 2 512 512 15 634 3 1237 381 15 648 4 113 83 2 108 5 757 532 25 716 6 26 2 4 12 7 177 27 1 64 8 837 483 7 660 9 89 15 0 33

Sumber : Mahma Dian Mahendra, 2008

Data yang ada pada tabel 4.2 nantinya akan dimasukkan ke dalam

program bantu KAJI sehingga dapat diketahui DS persimpangan IG kondisi

eksisting (2008).

4.1.2.3. Hasil Survey Traffic Counting Persimpangan Jl.

Gajahmada-Jl. Gunungsari

Gambar 4.7 Lokasi titik survey persimpangan Jl. Gajahmada-Jl.

Gunungsari

Titik 1 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jl. Gajahmada

yang belok kanan menuju ke Jl. Gunungsari South.

Titik 2 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jl. Gajahmada

yang belok kiri menuju ke Jl. Gunungsari North.

Titik 3 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jl. Gunungsari

North yang jalan lurus menuju ke Jl. Gunungsari

South.

Titik 4 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jl. Gunungsari

South yang jalan lurus menuju ke Jl. Gunungsari

North.

Titik 5 : Mencatat jumlah kendaraan dari Jl. Gunungsari

South yang belok kiri menuju ke Jl. Gajahmada.

Dari survey yang dilakukan pada persimpangan Jl. Gajahmada –

Jl. Gunungsari ini (kemudian disebut sebagai persimpangan GM),

didapatkan data jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan tersebut

pada waktu puncak pagi dan waktu puncak sore. Data tersebut direkap

dalam tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan GM tahun

2008

Titik Kendaraan / Jam Total

smp/jam MC LV HV

Pagi 10.00 - 12.00

1 1067 391 29 642

2 97 26 4 51

3 1214 414 70 748

4 1867 899 91 1391

5 121 57 3 85

Sore 16.00 - 18.00

1 1843 601 45 1028

2 189 57 7 104

3 1023 298 63 585

4 3929 1572 128 2524

5 202 75 6 123

Sumber : Survey Traffic Counting

9

1

2

3

4

5

6

7

8

N

N

1

2

3

4

5

8

Data yang ada pada tabel 4.3 nantinya akan dimasukkan ke dalam

program bantu KAJI sehingga dapat diketahui DS persimpangan GM

kondisi eksisting (2008).

4.1.2.4. Hasil Survey Traffic Counting Weaving Batanghari

4.8 Lokasi titik survey Weaving Batanghari

Untuk mendapatkan data weaving dari lokasi studi ini (weaving

Batanghari) digunakan survey dengan cara pencatatan nomor polisi

kendaraan (lisence plate). Setelah didapatkan data maka dapat dilihat

seperti pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data jumlah kendaraan menghasilkan weaving batanghari

Titik Kendaraan / Jam

Total smp/jam

MC LV HV

Pagi 10.00 - 12.00

A-C 693 1581 11 1734

B-D 19 4 0 8

A-B 127 63 0 88

C-D 46 12 0 21

Sore 16.00 - 18.00

A-C 2086 1129 11 1561

B-D 20 7 0 11

A-B 134 77 0 104

C-D 52 15 0 25

Sumber : Survey Traffic Counting

Data yang ada pada tabel 4.4 nantinya akan dimasukkan ke dalam

program bantu KAJI sehingga dapat diketahui DS dari weaving Batanghari

kondisi eksisting (2008).

4.1.2.5 Hasil Survey Traffic Counting Weaving Patmosusastro

4.9 Lokasi titik survey Weaving Patmosusastro

Untuk mendapatkan data weaving dari lokasi studi ini (weaving

Patmosusastro) digunakan survey dengan cara pencatatan nomor polisi

kendaraan (lisence plate). Setelah didapatkan data maka dapat dilihat

seperti pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Data jumlah kendaraan menghasilkan weaving patmosusastro

Titik Kendaraan / Jam Total

smp/jam MC LV HV

Pagi 10.00 - 12.00

A-C 688 1636 9 1785

D-B 116 42 0 65

A-B 154 182 0 213

C-D 151 73 0 103

Sore 16.00 - 18.00

A-C 616 1521 4 1649

D-B 146 38 0 67

A-B 137 197 0 224

C-D 154 81 0 112

Sumber : Survey Traffic Counting

Data yang ada pada tabel 4.5 nantinya akan dimasukkan ke dalam

program bantu KAJI sehingga dapat diketahui DS dari Weaving

Patmosusastro kondisi eksisting (2008).

4.2 Analisa Lalu Lintas Kondisi Eksisting

4.2.1 Analisa Persimpangan IG Kondisi Eksisting

Analisa Persimpangan IG kondisi eksisting akan menggunakan

program bantu KAJI dalam pengerjaannya untuk mempermudah dalam

mencari Degree of Saturation (DS). Dari DS yang didapatkan dapat

diketahui kinerja persimpangan IG.

Kalau hasil DS ≤ 0,75 berarti persimpangan tersebut masih dapat melayani

volume lalu lintas yang berlangsung. Sedangkan apabila hasil DS > 0,75

maka harus diadakan manajemen lalu lintas pada persimpangan IG. Data

lalu lintas persimpangan IG kondisi eksisting akan menggunakan tabel 4.1

dan untuk pergerakan Persimpangan IG hasil survey pada gambar 4.10.

Hasil perhitungan KAJI akan ditampilkan dalam tabel 4.6.

Gambar 4.10 Pergerakan Persimpangan IG 2008

N

Fase 1

Fase 2

LOTR

1

1 1

2

2

L 1

L

1

L

1

L

1

9

Tabel 4.6 Volume dan DS Persimpangan IG 2008

Dari hasil perhitungan KAJI ternyata semuanya masih memiliki

nilai DS ≤ 0,75 jadi dengan demikian Persimpangan IG tahun 2008 masih

mempunyai kinerja yang bagus. Waktu nyala sinyal lampu masih

dipertahankan seperti diatas.

4.2.2 Analisa Persimpangan HW Kondisi Eksisting

Analisa Persimpangan HW kondisi eksisting akan menggunakan

program bantu KAJI dalam pengerjaannya untuk mempermudah dalam

mencari Degree of Saturation (DS). Dari DS yang didapatkan dapat

diketahui kinerja persimpangan IG.

Kalau hasil DS ≤ 0,75 berarti persimpangan tersebut masih dapat melayani

volume lalu lintas yang berlangsung. Sedangkan apabila hasil DS > 0,75

maka harus diadakan manajemen lalu lintas pada persimpangan HW. Data

lalu lintas persimpangan HW kondisi eksisting akan menggunakan tabel 4.2

dan untuk pergerakan Persimpangan IG hasil survey pada gambar 4.11.

Hasil perhitungan KAJI akan ditampilkan dalam tabel 4.7.

Gambar 4.11 Pergerakan Persimpangan HW 2008

Tabel 4.7 Volume dan DS Persimpangan HW 2008

Arah

Kode Pendekat

Volume Kapasitas

DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak Pagi (F1=33; F2=31; F3=23 )

Utara (KTR) Jl. Kutai belok kanan 103 639 0,161

Utara (KTS) Jl. Kutai lurus 374 1277 0,293

Utara (KTL) Jl. Kutai belok kiri - - -

Timur (AER) Jl. Adityawarman East belok kanan 49 837 0,059

Timur (AES) Jl. Adityawarman East lurus 552 890 0,620

Timur (AEL) Jl. Adityawarman East belok kiri - - -

Barat (ACL) Jl. Adityawarman West belok kiri - - -

Barat (ACS) Jl. Adityawarman West lurus 555 600 0,925

Barat (ACR) Jl. Adityawarman West belok kanan

446 1200 0,372

Puncak sore (F1=40; F2=35; F3=27)

Utara (KTR) Jl. Kutai belok kanan 108 675 0,160

Utara (KTS) Jl. Kutai lurus 716 1350 0,530

Utara (KTL) Jl. Kutai belok kiri - - -

Timur (AER) Jl. Adityawarman East belok kanan 64 846 0,076

Timur (AES) Jl. Adityawarman East lurus 660 911 0,724

Timur (AEL) Jl. Adityawarman East belok kiri - - -

Barat (ACL) Jl. Adityawarman West belok kiri - - -

Barat (ACS) Jl. Adityawarman West lurus 634 591 1,073

Barat (ACR) Jl. Adityawarman West belok kanan

468 1181 0,396

Dari hasil perhitungan KAJI ada beberapa pergerakan yang nilai DS

> 0,75. Dengan hasil nilai DS seperti ini berarti persimpangan HW

memerlukan manajemen lalu lintas agar persimpangan HW masih dapat

melayani volume kendaraan yang melintas persimpangan HW. Manajemen

lalu lintas akan dibahas pada sub bab berikutnya.

4.2.3 Analisa Persimpangan GM Kondisi Eksisting

Analisa Persimpangan GM kondisi eksisting akan menggunakan

program bantu KAJI dalam pengerjaannya untuk mempermudah dalam

mencari Degree of Saturation (DS). Dari DS yang didapatkan dapat

diketahui kinerja persimpangan GM.

Kalau hasil DS ≤ 0,75 berarti persimpangan tersebut masih dapat melayani

volume lalu lintas yang berlangsung. Sedangkan apabila hasil DS > 0,75

maka harus diadakan manajemen lalu lintas pada persimpangan GM. Data

lalu lintas persimpangan GM kondisi eksisting akan menggunakan tabel 4.3

dan untuk pergerakan Persimpangan GM hasil survey pada gambar 4.12.

Hasil perhitungan KAJI akan ditampilkan dalam tabel 4.8.

Gambar 4.12 Pergerakan Persimpangan GM 2008

Arah Kode Pendekat

Volume Kapasitas DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak Pagi (F1=68; F2=36)

Utara (IGR) Jl. Indragiri belok kanan 1310 2019 0,649

Utara (IGS) Jl. Indragiri lurus 48 1346 0,036

Utara (IGL) Jl. Indragiri belok kiri - - -

Selatan (BHL) Jl. Batanghari belok kiri - - -

Timur (ACS) Jl. Adityawarman Center lurus

581 1692 0,343

Timur (ACL) Jl. Adityawarman Center belok kiri

- - -

Barat (AWL) Jl. Adityawarman West belok kiri

- - -

Barat (AWS) Jl. Adityawarman West lurus

1062 1692 0,628

Puncak sore (F1=80; F2=40)

Utara (IGR) Jl. Indragiri belok kanan 892 2082 0,428

Utara (IGS) Jl. Indragiri lurus 82 1388 0,059

Utara (IGL) Jl. Indragiri belok kiri - - -

Selatan (BHL) Jl. Batanghari belok kiri - - -

Timur (ACS) Jl. Adityawarman Center lurus

896 1649 0,543

Timur (ACL) Jl. Adityawarman Center belok kiri

- - -

Barat (AWL) Jl. Adityawarman West belok kiri

- - -

Barat (AWS) Jl. Adityawarman West lurus

1064 1649 0,645

N

Fase 1

Fase 2 Fase 3

LOTR

2

1 1

L

3

2

3

L

L

N

2

1

1

1

2 Fase 1

Fase 2

10

Tabel 4.8 Volume dan DS Persimpangan GM 2008

Arah

Kode Pendekat

Volume Kapasitas

DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak Pagi (F1=35; F2=20)

Utara (GSNS) Jl. Gunungsari North lurus 748 2126 0,352

Selatan (GSSL) Jl. Gunungsari South belok kiri 85 893 0,095

Selatan (GSSS) Jl. Gunungsari lurus 1391 2126 0,654

Barat (GML) Jl. Gajahmada belok kiri 51 510 0,100

Barat (GMR) Jl. Gajahmada belok kanan 642 1530 0,420

Puncak sore (F1=50; F2=29)

Utara (GSNS) Jl. Gunungsari North lurus 585 2218 0,264

Selatan (GSSL) Jl. Gunungsari South belok kiri 123 931 0,132

Selatan (GSSS) Jl. Gunungsari lurus 2524 2218 1,138

Barat (GML) Jl. Gajahmada belok kiri 104 540 0,193

Barat (GMR) Jl. Gajahmada belok kanan 1028 1621 0,634

Dari hasil perhitungan KAJI ada beberapa pergerakan yang nilai DS

> 0,75. Dengan hasil nilai DS seperti ini berarti persimpangan GM

memerlukan manajemen lalu lintas agar persimpangan GM masih dapat

melayani volume kendaraan yang melintas persimpangan GM. Manajemen

lalu lintas akan dibahas pada sub bab berikutnya.

4.2.4 Analisa Weaving Batanghari Kondisi Eksisting

Analisa Weaving Batanghari kondisi eksisting akan

menggunakan program bantu KAJI dalam pengerjaannya untuk

mempermudah dalam mencari Degree of Saturation (DS). Dari DS yang

didapatkan dapat diketahui kinerja Jalan Adityawarman akibat Weaving

Batanghari. Kalau hasil DS ≤ 0,75 berarti jalan tersebut masih dapat

melayani volume lalu lintas yang berlangsung. Sedangkan apabila hasil DS

> 0,75 maka harus diadakan manajemen lalu lintas pada Ruas Jalan

Adityawarman. Data lalu lintas Weaving Batanghari kondisi eksisting akan

menggunakan tabel 4.4 dan untuk pergerakan Weaving Batanghari hasil

survey pada gambar 4.13. Hasil perhitungan KAJI akan ditampilkan dalam

tabel 4.9.

Gambar 4.13 Pergerakan Weaving Batanghari 2008

Tabel 4.9 Volume dan DS Weaving Batanghari 2008

Dari hasil perhitungan KAJI ternyata semuanya masih memiliki

nilai DS ≤ 0,75 jadi dengan demikian Jalan Adityawarman akibat Weaving

Batanghari tahun 2008 masih mempunyai kinerja yang bagus. Jadi tidak

diperlukan manajemen lalu lintas

.

4.2.5 Analisa Weaving Patmosusastro Kondisi Eksisting

Analisa Weaving Patmosusastro kondisi eksisting akan

menggunakan program bantu KAJI dalam pengerjaannya untuk

mempermudah dalam mencari Degree of Saturation (DS). Dari DS yang

didapatkan dapat diketahui kinerja Jalan Adityawarman akibat Weaving

Patmosusastro. Kalau hasil DS ≤ 0,75 berarti jalan tersebut masih dapat

melayani volume lalu lintas yang berlangsung. Sedangkan apabila hasil DS

> 0,75 maka harus diadakan manajemen lalu lintas pada Ruas Jalan

Adityawarman. Data lalu lintas Weaving Patmosusastro kondisi eksisting

akan menggunakan tabel 4.5 dan untuk pergerakan Weaving Patmosusastro

hasil survey pada gambar 4.14. Hasil perhitungan KAJI akan ditampilkan

dalam tabel 4.10.

Gambar 4.14 Pergerakan Weaving Patmosusastro 2008

Tabel 4.10 Volume dan DS Weaving Patmosusastro 2008

Arah

Kode Pendekat

Volume Kapasitas

DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak Pagi

Weav 1 (A-C) Jl. Mayjen Sungkono ke Jl. Adityawarman

2500 5036 0,496 Weav 2 (D-B) U-turn ke Jl. Patmosusastro

N-weav 1 (A-B) Jl. Mayjen Sungkono ke Jl. Patmosusastro

N-weav 2 (D-C) U-turn ke Jl. Adityawarman

Puncak sore

Weav 1 (A-C) Jl. Mayjen Sungkono ke Jl. Adityawarman

2369 5053 0,469 Weav 2 (D-B) U-turn ke Jl. Patmosusastro

N-weav 1 (A-B) Jl. Mayjen Sungkono ke Jl. Patmosusastro

N-weav 2 (D-C) U-turn ke Jl. Adityawarman

Arah Kode Pendekat

Volume Kapasitas DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak Pagi

Weav 1 (A-C) Jl. Adityawarman ke Jl. Mayjen Sungkono

2118 4425 0,479 Weav 2 (D-B) Jl. Batanghari ke U-turn

N-weav 1 (A-B) Jl. Adityawarman ke U-turn

N-weav 2 (D-C) Jl. Batanghari - Jl. Mayjen Sungkono

Puncak sore

Weav 1 (A-C) Jl. Adityawarman ke Jl. Mayjen Sungkono

2388 4425 0,540 Weav 2 (D-B) Jl. Batanghari ke U-turn

N-weav 1 (A-B) Jl. Adityawarman ke U-turn

N-weav 2 (D-C) Jl. Batanghari - Jl. Mayjen Sungkono

11

Dari hasil perhitungan KAJI ternyata semuanya masih memiliki

nilai DS ≤ 0,75 jadi dengan demikian Jalan Adityawarman akibat Weaving

Patmosusastro tahun 2008 masih mempunyai kinerja yang bagus. Jadi tidak

diperlukan manajemen lalu lintas

4.3 Prediksi Lalu Lintas Untuk Tahun 2011

Setelah dilakukan pengambilan data dan analisa untuk kondisi

eksisting (tahun 2008) maka perlu dilakukan prediksi terhadap volume lalu

lintas di tahun – tahun mendatang karena berdasarkan asumsi bahwa

SUTOS pada tiga tahun mendatang (tahun 2011) sudah menjadi sebuah

pusat perbelanjaan yang semakin ramai.

Pada tugas akhir ini digunakan pendekatan dengan

menggunakan data pertumbuhan lalu lintas pada ruas Jl. Mayjen Sungkono

sebagai prediksi pertumbuhan, mengingat lokasi studi terletak di Jl. Mayjen

Sungkono. Berikut ini adalah tabel jumlah kendaraan di ruas Jl. Mayjen

Sungkono mulai tahun 2005 s/d 2007 berdasarkan data dari Dinas

Perhubungan.

Tabel 4.11 Data Jumlah Kendaraan Bermotor Pada Ruas Jl. Mayjen

Sungkono

Tahun Jumlah Kendaraan (kend/hr)

LV HV MC

2005 4,752 67 8,585

2006 5,253 59 9,378

2007 5,478 79 10,037

Sumber : Dinas Perhubungan

Data diatas kemudian di analisa dengan metode regresi. Dalam

analisa regresi dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis

yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel – variabelnya.

4.3.1 Pertumbuhan Kendaraan Ringan (Light Vehicle)

Pertumbuhan lalu lintas untuk kendaraan ringan (LV) di ruas Jl.

Mayjen Sungkono dari tahun 2005 s/d 2007 dapat dilihat pada tabel

4.12 berikut:

Tabel 4.12 Jumlah Pertumbuhan Kendaraan Ringan (LV) Pada Ruas Jl.

Mayjen Sungkono.

No. Tahun Jumlah Kendaraan Pertumbuhan

( x ) ( y ) ( % )

1 2005 4752 -

2 2006 5253 9.5

3 2007 5478 4.1

Dengan analisa model regresi maka didapatkan persamaan

sebagai berikut :

y = 363x + 4435

R2 = 0.954

4700

4800

4900

5000

5100

5200

5300

5400

5500

5600

0 1 2 3 4

tahun

pe

rtu

mb

uh

an

Series1

Linear (Series1)

Gambar 4.15 Grafik Hubungan Volume LV Dengan Waktu.

Dari analisa regresi didapatkan nilai Y dan R², sehingga

untuk selanjutnya dapat diketahui prediksi jumlah volume kendaraan

seperti pada tabel 4.13 berikut :

Tabel 4.13 Jumlah Pertumbuhan Kendaraan Ringan (LV) Pada Ruas Jl.

Mayjen Sungkono.

No. Tahun Jumlah Kendaraan Pertumbuhan

( x ) ( y ) ( % )

1 2005 4752 -

2 2006 5253 9,5

3 2007 5478 4,1

4 2008 5887 6,9

5 2009 6250 5,8

6 2010 6613 5,5

7 2011 6976 5,2

Prosentase pertumbuhan kendaraan ringan (LV) setiap tahun

dari tahun 2005 s/d 2007 dan prediksi hingga tahun 2011 mendatang

dapat dilihat sebagaimana tabel 4.13 diatas.

Dari hasil analisa di atas maka dapat diketahui prediksi

pertumbuhan kendaraan ringan antara 2008 s/d 2011 adalah sebesar

16,5%.

Untuk analisa kinerja ruas dan persimpangan jalan di tahun

yang akan datang maka selanjutnya prosentase pertumbuhan kendaraan

ringan tersebut di tambahkan dengan volume kendaraan ringan yang

ada pada kondisi eksisting.

4.3.2 Pertumbuhan Kendaraan Berat (Heavy Vehicle)

Pertumbuhan lalu lintas untuk kendaraan berat (HV) di ruas Jl.

Mayjen Sungkono dari tahun 2005 s/d 2008 dapat dilihat pada tabel

4.14 berikut :

Tabel 4.14 Jumlah Pertumbuhan Kendaraan Berat (HV) Pada Ruas Jl.

Mayjen Sungkono.

No. Tahun Jumlah Kendaraan Pertumbuhan

( x ) ( y ) ( % )

1 2005 67 -

2 2006 59 -13.6

3 2007 79 25.3

Dengan analisa model regresi maka didapatkan persamaan sebagai

berikut :

y = 6x + 56.333

R2 = 0.3553

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

0 1 2 3 4

tahun

pe

rtu

mb

uh

anSeries1

Linear (Series1)

Gambar 4.16 Grafik Hubungan Volume HV Dengan Waktu.

Dari analisa regresi didapatkan nilai Y dan R², sehingga

untuk selanjutnya dapat diketahui prediksi jumlah volume kendaraan

seperti pada tabel 4.15 berikut :

Tabel 4.15 Jumlah Pertumbuhan Kendaraan Berat (HV) Pada Ruas Jl.

Mayjen Sungkono.

No. Tahun

Jumlah Kendaraan

Pertumbuhan

( x ) ( y ) ( % )

1 2005 67 -

2 2006 59 -13,6

3 2007 79 25,3

4 2008 80 1,7

5 2009 86 6,9

6 2010 92 6,5

7 2011 98 6,1

Prosentase pertumbuhan kendaraan berat (HV) setiap tahun

dari tahun 2005 s/d 2007 dan prediksi hingga tahun 2011 mendatang

dapat dilihat sebagaimana tabel diatas.

Dari hasil analisa di atas maka dapat diketahui prediksi

pertumbuhan kendaraan berat antara 2008 s/d 2011 adalah sebesar

19,5%

Untuk analisa kinerja ruas dan persimpangan jalan di tahun

yang akan datang maka selanjutnya prosentase pertumbuhan kendaraan

berat tersebut di tambahkan dengan volume kendaraan berat yang ada

pada kondisi eksisting.

4.3.3 Pertumbuhan Sepeda Motor (Motor Cycle)

Pertumbuhan lalu lintas untuk Sepeda Motor (MC) di ruas Jl.

Mayjen Sungkono dari tahun 2005 s/d 2007 dapat dilihat pada tabel

4.16 berikut :

12

Tabel 4.16 Jumlah Pertumbuhan Sepeda Motor (MC) Pada Ruas Jl. Mayjen

Sungkono.

No. Tahun

Jumlah Kendaraan

Pertumbuhan

( x ) ( y ) ( % )

1 2005 8,585 -

2 2006 9,378 8.5

3 2007 10,037 6.6

Dengan analisa model regresi maka didapatkan persamaan sebagai

berikut :

y = 726x + 7881.3

R2 = 0.9972

8,400

8,600

8,800

9,000

9,200

9,400

9,600

9,800

10,000

10,200

0 1 2 3 4

tahun

pe

rtu

mb

uh

an

Series1

Linear (Series1)

Gambar 4.17 Grafik Hubungan Volume MC Dengan Waktu.

Dari analisa regresi didapatkan nilai Y dan R², sehingga

untuk selanjutnya dapat diketahui prediksi jumlah volume kendaraan

seperti pada tabel 4.17 berikut :

Tabel 4.17 Jumlah Pertumbuhan Sepeda Motor (MC) Pada Ruas Jl. Mayjen

Sungkono.

No. Tahun Jumlah Kendaraan Pertumbuhan

( x ) ( y ) ( % )

1 2005 8.585 -

2 2006 9.378 8,5

3 2007 10.037 6,6

4 2008 10785 6,9

5 2009 11511 6,3

6 2010 12237 5,9

7 2011 12963 5,6

Prosentase pertumbuhan Sepeda Motor (MC) setiap tahun

dari tahun 2005 s/d 2007 dan prediksi hingga tahun 2011 mendatang

dapat dilihat sebagaimana tabel 4.17 diatas.

Dari hasil analisa di atas maka dapat diketahui prediksi

pertumbuhan sepeda motor antara 2008 s/d 2011 adalah sebesar 17,8%

Untuk analisa kinerja ruas dan persimpangan jalan di tahun

yang akan datang maka selanjutnya prosentase pertumbuhan sepeda

motor tersebut di tambahkan dengan volume sepeda motor yang ada

pada kondisi eksisting.

4.4 Analisa Lalu Lintas Tahun 2011

4.4.1 Analisa Persimpangan IG Tahun 2011

Pada analisa Persimpangan IG tahun 2011 juga akan

menggunakan program bantu KAJI dalam pengerjaannya untuk

mempermudah dalam mencari Degree of Saturation (DS). Dari DS yang

didapatkan dapat diketahui kinerja persimpangan IG.

Kalau hasil DS ≤ 0,75 berarti persimpangan tersebut masih dapat melayani

volume lalu lintas yang berlangsung. Sedangkan apabila hasil DS > 0,75

maka harus diadakan manajemen lalu lintas pada persimpangan IG. Data

lalu lintas persimpangan IG tahun 2011 didapatkan dari data tahun

Persimpangan eksisting yang ditambahkan dengan pertumbuhan tahun

2009 s/d 2011. Prediksi jumlah volume kendaraan yang melintasi

Persimpangan IG seperti pada tabel 4.18. Pergerakan Persimpangan IG

seperti pada gambar 4.18.

Tabel 4.18 Prediksi jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan IG

tahun 2008

Titik Kendaraan / Jam

Total smp/jam

MC LV HV

Pagi 10.00 - 12.00

1 516 1431 4 1539

2 88 39 0 56

3 77 112 0 127

4 566 558 9 683

5 7 4 0 5

6 48 34 0 44

7 844 1066 11 1249

8 201 1002 4 1046

Sore 16.00 - 18.00

1 2364 579 1 1053

2 243 48 0 97

3 88 260 0 277

4 370 964 12 1053

5 10 14 0 16

6 55 31 0 41

7 814 1083 5 1252

8 143 871 0 900

Gambar 4.18 Pergerakan Persimpangan IG 2011

Dari tabel 4.18, data-data tersebut kemudian kembali dimasukkan

KAJI sehingga didapatkan nilai DS. Hasil KAJI seperti pada tabel 4.19

berikut:

N

Fase 1

Fase 2

LOTR

1

1

1

2

2

L

1

L

1

L

1

L

1

13

Tabel 4.19 Volume dan DS Persimpangan IG 2011

Arah

Kode Pendekat

Volume Kapasitas

DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak Pagi (F1=68; F2=36)

Utara (IGR) Jl. Indragiri belok kanan 1539 2019 0,762

Utara (IGS) Jl. Indragiri lurus 57 1346 0,042

Utara (IGL) Jl. Indragiri belok kiri - - -

Selatan (BHL) Jl. Batanghari belok kiri - - -

Timur (ACS) Jl. Adityawarman Center lurus 683 1692 0,404

Timur (ACL) Jl. Adityawarman Center belok kiri - - -

Barat (AWL) Jl. Adityawarman West belok kiri - - -

Barat (AWS) Jl. Adityawarman West lurus 1249 1692 0,738

Puncak sore (F1=80; F2=40)

Utara (IGR) Jl. Indragiri belok kanan 1053 2082 0,506

Utara (IGS) Jl. Indragiri lurus 97 1388 0,070

Utara (IGL) Jl. Indragiri belok kiri - - -

Selatan (BHL) Jl. Batanghari belok kiri - - -

Timur (ACS) Jl. Adityawarman Center lurus 1054 1649 0,639

Timur (ACL) Jl. Adityawarman Center belok kiri - - -

Barat (AWL) Jl. Adityawarman West belok kiri - - -

Barat (AWS) Jl. Adityawarman West lurus 1252 1649 0,759

Dari hasil perhitungan KAJI ada beberapa pergerakan yang nilai

DS > 0,75. Dengan hasil nilai DS seperti ini berarti persimpangan IG 2011

memerlukan manajemen lalu lintas agar persimpangan IG masih dapat

melayani volume kendaraan yang melintas persimpangan IG pada tahun

2011. Manajemen lalu lintas akan dibahas pada sub bab berikutnya.

4.4.2 Analisa Persimpangan HW Tahun 2011

Pada analisa Persimpangan HW tahun 2011 juga akan

menggunakan program bantu KAJI dalam pengerjaannya untuk

mempermudah dalam mencari Degree of Saturation (DS). Dari DS yang

didapatkan dapat diketahui kinerja Persimpangan HW.

Kalau hasil DS ≤ 0,75 berarti persimpangan tersebut masih dapat melayani

volume lalu lintas yang berlangsung. Sedangkan apabila hasil DS > 0,75

maka harus diadakan manajemen lalu lintas pada Persimpangan HW. Data

lalu lintas Persimpangan HW tahun 2011 didapatkan dari data tahun

persimpangan eksisting yang ditambahkan dengan pertumbuhan tahun 2009

s/d 2011. Prediksi jumlah volume kendaraan yang melintasi Persimpangan

HW seperti pada tabel 4.20. Pergerakan seperti pada gambar 4.19.

Tabel 4.20 Prediksi jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan HW

tahun 2011

Titik Kendaraan / Jam Total

smp/jam MC LV HV

Pagi 10.00 - 12.00

1 606 369 27 525

2 814 474 13 654

3 1423 488 16 794

4 177 81 4 121

5 712 283 12 441

6 19 6 14 28

7 145 29 0 58

8 945 447 11 650

9 90 21 2 42

Sore 16.00 - 18.00

1 519 404 33 551

2 609 601 18 746

3 1470 447 18 764

4 134 97 2 127

5 900 625 29 843

6 31 2 5 15

7 210 32 1 75

8 995 567 8 777

9 106 18 0 39

Gambar 4.19 Pergerakan Persimpangan HW 2011

Dari tabel 4.20, data-data tersebut kemudian kembali dimasukkan

KAJI sehingga didapatkan nilai DS. Hasil KAJI seperti pada tabel 4.21

berikut:

Tabel 4.21 Volume dan DS Persimpangan HW 2011

Arah

Kode Pendekat

Volume Kapasitas

DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak Pagi

(F1=33; F2=31; F3=23 )

Utara (KTR) Jl. Kutai belok kanan 122 639 0,191

Utara (KTS) Jl. Kutai lurus 441 1277 0,345

Utara (KTL) Jl. Kutai belok kiri - - -

Timur (AER) Jl. Adityawarman East belok kanan 58 837 0,069

Timur (AES) Jl. Adityawarman East lurus 650 890 0,730

Timur (AEL) Jl. Adityawarman East belok kiri - - -

Barat (ACL) Jl. Adityawarman West belok kiri - - -

Barat (ACS) Jl. Adityawarman West lurus 654 600 1,090

Barat (ACR) Jl. Adityawarman West belok kanan 525 1200 0,438

Puncak sore

(F1=40; F2=35; F3=27)

Utara (KTR) Jl. Kutai belok kanan 126 675 0,187

Utara (KTS) Jl. Kutai lurus 843 1350 0,624

Utara (KTL) Jl. Kutai belok kiri - - -

Timur (AER) Jl. Adityawarman East belok kanan 75 846 0,089

Timur (AES) Jl. Adityawarman East lurus 776 911 0,852

Timur (AEL) Jl. Adityawarman East belok kiri - - -

Barat (ACL) Jl. Adityawarman West belok kiri - - -

Barat (ACS) Jl. Adityawarman West lurus 746 591 1,262

Barat (ACR) Jl. Adityawarman West belok kanan 551 1181 0,467

Dari hasil perhitungan KAJI ada beberapa pergerakan yang nilai DS

> 0,75. Dengan hasil nilai DS seperti ini berarti persimpangan HW 2011

memerlukan manajemen lalu lintas agar persimpangan HW 2011 masih

dapat melayani volume kendaraan yang melintas persimpangan HW pada

tahun 2011. Manajemen lalu lintas akan dibahas pada sub bab berikutnya.

4.4.3 Analisa Persimpangan GM Tahun 2011

Pada analisa Persimpangan GM tahun 2011 juga akan

menggunakan program bantu KAJI dalam pengerjaannya untuk

mempermudah dalam mencari Degree of Saturation (DS). Dari DS yang

didapatkan dapat diketahui kinerja persimpangan GM.

Kalau hasil DS ≤ 0,75 berarti persimpangan tersebut masih dapat melayani

volume lalu lintas yang berlangsung. Sedangkan apabila hasil DS > 0,75

maka harus diadakan manajemen lalu lintas pada Persimpangan GM. Data

lalu lintas Persimpangan GM tahun 2011 didapatkan dari data tahun

N

Fase 1

Fase 2 Fase 3

LOTR

2

1 1

L

3

2

3

L

L

14

Persimpangan GM eksisting yang ditambahkan dengan pertumbuhan tahun

2009 s/d 2011. Prediksi jumlah volume kendaraan yang melintasi

Persimpangan GM seperti pada tabel 4.22. Pergerakan Persimpangan IG

seperti pada gambar 4.20..

Tabel 4.22 Prediksi jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan GM

tahun 2011

Titik Kendaraan / Jam

Total smp/jam

MC LV HV

Pagi 10.00 - 12.00

1 1268 459 34 757

2 115 31 5 60

3 1443 486 82 882

4 2219 1056 107 1638

5 144 67 4 100

Sore 16.00 - 18.00

1 2191 706 53 1213

2 225 67 8 123

3 1216 350 74 689

4 4671 1846 150 2975

5 240 88 7 145

Gambar 4.20 Pergerakan Persimpangan GM 2011

Dari tabel 4.22, data-data tersebut kemudian kembali dimasukkan

KAJI sehingga didapatkan nilai DS. Hasil KAJI seperti pada tabel 4.23

berikut:

Tabel 4.23 Volume dan DS Persimpangan GM 2011

Arah

Kode Pendekat

Volume Kapasitas

DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak Pagi

(F1=35; F2=20)

Utara (GSNS) Jl. Gunungsari North lurus 881 2126 0,414

Selatan (GSSL) Jl. Gunungsari South belok kiri

101 893 0,113

Selatan (GSSS) Jl. Gunungsari lurus 1639 2126 0,771

Barat (GML) Jl. Gajahmada belok kiri 61 510 0,120

Barat (GMR) Jl. Gajahmada belok kanan 757 1530 0,495

Puncak sore

(F1=50; F2=29)

Utara (GSNS) Jl. Gunungsari North lurus 689 2218 0,311

Selatan (GSSL) Jl. Gunungsari South belok kiri

145 931 0,156

Selatan (GSSS) Jl. Gunungsari lurus 2975 2218 1,341

Barat (GML) Jl. Gajahmada belok kiri 122 540 0,226

Barat (GMR) Jl. Gajahmada belok kanan 1213 1621 0,748

Dari hasil perhitungan KAJI ada beberapa pergerakan yang nilai DS

> 0,75. Dengan hasil nilai DS seperti ini berarti persimpangan GM 2011

memerlukan manajemen lalu lintas agar persimpangan GM 2011 masih

dapat melayani volume kendaraan yang melintas persimpangan GM pada

tahun 2011. Manajemen lalu lintas akan dibahas pada sub bab berikutnya.

4.4.4 Analisa Weaving Batanghari Tahun 2011

Pada analisa Weaving Batanghari tahun 2011 juga akan

menggunakan program bantu KAJI dalam pengerjaannya untuk

mempermudah dalam mencari Degree of Saturation (DS). Dari DS yang

didapatkan dapat diketahui kinerja Jalan Adityawarman akibat Weaving

Batanghari. Kalau hasil DS ≤ 0,75 berarti jalan tersebut masih dapat

melayani volume lalu lintas yang terjadi pada tahun 2011. Sedangkan

apabila hasil DS > 0,75 maka harus diadakan manajemen lalu lintas pada

Ruas Jalan Adityawarman. Data lalu lintas Weaving Batanghari tahun 2011

didapatkan dari data tahun Weaving Batanghari eksisting yang ditambahkan

dengan pertumbuhan tahun 2009 s/d 2011. Prediksi jumlah volume

kendaraan yang melintasi Jalan Adityawarman akibat Weaving Batanghari

seperti pada tabel 4.24. Pergerakan Weaving Batanghari seperti pada

gambar 4.21.

Tabel 4.24 Prediksi jumlah kendaraan Weaving Batanghari 2011

Titik Kendaraan / Jam

Total smp/jam

MC LV HV

Pagi 10.00 - 12.00

A-C 824 1856 13 2038

B-D 23 5 0 9

A-B 151 74 0 104

C-D 55 14 0 25

Sore 16.00 - 18.00

A-C 2480 1326 13 1839

B-D 24 8 0 13

A-B 159 90 0 122

C-D 62 18 0 30

Gambar 4.21 Pergerakan Weaving Batanghari 2011

Dari tabel 4.24, data-data tersebut kemudian kembali dimasukkan

KAJI sehingga didapatkan nilai DS. Hasil KAJI seperti pada tabel 4.25

berikut:

Tabel 4.25 Volume dan DS Weaving Batanghari 2011

Arah

Kode Pendekat

Volume Kapasitas

DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak Pagi

Weav 1 (A-C) Jl. Adityawarman ke Jl. Mayjen Sungkono

2494 4425 0,564 Weav 2 (D-B) Jl. Batanghari ke U-turn

N-weav 1 (A-B) Jl. Adityawarman ke U-turn

N-weav 2 (D-C) Jl. Batanghari - Jl. Mayjen Sungkono

N

2

1

1

1

2

Fase 1

Fase 2

15

Puncak sore

Weav 1 (A-C) Jl. Adityawarman ke Jl. Mayjen Sungkono

2822 4425 0,638 Weav 2 (D-B) Jl. Batanghari ke U-turn

N-weav 1 (A-B) Jl. Adityawarman ke U-turn

N-weav 2 (D-C) Jl. Batanghari - Jl. Mayjen Sungkono

Dari hasil perhitungan KAJI ternyata semuanya masih memiliki

nilai DS ≤ 0,75 jadi dengan demikian Jalan Adityawarman akibat Weaving

Batanghari tahun 2011 masih mempunyai kinerja yang bagus. Jadi tidak

diperlukan manajemen lalu lintas.

4.4.5 Analisa Weaving Patmosusastro Tahun 2011

Pada analisa Weaving Patmosusastro tahun 2011 juga akan

menggunakan program bantu KAJI dalam pengerjaannya untuk

mempermudah dalam mencari Degree of Saturation (DS). Dari DS yang

didapatkan dapat diketahui kinerja Jalan Adityawarman akibat Weaving

Patmosusastro. Kalau hasil DS ≤ 0,75 berarti jalan tersebut masih dapat

melayani volume lalu lintas yang terjadi pada tahun 2011. Sedangkan

apabila hasil DS > 0,75 maka harus diadakan manajemen lalu lintas pada

Ruas Jalan Adityawarman. Data lalu lintas Weaving Patmosusastro tahun

2011 didapatkan dari data tahun Weaving Patmosusastro eksisting yang

ditambahkan dengan pertumbuhan tahun 2009 s/d 2011. Prediksi jumlah

volume kendaraan yang melintasi Jalan Adityawarman akibat Weaving

Patmosusastro seperti pada tabel 4.26. Pergerakan Weaving Patmosusastro

seperti pada gambar 4.22.

Tabel 4.26 Prediksi jumlah kendaraan Weaving Patmosusastro 2011

Titik Kendaraan / Jam

Total smp/jam

MC LV HV

Pagi 10.00 - 12.00

A-C 818 1921 11 2099

B-D 138 49 0 77

A-B 183 214 0 250

C-D 180 86 0 122

Sore 16.00 - 18.00

A-C 732 1786 5 1939

B-D 174 45 0 79

A-B 163 231 0 264

C-D 183 95 0 132

Gambar 4.22 Pergerakan Weaving Patmosusastro 2011

Dari tabel 4.26, data-data tersebut kemudian kembali dimasukkan

KAJI sehingga didapatkan nilai DS. Hasil KAJI seperti pada tabel 4.27

berikut:

Tabel 4.27 Volume dan DS Weaving Patmosusastro 2011

Arah

Kode Pendekat

Volume Kapasitas

DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak Pagi

Weav 1 (A-C) Jl. Mayjen Sungkono ke Jl. Adityawarman

2944 5036 0,585 Weav 2 (D-B) U-turn ke Jl. Patmosusastro

N-weav 1 (A-B) Jl. Mayjen Sungkono ke Jl. Patmosusastro

N-weav 2 (D-C) U-turn ke Jl. Adityawarman

Puncak sore

Weav 1 (A-C) Jl. Mayjen Sungkono ke Jl. Adityawarman

2791 5053 0,552

Weav 2 (D-B) U-turn ke Jl. Patmosusastro

N-weav 1 (A-B) Jl. Mayjen Sungkono ke Jl. Patmosusastro

N-weav 2 (D-C) U-turn ke Jl. Adityawarman

Dari hasil perhitungan KAJI ternyata semuanya masih memiliki

nilai DS ≤ 0,75 jadi dengan demikian Jalan Adityawarman akibat Weaving

Patmosusastro tahun 2011 masih mempunyai kinerja yang bagus. Jadi tidak

diperlukan manajemen lalu lintas.

4.5 Manajemen Lalu Lintas

Untuk beberapa persimpangan sudah tidak dapat melayani

volume kendaraan yang melintas akan dilakukan Manajemen Lalu Lintas

agar persimpangan tersebut mempunyai nilai DS ≤ 0,75. Dengan perbaikan

tersebut diharapkan dapat melayani volume kendaraan yang melintas

sehingga para pemakai jalan tidak dirugikan. Manajemen tersebut bisa

dengan cara mengubah waktu nyala lampu sinyal, perubahan jalur

kendaraan, perubahan geometrik jalan, dan lain sebagainya.

4.5.1 Manajemen Lalu Lintas Persimpangan HW 2008

Hasil analisa Persimpangan HW 2008 dengan KAJI (tabel 4.7

hal 75) menghasilkan DS yang cukup buruk dan perlu penanganan segera.

Pada tabel 4.7 terlihat pergerakan yang kritis adalah dari Jl. Adityawarman

West jalan lurus (DS=0,925) pada waktu puncak pagi dan dari

Jl.Adityawarman West jalan lurus (DS=1,073) pada waktu puncak sore.

Manajemen yang dilakukan adalah mengubah waktu green time

pada tiap-tiap fase. Hasil manajemen Persimpangan HW 2008 seperti

terlihat pada tabel 4.28 sebagai berikut.

Tabel 4.28. Volume dan DS Persimpangan HW 2008 Setelah Manajemen

Arah

Kode Pendekat

Volume Kapasitas

DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak Pagi (F1=17; F2=42; F3=26 )

Utara (KTR) Jl. Kutai belok kanan 103 336 0,307

Utara (KTS) Jl. Kutai lurus 374 671 0,557

Utara (KTL) Jl. Kutai belok kiri - - -

Timur (AER) Jl. Adityawarman East belok kanan 49 953 0,051

Timur (AES) Jl. Adityawarman East lurus 552 1026 0,538

Timur (AEL) Jl. Adityawarman East belok kiri - - -

Barat (ACL) Jl. Adityawarman West belok kiri - - -

Barat (ACS) Jl. Adityawarman West lurus 555 829 0,669

Barat (ACR) Jl. Adityawarman West belok kanan 446 1658 0,269

Puncak sore

(F1=38; F2=66; F3=35)

Utara (KTR) Jl. Kutai belok kanan 108 487 0,222

Utara (KTS) Jl. Kutai lurus 716 974 0,735

Utara (KTL) Jl. Kutai belok kiri - - -

Timur (AER) Jl. Adityawarman East belok kanan 64 833 0,077

Timur (AES) Jl. Adityawarman East lurus 660 897 0,736

Timur (AEL) Jl. Adityawarman East belok kiri - - -

Barat (ACL) Jl. Adityawarman West belok kiri - - -

Barat (ACS) Jl. Adityawarman West lurus 634 846 0,749

Barat (ACR) Jl. Adityawarman West belok kanan 468 1692 0,277

16

Pergerakan Persimpangan HW 2008 Manajemen tidak berubah,

masih sama dengan pergerakan sebelumnya. Pergerakan Persimpangan HW

2008 ditampilkan pada gambar 4.23.

Gambar 4.23 Pergerakan Persimpangan HW 2008 setelah manajemen

4.5.2 Manajemen Lalu Lintas Persimpangan IG 2011

Hasil analisa Persimpangan IG 2011 dengan KAJI (tabel 4.19

hal 90) menghasilkan DS yang tidak terlalu buruk dan perlu sedikit

penanganan. Pada tabel 4.19 terlihat pergerakan yang kritis adalah dari Jl.

Indragiri belok kanan (DS=0,762) pada waktu puncak pagi dan dari

Jl.Adityawarman West jalan lurus (DS=0,759) pada waktu puncak sore.

Manajemen yang dilakukan adalah mengubah waktu green time

pada tiap-tiap fase. Hasil manajemen Persimpangan IG 2011 seperti terlihat

pada tabel 4.29 sebagai berikut.

Tabel 4.29. Volume dan DS Persimpangan IG 2011 Setelah Manajemen

Pergerakan Persimpangan IG 2011 Manajemen tidak berubah,

masih sama dengan pergerakan sebelumnya. Pergerakan Persimpangan IG

2011 ditampilkan pada gambar 4.24.

Gambar 4.24 Pergerakan Persimpangan IG 2011 setelah Manajemen

4.5.3 Manajemen Lalu Lintas Persimpangan HW 2011

Hasil analisa Persimpangan HW 2011 dengan KAJI (tabel 4.21

hal 93) menghasilkan DS yang buruk dan perlu penanganan. Pada tabel

4.21 terlihat pergerakan yang sangat kritis adalah dari Jl. Adityawarman

West jalan lurus (DS=1,090) pada waktu puncak pagi dan dari

Jl.Adityawarman West jalan lurus (DS=1,262) juga Jl.Adityawarman East

jalan lurus (DS=0,852) pada waktu puncak sore.

Manajemen yang dilakukan adalah mengubah waktu green time

pada tiap-tiap fase. Juga menambah jalur lurus dari arah pendekat Timur,

yaitu dari Jl. Adityawarman luru ke Jl. Adityawarman Center dengan

memangkas satu dari dua jalur dari pendekat timur belok ke kanan menuju

Jl. Kutai. Hasil manajemen Persimpangan HW 2011 seperti terlihat pada

tabel 4.30 sebagai berikut.

Tabel 4.30. Volume dan DS Persimpangan HW 2011 Setelah Manajemen

Arah

Kode Pendekat

Volume Kapasitas

DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak Pagi

(F1=20; F2=56; F3=30 )

Utara (KTR) Jl. Kutai belok kanan 122 326 0,374

Utara (KTS) Jl. Kutai lurus 441 653 0,675

Utara (KTL) Jl. Kutai belok kiri - - -

Timur (AER) Jl. Adityawarman East belok kanan 58 909 0,064

Timur (AES) Jl. Adityawarman East lurus 650 979 0,664

Timur (AEL) Jl. Adityawarman East belok kiri - - -

Barat (ACL) Jl. Adityawarman West belok kiri - - -

Barat (ACS) Jl. Adityawarman West lurus 654 914 0,716

Barat (ACR) Jl. Adityawarman West belok kanan 525 1827 0,287

Puncak sore

(F1=40; F2=35; F3=27)

Utara (KTR) Jl. Kutai belok kanan 126 580 0,217

Utara (KTS) Jl. Kutai lurus 843 1160 0,727

Utara (KTL) Jl. Kutai belok kiri - - -

Timur (AER) Jl. Adityawarman East belok kanan 75 343 0,219

Timur (AES) Jl. Adityawarman East lurus 776 1144 0,678

Timur (AEL) Jl. Adityawarman East belok kiri - - -

Barat (ACL) Jl. Adityawarman West belok kiri - - -

Barat (ACS) Jl. Adityawarman West lurus 746 1574 0,474

Barat (ACR) Jl. Adityawarman West belok kanan 551 787 0,700

Pergerakan Persimpangan HW 2011 Manajemen tidak banyak

berubah, hanya lajur jalan lurus arah pendekat timur bertambah 3,5 m dan

jalur belok kanan pendekat timur berkurang 3,5 m.. Pergerakan

Persimpangan IG 2011 ditampilkan pada gambar 4.25.

Arah

Kode Pendekat

Volume Kapasitas

DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak Pagi

(F1=74; F2=38)

Utara (IGR) Jl. Indragiri belok kanan 1539 2053 0,750

Utara (IGS) Jl. Indragiri lurus 57 1368 0,042

Utara (IGL) Jl. Indragiri belok kiri - - -

Selatan (BHL) Jl. Batanghari belok kiri - - -

Timur (ACS) Jl. Adityawarman Center lurus

683 3196 0,214

Timur (ACL) Jl. Adityawarman Center belok kiri

- - -

Barat (AWL) Jl. Adityawarman West belok kiri

- - -

Barat (AWS) Jl. Adityawarman West lurus

1249 1669 0,748

Puncak sore (F1=75; F2=45)

Utara (IGR) Jl. Indragiri belok kanan 1053 1952 0,539

Utara (IGS) Jl. Indragiri lurus 97 1302 0,075

Utara (IGL) Jl. Indragiri belok kiri - - -

Selatan (BHL) Jl. Batanghari belok kiri - - -

Timur (ACS) Jl. Adityawarman Center lurus

1054 3196 0,330

Timur (ACL) Jl. Adityawarman Center belok kiri

- - -

Barat (AWL) Jl. Adityawarman West belok kiri

- - -

Barat (AWS) Jl. Adityawarman West lurus

1252 1855 0,675

N

Fase 1

Fase 2

LOTR

1

1

1

2

2

L

1

L

1

L

1

L

1

N

Fase 1

Fase 2

Fase 3

LOTR

2

1 1

L

2

L

3

3

L

17

Gambar 4.25 Pergerakan Persimpangan HW 2011 setelah manajemen

4.5.4 Manajemen Lalu Lintas Persimpangan GM 2008

Hasil analisa Persimpangan GM 2008 dengan KAJI (tabel 4.8

hal 77) menghasilkan DS yang buruk dan perlu penanganan. Pada tabel 4.8

terlihat pergerakan yang sangat kritis adalah dari Jl. Gunungsari jalan lurus

(DS=1,138) pada waktu puncak sore.

Manajemen yang dilakukan adalah mengubah waktu green time

pada tiap-tiap fase puncak sore. Untuk waktu puncak pagi masih

menggunakan kondisi 2008. Juga menambah 1 lajur selebar 3,5 m dari arah

pendekat selatan dari Jalan Gunungsari South jalan lurus menuju ke arah Jl.

Gunungsari North. Sedangkan arah sebaliknya dari Jl. Gunungsari North

jalan lurus menuju ke Jl. Gunungsari South dikecilkan jadi 6 m masing-

masing lajur lebarnya 3 m. Jadi ada pelebaran jalan selebar 2,5 m ke arah

barat. Hasil manajemen Persimpangan GM 2008 seperti terlihat pada tabel

4.31 sebagai berikut.

Tabel 4.31. Volume dan DS Persimpangan GM 2008 Setelah Manajemen

Arah

Kode Pendekat

Volume Kapasitas

DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak sore

(F1=53; F2=26)

Utara (GSNS) Jl. Gunungsari North lurus 585 2015 0,290

Selatan (GSSL) Jl. Gunungsari South belok kiri 123 846 0,145

Selatan (GSSS) Jl. Gunungsari lurus 2524 3527 0,716

Barat (GML) Jl. Gajahmada belok kiri 104 484 0,215

Barat (GMR) Jl. Gajahmada belok kanan 1028 1453 0,708

Pergerakan Persimpangan GM 2008 Manajemen banyak

berubah, lajur jalan lurus dari arah pendekat utara dikecilkan menjadi lebar

6 m untuk dua lajur, masing-masing lajur lebarnya 3 m. dan Lajur dari arah

pendekat selatan ditambah 1 lajur dengan lebar 3,5 m. Pergerakan

Persimpangan Gajahmada setelah manajemen ditampilkan pada gambar

4.26.

Gambar 4.26 Pergerakan Persimpangan GM 2008 setelah manajemen

4.5.5 Manajemen Lalu Lintas Persimpangan GM 2011

Hasil analisa Persimpangan GM 2011 dengan KAJI (tabel 4.23

hal 96) menghasilkan DS yang buruk dan perlu penanganan. Pada tabel 4.8

terlihat pergerakan yang sangat kritis adalah dari Jl. Gunungsari jalan lurus

(DS=1,341) pada waktu puncak sore dan dari Jl. Gunungsari jalan lurus

(DS=0,771) pada waktu puncak pagi.

Manajemen yang dilakukan adalah mengubah waktu green time

pada tiap-tiap fase. Juga menambah 1 lajur selebar 3,5 m dari arah pendekat

selatan dari Jalan Gunungsari South jalan lurus menuju ke arah Jl.

Gunungsari North. Sedangkan arah sebaliknya dari Jl. Gunungsari North

jalan lurus menuju ke Jl. Gunungsari South dikecilkan jadi 6 m masing-

masing lajur lebarnya 3 m. Jadi ada pelebaran jalan selebar 2,5 m ke arah

barat. Yang terakhir menjadikan Jl. Gajahmada menjadi satu arah ke timur.

Hasil manajemen Persimpangan GM 2011 seperti terlihat pada tabel 4.32

sebagai berikut.

Tabel 4.32. Volume dan DS Persimpangan GM 2011 Setelah Manajemen

Arah

Kode Pendekat

Volume Kapasitas

DS

Pendekat (Q) (C)

Puncak Pagi

(F1=45; F2=20)

Utara (GSNS) Jl. Gunungsari North lurus 881 2369 0,372

Selatan (GSSL) Jl. Gunungsari South belok kiri - - -

Selatan (GSSS) Jl. Gunungsari lurus 1639 2369 0,692

Barat (GML) Jl. Gajahmada belok kiri 61 442 0,138

Barat (GMR) Jl. Gajahmada belok kanan 757 1326 0,571

Puncak sore

(F1=90; F2=28)

Utara (GSNS) Jl. Gunungsari North lurus 689 2379 0,290

Selatan (GSSL) Jl. Gunungsari South belok kiri - - -

Selatan (GSSS) Jl. Gunungsari lurus 3120 4164 0,749

Barat (GML) Jl. Gajahmada belok kiri 122 363 0,336

Barat (GMR) Jl. Gajahmada belok kanan 1213 1632 0,743

Pergerakan Persimpangan GM 2011 Manajemen banyak

berubah, lajur jalan lurus dari arah pendekat utara dikecilkan menjadi lebar

6 m untuk dua lajur, masing-masing lajur lebarnya 3 m. dan Lajur dari arah

pendekat selatan ditambah 1 lajur dengan lebar 3,5 m. Ditambah dengan

menjadikan Jalan Gajahmada jalan satu arah ke arah timur. Otomatis akan

menghapus pergerakan dari Jl. Gunungsari South belok kiri menuju ke Jl.

Gajahmada. Pergerakan Persimpangan Gajahmada setelah manajemen

ditampilkan pada gambar 4.27.

Gambar 4.27 Pergerakan Persimpangan GM 2011 setelah manajemen

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dengan beroperasinya SUTOS menyebabkan terjadinya

pertambahan volume lalu lintas yang melintas beberapa persimpangan dan

N

Fase 1 Fase 2 Fase 3

LOTR

2

1 1

L

3

2

3

L

L

2

1

1

1

2

Fase 1

Fase 2

Fase 1

Fase 2

2

1

1

2

18

ruas jalan di sekitar SUTOS. Akibat dari pertambahan volume tersebut

berdampak pada arus lalu lintas yang terjadi di daerah sekitar SUTOS.

Dampak tersebut berupa naiknya nilai DS dari beberapa

persimpangan yang secara langsung menyebabkan padatnya suatu

persimpangan atau bahkan persimpangan itu jadi tidak dapat melayani

volune lalu lintas yang terjadi.

Dari hasil survey data dan analisa perhitungan, diperoleh:

a.) Dari hasil survey data tahun 2008 diperoleh pola pergerakan

dari tiap-tiap persimpangan.

Persimpangan IG mempunyai 4 lengan dengan sinyal lampu dua

fase berbeda untuk waktu puncak pagi dan sore. Untuk pagi fase

pertama dengan waktu hijau selama 68 detik dan fase kedua

dengan waktu hijau 36 detik, sedangkan waktu sore fase pertama

80 detik dan fase kedua 40 detik.

Persimpangan HW mempunyai 4 lengan dengan sinyal lampu 3

fase yang berbeda untuk waktu puncak pagi dan waktu puncak

sore. Untuk pagi fase pertama dengan waktu hijau selama 33

detik, fase kedua dengan waktu hijau 31 detik,dan fase ketiga

dengan waktu hijau 23 detik, sedangkan waktu sore fase pertama

dengan waktu hijau selama 40 detik, fase kedua dengan waktu

hijau 35 detik,dan fase ketiga dengan waktu hijau 27 detik.

Persimpangan GM mempunyai 3 lengan dengan sinyal lampu

dua fase berbeda untuk waktu puncak pagi dan sore. Untuk pagi

fase pertama dengan waktu hijau selama 35 detik dan fase kedua

dengan waktu hijau 20 detik, sedangkan waktu sore fase pertama

50 detik dan fase kedua 29 detik.

b.) Pada kondisi eksisting 2008 ada beberapa persimpangan yang

nilai DS ≤ 0,75 sehingga tidak perlu manajemen lalu lintas

antara lain Persimpangan IG 2008, Weaving Batanghari 2008,

dan Weaving Patmosusastro 2008. Tetapi ada juga yang nilai DS

> 0,75 sehingga perlu manajemen lalu lintas agar tidak terjadi

kemacetan. Antara lain Persimpangan HW 2008 {terlihat

pergerakan yang kritis adalah dari Jl. Adityawarman West jalan

lurus (DS=0,925) pada waktu puncak pagi dan dari

Jl.Adityawarman West jalan lurus (DS=1,073) pada waktu

puncak sore} dan Persimpangan GM 2008 {terlihat pergerakan

yang sangat kritis adalah dari Jl. Gunungsari jalan lurus

(DS=1,138) pada waktu puncak sore}. Dari hasil analisa

tersebut, Persimpangan HW 2008 dan Persimpangan GM 2008

memerlukan manajemen lalu lintas.

Manajemen lalu lintas untuk Persimpangan HW 2008 dilakukan

dengan mengubah waktu nyala lampu sinyal untuk tiap-tiap fase.

Untuk pagi fase pertama dengan waktu hijau menjadi 17 detik,

fase kedua dengan waktu hijau menjadi 42 detik,dan fase ketiga

waktu hijau menjadi 26 detik, sedangkan waktu sore fase

pertama dengan waktu hijau menjadi 38 detik, fase kedua

dengan waktu hijau menjadi 66 detik,dan fase ketiga dengan

waktu hijau menjadi 35 detik.

Manajemen lalu lintas untuk Persimpangan GM 2008 dilakukan

dengan mengubah waktu nyala lampu sinyal untuk tiap-tiap fase

dan juga penambahan lajur dari arah pendekat selatan. Untuk

pagi pengaturan kondisi 2008 masih bisa dipakai tanpa

perubahan, sedangkan waktu sore fase pertama dengan waktu

hijau menjadi 53 detik, fase kedua dengan waktu hijau menjadi

26 detik. Kemudian perubahan lajur pada lajur jalan lurus dari

arah pendekat utara dikecilkan menjadi lebar 6 m untuk dua

lajur, masing-masing lajur lebarnya 3 m dan Lajur dari arah

pendekat selatan ditambah 1 lajur lebarnya 3,5 m.

c.) Pada kondisi prediksi 2011 ada beberapa ruas jalan yang nilai

DS ≤ 0,75 sehingga tidak perlu manajemen lalu lintas antara lain

Weaving Batanghari 2011, dan Weaving Patmosusastro 2011.

Tetapi untuk semua persimpangan yang dianalisa mempunyai

nilai DS > 0,75 sehingga perlu manajemen lalu lintas agar tidak

terjadi kemacetan. Antara lain Persimpangan IG 2001 {terlihat

pergerakan yang kritis adalah dari Jl. Indragiri belok kanan

(DS=0,762) pada waktu puncak pagi dan dari Jl.Adityawarman

West jalan lurus (DS=0,759) pada waktu puncak sore},

Persimpangan HW 2011 {terlihat pergerakan yang kritis adalah

dari Jl. Adityawarman West jalan lurus (DS=1,090) pada waktu

puncak pagi dan dari Jl.Adityawarman West jalan lurus

(DS=1,262) juga Jl.Adityawarman East jalan lurus (DS=0,852)

pada waktu puncak sore} dan terakhir Persimpangan GM 2011

{terlihat pergerakan yang sangat kritis adalah dari Jl.

Gunungsari jalan lurus (DS=1,341) pada waktu puncak sore dan

dari Jl. Gunungsari jalan lurus (DS=0,771) pada waktu puncak

pagi}. Dari hasil analisa tersebut, Persimpangan IG 2011,

Persimpangan HW 2011 dan Persimpangan GM 2011

memerlukan manajemen lalu lintas.

Manajemen lalu lintas untuk Persimpangan IG 2011 dilakukan

dengan mengubah waktu nyala lampu sinyal untuk tiap-tiap fase.

Untuk pagi fase pertama dengan waktu hijau menjadi 74 detik,

dan fase kedua dengan waktu hijau menjadi 38 detik, sedangkan

waktu sore fase pertama dengan waktu hijau menjadi 75 detik,

dan fase kedua dengan waktu hijau menjadi 45 detik.

Manajemen lalu lintas untuk Persimpangan HW 2011 dilakukan

dengan mengubah waktu nyala lampu sinyal untuk tiap-tiap fase

dan penambahan 1 lajur dengan lebar 3,5 m dari pendekat timur

serta pengurangan 1 lajur dengan lebar 3,5 m dari pendekat

timur belok ke kanan . Untuk pagi fase pertama dengan waktu

hijau menjadi 20 detik, fase kedua dengan waktu hijau menjadi

56 detik,dan fase ketiga waktu hijau menjadi 30 detik,

sedangkan waktu sore fase pertama dengan waktu hijau menjadi

40 detik, fase kedua dengan waktu hijau menjadi 35 detik,dan

fase ketiga dengan waktu hijau menjadi 27 detik.

Manajemen lalu lintas untuk Persimpangan GM 2011 dilakukan

dengan mengubah waktu nyala lampu sinyal untuk tiap-tiap fase

dan juga penambahan lajur dari arah pendekat selatan serta

mengubah Jl. Gajahmada menjadi satu arah dari arah pendekat

barat dan menghapus pergerakan dari pendekat selatan (Jl.

Gunungsari South) belok ke kiri. Untuk pagi fase pertama

dengan waktu hijau menjadi 45 detik, fase kedua dengan waktu

hijau menjadi 20 detik, sedangkan waktu sore fase pertama

dengan waktu hijau menjadi 90 detik, fase kedua dengan waktu

hijau menjadi 28 detik. Kemudian perubahan lajur pada lajur

jalan lurus dari arah pendekat utara dikecilkan menjadi lebar 6 m

untuk dua lajur, masing-masing lajur lebarnya 3 m. dan Lajur

dari arah pendekat selatan ditambah 1 lajur dengan lebar 3,5 m.

5.2 Saran

Diperlukan studi lanjutan untuk tahun-tahun berikutnya pada

beberapa persimpangan yang ditinjau, mengingat pada prediksi tahun 2011

kapasitas Persimpangan GM sudah tidak bisa melayani pertambahan

volume lalu lintas.