Author
fauzia-purdiyani
View
1.278
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas epidemiologi kecelakaan lalin
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) melaporkan jumlah kematian tahunan akibat kecelakaan lalu lintas tetap tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Menurut badan PBB itu, jumlah tersebut tidak akan turun, karena sedikit negara yang memiliki undang-undang keselamatan jalan yang menyeluruh yang bisa mencegah dan mengurangi korban jiwa maupun luka-luka.
Tanpa tindakan untuk mengatasi masalah akibat perbuatan manusia ini, WHO memperkirakan, sekitar 1,9 juta orang akan meninggal di jalan setiap tahun menjelang tahun 2020.
Kajian itu juga mendapati hanya 28 negara, hanya tujuh persen dari penduduk dunia, memiliki undang-undang yang mencakup kelima faktor risiko besar. Ini termasuk mengemudi dalam keadaan mabuk, ngebut, tidak mengenakan sabuk pengaman dan helm sepeda motor, serta tidak adanya sarana pengaman bagi anak-anak. Sekitar separuh dari semua kematian lalu lintas jalan melibatkan pejalan, pengendara sepeda, dan pengendara sepeda motor.
Menurut Krug, angka kematian dan luka-luka akibat kecelakaan lalu lintas di negara-negara maju umumnya semakin berkurang; tetapi di Afrika, Timur Tengah dan sebagian Asia dan Amerika Latin, situasinya semakin buruk.
"Ini juga terkait fakta bahwa di negara-negara itu kita bisa menyaksikan pertumbuhan pesat ekonomi. Kita lihat jalan baru sedang dibangun, banyak mobil diimpor, pengemudi baru turun ke jalan dan ini tidak sesuai dengan langkah-langkah keamanan yang dibutuhkan untuk mendapat SIM, guna memastikan bahwa infrastruktur sesuai kualitas kendaraan. Di satu desa di Afrika di mana jalan tanah, tiba-tiba dibangun jalan baru beraspal, jumlah kendaraan empat atau lima kali lebih banyak daripada yang biasanya melintasi desa itu. Tidak dibuat fasilitas bagi pejalan di sisi jalan, tempat orang biasanya bermain di jalan itu," paparnya lagi.
WHO mencatat, wilayah Afrika memiliki angka kematian tertinggi, sedangkan wilayah Eropa, terendah. Statistik menunjukkan, kematian akibat kecelakaan lalu lintas di Afrika 24,1 tiap 100 ribu orang, dibandingkan 10,3 kematian per 100 ribu di Eropa.
Tiada hari tanpa berita kecelakaan lalu lintas. Bagi masyarakat, peristiwa kecelakaan telah menjadi berita rutin dan semakin dianggap sebagai peristiwa biasa. Masyarakat nampaknya belum memandang kecelakaan sebagai sesuatu yang serius, lihat saja bagaimana bila wabah DBD, TBC atau malaria menyerang dengan sigap masyarakat melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengatasinya. Kondisi sebaliknya walaupun telah menimbulkan banyak korban jiwa, pencegahan dan penanganan kecelakaan sepertinya belum terlihat maksimal.
Rendahnya perhatian kita terhadap masalah kecelakaan lalu lintas, berimbas pada semakin meningkatnya kecelakaan baik secara kuantitas maupun kualitas. Korban kecelakaan lalu
lintas semakin beragam tidak memperdulikan lagi kelas sosial, kaya – miskin, tua – muda, anak pejabat – anak petani, di desa maupun kota semuanya memiliki resiko yang sama. Lebih memprihatinkan korban kecelakaan lalu lintas ternyata didominasi oleh usia produktif, menurut data Kepolisian RI seperti yang dikutip dalam harian tribunnews.com pada tahun 2011 usia 5 – 29 tahun menduduki peringkat pertama korban kecelakaan dengan jumlah kejadian kecelakaan sebanyak 108.696 kejadian yang mengakibatkan 31.195 orang meninggal dunia.
Angka tersebut meningkat cukup signifikan karena pada tahun sebelumnya (2010) jumlah kecelakaan hanya berjumlah 66.488 kejadian dengan 19.873 korban meninggal (sumber : bps.go.id). Angka ini semakin besar jika diakumulasi dalam waktu lima tahun. Jumlahnya mendekati jumlah korban tsunami di Aceh tahun 2004, yaitu sebanyak 230.000 jiwa melayang. Indonesia rupanya tidak perlu susah payah dan menunggu terjadinya tsunami untuk mengurangi jumlah penduduknya, tiap lima tahun ¼ juta penduduk akan berkurang dengan sendirinya.
Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa terjadinya benturan pada moda transportasi secara mendadak dan tidak terkendali. Moda transportasi bisa berupa kendaraan bermotor atau tidak bermotor. Kecelakaan lalu lintas bisa terjadi di darat, laut atau udara. Kecelakaan lalu lintas yang paling menonjol adalah didarat, sedang diantara kendaraan bermotor yang paling tinggi adalah kecelakaan sepeda motor.
Pengertian lain tentang kecelakaan lalu lintas adalah kejadian di mana sebuah kendaraan bermotor tabrakan dengan benda lain dan menyebabkan kerusakan. Kadang kecelakaan ini dapat mengakibatkan luka-luka atau kematian manusia atau binatang (Wikipedia). Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), kecelakaan lalu-lintas menelan korban jiwa sekitar 1,2 juta manusia setiap tahun. Karena itu, WHO pada tahun 1993 mengambil tema kecelakaan sebagai tema Hari Kesehatan Dunia yang diperingati setiap tanggal 7 April berbunyi: “Sayangi Hidup, Hindari Kelalaian dan Kekerasan”.
Kecelakaan lalu lintas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Angka kejadian dan angka kematian yang semakin tinggi membuat perhatian semakin besar terhadap insidensi kecelakaan. Apalagi dampaknya terhadap kesehatan fisik dan psikologis pengendara dan korban kecelakaan membawa pengaruh pada kerugian ekonomi (cos of accicent). Misalnya, biaya perawatan rumah sakit (inpatient), perawatan diluar rumah sakit (outpatient), kecacatan (disability), kematian awal (premature death), dan kerusakan material lainnya seperti kendaraan, rambu-rambu dan sebagainya.
Kecelakaan lalu lintas di darat melibatkan moda transportasi seperti sepeda, sepeda motor, becak, mobil, kereta api, monorel, dan jenis transportasi darat lainnya. Sedangkan kecelakaan lalu lintas di laut dalam bentuk tabrakan kapal (ship crash), kapal tenggelam, pembajakan, penyelundupan, pelarian dan pengungsian. Sementara kecelakaan lalu lintas di udara seperti tabrakan pesawat, pesawat jatuh, pembajakan, dan penyanderaan.
Faktor Risiko
Perspektif kesehatan masyarakat suatu kecelakaan lalu lintas memandang dari faktor risiko terjadinya peristiwa kecelakaan. Dengan mengetahui faktor risiko kecelakaan, maka masyarakat dan pemerintah yang berwenang dalam urusan lalu lintas dapat mengidentifikasinya dan menghindarinya sebagai upaya pencegahan. Beberapa faktor risiko yang selama ini dapat diidentifikasi adalah faktor manusia, faktor kendaraan, faktor jalanan dan faktor lingkungan.
Pertama adalah faktor manusia adalah faktor paling dominan dalam kecelakaan lalu lintas, seperti pengemudi. Faktor pengemudi memberi kontribusi sekitar 75 persen hingga 80 persen terhadap kecelakaan lalu lintas yang biasanya diawali oleh pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran rambu lalu lintas terkait dengan beberapa faktor seperti kurangnya pengetahuan tentang lalu lintas karena ketiadaan surat izin mengemudi. Seorang pengemudi yang memiliki surat izin mengemudi pasti akan mengetahui rambu-rambu lalu lintas karena salah satu proses untuk mendapat surat izin mengemudi adalah tes tertulis tentang lalu lintas.
Selain faktor pengetahuan rambu lalu lintas juga terkait dengan ketrampilan mengemudi, situasi mengantuk saat mengemudi, gangguan kesehatan saat mengemudi, kelelahan saat mengemudi, juga biasanya mabuk saat mengemudi. Faktor lainnya terkait dengan usia pengemudi seperti dibawah 17 tahun atau diatas 50 tahun.
Kedua adalah faktor kendaraan memiliki andil terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti pecah ban, rem tidak berfungsi, peralatan kendaraan yang sudah aus karena lama pemakaian dan penyebab lainnya yang berhubungan dengan teknologi kendaraan. Kendaraan yang dirawat dengan
rutin serta pengujian kendaraan bermotor secara reguler dapat menghindari terjadinya kendaraan yang disebabkan oleh faktor kendaraan.
Beberapa jenis kendaraan dapat dibagi atas kendaraan tidak bermotor seperti becak, sepeda, gerobak, delman/bendi, dan semacamnya. Sedangkan kendaraan bermotor contohnya adalah sepeda motor, motor tiga roda, mobil, bus, truk, dan sejenisnya yang menggunakan bahan bakar.
Ketiga adalah faktor jalan. Jalan turut menjadi faktor terjadinya kecelakaan, baik dari segi geometrik jalan, ketiadaan pagar pengaman pada jalan berkelok dan jalan berbukit, ketiadaa rambu jalan, ketiadaan median jalan, jalan berlobang/rusak, maupun dari kondisi permukaan jalan secara umum. Selain daya tampung kendaraan diatas jalan perlu menjadi perhatian, utamanya jalan di perkotaan yang padat kendaraan bermotor.
Keempat adalah faktor lingkungan. Asap, kabut, hujan adalah beberapa diantaranya yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Itulah yang disebut faktor lingkungan yang berkaitan dengan cuaca. Ketika hujan atau kabut atau asap, maka jarang pandang menjadi terbatas dan jalan menjadi licin. Pada kondisi ini, jarak pengereman diatur sejauh mungkin dan menghindari pengereman mendadak. Kabut dan asap lebih sering terjadi pada daerah pegunungan, sedangkan cuaca hujan dapat terjadi dimana saja.
Upaya Pencegahan
Setelah mengetahui faktor risiko kecelakaan lalu lintas, maka berbagai upaya pencegahan perlu dilakukan sebagai langkah antisipasi penghindaran seminimal mungkin terhadap kecelakaan. Pencegahan dapat dilakukan pada tingkat individu maupun pada tingkat peraturan lalu lintas.
Pada tingkat individu, wajib helm (helmet) bagi pengendara sepeda motor harus terus ditegakkan. Menurut Prof Najib Bustan, MPH, cidera kepala (trauma capitis) adalah cidera yang paling berbahaya dan menjadi penyebab utama kematian akibat kecelakaan lalu lintas. Pada pengemudi mobil, kewajiban penggunaan sabuk pengaman (seat belt) juga turut memberik kontribusi pada pencegahan kecelakaan seperti pada tulang (fraktur), pecah limpa (rupture lien) dan bentuk cidera tubuh lainnya.
Pada tingkat peraturan lalu lintas, diperlukan pengawasan kendaraan bermotor secara rutin melalui pengujian. Aturan tentang pengendalian batas kecepatan juga perlu dilakukan pada jalan tertentu, bukan hanya di jalan bebas hambatan (jalan tol). Selain itu, pemberian surat izin mengemudi perlu diperketat dengan menjalankan proses melalui prosedur standar agar ada proses pendidikan dan transder pengetahuan berlalu-lintas.
Faktor pendukung pencegahan kecelakaan adalah pembuatan pedestrian bagi pejalan kaki agar menghindari para pejalan kaki menggunakan jalur kendaraan ketika berjalan di pinggir jalan. Pada malam hari, jalan perlu diterangi lampu penerang untuk membantu pengemudi meniti jalan yang dilewatinya.
Pendahuluan
Kecelakaan lalu lintas telah diabaikan dari agenda kesehatan global selama bertahun-tahun, meskipun diprediksi dari sebagian besar factor resiko dapat dicegah. Bukti dari berbagai negara menunjukkan bahwa keberhasilan yang signifikan dalam mencegah kecelakaan lalu lintas dicapai melalui upaya bersama melibatkan beberapa sektor, yang tidak terbatas pada sektor kesehatan saja. Di dunia, sekitar 1,24 juta orang meninggal setiap tahun akibat kecelakaan lalu lintas yang menjadi penyebab utama kematian di kalangan anak muda, berusia 15-29 tahun. [1]
Berdasarkan data POLRI, di Indonesia kecelakaan lalu lintas jalan tahun 2011 sebanyak 176.763 korban jiwa dengan rincian 31.185 meninggal dunia, 36.767 luka berat, 108.811 luka ringan serta menyebabkan kerugian sebanyak 86,09 milyar. [2]
Namun sejak tahun 1993 perhatian dunia terhadap kecelakaan lalu lintas cukup besar, terlihat pada Hari Kesehatan Dunia 7 April 1993. WHO memberi perhatian khusus yang begitu besar dengan mengambil kecelakaan sebagai tema sentral : “Sayangi Hidup, Hindari Kelalaian, dan Kekerasan”. [3]
Definisi Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan yang sedang bergerak dengan atau tanpa pengguna jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. [4]
Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. [5]
FAKTOR RISIKO KECELAKAAN LALU LINTAS
Sumber: http://diliputnews.com/read/12955/jalan-jica-tak-kunjung-diaspal.html
Ada 5 faktor yg berkaitan dengan peristiwa KLL (Kecelakaan Lalu Lintas), yaitu faktor-faktor pengemudi, penumpang, pemakai jalan, kendaraan, dan fasilitas jalanan. Ditemukan konstribusi masing-masing faktor : manusia/pengemudi 75%, 5% faktor kendaraan, 5% kondisi jalan, 1% kondisi lingkungan dan faktor lainnya:
1. Faktor Manusia: pejalan kaki, penumpang sampai pengemudi. Faktor manusia menyangkut masalah disiplin berlalu lintas.
a. Faktor Pengemudi: Faktor pengemudi ditemukan memberikan kontribusi 75-80% terhadap KLL. Karakteristik pengemudi berkaitan dengan:
(a) Keterampilan pengemudi (b) Gangguan kesehatan (mabuk, ngantuk, letih)b. SIM: tidak semua pengemudi punya SIM.c. Faktor Penumpang: misalnya jumlah muatan (baik penumpang atau barang) yang berlebih.d. Faktor Pemakai Jalan: pemakai jalan di Indonesia bukan saja terjadi dari kendaraan. Di sana
ada pejalan kaki, pengendara sepeda, tempat pedagang kaki lima, peminta-minta dan sebagai sarana parkiran.
2. Faktor Kendaraan Jenis-jenis kendaraan, berupa:
a. Kendaraan tidak bermotor: Sepeda, becak, gerobak, delman.b. Kendaraan bermotor: Sepeda motor, roda tiga/bemo, oplet, sedan, bus, truk, gandengan.
Diantara jenis kendaraan, KLL paling sering pada kendaraan sepeda motor.
Sumber : http://ronymedia.wordpress.com/2011/06/07/kelok-sembilan-masuk-enam-jalan-raya-terunik-di-dunia/
3. Faktor Jalanan: Keadaan fisik jalanan, rambu-rambu jalanan a. Kelayakan jalan: dilihat dari ketersediaan rambu-rambu lalu lintas.b. Sarana jalanan
Panjang jalan yang tersedia dengan jumlah kendaraan yang tumpah diatasnya. Di kota-kota besar tampak kemacetan terjadi di mana-mana. Memancing terjadinya kecelakaan. Dan sebaliknya, jalan raya yang mulus memancing pengemudi untuk ‘balap’, juga memancing kecelakaan.
Keadaan fisik jalanan: pengerjaan jalanan atau jalan yang fisiknya kurang memadai, misalnya berlubang-lubang dapat menjadi pemacu terjadi kecelakaan.
4. Faktor Lingkungan: Cuaca dan geografik dapat diduga bahwa dengan adanya kabut, hujan, jalan licin.
Secara khusus faktor-faktor pengemudi yang pernah diteliti (oleh Boediharto dkk) adalah:1. Prilaku pengemudi ngebut, tidak disiplin/melanggar rambu.2. Kecakapan pengemudi: pengemudi baru/belum berpengalaman melalui jalanan/rute.3. Mengantuk pada waktu mengemudi.4. Mabuk pada waktu mengemudi.5. Umur pengemudi 20 tahun atau kurang.6. Umur pengemudi 55 tahun atau lebih. [6]
Pencegahan Kasus
1. Primordial Prevention (Pencegahan tingkat awal) berupa:
Pemantapan Status Kesehatan (Underlying Condition) misalnya: pelarangan orang sakit dalam mengendara.
2. Primary Prevention (Pencegahan tingkat pertama), berupa: Promosi kesehatan, misalnya: pendidikan dan penyebaran informasi mengenai lalu lintas.
Pencegahan Khusus, misalnya: perlindungan pengendara terhadap bahaya (memakai helmet, sarung tangan, dsb)
Sumber : http://dewey.petra.ac.id/jiunkpe_dg_20891.html
3. Secondary Prevention (Pencegahan tingkat Kedua) berupa: Diagnosis awal dan pengobatan tepat, misalnya: penjajakan kasus ( case finding ), dan
pemberian obat yang rational dan efektif pada pengendara yang mengalami kecelakaan. Pembatasan Kecacatan (Disability Limitation) misalnya: pemasangan pin pada tungkai yang
patah pada anggota tubuh pengendara yang mengalami kecelakaan.4. Tertiary Prevention (Pencegahan tingkat Ketiga) berupa :
Rehabilitasi, misalnya: rehabilitasi cacat tubuh dengan pemberian alat bantu/protese pada pengendara yang kecelakaan (cacat). [7]
BAB III
PEMBAHASAN
1. Pengertian Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas
Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas adalah salah satu jenis penyakit tidak
menular yang merupakan akibat dari kecelakaan lalu lintas seperti, patah tulang, pecah
limpa, dan Trauma kepala merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di
seluruh dunia dimana kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utamanya sekitar 40 -
50 %. Mayoritas trauma kepala terjadi pada usia 15 – 45 tahun dengan kejadian tertinggi
pada pria.
Tipe kecelakaan lalu lintas menurut proses kejadiannya dapat digolongkan
sebagai berikut:
Kecelakaan kendaraan tunggal, yaitu peristiwa kecelakaan yang hanya terjadi pada
satu kendaraan.
Kecelakaan pejalan kaki, yaitu peristiwa kecelakaan yang terjadi pada saat gerakan
membelok dan melibatkan lebih dari dua kendaraan.
Kecelakaan membelok lebih dari dua kendaraan, yaitu peristiwa kecelakaan yang
terjadi pada saat gerakan membelok dan melibatkan lebih dari dua kendaraan.
Kecelakaan membelok dua kendaraan, yaitu peristiwa kecelakaan yang terjadi pada
saat gerakan membelok dan hanya melibatkan dua kendaraan.
Kecelakaan tanpa gerakan membelok, yaitu peristiwa kecelakaan yang terjadi pada
saat berjalan lurus atau kecelakaan yang terjadi tanpa gerakan membelok.
2. Faktor penyeban kecelakaan lalu lintas dan strategi pengendalian kecelakaan Lalu
Lintas.
Ada beberapa faktor penyebab utama terjadinya kecelakaan antara lain:
1. Faktor pengemudi dianggap sebagai salah satu faktor utama yang menentukan KLL.
Faktor pengemudi ditemukan memberikan kontribusi 75 - 80 % terhadap KLL.
Beberapa bentuk faktor pangamudi antara lain Emosional, ngantuk, Mabok karena
mengkonsumsi Miras atau Narkoba. Pengemudi tidak disiplin, seperti tidak
menggunakan helm saat berkendara sepeda motor, tidak memakai seat belt saat
berkandara mobil. Tidak memelihara jalur dan jarak aman pada saat berkendara.
2. Faktor penumpang. Misalnya jumlah muatan ( baik penumpangnya maupun
barangnya ) yang berlebihan. Secara psikologis ada kemungkinan penumpang
mengganggu pengemudi.
3. Faktor pemakai jalan. Pemakai jalan di Indonesia bukan saja dari kendaraan. Di sana
ada pejalan kaki atau pengendara sepeda. Selain itu, jalan raya dapat menjadi
tempat numpang pedagang kaki lima, peminta-minta dan semacamnya. Hal ini
membuat semakin semrawutnya keadaan di jalanan. Jalan umum juga dipakai
sebagai sarana perparkiran. Tidak jarang terjadi, mobil terparkir mendapat tabrakan.
4. Faktor kendaraan. Ada berbagai jenis kendaraan yang ada di jalan raya berupa
kendaraan tidak bermotor seperti sepeda, becak, gerobak, bendi / delman. Dan jenis
kendaraan bermotor seperti sepeda motor, bemo, oplet, sedan, bus, truk gandengan.
Jenis kendaraan yang paling sering mengalami KLL adalah pada kendaraan sepeda
motor. Kendaraan tidak layak jalan atau Ban pecah adalah contoh penyebab KLL
pada sepeda motor.
5. Faktor jalanan : keadaan fisik jalanan, rambu-rambu jalanan.
a. Kebaikan jalan : antara lain di lihat dari ketersediaan rambu-rambu lalu lintas.
b. Sarana jalanan :
Panjang jalan yang tersedia dengan jumlah kendaraan yang tumpah di atasnya.
Di koto-kota besar tampak kemacetan terjadi di mana-mana, memancing
terjadinya kecelakaan. Dan sebaliknya, jalan raya yang mulus memancing
pengemudi untuk ’balap’, juga memancing kecelakaan.
Keadaan fisik jalanan : pengerjaan jalanan atau jalan yang fisiknya kurang
memadai, misalnya lubang-lubang dapat menjadi pemicu terjadinya
kecalakaan.
Keadaan jalan yang berkaitan dengan kemungkinan KLL berupa :
Struktur ; datar /mendaki / menurun; lurus / berkelok-kelok.
Kondisi ; baik /berlubang-lubang.
Luas ; lorong, jalan tol.
Status ; jalan desa, jalan propinsi /negara.
6. Faktor Lingkungan : cuaca, geografik
Dapat diduga bahwa dengan adanya kabut, hujan, jalan licin akan membawa risiko
KLL.
Strategi pengendalian penyakit dapat di lakukan dengan lebih memperhatikan
keamanan pengendara, seperti menggunakan helm standar, jaket, sarung tangan dan
sepatu saat mengendarai sepeda motor, menggunakan seat belt, menjaga jarak aman
berkendara. Perbaikan jalan-jalan yang rusak, jembatan, pelabaran jalan-jalan, para
pengguna jalan hendaknya mematuhi peraturan yang ada, seperti tidak parkir di pinggir
jalan yang dilarang, tidak memakai trotoar sebagai tempat untuk berdagang,
menyebrang jalan di Zebra Cross,memperhatikan kelayakan kendaraan yang akan di
pakai, pengemudi Mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan
Mengutamakan keselamatan pejalan kaki.
3. Tahap pancegahan penyakit
Ada usaha promotif dalam pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas seperti
penyuluhan tentang keamanan pengendara dalam berkendara seperti melakukan
penyuluhan pada pengendara sepeda motor yaitu dengan memberikan informasi kepada
para pengendara untuk lebih memperhatikan hal-hal seperti di bawah ini:
1. Alat Keselamatan Berkendara Motor.
Menggunakan alat pengaman yang baik dan memenuhi standar. Contohnya
helm, sarung tangan, sepatu, pakaian tebal, dan aksesoris motor lain yang kualitasnya
baik dan kalau bisa dirancang khusus untuk pengendara sepeda motor.
2. Kondisi Fisik Motor.
Memperhatikan kondisi sepeda motornya secara teliti dan rutin agar terhindar
dari kerusakan di tengah jalan ataupun kecelakaan yang mungkin terjadi.
3. Asesoris Motor.
Tidak menggunakan asesoris sepeda motor yang dianggap keren tapi
mengganggu orang lain. Misalnya knalpot suara cempreng yang memekakkan telinga
manusia dan hewan, lampu-lampu kerlap-kerlip sebagai lampu sein, lampu rem dan
sebagainya, suara klakson yang aneh-aneh atau mirip suara klakson mobil, kaca spion
kecil cuma buat gaya, ban dibuat ceper, dan masih banyak lagi contoh buruk lainnya.
4. Memperhatikan lingkungan sekitar.
Bagi anda yang punya motor yang asapnya tebal dan dapat meracuni makhluk
hidup disekitarnya segera perbaiki di bengkel atau buang saja lalu beli atau kredit
motor lebih yang ramah lingkungan. Semakin anda meracuni orang, maka dosa anda
semakin besar pula.
5. Patuhi Peraturan Lalu Lintas.
Jangan seenak udelnya sendiri dalam mengendarai sepeda motor. Misalnya
seperti menerobos lampu merah, ngebut di atas kecepatan yang diperbolehkan,
masuk jalan tol, jalan di trotoar untuk pejalan kaki, tidak belok mendadak, tidak
memotong jalur secara mendadak, mendahului secara nekad ugal-ugalan, dan lain-
lain.
6. Tidak Membuat Macet
Biasanya jika terjadi macet, pengendara sepeda motor suka mengambil jalur
lawan arah. Pengendara yang baik akan mengambil jalur yang wajar dan tidak
mengganggu arus arah sebaliknya yang lajurnya diambil. Terkadang apabila terjadi
kemacetan di lajur curian, pengendara yang bodoh dan brengsek tidak mau bersabar
dan segera mencoba membuat lajur baru dengan mengambil lajur arus kebalikan yang
tersisa. Otomatis kendaraan dari arah sebaliknya akan terhenti dan membuat
kemacetan baru yang kadang akan membentuk kemacetan yang total. Biasanya jenis
pengendara yang brengsek tidak tahu diri itu selalu ada dan jumlahnya banyak.
7. Hormati Orang Lain
Orang lain pengguna jalan seperti pejalan kaki, pengandara mobil, pengendara
sepede, kusir delman / andong, dsb adalah orang yang punya hak yang sama untuk
lewat di jalan raya. Jangan semena-mena mau menang sendiri. Hormati kepentingan
orang lain seperti kita menghormati diri sendiri.
Dan membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan di jalan raya.
Misalnya ada yang kecelakaan, ada yang mengalami kerusakan / mogok, nanya di
jalan dan sebagainya. Suatu saat mungkin anda perlu pertolongan semacam itu pada
orang lain di sekitar anda. Hindari sikap tidak mau disalahkan jika anda salah di jalan
dan jangan banyak melamun serta istirahat jika sudah lelah berkendara. Lebih
memperhatikan ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu dan marka jalan, alat
pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerak lalu lintas
berhenti dan parkir, persyaratan tekhnis dan laik jalan kendaraan bermotor, peringatan
dengan bunyi dan sinar, kecepatan minimum dan kecepatan maksimum, tata cara
mengangkut penumpang, tata cara penggandengan dan penempelan dengan
kendaraan lain.
Selain dengan metode promotif, pencegahan kecelakaan lalu lintas juga di
lakukan dengan metode priventif yaitu upaya-upaya yang ditujukan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan lalu lintas, yang dalam bentuk konkretnya berupa kegiatan-
kegiatan pengaturan lalu lintas, penjagaan tempat-tempat rawan, patroli, pengawalan
dan lain sebagainya.
Mengingat kecelakaan lalu lintas itu dapat terjadi karena faktor jalan, faktor
manusia dan faktor lingkungan secara simultan ( dalam satu sistem, yaitu sistem lalu
lintas ) maka upaya-upaya pencegahan pun dapat di tunjukan kepada pengaturan
komponen-komponen lalu lintas tersebut serta sistem lalu lintasnya sendiri.
Secara garis besar upaya-upaya tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Upaya pengaturan faktor jalan.
Karakteristik prasarana jalan akan mempengaruhi intensitas dan kualitas
kecelakaan lalu lintas, maka dalam setiap pembangunan jaringan jalan.
b) Memberikan informasi yang akurat mengenai perkembangan kinerja transportasi
jalan terutama yang berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, faktor penyebab serta
dampak yang ditimbulkan.
c) Memberikan informasi yang memadai dan mempermudah serta mempercepat
proses pengambilan keputusan, baik sebagai keputusan bersama dari berbagai
instansi pengambilan keputusan internal masing-masing instansi dalam rangka
penanggulangan kecelakaan lalu lintas.
d) Memberikan penjelasan sejelas mungkin mengenai organisasi penyelenggaraan
sistem informasi.
e) Sebagai media untuk mengkoordinasi upaya penanggulangan kecelakaan lalu lintas
diberbagai instansi.
Instansi-instansi yang terkait dalam upaya penanggulangan kecelakaan lalu
lintas antara lain:
Instansi pembinaan LLAJ.
Sebagai koordinator instansi berkewajiban untuk:
a. Melakukan idenfikasi, diagnosis dan analisis.
b. Membahas alternatif-alternatif upaya penanggulangan dengan POLRI dan
instansi yang bertanggung jawab dalam bidang pembinaan jalan dan
usulan penanggulangan terpadu.
c. Melakukan evaluasi bersama atas pelaksanaan program
penanggulangankecelakaan lalu lintas.
POLRI
Dalam rangka koordinasi penanggulangan kecelakaan lalu lintas POLRI
berkewajiban :
a. Mengisi laporan kecelakaan lalu lintas dan menghimpun laporan
kecelakaan lalu lintas yang diisi oleh instansi pembina LLAJ dan instansi
pembina jalan.
b. Merekam data laporan kecelakaan lalu lintas dalam media yang di sepakati
dan menyampaikan kepada instansi yang bertanggungjawab dalam
bidang LLAJ.
c. Menyampaikan data pelanggaran lalu lintas dan pelaksanaan penegakan
hukum kepada instansi yang bertanggungjawab pada bidang LLAJ.
Instansi Pembina Jalan
Dalam rangka koordinasi penanggulangan kecelakaan lalu lintas, instansi jalan
berkewajiban untuk :
a. Menyampaikan laporan hasil penelitian kecelakaan yang menjadi
tanggungjawab kepada polri.
b. Menyampaikan data keadaan jaringan jalan dan lingkungannya kepada
pembina LLAJ.
Upaya penanggulangan kecelakaan dengan melalui pendekatan perbaikan
sistem LLAJ ini dilakukan dengan sasaran agar peluang terjadinya kecelakaan dapat
berkurang, maka lingkup penanganannya meliputi :
Perbaikan jalan/ jembatan dan perlengkapan, pada lokasi-lokasi yang rawan terjadi
kecelakaan
Perbaikan terhadap peraturan lalu lintas yang diberlakukan pada ruas-ruas jalan
tertentu yang rawan terjadi kecelakaan lalu lintas.
Pemberian arahan dan bimbingan terhadap masyarakat.
Penegakan hukum bagi pemakai jalan, khususnya terhadap hal-hal yang rawan
terhadap kecelakaan lalu lintas.
4. Peranan keluarga dalam usaha pencegahan kecelakaan lalu lintas.
Keluarga memiliki peranan penting dalam penanggulangan kecelakaan lalu
lintas. Keluarga adalah agen dalam mengingatkan para pengendara agar tertib berlalu
lintas. Misalnya setiap salah satu anggota akan berkendara dengan jarak tempuh yang
jauh pasti anggota keluarga yang lain akan selalu mengingatkan dan mengecek
kelengkapan keamanan dalam berkendara.
Jika terjadi suatu kecelakaan walaupun hanya berakibat luka kecil sebaiknya
keluarga tidak membiarkanya saja tetapi segera membawanya ke tempat-tempat
pelayanan kesehatan terdekat, karena luka kecil dapat berpengaruh besar jika terjadi
pada daerah-daerah rawan seperti benturan pada kepala atau benturan pada dada.
Jadi jangan anggap remeh kuka yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Banyak korban kecelakaan lalu lintas meninggal karena bentura pada kepala.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan.
Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas adalah salah satu jenis penyakit tidak
menular yang merupakan akibat dari kecelakaan lalu lintas seperti, patah tulang, pecah
limpa, dan Trauma kepala.
Beberapa faktor penyebab utama terjadinya kecelakaan antara lain: Faktor
pengemudi, Faktor penumpang, Faktor pemakai jalan, Faktor kendaraan, Faktor jalanan,
dan Faktor Lingkungan.
Usaha promotif dalam pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas seperti penyuluhan
tentang keamanan pengendara dalam berkendara seperti memperhatikan Alat
Keselamatan Berkendara Motor, Kondisi Fisik Motor, Asesoris Motor, Memperhatikan
lingkungan sekitar, dan menghormati orang lain.
peranan penting keluarga dalam penanggulangan kecelakaan lalu lintas.
Keluarga adalah agen dalam mengingatkan para pengendara agar tertib berlalu lintas.
B. Saran
Sebaiknya para pengendara motor lebih mengutamakan keselamatan dirinya dan
pengguna jalan lain dengan tertib berlalu lintas. Dan instansi-instansi yang berhubungan
dengan pembinaan masalah kecelakaan lalu lintas lebih memperhatikan keadaan-
keadaan jalan dan kelayakan jalan/ jembatan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecelakaan adalah suatu kejadian tak terduga dan tidak dikehendaki yang
mengacaukan proses suatu aktifitas yang telah diatur (Sulaksmono, 1997). Kecelakaan terjadi
tanpa disangka-sangka dalam sekejap mata, dan setiap kejadian terdapat empat faktor dalam
satu kesatuan berantai, yakni ; lingkungan, bahaya, peralatan dan manusia (Bennett, 1995).
Kecelakaan dapat saja terjadi pada setiap saat dan di mana saja. Namun kecelakaan itu
lebih sering terjadi pada keadaan manusia bergerak dan berlalu lintas dan lalu lintas itu terjadi
hampir pada setiap detik kehidupan manusia dan terjadi dimana-mana. Kesibukan lalu lintas
terjadi di darat, laut dan udara. Hingga dewasa ini perhatian masih banyak ditujukan pada lalu
lintas di darat walaupun masalah lalu lintas di laut dan udara tidak kalah menariknya.
Penekanan pembiacaraan selanjutnya akan hanya diarahkan pada kecelakaan lalu lintas darat.
Sebagai suatu masalah kesehatan masyarakat, beberapa masalah penting kecelakaan
lalu lintas adalah masalah yang cukup komplek, sekitar 90% disebabkan oleh faktor manusia
(human factor), kecelakaan lalu lintas dapat terjadi di udara, laut dan darat, serta angka
kejadian dan kematian yang tinggi (Bustan dalam Amin, 2008).
Masalah kecelakaan lalu lintas jalan raya sampai saat ini masih mendapat perhatian
serius baik di negara maju maupun di negara berkembang. Akibat kecelakaan lalu lintas,
kerugian materiil dan non materiil yang diderita oleh pemerintah dan masyarakat sangatlah
besar.
Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization, menyatakan bahwa kurang
lebih 1,2 juta orang di seluruh dunia telah meninggal dan 23 juta terluka akibat kecelakaan
transportasi jalan setiap tahun. Jumlah ini setara 2,2% dari seluruh jumlah kematian di dunia
(global mortality) dan menempati urutan ke sembilan dari sepuluh penyebab kematian,
dibawah kematian akibat penyakit malaria. Pada tahun 2020, WHO memperkirakan jumlah
kematian di seluruh dunia akibat kecelakaan naik menjadi 2,3 juta setiap tahun, berada di
urutan ke tiga setelah Ischemic heart disease dan Unipolar major depression (Republika
Newsroom, 2010).
Nampak bahwa jumlah kematian akibat kecelakaan lalulintas di negara berkembang
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju. Namun demikian, apabila kita telusuri
lebih mendalam, angka kematian akibat kecelakaan lalulintas untuk model kendaraan
tertentu, misalnya sepeda motor, maka tidak nampak perbedaan yang signifikan antara negara
berkembang dan negara maju. Sebagai contoh, pada tahun 2004, angka kematian pengendara
sepeda motor per 10.000 sepeda motor terdaftar di Malaysia adalah sebesar 6.6, di Amerika
angkanya 6.7 (Sulistio, 2004). Untuk Indonesia, penulis belum dapat menyajikan angka
semacam ini disebabkan kesulitan memperoleh data yang lengkap.
Masalah yang berat terjadi di negara-negara Asia Pasifik, di mana proporsi kendaraan
bermotor di dunia hanya 16% namun angka kematian akibat kecelakaan mencapai 44% dari
total kematian kecelakaan transportasi jalan di dunia (Republika Newsroom, 2010).
Permasalahan yang ada di sepuluh negara anggota ASEAN, 75.000 orang telah
meninggal dan lebih dari 4,7 juta mengalami luka-luka akibat kecelakaan di jalan raya dalam
tahun 2003. Kerugian yang ditimbulkan cukup besar, yaitu 15 milyar USD, nilai ini setara
2,2% Gross Domestic Product (GDP) untuk regional ASEAN. Estimasi kerugian terbesar
terjadi di Indonesia yakni sebesar 6,03 milyar USD (2,91% dari GDP) diikuti oleh Thailand
sebesar 3 milyar USD (2,1% GDP). Apabila tidak ada upaya perbaikan keselamatan,
diperkirakan 385.000 USD orang meninggal dan 24 juta luka-luka akibat kecelakaan dengan
total kerugian sebesar 88 milyar USD akan ditanggung oleh 10 negara anggota ASEAN
dalam lima tahun yang akan datang (Komisi Kepolisian Indonesia, 2009).
Hal di atas memperlihatkan bahwa kematian akibat kecelakaan lalulintas telah
menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia, dan telah menjadi masalah sosial dan
ekonomi yang serius baik di negara berkembang maupun di negara maju, sehingga
diperlukan perhatian dan upaya luar biasa untuk mengatasi hal tersebut.
Di Indonesia, jumlah korban kecelakaan di jalan tahun 2005 mencapai 33.827 orang,
dimana 36 persen (12.178 orang) meninggal dunia. Itu berarti, diantara 100 orang yang
mengalami kecelakaan terdapat 36 orang meninggal dunia. Angka tersebut juga berarti
bahwa dalam satu hari terdapat 33 orang meninggal karena kecelakaan di jalan. Jika ditinjau
dari golongan umur, hampir 50 persen korban berusia antara 15 - 21 tahun, sehingga
pemerintah menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas digolongkan sebagai pembunuh nomor
3 di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke (Lintas berita, 2009).
Tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah korban akibat kecelakaan lalu lintas yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun akan membuat rasa khawatir semakin bertambah di
tengah morak-marik peristiwa epidemiologi yang kian marak terjadi akhir-akhir ini. Di
samping itu kecelakaan tidak memandang jenis kelamin, usia, pekerjaan ataupun status.
PENDAHULUAN
Penyakit tidak menular (PTM) dan pengendalian faktor risikonya berhubungan erat
dengan determinan kualitas hidup, yaitu tingkat pendidikan dan sosial ekonomi. Memasuki
abad ke-21 pola penyakit di Indonesia menunjukkan perubahan pada transisi epidemiologi,
yaitu dari pola penyakit dan kematian yang semula didominasi oleh penyakit infeksi bergeser
ke penyebab kematian karena penyakit non infeksi (Non Communicable Disease).
(Yusherman, 2008)
Jumlah orang yang berpergian secara internasional meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan data statistik dari World Tourism Organization, turis pendatang internasional
pada tahun 2006 melampaui 840 juta orang. Pada tahun 2006, mayoritas turis internasional
(sekitar 410 juta orang) mempunyai tujuan untuk berwisata, rekreasi dan liburan (51%).
Sedangkan untuk keperluan bisnis ialah 13% (131 juta orang) dan 27% (225 juta orang)
berpergian dengan tujuan lain seperti mengunjungi keluarga, urusan ibadah, dan urusan
kesehatan. Sisanya sebanyak 8% mempunyai tujuan yang tidak dapat diklasifikasikan.
(WHO, 2008)
Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
mempengaruhi semua sektor kehidupan. Pada tahun 2002 diperkirakan sebanyak 1,18 juta
orang meninggal karena kecelakaan. Angka kecelakaan ini merupakan 2,1% dari kematian
global, dan merupakan indikator penting dalam status kesehatan. (Yusherman, 2008)
Pada tahun 1990, kecelakaan lalu lintas menduduki peringkat 9 (WHA) penyebab
utama faktor resiko, penyakit dan kematian dan meliputi 2,6% dari kehilangan kualitas hidup
secara global. Selain itu pada tahun 2020 diperkirakan angka kecelakaan lalu lintas
menduduki urutan ke-3 di atas masalah kesehatan lain seperti malaria, TB paru, dan
HIV/AIDS berdasarkan proyeksi penyakit secara global. (Yusherman, 2008)
Pada tahun 2002, 90% dari kematian global karena kecelakaan lalu lintas terjadi di
negara-negara dengan penghasilan rendah sampai sedang. Cedera karena kecelakaan lalu
lintas secara tidak seimbang menimpa golongan miskin di negara-negara tersebut, dengan
sebagian besar korban ialah pemakai jalan yang rentan seperti pejalan kaki, pengendara
sepeda, anak-anak, dan penumpang. (Yusherman, 2008)
Masalah dan beban karena kecelakaan lalu lintas bervariasi menurut wilayah secara
geografi. Lebih dari separuh kematian karena kecelakaan lalu lintas jalan terjadi di Asia
Tenggara dan wilayah Pasifik Barat dan angka tertinggi kecelakaan terjadi di wilayah Afrika.
(Yusherman, 2008)
Risiko kecelakaan lalu lintas bervariasi menurut tingkat ekonomi negara. Di negara-
negara dengan tingkat ekonomi tinggi, mayoritas korban kecelakaan lalu lintas adalah
pengemudi dan penumpang, sedangkan di negara dengan tingkat ekonomi rendah sampai
sedang, sebagaian besar kematian terjadi pada pejalan kaki, pengendara sepeda motor, dan
pemakai kendaraan umum. Di Indonesia, sebagian besar (70%) korban kecelakaan lalu lintas
adalah pengendara sepeda motor dengan golongan umur 15-55 tahun dan berpenghasilan
rendah, dan cedera kepala merupakan urutan pertama dari semua jenis cedera yang dialami
korban kecelakaan. Proporsi disabilitas (ketidakmampuan) dan angka kematian karena
kecelakaan masih cukup tinggi yaitu sebesar 25% dan upaya untuk mengendalikannya dapat
dilakukan melalui tatalaksana penanganan korban kecelakaan di tempat kejadian kecelakaan
maupun setelah sampai di sarana pelayanan kesehatan. (Yusherman, 2008)
Dampak ekonomi karena kecelakaan lalu lintas meliputi biaya perawatan kesehatan
yang lama, kehilangan pencari nafkah, kehilangan pendapatan karena kecacatan yang secara
bersama menyebabkan keluarga korban menjadi miskin dan hal ini biasanya terjadi di negara-
negara yang tingkat ekonominya rendah sampai sedang. Secara ekonomi kerugian karena
kecelakaan lalu lintas tersebut sekitar 1-2,5% dari pendapatan domestik bruto. Sedangkan di
Indonesia, kerugian ekonomi karena kecelakaan pada tahun 2002 diperkirakan sebesar
2,91%. (Yusherman, 2008)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Secara ilmiah, tidak ada perbedaan yang mendasar antara cedera dan penyakit, karena
cedera merupakan konsekuensi dari aktivis manusia dalam lingkungan yang berisiko dan
dapat diprediksi atau dapat diperkirakan risikonya, oleh karena itu tidak dapat dianggap
sebagai kecelakaan. (Yusherman, 2008)
Definisi epidemiologi ialah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab,
pengendalian dan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit,
kecacatan dan kematian dalam populasi manusia. Epidemiologi juga meliputi pemberian ciri
pada distribusi status kesehatan, penyakit atau kesehatan masyarakat lainnya berdasarkan
usia, jenis kelamin, ras, geografi, agama, pendidikan, pekerjaan, perilaku, waktu, tempat,
orang dan sebagainya. (Thomas Timmreck C., 2005)
Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian kecelakaan lalu lintas darat yang tidak terduga dan
tidak diinginkan. (Yusherman, 2008)
Kecelakaan dikelompokkan menjadi 3 bentuk kecelakaan yaitu : (Gempur Santoso, 1999)
1) Kecelakaan akibat kerja pada perusahaan
2) Kecelakaan lalu lintas
3) Kecelakaan dirumah
Pengelompokkan 3 bentuk kecelakaan ini merupakan pernyataan yang jelas, bahwa
kecelakaan lalu lintas merupakan bagian dari kecelakaan kerja, Sedangkan definisi yang pasti
mengenai kecelakaan lalu lintas adalah suatu kejadian kecelakaan yang tidak terduga, tidak
direncanakan dan diharapkan yang terjadi di jalan raya atau sebagai akibat dari kesalahan dari
suatu akitivitas manusia di jalan raya, yang mana mengakibatkan luka, sakit, kerugian baik
pada manusia, barang maupun lingkungan. (Gempur Santoso, 1999)
Sedangkan korban kecelakaan lalu lintas adalah manusia yang menjadi korban akibat
terjadinya kecelakaan lalu lintas, Berdasarkan tingkat keparahannya korban kecelakaan
(casualitas) dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : (Gempur Santoso, 1999)
1) Korban meninggal dunia atau mati (fatality killed)
2) Korban luka-luka berat (serious injury)
3) Korban luka-luka ringan (slight injury)
Negara-negara didunia tidak seragam dalam mendefinisikan korban mati (fatality) khusunya
mengenai jangka waktu setelah terjadinya kecelakaan, namun secara umum, jangka waktu ini
berkisar antara 1 sampai 30 hari. (Gempur Santoso, 1999)
Cedera menurut Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting, baik di negara maju maupun negara berkembang. Di Indonesia,
data yang dikumpulkan melalui pengumpulan data rutin dari Rumah Sakit maupun Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan angka morbiditas dan mortalitas yang
tinggi. (Departemen Kesehatan, 1992)
Pada epidemiologi terdapat sejumlah pertanyaan penting yang harus selalu diingat,
yaitu sebagai berikut :
- What : Apakah sebenarnya yang terjadi (atau kejadian apa)?
- Where : Di mana kecelakaan terjadi atau berlangsung? Lokasinya dimana apakah jalan raya
di perkotaan atau di pegunungan?
- When : Kapan kecelakaan lalu lintas tersebut terjadi? Apakah insidental, sepanjang tahun,
atau pada waktu-waktu tertentu?
- Who : Siapakah yang terkena kecelakaan tersebut? Bagaimana dengan umur dan jenis
kelaminnya? Apakah ia pejalan kaki, pengemudi atau penumpang kendaraan?
- How : Bagaimana cara mengurangi jumlah kecelakaan yang terjadi? Dan lain sebagainya.
2.2 Kecelakaan Lalu Lintas Di Indonesia
Data Kepolisian RI tahun 2009 menyebutkan, sepanjang tahun itu terjadi sedikitnya
57.726 kasus kecelakaan di jalan raya. Artinya, dalam setiap 9,1 menit sekali terjadi satu
kasus kecelakaan.(Departemen Perhubungan, 2010)
Jika dihitung dari pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia tahun itu, kerugian
ekonominya mencapai lebih dari Rp 81 triliun. Jumlah tersebut meliputi perhitungan potensi
kehilangan pendapatan para korban kecelakaan, perbaikan fasilitas infrastruktur yang rusak
akibat kecelakaan, rusaknya sarana transportasi yang terlibat kecelakaan, serta unsur lainnya.
(Departemen Perhubungan, 2010)
Badan kesehatan dunia WHO mencatat, hingga saat ini lebih dari 1,2 juta nyawa
hilang di jalan raya dalam setahun, dan sebanyak 50 juta orang lainnya menderita luka berat.
Dari seluruh kasus kecelakaan yang ada, 90 persen di antaranya terjadi di negara-negara
berkembang seperti Indonesia. Kerugian materiil yang ditimbulkan mencapai sekitar 3 persen
dari PDB tiap-tiap negara. (Departemen Perhubungan, 2010)
Kondisi inilah yang memicu PBB untuk mengeluarkan resolusi dengan membentuk
Global Road Safety Partnership (GRSP) di bawah pengawasan WHO pada tahun 2006,
dengan tujuan utama menekan angka kecelakaan dan tingkat fatalitas yang ditimbulkan
terhadap korban-korbannya. PBB meminta negara-negara anggotanya untuk membuat
kebijakan-kebijakan strategis baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk
meminimalisasi jumlah maupun akibat yang ditimbulkan dari kecelakaan jalan raya.
(Departemen Perhubungan, 2010)
Kemudian di Indonesia diterjemahkan dengan membentuk suatu kelompok
partnership yang namanya juga Global Road Safety Partnership (GRSP) Indonesia atau
dengan falsafahnya yang dikenal sebagai Gotong Royong Selamatkan Pengguna Jalan.
(Departemen Perhubungan, 2010), (Departemen Komunikasi dan Informatika, 2008)
Sebagai gambaran, angka korban tewas akibat peristiwa kecelakaan lalu-lintas di
Jawa Barat setahun terakhir ini mencapai 15.965 orang, luka berat sebanyak 43.458 orang,
dan yang mengalami luka ringan tercatat sebanyak 24.355 orang.(Nanang Sutisna, 2010)
Kecelakaan lalu lintas dapat terjadi kapan saja. Namun terdapat saat-saat dimana
jumlah dapat meningkat seperti pada saat menjelang Idul fitri dimana terjadi arus mudik
besar-besaran. Seperti yang disebutkan Posko Mudik Lebaran Departemen Perhubungan pada
seluruh akses jalan tol di Pulau Jawa Tahun 2009, mencatat jumlah kecelakaan yang
meningkat 54 persen dari rentang waktu yang sama pada tahun lalu.(Kompas, 2009)
Sekitar 70 persen kecelakaan lalu lintas (lakalantas) di jalan raya di Indonesia disebabkan
oleh para pengendara sepeda motor, kata pakar transportasi, Djoko Setyowarno.(Antara
News, 2008)
2.3 Klasifikasi Kecelakaan Lalu Lintas
Klasifikasi kecelakaan pada dasarnya dibuat berdasarkan tingkat keparahan korban,
dengan demikian kecelakaan lalu lintas dibagi dalam 4 macam kelas sebagai berikut:(Enung
Nurwanti, 2001)
1) Klasifikasi berat (fatality accident), apabila terdapat korban yang mati (meskipun hanya
satu orang) dengan atau korban luka-luka berat atau ringan.
2) Klasifikasi sedang, apabila tidak terdapat korban yang mati namun dijumpai sekurang-
kurangnya satu orang yang mengalami luka-luka berat.
3) Klasifikasi ringan, apabila tidak terdapat korban mati dan luka-luka berat, dan hanya
dijumpai korban yang luka-luka ringan saja.
4) Klasifikasi lain-lain (kecelakaan dengan kerugian materiil saja), yaitu apabila tidak ada
manusia yang menjadi korban, hanya berupa kerugian materiil saja baik berupa
kerusakan kendaraan, jalan, jembatan, ataupun fasilitas lainnya. (Enung Nurwanti, 2001)
2.4 Faktor Resiko Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas
Dari seluruh kecelakaan yang terjadi di jalan raya, faktor kelalaian manusia (human
error) memiliki kontribusi paling tinggi. Yaitu mencapai antara 80-90 persen dibandingkan
faktor ketidaklaikan sarana kendaraan yang berkisar antara 5-10 persen, maupun akibat
kerusakan infrastruktur jalan (10-20 persen).(Departemen Perhubungan, 2010)
Tiga faktor utama penyebab terjadinya kecelakaan yaitu manusia, kendaraan, dan
lingkungan (lingkungan fisik dan ekonomi). Hubungan antara 3 faktor penyebab utama
tersebut dijelaskan dalam matriks berikut ini (modifikasi dari Haddon’s Matrix). (Yusherman,
2008)
Tahap Manusia Kendaraan
Lingkungan
Fisik
(Prasarana) Sosial Ekonomi
Pra
Kecelakaan
Apakah manusia lebih
rentan atau tidak
terhadap faktor resiko
Apakah kendaraan
layak jalan (tidak
membahayakan)
Apakah
lingkungan
(prasarana)
berbahaya
Apakah sosial
ekonomi
menambah resiko
Saat
Kecelakaan
Apakah manusia dapat
menerima/mentoleransi
benturan akibat
kecelakaan
Apakah kendaraan
bisa memberikan
perlindungan
terhadap kecelakaan
Apakah
lingkungan
berperan
terjadinya cedera
Apakah sosial
ekonomi berperan
terjadinya cedera
Pasca
Kecelakaan
Bagaimana tingkat
keparahan cedera
Apakah kondisi
kendaraan berperan
Apakah
lingkungan
Apakah sosial
ekonomi
akibat kecelakaan terhadap tingkat
keparahan cedera
akibat kecelakaan
menambah
keparahan
cedera akibat
kecelakaan
mendukung
terhadap
pemulihan cedera
akibat kecelakaan
Tabel 2.1 Tabel tiga faktor utama penyebab terjadinya kecelakaan (modifikasi Haddon’s
Matrix) (Yusherman, 2008)
Penjelasan matriks di atas dijabarkan dalam butir-butir di bawah ini:
Tahap
Faktor-Faktor
Manusia Kendaraan dan
Peralatan
Lingkungan
(Prasarana)
Pra
kecelakaan
Pencegahan
Kecelakaan
· Informasi ·Kelayakan
kendaraan
·Disain jalan dan
permukaan jalan
·Perilaku
ketidakmampuan
·Tersedianya alat
tanggap darurat
·Rambu lalin dan
marka jalan
·Pembinaan oleh polisi ·Cara dan kesesuaian
angkut
·Fasilitas bagi pejalan
kaki
Saat
Kecelakaan
Pencegahan
cedera saat
KLL
Penggunaan alat
pelindung diri
· Alat pelindung diri Fasilitas perlengkapan
jalan tersedia dan
berfungsi
·Alat kemudahan
penyelamatan diri
·Resiko kebakaran
tanggap darurat
berfungsi
·Desain perlindungan
KLL
Pasca
Kecelakaan
Kelanjutan
kehidupan
Kemampuan
pertolongan awal
Aksesibilitas ke lokasi
kecelakaan
Akses ke pelayanan
kesehatan
Tabel 2.2 Butir-butir penjelasan modifikasi Haddon’s matrix (Yusherman, 2008)
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan 4 elemen utama faktor resiko: (Yusherman,
2008)
1. Elemen yang mempengaruhi paparan faktor resiko
a. Faktor ekonomi berpengaruh dalam terjadinya kecelakaan lalu lintas, di mana terdapat
penelitian yang menunjukkan semakin tinggi tingkat kesejahteraan atau kemakmuran
suatu negara semakin tinggi tingkat mobilitas orang dan kendaraan yang berakibat
probabilitas kecelakaan semakin tinggi pula.
b. Faktor kependudukan berpengaruh terhadap KLL, dimana di negara berkembang
mayoritas penduduk usia muda (15 – 44 tahun) lebih berisiko mengalami kecelakaan
disebabkan mobilitasnya yang tinggi sebagai pekerja.
c. Penyimpangan pemanfaatan tata guna lahan dapat menyebabkan kemacetan,
perpanjangan waktu tempuh dan jenis kendaraan angkutan, seperti :
Belum dilakukannya audit keselamatan jalan (rambu lalu lintas (lalin), marka
jalan dan geometrik jalan)
Penggunaan jalan seharusnya sesuai dengan fungsinya, sebagai contoh jalan tol
yang cukup panjang jarak tempuhnya, hanya cocok untuk kendaraan roda 4 ke
atas dengan kecepatan tertentu (60-80 km/jam)
Kurangnya keterpaduan penataan fungsi dengan batasan kecepatan kendaraan.
Pada jalan yang melalui daerah padat penduduk seharusnya diberikan batas
kecepatan tertentu.
2. Elemen mempengaruhinya terjadinya KLL (Pra Kecelakaan)
a. Pelanggar batas kecepatan yaitu kecepatan kendaraan yang tidak sesuai dengan jenis
jalan, misalnya kecepatan tinggi lebih berisiko terhadap KLL. Berdasarkan penelitian
WHO rata-rata kenaikan kecepatan 1 km/jam berkorelasi terhadap 3% peningkatan
resiko kejadian KLL yang menyebabkan cedera.
b. Pemakaian obat dan penyalahgunaan alkohol, yang dapat mengurangi kewaspadaan
dalam mengemudi lebih berisiko tinggi terhadap KLL.
c. Kelelahan baik fisik dan psikis berpengaruh terhadap stamina sehingga mengurangi
kewaspadaan dalam mengemudi.
d. Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah faktor waktu, faktor lingkungan dan faktor
mengantuk.
e. Penyakit tertentu yang diidap pengemudi(epilepsi, penyakit jantung, DM dengan
neuropati)
f. Pemakai jalan berusia muda cenderung emosional sehingga lebih berisiko tinggi
mengalami KLL.
g. Kelompok masyarakat yang lebih berisiko KLL adalah dari daerah urban dan area
perumahan.
h. Berlalu lintas di kegelapan lebih berisiko. Kecelakaan KLL adalah dari daerah urban
dan area perumahan.
i. Berlalu lintas di kegelapan lebih berisiko. Kecelakaan di malam hari mengakibatkan
cedera yang lebih parah 1,53 kali dibandingkan siang hari.
j. Faktor kendaraan dan perawatan berkala mempengaruhi KLL.
k. Disain jalan, permukaan jalan dan perawatan jalan yang kurang, dapat membahayakan
penggunaan jalan.
l. Keterbatasan jarak pandang akibat faktor lingkungan, menyebabkan kesulitan untuk
mendeteksi pemakai jalan lain.
m. Kurang tajamnya penglihatan pengemudi, berpengaruh pada keselamatan contohnya
pada pengemudi dengan katarak, rabun jauh-dekat tanpa alat bantu dan penyakit
kronis (jantung, epilepsi, diabetes).
3. Elemen mempengaruhi keparahan saat KLL
a. Kemampuan bertoleransi terhadap benturan akibat kecelakaan
b. Kecepatan kendaraan yang tidak sesuai, kecepatan berbanding lurus dengan tingkat
keparahan KLL. Berdasarkan data WHO rata-rata kenaikan kecepatan 1 km/jam
menyebabkan kenaikan risiko keparahan sebesar 4%-5%.
c. Tidak menggunakan sabuk keselamatan
d. Tidak menggunakan helm saat mengendarai kendaraan bermotor roda, atau penggunaan
helm tidak benar berisiko 2,54 kali mengalami cedera yang parah.
e. Badan jalan tidak dilengkapi dengan pengaman jalan.
f. Kurangnya alat proteksi bagi penumpang saat kecelakaan lalu lintas dari himpitan
kendaraan yang ditumpanginya.
g. Konsumsi alkohol dan obat lain yang mempunyai efek kantuk.
4. Elemen yang mempengaruhi tingkat keparahan pasca kecelakaan lalu lintas:
a. Keterlambatan deteksi akibat kecelakaan lalu lintas, contoh: korban kecelakaan tabrak
lari di tempat yang sepi.
b. Kebakaran akibat kecelakaan lalu lintas
c. Kebocoran bahan-bahan berbahaya dan beracun
d. Konsumsi alkohol dan obat yang mempunyai efek ngantuk.
e. Kesulitan penyelamatan dan evekuasi korban KLL dari kendaraan
f. Penanganan pra rumah sakit yang kurang memadai, dari tempat kejadian sampai
pelayanan kesehatan.
g. Penanganan di Unit Gawat Darurat (UGD) yang kurang memadai, keterampilan SDM
pelayanan dan ketersediaan sarana pelayanan kesehatan.
h. Kesulitan akses ke lokasi kecelakaan lalu lintas memperlambat kecepatan penanganan
awal korban kecelakaan lalu lintas. (Yusherman, 2008)
Pada grafik 2.1 memperlihatkan bahwa jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas
berdasarkan faktor penyebab yang terjadi di DKI Jakarta. Dan grafik 2.2 memperlihatkan
perbandingan usia terjadinya kecelakaan lalu lintas di DKI Jakarta.
Grafik 2.1 Data kecelakaan lalu lintas selama 5 tahun berdasarkan faktor penyebab
kecelakaan jajaran DIT Lantas Polda Metro Jaya. (Polda Metro Jaya, 2008)
2.5 Upaya Pengendalian Faktor Risiko Kecelakaan Lalu Lintas
Upaya-upaya pengendalian faktor resiko kecelakaan lalu lintas : (Yusherman, 2008)
1. Faktor manusia
Peningatan perilaku positif dalam pemakaian jalan melalui edukasi, sosialisasi dan
kampanye :
Kampanye melalui media massa (elektronik dan cetak)
Memberikan sanksi bagi pengemudi yang di dalam darahnya mengandung kadar alkohol
di atas ambang batas.
Rehabilitasi untuk pengendara yang terbukti melanggar batas kadar alkohol dalam darah
Larangan mengemudikan kendaraan saat dalam pengaruh obat tertentu
Pengaturan jam kerja dan lama mengemudikan kendaraan terutama untuk pengemudi
alat transportasi massal.
Pemasangan kamera pada lampu lalu lintas untuk memantau perilaku pemakai jalan.
Melengkapi dan mengharuskan penggunaan sabuk keselamatan dan kursi khusus untuk
bayi dan anak-anak.
Penggunaan alat pelindung diri sesuai dengan jenis kendaraan.
Grafik 2.2 Data kecelakaan lalu lintas selama 5 tahun berdasarkan usia korban jajaran DIT
Lantas Polda Metro Jaya. (Polda Metro Jaya, 2008)
2. Faktor kendaraan dan lingkungan fisik
Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar
dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan
karena manusia memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan
hidupnya. Akan tetapi, dalam proses interaksi manusia dengan lingkungan ini tidak selalu
mendapatkan keuntungan, kadang-kadang manusia mengalami kerugian. Jadi di dalam
lengkungan terdapat faktor-faktor yang dapat menguntungkan manusia (eugenik), ada pula
yang merugikan manusia (disgenik). Usaha-usaha di bidang kesehatan lingkungan
ditunjukkan untuk meningkatkan daya guna faktor eugenik dan mengurangi peran atau
mengendalikan faktor disgenik. Secara naluriah manusia memang tidak dapat menerima
kehadiran faktor disgenik di dalam lingkugan hidupnya, oleh karenanya ia selalu berusaha
untuk memperbaiki keadaan sekitarnya sesuai dengan kemampuannya. (Juli Soemirat Slamet,
2006)
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan faktor resiko kendaraan dan lingkungan,
antara lain : (Yusherman, 2008)
a. Desain sistem lalu lintas untuk keamanan dan pemakaian yang berkelanjutan :
Kerjasama lintas sektor dalam penyusunan rencana strategis sistem lalu lintas dengan
mempertimbang 3 elemen utama yaitu kendaraan, pemakai jalan dan infrastruktur
jalan.
Upaya rekayasa kendaraan dan jalan harus mempertimbangkan kebutuhan keamanan
dan keterbatasan kondisi fisik pemakai jalan.
Teknologi kendaraan dengan perlengkapan jalan hsrus selaras.
Upaya dari aspek teknologi kendaraan harus didukung dengan perilaku pemakai jalan
yang sesuai seperti pemakaian sabuk keselamatan.
b. Mengelola pajanan risiko melalui kebijakan pemakaian lahan dan transportasi :
Mengurangi volume kendaraan bermotor dengan cara pemisahan fungsi:
(i) Tata guna lahan yang efisien (kedekatan permukiman dengan tempat kerja,
kepadatan penduduk perkotaan dan pola pertumbuhan, luas permukiman,
penyediaan alat transportasi massal)
(ii) Kajian dampak keselamatan untuk mendukung perencanaan pengelolaan jalan
(iii) Menyediakan jalur jalan yang lebih pendek dan lebih aman
(iv) Menyediakan trotoar dan penyebrangan jalan yang aman dan nyaman untuk
pejalan kaki.
Mengurangi frekuensi perjalanan, dengan cara penyediaan teknologi komunikasi,
pengelolaan transportasi khusus yang lebih baik (bus sekolah, bus kantor, dan
sejenisnya), pengelolaan transpor untuk pariwisata yang lebih baik, pengaturan
transport kendaraan berat, pengaturan perparkiran dan pemanfaatan jalan.
Menyediakan akses yang efisien dalam hal jarak tempuh, kecepatan dan keamanan.
i. Meningkatkan pemahaman aspek keamanan dalam perencanaan jaringan jalan dengan cara
pengelompokan berdasarkan fungsi jalan dan batas kecepatan kendaraan bermotor.
ii. Mendesain jalan yang dilengkapi dengan rambu dan marka jalan yang mudah dipahami
pemakai jalan seperti rambu untuk memisahkan antara kendaraan roda dua dengan
kendaraan lainnya, jalur satu arah, tanda tidak boleh mendahului kendaraan di
depannya, batas kecepatan, mengurangi bahaya dari sisi jalan secara sistemis dan
pemakai lampu tanda bahaya pada jalan-jalan tertentu.
Mendorong masyarakat untuk memilih alat transportasi yang mempunyai risiko rendah.
Memperbaiki alat transportasi massal meliputi alternatif jalur yang dilayani, sistem
tiket, memperbanyak persinggahan, kenyamanan dan keamanan kendaraan dan ruang
tunggu.
Koordinasi yang lebih baik antar pengelola transportasi.
Memperbolehkan sepeda dibawa serta saat naik transportasi massal.
Penyediaan sarana parkir dan penitipan kendaraan bermotor dekat terminal kendaraan
umum.
Peningkatan kualitas layanan taksi.
Memberlakukan pajak kendaraan dan bahan bakar yang tinggi untuk mengurangi
pemakaian kendaraan pribadi.
c. Memberlakukan peraturan terhadap pengendara, kendaraan dan infrastruktur jalan.
Membatasi akses antar jenis pemakai jalan dengan cara membedakan zona pejalan kaki
atau pengendara sepseda dengan pemakai kendaraan bermotor.
Memberikan prioritas pada alat transportasi massal.
Membatasi kecepatan dan spesifikasi kendaraan roda dua.
Meninggikan batasan usia untuk memperoleh SIM kendaraan roda dua.
Memperketat persyaratan kelulusan untuk memperoleh SIM.
Menyediakan sarana penghalang untuk mencegah kendaraan di belakang mendahului.
(Yusherman, 2008)
3. Faktor Sosial
Peningkatan kesadaran masyarakat dalam pemakaian jalan melalui edukasi, advokasi,
sosialisasi, dan kampanye meliputi : (Yusherman, 2008)
Pendidikan berlalu lintas dengan baik sejak usia dini.
Pemahaman batasan usia pemakaian kendaraan bermotor.
Perlindungan pemakai jalan yang termasuk dalam kelompok rentan.
Pemahaman terhadap pembatasan pemakaian jalan tertentu seperti pelarangan pejalan
kaki, pengendara sepeda dan kendaran roda dua di jalan bebas hambatan.
Pentingnya pembatasan kecepatan kendaraan bermotor sesuai jenis jalan.
Perilaku aman bagi pejalan kaki.
Tidak minum minuman beralkohol dan obat yang menyebabkan ngantuk pada saat
mengendarai kendaraan. (Yusherman, 2008)
4. Pelayanan Kesehatan
a. Penanganan pra rumah sakit yang kurang memadai
Memberikan pelatihan untuk kelompok masyarakat yang dapat menjadi “penolong yang
pertama” (first responder) seperti: Pengemudi alat transportasi massal, polisi, kader
kesehatan, tokoh masyarakat. Materi pelatihan mengenai “pertolongan medik dasar
(Basic Life Support)”, antara lain meliputi : (Yusherman, 2008)
i. Bagaimana melakukan pelaporan (kontak telepon) untuk mencari bantuan
ii. Cara memadamkan kebakaran secara sederhana dan cepat
iii. Cara mengamankan lokasi kecelakaan (mencegah bahaya ikutan, menurunkan risiko
bahaya untuk penolong, mengendalikan massa)
iv. Cara memberikan pertolongan pertama (resusitasi, menghentikan perdarahan, memasang
bidai dan pembalut, transportasi korban)
Menyiapkan nomor telepon yang dapat dihubungi untuk menginformasikan kejadian
kecelakaan (Ambulans 118, polisi, pemadam kebakaran)
Membuat kode atau standar pelaporan masyarakat terhadap kejadian kecelakaan yang
sederhana dan mudah diingat.
Membuat standar ambulans untuk pertolongan dan evakuasi korban kecelakaan lalu
lintas.
Memberikan pelatihan kepada petugas Puskesmas.
b. Penanganan di UGD/sarana pelayanan kesehatan yang kurang memadai
c. Pengaturan kompetensi petugas rumah sakit, meliputi pelatihan penanganan trauma
(ATLS, ACLS)
d. Pemenuhan kebutuhan peralatan medis
Memperbaiki sistim perencanaan dan manajemen organisasi dengan menetapkan:
i. Jenis layanan kesehatan yang dapat diberikan
ii. Kebutuhan tenaga dan sarana untuk menjamin kualitas layanan kesehatan yang diberikan
dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan geografi)
iii. Mengembangkan mekanisme administratif untuk meningkatkan/memberdayakan
organisasi. (Yusherman, 2008)
2.6 Pelaksanaan Kegiatan Mengurangi Faktor Resiko
Langkah-langkah kegiatan untuk mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas adalah :
(Yusherman, 2008)
A. Faktor Manusia
Teori perubahan perilaku menyatakan bahwa perubahan dapat terjadi apabila terjadi
motivasi untuk berubah. Salah satu cara untuk menimbulkan motivasi pada seseorang ialah
dengan melibatkannya ke dalam suatu aktivitas. Aktivitas demikian disebut sebagai keadaan
anteseden. Keadaan ini dapat memberi stimulasi, sehingga terjadi partisipasi. Partisipasi
selanjutnya menimbulkan interaksi antar anggota masyarakat sehingga timbul pertanyaan-
pertanyaan pada dirinya sehingga timbul kesadaran tentang keadaan dirinya tersebut, atau
terjadi realisasi. Kesadaran atau realisasi inilah yang kemudian menimbulkan keinginan
ataupun dorongan untuk berubah, yakni merubah keadaannya yang jelek menjadi baik;
keadaan inilah yang menunjukkan motif pada diri seseorang telah terbentuk. Atas dasar
perubahan inilah akan terjadi perubahan perilaku. Dengan demikian usaha kesehatan
lingkungan pun perlu didukung oleh usaha pendidikan kesehatan. (Bank Dunia, 1989; Juli
Soemirat Slamet, 2006; WHO, 1985)
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi faktor resiko kecelakaan lalu lintas
dari faktor manusia, yaitu :
1. Melakukan advokasi baik perorangan maupun kelompok.
2. Melakukan pelatihan baik terhadap lintas sektoral program dan lintas sektor maupun
terhadap masyarakat
3. Studi banding.
4. Melakukan kegiatan reward dan punishment, dengan cara melakukan identifikasi lokasi
rawan kecelakaan dan waktu pelaksanaan, kemudian melaksanakan operasi patuh lalu
lintas. Pemberian sanksi bagi pengendara yang melanggar peraturan lalu lintas,
sebaliknya memberikan pengahargaan bagi pengendara yang mematuhi peraturan lalu
lintas, secara acak.
5. Kegiatan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
6. Kegiatan pemeriksaan kesehatan. (Yusherman, 2008)
B. Faktor Kendaraan
1. Kegiatan pemeriksaan rutin kondisi kendaraan sebelum pemakaian, seperti melakukan
pemeriksaan ban, rem, lampu, bahan bakar, mesin dan radiator.
2. pemakaian kendaraan sesuai dengan peruntukannya, seperti melakukan pembatasan
kapasitas angkut dan melakukan kesesuaian angkutan.
3. Kesesuaian antara kendaraan dan pengemudi, seperti melakukan pemeriksaan
kesehatan, melakukan peningkatan sistem pemberian Surat Izin Mengemudi (SIM),
dan melakukan/menerapkan sertifikasi pengemudi angkutan umum.
4. Pemeliharaan kendaraan secara rutin, seperti melakukan pemeliharaan secara berkala.
5. Uji kelayakan dan keamanan kendaraan, dengan cara melakukan pemeriksaan
kelengkapan fasilitas keselamatan dan kelayakan secara berkala. (Yusherman, 2008)
C. Faktor risiko lingkungan
1. Mendesain jalan dan jembatan sesuai dengan peruntukannya.
2. Pemeriksaan dan pemeliharaan jalan dan jembatan yang aman untuk berkendara.
3. Pemasangan dan pengaturan penempatan rambu-rambu lalu lintas dan marka jala sesuai
dengan standar keselamatan.
4. Menginformasikan kondisi cuaca dan ajalanan yang tiba-tiba berubah secara ekstrim
oleh petugas pemakai jalan, dengan cara menginventariassi karakteristik alam (cuaca,
daerah patahan, suhu, dan lain-lain), melakukan penyesuaian disain dengan
meninggikan faktor keamanan, dan melakukan pemantauan secara berkala.
(Yusherman, 2008)
2.7 Monitoring Dan Evaluasi
A. Monitoring Dan Evaluasi (MONEV)
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan secara terintegrasi lintas
program dan lintas sektor terkait sesuai dengan kebutuhan. Sasaran dalam pelaksanaan
kegiatan monitoring dan evaluasi adalah petugas lintas program dan lintas sektor terkait di
tingkat provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. (Yusherman, 2008)
Kegiatan monitoring dan evaluasi pengendalian faktor risiko gangguan akibat
kecelakaan dan cedera adalah mencakup jenis kegiatan, indikator yang akan di-monev, cara
dan tenaga serta frekuensi monev. (Yusherman, 2008)
B. Jenis Kegiatan Yang Perlu Dimonitor
Jenis kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka monitoring dan evaluasi
pengendalian faktor risiko gangguan akibat kecelakaan dan cedera yaitu sebelum, saat dan
sesudah kejadian kecelakaan meliputi upaya-upaya kesehatan yang dilakukan agar
masyarakat terhindar dari kecelakaan lalu lintas meliputi apa yang telah dilakukan oleh
petugas lintas program dan lintas sektor terkait (Dephub, Kepolisian, Asuransi, Pemda) pada
saat terjadi kecelakaan lalu lintas. Dan kegiatan pasca kecelakaan lalu lintas meliputi
tindakan-tindakan apa yang telah dilakukan oleh petugas program dan lintas sektor terkait
setelah kejadian kecelakaan lalu lintas. (Yusherman, 2008)
C. Indikator Monitoring Dan Evaluasi
Indikator dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, dibagi dalam 3 tahap, yaitu:
(Yusherman, 2008)
1. Indikator input, yang dinilai antara lain :
a. Ketersediaan buku pedoman/juknis
b. Ketersediaan tenaga yang berkompeten
b. Keberadaan organisasi yang menangani
c. Sarana dan prasarana penunjang
d. Sumber dana
e. Adanya jejaring kemitraan lintas program dan lintas sektoral.
2. Indikator Proses, yang dinilai antara lain :
a. Adanya program/kegiatan gangguan akibat kecelakaan lalu lintas
b. Adanya tenaga yang mengelola kegiatan Gangguan AKibat Kecelakaan dan Cedera
(GAKCE)
c. Berjalannya kegiatan organisasi
d. Berfungsinya sarana dan prasarana penunjang kegiatan GAKCE
e. Sumber dana digunakan sesuai dengan fungsinya
f. Berjalannya jejaring kemitraan lintas program dan lintas sektor. (Yusherman, 2008)
3. Indikator Output, yang dinilai antara lain :
a. Laporan kegiatan program
b. Tersedianya data kecelakaan
c. Terbentuknya organisasi (Yusherman, 2008)
Kegiatan pembuatan seluruh laporan monitoing dan evaluasi tersebut dilaporkan
secara berjenjang dan berkala sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. (Yusherman,
2008)
BAB III
KESIMPULAN
Angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia masih cukup tinggi. Oleh sebab itu, kecelakaan lalu
lintas masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian karena
kecelakaan lalu lintas adalah masalah yang luas dan kompleks dengan faktor penyebab
utamanya adalah manusia, angka kematian yang ditimbulkan cukup tinggi, dan kejadiannya
dapat terjadi di semua tempat.
Sampai saat ini, kecelakaan masih menjadi permasalahan pemerintah di bidang
transportasi. Untuk mengatasinya perlu terlebih dahulu diketahui faktor-faktor penyebab
kecelakaan lalu lintas. Ada 3 faktor yang dianggap menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas
yaitu manusia, kendaraan, dan lingkungan. Pemerintah juga menempatkan tingginya jumlah
kecelakaan sebagai permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan.
Oleh sebab itu, salah satu arah kebijakan pembangunan lalu lintas dan angkutan jalan
adalah peningkatan keselamatan lalu lintas jalan dengan cara mengurangi dan memperbaiki 3
(tiga) faktor resiko utama terjadinya kecelakaan yaitu manusia, kendaraan, dan lingkungan.
Kebijakan polri
Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 106 ayat 5 ditegaskan bahwa pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan: a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor; b. Surat Izin Mengemudi; c. bukti lulus uji berkala; dan/atau tanda bukti lain yang sah.
Menurut UU NO.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, Pasal
1 No.24 disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan
yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa
pengguna jalan yang lain yang mengakibatkan korban manusia dan atau kerugian
harta benda.
Kecelakaan lalu lintas dapat terjadi kapan saja. Namun terdapat saat-saat
dimana jumlah dapat meningkat seperti pada saat menjelang Idul fitri dimana terjadi
arus mudik besar-besaran. Sekitar 70 persen kecelakaan lalu lintas (lakalantas) di
jalan raya di Indonesia disebabkan oleh para pengendara sepeda motor, menurut
pakar transportasi,
Berdasarkan UU NO.22 Tahun 2009 Pasal 229 No.1-5 membagi kecelakaan
lalu lintas sendiri menjadi 3, yaitu:
a. Kecelakaan lalu lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan
kendaraan dan/atau barang.
b. Kecelakaan lalu lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan
dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
c. Kecelakaan lalu lintas berat, yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan
korban meninggal dunia atau luka berat.
Dibawa Kemana Kebijakan Keselamatan Jalan?19 Januari 2011
tags: deklarasi keselamatan jalan, kecelakaan lalu lintas jalan, kesepakatan pemerintah soal kecelakaan
foto:edo
MASALAH keselamatan lalu lintas jalan bukan soal remeh. Sekitar 300 ribu jiwa melayang sia-sia di jalan raya sejak 1992 hingga 2010. Tak kurang dari setengah juta menderita luka ringan dan luka berat.
Belum lagi produktifitas dan potensi yang hilang. Potensi hilangnya generasi berkualitas. Generasi yang bisa membuat hidup masyarakat Indonesia bisa lebih baik. Semua sirna lantaran kecelakaan lalu lintas jalan.
Kita semua faham bahwa pemerintah dan seluruh elemennya sudah berbuat. Bahkan, pada 2004, lahir Kesepakatan Bersama lima instansi pemerintah untuk menangani masalah kecelakaan lalu lintas jalan. Hingga 2004, jumlah korban kecelakaan tersebut sudah mencapai sekitar 394.767 orang, ironisnya sekitar 34% adalah korban tewas atau sebanyak 135.159 jiwa. Data-data tersebut mungkin membuat pemerintah merinding sehingga lahir Kesepakatan Bersama.
Substansi Kesepakatan yang ditandatangani pada 7 April 2004 itu, berupa program kerja sama lintas sektoral untuk meningkatkan keselamatan jalan.
Sumber: Polri
Program itu terdiri atas, pertama, pendidikan masyarakat tentang tata tertib berlalu lintas sejak usia dini.
Kedua, ketersediaan informasi masyarakat tentang lalu lintas jalan.
Ketiga, peraturan perundangan tentang tentang lalu lintas dan penegakan hukum.
Keempat, persyaratan prasarana jalan.
Kelima, persyaratan fasilitas dan perlengkapan jalan.
Keenam, persyaratan kegawatdaruratan jalan.
Ketujuh, pendanaan keselamatan jalan.
Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Menteri Kesehatan Achmad Sujudi, Menteri Perhubungan Agum Gumelar, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Soenarto, Menteri Pendidikan Nasional A Malik Fadjar, dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Da’i Bachtiar. Serta disaksikan oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat M Jusuf Kalla.
Kurang Greget
Usai kesepakatan tersebut aksi yang dilakukan cenderung kurang gereget. Kecelakaan di jalan terus terjadi bahkan cenderung meningkat. Sepanjang lima tahun setelah kesepakatan tersebut jumlah kecelakaan tercatat sebanyak 271.579 kasus dengan jumlah korban meninggal 82.491 jiwa atau 19,91% dari total korban kecelakaan yang sebanyak 414.317 orang. Itu data dari Kepolisian Republik Indonesia (RI). Belum lagi korban-korban yang tidak sempat tercatat.
Sumber: Polri
Lima tahun kemudian, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, menggelar workshop selama dua hari di Cipayung, Bogor yang melahirkan kesepakatan baru untuk program keselamatan jalan. Kesepakatan yang bakal diusulkan kepada Menteri Kesehatan, Menteri Perhubungan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Pekerjaan Umum, Kepolisian, maupun kepada stakeholder terkait tersebut mencakup, pertama, untuk kegiatan operasional mengacu kepada Undang-undang no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No 20 tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional, SKB 5 Menteri tahun 2004 tentang Keselamatan di Jalan.
Kedua, upaya peningkatan kepedulian, sikap dan perilaku anak didik/masyarakat dilakukan melalui program Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang berbasis evidence.
Ketiga, upaya Komunikasi, Informasi dan Edukasi dilakukan dengan perencanaan terintegrasi dan terkordinasi lintas program/sektor/LSM terkait. Keempat, salah satu kegitan dalam Pekan
Aman di Jalan melalui pengendalian faktor risiko kecelakaan berbasis anak didik/masyarakat. Kelima, diperlukan komitmen dan tindak lanjut dari program/sektor/LSM terkait sesuai tupoksi dan sumber daya masing-masing.
Keenam, penegakan hukum yang tegas dan konsisten tentang pelanggaran disiplin lalu lintas di jalan.
Ketujuh, rumusan diskusi kelompok ini merupakan bagian integral dari kesepakatan.
Kesepakatan demi kesepakatan lahir begitu saja. Masyarakat butuh aksi yang konkret. Sebuah langkah nyata guna mereduksi kecelakaan lalu lintas jalan yang terus menelan korban. Terlebih, dari total kasus kecelakaan mayoritas atau berkisar 60-70% melibatkan sepeda motor. Kendaraan roda dua yang kini menjadi alternatif masyarakat untuk bermobilitas. Maklum, sistem transportasi massal umum masih belum memadai. Masyarakat menganggap, moda transportasi belum aman, nyaman, dan terjangkau secara akses dan finansial.
Meruyaknya kendaraan pribadi, baik motor dan mobil, seyogyanya bukan cerminan keberhasilan pembangunan ekonomi semata. Dia harus diiringi dengan tingkat berkendara yang bersahabat dan santun di jalan. Perilaku pengendara yang mau peduli dengan sesama pengguna jalan. Sebuah perilaku yang sudi berbagi ruas jalan dan taat aturan lalu lintas jalan. Bukankah lalu lintas jalan bisa menjadi cerminan kehidupan suatu bangsa?
Apakah kita bangsa yang rela antre demi kenyamanan bersama? Semua bisa terlihat dari potret di jalan raya. Jangan-jangan, kita lebih suka mencari jalan pintas dengan mengorbankan orang lain? Akh…dimana nurani kita? (edo rusyanto)