15
LAPORAN UJIAN AKHIR SEMESTER PRAKTIKUM HIDROMETEOROLOGI STUDI KASUS DAS CISADANE, JAWA BARAT Oleh : ANGGUN PRATAMI 12811032 PROGRAM STUDI METEOROLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2014

ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hidrometeorology

Citation preview

Page 1: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

LAPORAN UJIAN AKHIR SEMESTER PRAKTIKUM HIDROMETEOROLOGI

STUDI KASUS DAS CISADANE, JAWA BARAT

Oleh :

ANGGUN PRATAMI

12811032

PROGRAM STUDI METEOROLOGI

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2014

Page 2: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

DAS ialah air yang mengalir pada suatu kawasan yang dibatasi oleh titik-titik

tinggi di mana air tersebut berasal dari air hujan yang jatuh dan terkumpul dalam sistem

tersebut. Guna dari DAS adalah menerima, menyimpan, dan

mengalirkan air hujan yang jatuh diatasnya melalui sungai. Air hujan yang dapat

mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk (terserap) ke dalam tanah (infiltrasi),

sedangkan air yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam

cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di

atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff), untuk selanjutnya masuk ke

sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya

akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup

jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral

(horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan

tanah (subsurface flow) yang kemudian akan mengalir ke sungai.

Bencana Banjir adalah salah satu bencana yang rentang terjadi didaerah

Indonesia. Banjir yang terjadi disuatu daerah dapat dipicu karena Endapan dari hujan

melebihi kapasitas saluran sungai akibat hujan deras sehingga meluapnya sungai.

Dalam hal ini DAS juga merupakan suatu factor yang perlu diperhatikan

Kali ini Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane adalah yang menjadi fokus

penelitian, Secara geografis terletak pada posisi 106.4808335 – 106.94416688 BT dan -

6.78833 sampai -6.0041662. DAS Cisadane berbatasan dengan Laut Jawa di

sebelah utara, DAS Cimandiri bagian selatan, DAS Ciliwung dan DAS Kali Angke di

sebelah timur dan DAS Cimanceri di sebelah baratnya. Sumber air DAS Cisadane

berasal dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan Taman Nasional

Halimun Salak (TNGHS). Aliran sungai Cisadane mengalir sejauh 1.047 Km dari

kawasan hulu hingga hilir. Aliran sungai ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat

yang bermukim disekitar bantaran untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan

pola pemanfaatan yang beragam. Berdasarkan topografinya, bagian hulu DAS Cisadane

Page 3: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

merupakan daerah berbukit dengan ketinggian mencapai 3.000 m dpl dan kemiringan

lereng mencapai 40%. Sedangkan bagian hilir sampai bagian tengah merupakan daerah

datar hingga bergelombang. DAS Cisadane bagian hulu yang meliputi Kabupaten

Bogor dan sebagian Kota Bogor didominasi oleh penggunaan lahan berupa hutan,

ladang, perkebunan, pemukiman dan lahankosong. Sedangkan di bagian tengah dan

hilir, penggunaan lahan didominasi oleh pemukiman, ladang dan lahan kosong.

1.2 Tujuan

Melakukan simulasi dengan memperhatikan factor-faktor seperti curah

hujan,intensitas curah hujan,land use serta soil type di DAS Cisadane

Mensimulasikan hujan dengan menggunakan data TRMM untuk peringatan

dini di DAS Cisadane berdasarkan metode IDW dan Poligon Thiessen.

Mengetahui dan menganalisis dampak dari penerapan berbagai jenis landuse

dan soil type dalam simulasi

1.3 Batasan Masalah

Kali ini Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane adalah yang menjadi fokus penelitian,

Secara geografis terletak pada posisi 106.4808335 – 106.94416688 BT dan -6.78833

sampai -6.0041662. Simulasi dilakukan pada tanggal 12-22 Februari 2004 dengan

menggunakan data curah hujan yang diukur setiap 3jam yang ini diperoleh dari data TRMM

yang kemudian di dump, dan setelah melalui beberapa proses dijadikan * gag. Selain itu juga

dilakukan simulasi dengan curah hujan uniform.

Gambar 1. DAS Cisadane dengan luas 1215 km2

Page 4: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

BAB II

METODOLOGI

2.1 Data

Data yang digunakan untuk melakukan simulasi di DAS Cisadane ini adalah

Data DEM

Data TRMM dari tahun 1998-2010

Data Tutupan Lahan atau Land Use di daerah DAS Cisadane

Data Jenis Tanah atau Soil Type di daerah DAS Cisadane

2.2 Metode

Metode yang digunakan untuk simulasi pada praktikum ini adalah:

1. Simulasi skema intensitas curah hujan dan durasi hujan sesuai scenario yang

telah ditentukan dengan menggunakan data hujan uniform di DAS Cisadane.

Penentuan lokasi pos hujan menggunakan titik-titik koordinat TRMM yang

berada di sekitar DAS.

2. Menggunakan dana TRMM menetukan titik titik pos hujan dan mencari hujan

ekstrem dan kejadian yang terjadi di periode 10 tahunan.data yang dijadikan

ke *gag kemudian dimasukkaan ke dalam WMS.

3. Menentukan metode interpolasi Inverse Distance Weighting (IDW) atau

plygon Thiessen yang cocok untuk diterapkan didaerah DAS.

4. Menggunakan tutupan lahan (Land Use) untuk mensimulasikan model

dengan input curah hujan TRMM yang sudah kita gunakan sebelumnya di

DAS Cisadane

5. Menggunakan Land Use dan Soil Type untuk mensimulasikan curah hujan

inputan dari TRMM yang telah kita gunakan sebelumnya di DAS Cisadane

Page 5: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

BAB III

HASIL & PEMBAHASAN

3.1 Modul 1

Pada modul 1 dilakukan simulasi dengan beberapa skenario lamanya hujan,curah

hujan, dengan curah hujan yang uniform sebagai inputan untuk mensimulasikannya,

yaitu dengan roughness nya 0.05 :

Skaneario 1 : Hujan selama 60 menit dengan intensitas curah hujan 100 mm/jam

Hujan selama 120 menit dengan intensitas curah hujan 50 mm/jam

Hujan selama 240 menit dengan intensitas curah hujan 25 mm/jam

Skenario 2 : Hujan selama 60 menit dengan intensitas curah hujan 25 mm/jam

Hujan selama 60 menit dengan intensitas curah hujan 50mm/jam

Hujan selama 60 menit dengan intensitas curah hujan 100 mm/jam

Gambar 2. Grafik Perbandingan hasil debit dari scenario 1

Gambar diatas menunjukkan hasil dari scenario 1 dimana roughness yang dimasukkan

0.5. curah hujan 50mm dengan durasi 120 menit memiliki peak paling tinggi. Meskipun

ada skema dengan 100mm yang memiliki curah hujan lebih tinggi. Namun waktu nya

Page 6: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

lebih sedikit dibandingkan 2jam. Hal ini menunjukkan bahwa durasi curah hujan serta

intensitas curah hujannya saling berpengaruh.

Gambar 3. Grafik perbandingan hasil debit dengan menggunakan skenario 2

Untuk gambar 3 dimana dengan durasi yang sama dan intensitas yang berbeda terlihat

bahwa curah hujan dengan 100 mm memiliki debit paling tinggi dan mencapai peak

paling cepat. Hal ini menujukkan bahwa semakin tinggi curah hujan maka debit yang

didapat akan semakin besar pula. Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensitas curah

hujan sangat brpengaruh terhadap jumlah dan kecepatan debit mencapai peak.

3.2 Modul 2

Pada modul 2 dilakukan simulasi dengan inputan curah hujannya adalah curah hujan

yang diambil dari data TRMM. Melalui data curah hujan yang telah kita dump kita

dapat mengetahui kapan terjadinya hujan ekstrem dengan periode 10 tahunan di daerah

DAS. Namun perlu ditentukan dulu titik –titik pos hujan yang berada di sekitar DAS

dimana curah hujan mempengaruhi curah hujan di DAS. Titik pos hujannya (Dalam

UTM) adalah :

Page 7: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

Table1. koordinat pos hujan (UTM)

Gambar 4. Daerah Titik pos hujan di DAS Cisadane

Gambar 5. Grafik Hasil Ektstrem Analisis di DAS Cisadane

Page 8: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

Untuk menentukan kejadian curah hujan ekstrim dengan cara menentukan tahun berapa

kejadian yang terjadi dari hasil ekstrem analisis menggunaan data periode 10 tahunan.

Diperoleh bahwa curah hujan ekstrem memiliki nilai sebesar 20mm. kemudian dari data

TRMM 1988-2010 kita cari nilai yang mendekati hujan ekstrem tersebut. Untuk daerah

Cisadane sendiri hujan ekstrem terjadi (event) terjadi pada tanggal 17 Februari 2007.

Kemudian untuk simulasinya ditambahkan 5 hari kedepan dan 5 hari kebelakang

sehingga data yang digunakan dari 12-22 februari 2007. Dan setelah ditentukan berapa

lama hujan ekstrem terjadi kemudian menyImpan datanya dalam bentuk *.gag. data ini

lah yang nantinya menjadi inputan didalam WMS untuk menggantikan curah hujan

uniform.

Pada modul 2 ini simulasinya menggunakan metode Interpolasi Inverse Distance

Weighted (IDW) dan Thieesen Polygon. Polygon Thiessen adalah Metode

mempertimbangkan bobot dan luasan polygon dalam suatu DAS untuk menentukan

curah hujan wilayah. Sedangkan IDW Sedangkan Inverse Distance Weighting ( IDW )

merupakan teknik interpolasi yang menerapkan interpolasi pada satu titik dengan

mempertimbangkan data – data pada titik – titik lain disekelilingnya. Setelah itu dapat

dilihat hasil dari grafik dengan menggunakan metode IDW dan thiessen mana yang

menghasilkan peak curah hujan lebih tinggi. Untuk daerah tutupan lahan masih

menggunakan data tutupan lahan homogen dengan nilai roughness 0.05.

Gambar 6. Grafik hasil plot hasil perbandingan ekstrem analisis dengan IDW & Thiessen

Page 9: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

Dari hasil gambar diatas dapat dilihat bahwa IDW dan Thiessen memiliki time of peak

yang hampir. Namun nilai debit dengan mnggunakan polygon Thiessen lebih besar jika

dibandingkan dengan IDW. Untuk puncak peaknya hampir sama juga berada di sekitar

9720 dan 13500 menit. Terjadinya 2 puncak pada grafik,hal ini karena daerah itu

karena sumber air yang berada dari gunung – gunung yang berada di sekitaran DAS

Cisadane yaitu Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango. Limpasan air dari kedua

gunung ini yang mebentuk dua puncak pada grafik simulasi kali ini.

3.3 Modul3

Pada modul 3 dilakukan simulasi dengan memasukkan landuse yang telah di

klasifikasi. Terdapat 3 tutupan lahan dengan nilai yang sudah diklasifikasi menjadi:

hutan dengan nilai kekasaran permukaan tanahnya 0.192, budidaya yang terdiri dari

pertanian, perkebunan rawa dan sebagainya yang nilai kekasaran permukaannya sebesar

0.06, dan yang terkahir adalah pemukiman yang memiliki nilai kekasaran permukaan

tanah sebesar 0.0137.

Gambar 7. Land Use DAS Cisadane dimana merah menunjukkan tutupan lahan

hutan, hijau adalah tutupan lahan untuk budidaya dan biru untuk tutupan lahan

pemukiman. Sebagian besar Cisadane adalah budidaya

Page 10: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

Gambar 8. Grafik perbandingan nilai peak dari Landuse homogen dan klasifikasi

Dari gambar diatas terlihat bahwa landuse homogen dan yang sudah terklasifikasi

memiliki waktu mencapai puncak yang hampir sama. Landuse Homogen memiliki nilai

yang lebih tinggi dimana nilai roughnessnya adalah 0.05. sedangkan dari kekasaran

yang sudah terklasifikasi nilai daerah yang paling banyak adalah budidaya. Budidaya

adalah daerah yang memiliki nilai kekesaran permukaan sebesar 0.06 tidak jauh

berbeda dari homogen. dari kedua nya debit yang lebih tinggi dan adalah yang

homogen. Hal ini menunjukkan bahwa nilai roughness berpengaruh terhadap debit

aliran dan waktu pencapaian puncak nya. semakin kecil nilai kekasaran permukaannya

maka akan semakin besar nilai debit alirannya. Jika nilai roughnessnya besar maka

yang terjadi sebaliknya, akan semakin kecil nilai debit alirannya.

3.4 Modul 4

Pada modul 4 akan dimasukkan jenis jenis tanah yang sudah diklasifikasi yang akan

mempengaruhi daerah DAS. Hal ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh jenis

tanah terhadap debit aliran di DAS. Dan pengaruh tanah terhadap laju infiltrasi. nfiltrasi adalah

peristiwa masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah secara vertikal. Sedangkan

banyaknya air yang masuk melalui permukaan tanah persatuan waktu dikenal sebagai laju

infiltrasi. Nilai laju infiltrasi sangat tergantung pada kapasitas infiltrasi,yaitu kemampuan tanah

untuk melewatkan air dari permukaan tanah secara vertikal. ( Suripin,2004 )

Page 11: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

Gambar 9. DAS Cisadane dengan Soil Type.

DAS Cisadane memiliki jenis tanah yang paling banyak adalah pasir. Jenis tanah akan

mempengaruhi proses infiltrasi yang terjadi.

Table 2. Jenis tanah yang terdapat di DAS Cisadane yang dimasukkan di WMS.

Dalam simulasi dengan WMS yang dilakukan adalah memasukkan data curah hujan

dari TRMM dan kemudian dengan memasukkan indeks soil type dan tutupan lahan

yang dilakukan dengan 2 cara yang berbeda, yaitu memasukkan indeks satu persatu dan

gabungan. Pada klasifikasi gabungan indeks yang tersedia juga lebih banyak sehingga

kita akan memasukkan nilai-nilai indeks yang lebih banyak saat simulasi.

Page 12: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

Gambar 10. Grafik hasil simulasi dengan indeks terpisah dan gabungan menggunakan

data curah hujan TRMM

Gambar 10. Nilai dari simulasi data hujan TRMM yang terinfiltrasi

Dari kedua gambar diatas dapat dilihat bahwa air hujan yang jatuh ketanah semuanya

terinfiltrasi oleh jenis tanah DAS Cisadane yang dominanny adalah pasir. Menurut

International Journal of remote sensing bahwa memang jenis tanah pasir adalah tanah

yang memiliki nilai run-off rendah, tingkat infiltrasinya sangat tinggi meskipun dalam

keaadaan kering. Jadi jenis tanah di DAS Cisadane mempunyai infiltrasi yang tinggi.

Sehingga debit nilai debit dari data hujan ekstrem yang dismiluasikan 0.

Kemudian selain menggunakan data TRMM dilakukan pula uji coba dengan kondisi

hujan ekstrem dengan curah hujan 200mm/jam dengan durasi 1440 menit, dan masih

dengan indeks gabungan dan pisah.

Page 13: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

Gambar 11. Grafik perbandingan indeks LUST dan LU_ST, curah hujan 200mm,durasi 1440

menit.

Dari Gambar diatas didapat bahwa dengan menggunakan indeks gabungan ataupun

dipisah landuse dan soil type nya nilai dari puncak debitnya hampir sama Sekitar 3300.

Namun sedikit lebih tinggi yang dipisah. Begitu pula dengan time of peaknya juga sama

yaitu 1440. Jadi dapat dikatakan bahwa meskipun makin banyak indeks saat gabungan,

namun ketika curah hujannya sama maka hasil dari debitnya pun akan sama. Sehingga

dapat dikatakan indeks gabungana tidak terlalu berpengaruh.

Page 14: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Setiap daerah memiliki karakteristik DAS yang berbeda . intensitas curah hujan dan

durasi sangat berpengaruh. Selain itu tutupan lahan dan jenis tanah juga mempengaruhi

hasi simulasi yang kita lakukan. Untuk DAS Cisadane sendiri dengan tutupan lahan

yang lebih banyak adalah budidaya yang memiliki nilai hampir sama dengan homogen.

sehingga tidak terlalu banyak perbedaan debitnya dengan yang homogen.

Begitu juga dengan soil type, DAS Cisadane memiliki jenis tanah yang paling banyak

adalah berpasir, sehingga ketika curah hujannya tidak terlalu tinggi maka akan sangat

cepat airnya terinfiltrasi. Perlu curah hujan yang ekstrem sehingga didapat nilai run-off

nya pun tinggi, dan debit yang didapat juga tinggi. Ketika daerah sekitar sungai

cisadane terjadi banjir berarti huajn yang terjadi lebat (ekstrem) dan durasinya lama.

2. Saran

Ketika kita ingin mensimulaiskan suatu daerah maka sebaiknya kita mengetahui dulu

bagaimana karakteristik topografi, jenis tutupan lahan, dan jenis tanah yang berada di

daerah itu. Kita juga perlu melihat sejarah kejadian-kejadian hujan ekstrem atau

bencana seperti banji yang pernah terjadi daerah tersebut.

Page 15: ANALISIS HIDROGRAF DAS CISADANE dengan WMS

DAFTAR PUSTAKA

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi,

Yogyakarta.Triatmodjo.

Y. Hong & R. F. Adler (2008): Estimation of global SCS curve numbers using

satellite remote sensing and geospatial data, International Journal of Remote Sensing

http://ppejawa.com/ekoregion/das-cisadane/ diakses 12 Desember 2014