Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KADAR DAN IDENTIFIKASI GUGUS FUNGSI
SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK KLOROFORM
DAUN AKAR BULU (Merremia vitifolia)
KADEK YULIANTI
1603410005
FAKULTAS SAINS
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2020
ALISIS KADAR DAN IDENTIFIKASI GUGUS FUNGSI SENYAWA
FLAVONOID DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN AKAR BULU
(Merremia vitifolia)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Program Studi Kimia Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo
KADEK YULIANTI
1603410005
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2020
v
ABSTRAK
Kadek Yulianti. 2020. Analisis Kadar dan Identifikasi Gugus Fungsi Senyawa
Flavonoid dari Ekstrak Kloroform Daun Akar Bulu (Merremia vitifolia).
(dibimbing oleh Ilmiati Illing dan Sukarti).
Akar Bulu (Merremia vitifolia) adalah salah satu tumbuhan yang
dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Kabupaten Luwu Provinsi Sulawesi
Selatan sebagai obat antidiabetes. Salah satu senyawa aktif yang terkandung pada
tumbuhan Merremia vitifolia adalah flavonoid. Senyawa Flavonoid pada daun
Merremia vitifolia dapat larut dengan baik pada kloroform. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui kadar dan gugus fungsi senyawa flavonoid dari
ekstrak kloroform daun akar bulu (Merremia vitifolia). Metode pada penelitian ini
melalui preparasi sampel, maserasi dengan menggunakan etanol 96%, proses
pengentalan menggunakan rotary evaporator, ekstraksi cair-cair menggunakan
kloroform, kemudian uji kadar menggunakan spektrofotometri UV-Vis dengan
kuersetin sebagai larutan standar, dan identifikasi gugus fungsi menggunakan
FTIR. Hasil penelitian diperoleh kadar flavonoid 0,01375%, dan gugus fungsi
yang mengindikasikan senyawa flavonoid adalah O-H, C-H aromatik, C-H
alifatik, C=O, C=C aromatik, C-O-C, dan C-O alkohol.
Kata Kunci: Ekstrak kloroform, akar bulu, flavonoid
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Tiada daya dan kekuatan dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Kadar dn Identifikasi Gugus Fungsi Senyawa Flavonoid dri Ekstrak Kloroform
Daun Akar Bulu (Merremia Vitifolia)” ini tanpa izin dari Yang Maha Kuasa.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
Pogram Studi Kimia Fakultas Sains Universitas Cokloaminoto Palopo. Namun,
segala kekurangan tersebut adalah hal yang wajar sebagai tahap awal untuk terus
menuju kesempurnaan. Segala kesulitan dan hambatan dalam tugas ini dapat
diatasi berkat kedua orang tua (Nyoman Kamar dan Ponisah) yang selalu
mendukung dan memberikan motivasi, kasih sayang, doa, serta semangat bagi
penulis. Terima kasih sedalam-dalamnya penulis ucapkan atas dukungan yang
selama ini telah diberikan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan banyak
terima kasih khususnya kepada:
1. Prof. Drs. Hanafie Mahtika, MS. selaku Rektor Universitas Cokloaminoto
Palopo.
2. Ibu Pauline Destinugrainy Kasi, S.Si., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains
Universitas Cokloaminoto Palopo.
3. Ibu Ilmiati Illing S.Si., M.Pd. selaku Wakil Dekan Fakultas Sains Universitas
Cokroaminoto Palopo sekaligus Pembimbing I pada penelitian ini yang telah
memberikan ilmu dan arahan bagi penulis.
4. Bapak Muhammad Nur Alam, S.Si., M.Si. selaku Ketua Program Studi Kimia
Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo.
5. Ibu Sukarti S.Si., M.Si. selaku Pembimbing II pada penelitian ini, yang telah
banyak memberikan ilmu, nasihat dan arahan kepada penulis
6. Seluruh Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains Universitas Cokloaminoto
Palopo.
7. Perpustakaan kampus II Universitas Cokloaminoto Palopo yang menjadi salah
satu tempat bagi penulis untuk mendapatkan referensi.
8. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan angkatan 2016 Program Studi Kimia
yang telah memberikan bantuan, masukan, motivasi selama menyelesaikan
vii
tugas ini dan kerja sama yang baik serta memberikan semangat selama
penyusunan skripsi ini.
9. Senior-senior Program Studi Kimia angkatan 2015 khususnya Kak Ella
Hasanah, Kak Ariandi, dan Kak Andi Mayang Sari yang telah memberikan
masukan, saran dan menjadi sumber informasi bagi penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat penulis khususnya Rezki Amaliah Syamsuddin, Maghfira
Gibrani, Tenri Sari, Risna, Afni Mulyasari, Ana Setiawan, Arini Puspita, Rike,
dan Wayan Indriani yang telah memberikan bantuan, dukungan, doa, nasihat,
hiburan, motivasi dan semangat bagi penulis selama penyusunan skripsi ini.
Hanya doa yang dapat penulis panjatkan kepada semua pihak yang telah
memberikan kebaikan, dukungan, dan motivasi. Semoga mendapatkan balasan
dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sehingga skripsi ini menjadi
lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Palopo, 11 Mei 2020
Kadek Yulianti
viii
RIWAYAT HIDUP
Kadek Yulianti, lahir di Luwu Utara pada 22 Maret 1998 dari
pasangan Nyoman Kamar dan Ponisah. Penulis merupakan
anak ke-6 dari 7 bersaudara. Penulis mulai memasuki jenjang
pendidikan di SDN 180 Rawamangun 1 pada tahun 2004-
2010. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Sukamaju
yang sekarang berubah menjadi SMPN 1 Sukamaju Selatan
pada tahun 2010 dan lulus pada tahun 2013. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri 2 Sukamaju yang berubah nama menjadi SMA 10
Luwu Utara pada tahun 2013 dan lulus pada tahun 2016. Selanjutnya pada tahun
2016 penulis melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi di Universitas
Cokroaminoto Palopo Program Strata Satu (S1) pada Program Studi Kimia.
Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam organisasi intra kampus yakni
HMK-Fsains dan pernah mengikuti Latihan Kepemimpinan Mahasiswa (LKM)
pada tahun 2018. Penulis juga pernah mengikuti Masa Penerimaan Anggota Baru
(MPAB) di Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) yang
merupakan organisasi ekstra kampus, penulis juga pernah menjadi asisten
praktikum mata kuliah kimia organik dasar dan Kimia Analitik dasar pada tahun
2018. Penulis pernah mengikuti Olimpiade Nasional Matematika Ilmu
Pengetahuan Alam (ON MIPA) bidang ilmu Kimia tingkat provinsi pada tahun
2018 dan 2019. Pada tahun 2018 penulis juga pernah menerima beasiswa
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Pada akhir perkuliahan dalam menuntut
ilmu penulis menyusun skripsi yang berjudul “Analisis Kadar dan Identifikasi
Gugus Fungsi Senyawa Flavonoid dari Ekstrak Kloroform Daun Akar Bulu
(Merremia vitifolia)“.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN NASKAH SKRIPSI ............................... iii
HALAMAN KETERANGAN UJI SIMILARITY ............................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ............................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 5
2.1 Kajian Teori ................................................................................... 5
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ....................................................... 23
2.3 Kerangka Pikir ............................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 26
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................... 26
3.2 Definisi Operasional ....................................................................... 26
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 26
3.4 Alat dan Bahan ............................................................................... 26
3.5 Prosedur Kerja ................................................................................ 27
3.6 Diagram Alir Penelitian .................................................................. 29
3.7 Analisis Data .................................................................................. 30
x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 31
4.1 Hasil ................................................................................................ 31
4.2 Pembahasan .................................................................................... 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 45
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 45
5.2 Saran ............................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46
LAMPIRAN ......................................................................................................... 55
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Spektrum Tampak dan Warna Komplomenter beserta Energi Radiasi .......... 19
2. Absorpsi sinar UV pada λmaks dari beberapa pelarut ..................................... 20
3. Rentangan Serapan Spektrum UV-Vis Flavonoid .......................................... 21
4. Daftar bilangan gelombang dari beberapa jenis ikatan ................................... 22
5. Hasil maserasi simplisia Merremia vitifolia .................................................. 31
6. Hasil ekstraksi cair-cair ekstrak etanol Merremia vitifolia ............................. 31
7. Hasil rendemen dari ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia ................... 32
8. Hasil pengukuran absoransi larutan standar kuersetin .................................... 32
9. Hasil pengukuran absorbansi dan jumlah kadar flavonoid ekstrak kloroform
daun Merremia vitifolia................................................................................... 33
10. Hasil analisis spektrum Inframerah ................................................................. 34
11. Interpretasi spektrum inframerah .................................................................... 41
12. Perbandingan bilangan gelombang dan gugus fungsi ekstrak etanol dengan
ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia ..................................................... 43
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tumbuhan Akar Bulu ....................................................................................... 5
2. Kerangka dasar flavonoid ................................................................................ 9
3. Subkelompok flavonoid .................................................................................. 11
4. Kerangka dasar isoflavonoid ........................................................................... 12
5. Struktur isoflavon ............................................................................................ 13
6. Kerangka dasar neoflavonoid .......................................................................... 13
7. Bagan kerangka pikir ...................................................................................... 25
8. Diagram alir penelitian .................................................................................... 29
9. Grafik panjang gelombang maksimum (λmax) kuersetin ................................. 32
10. Kurva kalibrasi larutan standar kuersetin ........................................................ 33
11. Reaksi pembentukkan kompleks AlCl3 dengan flavonol ................................ 38
12. Reaksi pembentukkan kompleks AlCl3 dengan flavon ................................... 38
13. Reaksi pembentukan warna............................................................................. 38
14. Spektrum inframerah ekstrak kloroform Merremia vitifolia .......................... 41
15. Spektrum IR ekstrak etanol daun Merremia vitifolia ...................................... 43
xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang / Singkatan Arti dan keterangan
mg/mL miligram permililiter
mg/L milligram perliter
g/mL Gram permililiter
Nm nano meter
cm centimeter
cmˉ1 sentimeter pangkat min satu
mm Millimeter
mL Mililiter
kg Kilogram
Mg Miligram
g Gram
ppm Part permillion
A Absorbansi
AlCl3 Aluminium Clorit
NaNO2 Natrium Nitrat
NaOH Natrium Hidroksida
KBr kalium bromide 0C Derajat celcius
% Perseratus
C=O Karbonil
C-O karbon mengikat oksigen
C=C gugus aromatic
C-H karbon mengikat hydrogen
OH Hidroksil
C-O-C Eter
CH2 Metilena
CH3 Metil
UV-Vis ultra violet visible
FTIR Fourier Transform Infrared
IR Infrared
KLT kromatografi lapis tipis
R2
Koefisien korelasi
λmax Panjang gelombang maksimum
EKMV Ekstrak Kloroform Merremia vitifolia
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Perhitungan Kadar Flavonoid ........................................................................... 56
2. Diagram Kerja Uji Kadar Flavonoid Ekstrak Kloroform Merremia Vitifolia .. 58
3. Dokumentasi Penelitian .................................................................................... 60
4. Surat Penelitian ................................................................................................. 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman flora
yang melimpah yaitu sekitar 110.483 jenis flora (91.251 jenis tumbuhan berspora
dan 19.232 jenis tumbuhan spermatophyte). Setiap kelompok etnis memiliki
keanekaragaman pengetahuan tradisonal yang terkait dengan pemanfaatan dan
pengelolahan keanekaragaman hayati, baik sebagai sumber bahan pangan, sumber
bahan baku obat dan berbagai material yang dibutuhkan untuk hidup
(BAPPENAS, 2018). Kekayaan alam Indonesia khususnya tumbuhan merupakan
sumber senyawa bioaktif yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat.
Sejak zaman dahulu manusia menggunakan tumbuhan dan bahan alami lainnya
sebagai obat untuk mengurangi rasa sakit, menyembuhkan, dan mencegah
penyakit tertentu.
Dewasa ini, penyakit yang banyak menyerang berbagai kalangan dari
remaja hingga dewasa salah satunya adalah Diabetes Mellitus. Diabetes Mellitus
merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi
normal (hiperglikemia) yang diakibatkan dari tubuh yang kekurangan hormon
insulin (Sinata dan Arifin, 2016). Jumlah penderita diabetes di Indonesia akan
meningkat dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030,
sehingga menjadikan Indonesia sebagai peringkat keempat di dunia dengan
jumlah penderita diabetes terbanyak setelah India, China, dan Amerika Serikat
(Suyono, 2006). Penanganan penyakit diabetes dapat dilakukan dengan berbagai
cara diantaranya yaitu dengan melakukan pola hidup sehat dan mengkonsumsi
obat, baik obat panten ataupun obat tradisional. Namun, untuk penggunaan dalam
jangka panjang obat tradisional diyakini lebih aman dibandingkan dengan obat
paten, karena efek samping yang dihasilkan relatif lebih kecil.
Hingga saat ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai tumbuhan
yang dapat dijadikan sebagai obat tradisonal antidiabetes. Salah satu tumbuhan
yang berpotensi sebagai obat tradisional antidiabetes yang digunakan oleh
masyarakat di Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan adalah Daun Akar
Bulu atau Bilajang Bulu (Merremia vitifolia). Berdasarkan pengalaman dari
2
sebagian masyarakat Tana Luwu, air perasan Daun Bilajang Bulu dapat
mengurangi kadar gula darah dan daunnya dimanfaatkan sebagai obat untuk
mempercepat penyembuhan jika terjadi luka pada penderita diabetes. Selain itu,
masyarakat Mamuju (Sulawesi Barat) juga mempercayai bahwa Bilajang dapat
menyembuhkan penyakit malaria. Tumbuhan akar bulu berpotensi sebagai obat
tentunya karena mengandung senyawa metabolit sekunder. Berdasarkan hasil uji
fitokimia diketahui Daun Akar Bulu mengandung senyawa fenolik, flavonoid,
saponin, steroid, alkaloid, dan karantenoid (Sukarti, 2016).
Salah satu senyawa aktif yang terkandung pada Daun Akar Bulu yang
bertindak sebagai antidiabetes adalah flavonoid. Flavonoid adalah metabolit
sekunder dari polifenol yang ditemukan secara luas pada tanaman serta makanan,
sekitar 5-10% metabolit sekunder tumbuhan adalah flavonoid dengan struktur
kimia dan peran biologi yang sangat beragam. Flavonoid memiliki berbagai efek
bioaktif termasuk antivirus, antiinflamasi, kardioprotektif, antidiabetes,
antikanker, anti penuaan, antioksidan dan lain-lain. Senyawa flavonoid adalah
senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon yang tersusun dalam
konfigurasi C6-C3-C6, yang artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus
C6 (cincin benzena tersubtitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon
(C3) (Wang et al, 2018).
Senyawa flavonoid memiliki beberapa bentuk, ada yang berupa glikosida
(aglikon dan gula) dan ada pula yang hanya berupa aglikon, selain itu juga ada
yang berikatan dengan flavonoid lainnya yang disebut biflavonoid dan juga ada
yang berikatan dengan gugus sulfat disebut flavonoid sulfat (Parwata, 2016).
Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis bergantung pada tingkat
oksidasi dari rantai propana pada sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan
antisianidin merupakan jenis flavonid yang banyak ditemukan di alam dan sering
kali disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini
disebabkan oleh berbagai tingkat alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut
(Beda, 2014).
Flavonoid bersifat polar, karena itu flavonoid dapat larut dalam pelarut
polar seperti aseton, etanol, methanol, butanol, dimetilformamida .
dimetilsulfoksida dan lain-lain. Jika pelarut polar tersebut dicampur dengan air
3
maka akan menjadi pelarut yang baik untuk glikosida (flavonoid yang terikat
dengan gula), karena glikosida lebih mudah larut dalam air. Sedangkan aglikon
(flavonoid tanpa gula) yang bersifat kurang polar seperti flavon, flavonol,
flavonon dan isoflavonoid yang termetoksilasi akan labih mudah larut dalam
pelarut kloroform dan eter (Arifin dan Ibrahim, 2018).
Penelitian lanjutan mengenai kandungan senyawa flavonoid Daun Akar
Bulu (Merremia vitifolia) telah dilakukan oleh Ariandi (2019). Berdasarkan hasil
analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang dilakukan Ariandi (2019) dengan
menggunakan tiga jenis eluen yaitu etil asetat, kloroform dan heksana adalah
senyawa flavonoid yang terkandung pada ekstrak etanol Daun Akar Bulu larut
dengan baik pada kloroform, dan juga larut pada etil asetat namun tidak larut pada
heksana. Hasil uji FTIR (Fourier Transform Infrared) menunjukkan gugus fungsi
yang mengindikasikan bahwa ekstrak etanol Daun Akar Bulu tersebut
mengandung senyawa flavonoid adalah gugus fungsi O-H, C-H alifatik, C=O,
C=C, C-O alkohol, dan C-H aromatik (Sukarti dkk, 2019).
Hingga saat ini, belum ada penelitian mengenai kadar flavonoid pada
ekstrak kloroform Daun Akar Bulu. Namun, penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya adalah uji kadar flavonoid dari ekstrak etanol Daun Akar Bulu oleh
Hasanah (2019). Kadar flavonoid yang diperoleh yaitu 163,4 mg/L atau
0,01634%. Oleh karena senyawa flavonoid pada Daun Akar Bulu larut dengan
baik pada kloroform, maka akan dilakukan penelitian untuk menganalisis kadar
dan mengngidentifikasi gugus fungsi senyawa flavonoid dari ekstrak kloroform
Daun Akar Bulu dengan menggunanakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Berapakah kadar senyawa flavonoid dari ekstrak kloroform Daun Akar Bulu
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis?
2. Gugus fungsi apa saja yang mengindikasikan adanya senyawa flavonoid pada
ekstrak kloroform Daun Akar Bulu dengan menggunakan Spektrofotometer
FTIR?
4
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui kadar senyawa flavonoid dari ekstrak kloroform Daun Akar Bulu
dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS.
2. Mengetahui gugus fungsi senyawa flavonoid dari ekstrak kloroform Daun
Akar Bulu dengan analisis menggunakan spektrofotometer FTIR.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Diperoleh data secara ilmiah kadar flavonoid dan gugus fungsi senyawa
flavonoid pada ekstrak kloroform Daun Akar Bulu.
2. Sebagai bahan informasi untuk penelitian lanjutan tanaman Akar Bulu.
3. Sebagai informasi untuk pengembangan obat dari tanaman Akar Bulu.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
1. Tinjauan Umum Akar Bulu (Merremia vitifolia)
Keanekaragaman flora merupakan salah satu keunggulan tersendiri bagi
negara Indonesia, dengan banyaknya jenis tanaman maka banyak pula manfaat
dan kegunaannya yang dapat diperoleh. Selain dimanfaatkan sebagai sumber
pangan dan papan, beberapa jenis tumbuhan juga dimanfaaatkan sebagai obat,
baik sebagai obat paten maupun obat tradisional. Saat ini penggunaan obat
tradisional lebih terkenal di kalangan masyarakat karena memiliki efek samping
yang lebih kecil dibandingkan dengan obat paten. Berbagai macam tumbuhan
telah diketahui dapat mengatasi berbagai jenis penyakit, salah satunya yaitu
tumbuhan Akar Bulu (Merremia vitifolia). Klasifikasi dan gambar tumbuhan Akar
Bulu (Merremia vitivolia) dapat dilihat pada gambar 1.
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Merremia
Spesies : Merremia vitifolia
Merremia vitifolia merupakan jenis tumbuhan liana (tumbuhan memanjat)
yang dikelompokkan ke dalam famili Convolvulaceae atau yang dikenal dengan
bangsa kangkung-kangkungan dan dinyatakan sebagai tumbuhan invansi asing
(IAS) yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan. Jenis invasi asing adalah
spesies yang diintroduksi secara sengaja atau tidak sengaja yang berasal dari luar
habitat alaminya, dimana mereka memiliki kemampuan untuk membentuk diri
mereka, menyerang, berkompetisi dengan spesies lokal/asli dan mengambil alih
lingkungan barunya (Setyawati, 2018). Kemampuan tumbuh yang sangat cepat
menjadikannya ancaman yang serius bagi konversi keanekaragaman hayati.
Ancaman IAS terhadap keanekaragaman hayati merupakan yang paling berbahaya
kedua setelah hilangnya habitat dan bahkan lebih berbahaya dari ancaman polusi.
Gambar 1. Tumbuhan Akar Bulu
Sumber: (Dokumentasi pribadi, 2019)
6
Tumbuhan Akar Bulu (Merremia vitifolia) memiliki ciri-ciri seperti ujung
daun runcing, memiliki tangkai dan helaian daun, pangkal daun membulat, tepi
daun bergerigi, susunan tulang daun menyirip, daun tua berwarna hijau,
permukaan daun kasar dan daun muda berwarna cokelat kemerahan. Daunnya
berbentuk menjari (mempunyai lima lobus) serta berbulu halus, berbatang bulat
kecil dan juga memiliki bulu halus, berakar serabut, kuncup tidak memiliki
pelindung, bunga berwarna kuning dan berbentuk seperti terompet (Hasan et al,
2018).
Tumbuhan Merremia vitifolia tersebar sangat luas di Kabupaten Luwu,
Provinsi Sulawesi Selatan. Tumbuhan ini dikelompokkan sebagai gulma karena
dapat mengganggu pertumbuhan bahkan dapat merusak habitat tumbuhan lain.
Perkembangbiakan tumbuhan Akar Bulu dapat secara generatif maupun vegetatif.
perkembangbiakan generatif yaitu melalui organ generatif menggunakan biji
sedangkan perkembangbiakan vegetatif menggunakan akar dan juga batang dari
tanaman terebut.
Berdasarkan pengalaman dari sebagian masyarakat Tanah Luwu,
tumbuhan Akar Bulu dapat dimanfaatkan sebagai obat antidiabetes. Daun Akar
Bulu dapat dimanfaatkan untuk mengobati luka pada penderita diabetes, serta
dapat menyembuhkan penyakit malaria. Penelitian Sukarti (2016) menunjukkan
bahwa pada batang tumbuhan Akar Bulu terkandung senyawa kimia berupa
steroid dan alkaloid, sedangkan pada daun Akar Bulu mengandung senyawa
fenolik, flavonoid, steroid, saponin, alkaloid dan katratenoid.
Selain berfungsi sebagai antidiabetes, Daun Akar Bulu juga berfungsi
sebagai antibakteri. Berdasarkan penelitian Hasanah (2019), kadar senyawa
flavonoid yang diperoleh dari ekstrak etanol daun Merremia vitifolia
menggunakan spektrofotometri UV-Vis adalah 163,4 mg/L atau setara dengan
0,01634%, dan hasil uji aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus
menunjukkan konsentrasi yang memberikan daya hambat yang paling optimal
pada ekstrak etanol daun M. vitifolia yaitu pada konsentrasi P3 13% yaitu dengan
rata-rata zona bening 1,11 mm.
Salah satu tumbuhan yang sefamili dengan tumbuhan Merremia vitifolia
adalah Merremia mammosa L. atau Bidara Upas. Kandungan senyawa metabolit
7
sekunder pada tumbuhan ini, juga memiliki kemiripan dengan Merremia vitifolia
yaitu daun Bidara Upas mengandung senyawa flavonoid, fenolat, kuinon,
senyawa triterponoid dan steroid (Aniq, 2014). Tanaman ini juga merupakan
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai antidiabetes, hal ini didukung oleh
penelitian Sofiana dkk (2015) yang menyatakan bahwa ekstrak Bidara Upas dapat
mempercepat penyembuhan luka pada tikus hiperglikemia, hal tersebut diduga
karena adanya kandungan flavonoid pada ekstrak umbi Bidara Upas, yang mana
flavonoid dalam umbi Bidara Upas tersebut berfungsi sebagai antioksidan. Selain
sebagai antidiabetes, Bidara Upas juga dapat dimanfaatkan sebagai anti radang,
analgesik, mengobati gigitan ular, penyembuh luka, kanker, syphilis, kusta,
difteri, tifus dan peradangan (Sugiarto dan Tinton, 2008).
2. Tinjauan Umum Flavonoid
Flavonoid adalah salah satu senyawa metabolit sekunder yang penting
yang terdapat pada tumbuhan. Flavonoid tergolong dalam senyawa fenol dan
merupakan salah satu golongan senyawa yang terbesar dalam tumbuhan. Sejauh
ini diketahui bahwa flavonoid tidak dapat diproduksi oleh hewan. kalaupun ada,
sumber flavonoid tersebut tidak berasal dari hewan melainkan dari makanannya.
Hampir seluruh bagian tumbuhan mengandung flavonoid baik bunga, buah, biji,
daun, akar, dan kulit kayu (Usman, 2012). Istilah flavonoid berasal dari kata
flavon yaitu suatu jenis flavonoid yang lazim ditemukan. Flavonoid merupakan
turunan dari 2-phenyl-benzyl- -pyrone dengan biosintesis menggunakan jalur
fenilpropanoid. Flavonoid pada tumbuhan berperan memberi warna, rasa pada
biji, bunga, dan buah serta aroma (Mierziak et al, 2014).
Flavonoid berperan penting dalam perlindungan tanaman terhadap biotik
(herbivora, patogen) dan tekanan abiotik (radiasi UV, panas), dan karena sifat
antioksidannya, flavonoid juga mempertahankan keadaan redoks dalam sel. Selain
bermanfaat bagi tumbuhan itu sendiri, flavonoid juga bermanfaat bagi manusia
terutama pada bidang kesehatan, flavonoid berperan sebagai anti-bakteri, anti-
oksidan, anti-inflamasi, dan anti-diabetes. Flavonoid memiliki sifat proteaktif,
astringent dan antiedema. Flavonoid juga digunakan dalam pengobatan jerawat
komedo dan ketombe, kebotakan dan keriput serta memperlambat proses penuaan.
Aktivitas antioksidan flavonoid dihubungkan dengan struktur molekul: adanya
8
ikatan rangkap terkonjugasi dan adanya gugus fungsi pada cicin. Contoh senyawa
flavonoid yang berperan penting bagi manusia adalah apigenin dan amentoflavon
yang menunjukkan efek yang kuat terhadap jamur patogen C. albicans, S.
cerevisiae, dan T. beigelii. Kaempferol menunjukkan aktivitas melawan bakteri
Gram-positif dan Gram-negatif, serta terhadap jamur Candida gkabrata. (Panche
et al, 2016).
Senyawa flavonoid banyak ditandai dengan aktivitas antibakteri,
antijamur, dan antivirus (Panche et al, 2016). Menurut penelitian Sabir (2005),
senyawa flavonoid yang terdapat pada propolis Trigona sp mampu menghambat
pertumbuhan S. mutans secara in vitro pada penggunaan flavonoid konsentrasi
0,1% (inkubasi selama 24 jam) dan flavonoid konsentrasi 0,5% (inkubasi selama
48 jam). Penelitian Virgianti dan Purwati (2015), daun binahong yang memiliki
kandungan bioaktif flavonoid, tanin, saponin dan terpenoid dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes. Uji bioaktivitas antibakteri ekstrak
etanol daun binahong diperoleh bahwa aktivitas antibakteri adalah kuat sejak pada
konsentrasi 10% (8,25 mm) hingga konsentrasi 100% (15,15 mm). Hasil
penelitian Selawa dkk (2013), kadar flavonoid total dari ekstrak etanol daun
binahong adalah 11,263 mg/kg (segar) dan 7,81 mg/kg (kering) flavonoid yang
terkandung pada ekstrak kering dan segar termasuk golongan flavonol.
Kerangka dasar flavonoid yaitu adanya 15 atom karbon yang terdiri dari
dua cincin benzene (C6) yang dihubungkan dengan rantai propane (C3) sehingga
membentuk suatu susunan C6-C3-C6 (Lenny, 2006). Senyawa flavonoid terdapat
dalam jumlah yang luas di alam dengan jenis yang beragam, hingga saat ini telah
ditemukan lebih dari 9.000 flavonoid dan telah digunakan sebagai suplemen
kesehatan. Asupan harian flavonoid bervariasi antara 20 mg hingga 500 mg.
Flavonoid pada tumbuhan sebagian terdapat dalam bentuk glikosida (mengandung
rantai samping glukosa) dan sebagian terdapat dalam bentuk bebas yang disebut
aglikon (Wang et al, 2018). Kerangka dasar flavonoid ditunjukkan pada gambar
2.
9
Gambar 2. Kerangka dasar flavonoid
Sumber: (Agustina, 2011)
Flavonoid adalah kelompok senyawa dengan berat molekul rendah yang
merupakan turunan dari 2-fenil-kromon hasil biosintesis dari turunan asam asetat
atau fenilalanin melalui jalur asam shikimat. Flavonoid dapat disintesis dari jalur
fenol dengan menggunakan kalkon dan dihidrokalkon sebagai senyawa antara.
Apabila melibatkan kalkon sebagai senyawa antara maka bahan awal yang
direaksikan dengan adanya asam akan membentuk senyawa flavonoid, sedangkan
jika direaksikan dalam keadaan basa maka akan membentuk suatu dehidrokalkon
dengan adanya proses reduksi terlebih dulu (Grotewols, 2006).
Secara biogenetik, cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur
poliketida, yakni kondensasi dari tiga unit asetat atau melanoat. Sedangkan cincin
B dan tiga atom karbon dari rantai propen berasal dari perpanjangan asam sinamat
pada jalur fenilpropanoid (jalur sikimat). Oleh karena itu, kerangka dasar karbon
dari flavonoid dihasilkan dari kombinasi antara dua jalur biosintesa yang utama
untuk cincin aromatik, yaitu jalur sikimat dan jalur asetat melanoat (Heliawati,
2018).
Flavonoid sangat bermanfaat bagi manusia, salah satu manfaatnya yaitu
sebagai antidiabetes. Flavonoid memiliki gugus CA-Aryl glucoside yang
menginhibisi SGLT (Sodium-Glukose-Contransporter) yang terdapat dalam sel
HepG2 dengan mekanisme memutus ikatan glikosida pada SGLT (Washburn,
2009). Flavonoid jenis kalkon dianggap potensial sebagai antidiabetes karena
efektif sebagai Alfa-glukosidase yang berfungsi mengatur homeostasis gula
(Hummel et al, 2012). Selain itu, katekin pada teh kitam sangat potensial sebagi
antidiabetes karena dapat menstimulasi alfa-amilase dan alfa-glukosidase yang
dapat memecah karbohidrat (Brodowska, 2017)
10
Keberadaan senyawa flavonoid pada tumbuhan dapat diketahui dengan
melakukan pengujian awal (screening fitokimia). Septyaningsih (2010)
menjelaskan bahwa jika pada suatu ekstrak sampel mengandung senyawa
flavonoid, maka apabila ditambahkan serbuk Mg dan larutan HCl akan terbentuk
garam flavilium berwarna merah atau jingga. Penggunaan HCl pekat dalam uji
flavonoid pada metode Walstater bertujuan untuk menghidrolisis flavonoid
menjadi aglikonnya dengan cara menghidrolisis O-glikosil. H+ dari asam (HCl)
akan menggantikan glikosil karena sifatnya yang elektrofilik. Glikosida berupa
gula yang umum dijumpai adalah glukosa, ramnosa, dan galaktosa. Senyawa
kompeks yang berwarna merah atau jingga dari proses reduksi menggunakan Mg
dan HCl akan terbentuk pada flavonoid jenis flavonol, flavanol, flavonon, dan
Xanton (Mariana, 2013).
Banyaknya senyawa flavonoid yang terkandung dalam suatu tanaman akan
mempengaruhi manfaat tanaman tersebut, untuk analisis kadar senyawa flavonoid
pada suatu tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen
Spektrofotometri UV-Vis dan larutan standar kuersetin sebagai pembanding. Pada
penelitian Selwa dkk (2013) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun binahong
mengandung flavonoid total pada ekstrak sampel segar sebesar 11,26 mg/kg dan
pada sampel kering sebesar 7,81 mg/kg, flavonoid yang terkandung termasuk
golongan flavonol. Ekstrak etanol daun binahong berpotensi sebagai antioksidan.
Total antioksidan pada sampel segar adalah 4,25 mmol/100 g dan pada sampel
kering yaitu 3,68 mmol/100 g.
Pada penelitian Parubak (2013), diperoleh kadar senyawa flavonoid dari
daun Akway (Drimys beccariana.Gibbs) yang diuji menggunakan
Spektrofotometri UV-Vis adalah sebanyak 0,368%, di duga flavonoid yang
terkandung adalah golongan flavonon. Kandungan flavonoid pada daun Akway
berpotensi sebagai antibiotik, antibakteri, dan anti kanker. Setelah melakukan uji
aktivitas antibakteri pada ekstrak etil asetat daun Akway, diperoleh bahwa fraksi 1
dan fraksi 2 memiliki aktivitas antibakteri sedang (6,9 mm) sampai kuat (7,3 mm).
3. Klasifikasi Flavonoid
Flavonoid diklasifikasikan berdasarkan tingkat oksidasi, annularitas
cincin C, dan sambungan posisi cincin B. Berdasarkan pada kerangka dasar
11
flavonoid sehingga dapat membentuk konfigurasi yang kemudian menghasilkan
tiga macam struktur dasar berupa 1,3-diarilpropan yang dikenal sebagai flavonoid,
1,2-diarilpropan dikenal sebagai isoflavonoid, dan 1,1-diarilpropan disebut
neoflavonoid. Kelompok flavonoid selanjutnya dikelompokkan lagi ke dalam
subkelompok yaitu flavan, flavanon, dihydroflavonol, flavonol, flavon, flavon-3-
ol dan flavon-3,4-diol. Kelompok isolflavonoid dibagi menjadi subkelompok
berikut: isoflavan, isoflavon, rotenoid, kumestan, 3-arylkumarin,
coumaronocrhomene, dan pterokarpan. Sedangkan neoflavonoid dibagi menjadi
subkelompok: 4-arylkumaril, 3,4-dihydro-4-arylkumarin, dan neoflaven (Sumanta
et al, 2011). Pengelompokkan selanjutnya didasarkan pada ada atau tidaknya
tambahan cincin heterosiklik oksigen.
a. Normal flavonoid (n-flavonoid)
Normal flavonoid secara umum disebut flavonoid, dapat dibedakan atas
beberapa jenis menurut kerangka dasar, ikatan rangkap, pola dan tingkat oksidasi.
Kelompok kalkon memiliki kerangka molekul dengan dua cincin benzena A dan
B yang dihubungkan oleh n-profil. Sedangkan kelompok flavanon dicirikan oleh
tiga cincin yang terdiri dari dua cincin benzena A, B dan satu cincin heterosiklik-
oksigen cincin C (Usman, 2012). Struktur beberapa subkelompok flavonoid
ditunjukkan pada gambar 3 berikut.
Flavon Flavanon Flavonol
Antosianidin Kalkon dihidroflavonol
Gambar 3. Subkelompok flavonoid
Sumber: (Sabir, 2003)
OH
OH
OOH
OH O
OOH
OH
OH
OH
O
OH
OH
OOH
OH O
OH
+
OH
OH
OOH
OH
OH
OH
OH
O
OH
OH
12
b. Isoflavonoid
Isoflavonoid memiliki kerangka dasar 1,2-diarilpropana (gambar 4).
Kelompok senyawa ini jarang sekali ditemukan. Beberapa contoh isoflavonoid
yang telah ditemukan, antara lain angolesin yaitu isodihidrokalkon yang
ditemukan pada kayu cendana. Pterokarpan yaitu salah satu senyawa dari
kelompok pterokarpanoid yang menarik, beberapa diantaranya menunjukkan efek
fungisida, alergi dan estrogen. Ratenoid yaitu suatu insektisida turunan
isoflavonoid yang didapatkan pada akar tumbuhan Derris (Usman, 2012).
Gambar 4. Kerangka dasar isoflavonoid
Sumber: (Buana J, 2018)
Salah satu subkelompok isoflavonoid adalah isoflavon. Isoflavon memiliki
banyak manfaat bagi manusia, salah satunya sebagai antioksidan. Isoflavon
mampu mencegah terjadinya reaksi oksida dan dapat meningkatkan status
antioksidan tubuh. Isoflavon juga mampu bekerja seperti estrogen, meskipun
potensinya rendah. Namun, karena struktur yang mirip dengan estrogen, isoflavon
juga berpotensi sebagai antikanker yang disebabkan oleh hormon estrogen. Hal ini
terjadi karena isoflavon dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen, membentuk
ligan dan memacu kerja reseptor estrogen ketika kadar estrogen rendah, tetapi
ketika kadar estrogen tinggi akan menyebabkan kerja reseptor estrogen terhambat.
Oleh karena sifatnya fleksibel, sehingga isoflavon tidak berbahaya bagi orang
yang mengkonsumsinya. Sifat estrogenik isoflavon, juga berefek sebagai
antiosteoporosis, karena isoflavon berpotensi untuk berikatan dengan reseptor
estrogen dalam tulang (Winarsi, 2005). Struktur dari beberapa jenis isoflavon
dapat dilihat pada gambar 5.
13
Genistein Deidzein
Gambar 5. Struktur isoflavon
Sumber: (Sir Ossiris, 2012)
c. Neoflavonoid
Neoflavonoid memiliki kerangka dasar 1,1-diarilpropana (gambar 6). Ada
beberapa neoflavonoid menunjukkan kerangka molekul sebagai 4-fenilkumarin,
antara lain dalbergin dan kalofiolida sebagai turunan dalbergin yang telah
terisopenilasi (Usman, 2012). Neoflavonoid yang muncul secara alami telah
dikelompokkan bersama dalam aceordance dengan tipe dan unsur struktural
mereka (Donnely dan Sheridan, 1998).
1,1-diarilpropana neoflavon
Gambar 6. Kerangka dasar neoflavonoid
Sumber: (Buana J, 2018)
Senyawa golongan flavonoid yang terkandung pada suatu tumbuhan
sangatlah beragam. Hal ini dapat diidentifikasi berdasarkan gugus fungsi yang
terkandung pada ekstrak tumbuhan tersebut. Menurut penelitian Tasmin dkk
(2015), karakterisasi senyawa flavonoid menggunakan spektrofotometer UV dan
spektrofotometer IR dari fraksi kloroform daun Terap (A. odoratissimus)
menunjukkan bahwa flavonoid yang terkandung adalah golongan flavan-3-ol.
Gugus fungsi yang mengindikasikan senyawa flavonoid tersebut adalah –OH,
ikatan rangkap alifatik, gugus alkil, C=C aromatik, C-H2, C-O-C, C=C-H
aromatik, dan ikatan CH=CH.
Pada penelitian Ekawati dkk (2017) ekstrak n-butanol daun Sembukan
mengandung senyawa flavonoid. Hasil analisis menggunakan spektrofotometer
14
UV-Vis menunjukkan bahwa isolat menyerap pada panjang glombang 314,60 nm
(bahu) dan 283,80 nm. Senyawa flavonoid yang terkandung dalam isolat tersebut
diduga adalah golongan flavanon yang mengandung gugus OH pada C-3, C-3’
dan C-4’. Hal tersebut diperkuat dari hasil analisis FTIR dengan adanya gugus
OH, C-H aromatik, C=C aromatik, C=O, C-O alkohol, CH alifatik, dan C-O eter
yang terkandung dalam isolat.
4. Kelarutan Flavonoid
Flavonoid dalam bentuk aglikon (flavonoid tanpa gula terikat) bersifat
kurang polar sehingga akan lebih mudah larut dalam pelarut eter dan kloroform.
Aglikon mempunyai sifat kimia seperti fenol, karena aglikon flavonoid
merupakan suatu polifenol. Aglikon bersifat agak asam sehingga dapat larut pada
larutan basa. Tetapi jika dibiarkan dalam larutan basa ditambah dengan adanya
oksigen, maka banyak aglikon yang akan terurai. Sedangkan untuk flavonoid
dengan gula terikat dapat larut dalam pelarut polar seperti air, etanol, methanol,
butanol, aseton, dimetil-sulfoksida, dimetilformamida dan lain-lain (Markham
(1988) dalam Beda (2014)). Kelarutan flavonoid antara lain:
a. Flavonoid polimetil (polimetoksi) dapat larut dalam heksana, kloroform, etil
asetat, petroleum eter (PE), eter, dan etanol. Contoh: sinersetin (nonpolar).
b. Aglikon flavonoid polihidroksi tidak larut dalam heksan, kloroform dan
petroleum eter (PE). Tetapi larut dalam etanol, etil asetat dan eter, serta sedikit
larut dalam air. Contoh: kuersetin (semipolar)
c. Glikosida flavonoid tidak larut dalam kloroform, heksan, eter, dan petroleum
eter (PE), namun sedikit larut dalam etil asetat dan etanol, serta sangat larut
dalam air. Contoh: Rutin.
Menurut penelitian Kharimah dkk (2016), berdasarkan hasil analisis KLT
pada ekstrak etanol daun afrika (Vernonia amygdalina Del.) menggunakan fraksi
n-heksan, dan fraksi etil asetat diduga bahwa yang positif mengandung senyawa
flavonoid adalah fraksi etil asetat. Pada penelitian Zirconia (2015), hasil analisis
KLT pada ekstrak daun kembang bulan (Tithonia diversifolia) dengan eluen n-
heksana:etil asetat (8:2), asam asetat:H2O:HCl pekat (30:10:3), n-butanol:asam
asetat:air (4:1:5), dan metanol:etil asetat (4:1), yang dapat mengisolasi senyawa
flavonoid dengan baik adalah n-heksana:etil asetat. Berdasarkan hasil analisis
15
spektrofotometer UV-Vis (metode pereaksi geser) menunjukkan bahwaflavonoid
pada isolat adalah golongan flavonol.
Budiarti dkk (2014) telah mengidentifikasi kandungan senyawa kimia
pada fraksi kloroform ekstrak etanol daun sirsak menggunakan KLT. Hasil
menunjukkan bahwa fraksi tersebut positif mengandung senyawa golongan
flavonoid. Fraksi kloroform ekstrak etanol daun sirsak juga memiliki aktivitas
antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 3132 g/mL, dan vitamin C sebesar 1,35
g/mL.
5. Kloroform
Kloroform memiliki rumus molekul CHCl3 yang disebut juga dengan
triklorometana atau metil triklorida. Kloroform memiliki ciri-ciri yaitu cairan
bening dengan bau karakteristik jika berada pada tekanan dan suhu normal.
Kloroform dikenal sebagai bahan pembius, namun saat ini kloroform lebih banyak
digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri (Amonette and
Joseph, 2009).
Dewasa ini kloroform digunakan sebagai bahan baku pembuatan polimer
(polytertrafluoethylene), pengawet tembakau dan digunakan sebagai:
a. Pengekstrak pada pembuatan penisilin dalam bidang farmasi
b. Bahan baku fungsisida dan vermisida
c. Baham umtuk merekoveri minyak, lemak, steroid, alkaloid, dan glukosa.
(Nugroho, 2013).
Kloroform memiliki sifat-sifat fisik dan kimia, di antaranya yaitu sebagai berikut:
Sifat-sifat fisis:
Rumus molekul : CHCl3
Berat molekul (kg/kmol) : 119,38
Densitas (kg/m3, 32ºC) : 1.489
Viskositas (Cp, 20ºC) : 0,57
Titik didih (ºC) : 61,2
Titik leleh (ºC) : -63,5
Temperatur kritis (ºC) : 263
Tekanan kritis (atm) : 53,8
Volume kritis (m3/kmol) : 0,239
16
Tegangan permukaan (N/m, 25ºC) : 0,0267
Panas penguapan (kJ/mol, 61,2ºC) : 29,5
Kapasitas panas (kJ/mol, 25ºC) : 113,666
Entalpi pembentukan (kkal/mol) : -32,12
Energi Gibbs (kkal/mol) : -18,663
Kelarutan (dalam 100 bagian air, 25ºC): 0,8 bagian
Sifat-sifat kimia:
a. Reaksi kloroform dengan hidrogen florida akan membentuk fluorocarbons
dengan menggunakan katalis antimony pentaklorida.
CHCl3 + 2 HF SbCl5 CHClF2 + 2 HCl
b. Bila kontak dengan sinar matahari dalam waktu yang lama maka kloroform
akan mengalami dekomposisi perlahan-lahan menjadi fosgen, hydrogen
klorida, klorin, karbondioksida, dan air.
c. Pada temperature 225-275ºC, reaksi brominasi pada uap kloroform akan
menghasilkan bromochloromethanes:CCl3Br, CCl2Br2, dan CClBr3.
d. Bila kontak dengan potassium amalgam atau red-hot copper, kloroform
bereaksi menghasilkan asetilen.
e. Reaksi kloroform dengan amina dalam larutan alkali alcohol akan membentuk
isonitril.
CHCl3 + C6H5NH2 + 3 KOH → C6H5N ≡ C + 3 KCl + 3 H2O
f. Reaksi kloroform dengan fenol dalam larutan alkali akan menghasilkan
p-hydroxybenzaldehyde dan salicyaldehyde (Winarni, 2007).
6. Metode Ekstraksi Bahan Alam
Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen kimia dari campuran
homogen menggunakan pelarut cair yang sesuai untuk menarik komponen
tersebut. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia
yang terdapat pada bahan alam. Prinsip dasar ekstraksi adalah adanya perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Madaun, 2006).
Pada proses untuk mendapatkan produk murni dalam laboratorium organik,
17
anorganik, dan biokimia, salah satu hal penting yang perlu dilakukan adalah
ekstraksi pelarut (Taofik et al, 2010).
Terdapat beberapa teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk
mengisolasi senyawa aktif dari bahan alam, diantaranya yaitu ekstraksi maserasi,
sokletasi, refluks, destilasi, dan lain-lain. Kelarutan komponen kimia dalam suatu
pelarut dapat mempengaruhi efektivitas, hal ini sesuai dengan prinsip ekstraksi
yaitu suatu senyawa akan terlarut pada pelarut dengan polaritas yang sama. Oleh
karena itu, penggunaan jenis pelarut pada ekstraksi akan memberikan pengaruh
pula pada rendemen senyawa yang dihasilkan (Anggitha, 2012).
Metode ekstraksi ada beberapa jenis baik yang merupakan cara dingin
maupun cara panas. Berikut ini adalah beberapa metode eksraksi menurut Putri et
al, (2014):
a. Maserasi adalah proses penyari simplisia menggunakan suatu pelarut dengan
cara perendaman dan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (suhu kamar). Pelarut akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel lalu menarik zat aktif yang memiliki kepolaran
yang sama, dengan adanya perbedaan konsentrasi di dalam dan luar sel maka
zat aktif akan didesak keluar. Proses ini berulang hingga terjadi keseimbangan
konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel. Cairan penyari yang
digunakan dapat berupa air, etanol, methanol, etanol-air atau pelarut lainnya.
Remaserasi yaitu pengulangan maserasi (menambah pelarut) setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
b. Perkolasi yaitu ekstraksi yang dilakukan dengan cara membasahi 10 bagian
simplisia yang telah dihaluskan menggunakan 2,5-5 bagian pelarut, dan
dimasukkan ke dalam wadah selama minimal 3 jam. Massa dipindahkan
sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dan ditambahkan pelarut. Perkolator
ditutup, dibiarkan selama 24 jam. Kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1
ml/menit, sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat yang diperoleh
dipindahkan ke dalam wadah lalu ditutup dan didiamkan selama 2 hari pada
tempat terlindung dari cahaya.
c. Ekstraksi secara penyulingan. Penyulingan dapat dilakukan untuk menyari
serbuk simplisia yang megandung komponen kimia yang memiliki titik didih
18
tinggi pada tekanan udara normal dan zat aktifnya mudah mengalami
kerusakaan saat pemanasan.
d. Ekstraksi secara refluks. Ekstraksi ini pada dasarnya adalah ekstraksi
berkesinambungan. Sampel yang akan diekstraksi direndam dengan pelarut
dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, kemudian
dipanaskan hingga mendidih. Pelarut akan menguap lalu uap tersebut akan
diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali.
e. Sokletasi. Ekstraksi ini juga merupakan ekstraksi berkesinambungan. Pelarut
dipanaskan hingga mendidih lalu uap pelarut akan naik melaui pipa samping,
kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Embun pelarut akan jatuh
mengenai simplisia dan menyari zat aktifnya. apabila cairan penyari mencapai
sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses
sirkulasi. Demikian seterusnya hingga zat aktif yang tedapat dalam simplisia
tersari seluruhnya yang ditandai dengan cairan jernih lewat pada tabung sifon.
f. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan konstan) pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yang umumnya dilakukan pada
temperatur 40-50ºC.
Menurut Tetti (2014) proses ekstraksi khususnya untuk bahan yang berasal
dari tumbuhan adalah sebagai berikut:
a. Pengelompokkan bagian tumbuhan (daun, bunga, batang dan lain-lain),
pengeringan dan penggilingan bagian tumbuhan.
b. Pemilihan pelarut
c. Pelarut polar: air, etanol, methanol, dan sebagainya.
d. Pelarut semipolar: etil asetat, diklorometana, dan sebagainya.
e. Pelarut nonpolar: n-heksan, petroleum eter, kloroform dan sebagainya.
7. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer UV-Vis merupakan pengukuran panjang gelombang,
intensitas sinar ultraviolet serta cahaya tampak yang diabsorpsi oleh sampel. Sinar
ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan
elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Dachriyanus, 2004).
Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm)
19
dan sinar tampak (380-78- nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer
(Mulja dan Suharman dalam Novianto et al, 2014).
Menurut Dachriyanus (2004) spektrofotometer UV-Vis pada umumnya
digunakan untuk:
a. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi (misalnya
C=C, C=O, dan N=N, N=O) dan ausokrom (gugus jenuh dengan adanya
elektron bebas) dari suatu senyawa organik.
b. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang
maksimum suatu senyawa.
c. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan
menggunakan hukum Lambert-beer.
Suatu objek dapat terlihat oleh mata karena adanya bantuan cahaya yang
diteruskan atau dipantulkan. Jika cahaya polikromatis (cahaya putih) yang berisi
seluruh spektrum panjang gelombang melewati medium tertentu, maka panjang
gelombang lain akan terserap, sehingga medium itu akan tampak berwarna.
Karena hanya panjang gelombang yang diteruskan yang sampai ke mata, maka
panjang gelombang inilah yang menentukan warna medium. Warna ini disebut
warna komplementer terhadap warna yang diabsorpsi. Spektrum tampak dan
warna-warna komplementer ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Spektrum tampak dan warna komplementer beserta energi radiasi Panjang gelombang (nm) Warna Warna komplementer Energi foton (eV)
400-435 Ungu Kuning-hijau 3,09-2,84
435-480 Biru Kuning 2,84-2,58
480-490 Hijau-biru Jingga 2,58-2,52
490-500 Biru-hijau Merah 2,52-2,47
500-560 Hijau Ungu 2,47-2,21
560-580 Kuning-hijau Ungu 2,21-2,13
580-595 Kuning Biru 2,13-2,08
595-610 Oranye Hijau-biru 2,08-2,03
610-750 Merah Biru-hijau 2,03-1,65
(Sumber: Day dan Underwood dalam Afandi 2018)
Spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan untuk pengujian sampel yang
berupa larutan, gas, atau uap. Namun, sampel yang akan diuji umumnya harus
diubah menjadi suatu larutan yang jernih. Pada sampel yang berupa larutan perlu
memperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang dipakai antara lain sebagai
berikut (Suhartati, 2017):
20
a. Harus melarutkan sampel dengan sempurna.
b. Pelarut yang dipakai harus bening atau tidak berwarna (tidak boleh
mengadsorpsi sinar yang dipakai oleh sampel) dan tidak mengandung ikatan
rangkap terkonyugasi pada struktur molekulnya.
c. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.
d. Tingkat kemurnian yang tinggi.
Pelarut yang umumnya digunakan adalah air, etanol, metanol, dan n-
heksana karena pelarut ini transparan pada daerah UV. Beberapa pelarut dengan
absorpsi sinar UV pada λmaks ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 2. Absorpsi sinar UV pada λmaks dari beberapa pelarut Pelarut Λmaks
Asetonitril 190
Kloroform 240
Sikloheksana 195
1-4 dioksan 213
Etanol 95% 205
Benzena 285
n-heksana 201
Metanol 205
Isooktana 195
Air 190
Aseton 330
Piridin 305
(Sumber: Suhartati, 2017)
Spektroskopi UV-Vis dapat membantu mengidentifikasi jenis senyawa
flavonoid dan menentukan pola oksigenasi. Selain itu, kedudukan gugus hidroksil
fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi
diagnostik ke dalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan
yang terjadi. Sehingga secara tidak langsung cara ini berguna untuk menentukan
kedudukan gula atau metal yang terikat pada salah satu gugus hidroksil fenol
(Markham dalam Sjahid, 2008). Jenis flavonoid ditunjukkan pada Tabel 3.
21
Tabel 3. Rentangan Serapan Spektrum UV-Vis Flavonoid Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis flavonoid
250-280 310-350 Flavon
259-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubtitusi)
250-280 350-385 Flavonol (3-OH bebas)
245-275 310-330 bahu Isoflavon
Kira-kira 320 puncak Isoflavon 5-deoksi, 7-dioksigenasi)
275-295 300-330 bahu Flavanon dan dihidro flavonol
230-270 (kekuatan
rendah) 340-390 kalkon
230-270 (kekuatan 380-430 Auron
Rendah)
270-280 465-560 Antosianidin dan antosianin
Sumber: (Markham dalam Sjahid, 2008)
8. Spektrofotometer FTIR
FT-IR adalah singkatan dari Fourier Transform Infrared. Prinsip dari
metode spektroskopi inframerah adalah radiasi IR dilewatkan melalui sampel.
Beberapa radiasi diserap oleh sampel dan beberapa di antaranya dilewati
(diteruskan). Hasil spektrum mewakili molekul penyerapan dan transmisi,
menciptakan sidik jari molekuler dari sampel (Nicolet, 2001). Spektrofotometer
inframerah merupakan suatu metode pengamat interaksi molekul dengan radiasi
elektromagnetik yang berada pada daerah panjang glombang 0,75-1000 m. Pada
umumnya spektrofotometer inframerah digunakan untuk menentukan gugus
fungsi suatu senyawa organik dan mengetahui informasi struktur suatu senyawa
dengan membandingkan daerah sidik jarinya (Dachriyanus, 2004).
Prinsip kerja FTIR adalah membaca gugus fungsi pada suatu senyawa
melalui absorbansi inframerah. Pola absorbansi yang diserap oleh tiap-tiap
senyawa berbeda-beda, sehingga senyawa-senyawa dapat dibedakan dan
dikuantifiasikan (Sankari et al, 2010). Spektrum inframerah dihasilkan dari
pentransmisian cahaya yang melewati sampel, pengukuran intensitas cahaya
dengan detektor dan dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai fungsi
panjang gelombang. Spektrum inframerah yang diperoleh kemudian
dikelompokkan sebagai intensitas fungsi energi, panjang gelombang ( m) atau
bilangan gelombang (cm-1
). Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi agar
absorpsi inframerah oleh suatu materi dapat terjadi yaitu kesesuaian antara
22
frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi vibrasional molekul sampel dan
perubahan momen dipol selama bervibrasi (Anam et al, 2007).
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat
energi getaran (vibrasi) yang berlainan. Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan
kovalen mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation). Bila molekul
menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam
amplitudo getaran-getaran atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada dalam
keadaan vibrasi tereksitasi (exited vibrayional state), energi yang diserap ini akan
dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang
eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari
ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, C-C, C=O, C=C,
O-H, dan sebagainya) menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang
berlainan. Terdapat dua tipe vibrasi molekul yaitu regangan (stretching) dan
tekukan atau bending (Supratman, 2006).
Indentifikasi setiap absorpsi ikatan yang khas dari setiap gugus fungsi
merupakan basis dari interpretasi spektrum inframerah, contohnya regangan O-H
memberikan pita serapan yang kuat pada daerah 3350 cm-1
. Daerah pada spektrum
inframerah di atas 1200 cm-1
menunjukkan pita spektrum atau puncak yang
disebabkan oleh getaran ikatan kimia gugus fungsi dari molekul. Daerah di bawah
1200 cm-1 menunjukkan pita yang disebabkan oleh getaran seluruh molekul dan
karena kerumitannya dikenal sebagai daerah sidik jari. Intensitas berbagai pita
direkam secara subjektif pada skala sederhana kuat, menengah, atau lemah.
Spektrofotometri inframerah adalah metode paling sederhana dalam menentukan
golongan senyawa (Debella et al, 2000). Beberapa daerah serapan yang khas
dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini:
Tabel 4. Daftar bilangan gelombang dari beberapa jenis ikatan Bilangan gelombang (v, cm
-1) Jenis ikatan
3750-3000 Regang O-H, N-H
3000-2700 Regang –CH3, -CH2-, C-H, C-H aldehid
2400-2100 Regang -C C-, C N
1900-1650 Regang C=O (asam, aldehid, keton, amina, ester,
anhidrida)
1675-1500 Regang C=C (aromatik dan alifatik), C=N
1475-1300 C-H bending
1000-650 C=C-H, Ar-H bending
Sumber: (Dachriyanus, 2004)
23
2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hasanah (2019) yaitu kadar
senyawa flavonoid yang diperoleh dari ekstrak etanol Daun Akar Bulu (Merremia
vitifolia) menggunakan spektrofotometri UV-Vis adalah 163,4 mg/L atau setara
dengan 0,01634%, dan hasil uji aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus
menunjukkan konsentrasi yang memberikan daya hambat yang paling optimal
pada ekstrak etanol daun Merremia vitifolia yaitu pada konsentrasi P3 13% yaitu
dengan rata-rata zona bening 1,11 mm.
Berdasarkan hasil penelitian Ariandi (2019) menunjukkan bahwa isolat
dari Merremia vitifolia positif mengandung senyawa flavonoid hal ini dibuktikan
dengan adanya penampakan noda jelas dan terpisah-pisah yang berwarna merah di
bawah sinar lampu UV dengan λmaks 366 nm. Eluen yang mampu memberikan
pemisahan yang terbaik dari identifikasi senyawa flavonoid pada Merremia
vitifolia dengan metode Kromatografi Lapir Tipis (KLT) adalah kloroform. Nilai
Rf yang diperoleh yaitu 0,8; 0,5; 0;4; 0,3; dan 0. Menurut Sukarti dkk (2019)
gugus fungsi yang mengindikasikan adanya senyawa flavonoid dari isolat
tersebut yang dianalisis dengan menggunakan spektrofototmeter FTIR adalah
adanya gugus fungsi O-H, C-H alifatik, C=O, C=C, C-O alkohol, dan C-H
aromatik.
Menurut penelitian Sukadana (2010) bahwa ekstrak kloroform kulit akar
Awar-Awar positif mengandung flavonoid. Hasil analisis FTIR menunjukkan
bahwa isolat mengandung gugus fungsi –OH, C=O, C=C, C-H, dan C-H alifatik.
Sedangkan dari spektra UV-Vis menunjukkan 2 pita serapan pada panjang
gelombang 328,6 nm (pita I) dan 281,5 nm (pita II) yang mengindikasikan isolat
tersebut mengandung flavonoid golongan flavanon atau dihidroflavonol, dengan
menggunakan pereaksi geser isolat flavonoid tersebut termasuk flavonon dan
kemungkinan subtituen gugus hidroksi terletak pada atom C-2’, C-5’, atau C-6’,
dan C-8, gugus metil glikosilasi pada atom C-5 dan C-7.
Pada penelitian ini digunakan kloroform sebagai pelarut untuk
memisahkan senyawa flavonoid dari senyawa metabolit sekunder lainnya yang
terdapat dalam daun akar bulu (Merremia vitifolia). Menurut penelitian
Karuniawati et al (2009) ekstrak kloroform daun Legundi mengandung senyawa
24
flavonoid dan minyak atsiri, sedangkan pada ekstrak metanol daun Legundi
terkandung flavonoid dan saponin. Pada ekstrak kloroform dan ekstrak metanol
daun Legundi mengandung jenis flavonoid yang berbeda. Pada penelitian Budiarti
dkk (2014), hasil analisis KLT menunjukkan bahwa fraksi kloroform ekstrak
etanol daun Sirsak positif mengandung senyawa golongan flavonoid. Berdasarkan
penelitian Widada dan Pamungkas (2012) diperoleh kadar flavonoid total dari
fraksi kloroform ekstrak etanolik kulit Buah Naga Merah (Kloroform KBNM)
adalah sebesar 23,117 0,135% b/b EQ.
2.3 Kerangka Pikir
Tumbuhan Akar Bulu (Merremia vitifolia) merupakan salah satu
tumbuhan yang jumlahnya melimpah di Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi
Selatan. Sebagian besar masyarakat di kabupaten Luwu memanfaatkan tumbuhan
Akar Bulu (Merremia vitifolia) sebagai obat diabetes. Salah satu senyawa
metabolit sekunder yang mampu berperan sebagai antidiabetes adalah senyawa
flavonoid, dan hal ini dibuktikan oleh penelitian Sukarti (2016) bahwa tumbuhan
Akar Bulu (Merremia vitifolia) mengandung senyawa flavonoid, fenolik, saponin,
steroid, alkaloid dan kratenoid. Berdasarkan penelitian Hasanah (2019) kadar
senyawa flavonoid yang diperoleh dari ekstrak etanol Daun Akar Bulu (Merremia
vitifolia) menggunakan spektrofotometri UV-Vis adalah 163,4 mg/L atau setara
dengan 0,01634%, dan pada penelitian Ariandi (2019) diperoleh bahwa pelarut
yang dapat memberikan pemisahan yang terbaik pada identifikasi flavonoid
tumbuhan Akar Bulu (Merremia vitifolia) adalah kloroform. Oleh karena itu, pada
penelitian ini akan dilakukan karakterisasi dan analisis kadar senyawa flavonoid
dari ekstrak kloroform Daun Akar Bulu (Merremia vitifolia) menggunakan
spektrofotometer UV-Vis dan spektrofotometer FTIR. Berdasarkan uraian
tersebut, adapun kerangka pikir pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 7.
25
Gambar 7. Bagan kerangka pikir
Daun Merremia vitifolia Berpotensi Sebagai Antidiabetes
Daun Merremia Vitifolia Terbukti Mengandung
Flavonoid
Uji
Spektrofotometer
FTIR
Uji
Spektrrofotometer
UV-Vis
Data
Analisis Data
Kesimpulan
Flavonoid Pada Daun Akar Bulu (Merremia Vitifolia)
Terlarut dengan Baik dalam Kloroform
Analisis Kadar
Senyawa
Flavonoid
Identifikasi Gugus
Fungsi
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimen, untuk mengetahui jumlah kadar
dan gugus fungsi senyawa flavonoid dari ekstrak kloroform Daun Akar Bulu
(Merremia vitifolia) dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan
spektrofotometer FTIR.
3.2 Definisi Operasional
1. Merremia vitifolia adalah salah satu tumbuhan jenis gulma yang banyak
tersebar di Kabupaten Luwu Provinsi Sulawesi Selatan yang biasa
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai obat tradisional antidiabetes.
2. Ekstrak Merremia vitifolia merupakan eskstrak yang diambil dari simplisia
daun Merremia vitifolia dan dimaserasi dengan etanol 96% selama 7×24 jam
dan difraksinasi menggunakan kloroform.
3. Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa metabolit sekunder golongan
polifenol yang berflouresensi dibawah lampu UV λ 254 nm dan λ 366 nm dan
memiliki gugus fungsi aromatik.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisika Universitas
Hasanuddin untuk preparasi sampel, untuk pengujian kadar senyawa flavonoid
dilakukan di Laboratorium Bahan Alam Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto
Palopo dan analisis FTIR dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu Universitas
Hasanuddin. Lokasi pengambilan sampel Merremia vitifolia adalah di Kelurahan
Salobulo Kecamatan Wara Utara Kota Palopo. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Januari 2020.
3.4 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat-alat gelas yang umum
digunakan di laboratorium, corong pisah, neraca analitik, rak tabung reaksi, rotary
evaporator, kompor listrik, spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer FTIR,
dan blender.
27
Bahan yang digunakan yaitu Daun Akar Bulu (Merremia vitifolia), kertas
label, aluminium foil, kloroform (merck), larutan standar kuersetin, AlCl3 10%,
etanol 96%, NaNO2 5%, NaOH 4%, kertas saring whatman, dan aquades.
3.5 Prosedur Kerja
1. Preparasi Sampel
Daun akar bulu segar dikumpulkan sebanyak 5 kg dan dicuci bersih, lalu
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di udara terbuka yang terlindungi dari
sinar matahari selama 3 minggu. Sampel yang sudah kering selanjutnya
dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh serbuk daun (simplisia).
Sampel disimpan di dalam wadah dan siap untuk diekstraksi.
2. Ekstraksi Sampel (Metode Maserasi)
Simplisia daun Akar Bulu ditimbang sebanyak 500 g, kemudian
dimasukkan ke dalam bejana (toples) maserasi. Simplisia dimaserasi dengan
etanol 96% selama 5 hari (5×24 jam) sambil diaduk dan diremaserasi selama 2
hari (2×24 jam) pada suhu kamar. Hasil maserasi kemudian disaring
menggunakan kertas saring dan dipekatkan menggunakan evaporator pada suhu
60ºC dilanjutkan dengan menggunakan waterbath pada suhu 50ºC-70ºC sehingga
di dapatkan ekstrak etanolik daun akar bulu.
Ekstrak etanolik Daun Akar Bulu ditimbang kemudian dilarutkan dalam
etanol dan air dengan perbandingan 7:3. Selanjutnya dilakukan fraksinasi cair-cair
dengan kloroform sehingga diperoleh fraksi kloroform ekstrak etanolik daun akar
bulu. Fraksi kloroform daun akar bulu dipekatkan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 50ºC. Hasil ekstraksi pekat daun akar bulu yang diperoleh
ditimbang dan dihitung persen rendemennya dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
%Rendemen =
× 100%
3. Pembuatan Kurva Kalibrasi Kuersetin
Larutan induk dibuat terlebih dahulu dengan menimbang kuersetin sebanyak
10 mg atau 0,01 g. Kemudian dilarutkan dengan etanol 96% dalam labu ukur 100
mL sehingga diperoleh larutan kuersetin 100 ppm. Dibuat variasi konsentrasi dari
28
larutan induk 100 ppm dengan cara memipet masing-masing 0,25; 1,25; 2,5; 3,75
dan 5,0 mL, ke dalam labu ukur 25 mL lalu ditambahkan etanol 96% hingga tanda
batas, sehingga akan diperoleh konsentrasi 1; 5; 10; 15 dan 20 ppm.
Sebanyak 0,5 mL dari masing-masing konsentrasi larutan dipipet ke dalam
tabung reaksi lalu ditambahkan dengan 2 mL aquades dan 0,15 mL NaNO2 5%
kemudian didiamkan selama 6 menit. Selanjutnya ditambahkan 0,15 mL AlCl3
10% ke dalam larutan kemudian didiamkan kembali selama 6 menit. Setelah itu
larutan ditambahkan dengan 2 mL NaOH 4%, kemudian diencerkan dengan
aquades hingga volume 5 mL dan didiamkan selama 15 menit. Diukur
absorbansi larutan standar dengan menggunakan Spektrofotometri UV-Vis pada
panjang gelombang maksimum (Cahyanta, 2016).
4. Penentuan Panjang Gelombang (λ) Maksimum
Panjang gelombang maksimum (λmaks) ditentukan dengan mengukur
absorbansi larutan standar konsentrasi 1 ppm dan larutan blanko, kemudian diukur
serapannya pada range panjang gelombang 380-560 nm. Panjang gelombang
maksimum ditunjukkan dengan nilai serapan yang paling tinggi (Aga, 2018)
5. Penentuan Kadar Flavonoid Pada Ekstrak Kloroform Daun Merremia
Vitifolia
Ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia ditimbang sebanyak 0,050 g,
kemudian dilarutkan dalam labu ukur 50 mL dengan etanol 96% hingga tanda
batas dan dihomogenkan (kadar ekstrak menjadi 1000 ppm). Lalu larutan diambil
sebanyak 0,5 mL, ditambahkan dengan 2 mL aquades dan 0,15 mL NaNO2 5%
kemudian didiamkan selama 6 menit. Selanjutnya ditambahkan 0,15 mL AlCl3
10% ke dalam larutan kemudian didiamkan kembali selama 6 menit. Setelah itu
larutan ditambahkan dengan 2 mL NaOH 4%, kemudian diencerkan dengan
aquades hingga volume 5 mL dan didiamkan selama 15 menit. Diukur absorbansi
larutan dengan menggunakan Spektrofotometri UV-Vis pada pajang gelombang
maksimum.
6. Identifikasi Gugus Fungsi
Identifikasi gugus fungsi senyawa flavonoid dari Ekstrak kloroform Daun
Akar Bulu dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer FTIR.
29
3.6 Diagram Alir Penelitian
- Dibersihkan
- Dikeringkan
- Dihaluskan
- Ditimbang
- Dimaserasi dengan etanol 96% 5x24 jam
- Diremaserasi 2x24 jam
- Disaring
- Dievaporasi
- Ditimbang
- Dilarutkan dalam
etanol
- Difraksinasi dengan
kloroform
- Dipekatkan
- Uji kadar flavonoid
dengan UV-Vis
- Uji FTIR
Gambar 8. Diagram alir penelitian
Serbuk Daun Akar Bulu
500 gram
Residu Maserat etanol
Ekstrak pekat etanol
Daun Akar Bulu
Fraksi klorofrom
ekstrak etanolik
Daun segar Akar Bulu (Merremia vitifolia) 5 Kg
Ekstrak pekat
kloroform Daun Akar
Bulu
Data
Kadar dan gugus fungsi
senyawa flavonoid
Daun Akar Bulu
30
3.7 Analisis data
Data yang diperoleh merupakan data primer yang didapatkan dari
absorbansi larutan pembanding kuersetin dibuat kurva kalibrasi dan diperoleh
persamaan linear yang dapat dirumuskan dengan y = ax + b dimana:
x = konsentrasi (mg/L)
y = absorbansi (A)
Persamaan tersebut digunakan sebagai pembanding pada pengukuran kadar
flavonoid ekstrak kloroform Daun Akar Bulu. Hasil yang diperoleh dihitung
menggunakan faktor pengencerah sehingga memperoleh konsentrasi flavonoid
ekstrak kloroform daun akar. Kadar flavonoid dalam sampel dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar Flavonoid =
×100%
Keterangan :
C = Konsentrasi kadar flavonoid (mg/L)
V = Volume total ekstrak etanol (mL)
fp = Faktor pengenceran
m = Berat Daun Akar Bulu (Merremia vitifolia) (mg)
(Azizah et al, 2014)
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
1. Preparasi Sampel
Sampel yang digunakan yaitu daun Merremia vitifolia yang segar
sebanyak 5 kg, diambil dari Kelurahan Salobulo Kecamatan Wara Utara Kota
Palopo. Sampel dicuci bersih untuk menghilangkan zat-zat pengotor, kemudian
dikering anginkan selama 3 minggu tanpa mengenai sinar matahari secara
langsung. Sampel yang telah kering lalu dihaluskan menggunakan blender hingga
diperoleh serbuk simplisia daun Merremia vitifolia sebanyak 643 gram.
2. Ekstraksi Sampel
Serbuk daun Merremia vitifolia ditimbang sebanyak 500 gram kemudian
dimaserasi menggunakan etanol 96% selama 5×24 jam dan diremaserasi selama
2×24 jam sehingga diperoleh eksrak etanol sebanyak 1.400 mL. Hasil maserasi
dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil maserasi simplisia Merremia vitifolia
Sampel
(Gram)
Ulangan Maserat
(mL)
Filtrat
(mL)
Ekstrak Kental
(Gram)
500
I 1.750 750 -
II 1.000 650
Total 500 - 2.750 1.400 42,6
(Sumber: Data hasil penelitian, 2020)
Hasil ekstrak etanolik daun Merremia vitifolia ditambahkan 100 mL etanol
96% dan aquades 43,2 mL lalu diekstraksi cair-cair menggunakan kloroform
sebanyak 200 mL, didiamkan hingga terbentuk lapisan. Kemudian, diambil
ekstrak kloroformnya dan dipekatkan kembali menggunakan rotary evaporator.
Hasil ekstraksi dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil ekstraksi cair-cair ekstrak etanol Merremia vitifolia Sampel
(gram)
Maserat (mL) Filtrat
(mL)
Ekstrak kental
(gram) Etanol 96% Aquades Kloroform
42,6 100 43,2 200 275 22,7
(Sumber: Data hasil penelitian, 2020)
32
Tabel 7. Hasil rendemen dari ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia Sampel Berat Awal (Gram) Hasil ekstrak (Gram) Rendemen Ekstrak (%)
EKMV 500 22,7 4,54
(Sumber: Data hasil penelitian, 2020)
3. Analisis Kadar Flavonoid Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis
Panjang gelombang maksimum (λmax) ditentukan dengan mengukur nilai
absorbansi dari larutan standar kuersetin konsentrasi 1 ppm pada panjang
gelombang antara 380-560 nm. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh
dari hubungan panjang gelombang dan absorbansi dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 9. Grafik panjang gelombang maksimum (λmax) kuersetin
Nilai absorbansi larutan standar kuersetin dari konsentrasi 1 ppm, 5 ppm,
10 ppm, 15 ppm dan 20 ppm yang diperoleh dari pengukuran pada panjang
gelombang 380 nm dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Hasil pengukuran absoransi larutan standar kuersetin Konsentrasi (ppm) Nilai Absorbansi (A)
1
5
10
15
20
0,137
0,159
0,198
0,218
0,221
(Sumber: Data hasil penelitian, 2020)
Berdasarkan dari data nilai absorbansi tersebut, kemudian dibuat kurva
kalibrasi larutan standar kuersetin yang dapat dilihat pada gambar 10.
380
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
380 430 480 530 580
Ab
sorb
an
si (
A)
Panjang Gelombang (Nm)
Lamda Max
33
Gambar 10. Kurva kalibrasi larutan standar kuersetin
Hasil pengukuran absorbansi dan jumlah kadar flavonoid ekstrak
kloroform daun Merremia vitifolia pada panjang gelombang 380 nm dengan 3 kali
pengulangan dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Hasil pengukuran absorbansi dan jumlah kadar flavonoid ekstrak
kloroform daun Merremia vitifolia
Sampel
(gram)
Nilai absorbansi
(y)
konsentrasi
flavonoid
(mg/L)
Kadar flavonoid
(%)
Rata-rata kadar
flavonoid (%)
0,050
0,679 135,25 0,013525
0,01375 0,702 141 0,0141
0,683 136,25 0,013625
(Sumber: Data hasil penelitian, 2020)
4. Analisis Spektrum Inframerah (FTIR)
Identifikasi gugus fungsi dari ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer FTIR dengan metode KBr.
Hasil analisis spektrum inframerah menunjukkan adanya serapan bilangan
gelombang yang mengindikasikan adanya gugus fungsi seperti yang ditunjukkan
pada tabel 10.
y = 0.0047x + 0.1386
R² = 0.9245
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0 10 20 30
Ab
sorb
ansi
(A
)
Konsentrasi (ppm)
Kurva Kalibrasi Kuersetin
absorbansi
Linear (absorbansi)
34
Tabel 10. Hasil analisis spektrum Inframerah
No. Bilangan
gelombang Bentuk pita Intensitas Gugus fungsi
1. 3414 Melebar Lemah O-H
2. 3010,88 Tajam Kuat C-H aromatik
3. 2926,01; 2854,65 Tajam Sedang C-H alifatik
4. 1712,79 Melebar Sedang C=O
5. 1641,42 Melebar Sedang C=C aromatik
6. 1458,18 Tajam Kuat CH2
7. 1379,1 Tajam Kuat CH3
8. 1265,3 Melebar Kuat C-O-C
9. 1076,28; 1047,35 Melebar Sedang C-O alkohol
10. 821,68 Tajam Kuat C-H aromatik
4.2 Pembahasan
1. Ekstraksi Sampel
Pada penelitian ini Daun Merremia vitifolia yang digunakan terlebih
dahulu dicuci bersih agar bebas dari kotoran yang mungkin terikut. Lalu dikering
anginkan selama 3 minggu pada suhu kamar 25-30°C tanpa terkena sinar matahari
dengan tujuan untuk mengurangi kadar air yang ada pada sampel tanpa merusak
struktur senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. Senyawa flavonoid
merupakan salah satu senyawa aktif yang mungkin terkandung dalam sampel
tersebut. Menurut Luliana dkk (2016) bahwa semakin tinggi suhu dan lama
pengeringan yang digunakan dapat menyebabkan aktivitas antioksidan semakin
menurun, hal ini disebabkan karena rusaknya senyawa aktif yang terkandung
dalam suatu bahan dan salah satu senyawa aktif yang mempengaruhi aktivitas
antioksidan adalah flavonoid. Proses pengeringan untuk mengurangi kadar air
pada sampel bertujuan agar sampel dapat disimpan dalam waktu yang lama dan
menghentikan enzimatis yang dapat menurunkan mutu simplisia seperti terjadinya
penjamuran. Setelah diperoleh simplisia kering, dengan ciri-ciri yaitu daun
berwana hijau tua atau kecoklatan, dan mudah di remas, maka selanjutnya
simplisia dihaluskan menggunakan blender untuk mendapatkan serbuk simplisia.
Tujuannya adalah agar ukuran partikelnya lebih kecil dan memperluas kontak
antara padatan dan pelarut pada proses ekstraksi, sehingga jumlah ekstrak yang
diperoleh optimum. Semakin halus serbuk simplisia, maka proses ektrasi akan
semakin efektif. Tetapi jika ukuran partikel simplisia terlalu kecil maka ekstrak
yang diperoleh akan mengandung banyak zat pengotor. Simplisia merupakan
35
bahan yang dikeringkan, tujuan sampel dijadikan simplisia adalah agar tahan lama
dalam penyimpanan (Lisnasari, 2016).
Ekstraksi pada penelitian ini menggunakan metode maserasi. Metode ini
dipilih karena dapat mengekstraksi senyawa aktif dengan baik melalui
perendaman tanpa pemanasan sehingga dapat menghindari kerusakan komponen
senyawa yang tidak tahan panas (Dean, 2010 dalam Hidayah 2016). Pada proses
perendaman ini, pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel yang
mengandung zat aktif, sehingga zat aktif yang terdapat dalam sel akan larut dalam
pelarut (Khoiriyah, 2014). Serbuk simplisia yang telah diperoleh kemudian
dimaserasi menggunakan pelarut etanol 96% selama 5 24 jam dan diremaserasi
selama 2 24 jam. Lama waktu maserasi akan mempengaruhi hasil ekstraksi,
menurut Koirewoa (2012), semakin lama waktu maserasi maka berat flavonoid
terekstrak semakin banyak, hal ini disebabkan karena waktu kontak antara bahan
dan pelarut menjadi bertambah lama sehingga kemampuan pelarut untuk
mengambil flavonoid dalam bahan semakin optimal pula.
Pelarut etanol 96% dipilih pada maserasi ini karena etanol 96% memiliki
sifat yang tidak beracun, tidak berwarna, mudah menguap dan bersifat polar
sehingga dapat mengekstrak komponen polar suatu bahan alam. Menurut
Sudarmadji (2003) dalam Lestiono dan Krisamurti (2020) menyatakan bahwa
etanol dapat mengekstrak senyawa aktif lebih banyak dibandingkan jenis pelarut
organik lainnya, karena etanol dapat melarutkan senyawa baik polar maupun non
polar akibat adanya gugus -OH yang terdapat dalam etanol sehingga dapat
melarutkan molekul polar dan ion-ion dan gugus alkilnya CH3CH2- dapat
mengikat senyawa non polar (Aziz dkk, 2009). Etanol memiliki titik didih yang
rendah yaitu 79 sehingga memerlukan panas yang lebih sedikit untuk proses
pemekatan.
Hasil maserasi sampel daun Merremia vitifolia dengan menggunakan
pelarut etanol 96% diperoleh sebanyak 1.400 mL. Ekstrak etanol Merremia
vitifolia selanjutnya dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 60
karena pada suhu ini ekstrak tidak mudah rusak dan pelarut etanol 96% sudah
dapat menguap (Beda, 2018). Evaporasi bertujuan untuk memisahkan zat pelarut
dari ekstraknya sehingga akan diperoleh ekstrak pekat. Selanjutnya ekstrak etanol
36
yang telah dipekatkan di panaskan kembali menggunakan waterbath pada suhu
50-70 agar sisa pelarut yang tertinggal pada ekstrak dapat menguap seluruhnya.
Ekstrak etanol pekat yang diperoleh adalah 42,6 gram.
Hasil ekstrak etanolik daun Merremia vitifolia ditambahkan 100 mL etanol
96% dan aquades 43,2 mL. Etanol 96% digunakan untuk melarutkan kembali
ekstrak etanol kental dan penambahan air bertujuan untuk meningkatkan
kepolaran dari etanol 96%. Selanjutnya, ekstrak difraksinasi cair-cair
menggunakan kloroform sebanyak 200 mL, lalu didiamkan hingga terbentuk
lapisan. Kemudian, diambil ekstrak kloroformnya. Prinsip dari metode fraksinasi
yaitu proses penarikan senyawa dari suatu ekstrak menggunakan dua macam
pelarut yang tidak saling tercampur (Cahyani, 2018).
Pada penelitian ini dilakukan proses fraksinasi cair-cair karena pada
ekstrak etanol daun Merremia vitifolia terdapat campuran dari berbagai senyawa
sehingga perlu dilakukan fraksinasi cair-cair untuk memperoleh senyawa
flavonoid. Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan pelarut kloroform karena
kloroform bersifat semi polar dan berdasarkan penelitian Ariandi (2019) bahwa
senyawa flavonoid pada ekstrak etanol daun Merremia vitifolia larut dengan baik
dalam kloroform. Menurut Pratiwi dkk (2010) yaitu flavonoid akan cenderung
larut dalam ekstrak polar dan semi polar sesuai dengan prinsip like dissolve like.
Kloroform dapat larut dalam etanol, sehingga jika ekstrak etanol ditambahkan
kloroform maka keduanya akan bercampur dan sulit untuk memisahkannya. Oleh
karena itu, adanya penambahan air akan meningkatkan kepolaran etanol 96%,
sehingga etanol akan lebih larut dalam air (Sa’adah dan Nurhasnawati, 2015).
Sedangkan kloroform tidak dapat larut dalam air, sehingga campuran tersebut
akan terpisah dan membentuk dua lapisan. Senyawa aktif yang larut pada pelarut
polar akan terlarut pada etanol dan air sedangkan senyawa yang larut dalam
pelarut semi polar akan terlarut dalam kloroform (Pranata, 2013).
Pada proses fraksinasi terbentuk dua lapisan yang tidak saling bercampur
(lapisan atas dan lapisan bawah), lapisan atas merupakan fase etanol bercampur
air sedangkan lapisan bawah merupakan fase kloroform. Hal ini terjadi karena
berat jenis etanol (0.7893 g/mL) dan air (1 g/mL) lebih kecil dibandingkan berat
jenis kloroform (1,489 g/mL) (Utami, 2014). Ekstrak kloroform yang diperoleh
37
yaitu 275 mL dan ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 22,7 gram. Sehingga
hasil rendemen dari ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia adalah 4,54%.
Rendemen dari suatu ekstrak merupakan hasil dari perbandingan berat akhir (berat
ekstrak yang diperoleh) dengan berat awal (berat simplisia yang digunakan) dikali
100%. Tujuan penentuan rendemen ini adalah untuk mengetahui kadar senyawa
metabolit sekunder yang terbawa oleh pelarut namun tidak dapat menentukan
jenis senyawa yang terbawa oleh pelarut (Ahmad dkk, 2017).
2. Kadar Senyawa Flavonoid Dalam Ekstrak Kloroform Merremia vitifolia
Penentuan kadar flavonoid dari ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia
dilakukan dengan menggunakan metode kompleks kolorimetri AlCl3 yang
mempunyai prinsip pengukuran berdasarankan adanya pembentukan warna yang
diakibatkan dari terbentuknya suatu kompleks antara AlCl3 dengan gugus keto
pada atom C-4, juga dengan gugus hidroksi pada atom C-3 atau C4 yang
berdekatan dari flavon dan flavonol. Pada penelitian ini digunakan kuersetin
sebagai larutan standar karena kuersetin adalah suatu flavonoid golongan
flavonol, dengan cirri-ciri memiliki gugus keto pada C-4 dan memiliki gugus
hidroksi pada atom C-3 atau C-5 yang berdekatan dari flavon dan flavonol
(Salamah dan Azizah, 2013). Adanya penambahan NaNO2 dan NaOH bertujuan
untuk membentuk kompleks sistem NaNO2-AlCl3-NaOH yang menunjukkan
warna khusus yang didasarkan pada keadaan basa membentuk kompleks (Zhu et
al, 2010). Reaksi flavonoid terhadap pereaksi ditunjukkan pada gambar 11, 12 dan
13.
Gambar 11. Reaksi pembentukkan kompleks AlCl3 dengan flavonol
38
Gambar 12. Reaksi pembentukkan kompleks AlCl3 dengan flavon
Gambar 13. Reaksi pembentukan warna
Suber: Kartikasari, 2015.
Menurut Kartikasari (2015), bahwa gugus catechol pada cincin B dari
senyawa flavonoid akan dioksidasi oleh natrium nitrit (NaNO2) menjadi keton
sehingga akan menghasilkan warna kuning. Ketika keton terbentuk maka
kepekatan warna kuning pada larutan akan meningkat, sedangkan natrium nitrit
sendiri akan tereduksi menjadi asam nitrit. Adanya gugus keton ini yang
kemudian akan membentuk kompleks dengan kation (Al3+
) yang berasal dari
AlCl3, dilanjutkan dengan nitrolisasi oleh asam nitrit. Selanjutnya senyawa
tersebut direduksi oleh natrium hidroksida yang kemudian menjadi struktur quino.
Penentuan kadar flavonoid diawali dengan pembuatan kurva standar dari
larutan standar kuersetin, digunakan beberapa deret konsentrasi untuk membuat
kurva standar tersebut sehingga akan diperoleh persamaan linear yang dapat
39
digunakan untuk menghitung persen kadar (Aminah dkk, 2017). Pada penelitian
ini deret konsentrasi yang digunakan adalah 1, 5, 10, 15, dan 20. Absorbansi
larutan standar kemudian diukur pada panjang gelombang maksimum.
Pengukuran serapan panjang gelombang maksimum yang dilakukan running dari
panjang gelombang 380-560 nm, dan diperoleh panjang gelombang maksimum
adalah 380 nm.
Kurva standar diperoleh dari hubungan antara konsentrasi kuersetin (ppm)
dengan absorbansi, sehingga diperoleh persamaan regresi linear yaitu y = 0,004x+
0,138 dengan nilai koefisien korelasi (R2) yang mendekati 1 sehingga
menunjukkan bahwa persamaan regresi tersebut linear, nilai R2 yaitu 0,924 dan
nilai r adalah 0,961. Persamaan linear yang telah memenuhi nilai slope (b),
intersep (a) dan absorbansi tersebut dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi senyawa flavonoid pada sampel. Pengujian kadar flavonoid pada
sampel dilakukan secara berulang sebanyak 3 kali dan diambil nilai rata-rata kadar
flavonoid agar data yang diperoleh akurat. Penggunaan spektrofotometri UV-Vis
untuk analisis kuantitatif selalu menggunakan larutan blanko sebagai kontrol yang
berfungsi untuk memblank (mengkali nol-kan) senyawa yang tidak perlu
dianalisis (Basset (1994) dalam Aminah dkk, (2017)).
Berdasarkan hasil penelitian, kadar senyawa flavonoid yang diperoleh dari
ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia adalah 0,01375%. Menurut Hanifa dkk
(2015), bahwa senyawa-senyawa bioaktif yang terkandung di dalam fraksi lebih
murni dibandingkan dalam bentuk ekstraknya sehingga kadar senyawa flavonoid
yang terdapat dalam fraksi akan lebih besar dibanding pada ekstraknya. Namun
kadar flavonoid yang diperoleh dari fraksi kloroform daun Merremia vitifolia
lebih rendah dibanding dengan nilai kadar flavonoid dari ekstrak etanol daun
Merremia vitifolia yaitu 0,01634%. Hal ini dapat terjadi karena adanya berbagai
faktor, diantaranya yaitu proses maserasi yang terlalu lama dapat menurunkan
bobot flavonoid yang terekstrak. Menurut penelitian Yulianingtyas dan
Kusmartono (2016) bahwa waktu optimum maserasi adalah 48 jam, waktu
maserasi di atas 48 jam tidak lagi efektif untuk meningkatkan bobot flavonoid
yang terekstrak namun justru berat flavonoid terekstrak cenderung menurun.
Faktor lain yaitu adanya pemanasan yang dapat berpengaruh terhadap kandungan
40
senyawa bioaktif. Menurut Puspitasari (2018), bahwa senyawa flavonoid dapat
rusak pada suhu di atas 50 , sedangkan pada penelitian ini proses evaporasi
berlangsung pada suhu konstan 60 sehingga adanya kemungkinan senyawa
flavonoid dari ekstrak yang rusak pada proses evaporasi. Selain itu, yaitu adanya
kemungkinan sebagian besar senyawa flavonoid terlarut dalam pelarut etanol pada
proses fraksinasi.
Flavonoid adalah senyawa kimia yang berpotensi sebagai antioksidan yang
dapat menangkal radikal bebas pemicu timbulnya penyakit degeneratif yang dapat
merusak sistem imunitas tubuh, oksidasi lipid dan protein (Rais, 2015). Flavonoid
dengan gugus hidroksi bebas mempunyai aktivitas penangkap radikal bebas dan
jika terdapat lebih dari satu gugus hidroksi terutama pada cincin B maka dapat
meningkatkan aktivitas antioksidan (Sunarni dkk, 2007). Oleh karena itu,
tingginya kadar flavonoid dalam suatu bahan alam dapat mempengaruhi aktivitas
antioksidan.
3. Analisis Spektrum Inframerah (FTIR)
Identifikasi gugus fungsi senyawa flavonoid dilakukan menggunakan
spektrofotometer FTIR karena kualitas spektrum inframerah yang baik, dapat
meminimalkan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan data, dan dapat
mengidentifikasi secara kualitatif jenis ikatan tertentu yang terdapat dalam
sampel. Menurut Dompepein (2017) biasanya spektrum FTIR tercatat di antara
inframerah (4000 cm-1
sampai 400 cm-1
), dan resolusi dari 4 cm-1
dalam mode
absorbansi untuk 8 sampai 128 pemindaian pada suhu kamar. Sebelum dilakukan
uji FTIR sampel terlebih dahulu dikeringkan kemudian digiling bersama bubuk
KBr, perbandingan sampel dan KBr yang sering digunakan adalah 1:5, kemudian
campuran tersebut ditekan untuk membentuk cakram (pellet) yang selanjutnya di
uji dengan FTIR. Hasil analisis dan interpretasi spektrum IR dapat dilihat pada
gambar 14 dan tabel 11.
41
Gambar 14. Spektrum inframerah ekstrak kloroform Merremia vitifolia
Tabel 11. Interpretasi spektrum inframerah
No
Bilangan gelombang (cmˉ1
)
Intensitas Kemungkinan gugus
fungsi Isolat Sukadana
(2010)
1. 3414 3000-3500 Lemah Uluran O-H
2. 3010,88 - Kuat Uluran C-H aromatik
3. 2926,01; 2854,65 2800-2950 Sedang Uluran C-H alifatik
4. 1712 1725-1700 Sedang Uluran C=O
5. 1641,42 1400-1650 Sedang Uluran C=C aromatik
6. 1458,18 - Kuat CH2
7. 1379,1 - Kuat CH3
8. 1265,3 - Kuat C-O-C
9. 1076,28; 1047,35 1100-990 Sedang Uluran C-O alkohol
10. 821,68 1000-650 Kuat Uluran C-H aromatik
Spektrum IR dari ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia memberikan
serapan pada bilangan gelombang 3414 cm-1
dengan pita agak lebar dan intensitas
lemah yang diidentifikasi sebagai vibrasi ulur gugus hidroksil (O-H). Gugus
hidroksil tersebut merupakan regangan dari –OH terikat atau dapat berikatan
dengan hidrogen. Dugaan ini diperkuat dengan adanya vibrasi tekuk C-O-C pada
bilangan gelombang 1265,3 cm-1
dan 1165 cm-1
serta adanya vibrasi tekuk C-OH
pada bilangan gelombang 1076,28 cm-1
dan 1047,35 cm-1
. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Nuari et al, (2019) bahwa pada bilangan gelombang 1284,59 cm-1
dan
1157,29 cm-1
menunjukkan adanya uluran gugus C-O-C, begitupun dengan
O-H
C-H alifatik
C-H aromatik
C=O
C=C aromatik
CH3
C-O-C
C-O alkohol
C-H aromatik
CH2
42
penelitian Pitriyani dkk (2017) bilangan gelombang yang ditunjukkan untuk
gugus C-O-C adalah pada daerah 1114.
Pita serapan tajam pada bilangan gelombang 3010 cm-1
dengan intensitas
kuat diidenfisikasi sebagai vibrasi ulur C-H aromatik. Menurut Ekawati dkk,
(2017) bahwa serapan pada bilangan gelombang 3000-3100 cm-1
mengindikasikan
adanya gugus C-H aromatik. Dugaan ini diperkuat dengan adanya serapan C=C
aromatik pada bilangan gelombang 1641,42 cm-1
dan serapan kuat dari tekuk C-H
aromatik pada bilangan gelombang 821,68 cm-1
.
Serapan tajam pada daerah 2926,01 cm-1
dan 2854,65 cm-1
dengan intensitas
kuat diidentifikasi sebagai vibrasi ulur C-H alifatik. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Ningrum dkk (2017), bahwa pada isolat flavonoid yang diidentifikasi
terdapat pita serapan pada daerah 2926,95 dan 2858,88 cm-1
yang menunjukkan
keberadaan C-H alifatik. Menurut Nurrahmaniah dkk (2014) bahwa adanya
serapan pada daerah tersebut menunjukkan jika isolat mengandung gugus metil
dan metilen alifatik. Keberadaan gugus metil dan metilen diperkuat oleh adanya
vibrasi tekuk CH3 pada daerah 1379,1 cm-1
dan CH2 pada daerah 1458,18 cm-1
dengan pita serapan tajam dan intensitas kuat. Hal ini sesuai dengan penelitian
Dharmawati dkk (2015), bahwa adanya serapan pada daerah bilangan gelombang
1300-1475 cm-1
menunjukkan adanya gugus C-H alifatik.
Gugus fungsi yang mengindikasikan adanya senyawa flavonoid pada
ekstrak kloroform daun Merremia vitiifolia adalah gugus fungsi O-H, C-H
aromatik, C-H alifatik, C=O, C=C aromatik, C-O-C, dan C-O alkohol. Pada
spektrum IR ekstrak kloroform daun Merremia vitiifolia masih terdapat banyak
pita serapan lainnya yang muncul. Adanya pita serapan yang muncul pada
bilangan gelombang lainnya menunjukkan bahwa masih terdapat senyawa lain
pada ekstrak kloroform daun Merremia vitiifolia.
Hasil spektrum IR pada ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia ini
sedikit berbeda dengan spektrum IR pada ekstrak etanol daun Merremia vitifolia.
Spektrum IR ekstrak etanol dapat dilihat pada gambar 15.
43
Gambar 15. Spektrum IR ekstrak etanol daun Merremia vitifolia
Sumber: Ariandi (2019)
Perbandingan bilangan gelombang dan gugus fungsi pada ekstrak etanol
dengan ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Perbandingan bilangan gelombang dan gugus fungsi ekstrak etanol
dengan ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia Bilangan gelombang ekstrak
etanol Merremia vitifolia
(cm-1
)
Bilangan gelombang ekstrak
kloroform Merremia vitifolia
(cm-1
)
Kemungkinan gugus
fungsi
3446 3414 Uluran O-H
3410 - Uluran N-H
- 3010 C-H aromatic
2929 2926,01; 2854,65 C-H alifatik
2358 2360,87 Uluran O-H
1743 1712,79 Uluran C=O
1641 1641,42 Uluran C=C aromatic
1456 1458,18 CH2
1398 1379,1 CH3
- 1265,3 C-O-C
1047 1076,28; 1047,35 Uluran C-O alcohol
669 821,68 C-H aromatic
Berdasarkan pada tabel 12 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa
perbedaan bilangan gelombang yang mengindikasikan kemungkinan gugus fungsi
pada ekstrak etanol dan kloroform daun Merremia vitifolia. Pada ekstrak etanol
daun Merremia vitifolia terdapat pita serapan pada daerah 3410 cm-1
yang
44
diidentifikasi sebagai uluran N-H yang diduga adalah gugus fungsi yang
mengindikasikan senyawa alkaloid (Ariandi, 2019). Namun, pita serapan ini tidak
muncul pada ekstrak kloroform, hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan tidak
adanya senyawa alkaloid pada ekstrak kloroform. Kemudian pada ekstrak
kloroform terdapat pita serapan pada bilangan gelombang 3010 cm-1
yang
diidentifikasi sebagai gugus fungsi C-H aromatik dan bilangan gelombang 1265,3
cm-1
yang diidentifikasi sebagai gugus fungsi C-O-C. Kedua gugus fungsi inii
mengindikasikan senyawa flavonoid. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
senyawa yang terekstrak pada ekstrak kloroform adalah flavonoid.
45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Kadar senyawa flavonoid yang diperoleh dari ekstrak kloroform daun
Merremia vitifolia dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis adalah
0,01375%.
2. Pada analisis spektrum FTIR, gugus fungsi yang mengindikasikan adanya
senyawa flavonoid dari ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia adalah
O-H, C-H aromatik, C-H alifatik, C=O, C=C aromatik, C-O-C, dan C-O
alkohol.
5.2 Saran
Setelah dilakukan penelitian tentang analisis kadar dan identifikasi gugus
fungsi senyawa flavonoid dari ekstrak kloroform daun Akar Bulu (Merremia
vitifolia), maka disarankan untuk melakukan pemurnian sampel kembali dengan
cara kromatografi kolom agar diperoleh senyawa murni dan diidentifikasi lebih
lanjut mengenai jenis flavonoid yang terkandung menggunakan spektrofotometri
UV-Vis, FTIR dan NMR.
46
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, R. 2018. Spekrofotometer Cahaya Tampak Sederhana Untuk Menentukan
Panjang Gelombang Serapan Maksimum Larutan Fe(SCN)3 Dan CuSO4.
Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Negeri Yogyakarta.
Agustina, Widi. 2011. Flavonoid. https://widiastuti.staff.uns.ac.id › 2011/06/20 ›
flavonoid. Diakses pada 25 Oktober 2019
Ahmad, A. R., Juwita, J., Ratulangi, S. A. D., & Malik, A. 2017. Penetapan
kadar fenolik dan flavonoid total ekstrak metanol buah dan daun patikala
(Etlingera elatior (Jack) RM SM). Pharmaceutical Sciences And
Research (Psr), 2(1), 1-10.
Aminah, A., Tomayahu, N., & Abidin, Z. 2017. Penetapan kadar flavonoid total
ekstrak etanol kulit buah alpukat (Persea Americana Mill.) dengan metode
spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 4(2), 226-230.
Amonette, J. E., & Joseph, S. 2012. Characteristics of biochar: microchemical
properties. In Biochar for environmental management (pp. 65-84).
Routledge.
Anam, C., Firdausi, K. S., & Sirojudin, S. 2007. Analisis gugus fungsi pada
sampel uji, bensin dan spiritus menggunakan metode spektroskopi
FTIR. Berkala Fisika, 10(1), 79-85.
Anggitha, I. 2012. Perform Fokulasi Bioflokulan DYT pada Beragam Keasaman
dan Kekuatan Ion Terhadap Turbiditas Larutan Kaolin. Universitas
Pendidikan Indonesia, Jakarta.
Aniq, L. 2014. Telaah Fitokimia Daun Bidara Upas (Merremia Mammosa (Lour.)
Hallier F.) (Doctoral dissertation, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam).
Ariandi. 2019. Karakterisasi Senyawa Flavonoid Dari Ekstrak Etanol Daun
Bilajang Bulu (Merremia vitifolia) Menggunakan Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) Dan Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR).
Skripsi. Fakultas Sains. Universitas Cokroaminoto Palopo.
Arifin, B., & Ibrahim, S. 2018. Struktur, Bioaktivitas Dan Antioksidan
Flavonoid. Jurnal Zarah, 6(1), 21-29.
Aziz, T., KN, R. C., & Fresca, A. 2009. Pengaruh pelarut heksana dan etanol,
volume pelarut, dan waktu ekstraksi terhadap hasil ekstraksi minyak
kopi. Jurnal Teknik Kimia, 16(1).
47
Azizah, D. N., Kumolowati, E., & Faramayuda, F. 2014. Penetapan Kadar
Flavonoid Metode AlCl3 Pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao
(Theobroma cacao L.). Kartika: Jurnal Ilmiah Farmasi, 2(2), 33-37.Beda,
S. 2014. Analisis Kadar Senyawa Flavonoid pada Biji Kakao (Theobroma
cacao). Skripsi. Fakultas Sains. Universitas Cokroaminoto Palopo.
BAPPENAS, I. 2018. Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP)
2015-2020.
Basset, J., R. C. Denney, G.H Jeffrey, J. Mendhom., 1994. Buku Ajar Vogel Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik, Jakarta : EGC.
Beda, O. T. 2018. Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Etanol Daun Sisik
Naga (Drymoglossum Piloselloides [L.] Presl) Dengan Metode
Kolorimetri ALCL3 (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).
Beda, S. 2014. Analisis Kadar Senyawa Flavonoid pada Biji Kakao (Theobroma
cacao). Skripsi. Fakultas Sains. Universitas Cokroaminoto Palopo.
Brodowska, K. M. 2017. Natural flavonoids: classification, potential role, and
application of flavonoid analogues. European Journal of Biological
Research, 7(2), 108-123.
Buana J Ika. 2018. Senyawa Flavonoid Di Dalam Tumbuhan.
https://docplayer.info/159136162-Senyawa-flavonoid-di-dalam-
tumbuhan-ika-buana-j-m-sc-apt.html. Diakses pada 2 November 2019.
Budiarti, A., Ulfah, M., & Oktania, F. A. 2014. Aktivitas Antioksidan Fraksi
Kloroform Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) dan
Identifikasi kandungan Senyawa Kimianya. Prosiding SNST Fakultas
Teknik, 1(1).
Cahyani, L. D. 2018. Fraksinasi Senyawa Antituberkulosis dari Ekstrak Larut n-
Heksan Daun Jati Merah (Tectona grandis LF) (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar). Cahyani, L. D.
(2018). Fraksinasi Senyawa Antituberkulosis dari Ekstrak Larut n-Heksan
Daun Jati Merah (Tectona grandis LF) (Doctoral dissertation, Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar).
Cahyanta, Agung Nur. 2016. "Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Daun
Pare Metode Kompleks Kolorimetridengan Pengukuran Absorbansi
Secara Spektrofotometri." Parapemikir: Jurnal Ilmiah Farmasi 5.1.
Dachriyanus, D. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.
Darmawati, A. A. S. K., Bawa, I. G. A. G., & Suirta, I. W. (2015). Isolasi dan
Identifikasi Senyawa Golongan Flavonoid pada Daun Nangka
48
(Artocarpus heterophyllus Lmk) dan Aktivitas Antibakteri terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal Kimia (Journal of Chemistry).
Day, R.A. & Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi 6
(diterjemahkan oleh Dr. Ir. Iis Sopyan, M. Eng.) Jakarta: Erlangga.
Dean, J. R. (2010). Extraction techniques in analytical sciences (Vol. 34). John
Wiley & Sons.
Debella, A., Haslinger, E., Schmid, M. G., Bucar, F., Michl, G., Abebe, D., &
Kunert, O. 2000. Triterpenoid saponins and sapogenin lactones from
Albizia gummifera. Phytochemistry, 53(8), 885-892.
Dompeipen, E. J. (2017). Isolasi dan identifikasi kitin dan kitosan dari kulit udang
Windu (Penaeus monodon) dengan spektroskopi inframerah. Majalah
Biam, 13(1), 31-41.
Donnelly, D. M., & Sheridan, M. H. 1988. Neoflavonoids. In The Flavonoids (pp.
211-232). Springer, Boston, MA.
Ekawati, M. A., Suirta, I. W., & Santi, S. R. 2017. Isolasi dan Identifikasi
Senyawa Flavonoid pada Daun Sembukan (Paederia foetida L) serta Uji
Aktivitasnya Sebagai Antioksidan. Jurnal Kimia (Journal of Chemistry).
Grotewold, E. (Ed.). 2006. The science of flavonoids (pp. 239-267). New York:
Springer.
Hanifa, R. A. 2015. Uji Aktivitas Antioksidan Serta Penetapan Kadar Flavonoid
Total Dari Ekstrak Dan Fraksi Daun Paitan (Tithonia Diversifolia
(Hemsley) A. Gray).
Hasan, R., Yuniarti, A., & Kasmiruddin, K. 2018. Keanekaragaman Liana di
Hutan Pendidikan Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Kabupaten
Bengkulu Tengah. JURNAL SAINS TEKNOLOGI & LINGKUNGAN, 4(1).
Hasanah, E. 2019. Analisis Kadar Senyawa Flavonoid Dari Ekstrak Etanol Daun
Bilajang Bulu (Merremia vitifolia) Dan Uji Aktivitas Terhadap Bakteri
Staphylococcus auerus. Skripsi.Fakultas Sains. Universitas Cokroaminoto
Palopo.
Heliawati, L. 2018. Kandungan Kimia Dan Bioaktivitas Tanaman Kecapi. Bogor:
PPS UNPAK Press.
Hidayah, N., Hisan, A. K., Solikin, A., Irawati, I., & Mustikaningtyas, D. 2018.
Uji Efektivitas Ekstrak Sargassum Muticum Sebagai Alternatif Obat Bisul
Akibat Aktivitas Staphylococcus aureus. Journal of Creativity
Student, 1(2).
49
Hummel, C. S., Lu, C., Liu, J., Ghezzi, C., Hirayama, B. A., Loo, D. D., ... &
Wright, E. M. (2011). Structural selectivity of human SGLT
inhibitors. American Journal of Physiology-Cell Physiology, 302(2),
C373-C382.
Karuniawati, H., Iravati, S., & Indrayudha, P. 2009. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Kloroform Dan Metanol Daun Legundi (Vitex trifoli Linn.) Terhadap
Mycobacterium Tuberculosis H37rv Dan Profil Kromatografi Lapis
Tipisnya. Pharmacon, Vol.10, No. 1. (13-16).
Kharimah, N. Z., Lukmayani, Y., & Syafnir, L. (2016). Identifikasi senyawa
flavonoid pada ekstrak dan fraksi daun Afrika (Vernonia amygdalina
Del.). Prosiding Farmasi, 2(2), 703-709.
Khoiriyah, S. 2014. Uji Fitokimia Dan Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat,
Kloroform Dan Petroleum Eter Ekstrak Metanol Alga Coklat Sargassum
vulgare dari Pantai Kapong Pamekasan Madura (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Koirewoa, Y. A., Fatimawali, F., & Wiyono, W. 2012. Isolasi dan identifikasi
senyawa flavonoid dalam daun beluntas (Pluchea indica
L.). Pharmacon, 1(1).
Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil propanoida dan alkaloida.
Lestiono, L., & Kresnamurti, A. 2020. Aktivitas Analgesik Ekstrak Etanol Bulu
Babi (Echinometra mathaei) Pada Mencit Putih Jantan. Journal of Herbal,
Clinical and Pharmaceutical Science (HERCLIPS), 1(02), 7-12.
Lisnasari, R. 2016. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Ciplukan
(Physalis angulata L), Daun Takokak (Solanum Torvum swartz) dan
Daun Tomat (Solanum Lycopersicum L) Menggunakan Metode DPPH.
Laporan Tugas Akhir (D III). Faultas MIPA Universitas Negeri Semarang.
Luliana, S., Riza, H., & Iswahyudi, I. 2016. Pengaruh Metode Pengeringan
terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Physalis angulata L.
Effect of Drying Method on Antioxidant Activity of Ethanol Extract of
Physalis angulata L. Leaves.
Madaun, L. 2006. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder dari
Tanaman Keladi Tikus (Typonium flagelliforme L.). Skripsi.
Universitas Hasanuddin Makassar.
Mariana, L., & Mariana, L. 2013. Analisis senyawa flavonoid hasil fraksinasi
ekstrak diklorometana daun keluwih (Artocarpus camansi) (Doctoral
dissertation, Universitas Mataram).
50
Markham, K. R. 1988. Cara mengidentifikasi flavonoid. Bandung: ITB, 1-3.
Mierziak, J., Kostyn, K., & Kulma, A. 2014. Flavonoids as important molecules
of plant interactions with the environment. Molecules, 19(10), 16240-
16265.
Mulja, M. dan Suharman, 1995. Analisis instrumental. Surabaya: Airlangga
University Press.
Murata, K. 1985. Formation of antioxidant and nutrient in tempe. In Asian
Symposium on Non-salted Soybean Fermentation, Tsukuba, Japan.
Nicolet, T. 2001. Introduction to FTIR Spectrometry. Thermo Nicolet Inc:
Madison, USA.
Noviyanto, F. Tjiptasurasa, Pri Iswati U. 2014. Ketoprofen, Penetapan Kadarnya
Dalam Sediaan Gel Dengan Metode Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel.
Pharmachy, Vol. 11, No. 01.
Nuari, F. A., Marliana, E., & Daniel, D. Isolation And Characterization Of
Flavonoid Compounds From Ethyl Acetate Fraction Of Macaranga hosei
Leaves. Jurnal Atomik, 4(1), 17-20, 2019.
Nugroho, D. W. 2013. Prarancangan Pabrik Kloroform Dari Aseton Dan Kaporit
Kapasitas 25.000 Ton/Tahun (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).
Nurrahmaniah, N., Side, S., & Dini, I. 2014. Identifikasi dan Uji Bioaktivitas
Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Kloroform Daun Tembelekan
(Lantana camara Linn). Chemica: Jurnal Ilmiah Kimia dan Pendidikan
Kimia, 15(1), 41-52.
Panche, A. N., Diwan, A. D., & Chandra, S. R. (2016). Flavonoids: an
overview. Journal of nutritional science, 5.
Parubak, A. S. (2013). Senyawa Flavonoid Yang Bersifat Antibakteri Dari Akway
(Drimys becariana. Gibbs). Chemistry Progress, 6(1).
Parwata, I Made Oka A. 2016. Flavonoid. Denpasar: Univertitas Udayana.
Pitriyana, A. W., & Susanti, R. 2017. Karakterisasi Senyawa Flavonoid Dari
Fraksi Etil Asetat Bunga Nusa Indah (Mussaenda erythrophylla) Dan
Aktivitas Sitotoksik Terhadap Sel Kanker Payudara T47D. Jurnal Kimia
Khatulistiwa, 6(2).
Pranata, R. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Kloroform Kulit Buah Naga
Merah (Hylocereus Lemairei Britton dan Rose) Menggunakan Metode
51
DPPH (1, 1-difenil-2-pikrilhidrazil). Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas
Kedokteran UNTAN, 1(1).
Pratiwi, P., Suzery, M., & Cahyono, B. 2010. Total Fenolat dan Flavonoid dari
Ekstrak dan Fraksi Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus B.) Jawa
Tengah serta Aktivitas Antioksidannya. JURNAL SAINS DAN
MATEMATIKA, 18(4), 140-148.
Puspitasari, D. 2018. Pengaruh Metode Perebusan Terhadap Uji Fitokimia Daun
Mangrove Excoecaria Agallocha. Jurnal Penelitian Pendidikan Sosial
Humaniora, 3(2), 424-428.
Putri, D. A., Sumpono, S., & Ginting, S. M. (2014). Pengaruh Metode Ekstraksi
Dan Konsentrasi Terhadap Aktivitas Jahe Merah (Zingiber officinale var
rubrum) Sebagai Antibakteri Escherichia coli (Doctoral dissertation,
Universitas Bengkulu).
Rais, I. R. 2015. Isolasi dan penentuan kadar flavonoid ekstrak etanolik herba
sambiloto (andrographis paniculata (burm. F.) Ness). Jurnal Fakultas
Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, 5(1), 101-106.
Sa'adah, H., & Nurhasnawati, H. 2017. Perbandingan Pelarut Etanol Dan Air Pada
Pembuatan Ekstrak Umbi Bawang Tiwai (Eleutherine americana Merr)
Menggunakan Metode Maserasi. Jurnal ilmiah manuntung, 1(2), 149-153.
Sabir, A. (a). 2003. Pemanfaatan flavonoid di bidang kedokteran gigi. Maj Ked
Gigi (Dent J) FKG Unair, 81-7.
Sabir, A. (b). 2005. Aktivitas antibakteri flavonoid propolis Trigona sp terhadap
bakteri Streptococcus mutans (in vitro)(In vitro antibacterial activity of
flavonoids Trigona sp propolis against Streptococcus mutans). Dental
Journal (Majalah Kedokteran Gigi), 38(3), 135-141.
Salamah, N., & Azizah, B. 2013. Standarisasi Parameter Non Spesifik Dan
Perbandingan Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol Dan Ekstrak Terpurifikasi
Rimpang Kunyit. Pharmaciana, 3(1), 21-30..
Samanta, A., Das, G., & Das, S. K. (2011). Roles of flavonoids in
plants. carbon, 100(6).
Sankari, G., Krishnamoorthy, E., Jayakumaran, S., Gunasekaran, S., Priya, V. V.,
Subramaniam, S., & Mohan, S. K. 2010. Analysis of serum
immunoglobulins using Fourier transform infrared spectral
measurements. Biology and Medicine, 2(3), 42-48.
52
Selawa, W., Runtuwene, M. R., & Citraningtyas, G. 2013. Kandungan flavonoid
dan kapasitas antioksidan total ekstrak etanol daun binahong [anredera
cordifolia (ten.) steenis.]. Pharmacon, 2(1).
Septyaningsih, D. (2010). Isolasi dan identifikasi komponen utama ekstrak biji
buah merah (pandanus conoideus lamk.).
Setyawati, Titiek. 2018. Ancaman jenis Asing Invasif Kaitanna Dengan
Perubahan Iklim. Jakarta: Badan Litbang dan Inovasi. Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sinata, N., dan Arifin, H. 2016. Antidiabetes Dari Fraksi Air Daun Karamuting
(Rhodomyrtus Tomentosa (Ait.) Hassk.) Terhadap Kadar Glukosa Darah
Mencit Diabetes. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. Vol. 3, No. 1.
Sir Ossiris, 2012. Senyawa Pada Tempe Faktor-2 (6, 7, 4’-trihidoksi Isoflavon).
https://lordbroken.wordpress.com/tag/isoflavon/. Diakses pada 2 November
2019.
Sjahid, L. R. 2008. Isolasi Dan Identifikasi Flavonoid Dari Daun Dewandaru
(Eugeniia unidlora L.). Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Sofiana, K. D., Elfiah, U., & Umayah, E. 2015. Pengaruh Ekstrak Umbi Bidara
Upas (Merremia Mammosa (Lour) Terhadap Penyembuhan Luka Tikus
Jantan Hiperglikemi.
Sudarmadji, S., Haryono dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
Sugiarto, A., & Tinton, D. P. 2008. Buku pintar tanaman obat. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Suhartati, T. (2017). Dasar-Dasar Spektrofotometri UV-Vis dan Spektrometri
Massa Untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandar Lampung:
AURA
Sukadana, I.M. 2010. Aktivitas Senyawa Flavonoid dari Kulit Akar Awar-awar. 4
(1):63-67.
Sukarti, S. 2016. Screening Fitokimia Ekstrak Polar Daun Tumbuhan Tali Gurita
(Family Cucurbitaceae) Yang Berpotensi Sebagai Antidiabetes. Journal of
Mathematics and Natural Sciences, 7(2), 9-15.Sumanta, A., Gourange Das,
Sanjoy Kumar D. 2011. Roles Of Flavonoid In Plants. Int J Pharma Sci
Tech. Vol-6, Issue-1.
53
Sukarti, S., Illing, I., Ariandi, A., Nurasia, N., Yunus, N. M., & Hamdani, U. Z.
2019. The Polarity Identification of Secondary Metabolite Compounds
from Ethanol Extracts of Akar Bulu (Merremia fitovilia) Leaf through Thin
Layer Chromatography (TLC) Analysis. ICONSS Proceeding Series, 78-
81.Suyono, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Edisi 3). Jakarta;
Pusat penerbit Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Sunarni, T., Pramono, S., & Asmah, R. 2007. Flavonoid antioksidan penangkap
radikal dari daun kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook f. &
Th.). Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 111-116.
Supratman, Unang. 2006. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Universitas
Padjajaran.
Suyono, S. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam (Edisi 3). Jakarta: Pusat penerbit
Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Taofik, M., Yuianti, E., Barizi, A., & Hayati, E. K. (2010). Isolasi dan Identifikasi
senyawa aktif ekstrak air daun Paitan (Thitonia diversifolia) sebagai bahan
insektisida botani untuk pengendalian hama tungau
Eriophyidae. Universitas Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Tasmin, N., & Kusuma, I. W. 2015. Isolasi, Identifikasi Dan Uji Toksisitas Senyawa
Flavonoid Fraksi Kloroform Dari Daun Terap (Artocarpus odoratissimus
blanco). Jurnal Kimia Mulawarman, 12(1).
Tetti, M. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa
Aktif. Jurnal Kesehatan, 7(2).
Tuscany diet. 2014. Flavonoid: Defimition, Structure And Classification.
https://www.tuscany-diet.net/tag/neoflavonoids/. Diakses pada 26
Oktober 2019.
Usman, H. 2012. Dasar-dasar Kimia Organik Bahan Alam. Makassar. Dua Satu
Press.
Utami, K. S. 2014. Uji aktivitas antibakteri Fraksi Etil Asetat, Kloroform,
Petroleum Eter, dan n-Heksana hasil Hidrolisis ekstrak Metanol
Mikroalga Chlorella sp (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim).
Virgianti, D. P. 2015. Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus
pyogenes Secara In Vitro. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada: Jurnal
Ilmu-ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan dan Farmasi, 13(1).
Wang, T. Y., Li, Q., & Bi, K. S. 2018. Bioactive flavonoids in medicinal plants:
Structure, activity and biological fate. Asian Journal of Pharmaceutical
54
Sciences, 13(1), 12-23. Washburn, W.N., 2009. Development of the Renal
Glucose Reabsorption Inhibitors: A New Mechanism for the
Pharmacotherapy of Diabetes Mellitus Type 2. J. Med. Chem. 52, 1785–
1794.
Washburn, W. N. (2009). Development of the renal glucose reabsorption
inhibitors: a new mechanism for the pharmacotherapy of diabetes mellitus
type 2. Journal of medicinal chemistry, 52(7), 1785-1794.
Widada, H., dan Pamungkas, A. D. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Dan
Fotoprotektif Fraksi Kloroform Ekstrak Etanolik Kulit Buah Naga Merah
(Hylocereus polyrhizus). Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Winarsi, H. (2005). Isoflavon Berbagai Sumber, Sifat dan Manfaatnya pada
Penyakit Degeneratif. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Winarni, W. (2007). Prarancangan Pabrik Kloroform dari Aseton dan Bleaching
powder Kapasitas 20.000 Ton/Tahun (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).
Yulianingtyas, A., & Kusmartono, B. 2016. Optimasi volume pelarut dan waktu
maserasi pengambilan flavonoid daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi
L.). Jurnal Teknik Kimia, 10(2), 61-67.
Zirconia, A., Kurniasih, N., & Amalia, V. (2015). Identifikasi Senyawa Flavonoid
dari Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia) dengan Metode Pereaksi
Geser. al-Kimiya, 2(1), 9-17.
Zhu, H., Wang, Y., Liu, Y., Xia, Y., & Tang, T. 2010. Analysis of flavonoids in
Portulaca oleracea L. by UV–vis spectrophotometry with comparative study
on different extraction technologies. Food Analytical Methods, 3(2), 90-97.
55
L
A
M
P
I
R
A
N
56
Lampiran 1. Perhitungan Kadar Flavonoid
a. Rendemen ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia
%Rendemen =
× 100%
=
× 100%
= 4,54%
b. Konsentrasi flavonoid dari ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia
1) Pengulangan ke-1
y = 0,004x + 0,138
0,679 = 0,004x + 0,138
0,004x = 0,679 - 0,138
0,004x = 0,541
x =
x = 135,25 mg/L
2) Pengulangan ke-2
y = 0,004x + 0,138
0,702 = 0,004x + 0,138
0,004x = 0,702 - 0,138
0,004x = 0,564
x =
x = 141 mg/L
3) Pengulangan ke-1
y = 0,004x + 0,138
0,685 = 0,004x + 0,138
0,004x = 0,685 - 0,138
0,004x = 0,547
x =
y = ax + b
57
x = 136,25 mg/L
b. Kadar flavonoid dari ekstrak kloroform daun Merremia vitifolia
1) Pengulangan ke-1
Flavonoid =
100%
F =
%
F = 0,013525%
2) Pengulangan ke-2
Flavonoid =
100%
F =
%
F = 0,0141%
3) Pengulangan ke-3
Flavonoid =
100%
F =
%
F = 0,013625%
4) Rata-rata kadar flavonoid
F =
F = 0,01375%
Flavonoid =
58
Lampiran 2. Diagram Kerja Uji Kadar Flavonoid Ekstrak Kloroform
Merremia vitifolia
a. Pembuatan larutan standar kuersetin
Bubuk Kuersetin
- Ditimbang 0,010 g
- Ditambahkan etanol 96% 100 mL
Larutan induk 100 ppm
- Dipipet masing-masing 0,25 mL (1 ppm), 1,25 mL
(5 ppm), 2,5 mL (10 ppm), 3,75 mL (15 ppm), dan
5 mL (20 ppm) ke dalam labu ukur 25 mL.
- Masing-masing konsentrasi diencerkan dengan
etanol 96% hingga tanda batas.
Penentuan λmaks kuersetin
(380-560 nm)
1 ppm 5 ppm 10 ppm 15 ppm 20 ppm
- Masing-masing konsentrasi larutan dipipet
sebanyak 0,5 mL ke dalam tabung reaksi.
- Ditambahkan dengan 2 mL aquades dan 0,15 mL
NaNO2 5% kemudian didiamkan selama 6 menit.
- ditambahkan 0,15 mL AlCl3 10% ke dalam larutan
kemudian didiamkan kembali selama 6 menit.
- Ditambahkan dengan 2 mL NaOH 4%
- diencerkan dengan aquades hingga volume 5 mL
dan didiamkan selama 15 menit.
Analisis data
(kurva kalibrasi)
59
b. Pembutan larutan sampel A (Ekstrak kloroform Merremia vitifolia)
Ekstrak kloroform Merremia
vitifolia 0,050 g
- Diencerkan dengan etanol 96% pada
labu ukur 50 mL sampai tanda batas
Larutan sampel A 50 mL
- Larutan dipipet sebanyak 0,5 mL
- Ditambahkan dengan 2 mL aquades dan 0,15 mL
NaNO2 5% kemudian didiamkan selama 6 menit.
- ditambahkan 0,15 mL AlCl3 10% ke dalam larutan
kemudian didiamkan kembali selama 6 menit.
- Ditambahkan dengan 2 mL NaOH 4%
- diencerkan dengan aquades hingga volume 5 mL dan
didiamkan selama 15 menit.
Larutan sampel A
5 mL
- Diukur absorbansinya pada λ max 380-560 nm
- Dikalibrasi
Nilai Absorbansi
- Dianalisis dengan persamaan regresi linear
Kadar flavonoid dari ekstrak
kloroform Merremia vitifolia
60
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
1. Dokumentasi preparasi sampel
Pengumpulan sampel Menimbang sampel Mencuci sampel
Proses pengering anginan
daun M. vitifolia
Proses pengeringan
sampel
Sampel kering siap
untuk dihaluskan
Proses menghaluskan
sampel
Proses menimbang
serbuk simplisia
Menimbang 500 g
simplisia
Serbuk simplisia
61
2. Dokumentasi ekstraksi sampel
Proses maserasi
sampel Proses penyaringan Maserasi selama
7 24 jam
Hasil maserasi Proses evaporasi
ekstrak etanol
Menimbang ekstrak
etanolik
Fraksinasi dengan
kloroform
Mengambil fraksi
kloroform
Evaporasi fraksi
kloroform
62
3. Dokumentasi analisis kadar flavonoid
Menimbang ekstrak
kloroform kental
Menimbang masing-
masing bahan
Proses pengenceran
masing-masing bahan
Larutan baku
kuersetin
Larutan kuersetin
berdasarkan deret
konsentrasi
Larutan AlCl3,
NaNO2, dan NaOH
Hasil pengenceran
ekstrak
Ekstrak kloroform
kental
63
4. Identifikasi gugus fungsi dengan FTIR
Proses pembuatan
larutan standar
Proses pengujian dengan
spektrofotometri UV-Vis
Pengeringan ekstrak
sampel
Ekstrak yang dicampur
dengan KBr
64
5. Hasil Pengujian FTIR
65
66
67
68
69
70
71
72
73