76
ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN FLIPPED CLASSROOM PADA MATERI LAJU REAKSI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Shoimatul Maemanah 11140162000024 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN

SIKAP SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

FLIPPED CLASSROOM PADA MATERI LAJU REAKSI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Shoimatul Maemanah

11140162000024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

Page 2: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

LEMBAR PENGESAHAI\ UJIAN MI]NAQASAH

Skripsi berjudul Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah dan Sikap Siswa

melalui Model Pembelajaran Flipped Classroom pada Materi Laju Reaksi

disusun oleh Shoimatul Maemanah, Nomor Induk Mahasiswa 11140162000024,

diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, IJIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan telah dinyatakan LULUS dalam Ujian Munaqasah pada tanggal l0

Juli 2019 dihaapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan 51 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Kimia.

Jakan,lo Juli 2019

Panitia Uj ian Munaqasah,Tanggal

Ketua Panitia

Burhanudin Milama M.PdNIP。 197702012008011011

Peng町11

Dedilwandio M.SiNIP,197105282000031001

PenguJ1 2

Dewi NIumiatio MoSi

NIDN,0315048003

%″弩

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tanda Tangan

NIP.197103191998032001

Zノ比汁zοl′

t0 -01. -1.otg

Page 3: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

ii

Page 4: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

iii

Page 5: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

iv

ABSTRAK

Shoimatul Maemanah (NIM. 11140162000024). Analisis Kemampuan

Pemecahan Masalah dan Sikap Siswa melalui Model Pembelajaran Flipped

Classroom pada Mata Materi Laju Reaksi. Skripsi, Program Studi

Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Kemampuan pemecahan masalah dan sikap siswa masih rendah pada

pembelajaran kimia materi laju reaksi. Salah satu penyebabnya adalah kurang

tepat dalam penggunaan model pembelajarannya. Tujuan penelitian untuk

mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah, tingkat sikap siswa, dan

respon siswa melalui model pembelajaran flipped classroom pada materi laju

reaksi. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Kabupaten Tangerang dengan

subjek penelitian sebanyak 34 siswa dari kelas XI MIPA 2. Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan instrumen tes esai kemampuan

pemecahan masalah, angket sikap siswa, dan wawancara respon siswa. Hasil tes

esai tingkat kemampuan pemecahan masalah dan angket tingkat sikap siswa

masing-masing ditentukan berdasarkan indikator Bransford & Stein dan

Krathwohl. Analisis hasil tes esai, angket, dan wawancara menggunakan

persentase Riduwan. Hasil persentase data terdiri dari: 1) Tes esai sebesar 72

tingkat mencari dan memahami masalah, 79,75 tingkat meyusun strategi

pemecahan masalah yang baik, 87,50 tingkat mengeksplorasi solusi, dan 87

tingkat memikirkan dan mendefinisikan kembali problem dan solusi dari waktu ke

waktu; 2) Angket sikap siswa sebesar 75,3 tingkat penerimaan, 71,6 tingkat

menanggapi, 74,9 tingkat penilaian, 77,9 tingkat mengelola, dan 87,1 tingkat

karakterisasi; dan 3) Wawancara sebesar 80 respon siswa terhadap pembelajaran

model pembelajaran flipped classroom-problem solving dan respon siswa akibat

pembelajaran flipped classroom-problem solving terhadap kemampuan

pemecahan masalah dan 30 respon siswa terhadap evaluasi pembelajaran untuk

mengetahui gambaran pemecahan masalah siswa dalam tahap menyelesaikan soal.

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penggunaan model pembelajaran flipped

classroom dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, sikap, dan

respon siswa.

Kata kunci: Kemampuan pemecahan masalah, sikap siswa, model pembelajaran

flipped classroom.

Page 6: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

v

ABSTRACT

Shoimatul Maemanah ( NIM. 11140162000024). The Analysis of Problem

Solving Skill and Student’s attitude Through Learning model of Flipped

Classroom on Reaction Rate Lesson. Thesis, Chemistry Education Study

Program, Department of Natural Science Education, The Faculty of Tarbiya

and Teaching Sciences, Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta.

The Problem Solving Skill and Student’s attitude are still low on chemistry

learning in reaction rate. The reason is the use of inappropriate learning model.

This research is aimed to know The problem solving skill rate, student’s attitude

rate, and student’s response through learning model of Flipped Classroom on

reaction rate lesson. This had been done at SMA Negeri 2 Kabupaten Tangerang

with the number of research subjects is 34 students of class XI MIPA 2. It is a

quantitative descriptive with essay test instrument of problem solving skill,

student’s attitude questionnaires, and the interview of student’s responses. The

result of essay test of problem solving skill rate and student’s attitude

questionnaires is determined by based on Branford & Stein and Krathwohl

indicators. The result of questionnaire is analyzed and determined by student

behavior rate based on Krathwohl indicators. The analysis of essay test,

questionnaires and uses Riduwan percentage. The result of data percentage are as

follows:1) Essay test rate is 72 of problem finding and understanding level,

managing strategy good problem solving rate is 79,75, solution exploration rate is

87,50, and the rate of rethinking and redefining problem and solution from time to

time is 87; 2) The student’s attitude and acceptance level rate is 75,3 The

characteristic rate is 87,1; 3) The interview rate is 80 and similar with student’s

response rate through learning model of Flipped Classroom-problem solving

toward the problem solving skill and the student’s response rate toward learning

evaluation to know the student problem solving description in test completing

phase is 30. The conclusion of the research is that the use of Flipped Classroom

learning model is able to improve the student’s problem solving skill, attitude and

responses.

Keywords: Problem solving skill, student’s attitude, Flipped Classroom learning

model.

Page 7: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrohiim

Alhamdulillahirabil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuu Wa

Ta’ala yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis

Kemampuan Pemecahan Masalah dan Sikap Siswa melalui Model

Pembelajaran Flipped Classroom pada Mata Materi Laju Reaksi”. Sholawat

serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Sholallahu

Alaihi Wassalam beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir

zaman.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah

memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini. Dengan tulus,

ikhlas, dan randah hati penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Sururin, M.Ag., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Burhanudin Milama, M.Pd., selaku Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Hj. Siti Suryaningsih, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan ide, meluangkan waktu, memberikan ilmu, bimbingan, motivasi,

dan semangat serta saran kepada penulis dengan penuh kesabaran dan

keikhlasan dalam penyusunan skripsi ini hingga akhir.

4. Luki Yunita, M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan ide,

meluangkan waktu, memberikan ilmu, bimbingan, motivasi, dan semangat

serta saran kepada penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan dalam

penyusunan skripsi ini hingga akhir.

5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan IPA, Khususnya dosen Program Studi

Pendidikan Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan memberikan kepada penulis

selama penulis menjadi mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 8: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

vii

6. Guru-guru dan siswa/i di SMAN 2 Kabupaten Tangerang yang telah

membantu penulis dalam melakukan pengambilan data di sekolah.

7. Orang tua tersayang yaitu Bapak H. Jufri, S.Ag dan Ibu Hj. Nasipah, S.Pd

yang telah memberikan kasih sayang, bimbingan serta motivasi dalam

penyusunan skripsi ini, baik moril maupun materil.

8. Kakak-kakakku tercinta yaitu Tamsil Mutakin, M.Pd., Dini Mardhiyah,

M.Pd., dan Ahda Sulukin Nisa, S.Pd yang telah memberikan ide, doa, dan

menjadi penyemangat dalam penulisan skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Kimia 2014 Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang saling

memberikan motivasi dan semangat selama perkuliahan dan penyelesaian

skripsi.

10. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan

masih banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan,

kritik, dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pihak yang

menggunakannaya.

Jakarta, 10 Juli 2019

Shoimatul Maemanah NIM. 11140162000024

Page 9: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI .............................. ii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI .............................................. iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

ABSTRACT .................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi

DAFTAR TABEL........................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 7

C. Pembatasan Masalah ............................................................................ 7

D. Rumusan Masalah ................................................................................ 7

E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8

F. Manfaat Penelitian ............................................................................... 8

BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................... 9

A. Deskripsi Teori ..................................................................................... 9

1. Kemampuan Pemecahan Masalah ................................................. 9

2. Tahapan dalam Pemecahan Masalah............................................. 10

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemecahan Masalah.............. 12

4. Sikap Siswa ................................................................................... 13

a. Pengertian Sikap....................................................................... 13

b. Komponen Sikap ...................................................................... 14

c. Tingkat Sikap ........................................................................... 15

d. Dimensi Sikap .......................................................................... 17

e. Karakteristik Sikap ................................................................... 18

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap ......... 19

Page 10: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

ix

5. Model Pembelajaran Flipped Classroom ...................................... 20

a. Pengertian Model Pembelajaran Flipped Classroom .............. 20

b. Landasan yang Mendasari Pembelajaran Flipped

Classroom................................................................................ 24

c. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran

Flipped Classroom .................................................................. 24

6. Metode Problem Solving ............................................................... 25

a. Langkah-langkah Metode Problem Solving ........................... 25

b. Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem Solving ........... 26

7. Tinjauan Materi Laju Reaksi ......................................................... 27

a. Konsep Laju Reaksi ................................................................ 27

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi ..................... 28

c. Persamaan Laju Reaksi ........................................................... 31

d. Teori Tumbukan ...................................................................... 32

B. Penelitian Relevan ................................................................................ 33

C. Kerangka Berpikir ................................................................................ 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 37

A. Tempat dan Waktu ............................................................................... 37

B. Metode Penelitian................................................................................. 37

C. Alur Penelitian ..................................................................................... 37

D. Populasi dan Sampel ............................................................................ 40

1. Populasi .......................................................................................... 40

2. Sampel ........................................................................................... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 40

1. Variabel yang Diteliti ..................................................................... 40

2. Sumber Data ................................................................................... 40

3. Instrumen Penelitian....................................................................... 40

F. Kalibrasi Instrumen .............................................................................. 46

1. Validitas Instrumen ........................................................................ 46

2. Reliabilitas Instrumen .................................................................... 48

3. Taraf kesukaran .............................................................................. 49

Page 11: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

x

4. Daya Pembeda ................................................................................ 50

G. Teknik Analisis Data ............................................................................ 51

1. Analisis Hasil Instrumen Tes ......................................................... 51

2. Analisis Hasil Lembar Angket ....................................................... 52

3. Analisis Hasil Lembar Wawancara ................................................ 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 54

A. Hasil Penelitian .................................................................................... 54

1. Hasil Tes Esai Kemampuan Pemecahan Masalah ......................... 54

2. Hasil Angket Sikap Siswa .............................................................. 57

3. Hasil Wawancara Respon Siswa .................................................... 58

B. Pembahasan .......................................................................................... 60

1. Kemampuan Pemecahan Masalah.................................................. 60

2. Sikap Siswa .................................................................................... 67

3. Respon Siswa ................................................................................. 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 74

A. Kesimpulan .......................................................................................... 74

B. Saran ..................................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 75

LAMPIRAN .................................................................................................... 83

Page 12: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ........................................................................ 36

Gambar 3.1 Alur Penelitian.............................................................................. 39

Gambar 4.1 Hasil tes Esai Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah ........... 55

Gambar 4.2 Hasil Angket Tingkat Sikap Siswa............................................... 57

Gambar 4.3 Data Hasil Wawancara ................................................................. 59

Gambar 4.4 Soal Tes Esai Kemampuan Pemecahan Masalah ......................... 62

Gambar 4.5 Contoh Jawaban Tingkat Mencari dan Mamahami Masalah ....... 62

Gambar 4.6 Contoh Jawaban Tingkat Menyusun Strategi Pemecahan Masalah

yang Baik....................................................................................... 64

Gambar 4.7 Contoh Jawaban Tingkat Mengeksplorasi Solusi ........................ 65

Gambar 4.8 Contoh Jawaban Tingkat Memikirkan dan Medefinisikan

Kembali Problem dan Solusi dari Waktu ke Waktu ................. 67

Page 13: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Traditional Classroom dengan Flipped

Classroom ........................................................................................ 22

Tabel 2.2 Definisi Sempit dan Luas Model Pembelajaran Flipped

Classroom ........................................................................................ 23

Tabel 3.1 Indikator Soal Instrumen Tes ........................................................... 41

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan pemecahan Masalah ........... 43

Tabel 3.3 Indikator Angkat Sikap Siswa.......................................................... 44

Tabel 3.4 Kisi-kisi Pedoman Wawancara Siswa.............................................. 45

Tabel 3.5 Interpretasi Koefisien Korelasi ........................................................ 47

Tabel 3.6 Hasil Uji validitas Instrumen Tes Esai ............................................. 47

Tabel 3.7 Kriteria Reliabilitas .......................................................................... 48

Tabel 3.8 Kategori Butir Soal .......................................................................... 49

Tabel 3.9 Hasil Uji Taraf Kesukaran ............................................................... 49

Tabel 3.10 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda .......................................... 50

Tabel 3.11 Hasil Uji Daya Pembeda ................................................................ 50

Tabel 3.12 Interpretasi Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah ................. 51

Tabel 3.13 Kriteria Penilaian Sikap ................................................................. 52

Tabel 3.14 Interpretasi Tingkat Sikap Siswa ................................................... 53

Tabel 3.15 Interpretasi Respon Siswa .............................................................. 53

Tabel 4.1 Hasil Tes Esai Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah secara

Keseluruhan ..................................................................................... 56

Tabel 4.2 Hasil Tes Esai secara Berkelompok ................................................. 56

Tabel 4.3 Hasil Angket Tingkat Sikap Siswa secara Keseluruhan .................. 58

Page 14: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ............................................. 83

Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa ..................................................................... 94

Lampiran 3 Nilai Siswa SMAN 2 Kabupaten Tangerang 2017/2018.............. 98

Lampiran 4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ........ 102

Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Siswa Materi Laju Reaksi ............................................................. 104

Lampiran 6 Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah ......................................................................................... 116

Lampiran 7 Validasi Instrumen Tes Esai oleh Dosen Ahli .............................. 139

Lampiran 8 Pedoman Penilaian Sikap ............................................................. 152

Lampiran 9 Instrumen Penilaian Sikap ............................................................ 154

Lampiran 10 Lembar Instrumen Penilaian Sikap............................................. 161

Lampiran 11 Validasi Instrumen Penilaian Sikap Siswa oleh Ahli ................. 164

Lampiran 12 Hasil Uji Validasi Tes Esai dengan SPSS .................................. 168

Lampiran 13 Hasil Uji Reliabilitas Tes Esai dengan SPSS ............................. 172

Lampiran 14 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Tes Esai ....................................... 174

Lampiran 15 Hasil Uji Daya Pembeda Tes Esai .............................................. 177

Lampiran 16 Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ...................... 180

Lampiran 17 Contoh Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa . 184

Lampiran 18 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah .............................. 199

Lampiran 19 Hasil Tes Esai Tingkat Mencari dan Memahami Masalah ......... 204

Lampiran 20 Hasil Tes Esai Tingkat Menyusun Strategi Pemecahan Masalah

yang Baik .................................................................................... 206

Lampiran 21 Hasil Tes Esai Tingkat Mengeksplorasi Solusi .......................... 208

Lampiran 22 Hasil Tes Esai Tingkat Memikirkan dan Mendefinisikan

Kembali Problem dan Solusi dari Waktu ke Waktu ................... 210

Lampiran 23 Kesimpulan Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ......... 212

Lampiran 24 Contoh Jawaban Angket Sikap Siswa ........................................ 213

Lampiran 25 Hasil Angket Sikap Siswa .......................................................... 216

Page 15: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

xiv

Lampiran 26 Kesimpulan Hasil Angket Penilaian Sikap Siswa ...................... 218

Lampiran 27 Kisi-kisi Pedoman Wawancara Respon Siswa ........................... 219

Lampiran 28 Pedoman Wawancara Respon Siswa .......................................... 220

Lampiran 29 Validasi Pedoman Wawancara Siswa oleh Ahli......................... 221

Lampiran 30 Transkip Hasil Wawancara ......................................................... 223

Lampiran 31 Data Hasil Wawancara ............................................................... 235

Lampiran 32 Dokumen Kegiatan Penelitian .................................................... 238

Lampiran 33 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian .......................... 241

Lampiran 34 Lembar Uji Referensi ................................................................. 242

Lampiran 35 Surat Bimbingan Skripsi ............................................................. 266

Page 16: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kimia merupakan salah satu subjek yang dipelajari oleh siswa

dalam pendidikan formal tingkat menengah atas. Kimia merupakan cabang

ilmu pengetahuan alam yang dapat mengembangkan potensi siswa dan

menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, yang

memungkinkan untuk bersaing dengan manusia dari negara lain dalam era

industri dan globalisasi. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang standar isi pendidikan dasar

dan menengah, pada kompetensi isi bagian humaniora, salah satu

kompetensinya ialah kemampuan memecahkan masalah. Cakupan

kompetensinya ialah merumuskan masalah, mengajukan hipotesis,

menentukan variabel, memilih instrumen, mengolah dan menganalisis

data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan serta menganalisis

dan menyelesaikan permasalahan. Hal ini membuktikan bahwa pentingnya

seorang siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik

Kompetensi kemampuan pemecahan masalah sesuai dengan

kemampuan yang harus dimiliki pada abad ini, yaitu abad 21. Kemampuan

abad 21 teridiri dari kemampuan berpikir kritis, kolaborasi, dan

kemampuan pemecahan masalah (Rotherham & Willingham, 2010).

Kemampuan pemecahan masalah meliputi mencari dan memahami

masalah, menyusun strategi pemecahan yang baik, mengeksplorasi solusi,

memikirkan dan mendefinisikan kembali masalah dan solusi dari waktu ke

waktu (Bransford & Stein dalam Santrock, 2015, hal 371-373).

Siswa yang mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang

baik memungkinkan untuk bersifat lebih objektif dalam mengambil

Page 17: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

2

keputusan dalam kehidupannya, siswa akan menjadi terampil menyeleksi

informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya

menyelidiki kembali hasilnya. Kemampuan pemecahan masalah juga

dapat mendukung siswa untuk merumuskan konsep dan bekal bagi siswa

untuk menyelesaikan permasalahan kimia dengan mengembangkan

gagasannya. Jika kemampuan pemecahan masalah siswa rendah, maka

siswa sulit untuk mengambil solusi dari suatu masalah yang dihadapi,

karena siswa tidak dapat mengumpulkan informasi yang relevan serta

tidak dapat menganalisis ataupun menyadari betapa pentingnya meneliti

kembali hipotesis yang diperoleh. Rotherham & Willingham (2010)

menegaskan bahwa rendahnya kemampuan pemecahan masalah

dipengaruhi oleh pembelajaran yang dilakukan guru, memuat kurikulum

yang digunakan, model pembelajaran yang digunakan oleh guru, dan jenis

tes yang diujikan.

Pembelajaran di Indonesia masih menekankan pada kemampuan

mengingat fakta, terminologi dan hukum sains, dan hanya mampu

menggunakan pengetahuan sains yang bersifat umum, serta masih bersifat

teacher-center. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan

oleh Rejeki, D. P., M. Hasan, & A. G. Haji (2015) di SMAN 1 Kreung

Barona Jaya, Aceh Besar, memaparkan bahwa guru masih menggunakan

metode belajar yang berpusat pada guru (teacher center), dan jarang

menggunakan metode pembelajaran yang dapat melibatkan peserta didik

untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pendahuluan dengan

guru kimia SMAN 1 Gunung Sari, Lombok Barat oleh Dewi & Hamid

(2015) menyatakan bahwa guru sering menggunakan pendekatan

konvensional seperti ceramah, demonstrasi, dan diskusi yang berpusat

pada guru dalam proses pembelajaran, dan sebagian besar siswa pasif

dalam proses belajar mengajar. Peristiwa ini juga dialami oleh Nelyza,

Hasan, & Musman (2015) dalam hasil observasinya di kelas XI MAS

Ulumul Qur’an Banda Aceh. Guru masih menggunakan metode ceramah

Page 18: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

3

selama pembelajaran, sementara peserta didik hanya terlibat pasif. Hal ini

memungkinkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah pada siswa di

Indonesia.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan Sulistyowati

(2012) di sebuah SMA di Kabupaten Purwarejo kelas XI IPA diketahui

bahwa ketuntasan klasikal siswa belum mencapai 85%. Hal ini

dikarenakan pembelajaran kurang mengarahkan siswa untuk dapat

memecahkan masalah sehingga kemampuan pemecahan masalah kimia

siswa masih kurang. Husain (2016) dalam studi pendahuluan penelitian

tesisnya di SMK Teknologi Penerbangan Hasanuddin Makasar pada tahun

ajaran 2013/2014 menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah

kimia peserta didik masih rendah karena peserta didik mengalami

kesulitan dalam mengerjakan dan menganalisis soal-soal perhitungan

kimia dalam bentuk narasi. Perhitungan kimia merupakan materi yang

dianggap sulit oleh peserta didik, sebab materi ini menggabungkan antara

pemahaman konsep kimia, kemampuan pemecahan masalah, dan

kemampuan matematis peserta didik. Hal ini sesuai dengan hasil

wawancara yang dilakukan oleh Rejeki, D. P., M. Hasan, & A. G. Haji

(2015) di SMAN 1 Kreung Barona Jaya, Aceh Besar, menegaskan bahwa

peserta didik sulit memahami pelajaran kimia terutama pada materi

perhitungan. Hasil observasi dan wawancara peneliti di salah satu SMA

Negeri di Kabupaten Tangerang, rata-rata nilai Ujian Akhir Sekolah

semester ganjil 2017/2018 kelas XI MIPA 1 sampai 6 yaitu 52,5 dengan

materi ujian hidrokarbon, termokimia, laju reasi, dan kesetimbangan, dan

kemampuan pemecahan masalah dapat nilai 2-2,5 dari nilai maksimum 5.

Hal ini menambahkan data bahwa kemampuan pemecahan masalah dan

nilai kimia pada materi perhitungan kimia ternilai rendah.

Kemampuan pemecahan masalah dapat dikembangkan dalam

proses pembelajaran yang tepat yaitu pembelajaran yang melibatkan siswa

secara langsung. Sebagaimana peribahasa yang disampaikan oleh

Benjamin Franklin “Tell me and I forget, Teach me and I may remember,

Page 19: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

4

involve me and I Learn”. Hal ini menyatakan bahwa pembelajaran yang

baik ialah pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam

pembelajaran.

Pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah dan dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap

pembelajaran. Berdasarkan penelitian Childs dan Sheehan (2009),

menyatakan bahwa sikap siswa terhadap pembelajaran kimia masih

rendah, karena kimia merupakan mata pelajaran dengan konseptual yang

paling sulit dalam kurikulum dan siswa dituntut berjuang untuk

mengasosiasikan konsep kimia dengan berbagai aktivitas sehari-hari.

Olakanmi (2017) menambahkan bahwa sikap yang masih rendah terhadap

kimia dikarenakan kurangnya minat terhadap kimia dan latar belakang

akademis siswa yang buruk.

Berdasarkan pemasalahan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan

bahwa kemampuan pemecahan masalah dan sikap siswa terhadap

pembelajaran kimia tergolong masih rendah. Peningkatan kemampuan

pemecahan masalah dan sikap siswa terhadap pembelajaran kimia

memerlukan pembelajaran yang mendukung aktivitas siswa untuk

berperan aktif dalam pembelajaran sehingga siswa dijadikan sebagai pusat

pembelajaran dan guru sebagai fasilitator. Salah satu model pembelajaran

yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dan

sikap siswa terhadap pembelajaran kimia ialah model pembelajaran flipped

classroom. Dalam penelitian Olakanmi (2017) yang bertujuan mengetahui

pengaruh model flipped classroom terhadap sikap siswa pada

pembelajaran kimia, adanya hasil yang signifikan yaitu sikap siswa positif

pada materi laju reaksi menggunakan model flipped classroom.

Menurutnya, mereka lebih mempunyai persiapan dan pendekatan baru

(model flipped classroom) memungkinkan mereka untuk belajar dan

memahami konsep/materi pembelajaran.

Pada model pembelajaran flipped classroom, siswa memiliki

persiapan di rumah untuk melalukan pembelajaran di kelas dengan

Page 20: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

5

menonton video pembelajaran yang telah disiapkan guru (Bishop &

Matthew, 2013). Video tersebut merupakan perangkat multimedia dan

teknologi sebagai media pembelajaran. Guru merekam materi yang biasa

dijelaskan di depan kelas menjadi materi berbentuk video. Video diberikan

sebelum pembelajaran berlangsung, didistribusikan dengan bantuan media

chatting yang ada pada ponsel siswa. Penggunaan video sebelum

pembelajaran dipilih untuk mengefisiensikan biaya dan waktu

pembelajaran di kelas (Bishop & Matthew, 2013) dan memudahkan siswa

untuk beradaptasi dalam pembelajaran (Long, T., Joanne, L., & Michael,

W, 2016). Dalam penelitian Long, T., Joanne, L., & Michael, W (2016),

ada 40 peserta (78,4%) yang setuju dengan penggunaan video sebelum

pembelajaran. Mereka lebih menyukai pembelajaran melalui video dari

pada melalui format teks/tulisan.

Model ini dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam

pembelajaran, keterlibatan dengan konten, dan keterlibatan dengan guru

melalui konstruk konsep yang telah dipersiapkan di rumah dalam

penyelesaian soal dan berdiskusi secara aktif dengan teman sebaya di

dalam kelas (M. K. Seery, 2015; J. Nouri, 2016). Siswa yang telah

mengetahui konten belajar memungkinkan untuk menghemat waktu

mencari sumber belajar, seperti browsing internet di kelas yang biasa

dilakukan model konvensional. Siswa lebih banyak menghabiskan waktu

di dalam kelas sehingga memungkinkan untuk mendapatkan informasi

tambahan melalui pemecahan masalah dan diskusi kasus.

Penyelesaian soal di awal pembelajaran dapat meningkatkan

motivasi dan pemahaman materi siswa (Brown, 2016). Dalam

penyelesaian soal, siswa tidak takut kehabisan waktu, karena pada

pembelajaran ini waktu pembelajaran lebih efisien. Diskusi dilakukan

bersama teman sebaya untuk memecahkan masalah dalam soal yang telah

diberikan di awal pembelajaran dan mempresentasikannya di depan kelas.

Untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa dan mengkaji ulang

hipotesis yang telah ada, siswa diberikan soal kembali. Kegiatan ini

Page 21: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

6

dipandang dapat meningkatkan persepsi/ sikap positif siswa dalam

pembelajaran (Caligaris, M., Georgina, R., & Lorena, L, 2016).

Penelitian Caligaris, M., Georgina, R., & Lorena, L (2016)

memaparkan bahwa ada 61% peserta didik bersikap positif dalam

pembelajaran yang menggunakan model flipped classroom dan lebih

memilih model ini dibandingkan model pembelajaran konvensional.

Model ini juga dapat mengurangi kebosanan siswa dan dapat

meningkatkan berpikir tingkat tinggi siswa, seperti kemampuan

pemecahan masalah (Lee & Lai, 2017). Penelitian yang dilakukan Sri

Utami (2017) di SMAN 1 Parung untuk mengetahui pengaruh model

pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi peluang,

memiliki rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa sebesar 72,72 yang terdiri dari 85% pada indikator memahami

masalah, 75% pada indikator membuat rencana penyelesaian, 77% pada

indikator melaksanakan rencana dan 51% pada indikator meninjau

kembali langkah penyelesaian.

Penelitian ini akan menggabungkan model flipped classroon

dengan metode problem solving. Langkah-langkah model flipped

classroon salah satunya diskusi. Metode problem solving diterapkan pada

saat diskusi. Keuntungan model flipped classroom dapat ditambahkan

dengan kegiatan problem solving. Penggabungan model ini dimungkinkan

untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Dalam

metode problem solving dituntut untuk memecahkan masalah yang

kompleks/rumit dan tidak bersifat kontekstual. Masalah dapat berupa

hitungan kompleks/rumit seperti yang ada dalam materi laju reaksi. Selain

hitungan kompleks, dalam penyelesaian masalah materi laju reaksi

diperlukan langkah-langkah pemecahan masalah yang berurutan. Hal ini

pun didukung oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

(permendikbud) Nomor 21 Tahun 2016, kemampuan pemecahan masalah

dapat dikembangkan melalui pembelajaran materi laju reaksi.

Page 22: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

7

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan Pemecahan

Masalah dan Sikap Siswa melalui Model Pembelajaran Flipped

Classroom pada Materi Laju Reaksi”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas teridentifikasi beberapa

masalah antara lain:

1. Siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran

2. Kurangnya variasi guru pada proses pengajaran, guru masih dominan

menggunakan model pembelajaran konvensional dan bersifat teacher

oriented

3. Kemampuan pemecahan masalah kimia siswa masih rendah

4. Sikap siswa terhadap pembelajaran kimia masih rendah

C. Pembatasan Masalah

Peneliti memberikan batasan penelitian untuk penelitian terarah

dan tidak terjadi penyimpangan terhadap masalah yang akan dibahas.

Pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pembelajaran dilakukan dengan model pembelajaran flipped

classroom menurut Bregmann & Sams digabungkan dengan metode

problem solving menurut Djamarah & Zain.

2. Penelitian ini menggunakan indikator tingkat kemampuan pemecahan

masalah menurut Bransford & Stein dan tingkat sikap siswa

berdasarkan Krathwohl

3. Materi laju reaksi kelas XI IPA

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka

masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat kemampuan pemecahan masalah melalui model

pembelajaran flipped classroom pada materi laju reaksi?

2. Bagaimana tingkat sikap siswa melalui model pembelajaran flipped

classroom pada materi laju reaksi?

Page 23: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

8

3. Bagaimana respon siswa mengenai penggunaan model pembelajaran

flipped classroom pada materi laju reaksi?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini

bertujuan untuk:

1. Mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah menurut

Bransford & Stein dan tingkat sikap siswa menurut Krathwohl melalui

model pembelajaran flipped classroom pada materi laju reaksi.

2. Mengetahui respon siswa mengenai penggunaan model pembelajaran

flipped classroom pada materi laju reaksi.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian , maka hasil penelitian diharapkan

memiliki sejumlah manfaat, antara lain:

1. Bagi Guru

Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan yang tepat bagi guru untuk

menggunakan model pembelajaran flipped classroom dalam proses

pembelajaran.

2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini menambah referensi model pembelajaran

berbasis teknologi yang dapat digunakan sekolah dan diharapkan

mampu meningkatkan kualitas pembelajaran kimia di sekolah.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk

penelitian lanjutan yang berkaitan dengan model pembelajaran flipped

classroom atau kemampuan pemecahan masalah dan sikap siswa.

Page 24: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Kemampuan Pemecahan Masalah

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kemampuan ialah

kecakapan dalam melakukan sesuatu. Menurut Ormrod (2008, hal.

393) pemecahan masalah adalah menjawab pertanyaan dengan

memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang sudah ada, baik

pertanyaan yang belum terjawab maupun situasi yang sulit.

Pemecahan masalah juga dapat diartikan sebagai menemukan solusi

pada masalah yang khusus melalui pemikiran yang tersusun secara

langsung (Solso, Maclin O & Maclin M, 2008, hal. 434). Menurut

Slameto (1991, hal. 139), pemecahan masalah mencakup

menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru melalui kegiatan

yang kompleks melalui pemikiran yang dan berhubungan erat antara

keduanya.

Wena (2009, hal. 52) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai

salah satu cara mengatasi situasi baru dari beberapa aturan yang

diterapkan dalam menemukan gabungan beberapa hal baru. Siswa

dituntut untuk mengumpulkan bagian menjadi satu kesatuan, disajikan

dengan menggali informasi sampai memeriksa kembali pelaksanaan

pemecahan masalah

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, kemampuan pemecahan

masalah adalah menyelesaikan konsep sesuai dengan kemampuan

individu dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Kemampuan

pemecahan masalah membutuhkan suatu upaya untuk dapat

mengembangkannya, tidak serta merta dimiliki oleh suatu individu.

Kemampuan pemecahan masalah merupakan kecakapan/ kemampuan

tingkat tinggi (HOTS), karena melibatkan semua aspek pengetahuan.

Page 25: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

10

2. Tahapan dalam Pemecahan Masalah

Menurut Dewey dalam Slameto (1991, hal. 141), langkah-langkah

dalam pemecahan masalah sebagai berikut: kesadaran akan adanya

masalah; merumuskan masalah; mencari data dan merumuskan

hipotesa-hipotesa; menguji hipotesa-hipotesa dan kemudian menerima

hipotesa-hipotesa yang benar.

Tahapan pemecahan masalah menurut Polya (1957, hal. 16-17) ada

4 tahap: Tahap pertama yaitu memahami masalah (understanding the

problem), pada tingkat ini dapat diidentifikasikan melalui pertanyaan:

Apa yang tidak diketahui dan atau apa yang ditanyakan? Bagaimana

kondisi soal? Mungkinkah kondisi dinyatakan dalam bentuk

persamaan atau hubungan lainnya? Apakah kondisi yang ditanyakan

cukup untuk mencari yang ditanyakan? Tahap ke dua yaitu menyusun

rencana pemecahan (devising a plan), pada tingkat ini dapat

diidentifikasikan melalui pertanyaan: Pernahkah ada soal serupa

sebelumnya? Dapatkah metode yang cara lama digunakan untuk

masalah baru? Apakah harus dicari unsur lain? Kembalilah pada

definisi. Tahap ke tiga yaitu melaksanakan rencana penyelesaian

(carrying out the plan), pada tingkat ini meliputi: Melaksanakan

rencana strategi pemecahan masalah pada butir dan memeriksa

kebenaran tiap langkahnya. Tahap ke empat memeriksa atau meninjau

kembali langkah penyelesaian (looking back), pada tingkat ini dapat

diidentifikasikan melalui pertanyaan: Bagaimana cara memeriksa hasil

yang diperoleh? Dapatkah hasil atau cara itu digunakan untuk masalah

ini?

Sementara itu, Hayes (1989) dalam Solso, Maclin O & Maclin m

(2008, hal. 437) mengemukakan beberapa tahapan pemecahan

masalah, yaitu: a. Mengidentifikasi permasalahan; b. Representasi

masalah; c. Memecahkan sebuah solusi; d. Merealisasikan rencana; e.

Mengevaluasi rencana; f. Mengevaluiasi solusi

Page 26: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

11

Bransford & Stein dalam Santrock (2015, hal. 371-373) telah

melakukan usaha untuk menspesifikasikan langkah-langkah/tahapan

yang harus dilalui individu untuk menyelesaikan masalah secara

efektif. Berikut empat tahapan pemecahan masalah:

a. Mencari dan memahami masalah ialah berusaha mendapatkan dan

mengetahu kebenaran sesuatu yang harus diselesaikan. Sebelum

suatu masalah dapat dipecahkan, ia harus dikenali dahulu.

b. Menyusun strategi pemecahan masalah yang baik. Setelah siswa

menemukan masalah dan mendefinisikannya secara jelas, mereka

perlu menyusun strategi untuk memecahkannya. Dianatara strategi

yang efektif adalah menentukan sub tujuan, menggunakan

alogaritma, dan mengandalkan heuristic. Menentukan sub tujuan

adalah menentukan tujuan intermediate yang membuat siswa bisa

berada dalam posisi yang lebih baik untuk mencapai tujuan atau

solusi final. Alogaritma adalah strategi yang menjamin solusi atas

satu persoalan. Analisis cara tujuan adalah sebuah heuristic dimana

seorang mengidentifikasikan tujuan dari suatu masalah, menilai

situasi yang ada sekarang, dan mengevaluasi apa-apa yang

dibutuhkan untuk mengurangi perbedaan antara dua kondisi

tersebut.

c. Mengeksplorasi solusi ialah megadakan penyelidikan penyelesaian/

pemecahan masalah. Setelah menganggap telah memecahkan

problem, mungkin tak tahu apakah solusinya efektif atau tidak,

kecuali mengevaluasinya. Perlu dipertimbangkan kriteria untuk

efektivitas solusi.

d. Memikirkan dan mendefinisikan kembali problem dan solusi dari

waktu ke waktu ialah mencari upaya untuk menyelesaikan sesuatu

dengan pertimbangan. Orang yang pandai dalam memecahkan

masalah biasanya termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya dan

membuat kontribusi yang orisinil.

Page 27: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

12

Dari pendapat di atas, peneliti menyimpulkan adanya kesamaan

antara pendapat Polya dan Bransford & Stein dalam Santrock, namun

peneliti memilih menggunakan bahasa menurut Bransford & Stein

dalam Santrock pada penelitian ini, karena pendapatnya lebih terbaru.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tahapan dapat diartikan pula

sebagai tingkatan, maka Peneliti menyebut tahap dalam pembahasan

ini untuk selanjutnya disebut ‘tingkat’.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemecahan Masalah

Ormrod (2008, hal. 398-402) menjelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi pemecahan masalah adalah: pertama, memori kerja

menempatkan batas atas mengenai seberapa banyak siswa dapat

berpikir pada saat mereka mengerjakan suatu soal.

Kedua, bagaimana siswa menyandikan (encode) suatu masalah

mempengaruhi pendekatan mereka dalam usahanya untuk

memecahkannya. Ketiga, strategi berikut ini dapat membentuk para

siswa menyandikan soal secara efektif tanpa membuatnya menjadi

korban set mental yang tidak produktif: Sajikan soal secara konkret,

doronglah siswa untuk membuat soal-soal menjadi konkret bagi diri

mereka sendiri, tunjukan aspek-aspek apa saja dari soal tersebut yang

dapat dipecahkan siswa, berikan soal-soal yang terlihat berbeda

dipermukaannya namun mensyaratkan prosedur pemecahan masalah

yang sama atau mirip, campurlah jenis-jenis soal yang dikerjakan

para siswa pada satu sesi latihan, mintalah siswa bekerja dalam

kelompok untuk mendefinisikan beberapa cara mempresentasikan

suatu soal, siswa biasanya memecahkan soal secara lebih efektif bila

mereka mempunyai basis pengetahuan yang menyeluruh dan

terintegrasi baik yang relevan dengan topik itu

Keempat, pemecahan masalah yang sukses tergantung pada

kesuksesan pemanggilan kembali (retrieval) pengetahuan yang

Page 28: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

13

relevan. Kelima, pemecahan masalah yang kompleks mensyaratkan

keterlibatan metakognitif.

4. Sikap Siswa

a. Pengertian Sikap

Sikap atau yang dalam bahasa Inggris disebut attitude adalah

suatu cara bereaksi terhadap satu perangsang. Suatu kecenderungan

untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap sesuatu perangsang

atau situasi yang dihadapi dan relatif tetap (Walgito, 2003, hal.

127). Pada dasarnya sikap merupakan konsep evaluasi berkenaan

dengan objek tertentu, mengugah motif untuk bertingkah laku. Ini

berarti bahwa sikap mengandung unsur penilaian dan reaksi afekif,

yang tidak sama dengan motif, akan tetapi menghasilkan motif

tertentu. Motif inilah yang kemudian menentukan tingkah laku

nyata atau terbuka, sedangkan reaksi afektifnya merupakan reaksi

tertutup. Sikap juga digambarkan dalam berbagai kualitas dan

intensitas yang berbeda dan bergerak secara kontiniu dari positif

melalui area netral ke arah negatif (Walgito, 2003, hal. 127)..

Berbagai pengertian sikap dimasukkan ke dalam tiga kerangka

pemikiran. Pertama adalah kerangka pemikiran yang diwakili oleh

para psikologi seperti Louis Thustone, Renis Likert, dan Charles

Osgood, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.

Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung

atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau

tidak memihak (unfavorable) (Berkowitz, 1972 dalam Azwar,

2013, hal. 4-5).

Kelompok pemikiran yang kedua diwakili oleh para ahli

seperti Chave, Borgadus, Lapierre, Mead, dan Gordon Allpor

(Azwar, 2013, hal. 5), sikap merupakan semacam kesiapan untuk

bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kelompok

pemikiran yang ketiga adalah kelompok yang berorientasi kepada

skema triadik. Menurut kerangka pemikiran ini suatu sikap

Page 29: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

14

merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan

konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan

berperilaku terhadap suatu objek.

Sikap seseorang bisa terwujud dalam bentuk perasaan senang

atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka

terhadap hal-hal tersebut. Berdasarkan konsep di atas, berkaitan

dengan objek penelitian ini sikap artinya kecenderungan siswa

untuk bertindak seperti menyukai atau menolak, positif atau negatif

pada pembelajaran menggunakan model flipped classroom pada

materi laju reaksi.

b. Komponen Sikap

Adapun komponen-komponen yang terdapat dalam sikap

adalah sebagai berikut:

1) Komponen kognitif (konsep perseptual) adalah komponen

yang berisikan apa yang diyakini dan apa yang dipikirkan

seseorang mengenai objek sikap tertentu, fakta, pengetahuan,

dan keyakinan tentang objek. Misalnya sikap terhadap senjata

nuklir. Komponen kognitif dapat meliputi beberapa informasi

tentang ukurannya, secara pelepasannya, jumlah kepala nuklir

pada setiap rudal dan beberapa keyakinan tentang negara-

negara yang mungkin memilikinya.

2) Komponen afektif (komponen emosional) adalah terdiri dari

seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap objek,

terutama penilaian. Tumbuhnya rasa senang oleh kenyataan

seseorang terhadap objek sikap. Semakin dalam komponen

keyakinan positif maka akan semakin senang orang terhadap

objek sikap. Misalnya, kekhawatiran akan terjadi

penghancuran oleh nuklir pada kehidupan manusia. Keyakinan

negatif ini akan menghasilkan penilaian negatif pula terhadap

nuklir.

Page 30: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

15

3) Komponen perilaku/ konasi/ konatif (komponen perilaku)

adalah terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi atau

kecenderungan untuk bertindak terhadap objek. Bila seseorang

menyenangkan suatu objek maka kecenderungan individu

tersebut akan mendekati objek dan sebaliknya (Bimo Walgito,

2003, hal. 127-128).

c. Tingkat Sikap

Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat

diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki

penguasaan kognitif tingkat tinggi. Menurut Krathwohl (1975)

dalam Sudijono (2005, hal 54-56), tingkat sikap siswa dibagi lima

tingkat, yaitu receiving, responding, valuing, organization,

characterization by a value or value complex.

1) Receiving

Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan)

adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan

(stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk

masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang

ini misalnya: kesadaran dan keinginan untuk menerima

stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau

rangsangan yang datang dari luar. Receiving juga sering diberi

pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu

kegiatan atau suatu objek. Pada tingkat ini peserta didik dibina

untuk mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang

diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan

diri ke dalam nilai itu atau mengidentikkan dengan nilai itu

2) Responding

Responding atau menanggapi mengandung arti “adanya

partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah

kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengikutsertakan

dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat

Page 31: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

16

reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang ini

setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang receiving.

3) Valuing

Valuing atau menilai artinya memberikan nilai atau

memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek,

sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan

membawa kerugian atau penyesalan. Valuing merupakan

tingkat sikap yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan

responding. Dalam kaitan dengan proses belajar mengajar,

peserta didik di sini tidak hanya mau menerima nilai yang

diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai

konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila sesuatu

ajaran yang telah mampu mereka nilai telah mampu untuk

mengatakan “itu adalah baik”, maka ini peserta didik telah

menjalani proses penilaian. Nilai itu telah mulai dicamkan

(internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut

telah stabil dalam diri peserta didik.

4) Organization

Organization atau mengatur/ mengelola, artinya

mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru

yang lebih universal, yang membawa kepada perbaikan umum.

mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan

diri nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk di

dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan

dan prioritas nilai yang telah dimiliknya.

5) Characterization by a value or value complex

Characterization by a value or value complex atau

karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai, yakni

keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang,

yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.di

sini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi

Page 32: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

17

dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara

konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya.

Ini merupakan tingkat sikap tertinggi, karena sikap batin

peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki

philosopy of life yang mapan. Jadi pada tingkat ini peserta

didik telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah

lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama, sehingga

membentuk karakteristik “pola hidup”, tingkah lakunya

menetap, konsisten dan dapat diramalkan.

Dari 5 tingkat sikap siswa di atas, dapat disimpulkan sebagai

berikut: Receiving/ penerimaan (A1); Responding/ menganggapi (A2);

Valuing/ penilaian (A3); Organizatio / Organisasi (A4);

Characterization by a value or value complex/ (A5).

d. Dimensi Sikap

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

nomor 21 tahun 2016 tentang standar isi pendidikan dasar dan

menengah, kompetensi inti dari sikap mencakup dimensi toleransi,

jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, santun, responsif.

Peneliti menggunakan tingkat dan dimensi sikap ini sebagai

rujukan pembuatan instrumen angket sikap siswa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke lima, arti

masing-masing dimensi tersebut: toleransi adalah berikap

menenggang pendirian yang berbeda atau bertentangan dengan

pendirian sendiri atau sikap dan tindakan yang menghargai

keberagaman latar belakang, pandangan, dan keyakinan. Jujur

adalah perilaku dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan, tidak berbohong dan tidak berbuat curang. Disiplin

adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada

berbagai ketentuan dan peraturan. Tanggung jawab adalah sikap

dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan

Page 33: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

18

kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,

masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan

Tuhan Yang Maha Esa. Kerjasama adalah bekerja bersama-sama

dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan saling

berbagi tugas dan tolong menolong secara ikhlas. Santun adalah

sikap baik dalam pergaulan baik dalam berbahasa maupun

bertingkah laku. Norma kesantunan bersifat relatif, artinya yang

dianggap baik/santun pada tempat dan waktu tertentu bisa berbeda

pada tempat dan waktu yang lain. Responsif adalah sikap memberi

tanggapan terhadap apa yang dikemukakan atau yang terjadi.

e. Karakteristik Sikap

Menurut M. Sherif, faktor psikis yang turut menyusun

pribadi orang dan dirumuskan ke dalam lima buah sifat khas dari

sikap yaitu: sikap tidak dibawa orang sejak ia dilahirkan, sikap

dapat berubah-ubah, sikap tidak berdiri sendiri, objek sikap hanya

satu hal tertentu saja, tetapi juga dapat merupakan kumpulan dari

hal-hal tersebut, dan sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-

segi perasaan (Gerungan, 2004, hal. 164-165).

Sikap tidak dibawa orang sejak ia dilahirkan, tetapi

dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu

dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannya

dengan sifat biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat

dan sebagainya.

Sikap dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat dipelajari

orang atau sebaliknya. Sikap dapat dipelajari sehingga sikap dapat

berubah pada seseorang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-

syarat tertentu yang mempermudah berubahnya sikap pada orang

itu. Contohnya, seorang yang memliki penyakit dan dapat sembuh

apabila dia makan daging ular, sedangkan dia tidak menyukai

daging ular, tapi untuk kesembuhannya ia tetap memakannya.

Page 34: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

19

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Manusia merupakan makhluk sosial sehingga manusia

memiliki sikap sosial yang terbentuk dari adanya interaksi sosial.

Dalam interaksinya tersebut terjadi hubungan yang saling

mempengaruhi diantara individu yang satu dengan individu yang

lainnya, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi

pola perilaku masing-masing individu. Individu bereaksi

membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis

yang dihadapinya. Diantaranya faktor-faktor yang mempengaruhi

terbentuknya sikap adalah: pengalaman pribadi, pengaruh orang

lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa,

lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan pengaruh faktor

emosional (Azwar, 2013, hal. 30-36).

Sikap dapat dibentuk dari pengalaman pribadi. Pengalaman

pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat, sehingga apa yang

telah terjadi atau yang sedang kita alami akan ikut membentuk atau

mempengaruhi penghayatan yang lebih mendalam dan berbekas.

Pengaruh orang lain yang dianggap penting dapat

mempengaruhi terbentuknya sikap kita terhadap suatu hal. Diantara

orang yang dianggap penting bagi individu adalah orang tua,

teman, guru dan lain-lain. Pada umumnya, individu cenderung

untuk memiliki sikap yang searah dengan sikap orang yang

dianggapnya penting. Kecenderungan ini diantara lain dimotivasi

oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang

dianggap penting tersebut.

Kebudayaan memiliki pengaruh yang besar terhadap

pembentukan sikap kita. Kebudayaan memiliki norma-norma yang

harus dijunjung tinggi yang akan mempengaruhi sikap kita

terhadap berbagai masalah yang dihadapi.

Media massa mempunyai pengaruh besar dalam

pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian

Page 35: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

20

informasi, media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti

yang dapat mengarahkan opini seseorang, sehingga akan

mempengaruhi sikap seseorang.

Lembaga pendidikan serta lembaga agama mempunyai

pengaruh dalam pembentukan sikap, karena meletakkan konsep

moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk

diperoleh dari pendidikan dan ajaran-ajaran agama.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah: faktor

internal yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri seseorang

seperti pengalaman pribadi dan pengaruh faktor emosional. Faktor

eksternal yaitu faktor-faktor yang berada di luar individu seperti

pengaruh kebudayaan, media massa, pengaruh orang lain yang

dianggap penting, dan lembaga keagamaan.

5. Model Pembelajaran Flipped Classroom

a. Pengertian Model Pembelajaran Flipped Classroom

Secara umum model diartikan sebagai kerangka konseptual. Weil

dan Joyce mendefinisikan model pembelajaran adalah suatu rencana

atau pola yang dapat digunakan untuk merancang tatap muka di kelas

atau pembelajaran tambahan di luar kelas untuk menajamkan materi

pengajaran (Rusman, 2012, hal. 133). Lestari & Yudhanegara (2017,

hal. 37) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola

interaksi siswa dan guru di dalam kelas yang terdiri dari strategi,

pendekatan, metode, dan teknik pembalajaran yang diterapkan dalam

pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas. Dari beberapa pendapat

dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka

konseptual yang merupakan suatu prosedur sistematis yang dijadikan

sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas untuk

pengelolaan pengajaran di dalam kelas dapat mencapai tujuan tertentu.

Saat ini banyak dikembangkan model pembelajaran diantaranya

adalah model pembelajaran flipped classroom.

Page 36: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

21

Model pembelajaran flipped classroom hadir karena perkembangan

teknologi yang berpengaruh besar terhadap dunia pendidikan.

Teknologi yang semakin canggih saat ini dapat menjadi suatu fasilitas

belajar yang efektif bagi guru dan siswa. Flipped classroom pertama

kali diperkenalkan oleh Jonathan Bergamann dan Aaron Sams pada

tahun 2007. Secara sederhana, Djajalaksana (2014) dalam

penelitiannya juga mengartikan flipped classroom adalah konsep yang

berprinsip untuk menukarkan kegiatan-kegiatan di kelas seperti

penjelasan-penjelasan guru melalui presentasi di kelas, dengan

kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan di luar kelas seperti

mengerjakan pekerjaan rumah.

Model pembelajaran flipped classroom dimaksudkan untuk

pembelajaran yang dilakukan di kelas lebih efektif. Pada pembejalaran

kelas konvensional umumnya banyak waktu dihabiskan untuk

menjalaskan materi ajar, tetapi sedikit sekali siswa untuk melakukan

analisis, sintesis dan evaluasi dari permasalahan yang guru berikan

kepada siswanya. Flipped instruction dikenal juga sebagai flipped

classroom yaitu membalikkan penerimaan dan penggunaan materi di

kelas tradisoinal dengan menggunakan waktu di kelas untuk

mengklarifikasi pertanyaan dari memberi materi baru (Jeffery L. Loo,

dkk, 2016). Bregmann dan Sams membandingkan model

pembelajaran konvensional dengan model pembelajaran Flipped

Classroom. Pada model pembelajaran konvensional, siswa datang ke

kelas dengan rasa bingung dengan pekerjaan rumah yang diberikan

dipertemuan sebelumnya. Biasanya guru menghabiskan 25 menit

pertama untuk membahas pekerjaan rumah yang siswa belum pahami.

Guru memberikan materi baru selama 30 sampai 45 menit dan sisanya

dihabiskan di kelas dengan latihan secara mandiri atau kelompok.

Akan tetapi pada model pembelajaran Flipped Classroom, waktu

diatur dengan sepenuhnya. Di awal pembelajran siswa perlu

menanyakan pertanyaan tentang materi yang telah dikirim melalui

Page 37: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

22

video, jadi guru umumnya menjawab pertanyaan tersebut selama

menit pertama di kelas. Hal ini membiarkan guru menyelesaikan

miskonsepsi sebelum mereka berlatih dan melakukan penyelesaian

dalam penerapan konsep. Waktu sisa digunakan lebih luas untuk

aktivitas sendiri untuk penyelesaian masalah secara langsung.

Bergmann & Sams (2012, hal. 15) menjelaskan perbandingan

Traditional Classroom dengan Flipped Classroom dalam tabel 2.1

berikut:

Tabel 2. 1 Perbandingan Traditional Classroom dengan Flipped

Classroom

Traditional Classroom Flipped Classroom

Aktifitas Waktu Aktifitas Waktu

Apresepsi 5 menit Apresepsi

5 menit

Membahas

pekerjaan rumah

pertemuan

sebelumnya

30 – 45 menit Tanya jawab isi

video

10 menit

Guru mengajarkan

materi baru

Bimbingan dan

latihan individu

dan atau kegiatan

kelompok

75 menit

Bimbingan dan

latihan individu

dan atau kegiatan

kelompok

20 – 35 menit

Page 38: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

23

Selain itu, Wolff dan Chan, Flipped Classroom adalah proses

pembelajaran dimana guru memberikan suatu video atau audio

pembelajaran kepada siswanya sebelum kegiatan belajar di dalam

kelas. Siswa dapat melihat video di luar kelas pada waktu sebelum

pembelajaran berlangsung yang dikhususkan untuk kegiatan tanya-

jawab, diskusi, latihan atau kegiatan lainnya pada saat di kelas

nantinya. Menurut Bishop & verleger (2013) mendefinisikan model

pembelajaran flipped classroom ke dalam 2 bagian, yaitu dalam arti

sempit dan luas, dijelaskan pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2. 2 Definisi Sempit dan Luas Model Pembelajaran Flipped

Classroom

Model Pembelajaran Flipped Classroom dalam arti sempit

Di dalam kelas Di luar kelas

Latihan soal dan pemecahan

masalah

Menonton video pemelajaran

yang diberikan

Model Pembelajaran Flipped Classroom dalam arti luas

Di dalam kelas Di luar kelas

Kegiatan tanya jawab Menonton video pembelajaran

Pembelajaran berkelompok/

pemecahan masalah yang bersifat

terbuka

Quiz dan latihan soal yang

bersifat tertutup

Dari beberapa pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran flipped classroom adalah model pembelajaran kelas

terbalik, artinya materi terlebih dahulu diberikan melalui video

pembelajaran yang harus ditonton siswa sebelum pembelajaran kelas

berlangsung dan pada sesi belajar di kelas digunakan untuk penerapan

konsep melalui tes individual dan melakukan diskusi kelompok serta

mengerjakan tes pemahaman di akhir pembelajaran. Dalam penelitian

Page 39: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

24

ini, model Flipped Classroom akan dikombinasikan dengan metode

problem solving, untuk meningkatkan dalam analisis kemampuan

pemecahan masalah siswa.

b. Landasan yang Mendasari Pembelajaran Flipped Classroom

Flipped Learning Network (2014) menerangkan empat landasan

yang mendasari pembelajaran flipped classroom:

1) Flexible Environtment yakni guru membangun ruang dan waktu

yang memungkinkan siswa untuk berinteraksi dan berpikir pada

pembelajaran.

2) Learning Culture yakni guru memberikan siswa kesempatan

untuk terlibat dalam kegiatan yang berarti tanpa guru sebagai

pusat.

3) Intentional Content yakni guru memprioritaskan konsep yang

digunakan dalam interaksi langsung.

4) Professional Educator yakni guru ada untuk siswa dalam setiap

umpan balik dari siswa baik dalam kelompok kecil dan kelas

secara real time jika dibutuhkan, melalui penilaian formatif

selama pembelajaran.

c. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Flipped

Classroom

Kelebihan model pembelajaran flipped classroom ialah

siswa mampu menerapkan kemampuannya di dalam kelas saat

pembelajaran berlangsung, dengan adanya menonton video di luar

pembelajaran menunjukan bahwa adanya kesiapan siswa untuk

belajar. Video yang diberikan sebelum pembelajaran

memungkinkan siswa untuk menjeda, memundurkan, dan

meninjau kembali sesuai yang mereka inginkan. Hal ini

memungkinkan siswa untuk belajar pada kecepatannya masing-

masing (Schultz, D., S. Duffield, S. C. Rasmussen, & J. Wageman,

2014).

Page 40: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

25

Kekurangan model pembelajaran flipped classroom ialah

siswa tidak dapat bertanya langsung kepada guru karena tidak

adanya kehadiran guru dalam video (Schultz, D., S. Duffield, S. C.

Rasmussen, & J. Wageman, 2014). Setiap pembelajaran baru

dilakukan melalui menonton video diluar pembelajaran,

memungkinkan adanya perlawanan bagi siswa yang terbiasa

diberikan pembelajaran dengan penyampaian langsung oleh guru

(Olakanmi, 2017).

6. Metode Problem Solving

Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan

hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode

berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-

metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai menarik

kesimpulan. Metode ini diterapkan saat langkah diskusi pada model

flipped classroom.

a. Langkah-langkah Metode Problem Solving

Penggunaan metode ini dengan mengikuti langkah-langkah

sebagai berikut (Djamarah & Zain, 2013, hal. 91):

1) Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus

tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

2) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk

memecahkan masalah tersebut.

3) Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan

jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah

diperoleh, pada langkah kedua di atas.

4) Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah

ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-

betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah

sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai.

Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan

Page 41: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

26

metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas diskusi, dan

lain-lain.

5) Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada

kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

b. Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem Solving

1) Kelebihan Metode Problem Solving

a) Metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi

lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia

kerja.

b) Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat

membiasakan siswa menghadapi permasalahan di dalam

kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat, dan bekerja

kelak, suatu kemampuan yang sangat bermakna bagi

kehidupan manusia.

c) Metode ini merangsang pengembangan kemampuan

berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam

proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan

menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka

mencari pemecahan (Djamarah & Zain, 2013, hal. 92-93).

2) Kekurangan Metode Problem Solving

a) Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya

sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan

kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah

dimiliki siswa, sangat memerlukan keterampilan dan

kemampuan guru. Sering orang beranggapan keliru bahwa

metode pemecahan masalah hanya cocok untuk SLTP,

SLTA, dan PT saja. Padahal, untuk siswa SD sederajat juga

bisa dilakukan dengan tingkat kesulitan permasalahan yang

sesuai dengan taraf kemampuan berpikir anak.

Page 42: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

27

b) Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini

sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering

terpaksa mengambil waktu pelajaran lain.

c) Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan

dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan

banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau

kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai

sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa

(Djamarah & Zain, 2013, hal. 93).

7. Tinjauan Materi Laju Reaksi

a. Konsep Laju Reaksi

Laju atau keceapatan mengacu pada sesuatu yang terjadi

dalam satu satuan waktu (Petrucci, Harwood, & Herring, 2011, hal.

197). Laju reaksi (reaction rate) , yaitu perubahan konsentrasi

reaktan atau produk terhadap waktu (M/s).

Reaktan → produk

Persamaan ini memberitahu bahwa, selama berlangsungnya

suatu reaksi, molekul reaktan bereaksi sedangkan molekul produk

terbentuk. Sebagai hasilnya, dapat diamati jalannya reaksi dengan

cara menurunnya konsentrasi reaktan atau meningkatnya

konsentrasi produk.

A → B

Menurunnya jumlah molekul A dan meningkatnya jumlah

molekul B seiring dengan waktu. Jadi, untuk reaksi di atas dapat

dinyatakan laju sebagai

Laju = −∆[𝐴]

∆𝑡 atau laju =

∆[𝐵]

∆𝑡

dengan ∆[A] dan ∆[B] adalah perubahan konsentrasi (dalam

molekul) selama waktu ∆t. Karena konsentrasi A menurun selama

Page 43: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

28

selang waktu tersebut ∆[A] merupakan kuantitas negatif. Laju

reaksi adalah kuantitas positif, sehingga tanda minus diperlukan

dalam laju untuk lajunya positif. Sebaliknya, laju pembentukan

produk tidak memerlukan tanda minus sebab ∆[B] adalah kuantitas

positif (konsentrasi B meningkat seiring waktu) (Chang, 2005, hal.

30).

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

1) Sifat Pereaksi

Dalam suatu reaksi kimia, terjadi pemutusan ikatan dan

pembentukan ikatan baru, sehingga kelajuan reaksi harus

tergantung pada macam ikatan yang terdapat (Sastrohamidjojo,

2010, hal. 159).

2) Konsentrasi Perekasi

Percobaan menunjukkan bahwa kelajuan reaksi kimia yang

bersifat homogen tergantung pada konsentrasi pereaksi-

pereaksi. Rekasi heterogen berbanding dengan luas permukaan

antara fasa-fasa pereaksi. Kelajuan suatu reaksi homogen

tergantung pada konsentrasi dari pereaksi-pereaksi dalam

larutan. Larutan dapat berupa cairan atau gas. Dalam larutan

cairan konsentrasi pereaksi dapat diubah berdasarkan

penambahan pereaksi atau pengambilan pereaksi atau dengan

pengubahan volume dari sistem atau berdasarkan penambahan

atau pengurangan pelarut. Dalam suatu reaksi A → B,

penambahan A dapat menyebabkan kenaikan, penurunan, atau

tidak ada perubahan dalam kelajuan. Secara kuantitatif

pengaruh konsentrasi ada kelajuan hanya dapat diperoleh

berdasarkan percobaan (Sastrohamidjojo, 2010, hal. 159-160).

Konsentrasi berperan terhadap laju reaksi dalam hubungan

linear yakni semakin tinggi konsentrasi awal, maka semakin

tinggi laju reaksi yang akan diperoleh (Fatimah, 2013, hal. 16).

Page 44: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

29

3) Suhu

Penurunan dalam suhu akan menurunkan kelajuan dan ini

tidak tergantung apakah reaksi eksotermis atau endotermis.

Perubahan kelajuan terhadap suhu dinyatakan oleh suatu

perubahan dalam tetapan kelajuan spesifik k. Untuk setiap

reaksi, k naik dengan kenaikan suhu. Besarnya kenaikan

berbeda-beda dari satu reaksi dengan reaksi lainnya

(Sastrohamidjojo, 2010, hal. 166).

Pada tahun 1889, Svante Arrhenius menunjukkan bahwa

konstanta laju reaksi kimia bervariasi dengan suhu sesuai

dengan rumus:

k = Ae−Ea/RT

Dengan mengambil logaritma alami di kedua sisi

persamaan ini, kita mendapatkan rumus berikut:

In k = − Ea

RT+ In A

Grafik In k versus 1/T adalah suatu garis lurus sehingga

memberikan metode grafis untuk menentukan energi aktivasi

suatu reaksi. Kita juga dapat menurunkan suatu vaiasi penting

dari persamaan ini dengan menuliskan dua kali -masing-

masing dengan nilai k berbeda dan suhunya- dan kemudian

mengeliminasi konstanta In A. Hasilnya dinamakan juga

Persamaam Arrhenius:

In k2

k1=

Ea

R (

1

T1−

1

T2)

(Petrucci, Harwood, & Herring, 2011, hal. 217).

4) Tekanan

Untuk reaksi gas, laju sering diukur dari segi tekanan gas

(Petrucci, Harwood, & Herring, 2011, hal. 209). Penambahan

Page 45: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

30

tekanan dan memperkecil volume akan memperbesar

konsentrasi sehingga dapat memperbesar laju reaksi (Purba &

Sarwiyati, 2018, hal. 135). Untuk reaksi hipotesis, A(g) →

produk, terkanan parsial awal, (PA)0, dan tekanan parsial pada

waktu t, (PA)t, dikaitkan melalui rumus:

In(PA)t

(PA)0= −kt

(Petrucci, Harwood, & Herring, 2011, hal. 209).

5) Luas Permukaan

Pada campuran pereaksi yang heterogen, reaksi hanya

terjadi pada bidang batas campuran yang selanjutnya kita sebut

bidang sentuh. Oleh karena itu, semakin luas bidang sentuh,

semakin cepat reaksi berlangsung. Semakin halus ukuran

kepingan zat padat, semakin luas permukaannya (Purba &

Sarwiyati, 2018, hal 133).

6) Katalis

Katalis atau pada beberapa tahun lalu disebut katalisator

adalah zat atau spesi yang digunakan untuk mempercepat suatu

reaksi (Fatimah, 2013, hal. 155). Secara teori, suatu katalis

yang idela tidak akan dikonsumsi (ikut bereaksi) sehingga akan

dikembalikan lagi diakhir reaksi dalam bentuk dan jumlah

sama dengan kondisi semula. Namun dalam prakteknya tidak

demikian karena dalam proses reaksi katalis mengalami

perubahan kimia dan mengambil perubahan aktivasi

(deaktivasi) (Fatimah, 2013, hal. 156).

Menurut fasanya, katalis dapat dibagi menjadi dua jenis,

yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen

yakni katalis yang memiliki fasa sama dengan reaktan yang

dikatalisisnya. Katalis heterogen yakni katalis yang memiliki

fasa berbeda dengan reaktan yang dikatalisis. Kebanyakan

untuk katalis ini ada pada industri besar seperti industri minyak

Page 46: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

31

bumi yang menggunakan katalis silica alumina berfasa padatan

untuk mengkonversi minyak mentah yang diuapkan (fasa gas)

(Fatimah, 2013, hal. 158).

c. Persamaan Laju Reaksi

Laju reaksi terukur, sering kali sebanding dengan

konsentrasi reaktan suatu pangkat (orde reaksi).

A → B

v = k[A][B]

Koefisien k disebut konstanta laju, yang tidak bergantung

pada konsentrasi (tetapi bergantung pada suhu). Persamaan sejenis

ini, yang ditentukan secara eksperimen, disebut hukum laju reaksi.

Secara formal, hukum laju adalah persamaan yang menyatakan laju

reaksi v sebagai fungsi dari konsentrasi semua spesies yang ada,

termasuk produknya (Atkins, 1996, hal. 335).

1) Orde Reaksi

Orde reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat

dari konsentrasi komponen itu, dalam hukum laju. Contohnya,

reaksi dengan hukum laju dalam v = k[A][B] merupakan orde

pertama dalam A dan juga orde pertama dalam B. Orde

keseluruhan rekasi merupakan penjumlahan orde semua

komponennya. Jadi, keseluruhan hukum laju v = k[A][B]

adalah orde kedua (Atkins, 1996, hal. 335).

Orde rekasi ke nol keseluruhan mempunyai hukum laju

yang jumlah eksponennya, m + n+ ... sama dengan 0. Sebagai

contoh, kita ambil dengan reaktan tunggal A yang

terdekomposisi menjadi produk, A → produk. Jika reaksi

mempunyai orde ke nol, hukum lajunya adalah

laju reaksi (v) = k[A]0 = k = konstan

Ciri lain reaksi orde ke nol adalah: grafik konsentrasi-waktu

merupakan garis lurus dengan kemiringan negatif, laju reaksi

Page 47: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

32

yang sama dengan k dan tetap konstan di sepanjang reaksi,

adalah negatif dari kemiringan garis ini, dan satuan k sama

dengan laju rekasi: mol/ L s atau M s-1.

Reaksi orde pertama keseluruhan memiliki hukum laju

dengan jumlah eksponen, m + n ... sama dengan 1. Jenis yang

sangat umum dari reaksi orde pertama, dan satu-satunya jenis

yang akan dibahas adalah reaksi satu reaktan terdekomposisi

menjadi beberapa produk, A → produk . Hukum lajunya, v =

k[A] (Petrucci, Harwood, & Herring, 2011, hal. 205-206).

Reaksi orde kedua keseluruhan memiliki hukum laju

dengan jumlah eksponen, m + n ... sama dengan 2. Seperti pada

reaksi orde ke nol dan reaksi orde pertama, pembahasan

dibatasi pada reaksi yang melibatkan dekomposisi satu reaktan,

A → produk . Hukum lajunya, v = k[A]2 (Petrucci, Harwood,

& Herring, 2011, hal. 211).

2) Menentukan Persamaan Laju

Pada tingkat dasar, penentuan persamaan laju

menggunakan metode laju awal reaksi. Metode penentuan orde

reaksi berdasar nilai laju awal reaksi didasarkan pada asumsi

bahwa reaksi bersifat tergantung secara stoikiometri terhadap

waktu reaksi. Oleh karenanya, konsentrasi reaktan pada suatu

waktu tertentu untuk digunakan sebagai panduan penentuan

orde reaksi menimbulkan banyak kesalahan. Laju awal rekasi

dipilih karena dapat menggambarkan kecenderungan pola

dekomposisi reaktan untuk membentuk suatu produk secara

komparatif pada dua atau lebih kondisi awal reaksi yang

berbeda (Fatimah, 2013, hal 27).

d. Teori Tumbukan

Secara kualitatif, teori tumbukan dapat menerangkan

adanya empat faktor yang mempengaruhi kelajuan reaksi. Pertama,

kelajuan reaksi kimia bergantung pada sifat dari pereaksi-pereaksi,

Page 48: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

33

karena energi aktivasi berbeda dari reaksi satu dengan reaksi lain.

Kedua, kelajuan reaksi bergantung pada konsentrasi pereaksi-

pereaksi, karena jumlah tumbukan naik sesuai dengan kenaikan

konsentrasi. Ketiga, kelajuan reaksi tergantung pada suhu, karena

kenaikan suhu mengakibatkan molekul-molekul bergerak lebih

cepat, molekul-molekul bertumbukan lebih sering dan tumbukan-

tumbukan akan lebih hebat dan itulah rupanya yang menyebabkan

reaksi. Sesuai dengan teori tumbukan hanya molekul-molekul yang

mempunyai cukup energi yang dapat bereaksi, sehingga tumbukan-

tumbukan menjadi efektif pada suhu yang lebih tinggi. Keempat,

kelajuan reaksi tergantung pada adanya katalisator, karena

bagaimana pun dalam katalis tumbukan dibuat menjadi lebih

efektif atau mengaktivasi dibuat lebih rendah (Sastrohamidjojo,

2010, hal. 170).

B. Penelitian Relevan

Penelitian relevan yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya

adalah:

1. Penelitian selanjutnya berjudul “Implementasi Model Problem Based

Learning Berbantuan Tes Superitem Terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan: pada

tahun 2016. Subjek penelitian ini adalah 35 siswa kelas XI MIPA 2

SMAN 1 Martapura. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

kemampuan pemecahan masalah pada materi Kelarutan dan Hasil Kali

Kelarutan dapat berkembang jika pembelajaran dilakukan melibatkan

siswa secara langsung, contohnya dengan menggunakan model

Problem Based Learning (Yanti, N. R., B. Suharto, & Syahmani,

2016).

2. Penelitian yang terkait dengan judul “Facilitating Higher-order

Thinking with The Flipped Classroom Model: A Students Teacher’s

Experience in a Hongkong Secondary School” dilakukan oleh Kin-

yuen Lee dan Yiu-chi Lai, dilakukan di Sekolah menengah umum di

Page 49: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

34

Hongkong dengan 28 sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

sebagian besar siswa dapat menganalisis prasyarat tugas dan model

desain dengan cara yang kreatif dan siswa cenderung menerima model

pembelajaran ini. Menurut peneliti, hal ini memungkinkan untuk

meningkatkan kemampuan berikir tingkat tinggi siswa dengan

menggunakan flipped classroom model.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Olakanmi (2016) berjudul “The Effect

of a Flipped Classrom Model of Instruction on Students’ Performance

and Attitudes Towards Chemistry”, dilakukan di Niger Valley

Secondary School. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model

pembelajaran flipped classroom dapat meningkatkan sikap siswa.

Sikap siswa pada pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran flipped classroom lebih positif daripada pada

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

konvensional.

4. Penelitian yang berjudul “Fliped Learning in Higher Education

Chemistry: Emerging Trends and Potential Direction” oleh Michael

K. Seery (2015), penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan flipped

learning sangat populer di kalangan siswa. Para pendidik

mengadopsinya sebagai sarana untuk mengembangkan lingkungan

belajar yang aktif, untuk meningkatkan keterlibatan, dan memberikan

waktu pembelajaran untuk mengembangkan pemahaman yang lebih

dalam dan disiplin.

5. Penelitian yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Pemecahan

Masalah Model Polya untuk Menyelesaikan Soal-soal Pemecahan

Masalah pada Siswa kelas IX 1 SMP Negeri 1 Jember Semester Ganjil

Tahun Ajaran 2012/2013” oleh Athar Zaif, Sunardi, dan Nurcholif

Diah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan

ketuntasan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan pemecahan

masalah dengan presentase sebesar 75,7 yang berarti telah memenuhi

ketuntasan klasikal. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kendala

Page 50: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

35

utama pemecahan masalah ialah siswa belum terbiasa menyelesaikan

permasalahan menggunakan tahapan pemecahan masalah.

6. Penelitian yang berjudul “Penerapan Pendekatan Scientific dengan

Model problem Based Learning untuk Meningkatkan Sikap dan

Prestasi Belajar Matematika siswa SMP Negeri 9 Merauke oleh Eka

Sri Rahayu. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan sikap

siswa dari 75% menjadi 91,67% pada kategori sangat baik. Sikap dapat

meningkat melalui kegiatan diskusi, yaitu mengamati, saling bertanya,

menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan hasil belajar.

7. Penelitian yang berjudul "Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kerja

Sama Siswa Kelas X melalui Model Discovery Learning oleh V. F.

Setyaningrum, Putriaji H., dan Sugeng N., di SMA Kesatrian 1

Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap kerja sama

siswa meningkat dari 65,96% menjadi 72,98%. Penelitian ini

menyatakan bahwa model pembelajaran yang melibatkan siswa secara

aktif dapat meningkatkan kerja sama dalam kelompok, partisipasi, dan

komunikasi.

Page 51: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

36

C. Kerangka Berpikir

Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir

Kemampuan pemecahan masalah dan sikap

siswa pada materi laju reaksi masih rendah

masihrendah Pembelajaran menggunakan model pembelajaran

flipped classroom.

1. Menonton video dan membaca materi

pembelajaran di rumah

2. Tanya jawab isi video

3. Diskusi memecahkan soal kuis bersama

kelompok

4. Presentasi hasil diskusi di depan kelas

5. Latihan akhir

Indikator tingkat Kemampuan Pemecahan

Masalah

1. Mencari dan memahami masalah

(K1)

2. Menyusun strategi pemecahan

yang baik (K2)

3. Mengeksplorasi solusi (K3)

4. Memikirkan dan mendefinisikan

kembali masalah dan solusi dari

waktu ke waktu (K4)

Indikator tingkat Sikap

Siswa

1. Tingkat penerimaan (A1)

2. Tingkat partisipasi (A2)

3. Tingkat penilaian (A3)

4. Tingkat organisasi(A4)

5. Tingkat karakterisasi (A5)

Model pembelajaran flipped classroom dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah dan sikap siswa pada

materi laju reaksi

Respon siswa positif terhadap model pembelajaran flipped

classroom

Page 52: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

37

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA Negeri di Kabupaten

Tangerang pada semester ganjil tahun ajaran 2018/2019, yaitu 23, 24, dan 30

Oktober 2018.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian

deskriptif diartikan sebagai penelitian yang tidak bertujuan memeriksa

hipotesis, melainkan hanya menjelaskan keadaan sebenarnya variabel

dilapangan (Arikunto, 2007, hal. 234). Penelitian deskriptifnya berupa

deskriptif kuantitatif yaitu mendeskripsikan data berupa angka dalam bentuk

statistik deskriptif yang terdiri atas grafik portrayais, hubungan, sentral

tendensi, dan variabilitas (Usman & Akbar, 2009, hal. 130). Penelitian ini

mendeskripsikan tingkat kemampuan pemecahan masalah menurut Bransford

& Stein, tingkat sikap siswa menurut Karthwohl, dan respon siswa melalui

model pembelajaran flipped classroom pada materi Laju reaksi

C. Alur Penelitian

Menurut Noor (2011, hal. 35) Penelitian deskriptif memiliki langkah-

langkah tertentu dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Diawali dengan Adanya Masalah

Tahap ini juga dikenal sebagai studi pendahuluan. Kemampuan

pemecahan masalah yang merupakan kemampuan yang harus dimiliki

pada abad 21 dan sikap siswa pada pelajaran kimia masih rendah. Model

pembelajaran yang diterapkan pun kurang memfasilitasi kemampuan

pemecahan masalah. Hal tesebut yang mendasari tahap ini dan

menimbulkan pertanyaan untuk dilakukan penelitian.

Page 53: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

38

2. Menentukan Jenis Informasi yang Diperlukan

Informasi yang diperlukan dalam penelitian ini berupa Kompetensi

Inti, Kompetensi Dasar, silabus kurikulum 2013 revisi, standar isi mata

pelajaran kimia. Studi literatur yang diperlukan berupa studi kemampuan

pemecahan masalah, sikap, dan model pembelajaran flipped classroom.

Informasi tersebut didapatkan melalui jurnal, kepustakaan, internet, atau

sumber lainnya.

3. Menentukan Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data memerlukan dua unsur penopang,

yaitu instrumen dan sampel. Instrumen yang digunakan dalam penelitian

ini berupa tes esai, angket, dan wawancara. Prosedur pengumpulan data

yang dilakukan oleh peneliti diawali dengan pembuatan RPP Kurikulum

2013 revisi pada materi laju reaksi dengan kompetensi dasar menentukan

orde reaksi dan tetapan laju reaksi berdasarkan data hasil percobaan.

Penelitian dilanjutkan dikelas dengan menerapkan model pembelajaran

flipped classroom-metode problem solving kemudian diuji dengan tes esai

kemampuan pemecahan masalah. Penelitian diakhiri dengan pengisian

angket sikap siswa dan wawancara siswa untuk mengetahui respon siswa

terhadap pembelajaran yang dilakukan.

4. Menentukan Prosedur Pengolahan Informasi atau Data

Peneliti melakukan penskoran tes esai, analisa jawaban, dan analisa

ketercapaian siswa pada tingkat kemampuan pemecahan masalah. Hasil

angket dianalisa untuk mengetahui tingkat sikap siswa pada pembelajaran.

Hasil wawancara dianalisa untuk mengetahui respon siswa terhadap

pembelajaran yang dilakukan. Semua hasil diinterpretasikan melalui

persentase menurut Riduwan.

5. Menarik Kesimpulan Penelitian

Pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan mengenai tingkat

kemampuan masalah, sikap siswa, dan respon siswa melalui model

pembelajaran flipped classroom pada materi laju reaksi.

Page 54: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

39

Gambar 3. 1 Alur Penelitian

Analisis KI, KD,

silabus kurikulum 2013

revisi, standar isi mata

pelajaran kimia

Studi kepustakaan

model

pembelajaran

flipped classroom

Studi kepustakaan

kemampuan

pemecahan

masalah

Studi

kepustakaan

sikap siswa

Membuat perangkat

pembelajaran (RPP, dll)

Membuat instrumen

penelitian

Validasi instrumen

Revisi

Tes esai Lembar

Wawancara

Temuan

Analisis Data

Kesimpulan

Studi Pendahuluan

Angket

Page 55: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

40

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah subjek/objek yang ditetapkan peneliti dari ruang

lingkup gagasan yang berkualitas dan berkarakteristik tertentu”

(Sugiyono, 2012, hal. 117). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

siswa di salah satu SMA Negeri di Kabupaten Tangerang semester ganjil

tahun ajaran 2018-2019.

2. Sampel

Sampel merupakan sesuatu dari banyaknya populasi yang ada

(Sugiyono, 2012, hal. 118). Teknik sampelnya ialah purposive sampling,

yaitu adanya pertimbangan dalam penentuan sampel yang akan

digunakan. Teknik sampel ini digunakan untuk keefektifan dalam analisis

kemamuan pemecahan masalah. Sampel dalam penelitian ini adalah 34

siswa kelas XI MIPA 2 semester ganjil di salah satu SMA Negeri di

Kabupaten Tangerang tahun ajaran 2018-2019.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari hasil tes esai, lembar angket, dan lembar wawancara.

Pengumpulan data harus memerhatikan variabel dan sumber data.

1. Variabel

Variabel yang digunakan adalah model pembelajaran flipped

classroom sebagai variabel independen. Kemampuan pemecahan masalah,

sikap siswa, dan respon siswa pada pembelajaran flipped classroom

sebagai variabel dependen.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan adalah siswa. Siswa sebagai sampel

penelitian.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan yaitu tes esai (uraian) kemampuan

pemecahan masalah, lembar angket sikap siswa dan lembar wawancara

respon siswa.

Page 56: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

41

a. Tes

Tes adalah stimulus sebagai alat bantu penilaian untuk

mendapatkan jawaban diberikan kepada seseorang (Margono, 2007, hal.

170). Tes yang digunakan ialah tes esai (uraian), tes esai yaitu tes yang

jawabannya diuraikan tidak kaku berpatokan pada literatur yang ada

melainkan berdasar pada kalimat dengan pemikiran pribadi (Margono,

2007, hal. 170). Menurut Arikunto (2006, hal. 162) tes esai adalah tes

yang pertanyaannya biasa didahulu dengan kata bagaimana, jelaskan,

uraikan yang dijawab dengan uraian kata-kata. Tes esai yang digunakan

ialah tes esai bentuk bebas atau terbuka, yaitu pelaku menjawab tes

tersebut sesuai dengan kehendaknya (Sudijono, 2005, hal. 100). Tes esai

yang bertujuan mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah

melalui model pembelajaran flipped classroom pada materi laju reaksi.

Tes yang diberikan pada siswa mencakup 16 soal. Pada setiap tes

diajukan 3 soal lanjutan yang dituntut untuk diselesaikan dalam waktu

kurang dari atau sama dengan 5 menit. Komptensi dasar yang digunakan

dalam tes esai ini ialah menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi laju

reaksi menggunakan teori tumbukan dan menentukan orde reaksi dan

tetapan laju reaksi berdasarkan data hasil percobaan. Indikator soal

digunakan untuk menerangkan lebih jelas aspek yang harus muncul pada

siswa dalam mengerjakan soal, indikator soal tersaji dalam tabel 3.2

berikut:

Tabel 3. 1 Indikator Soal Instrumen Tes

Kompetensi

Dasar

Aspek

Kemampuan

Pemecahan

Masalah

Deskripsi

Indikator

Nomor

Soal yang

Digunakan

3.6

Menjelaskan

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

Mencari dan

memahami

masalah.

Mengidentifikasi

unsur-unsur

yang diketahui

dan yang

ditanyakan pada

2, 5, 6, 7,

8, 9, 10,

11, 12, 13,

14, 15, 16,

17, 18, 19

Page 57: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

42

laju reaksi

menggunakan

teori

tumbukan

3.7

Menentukan

orde reaksi

dan tetapan

laju reaksi

berdasarkan

data hasil

percobaan

soal

Menyusun

strategi

pemecahan

masalah yang

baik.

Menentukan

langkah-langkah

penyelesaian

dengan memilih

konsep yang

sesuai dengan

permasalahan

Mengeksplorasi

solusi.

Menjalankan

rencana

penyelesaian

sesuai dengan

langkah-langkah

yang telah

dirancang

Memikirkan dan

mendefinisikan

kembali problem

dan solusi dari

waktu ke waktu.

Memeriksa

kebenaran hasil

dengan

menuliskan cara

lain atau bekerja

secara mundur.

Serta menarik

kesimpulan dari

hasil yang

diperoleh

Rubrik penskoran diperlukan dalam pemberian skor tes esai

kemampuan pemecahan masalah. Rubrik yang digunakan berdasarkan

studi Schoen dan Oehmke yang dikemukakan oleh Dedi, dkk (2004)

disajikan dalam lampiran 4 dan tabel 3.2 berikut:

Page 58: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

43

Tabel 3. 2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Skor

Mencari dan

memahami

masalah

Menyusun

strategi

pemecahan

masalah

yang baik

Mengeksplorasi

solusi

Memikirkan dan

mendefinisikan

kembali problem

dan solusi dari

waktu ke waktu

0

Salah

menginterpre

tasikan/ salah

sama sekali

Tidak ada

rencana,

membuat

rencana yang

tidak relevan

Tidak melakukan

perhitungan

Tidak ada

pemeriksaan/ tidak

ada keterampilan

lain

1

Salah

menginterpre

tasikan

sebagian

soal,

mengabaikan

kondisi soal

Membuat

rencana yang

tidak dapat

dilaksanakan

Melaksanakan

prosedur yang

benar, mungkin

menghasilkan

jawaban yang

benar tetapi salah

perhitungan

Ada pemeriksaan

tetapi tidak tuntas

atau salah

2

Memahami

masalah soal

selengkapnya

Membuat

rencana

pemecahan

yang benar,

tetapi salah

dalam hasil/

tidak ada

hasil

Melakukan proses

yang benar dan

mendapatkan

hasil yang benar

Pemeriksaan

dilaksanakan untuk

melihat kebenaran

proses

3

Membuat

rencana tetapi

belum

lengkap

4

Membuat

rencana

sesuai dengan

prosedur dan

mengarah

pada solusi

yang benar

Page 59: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

44

b. Angket

Angket atau kuesioner ialah instrumen atau teknik pengumpulan

data yang dijawab oleh responden secara tertulis dari beberapa pertanyaan

yang diberikan (Margono, 2007, hal. 167; Sugiyono, 2012, hal. 199).

Angket yang digunakan adalah jenis angket terstruktur, yaitu adanya

pilihan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan (Margono,

2007, hal. 168). Angket digunakan di akhir pembelajaran. Angket

digunakan untuk mengetahui tingkat sikap siswa menurut Karthwohl

melalui model pembelajaran flipped classroom pada Laju reaksi. Indikator

angket dibuat untuk mengetahui lebih jelas aspek dan nomor butir soalnya,

tersaji pada lampiran 10 dan tabel 3.3 berikut:

Tabel 3. 3 Indikator Angket Sikap Siswa

No Dimensi Sikap Aspek Penilaian Sikap Nomor Butir

Soal

1 Jujur Mengelola (A4)

Penilaian (A3)

11,

19

2 Disiplin Karakterisasi (A5)

Mengelola (A4)

1,

4

3 Bertanggung

jawab

Menanggapi (A2)

Mengelola (A4)

7,

20

4 Kerjasama Menanggapi (A2)

Penerimaan (A1)

12,

13

5 Santun Karakterisasi 2, 3

6 Responsif Penerimaan (A1)

Menanggapi (A2)

Penilaian (A3)

Mengelola (A4)

5,

6, 8, 15

16,

14, 17, 18

7 Toleransi Penerimaan (A1) 9, 10

Page 60: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

45

c. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber oleh

peneliti dengan menyampaikan beberapa pertanyaan secara langsung

(Lestari & yudhanegara, 2017, hal. 238). Ada dua jenis wawancara yang

dapat dilakukan, yaitu terstruktur dan tidak terstruktur. Penelitian ini

menggunakan wawancara terstruktur yaitu adanya pedoman wawancara

saat wawancara berlangsung (Lestari & Yudhanegara, 2017, hal. 238),

peneliti telah mengetahui informasi atau data yang diperoleh Sugiyono,

2012, hal. 194). Wawancara dilakukan pada 10 siswa untuk mengetahui

lebih dalam mengenai respon siswa terhadap model pembelajaran flipped

classoom dengan metode problem solving. Pedoman wawancara

terstruktur akan lebih jelas jika terlebih dahulu dibuat kisi-kisinya,

sebagaimana tersaji dalam lampiran 33 dan tabel 3.4 berikut:

Tabel 3. 4 Kisi-kisi Pedoman Wawancara Siswa

No Aspek yang Diteliti Indikator Nomor Pertanyaan

1 Pemahaman mengenai

model pembelajaran

Respon siswa terhadap

pembelajaran flipped

classroom-problem

solving

1, 2, 3, 4

2 Pengingkatan

kemampuan pemecahan

masalah

Respon siswa akibat

pembelajaran flipped

calssroom- problem

solving terhadap

kemampuan

pemecahan masalah

5, 6

3 Evaluasi Mengetahui gambaran

pemecahan masalah

siswa dalam tahap

menyelesaikan soal

7, 8

Page 61: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

46

melalui model

pembelajaran flipped

classroom- problem

solving

F. Kalibrasi Instrumen

Setelah dibuat instrumen berupa tes esai kemampuan pemecahan masalah,

lembar angket sikap siswa dan respons siswa berupa lembar wawancara.,

maka instrumen harus di kalibrasi untuk dapat digunakan untuk mengukur

variabel yang diinginkan. Kalibrasi instrumen tes itu meliputi uji validitas, uji

realibilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda. Pada penelitian ini, kalibrasi

instrumen tes esai diujikan pada kelas XII MIPA 3 semester ganjil di salah

satu SMA Negeri di Kabupaten Tangerang tahun ajaran 2018/2019.

1. Validitas Instrumen

Validitas merupakan kadar kesahihan data yang diungkapkan

peneliti dengan data yang terjadi pada objek penelitian. Instrumen yang

valid berarti dapat mempertimbangkan apa yang selayaknya diukur

(Sugiyono, 2012, hal. 173). Instrumen yang divalidasi yaitu tes esai,

lembar angket, dan lembar wawancara. Tes kemampuan pemecahan

masalah dilakukan validitas oleh dosen ahli dan proses uji coba instrumen.

Materi tes ialah materi kelas XI IPA, maka tes akan di uji cobakan kepada

siswa kelas XII IPA. Penguji validitas pada instrumen nontest (lembar

angket dan lembar wawancara) dilakukan oleh dosen ahli.

Pengujian validitas instrumen (validitas butir) menggunakan uji

Point Biserial dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

γpbi =Mp − Mt

St√

p

q

Keterangan:

pbi = koefisien korelasi biserial

Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item

yang dicari validatasnya

Mt = rerata skor total

Page 62: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

47

St = Standar deviasi dari skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar

q = proporsi siswa yang menjawab salah

(Arikunto, 2006, hal. 79)

Perhitungan pbi dapat menentukan validitas instrumen yaitu

dengan membandingkan rtabel point biserial dan tabel harga kritik r

product moment. Jika hasil perhitungan pbi ≤ rtabel, dan rtabel ≤ harga kritik

dalam tabel, maka soal tersebut dinyatakan tidak valid (Arikunto, 2006,

hal. 75). Interpretasi nilai koefisien korelasi yang diperoleh dapat dilihat

pada Tabel 3.4.

Tabel 3. 5 Interpretasi Koefisien Korelasi

Koefisien Korelasi Kriteria Validitas

0,80 < 𝛾𝑝𝑏𝑖 ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < 𝛾𝑝𝑏𝑖 ≤ 0,80 Tinggi

0,40 < 𝛾𝑝𝑏𝑖 ≤ 0,60 Cukup

0,20 < 𝛾𝑝𝑏𝑖 ≤ 0,40 Rendah

0,00 < 𝛾𝑝𝑏𝑖 ≤ 0,20 Sangat rendah

(Arikunto, 2006, hal. 75)

Hasil uji validitas tes kemampuan pemecahan masalah oleh ahli

terdapat pada lampiran 8 dan menggunakan alat SPSS 23 dan ditentukan

dengan harga kritis 0,325 (Kadir, 2016, hal. 532) dapat dilihat pada

lampiran 13 dan tabel 3.6 berikut:

Tabel 3. 6 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Esai

Statistik Butir Soal

Jumlah soal 19

Jumlah siwa 38

Page 63: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

48

Nomor soal valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,

12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19

Jumlah soal valid 19

persentase 100%

2. Reliabilitas Instrumen

Instrumen dikatakan reliabel apabila mengahasilkan data yang

sama saat diujikan beberapa kali pengukuran pada objek yang sama

(sugiyono, 2012, hal. 173). Reliabilitas dapat diukur menggunakan alat

bantu SPSS 23. Pengujian reliabitas tes esai dapat menggunakan rumus

Cronbach’s Alpha (α):

r11 = (n

n − 1) (1 −

∑ si2

si2 )

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen

n = banyaknya butir pertanyaan

∑ si2 = jumlah varians item

si = varians total

(Sundayana, 2014, hal. 69).

Kriteria reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut (Sundayana,

2014, hal. 70):

Tabel 3. 7 Kriteria Reliabilitas

Kriteria Indeks Klasifikasi Penafsiran

Realibilitas

r11 ≤ 0,20 Sangat Rendah Buruk Sekali

0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah Buruk

0,40 < r11 ≤ 0,60 Sedang Cukup

0,60 < r11 ≤ 0,80 Tinggi Baik

r11 > 0,80 Sangat Tinggi Sangat Baik

Berdasarkan hasil uji reliabilitas tes esai dengan menggunakan alat

bantu SPSS 23 yang terdapat pada lampiran 14 ialah sebesar 0,97, nilai ini

Page 64: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

49

berkategori sangat tinggi. Dengan demikian isntrumen tes esai ini layak

digunakan dalam penelitian.

3. Taraf Kesukaran

Menurut Arikunto (2006, hal. 207) taraf/indeks kesukaran ialah

sukar atau mudahnya suatu tes yang ditunjukan dengan bilangan. Rumus

menentukan taraf kesukaran adalah sebagai berikut:

IK =X̅

SMI

Keterangan :

IK = indeks kesukaran

X̅ = rata-rata skor jawaban siswa pada suatu butir

SMI = skor maksimum ideal, yaitu skor maksimum yang akan

diperoleh siswa jika menjawab soal tersebut dengan

benar

(Lestari dan Yudhanegara, 2017, hal. 224)

Kategori taraf kesukaran butir soal adalah sebagai berikut:

Tabel 3. 8 Kategori Butir Soal

Kriteria Indeks Klasifikasi

Tingkat Kesukaran

TK < 0,3 Sukar

0,3 ≤ TK ≤ 0,7 Sedang

TK > 0,7 Mudah

(Arikunto, 2006, hal. 210)

Berdasarkan hasil uji taraf kesukaran tes esai terdapat pada

lampiran 15 dan tabel 3.9 berikut:

Tabel 3. 9 Hasil Uji Taraf Kesukaran

Kriteria Butir Soal

Jumlah Soal Persentase

Sukar 2 10,53

Sedang 17 89,47

Jumlah 19 100

Page 65: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

50

4. Daya Pembeda

Indeks daya pembeda butir soal dapat membedakan siswa

kemampuan tinggi dengan kurang pandai yang bernilai dari -1 sampai +1,

(Arikunto, 2006, hal. 211). Daya pembeda akan positif jika soal dapat

dijawab oleh siswa berkemampuan tinggi saja. Rumus untuk menentukan

daya pembeda adalah:

DP =X̅A − X̅B

SMI

Keterangan :

DP = daya pembeda

X̅A = rata-rata skor jawaban siswa kelompok atas

X̅B = rata-rata skor jawaban siswa kelompok bawah SMI = skor maksimum ideal, yaitu skor maksimum yang akan

diperoleh siswa jika menjawab soal tersebut dengan benar

(Lestari dan Yudhanegara, 2017, hal. 217)

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda adalah :

Tabel 3. 10 Klasifikasi Interprestasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Interpretasi

0,70 < D ≤ 1,00 Sangat baik

0,40 < D ≤ 0,70 Baik

0,20 < D ≤ 0,40 Cukup

0,00 < D ≤ 0,20 Jelek

D ≤ 0,00 Sangat jelek

(Arikunto, 2006, hal. 218).

Berdasarkan hasil uji daya pembeda tes esai terdapat pada lampiran

16 dan tabel 3.11 berikut:

Tabel 3. 11 Hasil Uji Daya Pembeda Tes

Kriteria Butir Soal

Jumlah Soal Persentase

Jelek 3 15,8

Cukup 16 84,2

Jumlah 19 100

Page 66: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

51

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis Hasil Instrumen Tes

a. Memberikan kode pada jawaban siswa.

b. Memberi skor mentah pada masing-masing soal tes tulis peserta didik

berdasarkan rubrik penilaian.

c. Menghitung skor total tes untuk setiap aspek kemampuan pemecahan

masalah.

d. Menentukan nilai presentase kemampuan pemecahan masalah untuk

setiap aspek. Untuk menghitung persentase dari masing-masing

pernyataan digunakan rumus:

𝑁𝑃 =𝑅

𝑆𝑀𝑥100

Keterangan:

NP : nilai persen yang dicari atau diharapkan

R : skor mentah yang diperoleh siswa

SM : skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan

100 : bilangan tetap

(Purwanto, 2004, hal. 102).

e. Menunjukkan skor yang diperoleh dan dibuat persentase. Kemudian

persentase yang diperoleh dicocokkan pada masing-masing kriteria,

yaitu sangat baik, baik, kurang baik, dan sangat kurang baik. Kriteria

menurut Riduwan (2007, hal. 15).

Tabel 3. 12 Interpretasi Tingkat kemampuan Pemecahan Masalah

Persentase Pencapaian Aspek

Tingkat kemampuan

Pemecahan Masalah

Kategori Tingkat Kemampuan

Pemecahan Masalah

81 - 100 Sangat Baik

61 - 80 Baik

41 - 60 Cukup

21 - 40 Kurang

0 - 20 Sangat Kurang

Page 67: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

52

f. Menginterpretasi secara deskriptif data persentase tiap-tiap aspek

tingkat kemampuan pemecahan masalah yang muncul selama proses

pembelajaran.

2. Analisis Hasil Lembar Angket

a. Peneliti menuliskan sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju,

sangat tidak setuju pada kolom yang tersedia dari masing-masing

pernyataan. Jika siswa memberi tanda ceklis pada jenis pernyataan

positif maka diberi urutan nilai 5, 4, 3, 2, 1. Jika siswa memberi tanda

ceklis pada jenis pernyataan negatif maka diberi urutan nilai 1, 2, 3, 4,

5.

Tabel 3. 13 Kriteria Penilaian

Jenis

Pernyataan

Jumlah

Pernyataan

Butir

Pernyataan Ketentuan

Pernyataan

positif 9

3, 5, 7, 11, 12,

14, 17, 18, 20

Urutan nilai 5, 4, 3,

2, 1

Pernyataan

negatif 11

1, 2, 4, 6, 8, 9,

10, 13, 15, 16,

19

Urutan nilai 1, 2, 3,

4, 5

b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari lembar angket tiap butir

pernyataan.

c. Menjumlahkan skor pada setiap aspek.

d. Pada analisis deskriptif dikatakan bahwa kondisi variabel sudah 100%

sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Dalam hal ini peneliti

mengukur kondisi variabel yang diukur, dibandingkan dengan kondisi

yang diharapkan, dan ukurannya adalah persentase (Arikunto, 2007,

hal. 268). Untuk menghitung persentase dari masing-masing

pernyataan digunakan rumus:

𝑁𝑃 =𝑅

𝑆𝑀𝑥100

Keterangan:

NP : nilai persen yang dicari atau diharapkan

Page 68: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

53

R : skor mentah yang diperoleh siswa

SM : skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan

100 : bilangan tetap

(Purwanto, 2004, hal. 102)

e. Menunjukkan skor yang diperoleh dan dibuat persentase. Kemudian

persentase yang diperoleh dicocokkan pada masing-masing kriteria,

yaitu sangat baik, baik, kurang baik, dan sangat kurang baik. Kriteria

menurut Riduwan (2007, hal. 15).

Tabel 3. 14 Interpretasi Tingkat Sikap Siswa

Persentase Pencapaian Aspek

Tingkat Sikap Siswa Kategori Tingkat Sikap Siswa

81 - 100 Sangat Baik

61 - 80 Baik

41 - 60 Cukup

21 - 40 Kurang

0 - 20 Sangat Kurang

f. Menginterpretasi secara deskriptif data persentase tiap-tiap aspek

tingkat sikap siswa yang muncul selama proses pembelajaran.

3. Analisis Hasil Lembar Wawancara

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap 10 orang responden,

diubah ke dalam bentuk tulisan. Data yang diperoleh dibuat dalam bentuk

transkrip kemudian diterjemahkan secara deskriptif dan persentase

menurut Riduwan (2007, hal. 15) yang tertera dalam tabel 3.15.

Tabel 3. 15 Interpretasi Respon Siswa

Persentase Respon Siswa Kategori Respon Siswa

81 - 100 Sangat Baik

61 - 80 Baik

41 - 60 Cukup

21 - 40 Kurang

0 - 20 Sangat Kurang

Page 69: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

75

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan pada BAB IV

mengenai kemampuan pemecahan masalah dan sikap siswa melalui model

pembelajaran flipped classroom dengan metode problem solving pada

materi laju reaksi, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat kemampuan pemecahan masalah pada penelitian ini memiliki

kriteria sangat baik dengan persentase nilai sebesar 81,3.

2. Tingkat sikap siswa memiliki kriteria baik dengan persentase nilai

sebesar 76,4.

3. Respon siswa mengenai penggunaan model pembelajaran flipped

classroom pada materi laju reaksi, responnya positif dan baik.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan penulis selama penelitian berlangsung,

ada beberapa saran dari penulis terkait dengan penelitian ini untuk peneliti

selanjutnya diharapkan:

1. Mampu melakukan penelitian tentang kemampuan pemecahan masalah

dan sikap dengan variasi materi dan model pembelajaran flipped

classroom-problem solving.

2. Mampu menerapkan model pembelajaran flipped classroom untuk

meningkatkan kemampuan berpikir yang lain.

3. Mampu menggunakan model pembelajaran flipped classroom dengan

variasi video lainnya.

Page 70: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

76

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, RN., K. Wijayanti, & ER. Winarti. (2014). Pengaruh Motivasi dan

Aktivitas Belajar terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah. Unnes

Journal of Mathematics Education, 3(2).

Aji, Ratri Esti Wisnu, & Ali Majmudi. (2018). Efektifitas Pembelajaran

Matematika dengan Strategi Problem Solving untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas VIII SMP. Jurnal

Pendidikan Matematika-S1, 7(3), 46-54.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi.

Jakarta: Bumi Aksara.

________________. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Atkins, P.W. (1996). Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.

Azwar. Saifuddin. (2013). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya Edisi ke 2.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bergman, Jonathan & Aaron Sams. (2012). Flipp Your Classroom: Reach Every

Students in Every Class Every Day. United States: The International Society

for Technology in Education.

Bishop, Jacob Lowell & Mathew A Verleger. (2013). The Flipped Classroom: A

Survey of The Research. ASEE National Conference Proceedings, Atlanta,

GA 30(9), 1-18.

Brown, C. A., Kreag, D., & David T. D. (2016). Student Perceptions on Using

Guided Reading Questions do Motivate Student Reading in The Flipped

Classroom. Accounting Education, 25(3), 256-271.

Caligaris, M., Georgina, R., & Lorena, L. (2016). A First Experience of Flipped

Classroom in Numerical Analysis. Procedia-Social and Behavioral Science,

217, 838-845.

Carolin, Y., Sulistyo, S., & Agung, N. (2015). Penerapan Metode Pembelajaran

Problem Solving Dilengkapi LKS untuk Meningkatkan Aktivitas dan

Prestasi Belajar pada Materi Hukum Dasar Kimia Siswa Kelas X MIA 1

SMA Bhinneka Karya 2 Boyolali Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurnal

Pendidikan Kimia, 4(4), 46-53.

Page 71: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

77

Chang, Raymond. (2005). Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Jilid 2. Jakarta:

Erlangga.

Child & Sheehan. (2009). What’s Difficult about Chemistry? An Irish Perspective.

Chemistry Education Research and Practice, 10(3), 204-218.

Dedi, Endang, dkk. (2004). Penyuluhan tentang Pembelajaran Matematika dengan

Pemecahan Masalah (Problem Solving) kepada Guru-guru Sekolah Dasar.

Bandung: Laporan Pengabdian Masyarakat, Fakultas Matematika dan IPA,

Universitas Pendidikan Indonesia.

Dewi, Citra Ayu & Abdul Hamid. (2015). Pengaruh Model Case Based Learning

(CBL) terhadap Keterampilan Generik Sains dan Pemahaman Konsep

Siswa Kelas X pada Materi Minyak Bumi. Jurnal Ilmiah Pendidikan kimia

“Hydrogen”, 3(2), 294-301.

Djajalaksana, Yenni Merlin. (2014). Penerapan Konsep ‘Flipped Classroom’ untuk

Mata Kuliah Statistika dan Probabilitas di Program Studi Sistem Informasi.

Laporan Penelitian Universitas Kristen Maranatha.

Djamarah, Syaiful Bahri & Aswan Zain. (2013). Strategi Belajar Mengajar Edisi

Revisi. Jakrta: Rineka Cipta.

Fahmi, S., Syahrir, & Ade, K. (2017). Penerapan Metode Pembelajaran Problem

Solving untuk Meningkatkan Motivasi dan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 3 Batukliang Tahun

Pelajaran 2016/2017. JMPM, 5(1), 85-89.

Fatimah, Is. (2013). Kinetika Kimia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Fautch, Jessica M. (2015). The Flipped Classroom for Teaching Organic Chemistry

in Small Classes: Is It Effective?. Chemistry Education research and

Practice, 16(1), 179-186.

Flipped Learning Network (FLN). (2014). The Four Pillar of F-L-IpPTM. Diakses

dari http://flippedlearning.org/definition. Diunduh pada tanggal 25 Oktober

2018 pukul 23: 42 WIB.

Gerungan W.A. (2004). Psikologi Sosial. Jakarta: Refika Aditama.

Hsieh, J. S. C., Wen-Chi, V., & Michael, W. M. (2017). Using The Flipped

Classroomto Enhance EFL Learning. Computer Assisted Language

Learning, 30(1-2), 1-21.

Page 72: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

78

Kadir. (2016). Statistika Terapan: Konsep, Contoh dan Analisis Data dengan

Program SPSS/Liseral dalam Penelitian Edisi Kedua. Jakarta: Rajawali

Pers.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2018). Diakses dari

http://kbbi.kemendikbud.go.id/entri/kemampuan. Diunduh pada tanggal 24

Agustus 2017 pukul 22:59 WIB.

Lestari, K. E & Mokhammad Ridwan Y. (2017). Penelitian Pendidikan Matematika

(Panduan Praktis Menyusun Skripsi, Tesis, dan Laporan Penelitian dengan

Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi Disertai dengan Model

pembelajaran dan Kemampuan Matematis). Bandung: Refika aditama.

Lee & Lai. (2017). Facilitating Higher-order Thinking Alt The Flipped Classroom

Model: a Sudent Teacher’s Experience in a Hongkong Secondary School.

Research and Practice in Technology Enhanced Learning, 12(1), 8.

Loo, Jeffery L, dkk. (2016). Flipped Instruction for Information Literacy: Five

Instruction Cases of Academic Librarian. The Journal of Academic

Librarianship, 42(3), 273-280.

Long, T., Joanne, L., & Michael, W. (2016). Students’ Perceptions of The Value of

Using Videos as a Pre-class Learning Experience in The Flippes

Classroom. Tech Trends, 60(3), 245-252.

Mahendra, A. S., Sulistyo S., & Agung, N. C. S. (2018). Penerapan Model

Pembelajaran Problem Solving dengan Bantuan Hierarki Konsep untuk

Meningkatkan Kerjasama Siswa dan Prestasi belajar dalam Materi

Stoikiometri Kelas X MIA 3 SMAN 1 Banyudono Tahun Ajaran 2016/2017.

Jurnal Pendidikan Kimia, 7(2), 161-168.

Margono, S. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Masri, M. F., Suyono, & Pinta D. Pengaruh Metode Pembelajaran Berbasis

Masalah terhadap Self-Efficacy dan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Ditinjau dari Kemampuan Awal Matematika Siswa SMA. JPPM,

11(1). 2018.

Musyakkirah, Husain. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran dan Kemampuan

Awal terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kesadaran

Metakognisi Peserta Didik Kelas X SMK Teknologi Penerbangan

Hasanuddin Makasar (Sudi pada Materi Pokok Konsep Mol). Thesis pada

Universitas Negeri Makasar.

Nelyza, Fita, Hasan, & Musman. (2015). Implementasi Model Discovery Learning

pada Materi Laju Reaksi untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains

Page 73: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

79

dan Sikap Sosial Peserta Didik MAS Ulumul Qur’an Banda Aceh. Jurnal

Pendidikan Sains Indonesia, 03(02), 14-21.

Noor, J. (2011). Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah

Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Nouri, Jalal. (2016). The Flipped Classroom: for Active, Effective and Increased

Learning-Especially for low Achievers. International Journal of Educational

Technology in Higher Education, 13(1), 33.

Olakanmi, Eunice Eyitayo. (2017). The Effect of a Flippes Classroom Model of

Instruction on Students’ Performance and Attitudes Towards Chemistry. J

Sci Educ Technol, 26(1), 127-137.

Ormrod, Jeanne Ellis. (2008). Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan

Berkembang. Jakarta: Erlangga.

Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan. Standar Isi Pendidikan Dasar dan

menengah: Nomor 21 tahun 2016.

Petrucci, Harwood, & Herring. (2011). Kimia Dasar: Prinsip-prinsip & Aplikasi

Modern Edisi Kesembilan-Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Polya, George. (1957). How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method.

New york: Doubleday Anchor Book, doubleday & Company, Inc.

Putri, N. K. N., M. Danial, & N. Arsyad. (2018). Pengaruh Sikap, Konsep Diri, dan

Kesadaran Metakognitif terhadap Hasil Belajar Kimia Peserta Didik Kelas

XI MIA SMAN di Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba. Chemistry

Education Review (CER), Pend. Kimia PPs UNM, 1(2), 73-89.

Purba, Michael & Eti Sarwiyati. (2018). Kimia 2 untuk SMA/MA Kelas XI:

Berdasarkan Kurikulum 2013 Revisi. Jakarta: Erlangga.

Purwanto, N. (2004). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Rahayu, Eka Sri. (2018). Penerapan Pendekatan Scientific dengan Model Problem

Based Learning untuk Meningkatkan Sikap dan Prestasi Belajar

Matematika Siswa SMPN 9 Merauke. Magistra: Jurnal Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, 5(1), 15-25.

Rejeki, D. P., M. Hasan, & A. G. Haji. (2015). Penerapan Model Pembelajaran

Learning Cycle 5E pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan untuk

Meningkatkan Hasil Belajar dan Sikap Peserta Didik SMAN 1 Krueng

Barona jaya. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, 3(1), 19-26.

Page 74: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

80

Riduwan. (2007). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung:

Alfabeta.

Rijal, S & Suhaedir Bachtiar. (2015). Hubungan antara Sikap, Kemandirian

Belajar, dan Gaya Belajar dengan Hasil Belajar Kognitif Siswa. Jurnal

Bioedukatika, 3(2): 15-20.

Rodiyah, H., W. Lasmawan, & N. Dantes. (2018). Pengaruh Model Pembelajaran

Resolusi Konflik terhadap Sikap Sosial dan Hasil Belajar IPS Kelas VSD

Gugus 2 Selong Lombok Timur. Jurnal DIDIKA: Wahana Ilmiah Pendidikan

Dasar, 4(1), 24-37.

Rotherham, By Andrew J & Daniel T. Willingham. (2010). “21st-Century” Skills:

Not New, but a Worthy Challenge. American Educator, 34(1), 17-20.

Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Santrock, J. W. (2015). Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Kencana.

Sastrohamidjojo, Hardjono. (2010).Kimia Dasar. Yogyakarta: Universitas Gadjah

Mada.

Sawitri, D.U., Suma, K., & Gunadi, I. G. A. (2018). Strategi Pembelajaran Guru

Fisika: dampaknya dalam Pengembangan Sikap Sosial Siswa Kelas XI MIA

1 dan XI MIA 2 di SMAN 1 Kintamani. Wahana Matematika dan Sains:

Jurnal Matematika, Sains, dan Pembelajarannya, 12(2).

Schultz, D., S. Duffield, S. C. Rasmussen, & J. Wageman. (2014). Effect of The

Flipped Classroom Model on Student Performance for Advances Placement

High School Chemistry Students. Journal of Chemical Education, 91(9),

1334-1339.

Seery, M. K. (2015). Flipped Learning in Higher Education Chemistry: Emerging

Trends and Potential Direction. Chemistry Education Research and

Practice, 16(4), 758-768.

Setyaningrum, V. F., Putriaji, H., & Sugeng, N. (2018). Penigkatan Pemahaman

Konsep dan Kerja Sama Siswa Kelas X melalui Model Discovery Learning.

Prisma, Prosiding Seminar Nasional Matematika, 1.

Siswanto, I. Kamba, & S. Aminah. (2016). Perbedaan Pengetahuan dan Sikap

Pasien Diabetes Melitius Rawat Inap Rumah Sakit Islam Samarinda

Sebelum dan Sesudah Konseling Gizi dengan Menggunakan Media

Audiovisual. Jurnal Ilmiah Manuntung, 2(1), 8-14.

Page 75: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

81

Slameto. (1991). Proses Belajar Mangajar dalam Sistem Kredit Semester (SKS).

Jakarta: Bumi Aksara.

Solso, Robert L, Otto H. Maclin, & M. Kimberly Maclin. (2008). Psikologi

Kognitif. Jakarta: Erlangga.

Su, Chien-Yuan, & Cheng-Huan Chen. (2018). Investigating the Effects of Flippes

Learning, Student Question Generation, and Instant Response Technologies

on Student’s Learning Motivation, Attitudes, and Engagement: A Structural

Equation Modeling. Eurasia Journal of Mathematics, Science and

Technology Education, 14(6), 2453-2466.

Sudijono, Anas. (2005). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D). Bandung. Alfabeta.

Sulistyowati, N., A. T. Widodo, & W. Sumarni. (2012). Efektifitas Model

Pembelajaran Guided Discovery Learning terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Kimia. Chemistry in Education, 2(1).

Sundayana, Rostina. (2014). Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung. Alfabeta.

. (2016). Kaitan antara Gaya Belajar, Kemandirian Belajar, dan

Kemampuan Pemecahan Masalah Siswi SMP dalam Pelajaran Matematika.

Jurnal Musharafa, 5(2), 75-84.

Utami, Sri. (2017). Pengaruh model pembelajaran Flipped Classroom Tipe Peer

Instruction Flipped Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Siswa: (Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas XI SMA Negeri 1 Parung).

Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.

Usman, Husaini & Purnomo, Setiadi A. (2009). Metodologi Penelitian Sosial Edisi

Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.

Walgito, Bima. (2003). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andi.

Wena, Made. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan

Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Yanti, N. R., B. Suharto, & Syahmani. (2016). Implementasi Model Problem Based

Berbantuan Tes Superitem terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Quantum: Jurnal Inovasi

Pendidikan Sains, 7(20), 147-155.

Page 76: ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SIKAP …

82

Yuliasari, Eva. (2017). Eksperimental Model PBL dan Model GDL terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Kemandirian

Belajar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 6(1), 1-10.

Zaif, A., Sunardi, & N. Diah. (2013). Penerapan Pembelajaran Pemecahan

Masalah Model Plya untuk Menyelesaikan Soal-soal Pemecahan Masalah

pada Siswa Kelas IX I SMP Negeri I Jember Semester Ganjil Tahun Ajaran

2012/2013. Pancaran Pendidikan, 2(1), 119-133.