Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
1
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN BERDASARKAN KEPUTUSAN
MENTERI BUMN NO 100/MBU/2002 PADA PT PELAYARAN NASIONAL
INDONESIA PERIODE 2009-2015
Disusun oleh :
Samuel Indra C.L.T
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
Dosen Pembimbing :
Moeljadi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menilai kinerja keuangan perusahaan
PT PELNI. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan metode pengumpulan data
berupa dokumentasi, menggunakan teknik analisis rasio keuangan secara time series. Rasio
yang digunakan sesuai dengan standar kinerja keuangan BUMN yang tercantum di dalam
Keputusan Menteri BUMN No.KEP-100/MBU/2002.
Berdasarkan hasil analisis kinerja keuangan sesuai dengan Keputusan Menteri BUMN
No.KEP-100/MBU/2002, tingkat profitabilitas PT PELNI dapat dikatakan kurang sehat
karena dua rasio penilaian profitabilitas menghasilkan nilai yang berada di range bawah skor
penilaian, mengindikasikan bahwa PT PELNI memiliki kemampuan yang rendah dalam
menghasilkan laba dari aktivitas normal bisnisnya. Tingkat likuiditas PT PELNI sangat baik
karena dua rasio penilaian menghasilkan nilai yang berada di atas range skor penilaian
tertinggi. Tingkat aktivitas PT PELNI menunjukkan kinerja yang baik. Solvabilitas PT
PELNI menunjukkan kinerja yang baik. Berdasarkan penilaian tingkat kesehatan BUMN,
keuangan PT PELNI periode 2009 sampai 2015 berturut-turut meraih predikat tidak sehat
kategori „BBB‟ pada 2009, kategori „BB‟ pada 2010, kategori „BBB‟ pada 2011, tidak sehat
kategori „BBB‟ pada 2012, tidak sehat kategori „BB‟ pada 2013, tidak sehat kategori „BBB‟
pada 2014 dan tidak sehat kategori „BBB‟ pada 2015.
Kata kunci : Kinerja keuangan, analisis rasio keuangan
ABSTRACT
This study aims to determine and assess the financial performance of the company PT
PELNI. This research is descriptive research, with data collection method in the form of
documentation, using technique of financial ratio analysis by time series. The ratios used in
accordance with the financial performance standards of SOEs are listed in the Decree of the
Minister of SOE No.KEP-100 / MBU / 2002.
Based on the results of financial performance analysis in accordance with the Decree
of the Minister of SOE No.KEP-100 / MBU / 2002, PT PELNI's profitability level can be
said to be unhealthy because two profitability valuation ratios produce values that are in the
range below the rating score, indicating that PT PELNI has Low in profit from normal
business activity. PT PELNI's liquidity level is very good because the two rating ratios
produce values that are above the highest scoring range. PT PELNI's activity level shows
good performance. PT PELNI's solvency shows good performance. Based on the rating of
state-owned enterprises, PT PELNI's finance in 2009 to 2015 periodically won unhealthy
category category 'BBB' in 2011, unhealthy category of 'BBB' in 2012, unhealthy category
'BB' in 2013, unhealthy category 'BBB 'In 2014 and unhealthy category' BBB 'by 2015.
Keywords: Financial performance, financial ratio analysis
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan
dengan luas wilayah perairan lebih besar
dari pada daratan. Sumber daya alam yang
terdapat di laut berlimpah telah
dimanfaatkan bangsa ini sejak lama baik
dari laut dan daratnya. Selain potensi alam
tersebut, laut juga meyimpan potensi lain
yaitu sebagai sarana transportasi. Hal ini
memunculkan semangat membangun
transportasi laut untuk kesejahteraan
negara.
Untuk mengembangkan
perekonomian negara, Indonesia memiliki
tiga pilar utama yaitu swasta, BUMN dan
koperasi. Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 19 tahun 2003
tentang BUMN, Badan Usaha Milik
Negara adalah badan usaha yang sebagian
besar atau seluruh modalnya dimiliki
negara.
Kinerja BUMN selama ini identik
dengan efisiensi yang rendah. Menurut
Toni Prasetiono (2003) masalah utama
terkait hal ini adalah dengan diberikannya
hak monopoli kepada BUMN sehingga
sering menyebabkan BUMN tidak efisien.
Sedangkan menurut Mungaran (2007),
terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan kurang optimalnya kinerja
BUMN yaitu BUMN merupakan badan
usaha yang mendapatkan fasilitas dan
keistimewaan dari pemerintah, tetapi
dalam implementasinya keistimewaan
tersebut sering disalahgunakan oleh para
pemangku kekuasaan, perlakuan istimewa
pemerintah kepada BUMN menjadikannya
tidak peka terhadap lingkungan usahanya
serta asset BUMN yang besar tetapi tidak
disertai utilitas optimal berakibat over
investment dan pemborosan yang
membebani BUMN itu sendiri sehingga
BUMN pada umumnya kurang
mempertimbangkan prinsip efektivitas dan
efisiensi sebagaimana semestinya.
Untuk meningkatkan kinerja
BUMN, diperlukan evaluasi kinerja agar
diketahui apakah aktivitas operasional
perusahaan telah berjalan dengan efektif
dan efisien. Evaluasi kinerja merupakan
suatu proses penilaian pelaksanaan tugas
seseorang atau unit kerja dalam suatu
perusahaan disesuaikan dengan standar
kinerja atau tujuan yang ditetapkan
(Mulyadi dan Johny Setyawan, 1999).
Dengan melakukan evaluasi kinerja akan
diperoleh gambaran tentang perkembangan
perusahaan serta hal-hal yang telah dicapai
di waktu yang lalu dan peluang di masa
mendatang. Dalam melakukan evaluasi
kinerja, diperlukan standar tertentu supaya
pengukuran dapat dilakukan dengan baik.
Pengukuran evaluasi kinerja
BUMN memiliki standar tertentu dan
bebebrapa kali mengalami perubahan.
Pertama yaitu Surat Keputusan Menkeu
No.740 tahun 1989, SK Menteri Keuangan
3
No. 826 tahun 1992, keputusan No.215
1999, hingga sekarang aturan paling baru
adalah Keputusan Menteri BUMN
No.KEP-100/MBU/2002. Pada aturan ini
tingkat kesehatan BUMN ditetapkan
berdasarkan penilaian terhadap kinerja
perusahaan untuk tahun buku yang
bersangkutan yang meliputi penilaian
aspek keuangan, aspek operasional, aspek
administrasi. Terdapat skor untuk masing-
masing indikator yang telah ditetapkan
berdasarkan pembobotannya. Setelah
dilakukan penilaian, perusahaan BUMN
digolongkan kedalam tiga golongan dalam
penilaian kesehatan ini yaitu sehat
(kategori AAA, AA, AA), kurang sehat
(kategori BBB, BB, B) dan tidak sehat
(kategori CCC,CC, C).
Jika dibandingkan standar
penilaian terdahulu, standar penilaian ini
memiliki beberapa keunggulan yaitu
keluasan aspek penilaian, kemudahan
dalam penggunaannya karena sudah dalam
satu paket meliputi berbagai aspek
penilaian serta kategorisasi hasil akhir
yang jelas. Selain itu pada penilaian
keuangan, jika dibandingkan dengan
perhitungan rasio konvensional terdapat
beberapa perbedaan. Hal ini dikarenakan
rasio yang diperhitungkan telah
disesuaikan dengan kondisi BUMN yang
berbeda dengan badan usaha lainnya.
Perusahaan yang memiliki kinerja
keuangan baik akan memiliki
keberlangsungan usaha yang baik. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Sanna-Lena
Bäckström dan Jenny Karlsson (2015)
yang menyatakan terdapat hubungan
positif antara keberlangsungan usaha dan
kinerja keuangan. Kinerja keuangan dapat
diteliti melalui analisis laporan keuangan.
Menurut Fahmi (2008:118) analisis atas
laporan keuangan dan interpretasinya
dilakukan untuk mengadakan penilaian
atas kondisi keuangan perusahaan dan
perkembangan suatu perusahaan melalui
laporan keuangan.
PT Pelayaran Nasional Indonesia
(Persero) adalah salah satu BUMN yang
menyediakaan jasa angkutan transportasi
laut, meliputi jasa angkutan penumpang
dan muatan barang antar pulau. Dalam
melaksanakan usahanya, perusahaan
mengalami persaingan yang ketat.
Persaingan yang ketat ini membuat
manajemen perusahaan saling bersaing
dalam berbisnis, memberikan tekanan
kepada perusahaan untuk senantiasa
meningkatkan kualitas produknya baik itu
barang maupun jasa dalam upaya
meningkatkan kepuasan pelanggan.
Sebagaimana perusahaan yang
bertujuan untuk mencapai keuntungan, PT
PELNI juga menghadapi persaingan bisnis
dengan perusahaan transportasi lainnya.
Saat ini pilihan yang tersedia untuk
masyarakat semakin beragam untuk
transportasi. Semakin murahnya tiket
4
pesawat terbang juga menjadi tantangan
tersendiri bagi perusahaan
(www.merdeka.com, diakses pada 20 Juni
2017).
Selain menghadapi persaingan, PT
PELNI juga menghadapi permasalahan
dalam organisasi. PT PELNI terus
mengalami dinamika kenaikan dan
penurunan dalam melaksanakan usaha.
Pada tahun 2013 PT PELNI mengalami
kerugian besar. Kerugian ini disebabkan di
antaranya karena spin off dan kerugian
usaha (www.weeklyline.com, diakses pada
20 Juni 2017).
Kenaikan dan penurunan kinerja
tersebut dapat dievaluasi dan dianalisis
secara jelas dalam penilaian kesehatan
keuangan yang terdiri dari beberapa
analisis rasio dalam Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002. Dengan
berbagai perubahan dan gejolak usaha
yang dialami, peneliti dapat melihat dan
menganalisis tingkat kesehatan keuangan
PT PELNI periode tahun penelitian 2009 -
2015, melalui rasio profitabilitas,
likuiditas, aktivitas dan solvabilitas
melalui analisis tingkat kesehatan
keuangan berdasar keputusan menteri
tersebut.
Perumusan Masalah
Pembahasan masalah ini mengenai
penilaian terhadap kinerja keuangan
perusahaan pada PT PELNI yang berfokus
pada empat rasio keuangan yaitu analisis
rasio likuiditas, aktivitas, leverage, dan
profitabilitas sesuai dengan Keputusan
Menteri BUMN NO 100/MBU/2002.
LANDASAN TEORI
Pengertian Laporan Keuangan
Menurut S. Munawir (2010:2)
laporan keuangan adalah hasil dari proses
akuntansi yang dapat digunakan sebagai
alat untuk berkomunikasi antara data
keuangan atau aktivitas suatu perusahaan
dengan pihak – pihak yang berkepentingan
dengan analisa terhadap pos – pos neraca
akan dapat diketahui atau akan diperoleh
gambaran tentang posisi keuangannya,
sedangkan analisa terhadap laporan laba
ruginya akan memberikan gambaran
tentang hasil atau perkembangan usaha
perusahan yang bersangkutan.
Jenis Laporan Keuangan
Menurut Brigham dan Houston
(2010:85) ada empat laporan keuangan
dasar yaitu :
1. Neraca
2. Laporan laba rugi
3. Laporan laba ditahan
4. Laporan arus kas
Sifat dan Keterbatasan Laporan
Keuangan
Menurut Kasmir (2010:12) sifat
laporan keuangan adalah bersifat historis,
artinya bahwa laporan keuangan dibuat dan
disusun dari data masa lalu atau masa yang
sudah lewat dan masa sekarang serta
menyeluruh yaitu laporan keuangan dibuat
5
selengkap mungkin, disusun sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.
Laporan keuangan memiliki
beberapa keterbatasan. Menurut S.
Munawir (2010:9) menyebutkan bahwa
terdapat beberapa keterbatasan laporan
keuangan antara lain :
1. Laporan keuangan bersifat
sementara dan bukan merupakan
laporan yang final.
2. Angka yang tercantum pada
laporan keuangan mungkin berbeda
dengan harga pasar karena
merupakan nilai buku (book value)
3. Karena laporan keuangan bersifat
historis yang mana penyusunannya
dari data keuangan masa lalu,
apabila tidak dilakukan
penyesuaian terhadap tingkat harga
akan menyebabkan pengambila
keputusan yang tidak tepat.
4. Laporan keuangan tidak dapat
mencerminkan reputasi
perusahaan.
Analisis Laporan Keuangan
Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Menurut Kasmir (2012:66)
pengertian analisis laporan keuangan
adalah
“Penyusunan laporan keuangan
berdasarkan data yang relevan,
serta dilakukan dengan prosedur
akuntansi dan penilaian yang benar
sehingga akan terlihat kondisi
keuangan perusahaan yang
sesungguhnya.”
Metode Analisis Laporan Keuangan
Menurut S. Munawir (2010:36)
terdapat dua metode analisa laporan
keuangan yaitu :
1. Analisa horizontal adalah analisa
dengan mengadakan pembandingan
laporan keuangan untuk beberapa
periode atau beberapa saat,
sehingga akan diketahui
perkembangannya.
2. Analisis vertikal apabila laporan
keuangan yang dianalisa hanya
meliputi satu periode atau satu saat
saja, yaitu dengan membandingkan
antara pos yang satu dengan pos
lainnya dalam laporan keuangan
tersebut.
Penilaian Kinerja BUMN
Menurut Keputusan Menteri BUMN yang
tertuang dalam Kepmen No. KEP-
100/MBU/2002, yang dimaksud dengan
BUMN adalah sebagai berikut :
1. Badan Usaha Milik Negara, yang
selanjutnya dalam Keputusan ini
disingkat BUMN, adalah
Perusahaan Perseroan (PERSERO)
sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 1998 dan Perusahaan
6
Umum (PERUM) sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998.
2. Anak Perusahaan BUMN adalah
Perusahaan berbentuk Perseroan
Terbatas yang sekurang-kurangnya
51% sahamnya dimiliki oleh
BUMN.
Adapun pengertian persero dan perum
seperti yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2005 pasal 1 ayat 2 dan 3 adalah :
1. Perusahaan Perseroan, yang
selanjutnya disebut Persero adalah
BUMN yang berbentuk perseroan
terbatas modalnya terbagi dalam
saham yang seluruh atau paling
sedikit 51% sahamnya dimiliki
negara bertujuan untuk mengejar
keuntungan.
2. Perusahaan Umum yang
selanjutnya disebut Perum adalah
BUMN yang seluruh modalnya
dimiliki negara dan tidak terbagi
atas saham, bertujuan untuk
kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/atau jasa
yang bermutu tinggi sekaligus
mengejar keuntungan berdasarkan
prinsip pengelolaan perusahaan.
Perusahaan BUMN digolongkan menjadi :
1. BUMN Jasa Keuangan
2. BUMN Jasa Non Keuangan
BUMN Jasa Non Keuangan dibedakan lagi
sesuai dengan pasal 4 ayat 1 KEP-
100/MBU/2002 yaitu
1. BUMN Infrastruktur adalah
BUMN yang kegiatannya
menyediakan barang dan jasa untuk
kepentingan masyarakat luas, yang
bidang usahanya meliputi
pembangkitan, transmisi atau
pendistribusian tenaga listrik,
pengadaan dan atau pengoperasian
sarana pendukung pelayanan
angkutan barang atau penumpang
baik laut, udara atau kereta api,
jalan dan jembatan tol, dermaga,
pelabuhan laut atau sungai atau
danau, lapangan terbang dan
bandara serta bendungan dan
irigrasi.
2. BUMN Non Infrastruktur adalah
BUMN yang bidang usahanya
diluar bidang usaha sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1.
Perusahaan BUMN juga dapat
digolongkan menjadi beberapa sektor
sesuai bidangnya masing-masing antara
lain :
1. Sektor Industri dan Perdagangan.
2. Sektor Kawasan Industri Jasa
Konstruksi dan Konsultan
Konstruksi.
3. Sektor Perhubungan,
telekomunikasi dan pariwisata.
7
4. Sektor Pertanian, Perkebunan
Kehutanan Perdagangan.
5. Sektor Pelayanan Umum
1. Imbalan kepada pemegang
saham/Return On Equity (ROE)
Tabel 2.1
Klasifikasi Skor Penilaian ROE
ROE (%) Skor
Infra Non Infra
15 < ROE 15 20
13 < ROE<= 15 13,5 18
11< ROE <= 13 12 16
9 < ROE <= 11 10,5 14
7,9<ROE <= 9 9 12
6,6<ROE <= 7,9 7,5 10
5,3<ROE <= 6,6 6 8,5
4 <ROE <= 5,3 5 7
2,5 <ROE<= 4 4 5,5
1 <ROE <= 2,5 3 4
0 <ROE <= 1 1,5 2
ROE < 0 1 0
Sumber : Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002
2. Imbalan Investasi/Return On
Investment (ROI)
Tabel 2.2
Klasifikasi Skor Penilaian ROI
ROI (%) Skor
Infra Non Infra
18 < ROI 10 15
15 < ROI <= 18 9 13,5
13< ROI <= 15 8 12
12 < ROI <= 13 7 10,5
10,5 < ROI <= 12 6 9
9 < ROI <= 10,5 5 7,5
7 < ROI <= 9 4 6
5 < ROI <= 7 3,5 5
3 < ROI<= 5 3 4
1 < ROI <= 3 2,5 3
0 < ROI <= 1 2 2
ROI < 0 0 1
Sumber : Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002
3. Rasio Kas/Cash Ratio
Tabel 2.3
Klasifikasi Skor Penilaian Cash Ratio
Cash Ratio = x (%) Skor
Infra Non Infra
x >= 35 3 5
25 <= x < 35 2,5 4
15 <= x < 25 2 3
10 <= x < 15 1,5 2
5 <= x < 10 1 1
0 <= x < 5 0 0
Sumber : Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002
4. Rasio Lancar/Current Ratio
8
Tabel 2.4
Klasifikasi Skor Penilaian Current Ratio
Current Ratio = x (%) Skor
Infra Non Infra
125 <= x 3 5
110 <= x < 125 2,5 4
100 <= x < 110 2 3
95 <= x < 100 1,5 2
90 <= x < 95 1 1
x < 90 0 0
Sumber : Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002
5. Collection Periods (CP)
Tabel 2.5
Klasifikasi Skor Penilaian Collection
Periods
CP = x
(Hari)
Perbaikan = x
(Hari)
Skor
Inf
ra
Non
Infra
x <= 60 x > 35 4 5
60 < x <=
90 30 < x <= 35 3,5 4,5
90 < x <=
120 25 < x <= 30 3 4
120 < x <=
150 20 < x <= 25 2,5 3,5
150 < x <= 15 < x <= 20 2 3
180
180 < x <=
210 10 < x <= 15 1,6 2,4
210 < x <=
240 6 < x <= 10 1,2 1,8
240 < x <=
270 3 < x <= 6 0,8 1,2
270 < x <=
300 1 < x <= 3 0,4 0,6
300 < x 0 < x <= 1 0 0
Sumber : Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002
6. Perputaran Persediaan (PP)
Rasio Perputaran Persediaan
mengukur berapa kali persediaan
perusahaan telah dijual selama
periode tertentu, misalnya selama
tahun tertentu (Dwi Prastowo dan
Rifka Julianty:2008).
Tabel 2.6
Klasifikasi Skor Penilaian Perputaran
Persediaan
PP = x
(Hari)
Perbaikan
(Hari)
Skor
Infr
a
Non
Infra
x <= 60 35 < x 4 5
60 < x <=
90
30 < x <= 35 3,5 4,5
90 < x <=
120
25 < x <= 30 3 4
120 < x <= 20 < x <= 25 2,5 3,5
9
150
150 < x <=
180
15 < x <= 20 2 3
180 < x <=
210
10 < x <= 15 1,6 2,4
210 < x <=
240
6 < x <= 10 1,2 1,8
240 < x <=
270
3 < x <= 6 0,8 1,2
270 < x <=
300
1 < x <= 3 0,4 0,6
300 < x 0 < x <= 1 0 0
Sumber : Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002
7. Perputaran Total Asset/Total Asset
Turn Over (TATO).
Tabel 2.7
Klasifikasi Skor Penilaian Perputaran
Total Aktiva
TATO = x
(%)
Perbaikan =
x (%)
Skor
Inf
ra
Non
Infra
120 < x 20 < x 4 5
105 < x <=
120 15 < x <= 20 3,5 4,5
90 < x <=
105 10 < x <= 15 3 4
75 < x <=
90 5 < x <= 10 2,5 3,5
60 < x <= 0 < x <= 5 2 3
75
40 < x <=
60 x <= 0 1,5 2,5
20 < x <=
40 x < 0 1 2
x <= 20 x < 0 0,5 1,5
Sumber : Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002
8. Rasio Total Modal Sendiri
Terhadap Total Asset (TMS
terhadap TA).
Tabel 2.8
Klasifikasi Skor Penilaian Perputaran
Total Aktiva
TMS Thd TA = x (%) Skor
Infra Non Infra
x < 0 0 0
0 <= x < 10 2 4
10 <= x < 20 3 6
20 <= x < 30 4 7,25
30 <= x < 40 6 10
40 <= x < 50 5,5 9
50 <= x < 60 5 8,5
60 <= x < 70 4,5 8
70 <= x < 80 4,25 7,5
80 <= x < 90 4 7
90 <= x < 100 3,5 6,5
Sumber : Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002
10
Penilaian kinerja dilakukan dengan
menjumlahkan nilai masing-masing
indikator seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.9
Daftar indikator dan bobot
aspek keuangan
N
o Indikator
Bobot
Inf
ra
Non
Infra
1
Imbalan kepada
pemegang saham (ROE) 15 20
2 Imbalan Investasi (ROI) 10 15
3 Rasio Kas 3 5
4 Rasio Lancar 4 5
5 Collection Periods 4 5
6 Perputaran Persediaan 4 5
7 Perputaran Total Aset 4 5
8
Rasio modal sendiri
terhadap total aktiva 6 10
Total Bobot 50 70
Sumber : Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif. Menurut Sekaran
(2013:158), penelitian deskriptif
menggambarkan aspek – aspek yang
relevan dengan fenomena perhatian dari
perspektif seseorang, organisasi, orientasi
industri, atau yang lainnya. Tujuan
penelitian deskriptif adalah untuk
menggambarkan atau mendefinisikan siapa
yang terlibat di dalam suatu kegiatan, apa
yang dilakukannya, kapan dilakukan, di
mana dan bagaimana melakukannya
(Jogiyanto, 2017: 13).
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memilih PT PELNI
sebagai obyek penelitian yang
menitikberatkan pada data – data laporan
keuangan yang meliputi neraca dan
laporan laba rugi kemudian dilakukan
penilaian terhadap kinerja perusahaan
dengan menggunakan analisis rasio
keuangan berdasarkan Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 17 Maret 2017, bertempat di
Kantor Pusat PT.PELNI (Persero) Jl.
Gajah Mada No.14, Jakarta Pusat, 10130.
DKI Jakarta, Indonesia.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil total skor per tahun PT
PELNI dari tahun 2009 sampai dengan
2015 setelah dikalikan dengan
ekuivalennya kemudian dinilai dengan
kategori tingkat kesehatan disajikan pada
tabel berikut ini.
11
Tabel 4.27
Tabel Penilaian Tingkat Kesehatan
Tahun 2009-2015 PT PELNI
Tahun Total Skor Total Bobot Nilai Kategori Predikat
2009 36 51% 50 < TS <=65 BBB Kurang Sehat
2010 35 51% 40 < TS <=50 BB Kurang Sehat
2011 37 53% 50 < TS <=65 BBB Kurang Sehat
2012 37 53% 50 < TS <=65 BBB Kurang Sehat
2013 32 46% 40 < TS <=50 BB Kurang Sehat
2014 38 54% 50 < TS <=65 BBB Kurang Sehat
2015 39,5 56% 50 < TS <=65 BBB Kurang Sehat
Sumber : Data diolah, 2017
Hasil penilaian menunjukkan bahwa
perusahaan memiliki kinerja keuangan
yang kurang sehat, terlebih lagi terdapat
dua periode yang berada pada kategori
„BB‟. Hasil ini mengindikasikan adanya
kesempatan bagi manajemen perusahaan
untuk menerapkan kebijakan demi
meningkatkan kinerja keuangannya pada
periode mendatang.
Pembahasan
Sesuai dengan Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002
profitabilitas BUMN dihitung dengan dua
rasio yaitu rasio ROE dan ROI. ROE
adalah rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba
bersih berdasarkan modal sendiri.
Sedangkan ROI adalah rasio yang
mengukur tingkat kembalian investasi
yang telah dilakukan oleh perusahaan, baik
dengan menggunakan total aktiva yang
dimiliki perusahaan tersebut maupun
dengan menggunakan dana yang berasal
dari pemilik modal.
Profitabilitas
Nilai ROE PT PELNI pada 2009,
2010 di bawah nol, diakibatkan laba bersih
yang mencapai angka negatif. Pada tahun
2011 rasio ROE sebesar 0,03% yang
menandakan terjadinya peningkatan laba
bersih sementara ekuitas relatif tetap dari
tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 terjadi
kerugian sebesar -15,506%. Hal ini
diakibatkan oleh munculnya beban di luar
usaha yaitu biaya pajak spin off Rumah
Sakit PELNI. Jika sebelumnya Rumah
Sakit PELNI adalah usaha sampingan,
mulai tahun 2007 berubah menjadi anak
perusahaan dari PT PELNI. Hal ini
mengakibatkan munculnya biaya pajak
spin off yang merupakan pajak kurang
bayar atas PPh atas transaksi spin off
Rumah Sakit PELNI. Selain itu, penyebab
PT PELNI mengalami kerugian yaitu
biaya rugi selisih kurs mengakibatkan
beban usaha yang lebih besar. Pada tahun
2014 rasio ROE meningkat menjadi
0,274%. Rasio ROE kembali meningkat
dan berada pada titik tertinggi dalam tujuh
tahun periode penelitian sebesar 2,149%,
meningkat sebesar 2.151% dari tahun
sebelumnya. Kenaikan laba PT PELNI
(Persero) pada tahun 2015 ini terbesar
adalah akibat dari peningkatan pendapatan
dari sektor Public Service Obligation
12
(PSO), didukung oleh meningkatnya
pendapatan dari pelayanan kesehatan.
Dalam tujuh tahun rasio ROE PT
PELNI tergolong rendah. Hal ini
dikarenakan hanya menghasilkan skor 0
pada 2009, 2010 dan 2013, skor 2 pada
2011, 2012, 2014 dan tertinggi 4 pada
2015. Ketujuh skor ini jauh dari skor
tertinggi yaitu 20. Rendahnya rasio ROE
disebabkan karena rendahnya laba bersih
yang dihasilkan serta besarnya beban. PT
PELNI memiliki pendapatan yang
meningkat dalam tujuh tahun penelitian,
namun disertai peningkatan beban usaha
yang mengakibatkan laba bersih rendah.
Untuk meningkatkan nilai ROE,
perusahaan dapat melakukan efisiensi
untuk mengurangi beban usaha.
Rendahnya rasio ROI PT PELNI
dalam tujuh tahun menunjukkan
perusahaan belum optimal dalam
menghasilkan tingkat kembalian investasi
yang telah dilakukan oleh perusahaan, baik
dengan menggunakan total aktiva yang
dimiliki perusahaan tersebut maupun
dengan menggunakan dana yang berasal
dari pemilik modal. Dalam tujuh tahun PT
PELNI hanya mencapai skor 4 pada 2009,
skor 3 pada 2010, skor 1 pada 2013 dan
skor 5 pada tahun-tahun lainnya. Skor ini
masih jauh dari skor maksimal sebesar 15.
Rendahnya rasio ROI dapat disebabkan
karena rendahnya pendapatan sebelum
pajak. Rendahnya pendapatan sebelum
pajak disebabkan oleh besarnya beban
usaha. Besarnya beban usaha berarti
perusahaan belum efisien dan produktif
dalam melaksanakan kegiatan
operasionalnya. Selain itu nilai ROI yang
rendah akibat besarnya modal kerja
menunjukkan bahwa dalam mengelola
aktiva yang dimiliki untuk dapat
menghasilkan laba bagi perusahaan.
Berdasarkan analisa di atas, tingkat
profitabilitas PT PELNI dapat dikatakan
kurang sehat karena dua rasio penilaian
profitabilitas menurut Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002
menghasilkan nilai yang berada di range
bawah skor penilaian. Rendahnya angka
ini mengindikasikan bahwa PT PELNI
memiliki kemampuan yang rendah dalam
menghasilkan laba dari aktivitas normal
bisnisnya. Rendahnya kemampuan
profitabilitas perusahaan diakibatkan oleh
besarnya beban usaha. Selain itu dalam
pendapatan masih didominasi oleh
pendapatan dari PSO. Rasio profitabilitas
ini, baik ROE maupun ROI terus
meningkat dalam dua tahun periode
penelitian terakhir menunjukkan adanya
tren positif peningkatan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba di tahun-
tahun mendatang.
Tingkat Likuiditas
Nilai cash ratio dari tahun ke tahun
bervariasi, akibat dari kenaikan dan
penurunan kas dan kewajiban lancar. Rasio
13
Kas tahun 2009 sebesar 104% dan tahun
2012 sebesar 93% menunjukkan tingginya
kas yang dimiliki perusahaan untuk
melunasi kewajiban lancarnya. Pada tahun
2013 terjadi penurunan yang cukup besar,
berlanjut ke tahun setelahnya. Menurunnya
rasio kas pada tahun 2013 dan 2014
dibandingkan dengan tahun 2012
disebabkan oleh komponen aktiva lancar
(kas, bank dan surat berharga jangka
pendek) mengalami penurunan yang tidak
sebanding dengan kenaikan kewajiban
lancarnya. Pada tahun 2015 perusahaan
mengalami peningkatan nilai cash ratio
yang tinggi mencapai 104,521%, akibat
kenaikan kas lebih dari tiga kali lipat dari
tahun sebelumnya dan penurunan
kewajiban lancar dibanding tahun
sebelumnya. Kenaikan dan penurunan
cash ratio PT PELNI pada tahun 2009
sampai 2015 seluruhnya berada di atas
range nilai maksimal yaitu x ≥ 35%.
Tingginya nilai rasio kas disebabkan oleh
peningkatan public service obligation,
peningkatan penjualan serta peningkatan
pada piutang usaha. Peningkatan ini juga
diiringi meningkatnya kewajiban lancar
meski tidak sebesar aktiva lancar, meliputi
kenaikan jumlah beban yang harus
dipenuhi serta hutang berupa kelebihan
bayar public service obligation dan PNBP
(Pendapatan Negara Bukan Pajak).
Current ratio pada 2013
mengalami penurunan dibanding tahun-
tahun sebelumnya. Hal ini karena proporsi
kenaikan aktiva lancar lebih kecil dari
kenaikan kewajiban jangka pendek. Begitu
pula pada tahun 2014 dimana current ratio
kembali menurun. Namun pada 2015
current ratio kembali meningkat. Aset
Lancar PT PELNI (Persero) meningkat
sebesar 54% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Hal ini terjadi karena faktor
utamanya adalah bertumbuhnya aset lancar
khususnya pada kas atau setara kas. Selain
itu faktor yang mempengaruhi
meningkatnya current ratio adalah
kenaikan aktiva lancar yang disebabkan
oleh meningkatnya hasil penjualan dan
jasa secara tunai serta naiknya piutang
usaha.
Berdasarkan analisa di atas, tingkat
likuiditas PT PELNI dapat dikatakan
sangat likuid karena dua rasio penilaian
profitabilitas menurut Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002
menghasilkan nilai yang berada di atas
range skor penilaian tertinggi. Tingginya
angka ini dapat dimaknai bahwa
perusahaan memiliki kemampuan untuk
memenuhi atau menjamin hutang lancar
dengan seluruh aktiva lancar yang dimiliki.
Namun angka yang besar ini juga harus
diwaspadai, karena menunjukkan
banyaknya dana menganggur yang pada
akhirnya dapat mengurangi kemampuan
perusahaan menghasilkan laba.
Tingkat Aktivitas
14
Rasio kolektabilitas PT PELNI
terus menghasilkan skor terbaik dalam
tujuh tahun periode penelitian. Hal ini
menunjukkan bahwa kinerja manajemen
perusahaan untuk menagih piutang baik.
Kinerja yang baik ini menunjukan resiko
gagal bayar atas piutang yang dimiliki
perusahaan rendah. Perusahaan dapat terus
mempertahankan kinerja penagihan
piutang untuk terus memperoleh rasio
kolektabilitas piutang terbaik.
Perbedaan nilai rasio perputaran
persediaan yang cenderung naik pada
periode-periode akhir menunjukan
penurunan kinerja. Meski menurun, rasio
perputaran persediaan organisasi masih
tergolong baik karena mencapai skor
tertinggi dalam standar penilaian kesehatan
perusahaan yang telah ditetapkan
Kementerian BUMN.
Rasio perputaran persediaan PT
PELNI terus menghasilkan skor terbaik.
Hal ini menunjukkan menurut standar
kinerja keuangan BUMN, kegiatan operasi
perusahaan efisien karena modal kerja
yang tertanam dalam persediaan semakin
sedikit.
Rasio Perputaran Total Aktiva
mengukur aktivitas aktiva dan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan penjualan
melalui penggunaan aktiva tersebut.
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai
perputaran total aktiva hanya
menghasilkan skor yang rendah, namun
menunjukkan peningkatan dari tahun ke
tahun selama tujuh periode penelitian.
Berdasarkan skor yang telah
ditetapkan, dari rasio kolektabilitas piutang
dan perputaran persediaan, perusahaan
terus mencapai skor terbaik menandakan
tingkat aktivitas perusahaan ditinjau dari
dua rasio ini sudah baik. Namun dari rasio
TATO, perusahaan belum mencapai skor
tertinggi menunjukkan bahwa perusahaan
belum efisien memanfaatkan aktiva untuk
memperoleh penghasilan. Perbedaan nilai
rasio perputaran persediaan dari tahun ke
tahun menunjukkan adanya perbaikan
kinerja.
Tingkat Solvabilitas
Rasio solvabilitas merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur seberapa
besar beban utang yang harus ditanggung
perusahaan dalam rangka pemenuhan aset.
Rasio ini dalam indikator penilaian
kesehatan BUMN terdiri dari total modal
sendiri terhadap total aset. Skor pada rasio
ini berbeda dengan rasio lain, yaitu skor
tertinggi ada pada range tengah yaitu 30%
sampai 40%. Hal ini menunjukkan sesuai
penilaian standar, maka jumlah total modal
sendiri terhadap aset yang paling baik
yaitu antara 30% sampai 40%.
Selama periode 2009 sampai 2015
rasio TMS terhadap TA PT PELNI
cenderung meningkat. Dengan semakin
meningkatnya rasio ini, menunjukkan
bahwa perusahaan lebih mengandalkan
15
modal untuk membiayai operasionalnya.
Namun nilai TMS terhadap TA yang
terlalu besar mengindikasikan bahwa
perusahaan kurang efisien dalam
menggunakan modal sendiri untuk
kebutuhan aktiva.
Struktur modal PT PELNI
didominasi oleh modal sendiri. Hal ini
dapat menjadi buruk bagi perusahaan
karena terdapat beban bunga dari
pendapatan dalam perhitungan perpajakan.
Oleh karena itu PT PELNI dapat
memperbaiki tingkat solvabilitas agar
mencapai skor tertinggi dengan
menurunkan total modal sendiri dan
memperbesar kewajiban salah satunya
dengan memperbesar penggunaan hutang.
Implikasi Penelitian
Kebutuhan untuk mengevaluasi
kinerja keuangan BUMN tidak terlepas
dari perubahan yang terjadi dengan cepat
pada era globalisasi. Fokus pengelolaan
BUMN perlu diarahkan pada peningkatan
daya saing, pengembangan usaha, dan
penciptaan peluang-peluang baru yang
dinamis dan profesional untuk
berkompetisi pada era globalisasi.
Berdasarkan penilaian tingkat
kesehatan BUMN, keuangan PT PELNI
periode 2009 sampai 2015 meraih predikat
tidak sehat dengan kategori „BB‟ pada
2010 dan 2013, serta „BBB‟ pada tahun-
tahun lainnya. Hal ini menunjukkan
kinerja keuangan perusahaan dalam
kondisi yang tidak sehat.
Implikasi penelitian ini bagi
perusahaan adalah perusahaan dapat
membuat langlah-langkah yang diharapkan
dapat meningkatkan kinerja keuangan
perusahaan di masa yang akan datang
dengan melihat kondisi pada saat ini
melalui analisis rasio keuangan sehingga
dapat meraih predikat yang lebih baik
dalam standar yang telah ditetapkan
Kementerian BUMN. Kinerja profitabilitas
perusahaan dinilai rendah karena dari dua
rasio yang digunakan, keduanya hanya
menghasilkan skor yang rendah.
Perusahaan dapat menerapkan kebijakan-
kebijakan yang dapat mendukung
peningkatan profitabilitas dalam hal ini
ROE dan ROI misalnya dengan
meningkatkan efisiensi biaya operasional,
mengoptimalkan penggunaan ekuitas
perusahaan serta mengoptimalkan kinerja
unit usaha lain. Jika dilihat dari rasio
likuiditas, perusahaan memiliki tingkat
kikuiditas yang baik, berarti dapat
memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Perusahaan dapat terus mempertahankan
likuiditasnya. Dari sisi aktivitas, rasio
kolektabilitas piutang dan perputaran
persediaan telah mencapai skor terbaik
menunjukkan kinerja penagihan piutang
dan aktivitas penjualan baik. Namun pada
rasio TATO, dapat ditingkatkan dengan
memperbesar modal kerja. Pada rasio TMS
16
terhadap TA, skor PT PELNI menurun
dalam tujuh tahun periode penelitian.
Struktur modal PT PELNI didominasi oleh
modal sendiri. Hal ini dapat menjadi buruk
bagi perusahaan karena terdapat beban
bunga dari pendapatan dalam perhitungan
perpajakan. Oleh karena itu PT PELNI
dapat memperbaiki tingkat solvabilitas
agar mencapai skor tertinggi dengan
menurunkan total modal sendiri dan
memperbesar kewajiban salah satunya
dengan memperbesar penggunaan hutang.
Bagi pemerintah, implikasi
penelitian ini adalah pemerintah harus
terus mendukung perusahaan BUMN dan
menerapkan aturan-aturan yang
mendukung perkembangan pengelolaan
BUMN yang profesional. Analisis rasio
keuangan bagi pihak pemerintah akan
sangat membantu dalam menentukan
regulasi yang akan dilakukan. Bagi
penelitian selanjutnya, penelitian ini akan
menjadi referensi bagi penelitian lain
mengenai kinerja keuangan BUMN.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui kinerja keuangan pada PT
PELNI periode 2009-2015 berdasarkan
tingkat kesehatan perusahaan di bidang
keuangan sesuai dengan Keputusan
Menteri BUMN No.KEP-100/MBU/2002.
Penilaian kesehatan keuangan terdiri dari
rasio profitabilitas, likuiditas, aktivitas dan
solvabilitas.
Berdasarkan hasil analisis yang
telah dijelaskan pada bagian sebelumnya,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut.
1. Profitabilitas PT PELNI dapat
dikatakan kurang sehat karena dua
rasio penilaian profitabilitas
menurut Keputusan Menteri
BUMN No.KEP-100/MBU/2002
menghasilkan nilai yang berada di
range bawah skor penilaian.
Rendahnya angka ini
mengindikasikan bahwa PT PELNI
memiliki kemampuan yang rendah
dalam menghasilkan laba dari
aktivitas normal bisnisnya.
2. Likuiditas PT PELNI dapat
dikatakan sangat baik karena dua
rasio penilaian menurut Keputusan
Menteri BUMN No.KEP-
100/MBU/2002 menghasilkan nilai
yang berada di atas range skor
penilaian tertinggi. Tingginya
angka ini dapat dimaknai bahwa
perusahaan memiliki kemampuan
untuk memenuhi atau menjamin
hutang lancar dengan seluruh
aktiva lancar yang dimiliki.
3. Aktivitas PT PELNI menunjukkan
kinerja yang baik. Kinerja
perusahaan untuk menarik piutang
dalam kondisi baik, mengalami
17
peningkatan akibat kenaikan
pendapatan usaha. Namun jika
dibandingkan dengan perusahaan
pembanding, nilai rasio
kolektabilitas piutang PT PELNI
cenderung lebih rendah. Pada nilai
rasio perputaran meski cenderung
menurun namun masih tergolong
baik karena terus mencapai skor
tertinggi dalam standar penilaian
kesehatan perusahaan yang telah
ditetapkan Kementerian BUMN.
4. Solvabilitas PT PELNI
menunjukkan kinerja yang baik.
Rasio total modal sendiri terhadap
total aset PT PELNI cenderung
meningkat, menunjukkan bahwa
perusahaan lebih mengandalkan
modal untuk membiayai
operasionalnya.
Berdasarkan penilaian tingkat
kesehatan BUMN, keuangan PT PELNI
periode 2009 sampai 2015 berturut-turut
meraih predikat tidak sehat kategori „BBB‟
pada 2009, tidak sehat kategori „BB‟ pada
2010, „BBB‟ pada 2011, tidak sehat
kategori „BBB‟ pada 2012, tidak sehat
kategori „BB‟ pada 2013, tidak sehat
kategori „BBB‟ pada 2014 dan tidak sehat
kategori „BBB‟ pada 2015. Hal ini
menunjukkan bahwa kinerja keuangan PT
PELNI periode 2009-2015 menunjukkan
kondisi yang kurang sehat.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, peneliti memberi beberapa
saran sebagai berikut.
1. Bagi Perusahaan
Perusahaan dan manajemen harus
meningkatkan dan mengevaluasi kinerja
keuangan perusahaan dengan
menggunakan rasio keuangan agar dapat
menjaga kinerja perusahaan dalam kondisi
yang baik. Dengan menggunakan rasio-
rasio keuangan tersebut perusahaan
diharapkan dapat menetapkan kebijakan –
kebijakan di bidang keuangan sehingga
dapat menjaga kelangsungan perusahaan
dimasa yang akan datang.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian selanjutnya disarankan
untuk lebih banyak melakukan penelitian
pada BUMN, tidak hanya dalam hal
standar penilaian namun bidang-bidang
lain agar dapat memberi kontribusi bagi
peningkatan kinerja BUMN di masa
mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Ade Nuryansah, 2016. Analisis Rasio
Keuangan Untuk Menilai Kinerja
Keuangan Perusahaan Studi pada PT.
BISI International, Tbk Tahun 2010-2014,
Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya.
Brigham, Eugene F. dan Joel F. Housten,
2010. Dasar – Dasar manajemen
Keuangan, Buku Satu, Edisi
Sebelas, Alih Bahasa: Ali Akbar
18
Yulianto, Jakarta: PT. Salemba
Empat.
Creswell, John W, 2010. Research Design
Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan
Mixed, Edisi 3, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Dwi Ningrum, 2006. Analisis Kinerja
Keuangan Perusahaan Berdasarkan
Konsep Economic Value Added
(EVA) dan Keputusan Menteri BUMN No
100/MBU/2002 pada PT
Telekomunikasi Indonesia, Skripsi.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya.
Erni Agustin, 2016. Analisis Rasio
Keuangan Untuk Penilaian Kinerja
Keuangan Pada PT INDOFARMA
(PERSERO) TBK (Berdasarkan
Keputusan Menteri BUMN Nomor
:KEP-100/MBU/2002), Skripsi. Fakultas
Ilmu kkkkkkkSosial dan Politik
Universitas Mulawarman.
Fiona Niska Dinda Nadia, 2016. Evaluasi
Kinerja Keuangan pada Koperasi
Pegawai Republik Indonesia
Universitas Jember Tahun 2012 – 2014,
Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya.
Hery, 2012. Analisis Laporan Keuangan,
Jakarta: Bumi Aksara.
Hery, 2016. Financial Ratio for Business,
Jakarta: PT Grasindo
Hery, 2016. Mengenal dan Memahami
Dasar-dasar Laporan Keuangan, Jakarta:
kkkkkkPT Grasindo.
Jogiyanto, 2004. Metodologi Penelitian
Bisnis, Salah Kaprah dan Pengalaman
pengalaman, Edisi 6, Yogyakarta:
BPFE.
Nur Indrianto dan Bambang Supomo,
2009. Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk
Akuntansi dan Manajemen, BPFE
– UGM, Yogyakarta
Pelayaran Nasional Indonesia. 2011.
Annual Report 2011. (www.pelni.co.id),
diakses pada 14 Maret 2017).
Pelayaran Nasional Indonesia. 2012.
Annual Report 2012. (www.pelni.co.id),
diakses pada 14 Maret 2017).
Pelayaran Nasional Indonesia. 2013.
Annual Report 2013. (www.pelni.co.id),
diakses pada 14 Maret 2017).
Pelayaran Nasional Indonesia. 2014.
Annual Report 2014. (www.pelni.co.id),
diakses pada 14 Maret 2017).
Pelayaran Nasional Indonesia. 2015.
Annual Report 2015. (www.pelni.co.id),
diakses pada 14 Maret 2017).
Sekaran, Uma, 2009. Metodologi
Penelitian untuk Bisnis. Edisi 4 Buku 1,
Alih Bahasa: Kwan Men Yon. Jakarta :
Salemba Empat.
Sugiyono, 2014. Metodologi Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D,
kkkkkkCetakan ke-20, Bandung: Alfabeta.
Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor :
Kep-100/MBU/2002. Tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Badan
Usaha Milik Negara.
www.bisniskeuangan.kompas.com,
diakses 17 Maret 2017
www.presidenri.go.id, diakses pada 15
Maret 2017
www.setkab.go.id, diakses pada 16 Maret
2017