45
ANALISIS KUANTITATIF KLASIK Analisis data merupakan salah satu proses penelitian yang dilakukan setelah semua data yang diperlukan guna memecahkan permasalahan yang diteliti sudah diperoleh secara lengkap. Ketajaman dan ketepatan dalam penggunaan alat analisis sangat menentukan keakuratan pengambilan kesimpulan, karena itu kegiatan analisis data merupakan kegiatan yang tidak dapat diabaikan begitu saja dalam proses penelitian. Kesalahan dalam menentukan alat analisis dapat berakibat fatal terhadap kesimpulan yang dihasilkan dan hal ini akan berdampak lebih buruk lagi terhadap penggunaan dan penerapan hasil penelitian tersebut. Dengan demikian, pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai teknik analisis mutlak diperlukan bagi seorang peneliti agar hasil penelitiannya mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi pemecahan masalah sekaligus hasil tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Secara garis besarnya, teknik analisis data terbagi ke dalam dua bagian, yakni analisis kuantitatif dan kualitatif. Yang membedakan kedua teknik tersebut hanya terletak pada jenis datanya. Untuk data yang bersifat kualitatif (tidak dapat diangkakan)

ANALISIS KUANTITATIF KLASIK.docx

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS KUANTITATIF KLASIKAnalisis data merupakan salah satu proses penelitian yang dilakukan setelahsemua data yang diperlukan guna memecahkan permasalahan yang diteliti sudahdiperoleh secara lengkap. Ketajaman dan ketepatan dalam penggunaan alat analisissangat menentukan keakuratan pengambilan kesimpulan, karena itu kegiatan analisisdata merupakan kegiatan yang tidak dapat diabaikan begitu saja dalam prosespenelitian. Kesalahan dalam menentukan alat analisis dapat berakibat fatal terhadapkesimpulan yang dihasilkan dan hal ini akan berdampak lebih buruk lagi terhadappenggunaan dan penerapan hasil penelitian tersebut. Dengan demikian, pengetahuandan pemahaman tentang berbagai teknik analisis mutlak diperlukan bagi seorangpeneliti agar hasil penelitiannya mampu memberikan kontribusi yang berarti bagipemecahan masalah sekaligus hasil tersebut dapat dipertanggungjawabkan secarailmiah.Secara garis besarnya, teknik analisis data terbagi ke dalam dua bagian, yaknianalisis kuantitatif dan kualitatif. Yang membedakan kedua teknik tersebut hanyaterletak pada jenis datanya. Untuk data yang bersifat kualitatif (tidak dapat diangkakan)maka analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif, sedangkan terhadap data yangdapat dikuantifikasikan dapat dianalisis secara kuantitatif, bahkan dapat pula dianalisissecara kualitatif.Analisis kuantitatif merupakan pengolahan data dengan menggunakan kaidah matematik/statistik terhadap data berupa angka atau numerik. Angka atau numerik dapat berupa hasil pengukuran langsung (yang menggambarkan representasi) dari suatu kuantitas atau hasil konversi dari kualitas (yang dikuantifikasi).Aspek kuantitif analisis dan sistem konsentrasi dalam teknik pembuatan larutan, metoda analisis dan aplikasinya, meliputi:I. Analisis gravimetriII. Analisis volumetri: 1) Titrasi asam-basa 2) Titrasi asam basa bebas air3) Titrasi redoks4) Titrasi pembentukan kompleks5) Titrasi pengendapan

Pada aplikasi perhitungannya, analisis kuantitatif didalamnya terdapat perhitungan- perhitungan dasar dasar seperti perhitungan sistem konsentrasi, diantaranya : fraksi massa, fraksi mol, molaritas, molalitas, dan normalitas.

A. Sistem Konsentrasi1. Fraksi MassaFraksi Massa mrupakan salah satu cara yang digunakan untuk menjabarkan komposisi sebuah campuran dalam satuan tanpa dimensi, dengan rumus umum :

Sebagai contoh : NaCl Na= 23 Cl= 35,5

2. Fraksi MolFraksi mol disebut juga dengan fraksi jumlah, yang didefinisikan sebagaijumlah molekul suatu konsistuen dibagi dengan jumlah total semua molekul . Konsep ini merupakan salah satu cara menunjukkan komposisi campuran dengan satuan tak berdimensi. Fraksi mol kadang-kadang dilambangkan dengan huruf Yunani (chi).Contoh : Berapa bobot Na dalam 10 gram NaCl ?Na= 23, mol= gr/Ar = 10/23 = 0,43

3. Molaritassalah satu ukuran konsentrasi larutan. Molaritas suatu larutan menyatakan jumlah mol suatu zat per liter larutan. Misalnya 1.0 liter larutan mengandung 0.5 mol senyawa X, maka larutan ini disebut larutan 0.5 molar (0.5 M). Umumnya konsentrasi larutan berair encer dinyatakan dalam satuan molar. Keuntungan menggunakan satuan molar adalah kemudahan perhitungan dalam stoikiometri, karena konsentrasi dinyatakan dalam jumlah mol (sebanding dengan jumlah partikel yang sebenarnya). Kerugian dari penggunaan satuan ini adalah ketidaktepatan dalam pengukuran volum. Selain itu, volum suatu cairan berubah sesuai temperatur, sehingga molaritas larutan dapat berubah tanpa menambahkan atau mengurangi zat apapun. Selain itu, pada larutan yang tidak begitu encer, volume molar dari zat itu sendiri merupakan fungsi dari konsentrasi, sehingga hubungan molaritas-konsentrasi tidaklah linear, dengan rumus umum :g M = BM x Vol (liter)Contoh : 10 g NaOH dilarutkan dalam air hingga volume menjadi 500 mlHitung konsentrasi molar (molaritas) larutan ini!BM NaOH = 40 g/mol 10 g NaOH = 10 g/(40g/mol) = 0,25 mol NaOHmolaritas larutan: 0,25 mol NaOH 1000 ml x = 0,5 mol/liter = 0,5 M 500 ml liter

4. MolalitasMolalitas adalah satuan konsentrasi yang menyatakan jumlah mol zat yang terdapat didalam 1000 gram pelarut. Molalitas diberi lambang dengan huruf m. Sebagai contoh didalam botol di laboratorium tertera label bertuliskan 0.5 m CuSO4, hal ini berarti didalam larutan terdapat 0.5 mol CuSO4 dalam 1000 gram pelarut. Penggunaan satuan konsentrasi molalitas, ketika kita mempelajari sifat- sifat zat yang ditentukan oleh jumlah partikel misalnya kenaikan titik didih atau penurunan titik beku larutan.

5. NormalitasNormalitas yang bernotasi (N) merupakan satuan konsentrasi yang sudah memperhitungkan kation atau anion yang dikandung sebuah larutan. Normalitas didefinisikan banyaknya zat dalam gram ekivalen dalam satu liter larutan. Secara sederhana gram ekivalen adalah jumlah gram zat untuk mendapat satu muatan. Dengan rumus umum :

g N = BE x vol (liter)Contoh : 10 g H2SO4 dilarutkan dalam air hingga volume menjadi 500 ml Hitung konsentrasi normal (Normalitas) larutan ini!H2SO4 2H+ + SO4= 1 mol H2SO4 (( 2 mol H+ , H2SO4 disebut bermartabat 2, n=2 BE H2SO4 = 98/2 = 49 g/ekiv atau grek atau ekivalen 10 g H2SO4 = 10 g x ( 1 grek/49 g) = 0,204 grek

Konsentrasi H2SO4 : 0,204 grek 1000 ml x = 0,408 grek/liter = 0,408 ekiv/l 500 ml liter = 0,408 N

B. Metoda analisisI. Analisis gravimetriMerupakan analisis kimia yang didasarkan pada penimbangan atau analisis dimana sampel dilarutkan ke dalam akuades. Kemudian analit diubah menjadi bentuk endapan yang dapat dipisahkan dan ditimbang. Endapan terbentuk terutama untuk analit-analit yang dalam bentuk garamnya adalah garam sukar larut. Dengan demikian sebagian besar garam analit tersebut akan mengendap. Namun demikian ada sejumlah sedikit analit yang tidak terendapkan dan masih dalam bentuk ionnya yang terlarut dalam larutan akuades.Bamyaknya ion yang terlarut dalam larutan tergantung dari besarnya konstanta hasil kali kelarutan (Ksp).Dalam menimbang suatu zat kimia harus dengan timbangan atau neraca dengan ketelitian 0,1mg 0,0001 g.

Syarat dalam menimbang , diantaranya :a. Neraca ditempatkan pada alas/meja yang kokoh, tidak bergoyangb. Neraca dalam keadaan mendatar (water pas atau mata kucing ditengah)c. Dalam kondisi kosong, harus menunjukkan 0,0000 gramd. Tidak boleh menimbang bahan kimia secara langsung diatas pinggane. Bahan kimia harus diletakkan pada alas timbang ( Botol timbang, kaca arloji, cawan petri, atau kertas saring)f. Tidak boleh menimbang bahan kimia dalam keadaan panasg. Tidak boleh ada zat kimia yang berceceranh. Sewaktu menimbang, pintu neraca harus ditutupi. Setelah selesai menimbang, neraca di nol kanj. Sebelum meninggalkan neraca, neraca harus dibersihkan

Langkah dari analisis gravimetri, diantaranya :a. Samplingb. Penimbangan sampelc. Pengeringand. Penimbangane. Pelarutan f. Pengaturan kondisi larutang. Pengendapan ( penambahan reagen pengendap)h. Pencernaan (digestion)i. Penyaringan endapanj. Pencucian endapank. Pemanasan endapanl. Pemijaranm. Penimbangann. Perhitungan akhirContoh soal :Suatu sampel mengandugn senyawa besi karbonat (FeCO3) dan senyawa inert dilarutkan ke dalam akuades. Larutan kemudian dioksidasi dengan pereaksi sehingga besi terendapkan. Endapan kemudian disaring dan dibakar sehingga didapatkan senyawa besi (III) oksida (Fe2O3) sebanyak 1,0 g. Berapakah kandungan besi karbonat dalam sampel?Jawab :Massa besi karbonat dalam sampel adalah,Massa FeCO3 = massa Fe2O3 x 2 x Ar Fe x Mr FeCO3 Mr Fe2O3 1 x Ar Fe = 1,0 g Fe2O3 x 2 x 56 g Fe x 116 g FeCO3 160 g Fe2O3 1 x 56 g Fe = 1,45 g FeCO3Jadi kadungan besi karbonat dalam sampel awal adalah 1,45 g.II. Analisis volumetriAnalisa volumetri merupakan bagian dari kimia analisa kuantitatif, di mana penentuan zat dilakukan dengan jalan pengukuran volume larutan atau berat zat yang diketahui konsentrasinya, yang dibutuhkan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan zat yang dibutuhkan tadi.Dalam volumetri, penentuan dilakukan dengan jalan titrasi yaitu, suatu proses di mana larutan baku (dalam bentuk larutan yang telah diketahui konsentrasinya) ditambahkan sedikit demi sedikit dari sebuah buret pada larutan yang ditentukan atau yang dititrasi sampai keduanya bereaksi sampai sempurna dan mencapai jumlah equivalen larutan baku sama dengan nol equivalen larutan yang dititrasi dan titik titrasi ini dinamakan titik equivalen atau titik akhir titrasi.Untuk mengetahui kesempurnaan berlangsungnya reaksi antara larutan baku dan larutan yang dititrasi digunakan suatu zat kimia yang dikenal sebagai indikator, yang dapat membantu dalam menentukan kapan penambahan titran harus dihentikan. Bila reaksi antara larutan yang dititrasi dengan larutan baku telah berlangsung sempurna, maka indikator harus memberikan perubahan visual yang jelas pada larutan (misalnya dengan adanya perubahan warna atau pembentukan endapan). Titik pada saat indikator memberikan perubahan disebut titik akhir titrasi dan pada saat itu titrasi harus dihentikan.Dalam volumetri dikenal 2 macam larutan baku, yaitu baku primer dan baku sekunder.A.Baku PrimerYaitu larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung, karena diperoleh dari hasil penimbangan. Pada umumnya kadarnya dapat dinyatakan dalam N (mol.Equivalen/L) atau M (mol/L). Contoh larutan baku primer adalah : NaCl, asam oksalat, Natrium Oksalat.B.Baku SekunderYaitu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembekuan, dengan larutan baku primer atau dengan metode gravimetri yang tepat. Contoh : NaOH (dibakukan dengan primer asam oksalat).Syarat-syarat suatu bahan baku adalah :1. Susunan kimianya diketahui dengan pasti2. Harus murni dan mudah dimurnikan3. Dapat dikeringkan dan tidak bersifat higroskopis4. Stabil, baik dalam keadaan murni, maupun dalam larutannya5. Dapat larut dalam pelarut yang cocok dan dapat bereaksi secara sthokiometri dengan larutan yang akan dibakukan atau dengan zat yang akan ditentukan kadarnya6. Bobot equivalennya besar, agar pengaruh kesalahan penimbangan dapat diperkecil

Bentuk-bentuk dari analisa volumetri :1) Titrasi asam-basa Salah satu aplikasi stoikiometri larutan adalah titrasi. Titrasi merupakan suatu metode yang bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang dianalisis atau ingin diketahui kadarnya atau konsentrasinya. Suatu zat yang akan ditentukan konsentrasinya disebut sebagai titran dan biasanya diletakkan di dalam labu Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai titer atau titrat dan biasanya diletakkan di dalam buret. Baik titer maupun titran biasanya berupa larutan.Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa atau aside alkalimetri, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.PRINSIP TITRASI ASAM BASATitrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen.Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian catat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka bisa dihitung konsentrasi titran tersebut.NAMApH RANGEWARNATIPE(SIFAT)

Biru timol1,2-2,8merah kuningasam

Kuning metil2,9-4,0merah kuning basa

Jingga metil3,1 4,4merah jingga basa

Hijau bromkresol3,8-5,4kuning biruasam

Merah metil4,2-6,3merah kuning basa

Ungu bromkresol5,2-6,8kuning unguasam

Biru bromtimol6,2-7,6kuning biruasam

Merah fenol6,8-8,4kuning merahasam

Ungu kresol7,9-9,2kuning unguasam

Fenolftalein8,3-10,0t.b. merahasam

Timolftalein9,3-10,5t.b. biruasam

Kuning alizarin10,0-12,0kuning ungu basa

RUMUS UMUM TITRASIPada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen basa, maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut:mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basaMol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume, maka rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut:N asam x V asam = N asam x V basaNormalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basaKeterangan :N = NormalitasV = VolumeM = Molaritasn = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa)INDIKATOR ASAM BASATABEL DAFTAR INDIKATOR ASAM BASAIndikator yang sering digunakan dalam titrasi asam basa yaitu indikator fenolftalein. Tabel berikut ini merupakan karakteristik dari indikator fenolftalein.pH< 008.28.212.0>12.0

KondisiSangat asamAsam atau mendekati netralBasaSangat basa

WarnaJinggaTidak berwarnapink keunguanTidak berwarna

2) Titrasi asam basa bebas airTitrasi titrimetri dalam lingkungan bebas air, pelarut mengambil bagian yang amat penting untuk reaksi stoikiometri, dimana pelarut tersebut dapat mengambil bagian dalam reaksi. Ada tiga teori yang menerangkan reaksi netralisasi dalam suatu pelarut yaitu teori ikatan hidrogen, teori Lewis dan teori Bronsted. Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak menggunakan air sebagai pelarut. Tetapi digunakan pelarut organik seperti alkohol, eter atau pelarut-pelarut organik lain karena senyawa tersebut tidak dapat larut dalam air, disamping itu kurang reaktif dalam air seperti misalnya garam-garam amina, dimana garam-garam ini dirombak lebih dahulu menjadi basa yang bebas larut dalam air, sari dengan pelarut organik lain dan direaksikan dengan asam baku berlebih, yang kemudian pelarutnya diuapkan dan barulah kelebihan asam ditentukan kembali dengan basa baku sedangkan senyawa-senyawa organik yang mengandung nitrogen ditentukan dengan metode Kjeldahl, dimana senyawa-senyawa yang berupa garam natrium diasamkan dahulu, kemudian senyawa yang tidak larut dalam air disari dengan pelarut lain (organik), pelarut diuapkan dan sisa dikeringkan dan ditimbang. Pada pelarut asam lemah dan basa lemah dalam lingkungan bebas air harus diperhatikan pengaruh pelarut bukan air terhadap tetapan ionisasi, tetapan dissosiasi, tetapan asam asam dan basa senyawa yang hendak dititrasi. Yang tidak kalah penting adalah pengaruh konstante dialetrik pada reaksi protolisis pada pelarut bukan air. Jenis dan pengaruh pelarut dalam titrasi ini harus mendapat perhatian. Pada dasarnya pelarut dibedakan menjadi dua jenis pelarut yaitu :1.Pelarut aprotikPelarut aprotik adalah pelarut yang tidak dapat memberikan proton, yaitu pelarut yang tidak terdisosiasi menjadi proton dan anion pelarut. Sebagai contoh adalah pelarut benzen. Penggunaan pelarut aprotik dalam titrasi bebas air adalah karena pelarut ini tidak dapat menyetingkatkan pada keasaman/kebasaan asam dan basa yang bereaksi sesamanya. Selain itu garam yang terjadi pada titrasi tidak akan diuraikan secara protolitik oleh pelarut. Kerugiannya adalah sifatnya yang sedikit polar atau nonpolar yang mempunyai daya larut yang amat kecil, selain itu hantaran suatu larutan akan sangat dikurangi.2.Pelarut protikPelarut protik adalah pelarut yang menunjukkan disosiasi sendiri menjadi proton dan anion pelarut. Secara praktis pelarut yang seperti ini selalu dapat memberi dan menerima proton. Pelarut yang seperti ini dinamakan pelarut amfiprotik atau pelarut amfolit. Pada penggunaan pelarut aprotik keadaan ideal ini hampir tercapai. Jika dilakukan dengan pelarut amfiprotik maka pelarut akan bertindak sebagai peserta pada proses netralisasi dan tetapan inisiasi, disosiasi keasaman dan kebasaan tentu akan dipengaruhiPengaruh pelarut aprotik terhadap titrasi bebas air adalah senyawa HCl yang dilarutkan akan tidak bereaksi dengan pelarut, karena itu kekuatan asamnya tidak berkurang. Sebagai ukuran untuk kekuasaan asam adalah afinitas proton. Makin kuat proton terikat makin sedikit proton yang diberikan dan asamnya akan semakin meningkat/kuat. Begitupun dengan basa.

3) Titrasi redoksTitrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana redoktur akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi.Teori oksidasi reduksiSecara umum oksidasi diartikan sebagai reaksi pengikatan oksigen dan reduksi sebagai pelepasan oksigen. Berdasarkan konsep elektron dari suatu zat, istilah redok digunakan untuk reaksi-reaksi dimana terjadi pelepasan dan pengikatan elektron. Pelepasan elektron disebut oksidasi sedangkan pengikatan elektron disebut reduksi.Oksidasi : Fe2+ Fe3+ + eReduksi : Ce4+ + E Ce3+Redoks : Fe2+ Ce4+ Fe3+ + Ce3+Pada reaksi redoks jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor selalu sama dengan jumlah elektron yang diikat oleh oksidator. Hal ini analog dengan reaksi asam basa, dimana proton yang dilepaskan oleh asam dan proton yang diikat oleh basa juga selalu sama. Oleh karena elektron tidak tampak pada keeluruhan reaksi maka penlisan reaksi lebih mudah bila dipisahkan menjadi dua bagian yaitu bagian oksidasi dan bagian rduksi, masing-masing dikenal sebagai setengah reaksi (lihat contoh reaksi di atas).Oleh karena reaksi berlangsung dalam larutan air maka untuk menyempurnakan koeffien reaksi air (H+ atau OH-) bila perlu dapat diikutsertakan dalam reaksi. Misalnya dalam oksidasi senyawa besi (II) dengan kalium permanganat, reaksi dapat ditulis sebagai berikut :Oksidasi : Fe2+ Fe3+ + e 5xReduksi : MnO4- + 8 H+ + 5 e- Mn2+ + H2O Redoks : 5 Fe2+ MnO4 8 H + 5 Fe3+ + Mn2+ + 4 H2OAgar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harusmemenuhi persyaratan umum sebagai berikut :1. Reaksi harus cepat dan sempurna.2. Reaksi berlangsung secara stiokiometrik, yaitu terdapat kesetaraan yang pasti antara oksidator dan reduktor.3. Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator redoks atau secara potentiometrik.Oleh karena itu banyak unsur-unsur mempunyai lebih dari satu tingkat oksidasi, maka dikenal beberapa macam titrasi redoks yaitu :1. Titrasi permanganometri.2. Titrasi Iodo-Iodimetri3. Titrasi Bromometri dan Bromatometri4. Titrasi serimetriPereaksi RedoksSuatu sampel biasanya mengandung campuran spesi kimia dalam bentuk teroksidasi dan tereduksi.Untuk keperluan penetapan seluruh spesi harus dibuat dalam kondisi tereduksi atau seluruhnya dibuat dalam kondisi teroksidasi.Untuk mengubah seluruh spesi kimia menjadi dalam bentuk teroksidasi seluruhnya diperlukan pereaksi oksidasi (Oksidator), sedangkan untuk mengubah seluruh spesi kimia menjadi dalam bentuk tereduksi seluruhnya diperlukan pereaksi reduksi (Reduktor).Bobot ekivalenBobot ekivalen suatu zat pada titrasi redoks adalah bayakna mol zat itu yang ekivalen dengan mol 0,1 mol Cl/Br/I atau 1 mol elektron. Contoh :1. As2O3 + 2 O As2O5BE As2O3 = mol2. Ca(Ocl)2 + 4 HCl CaCl2 + 2 H2O+ 2 Cl2BE Ca(Ocl)2 = mol3. H2O2 + 2 HI 2 H2O+ I2BE H2O2 = mol4. 2 KmnO4 + 3H2SO4 K2SO4 + 2MnSO4 + 3H2O+ 5 OBE KMnO4 = 1/5 molAtau :MnO4- + e- Mn2+MnO4- + 8H+ + 5 e- Mn2+ + H2OBE KMnO4 = 1/5 molUntuk melengkapkan koefisien pada reaksi oksidasi atau reduksi dapat dilakukan prosedur sebagai berikut :1. Tulis reaktan dan produk.2. Samakan jenis unsur. Untuk O dipakai H2O Untuk H dipakai H+ (pada media asam) atau OH (pada media basa).1. Samakan jumlah unsur.2. Samakan muatan dengan penambahan elektron pada bagian reaktan atau produk.Contoh : reaksi reduksi dari KmnO41. MnO4- Mn2+2. MnO4- + H+ Mn2+ + 2 H2O3. MnO4- + 8 H+ Mn2+ + 4 H2O4. MnO4- + 8 H+ + 5 e- Mn2+ + 4 H2OBilangan oksidasiUntuk menentukan bobot ekivalen pada titrasi redoks dapat juga dilakukan tanpa melengkapkan koefisien reaksi, yaitu dengan menggunakan bilangan oksidasi(tingkat oksidasi). Perubahan bilangan oksidasi menunjukkan jumlah elektron yang diikat atau dilepaskan pada reaksi redoks.Untuk menetapka bilangan oksidasi digunakan ketentuan berikut :1. Bilangan oksidasi dari ion sederhana (monnoatomik) sama dengan muatannya.2. Jumlah bilangan oksidasi dari molekul adalah nol.3. Jumlah bilangan oksidasi dari atom-atom yang menyusun ion sama dengan muatan dari ion tersebut.4. Bilangan oksidasi dari H = +1 (kecuali pada gas Hidrogen dan hidrida, masing-masing adalah -1, 0 dan +2).5. Bilangan oksidasi dari H = +1 (kecuali pada gas Hidrogen dan hidrida, masing-masing adalah 0 dan -1).6. Bilangan oksidasi dari logam, yaitu sama dengan valensinya dan diberi tanda positif.Contoh :1. MnO4- + 5 e- Mn2+Pada MnO4- bilangan oksidasi dari O = 4 x -2 = -8 (muatan -1)Jadi bilangan oksidasi dari Mn = +7Jadi dari Mn7+ menjadi Mn2+ diperlukan 5 e.BE MnO4-1. MnO4- MnO2Pada MnO2 bilangan oksidasi O = -4, sehingga bilangan oksidasi dari Mn = +4. jadi dari Mn7+ menjadi Mn+4 diperlukan 3 e.BE MnO4- = 1/3 molIndikator redoksDisamping secara potensiometrik (dengan mengukur loncatan potensial larutan), titik akhir dari titrasi redoks dapat juga ditetapkan secara visual apabila sistem redoks itu sendiri memperlihatkan peruabahan warna pada titik akhir titrasi (misalnya KmnO4), atau dengan menambahkan indikator redoks. Indikator adalah senyawa organik yang bila dioksidasi dengan atau direduksi akan mengalami perubahan warna. Perbedaan warna dari bentuk tereduksi dengan bentuk teroksidasi harus tajam, sehingga penggunaannya dapat sesedikit mungkin untuk mengurangi kesalahan titrasi.Inok + n e InredWarna indikator oksidasi tidak sama dengan warna indikator reduksi. Daerah perubahan warna dari suatu indikator redoks dua warna berada pada daerah potensial tertentu. Hal ini analog dengan indikator asam basa dimana perubahan warna juga terjadi pada trayek pH tertentu. Untuk indikator satu warna, warna titik akhir (intensitas warna) ditentukan oleh konsentrasi indikator itu. Tentu saja indikator yang dipilih harus mempunyai daerah transisi perubahan warna pada titik ekivalen, atau disekitar titik ekivalen. Indikator harus mempunyai potensial standard (E0) harga E0 dari oksidator dan reduktor. Misalnya pada penetapan senyawa besi (II) secara serimetri, indikator yang baik adalah ferroin (0-fenanthrolin besi (II) sulfat.4) Titrasi pembentukan kompleksReaksi pembentukan senyawa kompleks atau senyawa koordinasi yang dipakai sebagai dasar penentuan titimetri adalah senyawa kompleks yang terbentuk dari kation logam dengan anion/molekul netral.

Dimana :M+n= kation logamL= anion atau molekul netral (memiliki pasangan elektron bebas)ML= senyawa kompleks

Contoh senyawa kompleks dengan bilangan koordinasi 4

Cu 2+ + 4NH3 [Cu(NH3)4]2+

+2CuNH3NH3

NH3

H3NCu 2+ + 2en [Cu(en)2]2++2CH2CH2

Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksireaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2Hg2+ + 2Cl- HgCl2

Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral.Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O

Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul.Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut.Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue.Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu.Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide.Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium.

Indikator Titrasi Kompleks Indikator titrasi kompleks disebut indikator metalokromik yaitu suatu senyawa organik yang dapat membentuk kompleks dengan kation logam.Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh indikator adalah :1. Membentuk kompleks berwarna dengan ion logam atau melepas ion logam menjelang titik akhit titrasi, larutan harus berwarna kuat.2. Reaksi harus spesifik dan selektif3. Kompleks logam-indikator harus cukup stabil, akan tetapi stabilitas kompleks ini harus lebih rendah dari stabilitas kompleks analit-titran, sehingga memungkinkan mengusir ion logam dari kompleks indikator-logam pada titik akhir titrasi.4. Perbedaan warna antara kompleks indikator-logam dengan warna indikator bebas harus jelas dan kontras.5. Kesemua syarat-syarat di atasharus dapat dipenuhi pada pH titrasi yang dilakukan.

5) Titrasi pengendapan

Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-) .Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung suatu larutan jenuh dari garam yang sukar larut pada suhu tertentu adalah konstan. Misalnya suatu garam yang sukar larut AmBn dalam larutan akan terdisosiasi menjadi m kation dan n anion.AmBn Ma++ Nb-Hasil kali kelarutan = (CA+)M (CB-)N titrasi argentometri adalah titrasi dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut. Jika larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan kalium sianida maka mula-mula akan terbentuk endapan putih yang pada pengadukan akan larut membentuk larutan kompleks yang stabil.Titik akhir ditandai dengan terbentuknya endapan putih yang permanent.salah satu kesulitan dalam menentukan titik akhir ini terletak pada fakta dimana perak sianida yang diendapkan oleh adanya kelebihan ion perak yang agak lebih awal dari titik ekuivalen, sangat lambat larut kembali dan titrasi ini makan waktu yang lama.Larutan jenuh dapat dicapai dengan penambahan zat ke dalam pelarut secara terus menerus hingga zat tidak melarut lagi dengan cara menaikkan lagi konsentrasi ion-ion tertentu hingga terbentuk endapan.Faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu suhu, sifat pelarut, ion sejenis, aktivitas ion, pH, hidrolisis, hidroksida logam, dan pembentukan senyawa kompleks.Pada kebanyakan garam anorganik, kelarutan meningkat jika suhu naik. Sebaiknya proses pengendapan, penyaringan dan pencucian endapan dilakukan dalam keadaan larutan panas kecuali untuk endapan yang dalam larutan panas memiliki kelarutan kecil cukup disaring setelah terlebih dahulu didinginkan di lemari es. Kebanyakan garam anorganik larut dalam air dan tidak arut dalam pelarut organik.Air memiliki momen dipol yang besar dan tertarik oleh kation dan anion membentuk ion hidrat.Teknik penambahan ion sejenis dilakukan oleh analis untuk tujuan :1) Menyempurnakan pengendapan2) Pencucian endapan dengan larutan yang mengandung ion sejenis dengan endapanUntuk larutan yang mengandung Ag, jika ditambahkan NaCI maka mula-mula terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku).Laju terjadinya koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen.Penambahan NaCI ditersukan sampai titik akhir tercapai.Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya endapan AgCI pada cairan supernatan.Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan untuk menyempurnakan titik akhir.Penentuan Ag sebagai AgCI dapat dilakukan dengan pengukuran turbidimetri yaitu dengan pembauran sinar.Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCI yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga.Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsorpsi indikator pada endapan AgCI.Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada penukaan.Semua indikator adsorpsi bersifat ionik.Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan, yaitu turunan krisodin.Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi dan memberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom.Indikator ini berwarna merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa.Indikator ini juga digunakan untuk titrasi ion I" dengan ion Ag+.Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya.Selain kelemahan, indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan.Indikator ini memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi.Perubahan warna yang disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam.Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika endapan mempunyai luas permukaan yang besar.Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika endapan terkoagulasi.Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi.Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut.Indikator-indikator tersebut bekerja pada batasan daerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja, yaitu pada keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan: a. Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala endapan yang baik terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap larutan panas karena pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur.Garam-garam anorganik lebih larut dalam air.Berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat.Kelarutan endapan dalam air berkurang jika lanitan tersebut mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan Ks.p (konstanta hasil kali kelarutan).Baik kation atau anion yang ditambahkan, mengurangi konsentrasi ion penyusun endapan sehingga endapan garam bertambah.Pada analisis kuantitatif, ion sejenis ini digunakan untuk mencuci larutan selama penyaringan.b. Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam lanitan terdapat garam-garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau efek aktivitas.Semakin kecil koefesien aktivitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi molar ion-ion yang dihasilkan.Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan. Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan perubahan (H). Kation dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya c. Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut. Beberapa endapan membentuk kompleks yang larut dengan ion pengendap itu sendiri.Mula-mula kelarutan berkurang (disebabkan ion sejenis) sampai melalui minuman. Kemudian bertambah akibat adanya reaksi kompleksasiAda beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:a. Metode MohrMetode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator.Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hampir mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+ .b. Metode VolhardMetode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai indikator.Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.c. Metode FajansDalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi.Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).HFl(aq) H+(aq) +Fl-(aq)Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah muda.Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+).Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai.Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya.Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat.

Penggunaan indikator adsorpsi harus diperhatikan 8 hal :1. Endapan tidak boleh terkoagulasi membentuk agregat, tetapi harus tetap terdispersi sebagai koloid. (perlu koloid pelindung, misalnya dextrin)2. Konsentrasi indikator harus cukup rendah supaya tidak membentuk endapan.3. Indikator tidak boleh terserap terlalu kuat atau terlalu lemah.4. pH larutan harus diperhatikan karena indikator adalah asam organik lemah yang sangat tergantung kepada pH.5. Indikator dipilih yang bermuatan berlawanan dengan muatan ion titran.6. Hindarkan titrasi larutan yang memiliki konsentrasi tinggi (pekat) karena: menyebabkan flokulasi ; menurunkan jumlah indikator yang terserap karena adanya kompetisi dengan anion sehingga perubahan warna tidak tajam7. Jangan diaduk-aduk terlalu kuat (suhu dapat berubah)8. Hindarkan titrasi larutan yang terlalu encer, perubahan warna kurang peka (titrasi larutan klorida < 0,005 M jarang dilakukan).

TEKHNIK PEMISAHANPemisahan senyawa kimia tertentu dari campurannya diperlukan baik untuk tujuan pemurnian ataupun analisis kimia. Dalam tujuan pemurnian, berguna untuk mendapatkan kualitas bahan yang baik dan murni, sedangkan dalam tujuan analisis kimia pemisahan diperlukan dengan alasan: untuk memperkecil gangguan (interferensi) dan menaikkan kepekaan analisis, dan ada pula konstituen kimia yang baru dapat diukur setelah dipisahkan lebih dahulu. Hubungan pemisahan dalam analisis dapat dilihat pada urutan atau tahap-tahap analisis sebagai berikut:1. Sampling2. Persiapan/preparasi sampel3. Pelarutan4. Perlakuan awal (pengaturan kondisi larutan)5. Pemisahan konstituen analit6. Pengukuran analit7. Analisis data, perhitungan dan pelaporan.

I.1. Parameter keberhasilan pemisahan Berdasarkan produk terdapat 2 parameter yang perlu diperhatikan yaitu % kemurnian dan kuantitas. Misalnya campuran zat A, B, dan C. Zat A dipisahkan dari campurannya, maka kemurnian A adalah:mA% A = x 100 % mA + mB + mC

m = massa atau mol

Kuantitas A yang diperoleh dinyatakan dengan:

w A A = x 100 % mA

wA = bobot A yang diperoleh dari pemisahan mA = bobot A dalam sampel

Uji kemurnian zatKemurnian zat dapat diuji dengan berbagai cara sesuai dengan sifat-sifat zat. Cara-cara yang lazim yaitu : pemeriksaan titik leleh untuk zat padat, sedangkan untuk cairan: titik didih, indeks refraksi, putaran optik dan sebagainya. Urutan kemurnian pelarut1. HPLC atau spectroscopy grade2. Pro analisis (PA)3. Reagent grade4. Pure grade5. Farmaceutic6. Technical grade.Selain dua kriteria keberhasilan diatas ada empat kriteria lain yang penting untuk diperhatikan yaitu: factor perolehan kembali (recovery factor), faktor pemisahan, efisiensi dan efektifitas pemisahan. Keempat kriteria ini merupakan gambaran unjuk kerja (performance) suatu teknik pemisahan.

Faktor perolehan kembaliFactor perolehan kembali (R) adalah angka banding jumlah komponen terpisahkan atau terisolasi terhadap jumlah komponen dalam sampel. Untuk zat i, facotr perolehan kembali, Ri adalah:

Qi Qi = jumlah zat i yang terpisahkan Ri = Qo = Jumlah zat i dalam sampel QoZat yang berhasil dipisahkan disebut isolat. Isolat dapat dikatakan kuantitatif apabila faktor perolehan kembali = 1, yaitu diperoleh kembali 100 %, jika harga ini dicapai berarti pemisahan sempurna.Faktor pemisahanFaktor pemisahan (separation factor) adalah perbandingan faktor perolehan kembali setiap komponen dalam campuran. Dalam sistem biner, misalnya sampel mengandung zat A dan zat B, faktor pemisahan A terhadap B adalah:QA/QoA S A/B = QB/QoB

Untuk isolat A kuantitatif, RA = 1, maka faktor pemisahan B adalahQB SB/A = = RB QoB

Efisiensi pemisahanEfisiensi pemisahan diartikan : semakin sedikit pekerjaan yang dilakukan dalam pemisahan dianggap semakin efisien.

Efektifitas pemisahanEfektifitas pemisahan diartikan : dengan pekerjaan pemisahan yang dilakukan diperoleh hasil pemisahan yang semurni mungkin. Dalam praktek, haruslah dipilih metoda pemisahan yang efektif dan efisien.

I.2. Metoda pemisahan Beberapa metoda pemisahan yang dapat disebut diantaranya: penyaringan, pengayakan, kristalisasi, pengendapan, volatilisasi, adsorbsi, distilasi, ekstraksi, kromatografi dan sebagainya. Proses pemisahan ini ada yang melibatkan proses mekanik, kesetimbangan kimia dan fisika, kesetimbangan fasa, atau pemisahan secara listrik. Suatu metoda pemisahan disebut atau diberi nama berdasarkan proses yang terlibat.

Klasifikasi pemisahan berdasarkan proses yang terlibatMekanikFisikKimia

Sieving & exclusi (size)1. PartisiPerubahan kimia

-Dialisis

GLCPengendapan

-Exclusi kromatografiLLCElektrodeposisi

-FiltrasiGSCMasking

-Ultra filtrasiEkstraksi cair(pseudoseparation)

-Sentrifugasi (density)Zona elektroforesisiIon exchange

2.Perubahan keadaan

Distilasi

Sublimasi

Kristalisasi

Pemisahan yang melibatkan proses mekanik yaitu didasarkan kepada perbedaan ukuran zat yang dipisahkan ada empat.1. Dialisis, proses pemisahan menggunakan membran semipermeabel, yaitu suatu membran yang hanya dapat dilewati molekul tertentu disebabkan karena ukuran besarnya molekul. 2. Filtrasi dan ultra filtrasi menggunakan penyaring (kertas atau yang lainnya) dengan memanfaatkan gaya gravitasi. 3. Sentrifugasi suatu proses pelepasan muatan karena perputaran cepat dan memanfaatkan gaya gravitasi.Pemisahan yang melibatkan proses fisik meliputiproses partisi dan perubahan keadaan. 1. Ekstraksi cair cair merupakan salah satu contoh proses partisi. 2. Distilasi merupakan salah satu contoh proses isolasi berdasarkan perbedaan fasa, meskipun demikian fasa uap dikembalikan ke fasa cair ditempat yang terpisah.Klasifikasi berdasarkan perbedaan fasaFasa awalFasa kedua

GasCairPadatan

GasTermal difusiGLCGSC

CairDistilasiHPLCLSC

Ekstraksi cair

Dialisis

Ultra filtrasi

PadatanSublimasiZona refining

Leaching

Keterangan : GLC = gas liquid chromatography suatu teknik pemisahan yang menggunakan zat cair yang disalutkan pada permukaan partikel padat, dan dikemas dalam sebuah kolom. Zat cair ini selanjutrnya disebut fasa diam (stationery fase). Campuran zat yang akan dipisahkan dimasukkan ke dalam kolom, kemudian dielusi (didorong) dengan gas inert, yaitu gas Helium atau hidrogen. Gas pengelusi ini selanjutnya disebut fasa gerak (mobile fase) GSC = sama dengan GLC tetapi fasa diamnya padatan, tanpa disalut dengan cairan. HPLC = GLC tetapi fasa geraknya berupa cairan. Leaching , proses pencucian. Analit dalam fasa padat diekspose kedalam aliran zat cair, sehingga terlepas dari fasa padat menuju ke fasa cair.I. DISTILASI

Distilasi adalah proses pemisahan yang didasarkan kepada perbedaan titik didih (atau tekanan uap) komponen-komponen yang dipisahkan. Prinsip pelaksanaannya: cairan yang mengandung komponen-komponen itu dididihkan dan uap yang terbentuk didinginkan kembali sehingga menjadi cair (disebut : distilat) dan ditampung ditempat lain yang terpisah.

Klasifikasi dan penamaan distilasi dapat ditabelkan sebagai berikut:Berdasarkan cara pemasukan bahan( umpan )Berdasarkan tahap pemanasanBerdasarkan cara pengubahan analit menjadi uap.

1. Bacth distilation (sekali umpan)2. Distilasi kontinyu (umpan terus menerus)1. Distilasi tunggal (sekali )2. Distilasi terfraksi (beberapa tahap pemanasan)1. Distilasi biasa2. Distilasi uap3. Distilasi vakum4. Distilasi ekstraktif

1.1. Titik didih dan tekanan uapMendidih dan menguap melibatkan kesetimbangan fasa. Menurut hukum fasa Gibbs, F = C P + 2. F = derajat kebebasan, C = banyaknya komponen, dan P = banyak fasa. Jika banyak komponen sama dengan banyak fasa, F = 2, artinya ada dua variabel yang menentukan sistem, yaitu suhu (T) dan tekanan (P). Jika tekanan dapat dibuat konstan maka hanya variabel suhu yang perlu diperhatikan.Pada saat cairan mendidih terjadi kesetimbangan cair-uap. Menurut Clapeyron :dP Hv = dT T V P = tekanan uap, Hv = entalpi penguapan, T = suhu mutlak, dan V = perbedaan volume yang diduduki oleh satu mol zat dalam fasa uap dan fasa cair. V identik dengan volume zat dalam fasa gas. Menururt persamaan gas ideal, V = RT/P, R = 1,987 cal mol-1 der-1Sehingga persamaan Clapeyron menjadi:dP Hv = x PdT RT2

atau dP Hv = x dT P RT2 HvHasil integrasi persamaan ini diperoleh: ln P = + C RTDengan mengukur tekanan uap pada berbagai suhu dapat dibuat plot ln P terhadap 1/T dapat dihasilkan grafik garis lurus dengan nilai intersept = C dan kemiringan garis (slope) adalah Hv/R, sehingga panas penguapan zat dapat dihitung Hv = R x slope.

ln P

tg = slope = Hv/R intersept = C 1/T

Tekanan Uap LarutanTekanan uap larutan yaitu tekanan uap pelarut diatas larutan pada saat terjadi ke setimbangan. Tekann uap larutan lebih kecil dar pelarut murni dan oleh Hukum Rault dinyatakan :

P larutan = X pelarut . Popelarut P P tekanan uap pelarut murni

T 0 X pelarut 1 Gambar 1 : Diagram P-T dan diagram P-X

Hukum DaltonDua cairan A dan B dicampur menjadi larutan, tekanan uap larutan adalah PA = XA + PoAPB = XB + PoBPt = PA + PBHK.Dalton = XA + PoA + XB + PoB

Larutan ideal dan non idealLarutan ideal mengikuti Hk. Rault (tekanan uap larutan dapat dihitung dengan rumusan Hk.Rault), sedangkan larutan non ideal menyimpang dari Hk.Rault. penyimpangan mungkin positif, yaitu tekanan uap larutan lebih besar dari perhitungan tekanan uap larutan ideal, atau sebaliknya yaitu penyimpangan negatif.

P

Xa 1 Xa 1 Xa 1 1 Xb 1 Xb 1 Xb

Gambar 2. Diagram P-X larutan ideal dan non ideal

Gaya TarikHsTemp saat pelarutanSifat penyimpangancontoh

AA, BB =AB00idealBenzen chhoroform

AA, BB ABNegatifNaikNegatifAseton air

AA, BB ABNegatifTurunpositifEtilalkohol air

DistilasiLarutan padatcair (pelarutnya cairan) jika dipanaskan pelarutnya menguap dan uap ini dapat dicairkan kembali dengan cara pendinginan dan ditampug di tempat lain. Cara pemisahan inin disebut distilasi.Cairan yang diperoleh disebut Distilat. Distilasi dapat dilakukan dengan cara biasa, distilasi terfraksi, dan distilasi vakum. Distilasi terfraksi dilakukan jika komponen yang dipisahkan memiliki perbedaan tekanan uap kecil.Distilasi vakum dilakukan jika komponen yang dipisahkan dapat rusak jika terkena panas.

Distilasi terfraksi Campuran caircair dimana kedua cairan mudah menguap masingmasing dapat dipisahkan dengan cara distilasi terfraksi. Misal campuran benzenatoluena. Pada 20oC tekanan uap murni benzena PBo =75 mmHg dan Po toluena =22 mmHg. Campuran terdiri dari 30 mol benzena dan 70 mol toluena

Po toluena = X toluena. Po toluena= 0,70 x 20 mmHg = 15,40 mmHg Pobenzena = 0,30 x 75 mmHg = 22,50 mmHg Tekanan uap total = 15,40 + 22,50 = 37,90 mmHgJika uap ini didinginkan sehingga mencair, maka komposisi cairan adalah:15,40 mmHg X toluena = = 0,60 = 60 % 37,90 22,50 mmHg X benzena = = 0,40 = 40 %37,90 mmHgkemudian cairan ini diuapkan lagi akan diperoleh distilat dengan komposisi: X toluena = 83,6 % X benzena = 16,4 %Dengan beberapa kali penyulingan/tingkatan akan diperoleh toluena dan benzena murni.

Ekstraksi Asam LemahAsam lemah dalam fasa air akan terionisasi, dalam fasa organik tidak terionisasi

Fasa organik [HA]o

KdFasa air [HA]aA- + H+Ka

Ka =,[A-]a =Ka

Kd =Angka banding distribusi D D = Total asam dalam fasa organikTotal asam dalam fasa air

D =

=

D =

% ekstraksi dan faktor pemisahan

% ekstraksi = % E = fo =

% E = atau % E =

Kd = atau D =

Faktor Pemisahan

S = D1= harga D untuk komponen 1D2= harga D untuk komponen 2

Pemisahan kuantitatif, 99% zat terpisahkan dari zat lainnya untuk 1 kali ekstraksi.Supaya minimal 99 % terekstraksi

S =

=

=

= x

= x = 99 x 99 = 9801 104