108
Analisis Penyelesaian Sengketa Pajak mengenai Pajak Penghasilan Final di Pengadilan Pajak (Studi Kasus pada PT. YTH Tahun 2009) SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujiian Sarjana pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya IRUL YULINDA NIM. 125030401111003 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI JURSAN ADMINISTRASI BISNIS PROGRAM STUDI PERPAJAKAN MALANG 2017

Analisis Penyelesaian Sengketa Pajak mengenai Pajak ...repository.ub.ac.id/4163/1/IRUL YULINDA.pdf · Analisis Penyelesaian Sengketa Pajak mengenai Pajak Penghasilan Final di Pengadilan

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

  • Analisis Penyelesaian Sengketa Pajak mengenai

    Pajak Penghasilan Final di Pengadilan Pajak

    (Studi Kasus pada PT. YTH Tahun 2009)

    SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujiian Sarjana

    pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

    IRUL YULINDA

    NIM. 125030401111003

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

    JURSAN ADMINISTRASI BISNIS

    PROGRAM STUDI PERPAJAKAN

    MALANG

    2017

  • MOTTO

    “ jika kita jatuh ribuan kali, berdirilah jutaan kali karena kita tidak tahu

    seberapa dekat kita dengan kesuksesan”

  • TANDA PENGESAHAN

    Tclah dipertallattan di depan maClis pCngtti shipSi,Fak‐ ult餐 1lmu

    Adn■inistrasi Universitas Bra■ りaya,p“ a:

    』ψ

    H″i

    Tanggal

    Skripsi atas nalna

    Judul

    Dan dinyatakan lulus

    Drso Mochammad Diudi M.MSiNIP.195206071980101001

    Anggota

    Mohammad IQbal.S.Sos,M.IB→ DBANIP。 197802102005011002

    : Rabu

    : 19 Juli20l7

    : Irul Yulinda

    :Analisis Penyelesaian Sengketa Pajak mengenai Pajak

    Penghasiian Final di Pengadilan Pajak (Studi Kasus pada

    PT. YTH Tahun 2AA9)

    M[■JELIS PENGUЛ

    Anggota

    //

    Bavu Кhniskha.鳳 MPANIP.19683231988031002

    Anggota

    Latifah Hanum.SE.MSA.AKNIK.2014058406172001

  • PERhIYATAA}I ORISINALITAS SKRIPSI

    Saya menyatakan dengan yang sebenar-benamya bahwa sepanjang

    pengetahuan say4 di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang

    pernah diajukan oleh pihak lain trntuk mendapat karya atau pendapat yang pernair

    ditulis atau diterbitkan oleh orzmg lain, kecuali yang secara tertulis dikutip daiam

    naskah ini dan disebut dalam sumber kutipan dan daftar pLrstaka.

    Apabila ternyata di dalam naskah ini skripsi ini dapat dibuktikan terdapat

    unsur-uosur jiplakaq saya bersedia skripsi ini digugwkan dan gelar akademik

    yang telah saya peroleh (S-1) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan perafuran

    perundang-undangan yang berlaku ({.rtl) No. 20 Tahun 20A3, Pasa] 25 ayat 2 dan

    Pasal 70.

    Malang, Mei 2$17Peneliti,

    IRUL YUI;INDANIM. 125030401111003

  • RINGKASAN

    Irul Yulinda, 2017. Analisis Penyelesaian Sengketa Pajak mengenai Pajak

    Penghasilan Final di Pengadilan Pajak (Studi Kasus pada PT. YTH Tahun 2009).

    Drs. Mochammad Djudi M, M.Si, Bayu Kaniskha, AK, MPA, 99 halaman + xiv

    Self assesment system merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang di

    berikan oleh pihak pemerintah (fiskus) kepada wajib pajak untuk menghitung

    sendiri besarnya pajak terutang, tetapi apabila terdapat kejanggalan dalam

    pelaporan pajaknya, maka pihak fiskus dapat melakukan pemeriksaan pajak.

    Proses pemeriksaan pajak dapat menghasilkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang

    telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Surat Ketetapan Pajak

    (SKP) ini kemungkinan tidak disetujui oleh Wajib Pajak sehingga menimbulkan

    persengketaan atau disebut dengan Sengketa Pajak.

    Penelitian ini membahas mengenai pelaksanaan Penyelesaian

    Sengketa Pajak mengenai Pajak Penghasilan Final di Pengadilan Pajak pada studi

    kasus pada PT. YTH Tahun 2009. Perusahaan yang menjadi objek penelitian

    adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha jasa kepelabuhan yang

    mempunyai NPWP 01.061. 4-093.000.

    Hasil dari penelitian ini adalah: (a) penyebab utama timbulnya sengketa

    pajak penghasilan final pada PT. YTH adalah karena penerbitan SKPLB PPh

    Badan tahun 2009 dengan Nomor 00022/406/09/051/11 tanggal 14 April 2011

    Tahun Pajak 2009 yang menyatakan bahwa PPh lebih bayarnya sebesar Rp.

    26.547.814.559. sedangkan menurut Wajib Pajak, PPh lebih bayarnya sebesar

    Rp.42.925.477.313. (b) Proses banding yang dilakukan oleh PT. YTH melalui

    surat permohonan banding, surat uraian banding, tanggapan atas permohonan

    banding. Hasil dari persidangan yang telah dilakukan menghasilan bahwa

    permohonan Pemohon Banding tersebut dikabulkan seluruhnya. Putusan

    Pengadilan Pajak tersebut membuat pihak fiskus harus mengembalikan

    pembayaran pajak PT. YTH dan harus memberikan imbalan bunga atas kelebihan

    pembayaran pajak PT. YTH.

    Kata Kunci: Sengketa Pajak, Banding, Pajak Penghasilan, Pengadilan Pajak.

  • SUMMARY

    Irul Yulinda, 2017. An Analysis of Tax Dispute Arrangement about Final

    Income Tax in The Tax Court (A Case Study of PT. YTH in 2009). Drs.

    Mochammad Djudi M, M.Si, Bayu Kaniskha, AK, MPA, 99 pages + xiv

    Self assesment system is a tax collection system which is given by the

    government (fiskus) towards taxpayer to calculate the tax payable nominal, but if

    there is a gaffe in reporting the tax then the government can check it. The

    checking process of tax can produce Tax Assessment which has been published by

    the Directorate General of Taxes (DGT). The Tax Assessment may be unaccepted

    by the taxpayer until it is be able to make a contention or tax dispute.

    This research discussed the implementation of tax dispute

    arrangement about final income tax in the tax court of PT. YTH in 2009. In

    addition, the company which became the research object was a company that

    engaged in the service field of harbor and it has NPWP in 01.061.4-093.000.

    The result of this research were: (a) the main cause of the final income

    tax dispute in PT. YTH was because the publishing of SKPLB PPh in 2009 with

    number 00022/406/09/051/1, date 14 April 2009, tax year 2009 which stated that

    the cost of PPh was overbalance as Rp. 26.547.814.559. Whereas, according to

    the taxpayer, the PPh was overbalance as Rp.42.925.477.313. (b) the

    consideration process which was done by PT. YTH through the consideration

    application letter, consideration commentary letter, and the conception of

    consideration letter. The result of the assembly stated that the request of the

    appelant could be accepted. The tax court’s verdict made the government had to

    pay back the tax payment from PT. YTH and they also should give repayment for

    the tax payment overbalance of PT. YTH.

    Keywords: Tax Dispute, Appeals, Income Tax, Tax Court

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-

    Nya, akhirnya perjuangan dalam pembuatan skripsi yang berjudul “Analisis

    Penyelesaian Sengketa Pajak mengenai Pajak Penghasilan Final di Pengadilan

    Pajak (Studi Kasus pada PT. YTH Tahun 2009) ini dapat tercapai. Walaupun

    dalam penulisan skripsi ini peneliti menemukan berbagai macam kesulitan, tetapi

    Allah SWT tak henti-hentinya selalu memberikan rahmat-Nya sehingga berbagai

    rintangan dan tantangan dapat dilalui dengan ridha-Nya.

    Adapun penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu

    syarat untuk memperoleh gelar Sarjanan Perpajakan Jurusan Administrasi Bisnis

    pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Peneliti menyadari

    bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih

    banyak terdapat kekurangan karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan

    yang peneliti miliki. Baik kekurangan dalam materi maupun kekurangan dalam

    penggunakan tata bahasa dalam penyusunan skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi

    ini tidak mungkin dilakukan tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari

    berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan

    terima kasih dan rasa hormat kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS selaku Dekan Fakultas

    Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.

    2. Bapak Dr. Kadarisman Hidayat, M.Si selaku Ketua Program Studi

    Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.

  • 3. Bapak Yuniadi Mayowan, S.Sos, M.AB selaku Sekretaris Program

    Studi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas

    Brawijaya.

    4. Bapak Drs. Mochammad Djudi M, M.Si selaku Dosen

    Pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu yang panjang

    dan perhatiannya untuk memberikan petunjuk, dukungan,

    kemudahan dalam berpikir dan bimbingan selama proses penulisan

    skripsi ini.

    5. Bapak Bayu Kaniskha, AK, MPA selaku Dosen Pembimbing

    skripsi yang telah meluangkan waktu yang panjang dan

    perhatiannya untuk memberikan petunjuk, dukungan, kemudahan

    dalam berpikir dan bimbingan selama proses penulisan skripsi ini.

    6. Bapak Amithya Wicaksana selaku informan dari PT YTH,

    Surabaya.

    7. Bapak Yoni Setiawan, Tri Wibowo, Bapak Pandita Wisma, Bapak

    serta Bapak Rakhmat Affianto selaku staf ahli di bidang

    perpajakan dan staf bagian keuangan yang telah memberikan

    masukan dalam penelitian ini.

    8. Kedua Orangtuaku yang tercinta Bapak S.Djoko dan Ibu Sumiati,

    serta kakak-kakakku Fery Endriani, Dwi Andrias, dan Juwita yang

    tersayang dan adik-adikku Reggina dan Keyko Embun yang telah

    memberikan doa dan kasih sayang yang selalu mengiringi

    langkahku untuk menyelesaikan skripsi ini.

  • 9. Sahabat-sahabat ku, terima kasih atas kasih sayang, dorongan

    moral, semangat dan pengorbanannya mendampingi penulis pada

    saat penulis merasa putus asa hingga akhirnya penulis menemukan

    sebuah jalan keluar.

    Pada akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi

    pihak-pihak yang membutuhkan. Kritik dan saran merupakan yang sangat

    berharga bagi kesempurnaan skripsi ini.

    Malang, Mei 2017

    Irul Yulinda

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    MOTTO ............................................................................................................................. i

    TANDA PENGESAHAN.................................................................................................. ii

    TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................................................... iii

    PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................................................. iv

    RINGKASAN .................................................................................................................... v

    SUMMARY ....................................................................................................................... vi

    KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vii

    DAFTAR ISI...................................................................................................................... x

    DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xii

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xiii

    DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... xiv

    BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

    A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 7

    C. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 7

    D. Kontribusi Penelitian .......................................................................................... 7

    E. Sistematika Pembahasan .................................................................................. 8

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 10

    A. Tinjauan Empiris ................................................................................................ 10

    B. Tinjauan Teoritis ................................................................................................ 13

    1. Kedudukan Hukum Pajak ............................................................................. 13

    2. Pengertian Pajak ............................................................................................. 14

    3. Pajak Penghasilan ........................................................................................... 15

    a. Subyek Pajak .......................................................................................... 16

    b. Obyek Pajak ........................................................................................... 19

    c. Tarif Pajak Penghasilan .......................................................................... 21

    d. Cara Menghitung Pajak Penghasilan ...................................................... 21

    4. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 ................................................................... 22

    a. Subyek Pajak Pasal 4 ayat 2 .................................................................... 22

    b. Obyek Pajak Pasal4 ayat 2 ...................................................................... 22

    c. Tarif Pajak Penghasilan Final .................................................................. 24

    5. Sengketa Pajak ............................................................................................... 25

    a. Keberatan ............................................................................................... 27

    b. Banding .................................................................................................. 29

    c. Gugatan .................................................................................................... 34

    6. Pengadilan Pajak ........................................................................................... 35

    7. Persiapan Persidangan ................................................................................... 38

    8. Putusan ........................................................................................................... 40

  • C. Kerangka Pemikiran ............................................................................................ 41

    BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................................. 43

    A. Jenis Penelitian .................................................................................................... 43

    B. Fokus Penelitian ................................................................................................... 44

    C. Lokasi dan Situs Penelitian ................................................................................ 45

    D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................................... 45

    E. Sumber Data ........................................................................................................ 46

    F. Instrumen Penelitian ............................................................................................. 48

    G. Analisis Data ......................................................................................................... 48

    H. Uji Keabsahan Data .............................................................................................. 50

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 52

    A. Sekilas Gambaran Umuum Lokasi Penelitian .................................................... 52

    1. Sejarah singkat PT. YTH.............................................................................. 52

    2. Visi dan Misi ................................................................................................ 53

    3. Bidang Usaha ............................................................................................... 55

    4. Struktur Organisasi ....................................................................................... 65

    B. Data Fokus Penelitian ......................................................................................... 66

    1. Penyebab Timbulnya Sengketa Pajak mengenai Pajak Penghasilan final di Pengadilan Pajak ......................................................................................... 66

    2. Penyelesaian/penanganansengketa pajak mengenai pajak penghasilan final di pengadilan pajak ............................................................................................ 70

    a. proses pelaksanaan penyelesaian sengketa banding atas kasus Pajak Penghasilan Badandi Pengadilan Pajak .................................................. 70

    1) Surat Permohonan Banding........................................................... 70

    2) Surat Uraian Banding dari Terbanding ........................................ 76

    3) Tanggapan Atas Permohonan Banding ........................................ 79

    4) Fakta dalam Persidangan .............................................................. 80

    b. Hasil putusan sengketa banding atas kasus Pajak Penghasilan Badan di Pengadilan Pajak .................................................................................... 84

    C. Pembahasan ........................................................................................................ 87

    1. Dasar Koreksi Sengketa Banding .................................................................. 87

    2. Dampak Putusan Pengadilan Pajak ............................................................... 91

    BAB V. PENUTUP............................................................................................................ 95

    A. Kesimpulan ....................................................................................................... 95

    B. Saran .................................................................................................................. 96

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 98

    LAMPIRAN....................................................................................................................... 101

  • DAFTAR TABEL

    No Judul Halaman

    1 Jumlah Berkas Sengketa Pajak Menurut Terbanding/Tergugat Tahun 2011-

    2015 .................................................................................................................

    4

    2 Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 10

    3 Perbedaan Perhitungan PPh Badan terhutang Pemohon Banding

    danTerbanding..................................................................................................

    68

    4 Hasil Perhitungan PPh dalam Keputusan Terbanding...................................... 69

    5 Hasil Perhitungan Biaya Proposional di Cabang............................................ 73

    6 Biaya Sehubungan Penghasilan Final............................................................... 76

    7 Perhitungan Imbalan Bunga PT. YTH.............................................................. 93

  • DAFTAR GAMBAR

    No Judul Halaman

    1 Grafik Jenis Putusan Pengadilan Pajak ............................................................. 5

    2 Ringkasan Proses Pelaksanaan Banding ............................................................ 32

    3 Kerangka Pemikiran............................................................................................ 42

    4 Model Analisis Interaktif Miles & Huberman.................................................... 50

    5 Struktur Organisasi PT. YTH ............................................................................. 65

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pajak merupakan bentuk kontribusi wajib warga negara yang telah

    memenuhi syarat sebagai wajib pajak untuk membayar pajak ke kas negara tanpa

    diberikan imbalan secara langsung. Kontribusi wajib bagi wajib pajak tersebut

    memiliki aturan tersendiri yang diatur sesuai undang-undang dan peraturan

    pemerintah yang berlaku di negara Indonesia. Ketentuan perpajakan yang diatur

    untuk membantu wajib pajak dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.

    Suatu pemahaman terhadap peraturan perpajakan membantu untuk mengetahui

    bagaimana penyelenggaraan pembukuan menurut aturan komersial yang dapat

    disesuaikan dengan ketentuan perpajakan dalam mewujudkan pelaksanaan self

    assesment system secara aktif.

    Self assesment system merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang di

    berikan oleh pihak pemerintah (fiskus) kepada wajib pajak untuk menghitung

    sendiri besarnya pajak terutang. Sistem self assesment tersebut dapat

    meningkatkan partisipasi rakyat dalam hal pemenuhan kewajiban membayar pajak

    yang merupakan sumber penerimaan negara yang vital (Lubis dan

    Toruan,2010:10). Teknik ini memiliki ciri-ciri yaitu :

    a. wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri,

    b. wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,

    c. fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

  • 1

    Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan terkait

    Self assesment system apabila terdapat kejanggalan dalam pelaporan pajaknya,

    maka pihak fiskus dapat melakukan pemeriksaan pajak. Pemeriksaan pajak

    merupakan kegiatan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam pemenuhan

    kewajiban perpajakan sesuai dengan Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan

    yang berlaku . Prosedur pemeriksaan pajak tidak dipungkiri dengan membutuhkan

    proses waktu yang panjang untuk ditempuh dalam mendapatkan hasil. Tahapan

    perjalanan panjang dalam pemeriksaan pajak tersebut dimulai di tahap Keberatan,

    Banding, Gugatan, hingga Peninjauan Kembali (PK).

    Selama prosedur pemeriksaan jika wajib pajak tidak menyetujui sebagian

    atau seluruh hasil pemeriksaan, maka wajib pajak wajib memberikan tanggapan

    tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). Dalam hasil temuan

    pemeriksaan yang berbentuk surat sanggahan dalam jangka waktu paling lama 7

    hari kerja dan dapat memperpanjangnya yaitu jangka waktu paling lama 3 hari

    kerja dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis. Kemudian, wajib pajak harus

    diberi hak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) yang

    bertujuan melaksanakan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) dimana

    tercantum dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan daftar hasil

    pemeriksaan.

    Proses pemeriksaan pajak dapat menghasilkan Surat Ketetapan Pajak

    (SKP) yang telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Surat

    Ketetapan Pajak tersebut dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar

    (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak

  • 1

    Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).

    Selain itu dapat juga diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal

    dikenakannya sanksi administrasi yang dapat berupa denda, bunga, serta

    kenaikan. Surat Ketetapan Pajak (SKP) ini kemungkinan tidak disetujui oleh

    Wajib Pajak sehingga menimbulkan persengketaan atau disebut dengan Sengketa

    Pajak.

    Sengketa pajak merupakan sengketa yang timbul dalam bidang

    perpajakan antara wajib pajak (WP) atau penanggung Pajak dengan pejabat yang

    berwenang (fiskus) sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan

    Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan

    perundang-undangan perpajakan. Termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan

    berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Sengketa

    Pajak bermula dari adanya beberapa proses pemeriksaan pajak, penelitian,

    maupun verifikasi pajak oleh Aparat Pajak (Fiskus). Apabila sengketa tersebut

    tidak dapat diselesaikan secara Internal, maka tahapan yang dapat diambil oleh

    wajib pajak antaranya keberatan, banding, gugatan dan peninjauan kembali (PK).

    Salah satu permasalahan sengketa pajak yang sering terjadi adalah Pajak

    Penghasilan (PPh). Masalah akan timbul ketika terjadi perbedaan atas jumlah PPh

    antara wajib pajak (WP) dengan Fiskus. Perbedaan tersebut bisa timbul karena

    adanya perbedaan dasar hukum yang seharusnya digunakan, beda persepsi atas

    ketentuan peraturan perpajakn, perselisian atas suatu transaksi tertentu atau bisa

    juga disebabkan oleh hal-hal lainnya.

  • 1

    Wajib pajak yang merasa tidak puas dapat mengajukan keberatan atas

    suatu surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

    Kemudian WP dapat melakukan banding jika masih tidak puas dengan putusan

    keberatan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, atau bisa juga

    melakukan upaya hukum melalui gugatan.

    Sesuai dengan informasi yang di peroleh sekretariat pengadilan pajak yang

    telah disajikan dalam bentuk tabel 1 terdapat jumlah berkas sengketa pajak

    menurut Terbanding/Tergugat pada tahun 2011-2015.

    Tabel 1. Jumlah Berkas Sengketa Pajak Menurut Terbanding/Tergugat

    Tahun 2011-2015

    No Terbanding/Tergugat Jumlah Berkas

    2011 2012 2013 2014 2015

    1 Dirjen Pajak 4.888 5.114 5.188 7.289 7.454

    2 Dirjen Bea &Cukai 1.941 1.754 2.749 3.016 4.068

    3 Pemda 236 485 462 561 964

    TOTAL 7.065 7.353 8.399 10.866 12.486

    Sumber:Sekretariat Pengadilan Pajak, Sekretariat jenderal Kementerian Keuangan

    Republik Indonesia.(www.setpp.depkeu.go.id)

    Berdasarkan tabel 1 dari sekretariat pengadilan pajak, diketahui bahwa

    berkas sengketa pajak menurut terbanding/tergugat mulai tahun 2011 hingga

    tahun 2015 cenderung meningkat. Peningkatan yang terjadi pada tahun 2015

    dimana Dirjen Pajak sebagai Terbanding/Tergugat jumlah berkas yang masuk

    adalah sebesar 7.454 berkas, naik 165 berkas dari jumlah berkas yang masuk

    pada tahun 2014 sebesar 7.289 berkas. Pada tahun 2011-2015 jumlah berkas yang

    masuk paling banyak yang menjadi Terbanding/Tergugat yaitu Dirjen Pajak.

    Total berkas sengketa yang masuk dari tahun 2011-2015 mengalami peningkatan

    http://www.setpp.depkeu.go.id/

  • 1

    dimana pada tahun 2011 total berkas yang masuk sebesar 7.065 berkas sedangkan

    pada tahun 2015 jumlah berkas sengketa yang masuk sebesar 12.486 berkas.

    Gambar 1: Grafik Jenis Putusan Dalam 5 Tahun Terakhir (2011-2015).

    Sumber:Sekretariat Pengadilan Pajak, Sekretariat jenderal Kementerian Keuangan

    Republik Indonesia.(www.setpp.depkeu.go.id)

    Jenis putusan dalam waktu 5 tahun terakhir dimuali tahun 2011-2015 jenis

    keputusan pengadilan pajak diketahui bahwa hasil keputusan pengadilan pajak

    yang paling banyak mengabulkan seluruhnya, yaitu sebesar 46 persen Setelah itu

    adalah menolak sebesar 24 persen ,tidak dapat diterima sebesar 14 persen

    ,mengabulkan sebagian sebesar 13 persen, membatalkan sebesar 2 persen,

    pencabutan sebesar 1 persen dan menambah pajak yang harus dibayar sebesar 0

    persen. Jumlah hasil putusan penyelesaian sengketa pajak tahun 2011-2015

    sebesar 38.862.

    Mengabulkan Seluruhnya

    46%

    Menolak 24%

    Mengabulkan Sebagian

    13%

    Tidak Dapat

    Diterima 14%

    Pencabutan 1%

    Menambah Pajak YMHD

    0%

    membatalkan 2%

    Grafik Jenis Putusan Dalam 5 Tahun Terakhir (2011-2015)

    http://www.setpp.depkeu.go.id/

  • 1

    Pengadilan pajak merupakan badan peradilan yang melaksanakan

    Kekuasaan kehakiman di Indonesia bagi wajib pajak (WP) atau penanggung pajak

    yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Selain itu, tujuan pembentukan

    pengadilan pajak untuk mem-fasilitasi para pencari keadilan dalam menyelesaikan

    sengketa perpajakannya secara adil, serta melalui prosedur yang cepat, sederhana

    dan biaya murah. Dengan ini pengadilan pajak memberikan suatu produk hukum

    berupa putusan akhir yang mempunyai kekuasaan hukum tetap.

    Mengingat pentingnya peran suatu pengadilan pajak dalam menyelesaikan

    sengketa pajak, maka PT. YTH yang sedang mengalami permasalahan di bidang

    perpajakan mengajukan banding. PT. YTH mengajukan banding ke pengadilan

    pajak atas sengketa pajak terhadap Keputusan Direktorat Jenderal Pajak tanggal

    03 juli 2012, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak

    Penghasilan Tahun 2009. Permohonan Keberatan PT. YTH atas Surat Ketetapan

    Pajak Lebih Bayar Pajak Penghasilan a quo, pemohon banding mengajukan

    keberatan tanggal 13 juli 2011 dan dengan Keputusan Terbanding tanggal 03 juli

    2012 permohonan Pemohon Banding tersebut ditolak. Dengan adanya keputusan

    tersebut PT. YTH mengajukan banding ke Pengadilan Pajak pada tanggal 03

    September 2012.

    Dengan ini penulis tertarik untuk menganalisis kasus banding yang telah

    dialami oleh PT. YTH terhadap SK keberatan yang diterbitkan oleh Direktorat

    Jenderal Pajak. Penulis mengambil kasus banding PT. YTH karena lengkapnya

    data yang penulis peroleh, yang berasal dari penulis melakukan kegiatan magang.

    Tidak semua data-data dari kasus banding tersedia, karena data tersebut bersifat

    https://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan_kehakiman_di_Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Wajib_pajakhttps://id.wikipedia.org/wiki/Pajak

  • 1

    rahasia. Dengan demikian, penulis akan mengambil judul “Analisis Penyelesaian

    Sengketa Pajak mengenai Pajak Penghasilan Final di Pengadilan Pajak (studi

    kasus pada PT. YTH tahun 2009)”.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dari

    skripsi ini sebagai berikut :

    1. Apakah penyebab timbulnya sengketa pajak mengenai pajak penghasilan

    final?

    2. Bagaimana penyelesaian/penanganan sengketa pajak mengenai pajak

    penghasilan final di pengadilan pajak?

    C. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

    1. untuk mengetahui penyebab timbulnya sengketa pajak mengenai pajak

    penghasilan final.

    2. untuk mengetahui cara penyelesaian/penanganan sengketa pajak

    mengenai pajak penghasilan final di pengadilan pajak.

    D. Kontribusi penelitian

    1. Kontribusi Teoritis

    a. Bagi peneliti merupakan suatu kesempatan untuk mengaplikasikan

    teori-teori yang telah diperoleh selama kuliah serta dapat menambah

    atau memperkaya wawasan dan ilmu pengetahuan,

    b. Bagi pihak lain, sebagai suatu karya ilmiah yang tentunya dapat

    bermanfaat untuk memperluas wawasan dan pengetahuan serta dapat

  • 1

    dijdikan bahan pertimbangan untuk mengahadapi persoalan yang

    sama.

    2. Kontribusi Praktis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

    pemikiran bagi pemerintah dan para wajib pajak (WP) serta pihak-pihak

    yang terkait dengan pelaksanaan sengketa banding. Penelitian ini juga

    diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan

    tentang standar pemeriksaan, khususnya yang terkait dengan metode dan

    teknik pemeriksaan.

    E. Sistematika Pembahasan

    Sistematika pembahasan ini merupakan gambaran umum mengenai isi

    dari penelitian secara keseluruan. Penelitian ini terdiri dari tiga bab yang masing-

    masing terbagi menjadi beberapa subbab. Adapun sistematika pembahasan

    tersebut adalah :

    Bab I : Pendahuluan

    Pada bab ini penulis akan menyajikan latar belakang, rumusan masalah,

    tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematiak pembahasan.

    Bab II : Kajian Pustaka

    Bab ini menjelaskan kerangka pemikiran dari penulis dan berbagai

    konsep-konsep yang akan digunakan sebagai landasan pemikiran terkait

    dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini

    Bab III : Metode Penelitian

  • 1

    Pada bab ini akan dijabarkan mengenai pendekatan penelitian yang

    digunakan, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen

    penelitian, analisis data, dan batasan penelitian.

    Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

    Pembahasan utama dari bab ini adalah tentang penyebab adanya

    perbedaan penafsiranyang dialami oleh PT. YTH selaku pemohon

    banding dengan Direktur Jenderal Pajak selaku Terbanding, serta

    mengetahui dampak dari hasil putusan Pengadilan Pajak Terhadap PT.

    YTH selaku Pemohon Banding.

    Bab V : Penutup

    Bab ini terdiri dari dua subbab yaitu kesimpulan yang merupakan

    rangkuman atas seluruh isi skripsi ini, dan rekomendasi yang merupakan

    masalah dari penulis atas hasil penelitian yang dilakukan .

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Empiris

    Berikut peneliti menyajikan penelitian terdahulu yang telah di teliti oleh

    beberapa peniliti yang telah disajikan dalam bentuk tabel 2.

    Tabel 2. Penelitian Terdahulu

    Judul Penelitian Metpen Hasil

    Penyelesaian

    Sengketa Pajak

    Bumi dan

    Bangunan Di

    Kantor Pelayanan

    Pajak Bumi dan

    Bangunan

    Semarang

    (Hadyanto, 2007)

    1. Metode pendekatan yang

    digunakan dalam

    penelitian adalah

    pendekatan yuridis

    empiris

    2. Spesifikasi penelitian dalam

    penelitian ini

    adalah penelitian

    deskriptif analitis

    3. Populasi dalam penelitian ini

    adalah pejabat

    yang

    terkait/berwenang

    menyelesaikan

    sengketa pajak di

    Kantor Pelayanan

    Pajak Bumi Dan

    Bangunan Kota

    Semarang

    4. Metode penentuan Sampel yang

    digunakan adalah

    penentuan

    responden secara

    purposive

    sampling.

    5. Teknik pengumpulan data

    yang digunakan

    1.Terjadinya sengketa pajak di

    wilayah kerja Kantor Pelayanan

    Pajak Bumi dan Bangunan

    Semarang adalah karena dalam

    melakukan pemungutan Pajak Bumi

    dan Bangunan ini kadang-kadang

    terjadi selisih pendapat atau sengketa

    pajak antara wajib pajak dan

    pemerintah (dalam hal ini Kantor

    Pajak) mengena besarnya pajak yang

    harus dibayarkan.

    2.Upaya-upaya hukum yang dapat

    ditempuh oleh wajib pajak apabila

    terjadi sengketa pajak tersebut

    dengan cara : keberatan, Banding,

    gugatan dan peninjauan kembali.

    3.Penyelesaian sengketa pajak yang

    dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak

    Bumi dan Bangunan adalah dengan

    pemeriksaan Surat Keberatan yang

    diajukan oleh wajib pajak. Apabila

    alasan keberatan yang diajukan oleh

    wajib pajak terbukti benar maka

    keberatan tersebut akan dikabulkan,

    namun sebaliknya apabila tidak

    terbukti dan tidak sesuai dengan data

    yang ada di lapangan maka

    keberatan tersebut akan ditolak.

  • adalah data primer

    dan data sekunder.

    Analisis Sengketa

    Pajak

    Pertambahan

    Nilai Atas Kasus

    Banding

    Perusahaan “X”

    melalui

    pengadilan Pajak

    (Studi Kasus di

    Pengadilan

    Pajak)

    (Lisnawati, 2009)

    1. Ruang lingkup penelitian adalah

    pegadilan pajak,

    metode penelitian

    deskriptif analisis.

    2. Metode penentuan sempel

    menggunakan

    metode judgmen

    sampling.

    3. Metode pengumpulan data:

    data sekunder dan

    data primer

    4. Metode analisis data adalah analisis

    kualitatif dan

    kuantitatif

    1. Permohonan banding yang terjadi diawali dengan adanya sengketa

    atau ketidaksetujuan wajib pajak

    atas ketetapan pajak yang

    diterbitkan oleh fiskus yaitu

    SKPLB PPN Barang dan Jasa

    Masa Pajak Desember 2005

    sebesar Rp 248.271.902,00 dan

    merupakan Jasa Kena Pajak, tetapi

    menurut wajib pajak sebesar RP.

    440.107.627,00 dan Usahanya

    merupakan Ekspor Jasa yang tidak

    kena pajak.

    2. Dari hasil pemeriksaan majelis atas data yang ada bahwa perusahaan

    PT “X” merupakan perusahaan

    yang bergerak dalam bidang jasa

    pembuatan peta digital dengan

    transaksi kepada perusahaan luar

    negeri. Sesuai dengan peraturan

    pemerintah nomor 24 tahun 2002

    penyerahan peta digital tersebut

    termasuk sebagai ekspor jasa yang

    tidak terdapat obyek PPNnya.

    3. Penyerahan jasa pembuatan peta digital sebesar Rp.

    1.544.950.362,00 adalah

    diserahkan dan dimanfaatkan di

    luar Daerah Pabean sehingga tidak

    terutang PPN. Maka koreksi positif

    DPP PPN penyerahan yang

    PPNnya harus dipungut sebesar

    Rp.1.544.950.362,00 itu tidak

    dapat dipertahankan.

    4. Jumlah pajak masukan sebesar Rp. 427.510.097,00 itu tidak dapat

    diperhitungkan/ dikreditkan untuk

    Masa Pajak Desember 2005 karena

    jasa pembutan peta digital ke Luar

    Daerah Pabean sebagai ekspor jasa

    yang tidak terutang PNN.

    Pengadilan Pajak memutuskan

    untuk mengabulkan sebagian

  • permohonan banding PT “X”

    sehingga jumlah pajak yang lebih

    bayar menjadi nihil.

    Analisis

    Pelaksanaa

    Penyelesaian

    Sengketa

    Banding Tarif

    Bea Masuk di

    Pengadilan Pajak

    (Studi Kasus

    Pada PT. 31 di

    Pengadilan

    Pajak) (Rasfina,

    2012)

    1. Pendekatan penelitian yang

    digunakan oleh

    peneliti adalah

    pendekatan

    kualitatif

    2. Jenis penelitian adalah penelitian

    deskriptif

    3. Metode pengumpulan data

    yang digunakan

    adalah studi

    pustaka, studi

    lapangan (Field

    Research)

    1. Adanya keberatan atas penetapan klasifikasi barang ke dalam pos

    tarif 7606.11.00.90 dengan bea

    masuk 10% yang telah

    dikemukakan oleh pemohon

    banding. Pemohon banding tetap

    mempertahankan bahwa pos tarif

    7606.12.39.20 dengan bea masuk

    5%.

    2. Surat uraian Banding yang telah diserahkan, terbanding hanya

    menjelaskan alasan yang tercantum

    dalam keputusan keberatan KEP-

    5238/KPU.01/2008 tanggal 15

    Oktober 2008.

    3. Putusan pengadilan pajak menolak permohonan banding PT. 31

    sehingga klasifikasi Alumunium

    foil stock ditetapkan sesuai dengan

    keputusan Terbanding dan bea

    masuk dan pajak dalam rangka

    impor yang masih harus dibayar

    sesuai dengan SPKPBM sebesar

    Rp. 105.600.398

    Analisis

    Penyelesaian

    Sengketa

    Banding Atas

    Kasus, Pajak

    Pertambahan

    Nilai di

    Pengadilan Pajak

    (Studi Kasus PT

    OP) (Sahid,

    2015)

    1. Jenis penelitian adalah penelitian

    deskriptif dengan

    pendekatan

    kualitatif

    2. Teknik pengumpulan data

    : studi

    dokumentasi dan

    studi lapangan.

    3. Analisis data dengan model

    interaktif dengan

    tahap yaitu reduksi

    data, penyajian

    data, dan penarikan

    kesimpulan.

    1. SKPKB berisi beberapa koreksi antara lain:

    a). Koreksi atas ekspor menjadi

    penjualan lokal sebesar Rp.

    3.198.483,00;

    b). Koreksi atas penerimaan

    kembali barang reject sebesar Rp.

    571.111.475,00;

    c). Koreksi atas pinjaman dari

    Tuan AR menjadi penjualan lokal

    sebesar Rp. 65.409.696.357,00.

    2. Pemohon banding tidak dapat memenuhi permintaan dokumen

    yang telah diminta oleh terbanding

    atas transaksi aliran uang sebesar

    Rp. 71.355.240.355,00 sebagai

    hutang-piutang dan pembayaran

    bunga pinjaman.

  • 3. Putusan Pengadilan Pajak Nomor 40455/PP/M.VI/16/2012 yang

    mengabulkan seluruhnya

    permohonan banding. Sehingga

    Pemohon banding mendapatan

    imbalan bunga atas kelebihan pajak

    yang telah dibayar.

    Sumber: Diolah Oleh Peneliti

    B. Tinjauan Teoritis

    1. Pengertian Pajak

    Definisi Pajak menurut Pasal 1 UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan

    Umum dan Tata Cara “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

    oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang

    Undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan digunakan

    untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedang

    menurut Seligman dalam Mulyo (2002:5) menyatakan bahwa “ Tax is compulsory

    Contribution from the person, to the goverment to defray the expenses incurred in

    the common interest of all, without reference to special benefit conferred.”

    Andriani dalam Brotodiharjo (1993: 2) menyatakan bahwa, “pajak adalah

    iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

    wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

    dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjukkan dan

    yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

    berhubung tugas untuk menyelenggarakan pemerintahan’.

    Mardiasmo (2011: 1) mengemukakan beberapa unsur-unsur yang

    melekat dalam pengertian pajak yaitu:

    http://www.gudangmateri.com/2011/04/revisi-pada-uu-kup.htmlhttp://www.gudangmateri.com/2011/04/revisi-pada-uu-kup.html

  • a. Iuran/pungutan dari rakyat untuk negara Dalam unsur ini, pajak dapat diartikan sebagai peralihan kekayaan

    dari sektor pemerintah ke sektor publik dan bahwa tidak ada pajak

    selain yang dipungut oleh negara serta berupa uang (bukan barang).

    b. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang Karena pajak bersifat mengikat dan memaksa, maka pajak harus

    berdasarkan undang-undang dan peraturan-peraturan yang baku. Unsur

    ini menunjukkan bahwa meskipun pajak dipungut oleh negara,

    pemerintah tidak boleh semena-mena memungut pajak dari rakyat

    tetapi harus sesuai undang-undang dan peraturan-peraturan.

    c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi Unsur ini menunjukkan bahwa pajak yang dibayarkan rakyat tidak

    mendapatkan timbal jasa ataupun kontraprestasi dari negara secara

    langsung.

    d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara

    Berdasarkan definisi pajak tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa

    pajak adalah suatu iuran wajib yang dibebankan kepada masyarakat terhadap kas

    negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dimana masyarakat

    tidak mendapatkan imbalan secara langsung melainkan digunakan untuk

    pengeluaran umum dan kesejahteraan masyarakat.

    2. Pajak Penghasilan.

    Pajak Penghasilan diatur dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun

    1983 tentang Pajak Penghasilan selanjutnya disebut PPh sebagaimana telah

    beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000

    tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

    Pajak Penghasilan. Kemudian pemerintah mengubah lagi menjadi Undang-

    Undang No 36 Tahun 2008.

    Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan

    perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya yang diterima atau diperoleh

  • selama satu tahun pajak. Pajak penghasilan bisa diberlakukan tarif progresif,

    proporsional, atau regresif.

    a. Subyek Pajak

    Definisi subyek pajak menurut Waluyo (2002:54), “Subyek Pajak

    adalah sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan

    pajak”. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subyek Pajak berkenaan

    dngan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

    Waluyo (2002:54) Subyek Pajak meliputi Orang Pribadi, warisan yang belum

    terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap, sebagai berikut :

    1. Orang Pribadi

    Orang pribadi sebagai subyek pajak dapat bertempat tinggal atau

    berada di Indonesia ataupub di luar Indoneia.

    2. Warisan yang belum dibagi

    Warisan yang belum terbagi dimaksudkan merupakan subyek pajak

    pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Masalah

    penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subyek pajak pengganti

    dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari

    warisan tetap dapat dilaksanakan.

    3. Badan

    Salah satu subyek pajak menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 7

    Tahun 1983, tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah terakhir

    menjadi dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah subjek

    Pajak Badan. Pengertian Badan menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-undang

  • Nomor 16 Tahun 2009 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

    didefinisikan sebagai berikut :

    Badan adalah sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan

    kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan

    usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan, komanditer,

    perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan

    nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana

    pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,

    organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk

    badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha

    tetap.

    4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

    Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh

    orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di

    Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

    jangka waktu 12 (duabelas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan

    tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau

    melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuk usaha tetap ini ditentukan

    sebagai subyek pajak tersendiri yang terpisah dari badan.

    Mulyo Agung (2008: 1) Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi dua

    yaitu:

    1. Subjek Pajak Badan Dalam Negeri a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang

    pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan

    puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau

    orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia

    dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

    b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan

    lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama

    dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,

    persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,

  • organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga,

    bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk

    reksadana.

    c. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak.

    2. Subjek Pajak Badan Luar Negeri. a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang

    pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus

    delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)

    bulan, dan badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat

    kedudukan di Indonesia yang memperoleh atau menerima

    penghasilan di Indonesia baik melalui BUT di Indonesia;

    b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus

    delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)

    bulan, dan badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat

    kedudukan di Indonesia yang memperoleh atau menerima

    penghasilan di Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau

    melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

    Tidak termasuk Subyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

    Undang-undang PPh adalah:

    1. Kantor perwakilan negara asing; 2. Pejabat-pejabat diplomatik, dan konsulat atau orang yang

    diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat

    tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negar

    Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh

    penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya perlakuan timbal

    balik;

    3. Organisasi-organisasi Internasional dengan syarat: a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk

    memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan

    pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran

    para anggota;

    4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia

    dan tidak mmenjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk

    memperoleh penghasilan dari indonesia.

  • b. Obyek Pajak

    Menurut UU PPh No. 36 tahun 2008 Pasal 4 ayat 1 huruf p tentang Pajak

    Penghasilan “objek Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan

    ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari

    Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi untuk

    menambah kekayaan wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam

    bentuk apapun”.

    Obyek pajak penghasilan menurut Pasal 4 UU No 36 Tahun 2008 adalah:

    1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,

    komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk

    lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

    2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 3. laba usaha; 4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

    a. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

    b. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan

    lainnya;

    c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama

    dan dalam bentuk apa pun;

    d. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam

    garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan

    pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang

    pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya

    diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang

    tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau

    penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

    e. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau

    permodalan dalam perusahaan pertambangan;

    5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

    6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

  • 7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil

    usaha koperasi

    8. royalti atau imbalan atas penggunaan hak; 9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah

    tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

    12. keuntungan selisih kurs mata uang asing; 13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; 14. premi asuransi; 15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang

    terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

    16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

    17. penghasilan dari usaha berbasis syariah; 18. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang

    mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

    19. surplus Bank Indonesia

    c. Tarif Pajak Penghasilan

    Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sesuai Pasal 17

    ayat 1 huruf b tarifnya adalah 28% untuk tahun 2009. Tarif tertinggi

    sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat 1 huruf a dapat diturunkan

    menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tarif

    yang diberlakukan sejak tahun 2010 sebagaimana telah diatur pada Pasal 17

    ayat 1 huruf a sebesar 25%.

    Berdasarkan Pasal 31 E ayat 1 wajib pajak badan dalam negeri dengan

    peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000,00 mendapat fasilitas

    berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 17 ayat 1 huruf b ayat 2a yang dikenakan atas penghasilan kena pajak

    dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00. PP 46

  • Tahun 2013 wajib pajak badan yang memenuhi kriteria dalam PP 46 Tahun

    2013 dikenakan tarif 1% dari penyerahan bruto.

    d. Cara Menghitug Pajak Penghasilan

    Cara menghitung Pajak Penghasilan adalah dengan mengalikan tarif

    Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak.

    Pajak Terutang= Tarif Pajak X Penghasilan Kena Pajak.

    3. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2

    a. Subyek Pajak Pasal 4 ayat 2

    Subyek PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu orang pribadi, badan, dan Bentuk

    Usaha Tetap (BUT). Berdasarkan UU PPh yang ditunjuk sebagai Pemotong PPh

    Pasal 4 ayat (2) adalah :

    1. Badan Pemerintah; 2. Subyek pajak badan dalam negeri; 3. Penyelenggara kegiatan; 4. Bentuk Usaha Tetap; 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; 6. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk

    oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong Pajak

    Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yaitu:

    1) Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali Pejabat Akta Tanah tersebut adalah camat,

    pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;

    2) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembyaran berupa sewa Tanah dan Bangunan.

    b. Obyek Pajak Pasal 4 ayat 2

    Sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) penghasilan yang dikenai PPh Final

    adalah “apabila wajib pajak semata-mata hanya bergerak di bidang usaha

    yang menjadi obyek PPh Pasal 4 ayat (2), maka wajib pajak tidak lagi harus

    memperhitugkan kewajiban pajak terhutang atas penghasilan yang telah

  • dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) ersebut pada akhir tahun, serta tidak perlu lagi

    membayar anggsuran PPh Pasal 25 “.

    Bagi perusahaan yang bidang usahanya terdiri dri sebagian obyek PPh

    Final dan sebagai lagi bukan obyek PPh Final, maka dalam menghitung

    besarnya PPh terutang selama satu tahun, penghasilan dan biaya yang

    berhubungan dengan penghasilan yang dikenakan PPh final tidak

    diperhitungkan.

    Obyek pajak yang dikenai PPh final Pasal 4 ayat 2 antara lain :

    1. Bunga Tabungan/Deposito/Diskonto SBI; 2. Bunga simpanan koperasi; hadih undian; 3. sewa tanah dan/atau bangunan untuk perorangan; 4. sewa tanah dan/atau bangunan untuk badan; 5. jasa pelaksanaan kontruksi; 6. jasa perencana kontruksi; 7. jasa pengawas kontruksi.

    Pedoman pelaksanaan perpajakan tiim penyusun (2014:250)

    menyatakan jenis biaya yang merupakan obyek PPh Pasal 4 ayat (2) di PT

    YTH adalah :

    1. Biaya Pemeliharaan a. Biaya pemelihara bangunan faspel; b. Biaya pemeliharaan alat2 faspel; c. Biaya pemeliharaan jalan dan bangunan; d. Biaya pemeliharaan emplasemen.

    2. Aktiva dalam Kontruksi (ADK) a. Bangunan fasilitas pelabuhan; b. Alat-alat fasilitas pelabuhan; c. Instalasi fasilitas pelabuhan; d. Jalan dan bangunan; e. Emplesemen; f. Fasilitas docking kapal.

  • Pedoman pelaksanaan perpajakan tiim penyusun (2014:261) jenis

    pendapatan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) di PT YTH yang

    dipotong pihak lain adalah :

    1. Pendapatan Pelayanan Barang a. gudang (persewaan secara lumpsum); dan b. lapangan (persewaan secara lumpsum);

    2. Pendapatan Pengusaha TBAL a. Pendapatan Sewa Tanah Daratan b. Pendapatan Sewa Perairan c. Pendapatan Sewa Bangunan

    3. Pendapatan Rupa-rupa Usaha: Fasilitas Pelabuhan TPS 4. Pendapatan Diluar Usaha

    a. Jasa Bank b. Bunga Deposito c. Bunga Obligasi

    c. Tarif Pajak Penghasilan Final

    Sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, atas penghasilan berupa bunga

    deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghsilan dari transaksi saham

    sekuritas lainnya dibursa efek, penghasilan dari persewaan berupa tanah dan atau

    bangunan serta penghasilan tertentu lainnya (persewaan yang dilakukan secara

    lumpsum misalnya gudang, lapangan penumpukan) pengenaan pajaknya diatur

    dengan Peraturan Pemerintah.

    Pedoman pelaksanaan perpajakan tiim penyusun (2014:262) berikut

    pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebagai berikut:

    1. Transaksi penjualan saham pendiri, dan saham non-founder (bukan

    pendiri), tarif 0,1% dari nilai transaksi, sebagaimana diatur dalam

    Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2013.

    2. Transaksi derivatif dalam bentuk berjangka panjang yang

    diperdagangkan di bursa, dengan tarif sebesar 2,5% dari margin awal,

    sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2009.

    3. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota

    koperasi orang pribadi masing-masing dengan tarif sebesar 0%

  • (simpanan sampai dengan Rp. 240.000 per bulan) dan 10% ( simpanan

    lebih dari Rp. 240.000 per bulan) sebagaimana diatur dalam Peraturan

    Pemerintah Nomor 15 tahun 2009.

    4. Sewa atas tanah dan / atau bangunan, dengan tarif 10% dari penghasilan

    bruto sebagaimana diatur dalam KEP-227/PJ./2002

    5. Pengalihan hak atas tanah dan / atau bangunan (termasuk usaha real

    estate), tarif sebesar 5% sebagaimana diatur dalam Peraturan

    Pemerintah Nomor 71 tahun 2008.

    6. Bunga deposito dan jenis-jenis tabungan, Sertifikat Bank Indonesia

    (SBI) dan diskon jasa giro, tarif sebesar 20% sebagaimana diatur dalam

    PP Nomor 16 Tahun 2009

    7. Hadiah lotere / undian, tarif sebesar 25% sebagaimana diatur dalam

    Peraturan Pemerintah Nomor 132 tahun 2000.

    8. Bunga dari kewajiban, dengan berbagai tarif dari 0% sampai 20%.

    Penjelasan lebih lanjut dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah

    Nomor 16 tahun 2009 dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor

    100 Tahun 2013.

    9. Jasa konstruksi, dengan berbagai tarif dari 2% sampai 6%. Penjelasan

    lebih lanjut dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51

    tahun 2008 dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun

    2009.

    10. Dividen yang diterima oleh Indonesia Wajib Pajak orang pribadi, tarif

    sebesar 10% sebagaimana diatur dalam PP Nomor 19 Tahun2009

    11. Transaksi penjualan saham atau pengalihan ibukota mitra perusahaan

    yang diterima oleh modal usaha, dengan tarif 0,1% sebagaimana diatur

    dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1995.

    4. Sengketa Pajak

    Sengketa pajak dalam proses Banding atau sengketa Banding merupakan

    sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan atara Wajib Pajak (WP) dengan

    pihak Fiskus (Direktorat Jenderal Pajak), mengenai keputusan Keberatan yang

    tidak disepakati oleh pihak Wajib Pajak (WP). Jadi, sebagaimana halnya

    keberatan, Wajib Pajak atau penanggung pajak yang berhak mengajukan Banding.

    Sengketa banding bisa menyangkut masalah formal ataupun material,

    namun kebanyakan wajib pajak menyangka sengketa banding hanya menyangkut

    sengketa material. Sengketa biasanya di mulai oleh pihak fiskus pada saat

    melaksanaan pemeriksaan terhadap wajib pajak atau penanggung pajak yang

  • bersangkutan. Sundoro (2004:40) menyatakan bahwa, Sengketa banding dapat

    dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

    1. Sengketa Formal

    Sengketa Formal terjadi apabila wajib pajak (WP) atau pihak

    Fiskus atau pihak keduanya tidak mematuhi prosedur dan tata cara yang

    telah ditetapkan oleh Undang-Undang Perpajakan, khususnya Undang-

    undang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan atau Undang-undang

    Pengadilan Pajak. Undang-undang KUP telah menetapkan prosedur dan tata

    cara pemeriksaan pajak, mulai dari penerbitan ketetapan pajak, sampai

    penerbitan keputusan keberatan. Apabila terjadi pelanggaran ketentuan

    yang dilakukan oleh pihak fiskus, maka pelanggaran itu yang dapat

    menimbulkan sengketa formal dari pihak Fiskus.

    2. Sengketa Material

    Sengketa material merupakan sengketa yang terjadi apabila terjadi

    perbedaan jumlah pajak yang telah terutang oleh Wajib Pajak atau

    perbedaan jumlah pajak yang dibayar lebih bayar. Menurut perhitungan

    fiskus dalam kasus restitusi yang telah tercantum dalam ketetapam pajak

    dengan jumlah pajak yang terutang menurut wajib pajak itu lebih bayar.

    Perbedaan pendapat itu bisa terjadi karena adanya perbedaan pendapat

    mengenai dasar hukum yang digunakan, perbedaan persepsi mengenai

    Ketentuan umum dan tata cara perpajakan dan perselisihan transaksi

    tertentu. Hal tersebut dapat mengakibatkan jumlah pajak yang terutang

    menurut perhitungan wajib pajak dan pihak fiskus mengalami perbedaan.

  • Sengketa formal maupun sengketa material sangat menentukan

    hasil akhir putusan yang dibandingkan. Proses banding yang terjadi di

    pengadilan pajak, hakim yang bertugas akan melakukan pemeriksaan formal

    terlebih dahulu sebelum memulai pemeriksaan materi sengketa yang di

    permasalahkan. Cara itu dilakukan untuk memenuhi prosedur yang sudah

    ditetapkan oleh Undang-undang pengadilan pajak. Pemohon banding akan

    diperiksa lebih lanjut ke tahap pemeriksaan materi sengketa apabila

    pemohon banding tidak memenuhi ketentuan formal.

    Sengketa pajak diselesaikan melalui sebuah badan peradilan yang

    ada di masing-masing negara. Pertama, badan peradilan yang telah

    menyelesaikan sengketa berada sebagai pihak yang independen. Kedua,

    badan peradilan administrasi murni berada pada tingkat selanjutnya setelah

    upaya administrasi telah dilakukan untuk menyelesaikan sengketa tersebut.

    Terakhir, badan peradilan dapat memeriksa dan memutuskan sengketa ila

    suatu upaya administrasi tidak dapat terselesaikan.

    a. Keberatan

    Dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan

    kemungkinan terjadi bahwa wajib pajak merasa kurang atau tidak puas atas

    suatu ketetapan pajak yang dikenakan padanya atau atas

    pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga . Pengertian keberatan menurut

    para ahli lebih dititikberatkan dengan adanya ketidaksetujuan, ketidak

    puasan yang disebabkan oleh sesuatu hal yang berasal dari ketidak adilan.

    Jadi keberatan merupakan suatu proses yang masih memerlukan klasifikasi

  • mengenai yang menjadi pokok sengketa antara Wajib Pajak dan Pihak

    Fiskus ( Direktorat Jenderal Pajak) di lain pihak. Keberatan merupakan

    salah satu proses atau ara penyelesaian sengketa pajak yang dilakukan oleh

    wajib pajak untuk memperoleh keadilan. Sesuai dengan Undang-undang

    Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

    Pasal 29 Ayat (1a), (1b), (1c), (1d), (1e) hal ini wajib pajak dapat

    mengajukan keberatan atas :

    Pasal 25

    Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat

    Jenderal Pajak atas suatu:

    (1a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

    (1b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

    (1c) Surat Ketetapan Pajak Nihil

    (1d) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar

    (1e) Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga

    berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

    perpajakan.

    Keberatan dimaksudkan diajukan wajib pajak kepada Kepala

    Kantor Pelayanan Pajak di tempat wajib pajak tersebut terdaftar. Keberatan

    diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan

    jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau

    jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan yang

    menjadi dasar penghitungan. Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu

    3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal

    pemotongan atau pemungutan pajak kecuali apabila wajib pajak dapat

    menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena

    keadaan di luar kekuasaannya.

  • Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan

    merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak

    diterbitkan Surat Keputusan Keberatan (Ahmad Komara, 2012:91).

    Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan dan tidak diterbitkan

    surat keputusan keberatan tersebut akan diberitahukan secara tertulis kepada

    wajib pajak (WP). Wajib pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang

    telah disampaikan Direktur Jenderal Pajak sepanjang Syurat Pemberitahuan

    Untuk Hadir belum disampaikan kepada wajib pajak (WP). Dalam Pasal 36

    Ayat (1) huruf b UU KUP menyebutkan “ Wajib Pajak yang mencabut

    pengajuan keberatan tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau

    pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar”.

    b. Banding

    Banding merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib

    pajak (WP) atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat

    diajukan banding. Keputusan dimaksudkan suatu penetapan tertulis di

    bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang berdasarkan

    peraturan perundangan-undangan perpajakan dan dalam rangka pelaksaan

    UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

    Banding diawali dengan adanya sengketa atau perbedaan pendapat

    antara wajib pajak dengan pihak fiskus atas ketidaksetujuan atas ketetapan

    pajak yang diterbitkan oleh fiskus. Sebagaimana yang telah diketahui,

    ketetapan pajak diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah

    dilakukan oleh pihak fiskus, baik melalui pemeriksaan lapangan maupun

  • pemeriksaan kantor. Pemeriksaan yang terjadi akan menghasilkan koreksi-

    koreksi fiskal, dan biasanya akan menyebabkan jumlah utang pajak yang

    dibebankan kepada wajib pajak lebih besar dari pada jumlah pajak yang

    terutang menurut wajib pajak. Koreksi fiskal yang terjadi dapat juga

    menyebabkan jumlah pajak yang lebih bayar menurut fiskus menjadi lebih

    kecil dari jumlah pajak lebih bayar menurut wajib pajak.

    Komara (2012:100) mengungkapkan bahwa Permohonan banding

    diajukan dengan surat banding yang harus memenuhi persyaratan sebagai

    berikut :

    a) Diajukan tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak;

    b) Disampaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima keputusan yang dibandig, kecuali keadaan di luar

    kekuasaan pemohon banding;

    c) Terdapat 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) surat banding; d) Disertai alasan-alasan yang jelas dan dicantumkan tanggal diterima

    surat keputusan yang dibandingkan;

    e) Dilampirkan salinan keputusan yang dibandingkan; dan f) Dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak

    terutang, banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang

    terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).

    Pemohon Banding dalam melengkapi surat bandinya untuk

    memenuhi persyaratan-persyaratan di atas sepanjang masih dalam

    jangka 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima keputusan yang dibanding.

    Untuk keperluan pengajuan permohonan banding, wajib pajak dapat

    meminta keteranga secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar surat

    keputusan keberatan yang diterbitkan, dan Direktor Jenderal Pajak

    wajibmemberikan keterangan yang diminta tersebut.

  • Dalam Undang-undang nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan

    Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 9 ayat (3) dan (3a) diatur bahwa

    apabila wajib pajak mengajukan banding, maka jangka waktu pajak

    sebagaimana dalam :

    Pasal 9

    (3). Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,

    serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dan

    Surat Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan

    Banding, serta Surat Peninjauan Kembali, yang

    menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,

    harus dilunasidalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak

    tanggal diterbitkan,

    (3a). Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak usaha kecil

    dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan

    sebagaimana dimaksudkan pada ayat (3) dapat diperpanjang

    paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur

    dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

    Dengan berlakunya Undang-undang nomor 26 Tahun 2007

    tentang perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983

    tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka jumlah

    pajak yang belum dibayar tidak termasuk sebagai utang pajak. Artinya,

    pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan

    Keberatan yang diterbitkan kepada Wajib Pajak adalah 0. Hal ini diatur

    dalam Pasal 27 ayat (5a), (5b) dan (5c) yang berbunyi:

    Pasal 27

    (5a) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu

    pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat

    (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang

    belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh

    sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan

    Putusan Banding.

  • (5b) jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan

    permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada saat

    ayat (5a) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).

    (5c) jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan

    permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang

    sampai dengan Putusan Banding diterbitkan.

    Secara ringkas dapat digambarkan proses pelaksanaan banding

    dengan acara biasa, sebagai berikut :

    Gambar 2 : Ringkasan Proses Pelaksanaan Bandig

    Sumber: Indonesia Tax Review

    Keterngan :

    Gambar diatas menjelaskan proses banding yang memenuhi ketntuan formal Jangka waktu yang tercantum dalam gambar 3 adalah jangka waktu maksimal (paling

    lambat)

    PP = Pengadilan Pajak WP = Wajib Pajak Terbanding = Fiskus (pejabat berwenang yang mewakili DJP) SUB (Surat Uraian Banding)

    Dari gambar 2 diatas dapat dijelaskan bahwa proses banding

    terjadi karena adanya penolakan oleh KPP ataskeberatan yang diajukan

    SKP WP mengajukan

    Surat Keberatan

    Surat Keputusan

    Keberatan

    WP mengajukan

    Surat Banding

    PP mengirim

    permintaan SUB

    ke Terbanding

    Terbanding

    mengirim

    SUB ke PP

    PP mengirim

    fotokopi

    SUB ke WP

    WP mengirim

    Surat Bantahan

    ke PP

    PP mengirim

    copy Surat

    Bantahan ke

    Terbanding

    Persidangan

    Banding di

    PP

    Putusan Banding

    3 Bulan

    3 Bulan 12 Bulan

    12 Bulan

    6 Bulan

    14

    Hari

    30 Hari

    14

    Hari 3 Bulan 14

    Hari

  • oleh wjib pajak. Sesuai dengan ketentuan formal pengajukan banding ,

    permohonan banding sudah harus diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan

    sejak diterimanya surat penolakan keberatan oleh KPP. Selanjutnya,

    oleh Pengadilan Pajak, surat permohonan banding tersebut salinannya

    akan diberikan kepada Terbanding.

    Atas surat banding tersebut Terbanding dalam hal ini Fiskus

    diminta oleh Pengadilan Pajak untuk memberikan tanggapan berupa

    Surat Uraian Bading (SUB) kepada Pengadilan Pajak yang selanjutnya

    oleh Pengadilan Pajak diberikan salinannya kepada Wajib Pajak.

    Setelah itu Wajib Pajak sebagai Pemohon Banding bisa memberikan

    tanggapan melalui surat yang disebut Surat Bantahan. Proses tersebut

    tidak selalu terjadi, karena dalam prakteknya terdapat kejadian di mana

    Pemohon Banding hanya memberikan surat bandingnya kepada

    Pengadilan Pajak, atau fiskus tidak memberikan tanggapan melalui

    Surat Uraian Bandingnya atas banding yang dilakukan oleh Pemohon

    Banding. Dengan proses yang selesai, barulah persidangan

    diselenggarakan. Dalam proses persidangan biasanya Majelis terlebih

    dahulu melakukan pemeriksaan ketentuan formal pengajuan banding.

    Apabila ketentuan formal telah terpenuhi, maka barulah diadakan

    pemeriksaan atas materi sengketa banding.

    c. Gugatan

    Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No.14 Tahun 2002

    Tentang Pengadilan Pajak definisi gugatan adalah: “Gugatan adalah upaya

  • hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak

    terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat

    diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan

    yang berlaku”

    Ahmad Komara (2012:102) menyatakan Permohonan gugatan dapat

    diajukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap) :

    a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;

    b. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak; c. Keputusan yang berkaitan dengan plaksanaan keputusan

    perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan

    Pasal 26; atau

    d. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitan tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara

    yang telah diatur dalam Ketentuan Perundang-undangan perpajakan

    hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.

    Tata cara pengajuan Gugatan dengan mengajukan surat gugatan

    dalam bahasa Indonesia. Terhadap pelaksanaan penagihan pajak, gugatan

    diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal

    pelaksanaan penagihan. Akan tetapi, keputusan selain gugatan terhadap

    pelaksanaan penagihan pajak adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal

    diterima keputusan yang digugat. Surat gugatan harus ditandatangani dan

    apabila surat gugatan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak harus

    dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 32

    Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir

    dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000.

  • Apabila selama proses gugatan, penggugat meninggal dunia, gugatan

    dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum ahli warisnya dan

    penggugat pailit. Sementara apabila selama proses gugatan, penggugat

    melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan usaha atau likuidasi,

    permohonan dapat dilanjutkan oleh pihak yang meerima

    pertanggungjawaban karena hal tersebut. Gugatan tidak menunda atau

    menghalangi dilaksanakannya penagihan pajak atau kewajiban perpajakan,

    penggugat dapat mengajukan permohonan penundaan penagihan pajak

    selama pemeriksaan sengketa pajak sedang berjalan, sampai adanya

    keputusan dari pengadilan pajak.

    5. Pengadilan Pajak

    Pengadilan pajak didirikan dengan suatu asumsi bahwa upaya

    peningkatan penerimaan pajak pusat dan daerah, bea masuk dan cukai, dan pajak

    daerah dalam prakteknya terkadang dilakukan tanpa adanya peningkatan keadilan

    terhadap para wajib pajak itu sendiri. Karenanya, wajib pajak seringkali

    merasakan bahwa peningkatan kewajiban perpajakan/bea tidak memenuhi asas

    keadilan, sehingga menimbulkan berbagai sengketa antara instansi perpajakan,

    dirasakan adanya suatu kebutuhan untuk mendirikan suatu badan peradilan khusus

    untuk menanganinya. Sebelum adanya nama pengadilan pajak sudah didirikan

    sebelumnya lembaga khusus penyelesainya sengketa pajak yang dikenal dengan

    nama Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).

    Status pengadilan pajak dalam masyarakat hukum yaitu badan hukum

    yang memiliki tujuan untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara

  • masyarakat dan badan tata usaha perpajakan dan berkaitan dengan keputusan yang

    telah dikeluarkan oleh pejabat yang terkait di lingkungan perpajakan. Keputusan

    tersebut berupa kewajiban melakukan sesuatu dan harus dilaksanakan oleh badan

    hukum. Kewajiban yang ditimbulkan dari fiskus berupa keputusan tersebut tidak

    dapat diterima sehingga menimbulkan perselisihan atas sengketa yang harus

    diselesaikan.

    Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan

    Umum dan Tata Cara Perpajakan), dikatakan bahwa Wajib Pajak dapat

    mengajukan permohonan banding hanya kepada badan pengadilan pajak terhadap

    keberatannya mengenai keputusan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal

    Pajak. Peraturan ini menunjukkan bahwa putusan yanng telah dikeluarkan oleh

    pengadilan pajak merupakan keputusan tata usaha negara maka pengadilan pajak

    merupakan pengadilan yang berdiri sendiri dan mempunyai kedudukan yang

    lebih tinggi dari pengadilan tingkat pertama.

    Peradilan perpajakan merupakan peradilan administrasi dalam arti yang

    sempit, pemeriksaan dan putusan pengadilan ini atas perkara sengketa

    administrasi murni yaitu perkara tersebut bukan merupakan pelanggaran dalam

    lingkup pidana yang tidak dapat terselesaikan dengan keputusan pejabat publik

    dan memerlukan suatu wadah yang dapat menjadi penengah antara Wajib Pajak

    dan Fiskus yang memberikan keputusan yang adil.

    Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

    yang selanjutnya disebut dengan Undang-undang Kehakiman telah melahirkan

    pandangan bahwa Pengadilan Pajak merupakan peradilan di luar sistem peradilan

  • di Indonesia meskipun seharusnya setiap bulan peradilan yang ada merupakan

    bagian dari Mahkamah Agung.

    Kedudukan Pengadilan Pajak sebenarnya telah tercermin pemisahan

    antara kekuasaan eksekutif yang berada di bawah Departemen Keuangan,

    sedangkan kekuasaan yudikatif berada di bawah Mahkamah Agung. Hal tersebut

    berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka

    sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009

    tentang Mahkamah Agung selanjutnya disebut dengan Undang-undang

    Mahkamah Agung, Pengadilan Pajak sebagai salah satu pemegang kekuasaan

    kehakiman yang merdeka, kemandirian hakim Pengadilan Pajak dalam memutus

    sengketa pajak dijamin oleh Undang-undang. Sehingga sekalipun tidak

    diungkapkan bahwa Pengadilan Pajak merupakan bagian dari lembaga yudikatif,

    penyelenggarannya masih sama dengan lembaga peradilan lainnya.

    6. Persiapan Persidangan

    Menurut KUP persiapan persidangan yang berdasarkan UU Pengadilan

    pajak itu ada beberapa tahap, diantaranya:

    a. Tindak Lanjut Surat Banding atau Surat Gugatan, dan Surat Bantahan

    Pengadilan pajak meminta surat uraian banding atau surat tanggapan atas

    surat banding atau surat gugatan kepada terbanding atau tergugat dalam jangka

    waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima surat banding atau surat

    gugatan sesuai dengan UU No 14 Tahun 2002 Pasal 44 ayat (1). Menurut Pasal

    4 ayat (2) dalam hal pemohon banding mengirimkan surat atau dokumen

    susulan kepada Pengadilan Pajak (sesuai Pasal 38), jangka waktu 14 (empat

  • belas) hari sejak tanggal diterima urat Banding atau Surat Gugatan dihitung

    sejak tanggal diterima surat atau dokumen susulan.

    b. Surat Uraian Bandin Atas Surat Tanggapan

    UU No 14 Tahun 2002 Pasal 45 Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat

    Uraian Banding atau Surat Tanggapan dalam jangka waktu :

    a) 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau

    b) 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.

    Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak

    yang berisi jawaban atas alasan Banding yang diajukan oleh Pemohon

    Banding. Surat Tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Pengadilan Pajak

    yang berisi jawaban atas Gugatan yang diajukan oleh penggugat. Salinan Surat

    Uraian Banding atau Surat Tanggapan oleh Pengadilan Pajak dikirim pemohon

    Banding atau penggugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak

    tanggal diterima (Pasal 45 ayat 4 UU No 14 Tahun 2002)

    c. Surat Bantahan

    Pemohon banding dapat menyerahkan Surat Bantahan kepada Pengadilan

    Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan

    Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan. Surat Bantahan adalah surat dari

    pemohon banding kepada Pengadilan Pajak yang berisi bantahan atas surat

    uraian Banding atau Surat Tanggapan. Salinan Surat Bantahan dikirim kepada

    terbanding dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima Surat Bantahan

    (Pasal 45 ayat 3 UU No 14 Tahun 2002)

  • Apabila terbanding atau pemohon banding tidak memenuhi persyaratan

    penyerahan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan, ataupun tidak

    memenuhi persyaratan Surat Bantahan, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan

    Pemeriksaan banding atau gugatan (Pasal 45 ayat 5 UU No 14 Tahun 2002)

    Sedangkan peraturan UU No 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan yang

    mengatur Persiapan Persidangan ada dalam Pasal 44 dan Pasal 45, yang

    berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 44

    1) Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding atau Surat Gugatan kepada

    terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari

    sejak tanggal diterima Surat Banding atau Surat Gugatan.

    2) Dalam hal pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen susulan kepada Pengadilan pajak sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 38, jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud

    dalam ayat (1) dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen

    susulan dimaksud.

    Pasal 45

    Mengenai hal persiapan persidangan memuat:

    1) Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Banding atau Surat tanggapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44

    dalam jangka waktu :

    a. 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau

    b. 1 (satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan.

    2) Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh Pengadilan Pajak

    dikirim kepada pemohon banding atau penggugat dalam

    jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima.

    3) Pemohon Banding atau penggugat dapat menyerahkan Surat bantahan kepada Pengadilan pajak dalam jangka waktu 30

    (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian

  • Banding atau Sureat Tanggapan sebagaimana dimaksud

    dalam ayat (2).

    4) Salinan Surat Bantahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dikirimkan kepada terbanding atau tergugat, dalam jangka

    waktu 14 (empat belas) hari sejak diterima Surat Bantahan.

    5) Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon banding atau penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud

    dalam ayat (1) atau ayat (3), Penngadilan Pajak tetap

    melanjutkan pemeriksaan banding atau gugatan.

    7. Putusan

    Putusan pengadilan pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai

    kekuatan hukum tetap. Pengadilan Pajak ini juga dapat mengeluarkan putusan sela

    atas Gugatan berkenaan dengan permohonan agar tidak lanjut pelaksanaan

    penagihan pajak ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan

    sampai terhadap putusan Pengadilan Pajak (perhatikan Pasal 43 ayat 1 UU No 14

    Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak).

    Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian

    pembuktrian dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang

    bersangkutan serta berdasarkan keyakinan hakim. Dalam pemeriksaan dilakukan

    oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak tersebut diambil berdasarkan musyawarah

    yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat

    dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak. Apabila Majelis di

    dalam mengambil keputusan dengan cara musyawarah tidak dapat dicapai

    kesepakatan sehingga putusan diambil dengan suara terbanyak, pendapat Hakim

    Anggota yang tidak sepakat dengan putusan tersebut dinyatakan dalam putusan

  • Pengadilan Pajak. Menurut Pasal 80 ayat (1) putusan Pengadilan Pajak dapat

    berupa :

    1. Menolak;

    2. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya;

    3. Menambah pajak yang harus dibayar;

    4. Tidak dapat diterima;

    5. Membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung; dan atau

    6. Membatalkan

    Sebagai putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka

    putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan Guugatan ke Pengadilan

    Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, atau Badan Peradilan Lain, kecuali

    putusan berupa “Tidak Dapat Diterima” yang menyangkut

    kemenangan/kopensasi. Perihal jangka waktu kapan putusan pemeriksaan

    dengan acara biasa diambil apabila terdapat banding atau gugatan atau jangka

    waktu kapan putusan pemeriksaan dengan acara cepat diambil serta segala

    akibat yang ditimbulkannya atau sanksi terhadap anggota yang lalai diatur

    lebih lanjut dalam Undang-undang Pengadilan Pajak.

    C. Kerangka Pemikiran

    Kerangka pemikiran yang di miliki oleh peneliti adalah berawal dari

    wajib pajak ( PT.YTH) yang mengajukan surat keberatan atas surat ketetapan

    pajak lebih bayar, Sehingga memunculkan sebuah sengketa pajak. Sengketa pajak

    berawal dari adanya pemeriksaan yang diakhiri dengan penerbitan surat ketetapan

    pajak (SKP). Surat ketetapan pajak yang telah di terbitkan oleh pihak Direktorat

  • Jenderal Pajak tidak jarang tidak disetujui oleh Wajib Pajak (WP) sehingga Wajib

    Pajak mengajukan surat keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Tetapi

    dengan data pemeriksaan,DJP tetap mempertahankan keputusannya dengan

    mengacu pada data pemeriksaan.

    Dengan itu, Wajib Pajak tidak puas dengan hasil dari keputusan

    keberatan sehingga wajib pajak dapat menempuh jalur hukum berikutnya.

    Alternatif hukum yang dapat di tempuh yaitu dengan mengajukan permohonan

    banding di Pengadilan Pajak.

    Gambar 3 : Kerangka Pemik