33
ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA KAMBING DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) CITARINGGUL HENDRO DWI SUGIYANTO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

  • Upload
    lykien

  • View
    234

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT

BRUCELLOSIS PADA KAMBING DI RUMAH

POTONG HEWAN (RPH) CITARINGGUL

HENDRO DWI SUGIYANTO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan
Page 3: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Resiko

Penyebaran Penyakit Brucellosis pada Kambing di Rumah Potong Hewan (RPH)

Citaringgul adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Hendro Dwi Sugiyanto

NIM B04090113

Page 4: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

ABSTRAK

HENDRO DWI SUGIYANTO. 2014. Analisis Resiko Penyebaran Penyakit

Brucellosis pada Kambing di Rumah Potong Hewan (RPH) Citaringgul.

Dibimbing oleh EKO SUGENG PRIBADI dan RAMILAH ERLIANI

NASUTION.

Brucella melitensis adalah agen penyebab Brucellosis pada kambing dan

dan bersifat zoonosis. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran

mengenai besarnya resiko penyebaran penyakit Brucellosis pada kambing di RPH

Citaringgul. Data diperoleh melalui kegiatan pengamatan lapang dan banyak

sumber data sekunder. Data yang diperoleh disusun menjadi pertanyaan resiko

yang dibagi berdasarkan lokasi pengamatan, yaitu daerah peternakan asal,

penampungan sementara, dan RPH Citaringgul. Penghitungan resiko

menunjukkan bahwa nilai resiko pada penampungan sementara, daerah

peternakan asal, dan RPH Citaringgul adalah 5,00x10-2

, 2,79x10-3

and 7,81x10-8

.

Nilai tersebut kemudian ditempatkan pada matriks resiko dan menunjukkan

bahwa resiko penyebaran Brucellosis di RPH Citaringgul tergolong dapat

diterima.

Kata kunci: analisis resiko, Brucella melitensis, Brucellosis pada kambing, RPH

ABSTRACT

HENDRO DWI SUGIYANTO. 2014. Risk Analysis of Goat’s Brucellosis at

Citaringgul Abattoir. Supervised by EKO SUGENG PRIBADI and RAMILAH

ERLIANI NASUTION.

Brucella melitensis is causing brucellosis on goats and zoonoses. This study

aims to provide an overview of the risk estimation for goat Brucellosis spreading

probability at Citaringgul Abattoir. Data were obtained through field observations

activities and many secondary data resources. Obtained data compiled into risk

question which divided based on observation area, namely was the origin

husbandry, transit shelter, and Citaringgul Abattoir. The calculated risk showed

that the risk value at transit shelter, origin husbandry and Citaringgul Abattoir are

5,00x10-2

, 2,79x10-3

and 7,81x10-8

. They were plotted to risk matrix and showed

that risk of Brucella melitensis at Citaringgul Abattoir is acceptable.

Keywords: abattoir, Brucella melitensis, goat brucellosis, risk analysis

Page 5: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT

BRUCELLOSIS PADA KAMBING DI RUMAH

POTONG HEWAN (RPH) CITARINGGUL

HENDRO DWI SUGIYANTO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 6: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan
Page 7: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

Judul Skripsi : Analisis Resiko Penyebaran Penyakit Brucellosis pada Kambing di

Rumah Potong Hewan (RPH) Citaringgul

Nama : Hendro Dwi Sugiyanto

NIM : B04090113

Disetujui oleh

Dr drh Eko Sugeng Pribadi, MS

Pembimbing I

drh Ramilah E Nasution, MM

Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

Page 8: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

Judul Skripsi : Analisis Resiko Penyebaran Penyakit Brucellosis pada Kambing di Rumah Potong Hewan (RPH) Citaringgul

Nama : Hendro Dwi Sugiyanto N1M : B04090113

Disetujui oleh

-Dr drh Eko Sugeng Pribadi, MS

Pembimbing I embimbing II

Tanggal Lulus: 1 U JAN 2Q i~

Page 9: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Resiko Penyebaran

Penyakit Brucellosis pada Kambing di Rumah Potong Hewan Ruminansia Kecil

(RPH-RK) Citaringgul. Penelitian ini bertujuan menganalisis resiko penyebaran

penyakit Brucellosis ke masyarakat dan lingkungan melalui RPH-RK Citaringgul.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak terkait yang membantu

menyelesaikan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan pada waktu yang tepat.

Dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr drh Eko

S Pribadi, MS dan drh Ramilah E Nasution, MM sebagai dosen pembimbing yang

senantiasa memberi saran dan masukan. Dukungan serta motivasi dari temen-

teman Geochelone terutama Yuliani Indrawati dan teman-teman C2. Serta

kerjasama dari pihak Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, serta

UPT Rumah Potong Hewan. Karya ini dipersembahkan untuk keluarga, Ayah

(Sugiyanto), Ibu (Mujilah), Kakak (Tetty Eka Sugiyanto), dan adik (Wisnu Tri

Sugiyanto) penulis. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan

dan kendala yang dihadapi. Namun demikian penulis berharap skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2014

Hendro Dwi Sugiyanto

Page 10: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 6

Waktu dan Tempat 6

Rancangan Penelitian dan Pengambilan Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Fakta Lapangan di RPH Citaringgul 7

Pengenalan Bahaya 9

Penilaian Resiko 9

Konsekuensi Resiko 17

Pengelolaan Resiko 17

Komunikasi Resiko 18

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

RIWAYAT HIDUP 22

Page 11: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

DAFTAR TABEL

1 Daftar kegiatan yang disusun berdasarkan alur perjalanan kambing dari

tempat asalnya hingga tiba di RPH Citaringgul 11 2 Pembobotan peluang kejadian berdasarkan munculnya resiko 12 3 Kajian resiko kegiatan pemotongan kambing dari tempat asalnya

hingga tiba di RPH Citaringgul 12

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi RPH Citaringgul 5 2 Fasilitas Ruangan Bagian Dalam RPH Citaringgul 8

3 Fasilitas RPH Citaringgul Bagian Luar 9 4 Penempatan nilai keparahan dari kegiatan pemotongan kambing di RPH

Citaringgul 17

Page 12: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Potensi industri ternak ruminansia kecil, khususnya kambing, di Indonesia

dapat dikatakan cukup diminati pengusaha. Data Ditjennak (2013) menyatakan

pertumbuhan produksi ternak kambing di Jawa Barat memiliki persentase kedua

terbesar setelah Jawa Timur. Peningkatan populasi ternak kambing memiliki

dampak terhadap perkembangan penyakit ternak. Pemerintah berkewajiban

menjamin keamanan pangan asal hewan karena daging, susu, dan produk

olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam

kesehatan manusia dan lingkungan.

Rumah potong hewan (RPH) merupakan salah satu infrastruktur yang

dimiliki oleh pemerintah dalam upaya menjamin keamanan pangan asal hewan.

Peranan RPH adalah untuk menyediakan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal

kepada masyarakat. Fungsi RPH sebagai sarana untuk melaksanakan pemotongan

hewan secara benar yang sesuai dengan persyaratan kesehatan masyarakat

veteriner, kesejahteraan hewan, dan syariah agama; pemeriksaan kesehatan

antemortem dan postmortem; serta pemantauan dan surveilans penyakit hewan

dan zoonosis sebagai pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit

hewan yang dapat menular ke manusia di daerah asal hewan (Tawaf 2012).

Brucellosis termasuk zoonosis dan kambing merupakan salah satu inang

yang rentan terhadap infeksi oleh bakteri Brucella ovis dan B. melitensis yang

dapat menular ke manusia melalui produk daging dan susu. Kerugian ekonomi

yang ditimbulkan oleh Brucellosis cukup tinggi, sehingga membuat peternak

harus memperhatikan kesehatan ternak untuk mencegah masuknya patogen ke

dalam lingkungan peternakan. Keberadaan RPH membantu dalam pengawasan

dan pencegahan Brucellosis yang bersumber dari suatu peternakan agar Brucella

sp. tidak keluar dan menyebar, hingga dapat menulari hewan maupun manusia.

RPH Pemerintah di wilayah kerja Kabupaten Bogor dibagi menjadi dua

jenis, yaitu RPH hewan besar untuk sapi dan kerbau dan RPH hewan kecil untuk

kambing dan domba. Unit RPH yang melayani pemotongan hewan besar, yaitu

RPH Cibinong, RPH Jonggol, dan RPH Galuga, sedangkan pemotongan hewan

kecil dilakukan di RPH Citaringgul. RPH Citaringgul terletak di Kecamatan

Babakan Madang Kabupaten Bogor, tepatnya di Desa Citaringgul. Ternak yang

dipotong di RPH Citaringgul berasal dari wilayah sekitar Kabupaten Bogor,

seperti Kecamatan Cisarua, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi, dan

Kabupaten Garut. Pemasok ternak yang dipotong di RPH Citaringgul kebanyakan

merupakan pedagang sate kiloan (PSK) untuk langsung dipasarkan di kios yang

berada di Kabupaten Bogor.

Penelitian yang dilakukan oleh Yaddi (2008) memperlihatkan bahwa secara

serologik sebagian besar sapi perah yang diperiksa di Kecamatan Cisarua

menderita Brucellosis. Berdasarkan data tersebut, tidak menutup kemungkinan

bahwa kambing yang ada di wilayah Kabupaten Bogor juga dapat tertular

Brucellosis. Analisis resiko terjadinya penyebaran B. melitensis perlu dilakukan

untuk mengetahui peluang terjadinya Brucellosis pada kambing dan faktor yang

paling berperan dalam penyebaran agen di peternakan dan RPH. Hasil analisis

Page 13: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

2

resiko penyebaran Brucellosis di RPH Citaringgul dapat digunakan sebagai dasar

dari pengambilan keputusan dalam upaya pencegahan dan pengendalian

Brucellosis.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah dari penelitian ini adalah

(1) Berapa besar peluang terjadinya Brucellosis?

(2) Apa faktor resiko yang dapat berperan dalam penyebaran dan penularan

Brucella sp. dari peternakan ke RPH Citaringgul?

(3) Apa dampak yang ditimbulkan jika Brucellosis dapat masuk dan menyebar di

lingkungan peternakan dan RPH Citaringgul?

(4) Apa pengelolaan resiko yang dapat diterapkan RPH untuk mencegah masuk

dan menyebarnya Brucellosis?

(5) Siapa pihak yang harus mengetahui besarnya resiko terjadinya Brucellosis?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai besarnya resiko

penyebaran penyakit Brucellosis pada kambing di RPH Citaringgul.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besarnya

resiko dan faktor yang berperan dalam penyebaran penyakit Brucellosis pada

kambing di RPH Citaringgul.

TINJAUAN PUSTAKA

Todar (2008) mengemukakan bahwa Brucella sp. masuk dalam klasifikasi

sebagai berikut :

Kelas : Alpha Proteobacteria

Ordo : Rhizobiales

Famili : Brucellaceae

Genus : Brucella

Brucella sp. memiliki enam spesies dengan inang definitif yang berbeda.

Penamaan spesies Brucella tersebut didasarkan pada nama latin dari inang

definitif mereka, yaitu Brucella suis pada babi, B. abortus pada sapi, B. neotomae

dan B. canis pada anjing, B. ovis pada domba, dan B. melitensis pada kambing

(Alton et al. 1988). Acha dan Boris (2003) menyebutkan bahwa dari enam spesies

Brucella tersebut, terdapat lima spesies yang berpotensi menyebabkan penyakit

pada manusia dan hewan, yaitu B. suis pada babi, B. abortus pada sapi, B. ovis

pada domba, B. canis pada anjing, dan B. melitensis pada kambing.

Penyebaran Brucella sp. secara umum terdapat di seluruh dunia, namun di

beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia, dikategorikan sebagai penyakit

Page 14: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

3

endemik (Doganay dan Aygen 2003). Brucellosis pertama kali ditemukan di

Indonesia pada tahun 1935 melalui pemeriksaan serologik di Grati Kabupaten

Pasuruan, Jawa Timur, dan pada tahun 1938 B. abortus berhasil diisolasi.

Kasus Brucellosis sangat beragam antar daerah di Indonesia, tergantung

pada tatalaksana pemeliharaan ternak. Beberapa wilayah di Indonesia telah

dinyatakan bebas Brucellosis oleh Ditkeswan (2004), yaitu Bali, Lombok,

Kalimantan, dan Sumatera bagian tengah (Riau, Kepulauan Riau, Jambi dan

Sumatera Barat). Menurut Noor (2006), kejadian Brucellosis pada manusia di

Indonesia, jumlahnya belum dapat diketahui secara pasti karena tidak adanya

laporan dari masyarakat yang disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai

Brucellosis yang merupakan penyakit zoonotik. Jumlah Brucellosis dapat

diperkirakan berdasarkan laporan penyakit di negara endemis lain, yaitu berkisar

mulai kurang dari 0.01 sampai lebih dari 200 kasus per 100 000 orang (Merino

1989). Prevalensi Brucellosis pada ternak secara umum mencapai 40% yang

menyebar hampir diseluruh provinsi di Indonesia, sehingga memungkinkan

terjadinya penularan Brucellosis ke manusia (Noor 2006).

Brucellosis dikenal dengan beberapa nama, diantaranya keluron, demam

Malta (Malta fever), undulan fever, Mediteranean fever, Bang's Disease, Crimean

fever, dan Brucellosis. Bakteri yang berasal dari genus Brucella, setiap spesiesnya

memiliki hewan inang yang spesifik, seperti B. ovis pada domba dan B. melitensis

pada kambing. Brucellosis sering terjadi pada hewan domestik (kambing, babi,

sapi, anjing, dll) dan manusia, terutama pada negara berkembang (Renukaradhya

et al. 2002).

Bakteri Brucella sp. bersifat gram negatif, tidak berspora, tidak dapat

bergerak, tidak berkapsul, berbentuk kokobasilus berukuran 0,6–1,5 m dan hidup

pada suhu 20-40 °C. Brucella sp. terbagi menjadi galur kasar dan halus

berdasarkan lipopolisakarida (LPS) yang dapat menentukan tingkat virulensi. LPS

merupakan salah satu komponen dinding sel yang berfungsi sebagai penghambat

kerja bakterisidal di dalam sel makrofag. Galur kasar terdiri atas B. canis,

sedangkan galur halus terdiri atas B. melitensis B. abortus, dan B. suis (Rittig et al.

2003). Galur kasar memiliki tingkat virulensi lebih rendah pada manusia.

Brucella sp. cukup mudah menular akibat daya tahan hidup cukup baik di

luar tubuh induk semang pada berbagai kondisi lingkungan. Brucella sp dapat

betahan hingga beberapa hari pada susu dan beberapa minggu sampai bulan pada

produk olahan susu (Acha dan Boris 2003). Brucella sp. dapat bertahan pada

tanah kering hingga 4 hari, sedangkan pada tanah yang lembab dapat bertahan

hingga 66 hari (CFSPH 2008) dan pada tanah yang becek 151–185 hari (Crawford

et al. 1990). Selain itu, menurut Noor (2006), Brucella sp. juga dapat bertahan

pada air minum ternak selama 5–114 hari dan air limbah selama 30–150 hari

Sudibyo (1995).

Brucellosis dapat menular melalui penetrasi selaput lendir mata, membran

mukosa saluran pernapasan, pencernaan, dan kuku (Hirsh et al. 2004). Penularan

terutama terjadi secara vertikal melalui jaringan plasenta, janin, kolostrum, dan

susu (Quinn et al. 2006). Penularan dapat juga terjadi melalui cairan genital,

semen, darah, dan urin (CFSPH 2008). Brucellosis juga digolongkan sebagai

penyakit akibat pekerjaan (occupational disease). Menurut Alsubaie et al. (2005),

profesi yang memiliki peluang tertular Brucellosis lebih tinggi adalah petugas

RPH, inseminator, dokter hewan, mantri hewan, dan pemerah susu. Kasus

Page 15: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

4

penularan Brucellosis tidak hanya dialami oleh orang dengan pekerjaan tersebut,

namun juga dapat dialami oleh konsumen saat menangani atau memakan daging

mentah atau belum matang sempurna dan meminum susu serta produk olahannya

yang tidak dipasteurisasi terlebih dahulu.

Brucellosis Pada Kambing dan Domba

Brucellosis pada kambing dan domba dapat disebabkan oleh B. ovis dan B.

melitensis. Dari kedua jenis agen tersebut hanya B. melitensis yang bersifat

zoonosis (EC 2001). Brucellosis pada kambing dan domba merupakan penyakit

yang penting, baik pada bidang kesehatan masyarakat maupun pada bidang

kesehatan dan produksi hewan. Brucellosis pada kambing telah menyebar luas di

berbagai wilayah di dunia, khususnya daerah Mediteanian, Timur Tengah, Asia

Tengah, dan beberapa daerah di Amerika Latin. Beberapa negara di wilayah

Eropa Timur, Asia Tengah dan Timur Tengah kejadian Brucellosis yang

disebabkan oleh B. melitensis lebih sering terjadi dibandingkan B. abortus (FAO

2010).

B. melitensis merupakan salah satu dari enam spesies yang dapat

menyebabkan Brucellosis pada kambing. B. melitensis ditemukan sebagai bakteri

patogen yang secara khusus menginfeksi kambing dan domba, yang menyebabkan

penurunan fertilitas, penurunan produksi susu, dan keguguran. Bakteri ini bersifat

zoonosis karena mampu menginfeksi manusia. Masa inkubasi dari B. melitensis

terjadi selama 820 hari dan dapat menyebabkan gejala klinis yang terjadi

berbeda-beda. Bentuk akut dari penyakit ini memiliki gejala berupa kelesuan,

sakit kepala, mengeluarkan banyak keringat terutama pada malam hari, dan sakit

pada persendian dan otot. Kejadian Brucellosis terkadang terbatas pada suatu

organ atau sistem saja. Gejala klinis yang paling sering terlihat pada kasus ini

adalah spondylitis, arthtitis peripheral, atau epididymo-orchitis. Gejala berupa

komplikasi antara saraf, hepatosplenik, genitourinari dan kardiovaskular dapat

ditemukan pada infeksi B. melitensis. Brucellosis kronis muncul jika salah satu

atau beberapa gejala yang disebutkan di atas terjadi secara berulang dan terus-

menerus hingga enam bulan atau lebih. Brucella dermatitis muncul dalam bentuk

alergi (EC 2001).

RPH Citaringgul

RPH Citaringgul merupakan rumah potong hewan khusus ruminansia kecil

yang dikelola oleh Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor. RPH

Citaringgul terletak di Desa Citaringgul, Kecamatan Babakan Madang Kabupaten

Bogor (Gambar 1). Ternak yang dipotong dipasok oleh pedagang sate kiloan

(PSK) dan karkas langsung dipasarkan di kios-kios yang berada di Kabupaten

Bogor. Ternak yang dipotong berasal dari wilayah sekitar Kabupaten Bogor,

seperti Kecamatan Cisarua, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi dan yang

paling banyak berasal dari Kabupaten Garut.

RPH Citaringgul didirikan pada tahun 2005 dengan tujuan awal mencegah

penyebaran penyakit antraks yang merupakan endemis di daerah Babakan

Madang. Selain itu, pemotongan di RPH Citaringgul saat ini dilaksanakan untuk

Page 16: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

5

menjamin keamanan dan kelayakan konsumsi daging, serta mencegah terjadinya

penyebaran penyakit ke lingkungan dan masyarakat sekitar.

Gambar 1. Peta lokasi RPH Citaringgul

Analisis Resiko

Resiko

Resiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu

kegiatan, karena dalam setiap kegiatan, pasti ada berbagai ketidakpastian

(uncertainty). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya menyebabkan timbulnya

resiko pada suatu kegiatan. Resiko selalu berkaitan dengan peluang (probability)

kerugian, terutama yang akan menimbulkan masalah. Menurut Williams dan

Heins (1985), resiko adalah suatu keragaman hasil yang dapat terjadi selama

kondisi tertentu pada periode tertentu. Sedangkan menurut ISO/IEC Guide 73,

resiko dapat didefinisikan sebagai kombinasi probabilitas suatu kejadian dengan

konskuensinya atau dengan akibatnya (Siahaan 2007).

Analisis resiko (risk analysis) merupakan metode analisis yang meliputi

beberapa faktor penilaian seperti karakterisasi, komunikasi, manajemen, dan

kebijakan yang berkaitan dengan resiko tersebut. Secara sederhana, analisis resiko

dapat diartikan sebagai sebuah langkah untuk mengenali satu ancaman dan

kerentanan, kemudian menganalisis dan menyoroti bagaimana dampak-dampak

yang ditimbulkan dapat dihilangkan atau dikurangi. Krutz dan Russel (2003)

memberikan pengertian analisis resiko sebagai proses untuk mengenali resiko

keamanan, menetapkan strategi untuk meredam resiko tersebut, dan identifikasi

area yang membutuhkan pengamanan. Analisis resiko merupakan bagian dari

pengelolaan resiko. Komponen dalam kegiatan analisis resiko meliputi

pengenalan bahaya (hazard identification), penilaian resiko (risk assessment),

pengelolaan resiko (risk management), dan komunikasi resiko (risk

communication) (OIE 2013).

Pengenalan Bahaya

Penentuan bahaya merupakan suatu proses yang secara sistematik dan terus

menerus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya. Menurut

EPA (2012), identifikasi bahaya merupakan suatu proses untuk menentukan

apakah paparan dari sumber cekaman (stres) dapat mengakibatkan peningkatan

kejadian gangguan kesehatan.

Page 17: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

6

Penilaian Resiko

Penilaian resiko menilai bagaimana dampak dari suatu keadaan atau

kejadian dapat mengganggu pencapaian dari suatu tujuan. Besarnya dampak dapat

dianalisis dalam dua perspektif, yaitu peluang kejadian (likelihood) dan besaran

dari terjadinya resiko (konsekuensi, consequence). Oleh karena itu besarnya

resiko dari setiap kejadian merupakan perkalian antara peluang dan konsekuensi

(Vose 2008).

Penilaian resiko dapat menggunakan dua metode, yaitu metode kualitatif

dan kuantitatif. Metode kualitatif dinyatakan dengan hubungan antara dampak

yang ditimbulkan oleh suatu bahaya (consequence) dengan kemungkinan kejadian

bahaya di masa yang akan datang (likelihood) dan yang ditampilkan dalam satu

matriks resiko (risk matrix) atau urutan resiko (risk ranking). Indikator bahaya

ditunjukkan dengan istilah kualitatif seperti rendah (low), moderat (moderate),

tinggi (high) dan ekstrim (extreme). Sedangkan likelihood diekspresikan dengan

istilah hampir pasti tidak terjadi (very unlikely), lebih sering tidak terjadi daripada

terjadi (unlikely), bisa terjadi (somewhat likely), lebih sering terjadi daripada tidak

terjadi (likely), dan hampir pasti terjadi (very likely) (Black et al. 2013).

Penilaian resiko kuantitatif dinyatakan dalam bentuk numerik. Metode ini

memerlukan perhitungan dari dua komponen resiko (R), yaitu besarnya potensi

kerugian (L), dan peluang/probabilitas (P) terjadinya kerugian (Vose 2008).

Pengelolaan Resiko

Pengelolaan resiko merupakan proses pengenalan, penilaian dan prioritas

resiko yang diikuti dengan penerapan sumberdaya secara terkoordinasi dan

ekonomis untuk meminimalkan, memantau, dan mengendalikan dampak dari

suatu ketidakpastian (Hubbard 2009). Strategi yang dapat diambil untuk

mengatasi suatu resiko antara lain adalah menghindari resiko, menampung

sebagian atau semua konsekuensi resiko tertentu, mengurangi efek negatif resiko,

dan. memindahkan resiko kepada pihak lain (Dorfman 2007).

Komunikasi Resiko

Komunikasi resiko merupakan kegiatan untuk mengkomunikasikan hasil

dari penilaian resiko dan pengelolaan resiko kepada pihak-pihak terkait seperti

pemerintah, pengusaha peternakan kambing, dan konsumen daging dan produk

sampingan dari kambing.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2013. Penelitian ini dilaksanakan di

peternakan pemasok kambing, penampungan sementara dan RPH Citaringgul

yang berlokasi di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa

Barat.

Page 18: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

7

Rancangan Penelitian dan Pengambilan Data

Penelitian ini dilakukan dengan dua bentuk kegiatan, yaitu desk study dan

pengamatan lapang. Desk study dilakukan sebelum dan sesudah pengamatan

lapang yang bertujuan untuk merancang segala rencana kegiatan penelitian dan

menelaah data dan informasi yang diperoleh, baik data primer maupun data

sekunder. Selain itu desk study juga dilakukan untuk melakukan penilaian analisis

resiko. Sedangkan pengamatan lapang dilakukan untuk memperoleh data primer

yang diperlukan. Data yang diperlukan untuk penelitian ini terdiri data primer dan

data sekunder.

Data primer

Data primer merupakan data yang didapat langsung di lapangan dengan

mengamati secara langsung tata laksana dan kegiatan yang ada di peternakan asal,

kandang penampungan sementara dan RPH. Dalam penelitian ini data primer

diperoleh dengan dua cara, yaitu :

(1) Pengamatan lapang

Pengamatan lapang dilakukan dengan cara mengunjungi langsung tempat

pengambilan data untuk melakukan pengamatan lokasi, kondisi hewan,

hingga sistem pengolahan limbah.

(2) Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap peternak yang datang ke RPH dan petugas

RPH dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui tahapan biosekuriti

yang dilakukan pada peternakan dan RPH tersebut.

Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data-data yang ada di Dinas Perikanan dan

Peternakan Kabupaten Bogor serta hasil penelitian yang telah ada sebelumnya.

Data-data ini digunakan sebagai pembanding dan pendukung data primer.

Analisis Resiko

Komponen-komponen dalam melakukan Analisis resiko adalah

(1) Pengenalan Bahaya

(2) Penilaian Resiko

(3) Pengelolaan Resiko

(4) Komunikasi Resiko

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fakta Lapangan di RPH Citaringgul

Kegiatan pemotongan di RPH Citaringgul dilakukan antara pukul

09.0017.00 WIB tergantung kedatangan ternak yang akan dipotong. Pemotongan

ternak biasanya dilakukan oleh 23 orang dengan tugas yang berbeda. Setelah

dipotong, karkas langsung diantar ke pedagang sate kiloan pemilik ternak.

Pedagang yang memotongkan ternaknya di RPH Citaringgul merupakan pedagang

Page 19: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

8

sate kiloan yang berada di Kecamatan Babakan Madang. Ternak yang dipotong

sebagian besar berjenis kelamin betina dan telah berumur lebih dari satu tahun.

RPH Citaringgul tertata dengan rapi dan memiliki fasilitas yang memenuhi

persyaratan rumah potong hewan, seperti tempat penurunan ternak,

penyembelihan, penggantungan karkas, pencucian jeroan, dan pengolahan limbah.

Pintu masuk ternak hidup di bangunan RPH Citaringgul dibuat terpisah dari

pintu keluar karkas (Gambar 3b). Namun dalam praktiknya kedua pintu tersebut

tidak selalu digunakan sesuai dengan fungsinya. Ruangan pada RPH Citaringgul

dibagi menjadi daerah bersih dan daerah kotor (Gambar 2c). Daerah kotor

terdapat tempat pemotongan ternak dan pencucian jeroan (Gambar 2a) yang

memiliki saluran pembuangan (Gambar 2d) dan terhubung dengan tempat

pengolahan limbah (Gambar 3a). Daerah bersih merupakan tempat pemotongan

karkas menjadi beberapa bagian sebelum diangkut ke kios pedagang sate kiloan.

Keadaan dalam ruangan daerah RPH Citaringgul lantai yang licin serta sudut

pertemuan antara dinding dengan lantai berbentuk landai (Gambar 2b).

Pelaksanaan prinsip-prinsip higiene dan sanitasi personal maupun ruangan

di RPH Citaringgul sudah baik. Petugas yang menangani karkas berbeda dengan

petugas yang menangani jeroan. Peralatan yang digunakan dalam proses

pemotongan ternak dan penanganan karkas tidak terdapat karat dan dirawat

dengan baik. Kebersihan ruangan pada daerah kotor dan bersih selalu dijaga oleh

petugas dengan cara selalu menyiram dan membersihkan kotoran atau darah yang

ada di lantai maupun dinding.

Gambar 2. Fasilitas Ruangan Bagian Dalam RPH Citaringgul

a b

c d

Page 20: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

9

Gambar 3. Fasilitas RPH Citaringgul Bagian Luar

Pengenalan Bahaya

Penularan B. melitensis ke manusia umumnya disebabkan oleh perpindahan

bakteri dari ternak melalui susu kambing terinfeksi yang tidak dipasteurisasi

(Rajashekara et al. 2006). Selain itu, daging yang dimakan mentah atau tidak

masak sempurna juga berpotensi menularkan Brucellosis ke manusia (USDA

2013).

Keberadaan B. melitensis pada jaringan otot tidak mungkin ditemukan

dalam jumlah tinggi. Ginjal, limpa, testis, hati, dan ambing mungkin mengandung

jumlah yang lebih tinggi dibanding dengan di otot. Penularan Brucellosis melalui

daging tidak akan menimbulkan bahaya yang serius jika dimasak dengan matang.

Pengeringan, pengasapan, dan pengasinan bukan merupakan cara yang dapat

membunuh Brucella sp. pada daging. Brucella sp. juga masih dapat bertahan

hidup dalam pendingin dengan suhu dibawah 0°C (CFSPH 2008). Penanganan

daging dan jeroan yang terinfeksi juga dapat menyebabkan terjadinya pencemaran

ke makanan lain jika tidak dilakukan dengan higienis.

Penilaian Resiko

Pada tahap Penilaian Resiko akan dilakukan penelaahan resiko yang

diperkirakan muncul melalui pembahasan (i) penilaian penglepasan patogen

(release assessment), (ii) penilaian cara pemaparan (exposure assessment), (iii)

pertanyaan resiko (risk question), (iv) perhitungan resiko (risk estimation), dan (v)

penilaian konsekuensi (consequence assessment).

(i) Penilaian cara penglepasan patogen

Brucella melitensis dapat menyebar luas dengan berbagai cara.

Penyebarluasan Brucella melitensis dengan jumlah paling besar adalah melalui

fetus, cairan allantois, leleran vagina, dan plasenta dari ternak yang terinfeksi.

Brucella melitensis akan terus dikeluarkan oleh kambing terinfeksi selama 23

bulan. Penyebaran Brucella juga dapat terjadi melalui sekresi ambing dan semen

(EC 2001).

Brucella melitensis juga dapat ditularkan oleh induk kepada anaknya.

Penularan Brucella melitensis kepada anak dapat terjadi melalui dua cara, yaitu

pada masa kebuntingan dan menyusui. Penularan pada masa kebuntingan terjadi

selama fetus berada dalam uterus induk, tetapi dalam jumlah yang sedikit.

a b

Page 21: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

10

Proporsi penularan Brucella melitensis yang paling banyak dari induk kepada

anaknya adalah melalui kolostrum dan susu (EC 2001).

Pencemaran Brucella melitensis dalam jumlah besar ke lingkungan dapat

terjadi melalui abortus, plasenta, feses, dan leleran vagina dari hewan yang

terinfeksi (Cook 1999). Brucella melitensis yang terbawa oleh media tersebut

dapat mencemari air, tanah, dan rumput sehingga dapat beresiko menulari ternak

lain.

(ii) Penilaian cara pemaparan

Penilaian cara pemaparan dilakukan untuk memperkirakan peluang

menyebarnya bakteri B. melitensis dan cara bakteri ini menginfeksi inang lainnya.

Brucella pada umumya dapat menginfeksi inang lain jika bakteri ikut tertelan atau

terhirup baik secara langsung maupun tidak. Penularan Brucellosis juga dapat

terjadi melalui proses perkawinan karena Brucella ditemukan juga di dalam

semen dan saluran genital ternak yang terinfeksi.

.

(iii) Pertanyaan resiko

Beberapa pertanyaan dapat dikembangkan dari tahap-tahap penilaian

penglepasan patogen dan penilaian pemaparan oleh patogen seperti yang tersusun

di bawah ini:

(1) Apakah kambing berasal dari daerah yang belum bebas Brucellosis?

(2) Apakah Kambing yang dijual dari peternakan telah berumur 6–12 bulan atau

berganti gigi?

(3) Apakah kambing yang dijual dari peternakan berjenis kelamin jantan?

(4) Apakah kambing yang ada di peternakan dikembangbiakkan dengan

perkawinan alami?

(5) Apakah kambing betina yang ada di peternakan pernah mengalami abortus?

(6) Apakah dilakukan vaksinasi pada seluruh kambing yang ada di peternakan

dan sekitarnya?

(7) Apakah dari peternakan asal kambing terdapat sistem surveilens untuk

menentukan keberadaan Brucellosis?

(8) Apakah dilakukan penanganan sesuai tata laksana terhadap bangkai dan

ternak sakit yang ada di peternakan kambing?

(9) Apakah terdapat surat keterangan kesehatan hewan dari dinas asal kambing?

(10) Apakah ternak yang baru datang ke penampungan dipisahkan dari ternak

yang sudah datang terlebih dahulu?

(11) Apakah ternak berada di penampungan lebih dari lima hari

(12) Apakah sebelum disembelih di RPH terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan

antemortem?

(13) Apakah pintu masuk dan keluar di bangunan RPH berbeda?

(14) Apakah daerah kotor dan bersih ditempatkan secara terpisah?

(15) Apakah penanganan terhadap karkas dan jeroan dilakukan oleh petugas

yang berbeda?

(16) Apakah dilakukan pemeriksaan postmortem terhadap karkas oleh pihak

yang berwenang?

(17) Apakah pengelola RPH memperhatikan aspek higiene dan sanitasi fasilitas?

(18) Apakah dilakukan penanganan yang baik terhadap limbah yang dihasilkan

dari kegiatan pemotongan hewan?

Page 22: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

11

(iv) Perhitungan resiko

Dari pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun di atas, maka tahap

selanjutnya adalah menyusun rangkaian kejadian yang sebenarnya terjadi di

lapangan berdasarkan hasil pengamatan seperti terpapar di dalam Tabel 1 berikut

ini.

Tabel 1. Daftar kegiatan yang disusun berdasarkan alur perjalanan kambing dari tempat

asalnya hingga tiba di RPH Citaringgul

Kejadian

(K)

Uraian kejadian Tidak ada

resiko

Ada resiko

(1) (2) (3) (4)

A. Di area peternakan asal

K1 Apakah kambing berasal dari daerah yang belum bebas

Brucellosis? -

K2 Apakah Kambing yang dijual dari peternakan telah

berumur dewasa? -

K3 Apakah kambing yang dijual dari peternakan berjenis

kelamin jantan? -

K4 Apakah kambing yang ada di peternakan

dikembangbiakkan dengan perkawinan alami? -

K5 Apakah kambing betina yang ada di peternakan pernah

mengalami abortus? -

K6 Apakah dilakukan vaksinasi pada seluruh kambing yang

ada di peternakan dan sekitarnya? -

K7 Apakah dari peternakan asal kambing terdapat sistem

surveilens untuk mendeteksi Brucellosis? -

K8 Apakah dilakukan penanganan sesuai tata laksana

terhadap bangkai dan hewan sakit yang ada di

peternakan kambing?

-

K9 Apakah terdapat Surat Keterangan Kesehatan Hewan

dari dinas asal kambing? -

B. Di area penampungan ternak

K10 apakah ternak yang baru datang ke penampungan

dipisahkan dari ternak yang sudah datang terlebih

dahulu?

-

K11 apakah ternak berada di penampungan lebih dari lima

hari -

C. Di area pemotongan RPH Citaringgul

K12 Apakah Sebelum disembelih di RPH terlebih dahulu

dilakukan antemortem (pemeriksaan fisik)? -

K13 Apakah Pintu masuk dan keluar kambing sebelum dan

setelah dipotong berbeda? -

K14 Apakah Daerah kotor dan bersih ditempatkan secara

terpisah? -

K15 Apakah Penanganan terhadap karkas dan jeroan

dilakukan oleh petugas yang berbeda? -

K16 Apakah Dilakukan pemeriksaan postmortem terhadap

kambing yang disembelih oleh pihak yang berwenang? -

K17 Apakah Higiene dan sanitasi fasilitas serta peralatan

RPH diperhatikan? -

K18 Apakah Dilakukan penanganan yang baik terhadap

limbah RPH? -

Page 23: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

12

Penilaian resiko dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif dan

kuantitatif berdasarkan asumsi peluang pelepasan dan pemaparan Brucella sp.

seperti yang terpapar di dalam Tabel 3 di bawah ini. Penghitungan peluang juga

dilakukan dengan menggunakan data-data sekunder.

Tabel 2 Pembobotan peluang kejadian berdasarkan munculnya resiko

Ruang

Lingkup Definisi Peluang

Tinggi Kejadian akan sangat mungkin terjadi Kisaran 0,7 – 1 Moderat Kejadian akan terjadi dengan

kemungkinan yang sama Kisaran 0,3 – 0,7

Rendah Kejadian akan tidak sekiranya terjadi Kisaran 0,05 – 0.3 Sangat

Rendah Kejadian akan secara ekstrim tidak

sekiranya terjadi Kisaran 0,001 – 0,05

Ekstrim

Rendah Kejadian akan secara ekstrim tidak

sekiranya terjadi Kisaran 0,0001 – 0,001

Dapat

Diabaikan Kejadian akan hampir pasti tidak terjadi Kisaran 0 – 0,0001

Dengan data sekunder yang ada dan Tabel 2 di atas, maka penetapan nilai

probabilitas terhadap masing-masing kejadian terpapar pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Kajian resiko kegiatan pemotongan kambing dari tempat asalnya hingga tiba di

RPH Citaringgul

Kejadian

(K)

Uraian kejadian Probabilitas (P)

(1) (2) (3)

A. Di area peternakan asal

A.1 Apakah kambing berasal dari daerah yang belum bebas

Brucellosis?

1,00

A.2 Apakah Kambing yang dijual dari peternakan telah berumur

dewasa?

0,92

A.3 Apakah kambing yang dijual dari peternakan berjenis kelamin

jantan?

0,73

A.4 Apakah kambing yang ada di peternakan dikembangbiakkan

dengan perkawinan alami?

0,80

A.5 Apakah kambing betina yang ada di peternakan pernah

mengalami abortus?

0,13

A.6 Apakah dilakukan vaksinasi pada seluruh kambing yang ada

di peternakan dan sekitarnya?

1,00

A.7 Apakah dari peternakan asal kambing terdapat sistem

surveilens untuk mendeteksi Brucellosis?

1,00

A.8 Apakah dilakukan penanganan sesuai tata laksana terhadap

bangkai dan hewan sakit yang ada di peternakan kambing?

0,05

A.9 Apakah terdapat Surat Keterangan Kesehatan Hewan dari

dinas asal kambing?

0,80

Perhitungan resiko untuk (A) = 2,79x10-3

B. Di area penampungan ternak

B.1 Apakah ternak yang baru datang ke penampungan dipisahkan

dari ternak yang sudah datang terlebih dahulu?

1,0

B.2 Apakah ternak berada di penampungan lebih dari 5 hari 0,05

Page 24: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

13

Perhitungan resiko untuk (B) = 5x10-2

C. Di area pemotongan RPH Citaringgul

C.1 Apakah Sebelum disembelih di RPH terlebih dahulu

dilakukan antemortem (pemeriksaan fisik)?

0,05

C.2 Apakah Pintu masuk dan keluar kambing sebelum dan setelah

dipotong berbeda?

0,5

C.3 Apakah Daerah kotor dan bersih ditempatkan secara terpisah? 0,5

C.4 Apakah Penanganan terhadap karkas dan jeroan dilakukan

oleh petugas yang berbeda?

0,05

C.5 Apakah Dilakukan pemeriksaan postmortem terhadap

kambing yang disembelih oleh pihak yang berwenang?

0,05

C.6 Apakah Higiene dan sanitasi fasilitas serta peralatan RPH

diperhatikan?

0,05

C.7 Apakah Dilakukan penanganan yang baik terhadap limbah

RPH?

0,05

Perhitungan resiko untuk (C) = 7,81x10-8

Berdasarkan data primer maupun sekunder yang telah dikumpulkan, maka

penentuan asumsi peluang dari setiap kejadian terpapar dalam penjelasan di

bawah ini.

A. Di daerah peternakan asal

A.1 Peluang kambing berasal dari daerah yang belum bebas Brucellosis.

Kambing yang dipotong di RPH Citaringgul berasal dari Jawa Barat,

terutama Kabupaten Bogor dan Garut. Daerah ini merupakan daerah

endemik Brucellosis (Ditkeswan 2004). Asumsi peluang (P1) = 1,00

A.2 Peluang kambing yang dijual dari peternakan telah berumur dewasa.

B. melitensis dapat menimbulkan penyakit hanya pada ternak yang sudah

dewasa kelamin/berumur 6–12 bulan, baik jantan maupun betina. Ternak

yang masih muda mungkin saja terinfeksi, namun hanya akan terlacak

reaksi serologik yang lemah dan tidak menunjukkan gejala klinis (EC 2001).

Pengamatan lapang dilakukan selama satu minggu di RPH Citaringgul. Dari

total 72 ekor ternak yang dipotong selama satu minggu pengamatan,

terdapat enam ekor ternak yang masih belum dewasa yang ditandani dengan

gigi yang belum berganti dengan gigi tetap. Asumsi peluang (P2) = 0,92.

A.3 Peluang kambing yang dijual dari peternakan berjenis kelamin betina.

Pada umumnya kerentanan antara ternak jantan dan betina terhadap infeksi

Brucellosis sama. Namun tidak menutup kemungkinan ternak betina yang

dipotong sedang bunting. Pada masa ini bakteri dalam jumlah banyak

terdapat pada saluran genital ternak (EC 2001). Jika ternak dipotong maka

kemungkinan bakteri akan dapat lepas ke lingkungan dan mencemari daging

apabila tidak ditangani dengan baik. Dari total 72 ekor ternak yang dipotong

selama satu minggu pengamatan, terdapat 19 ekor ternak yang berjenis

kelamin jantan . Asumsi peluang (P3) = 0,73.

A.4 Peluang kambing yang ada di peternakan dikembangbiakkan dengan

perkawinan alami.

Brucella dapat hidup dan bertahan pada saluran genital ternak betina serta

semen pada ternak jantan. Sehingga jika salah satu ternak terinfeksi

Brucella, maka akan dapat menulari ternak lainnya dalam perkawinan alami

(USDA 2013). Sebanyak 80% ternak yang ada di peternakan

dikembangbiakan dengan perkawinan alami. Asumsi peluang (P4) = 0,80.

Page 25: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

14

A.5 Peluang kambing betina yang ada di peternakan pernah mengalami abortus.

Abortus merupakan salah satu faktor resiko penular Brucellosis dengan

jumlah banyak. Menurut Mustafa et al. (2011), prevalensi kasus abortus

pada kambing adalah sebesar 12,7%. Asumsi peluang (P5) = 0,13

A.6 Peluang tidak adanya vaksinasi pada seluruh kambing yang ada di

peternakan dan sekitarnya.

Vaksin dapat mencegah terjadinya penularan Brucellosis dari ternak

terinfeksi ke ternak yang sehat. Daya perlindungan vaksin terhadap paparan

Brucella adalah sekitar 65% (USDA 2013). Tidak adanya laporan mengenai

kasus brucellosis pada kambing menyebabkan belum dilakukannya upaya

vaksinasi terhadap kambing, baik di wilayah Kabupaten Bogor maupun

Garut. Asumsi peluang (P6) = 1,00.

A.7 Peluang tidak adanya sistem surveilens di peternakan asal kambing untuk

melacak Brucellosis.

Kegiatan surveilens Brucellosis pada kambing belum dilakukan karena

belum ada laporan mengenai kasus ini. Walaupun begitu tidak ada jaminan

bahwa kambing yang ada di peternakan asal bebas dari Brucellosis. Hal ini

membuat surveilens sangat penting dilakukan sehingga dapat dilakukan

pencegahan secara dini. Asumsi peluang (P7) = 1,00

A.8 Peluang tidak dilakukan penanganan sesuai tata laksana terhadap bangkai

dan hewan sakit yang ada di peternakan kambing.

Peternak mengetahui dengan baik bahaya penularan penyakit antar ternak.

Hal ini ditunjukkan dengan dilakukannya penguburan terhadap ternak yang

mati dan pemisahan ternak yang sakit dengan ternak yang sehat. Dengan

dilakukannya langkah tersebut maka penularan brucellosis antar ternak akan

tidak sekiranya terjadi. Asumsi peluang (P8) = 0,05.

A.9 Peluang tidak adanya surat keterangan kesehatan hewan dari dinas asal

kambing.

Surat keterangan kesehatan hewan memiliki peran yang sangat penting

untuk memberikan jaminan bahwa hewan tersebut telah diperiksa dan

dinyatakan bebas dari penyakit menular dan dapat digunakan sesuai

peruntukannya. Namun ternak-ternak yang dipotong di RPH tidak disertai

dengan surat keterangan kesehatan hewan. Sehingga tanpa adanya surat

keterangan kesehatan hewan, kemungkinan brucellosis yang ada di daerah

lain dapat masuk ke wilayah Kabupaten Bogor cukup tinggi. Asumsi

peluang (P9) = 0,80.

B. Di area penampungan ternak

B.1 Peluang tidak dipisahnya kandang ternak yang baru datang dengan ternak

yang sudah datang terlebih dahulu

Ternak yang baru datang tidak ditempatkan pada kandang terpisah dengan

ternak yang sudah terlebih dahulu datang. Sehingga memungkinkan

terjadinya penularan penyakit. Asumsi peluang (P1) = 1,00.

B.2 Peluang ternak berada di penampungan lebih dari satu minggu

Ternak berada di penampungan tidak lebih dari lima hari. Hal ini

dikarenakan tujuan adanya penampungan sementara adalah untuk

mengistirahatkan ternak sambil menunggu persedian ternak yang lama habis

dipotong. Karena masa inkubasi Brucellosis berkisar antara 5 hingga 60 hari

Page 26: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

15

(CDC 2013), maka kejadian ini sekiranya tidak terjadi.Asumsi peluang (P2)

= 0,05.

C. Di area pemotongan RPH Citaringgul

C.1 Peluang tidak dilakukannya pemeriksaan antemortem pada kambing

sebelum disembelih di RPH

Semua kambing yang akan dipotong di RPH terlebih dahulu diperiksa oleh

dokter hewan, sehingga penularan brucellosis akan sekiranya tidak terjadi.

Asumsi peluang (P1) = 0,05

C.2 Probabilitas tidak diberlakukannya pemisahan pintu masuk dan keluar

kambing sebelum dan setelah dipotong

Terdapat dua pintu berbeda yang digunakan sebagai tempat masuk dan

keluar kambing sebelum dan setelah dipotong. Namun dua pintu tersebut

tidak selalu difungsikan sebagaimana mestinya. Sehingga dapat

diasumsikan bahwa penggunaan kedua pintu sesuai fungsinya sebesar 50%.

Asumsi peluang (P2) R10 = 0,50

C.3 Probabilitas tidak diberlakukannya pemisahan daerah kotor dan bersih

Daerah kotor dan bersih berada di wilayah yang berbeda dan memiliki

dinding pemisah. Namun penggunaan daerah tersebut tidak selalu

difungsikan sebagaimana mestinya. Sehingga dapat diasumsikan bahwa

penggunaan daerah bersih dan daerah kotor sesuai fungsinya sebesar 50%.

Asumsi peluang (P3) = 0,50

C.4 Probabilitas tidak adanya pemisahan petugas yang menangani karkas dan

jeroan

Petugas yang menangani karkas dan jeroan pada setiap kegiatan

pemotongan dibedakan, sehingga petugas yang menangani karkas tidak

boleh sekaligus menangani jeroan, begitu juga sebaliknya. Asumsi peluang

(P4) = 0,05

C.5 Probabilitas tidak dilakukannya pemeriksaan postmortem terhadap kambing

yang disembelih oleh pihak yang berwenang

Karkas kambing diperiksa terlebih dahulu oleh dokter hewan yang bertugas

di RPH sebelum diedarkan. Dengan adanya langkah ini maka kejadian

penyebaran Brucellosis akan sekiranya tidak terjadi. Asumsi peluang (P5) =

0,05

C.6 Probabilitas tidak diperhatikannya higiene dan sanitasi fasilitas serta

peralatan RPH.

Higiene dan sanitasi di RPH selalu diperhatikan. RPH Citaringgul sudah

memiliki sertifikat NKV tingkat 3, sehingga penyebaran Brucellosis akan

sekiranya tidak terjadi. Asumsi peluang (P6) = 0,05

C.7 Probabilitas tidak dilakukannya penanganan yang baik terhadap limbah

RPH.

Terdapat beberapa tempat penanganan limbah yang berada tepat di sebelah

RPH. Limbah diolah dengan baik sehingga layak untuk dialirkan ke

lingkungan sehingga penyebaran Brcuellosis akan sekiranya tidak terjadi.

Asumsi peluang (P7) = 0,05.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan mengalikan asumsi probabilitas

seperti yang terpapar pada Tabel 3 di atas. Perhitungannya adalah

Page 27: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

16

Resiko Penyebaran Brucellosis di peternakan asal

= A.1 x A.2 x A.3 x A.4 x A.5 x A.6 x A.7 x A.8 x A.9

= 1,00 x 0,92 x 0,73 x 0,80 x 0,13 x 1,00 x 1,00 x 0,05 x 0,80

= 2,79x10-3

Resiko Penyebaran Brucellosis di penampungan sementara

= B.1 x B.2

= 1,00 x 0,05

=5,00x10-2

Resiko Penyebaran Brucellosis di RPH Citaringgul.

= C.1 x C.2 x C.3 x C.4 x C.5 x C.6 x C.7

= 0,05 x 0,50 x 0,50 x 0,05 x 0,05 x 0,05 x 0,05

=7,81x10-8

Setelah mendapatkan angka probabilitas pada masing-masing kelompok

kegiatan, maka ditentukan tingkat keparahan (S) dengan cara memasukkan nilai

probabilitas (P) ke dalam rumus. Rumus yang digunakan sesuai dengan

penggunaan nilai probabilitas, nilai paling rendah (PL) atau nilai paling tinggi

(PU). Woodruff (2005) menggunakan nilai batas atas (PU) sebagai toleransi

tertinggi dari nilai resiko atas konsekuensi yang terjadi. Yang digunakannya

adalah satu kejadian dari 1000 peluang kejadian per tahun. Sedangkan batas

toleransi bawahnya adalah satu kejadian dari 1000000 peluang kejadian per tahun.

S = 0,001/PU ; dan

S = 0,000001/PL

(Woodruff 2005)

S Peternakan Asal = 0,001/PU

= 0,001/1

= 0,001

S Penampungan Sementara = 0,001/PU

= 0,001/1

= 0,001

S RPH Citaringgul = 0,001/PU

= 0,001/0,5

= 0,002

Setelah mendapatkan nilai S maka dicarilah matriks resikonya (R) dengan

rumus R = S x P dan menempatkan nilai R tersebut ke dalam grafik matriks resiko

seperti yang terpapar pada Gambar 4 di bawah ini (Woodruff 2005).

R Peternakan Asal = S x P

= 0,001 x 2,79x10-3

= 2,79x10-6

R Penampungan Sementara = S x P

= 0,001 x 5x10-2

= 5,00 x 10-5

Page 28: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

17

R RPH Citaringgul = S x P

= 0,002 x 7,81x10-8

= 1,56 x 10-10

Gambar 4. Penempatan nilai keparahan dari kegiatan

pemotongan kambing di RPH Citaringgul

Konsekuensi Resiko

Konsekuensi resiko merupakan gambaran konsekuensi yang terjadi jika

terjadi pemaparan agen patogen (B. melitensis) di RPH. Berdasarkan Tabel 3,

probabilitas resiko penyebaran Brucellosis terbesar berada pada penampungan

sementara dan diikuti oleh peternakan asal dan RPH Citaringgul dengan nilai

masing-masing 5,00x10-2

, 2,79x10-3

dan 7,81x10-8

.

Setelah dilakukan perhitungan resiko terhadap probabilitas penyebaran

Brucellosis di tiga tempat tersebut, nilai resiko ditempatkan pada matriks seperti

pada Gambar 4. Dari penempatan tersebut didapatkan nilai resiko di ketiga tempat

penelitian. Resiko di peternakan asal tergolong dapat diterima karena peternak

telah mengetahui dan melaksanakan beberapa kegiatan yang dapat mengurangi

penularan penyakit pada ternak seperti penguburan ternak yang mati dan

pemisahan ternak yang sakit dengan yang sehat, sehingga resiko dianggap sebagai

hal yang dapat diabaikan dan masih dapat dikendalikan. Sedangkan resiko di

penampungan sementara tergolong dapat ditoleransi karena tidak dilakukannya

pemisahan antara ternak yang baru datang dengan yang terlebih dahulu datang

dapat meningkatkan resiko penularan penyakit pada ternak, sehingga resiko harus

dikurangi ke tingkat yang wajar dan serendah mungkin. Tingkat resiko di RPH

Citaringgul tergolong dapat diterima karena sebagian besar tata laksana

pemotongan ternak di RPH Citaringgul telah memenuhi syarat, sehingga dengan

dilakukannya pemotongan ternak di RPH Citaringgul menyebabkan resiko

dianggap sebagai hal yang dapat diabaikan dan masih dapat dikendalikan.

Pengelolaan Resiko

Pengelolaan resiko merupakan rangkaian kegiatan untuk mengurangi

tingkat resiko penyebaran bakteri B. melitensis yang terkait dengan kegiatan di

RPH Citaringgul.

Page 29: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

18

(i) Di daerah asal ternak

Brucellosis dalam jumlah besar dikeluarkan oleh ternak terinfeksi melalui

leleran vagina, abortus, plasenta, dan susu (EC 2001). Oleh karena itu dengan

hanya menjual kambing jantan dan betina yang sudah tidak produktif dapat

mengurangi resiko penularan Brucellosis. Vaksinasi dan surveilens juga dapat

dilakukan untuk memastikan keberadaan B. melitensis agar dapat dilakukan upaya

penanganan dini jika hasilnya positif. Selain itu untuk memastikan keamanan dan

kelayakan dari ternak yang akan dipotong perlu selalu disertakannya surat

keterangan kesehatan hewan pada setiap ternak yang akan dikirim ke daerah lain.

(ii) Di tempat penampungan kambing

Ternak hanya berada pada penampungan sementara dalam waktu relatif

singkat. Hal ini dapat menjadi penting dalam proses penularan penyakit karena

walaupun masa inkubasi Brucellosis berkisar 5–60 hari (CDC 2013; EC 2001).

Oleh karena itu pada penampungan sementara perlu dilakukan pemisahan antara

ternak yang baru datang dengan yang sudah terlebih dahulu datang untuk

mengantisipasi terjadinya penularan Brucellosis.

(iii) Di RPH Citaringgul

Berdasarkan pengamatan terhadap fisik bangunan yang ada saat ini, RPH

Citaringgul dengan aktifitasnya yang berlangsung sampai saat ini memang sudah

memenuhi ketentuan seperti yang ditetapkan dalam SNI 01-6159-1999 mengenai

Rumah Pemotongan Hewan (BSN 1999). Beberapa aspek di RPH Citaringgul

masih perlu diperhatikan dan ditingkatkan, antara lain pemisahan petugas antara

daerah bersih dan kotor hendaknya lebih diperketat lagi. Pemisahan pintu masuk

dan keluar antara ternak sebelum dan sesudah dipotong juga harus selalu

dilakukan.

Komunikasi Resiko

Komunikasi resiko merupakan kegiatan menyampaikan hasil penilaian

resiko kepada pihak terkait seperti pemerintah, pegusaha peternakan kambing, dan

konsumen daging kambing.

1. Pemerintah Kejadian Brucellosis pada kambing memang belum pernah dilaporkan di

wilayah Kabupaten Bogor dan bahkan di Indonesia sekalipun. Namun untuk

mencegah terjadinya kasus tersebut, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Bogor perlu melakukan surveilens terhadap Brucellosis pada kambing seperti

yang telah dilakukan pada sapi oleh Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner

Subang (Rahmawan et al. 2012). Pemeriksaan kesehatan terhadap ternak yang

akan masuk ke wilayah Kabupaten Bogor, khususnya yang menuju RPH

Citaringgul juga perlu dilakukan dan dibuktikan dengan surat keterangan sehat

dari dokter hewan atau dinas terkait daerah asal ternak tersebut.

Page 30: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

19

2. Pengusaha Peternakan Kambing Walaupun resiko penyebaran Brucellosis tergolong dapat diterima, namun

pengusaha peternakan kambing juga hendaknya memperhatikan hal-hal yang

berpengaruh terhadap resiko masuk dan keluarnya Brucella sp. Hal ini

dikarenakan peternakan sangat berperan penting dalam penyediaan ternak yang

sehat dan layak dikonsumsi.

3. Konsumen Daging Kambing

Penularan Brucellosis hampir dapat dipastikan tidak terjadi pada daging

yang telah dimasak. Namun konsumen tetap harus waspada dengan cara selalu

memisahkan daging mentah dengan bahan makanan lain, baik pada saat

penyimpanan maupun pengolahan (USDA 2013).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Peluang paling tinggi penyebaran Brucellosis berdasarkan asumsi

probabilitas dan penempatan pada matriks resiko ada di tempat penampungan

sementara, yakni sebesar 5,00x10-2

yang tergolong dapat ditoleransi. Kemudian

diikuti di peternakan asal sebesar 2,79x10-3

yang tergolong dapat diterima dan

RPH Citaringgul sebesar 7,81x10-8

yang tergolong dapat diterima.

Saran

Penelitian ini masih perlu disempurnakan untuk mendapatkan nilai resiko

yang lebih akurat. Beberapa hal yang perlu diperbaiki antara lain

(1) Penilaian resiko di wilayah maupun daerah lain untuk mendapatkan

perbandingan nilai resiko

(2) Perlu dilakukan pemeriksaan serologik untuk memastikan adanya indikasi

Brucellosis

DAFTAR PUSTAKA

Acha PN, Boris S. 2003. Zoonoses and Communicable Disease Common to Man

And Animals. Volume 1: Bacterioses and Mycoses. Ed ke-3. Washington (US):

Pan America.

Alsubaie S, Maha A, Mohammed A, Hanan B, Essam A, Sulaiman A, BAdria A,

Ziad A M. 2005. Acute Brucellosis in Saudi families: relationship between

Brucella serology and clinical symptoms. Int J Infect Dis. 9: 218-224.

Alton GG, JM Jones, RD Angus, JM Verger. 1988. Techniques for the Brucellosis

laboratory. Institute National de la Recherche Agronomique Paris (Fr): pp 34 -

60 .

Page 31: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

20

Black R, Peter N, Ken Y. 2013. Risk based testing in action [internet]. [diunduh

2013 November 22]. Tersedia di internet pada:

http://www.stickyminds.com/BetterSoftware/magazine.asp?fn=cifea&ac=394/

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-

6159-1999, tentang Rumah Pemotongan Hewan. Jakarta: BSN.

[CFSPH] The Center for Food Security and Public Health. 2008. Brucellosis.

Iowa (US): Iowa State University.

Cook WE. 1999. Brucellosis in elk: studies of epizootiology and control

[disertasi]. Laramie (US): University of Wyoming.

Crawford RP, JD Huber, BS Adams. 1990. Epidemiology and Surveillance in:

Animal Brucellosis. Nielsen KH, JR Duncan, editor. Boca Raton (FL): CRC

Press. hlm 131-151.

[Ditkeswan] Direktorat Kesehatan Hewan. 2004. Paper : Kebijakan Pemerintah

dalam Pemberantasan Brucella di Indonesia. Disampaikan pada pertemuan

evaluasi pemberantasan Brucellosis dan pengawasan lalu lintas ternak. Jakarta.

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Produksi

Daging Kambing Menurut Propinsi. Jakarta : Ditjennak Deptan.

Doganay M, B Aygen. 2003. Brucellosis in Human: an overview. Int J Infect D. .

7: 3.

Dorfman MS. 2007. Introduction to Risk Management and Insurance. Ed ke-9.

Englewood Cliffs (US): Prentice Hall.

[EC] European Commission. 2001. Brucellosis in Sheep and Goats (Brucella

melitensis). Brussels (FR): Scientific Committee on Animal Helath and Animal

Welfare.

[EPA] Environmental Protection Agency. 2012.Step 1 - Hazard Identification.

Artikel EPA [Internet]. Tersedia di internet pada:

http://www.epa.gov/risk_assessment/hazardous-identification.htm [Diunduh

pada tanggal 10 September 2013].

ETQ inc. 2013. Risk Assessment: Creating a Risk Matrix. Tersedia di internet

pada : http://blog.etq.com/blog/bid/57768/Risk-Assessment-Creating-a-Risk-

Matrix [ Diunduh pada tanggal23 agustus 2013.

[FAO] Food and Agriculture Organizatin. 2010. Brucella Melitensis in Eurasia

and The Middle East. FAO technical meeting in collaboration with WHO and

OIE; 2009 May; Roma, Italia. Roma (IT): FAO hlm 1.

Hirsh DC, NJ MacLachlan and Richard LW. 2004. Veterinary Microbiology. Ed

ke-2. Iowa (US): Blackwell Publishing.

Hubbard D.2009. The Failure of Risk Management: Why It's Broken and How to

Fix It. West Sussex (GB): John Wiley & Sons .

ISO/DIS 31000. 2009. Risk management — Principles and guidelines on

implementation. Tersedia di internet pada

http://www.iso.org/iso/home/standards/iso31000.htm [Diunduh pada tanggal

22 Oktober 2013].

Krutz RL, Russell DV. 2003. The CISSP Preparation Guide. Canada (Ca): Wiley

Publishing.

Merino LA. 1989. Brucellosis in Latin America in: Brucellosis, Clinical, and

Laboratory Aspects. Young EJ, MH Corbel, editor. Boca Raton: CRC Press.

hlm 151-161.

Page 32: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

21

Mustafa YS, Farhat Nazir Awan and Khalid Hazeen. 2011. Prevalence of

Brucellosis in sheep and goat. Sci int. 23(3): 211-212.

Noor SM. 2006. Brucellosis: penyakit zoonosis yang belum banyak dikenal di

Indonesia. Wartazoa. 16: 31-39.

[OIE] Office International et Epizootics. 2013. Terestrial Animal Health Code.

OIE. Tersedia di internet pada

http://www.oie.int/index.php?id=169&L=0&htmfile=chapitre_1.2.1.htm

[Diunduh pada tanggal 21 Oktober 2013].

Quinn PJ, BK Markey, ME Carter, WJ Donelly, FC Leonard. 2006. Veterinary

Microbiology and Microbial Disease. Malden (US): Blackwell publishing.

Rahmawan A, Rince MB, Euis H, dan Sodirun. 2012. Monitoring Dan Surveilans

Penyakit Brucellosis Di Wilayah Kerja Bppv Subang Tahun 2010-2011.

Subang (ID): Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Subang.

Rajashekara G, Eskra L, Mathison A, Petersen E, Yu Q, Harms J, Splitter G. 2006.

Brucella: functional genomics and host-pathogen interactions. Madison (US) :

University of Wisconsin-Madison.

Renukaradhya G J, Isloor S and Rajasekhar M. 2002 Epidemiology, zoonotic

aspects,vaccination and control/eradication of brucellosis in India. Vet.

Microbiol. 90: 183–195.

Rittig MG, Andreas K, Adrian R, Barry S, Hans S, Diethard G, Vincent F, Bruno

R, Jacques D. 2003. Smooth and rough lipopolysaccharide phenotypes of

Brucella induce different intracellular trafficking and cytokine/chemokine

release in human monocytes. J Leuk Bio. 74: 1045-1055.

Siahaan H. 2007. Pengelolaan Resiko. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sudibyo A. 1995. Studi epidemiologi Brucellosis dan dampaknya terhadap

reproduksi sapi perah di DKI Jakarta. JITV. 1: 31-36.

Tawaf R. 2012. Standarisasi Pengelolaan Rumah Potong Hewan Milik

Pemerintah di Jawa Barat. Seminar Nasional IV Peternakan Berkelanjutan;

Jatinangor. Jatinangor (ID): Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

Todar K. 2008. Textbook of Bacteriology. Tersedia di internet pada:

http://www.textbookofbacteriology.net [Diunduh pada tanggal 23 Agustus

2013].

[USDA] United States Departement of Agriculture. 2013. Facts about Brucellosis.

Tersedia di internet pada:

http://www.aphis.usda.gov/animal_health/animal_diseases/brucellosis/downloa

ds/bruc-facts.pdf [Diunduh pada tanggal 23 Agustus 2013].

Vose David. 2008. Risk analysis: A Quantitative Guide / David Voe - 3rd ed.

West Sussex (GB): John Wiley & Sons.

Williams CA, Heins RM. 1985. Risk Management and Insurance. Ed ke-5. New

York (US): McGraw-Hill.

Woodruff, JM. 2005. Consequence and likelihood in risk estimation: A matter of

balance in UK health and safety risk assessment practice. Safety Sci. 43: 345–

353 .

Yaddi Y. 2008. Kejadian Brucellosis pada sapi perah di Kecamatan Cisarua

Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 33: ANALISIS RESIKO PENYEBARAN PENYAKIT BRUCELLOSIS … · olahannya sangat rentan dicemari mikroorganisme patogen yang mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Rumah potong hewan

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Provinsi Kalimantan Barat tepatnya di Putusibau pada

tanggal 16 Juni 1991 sebagai putera dari Bapak Sugiyanto dan Ibu Mujilah.

Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan di

Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sintang hingga kelas 3 dan kemudian pindah ke

Madrasah Ibtidaiyah Negeri Teladan Pontianak hingga lulus pada tahun 2003.

Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat menengah pertama pada tahun 2006 di

SMP Negeri 1 Pontianak. Penulis melanjutkan jenjang pendidikan tingkat

menengah atas di SMA Negeri 1 Pontianak hingga kelas 11 semester pertama dan

kemudian pindah ke SMA Negeri 7 Tangerang hingga lulus pada tahun 2009.

Pada tahun yang sama penulis kemudian melanjutkan pendidikannya di Institut

Pertanian Bogor (IPB) dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran

Hewan IPB melalui jalus USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).