Analisis Tarif

Embed Size (px)

DESCRIPTION

analisis tarif

Citation preview

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    1

    Laporan

    Analisis Tarif AKDP Di Jawa Barat

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2006

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Angkutan umum di kota kota besar di Indonesia belum diandalkan leh

    masyarakat luas. Penggunaan kendaraan pribadi termasuk kendaraan

    bermotor roda 2 menjadi ancaman serius bagi peningkatan pelayanan dan

    upaya pemerintah untuk memasyarakatkan penggunaan / share angkutan

    umum yang secara jelas mampu menjadi solusi bagi permasalahan

    transportasi jalan seperti kemacetan, kecelakaan, polusi udara, efisiensi

    penggunaan BBM.

    Salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pelayanan angkutan umum

    adalah dengan sistem pentarifan yang mampu mengakomodir keinginan

    operator angkutan disatu pihak dan pengguna jasa angkutan dipihak lain.

    Disinilah peran pemerintah diharapkan mampu menjembatani keduanya.

    Tarif (Pricing) merupakan instrumen pengalokasian sumberdaya. Yang

    penting disini adalah sumber-sumber daya transportasi bisa dimanfaatkan

    dalam rangka mencapai tujuan-tujuan kemasyarakatan. Beberapa tujuan itu

    antara lain: keamanan, keselamatan, keandalan dan kenyamanan. Tujuan-

    tujuan ini hampir tidak pernah bisa dicapai.

    Sistem tarif yang berlaku cenderung flat membuat sumber-sumber daya

    transport digunakan berlebihan pada jam puncak dan sebaliknya pada jam

    sepi. Hal ini bisa mengurangi mutu pelayanan karena akan terjadi bus

    berkejaran penumpang pada jam sibuk dan ngetem pada jam sepi.

    Kemandirian finansial (penerimaan harus menutup biaya operasi) tidak harus

    menjadi tujuan, kalau kemudian tujuan yang lebih penting di atas tidak

    tercapai. Kemandirian finansial dengan sistem setoran justru membuat mutu

    rendah dan persaingan tidak sehat.

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    3

    Upaya untuk menekan biaya operasi tetap perlu dilakukan, khususnya melalui

    persaingan. Untuk ini perlu menetapkan standar mutu pelayanan sebagai

    acuan persaingan.

    Pada prinsipnya tarif ditetapkan secara independen dari biaya operasi. Biaya

    operasi bersifat fixed dan merupakan fungsi dari standar operasi sedang tarif

    ditetapkan berdasarkan willingness to pay dari masyarakat pengguna dan

    tujuan-tujuan kemasyarakatan yang lain.

    Kelemahan tarif yang berlaku sekarang adalah menjual produk murahan

    dengan harga serendah mungkin. Produk murahan bisa berarti mahal bagi

    pembeli jika dilihat pengorbanannya: berjejal-jejal, terlambat, ngetem,

    berbahaya.

    Yang optimal adalah menetapkan standar pelayanan yang layak agar

    masyarakat mau menghargai lebih tinggi. Jadi murah tidak selalu

    berasosiasi dengan rendah tarifnya. Untuk ini perlu adanya standarisasi

    pelayanan dan survey willingness to pay.

    Penelitian menunjukkan bahwa kualitas perjalanan dan pelayanan yang baik

    akan menaikkan willingness to pay secara signifikan. Dengan pengelolaan

    yang modern besar kemungkinan bisa diselenggarakan layanan yang bagus

    dengan harga pantas dan kemungkinan tanpa perlu adanya subsidi.

    Tarif dihitung berdasarkan Long-run Marginal cost pricing dimana termasuk

    biaya untuk menyesuaikan armada, biaya riset dan pengembangan sehingga

    memungkinkan pembinaan yang efektif. Perhitungan ini cenderung akan

    menaikkan tarif hingga bisa terjadi defisit.

    PemeRintah melalui mekanisme pengawasan dan pembinaan melalui ijin

    trayek diharapkan mampu menekan monopoli, meningkatkan kompetisi yang

    positif, serta bahkan dengan perencanaan yang matang dapat masuk

    kedalam wilayah finansial perusahaan melalui mekanisme subsidi silang

    antara jalur / trayek gemuk dan trayek kurus.

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    4

    Untuk mencapai hal tersebut perlu kiranya dilakukan evaluasi terlebih dahulu

    terhadap sistem pentaripan yang ada, termasuk di Propinsi Jawa Barat.

    B. MAKSUD DAN TUJUAN

    Maksud dilakukannya evaluasi pentarifan angkutan umum jalan di provinsi

    Jawa Barat adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum

    di Jawa Barat melalui sistem pentarifan yang mampu mengakomodir tujuan

    publik.

    Sedangkan tujuan dilakukan kegiatan evaluasi adalah untuk :

    1. Mengetahui kondisi sistem pentarifan yang ada dan diberlakukan

    dilapangan oleh operator angkutan umum di Jawa Barat.

    2. Mengetahui permasalahan dari implementasi kebijakan tarif yang telah

    diberlakukan oleh pemerintah.

    3. Mengkaji kondisi ideal yang diharapkan dengan implementasi yang ada.

    4. Menginventarisir, menyusun dan memberikan solusi bagi permasalahan

    pentarifan yang ada.

    C. SISTEMATIKA

    Sistematika penyusunan laporan evaluasi tarif ini adalah :

    BAB I : PENDAHULUAN

    a. Latar Belakang

    b. Maksud dan Tujuan

    c. Sistematika Penulisan

    BAB II : GAMBARAN UMUM TARIF ANGKUTAN

    Mengulas sekelumit tinajauan teori tarif angkutan

    dan termasuk aspek legal kebijakan tarif oleh

    pemerintah.

    BAB III : PELAKSANAAN DAN HASIL PENGAWASAN TARIF

    ANGKUTAN

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    5

    Membahas mengenai implementasi kebijakan tarif

    oleh operator dan hasil pengawasan yang dilakukan

    oleh pemerintah.

    BAB IV : PERHITUNGAN TARIF ANGKUTAN

    Menjelaskan mengenai perhitungan tarif ideal

    sesuai dengan kebijakan dan tinjauan teori.

    BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

    Pembahasan kesimpulan hasil evaluasi dan

    saran/rekomendasi untuk perbaikan.

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    6

    BAB II

    GAMBARAN UMUM TARIF ANGKUTAN

    A. SISTEM TARIF

    Yang dimaksud dengan sistem tarif adalah struktur umum dari pentarifan

    pada suatu daerah sedangkan jenis-jenis pentarifan adalah bagaimana

    mereka membayarkan ongkos tersebut dibayarkan oleh penumpang.

    1. Tarif Datar

    Dalam sistem tarif datar tarif ditarik berdasarkan jauhnya jarak yang

    dapat dicover. Tarif datar menawarkan berbagai jenis keuntungan

    khususnya dalam hubungan antara pengumpulan ongkos dalam

    kendaraan. Hal ini memperbolehkan transaksi tunai terutama sangat

    penting kepada kendaraan besar.

    Semakin besar perbedaan antara panjang jarak perjalanan rata-rata dan

    frekuensi terbanyak, akan semakin besar dampak yang merugikan pada

    penumpang jarak dekat, sedangkan penumpang jarak jauh menikmati

    biaya perjalanan yang menguntungkan secara sesuai.

    Pada kenyataannnya, tarif datar pada saat ini jarang diterapkan, bentuk

    klasik dan lebih banyak dalam kombinasi/perpaduan dengan sistem tarif

    lainnya. Sebagai contoh, terdapat beberapa varian tarif datar, seperti tarif

    datarberhubungan dengan rute atau khususnya, tarif datar dengan tarif

    dekat terdahulu.

    Tarif berhubungan dengan rute dapat digunakan bila struktur panjang

    perjalanan dari daerah tangkapan tidak memenuhi penggunaan secara

    general namun memperbolehkan penggunaannya pada beberapa kasus

    rute yang spesifik.

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    7

    Varian yang paling penting dari tarif datar adalah penambahannya melalui

    suatu tarif jarak dekat. Hal ini menghindari kerugian penumpang jarak

    dekat, yang harus membayar ongkos yang sama besar dengan

    penumpang yang melakukan perjalanan pada jarak yang lebih jauh. Tarif

    jarak dekat biasanya dilaksanakan di pusat kota atau untuk jumlah

    tertentu dari perberhentian di seluruh daerah pengangkutan. Pada

    dasarnya, tarif tersebut, termasuk elemen-elemen dari tarif bertingkat

    dan dapat juga menyerupai tarif zona. Dalam kasus ini kita berhadapan

    dengan suatu tarif gabungan. Kegunaannya sering terbatas hanya untuk

    waktu tertentu, seperti periode setelah jam sibuk pagi.

    2. Tarif Berdasarkan Jarak

    Dalam hal ini, besarnya tarif secara mendasar ditentukan oleh jarak yang

    tercakup. Sebuah pembedaan ditarik antara biaya kilometer, biaya

    bertingkat dan biaya zona.

    a. Biaya Kilometer

    Ketergantungan biaya pada jarak yang tercakup digambarkan paling

    mencolok pada biaya kilometer, yang ditentukan dengan mengalikan

    suatu nilai tetap perkm dengan jumlah kilometer yang tercakup.

    Suatu jarak minimum (ongkos minimum) diasumsikan. Beberapa

    agen meminta ongkos dengan mutlak berdasarkan jarak yang

    tercakup, sedangkan yang lain memberikan diskon sepanjang

    kelebihan perjalanan dengan mengurangi harga perkilometer. Sistem

    biaya kilometer dimana nilai perkilometer meningkat sebanyak

    panjang perjalanan yang meningkat, telah juga digunakan namun

    tidak dianjurkan. Pada kasus ini pembenaran/ jastifikasi secara

    ekonomis biasanya pada penggunaan/ pemanfaatan yang sangat

    rendah dari kapasitas tempat duduk, seperti pada perluasan-

    perluasan rute di daerah-daerah yang penduduknya tidak mencukupi

    atau untuk alasan-alasan topografi.

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    8

    Di dalam penerapannya, sekumpulan kesulitan dalam sistem biaya

    kilometer sesungguhnya (tabel segitiga) haruslah menjadi suatu

    pertimbangan. Walaupun biaya kilometer merupakan penyederhanaan

    dari sekumpulan formula untuk mencapai hasil perhitungan yang lebih

    kasar, kumpulan biaya mungkin masih menemukan kesulitan karena

    frekuensi panjang perjalanan yang paling besar selalu relatif pendek

    di dalam sektor angkutan local dan ini akan mengakibatkan terlalu

    lama untuk mengumpulkan biaya-biaya. Oleh karena itu, biaya

    kilometer hanya cocok digunakan untuk angkutan kota hanya dalam

    kondisi terkendali dan tidak dapat digunakan pada hari yang padat.

    b. Susunan biaya/ biaya bertingkat

    Susunan biaya adalah penghitungan yang berdasarkan pada jarak yang

    ditempuh oleh penumpang ke dalam suatau formula yang disebut

    tingkat. Tingkat adalah bagian dari susunan rute yang salah satunya

    jarak antara tempat-tempat henti dan pelayanan untuk perhitungan

    biaya. Untuk tujuan ini, jaringan angkutan dibagi dalam bagian-bagian

    rute yang secara kasar memiliki panjang yang sama. Tergantung pada

    kebijakan biaya untuk penumpang jarak pendek, lebih panjang atau

    lebih pendek tingkat merupakan penggabungan dalam pusat kota yang

    hubungannya dengan populasi pinggiran atau wilayah sekitarnya. Jarak

    antara dua tingkat adalah pada umumnya anatara 2 dan 3 km.

    Perubahan nilai dalam tingkat harus mudah diketahui dan sangat

    khusus. Tingkat biaya mencerminkan usaha untuk mendapatkan

    keadilan antara penumpang dan pertimbangan kenyataan harga untuk

    pengusaha dengan penerimaan biaya kumpulan waktu. Sistem ini

    seharusnya tidak hanya mengambil perhitungan perubahan permintaan

    pelayanan angkutan baik jarak pendek maupun jarak panjang, tetapi

    juga harus memperhatikan keuntungan pengusaha yang berdasarkan

    cara perhitungan kumpulan biaya.

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    9

    Kemungkinan perbedaan biaya tingkat disebabkan adanya

    kebijaksanaan perhitungan biaya. Jika yang diiinginkan terlalu tinggi,

    kerugiannya akan menambah biaya yang membuat kumpulan biaya

    harus juga ditoleransi. Meskipun keuntungan disusun dengan tingkat

    biaya, tingkat biaya mungkin salah satu hambatan untuk merasionalkan

    usaha pengaturan angkutan local jika terdapat begitu banyak

    perbedaan biaya.

    c. Biaya Zona

    Biaya Zona adalah penyederhanaan di dalam hubungan pada tingkat

    biaya sejak ini membagi angkutan daerah ke dalam zona-zona untuk

    pusat kota pada umumnya memformulakan sekitar zona dalam dimana

    zona luar mungkin tersusun seperti sabuk. Daerah transportasi juga

    dibagi ke dalam zona-zona yang berdekatan. Jika terdapat rute/jaringan

    melintang dan melingkar, panjangnya harus dibatasi oleh pembagian

    zona dalam sektor-sektor.

    Skala jarak dan biaya dibentuk melalui cara serupa menjadi sistem

    tingkatan biaya, yaitu berdasarkan satu jarak dan satu tingkat biaya.

    Keadaan yang memungkinkan bagi penumpang yang hanya bepergian

    jarak dekat pada zona-zona yang berdekatan adalah bahwa mereka

    harus mengeluarkan biaya untuk dua zona. Oleh karena itu, perjalanan

    yang panjang di dalam satu zona mungkin lebih murah daripada

    perjalan yang pendek akan tetapi melewati batas zona. Usaha yang

    dilakukan adalah mengurangi kerugian ini dengan memperkenalkan apa

    yang biasa disebut zona pelengkap atau dengan memperkenalkan skala

    biaya yang dapat diaplikasikan untuk dua zona.

    Seperti pada skala biaya, batasan biaya tertinggi dapat ditetapkan

    dengan tanpa membuat ketentuan untuk penyelesaian lebih lanjut

    untuk beberapa zona di depannya. Pembuatan kelompok pada

    beberapa zona juga dapat dimungkinkan.

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    10

    3. Sistem Kombinasi

    Kombinasi dari tiga sistem sebelumnya juga merupakan suatu

    kemungkinan. Seperti hal ini sering mengalami kesulitan dalam

    menetapkan batasan yang tepat dan biaya berdasarkan jarak dalam

    prakteknya, pertanyaan yang timbul seperti kapan satu kemungkinan

    berhubungan dengan bentuk kombinasi dan kapan tidak. Sistem biaya

    seharusnya tidak ditunjukkan sebagai kombinasi, jika mayoritas

    penumpang berpegang pada satu atau sistem biaya yang lain, sebagai

    contoh kombinasi sistem tidak cocok jika sistem didasarkan pada

    tingkatan biaya, tapi biaya tepat adalah ditetapkan, misalnya untuk anak-

    anak. Sistem dapat dianggap sebagai kombinasi bagaimanapun, jika

    biaya dasar merupakan biaya yang tepat, mengingat biaya konsesi

    didasarkan pada sistem biaya jarak terhubung.

    Pembenaran untuk masing-masing kombinasi sistem bahwa biaya dasar

    adalah untuk memudahkan pengumpulan biaya pada kendaraan-

    kendaraan, sedangkan biaya konsesi tidak membutuhkan pengumpulan

    khusus jika tiket dapat dibayar dimuka. Dalam kasus ini terdapatnya fakta

    bahwa sistem biaya barangkali menjadi sedikit pemahaman, hal ini masih

    dapat ditolelir.

    Pada umumnya, kombinasi sistem dapat menambah kebingungan tentang

    sistem dan harus dihindari.

    B. ASPEK KEBIJAKAN PEMERINTAH

    Keterlibatan pemerintah dibidang transportasi bertujuan untuk mengatur,

    membina dan mengawasi kegiatan penyelenggaraan transportasi sehingga

    penyelenggaraan pengangkutan dikuasai oleh pemerintah.

    Pemerintah telah mengeluarkan kebijaksanaan umum mengenai

    perhubungan yang merupakan pedoman bagi seluruh jajaran perhubungan

    dalam melaksanakan tugas sehari-hari, serta dijadikan landasan bagi

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    11

    pengembangan sistem perhubungan nasional yang dituangkan dalam

    Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.91/Pr.008/Phb-87 tentang

    Kebijaksanaan Umum Perhubungan, kebijakan yang dapat diberikan

    pemerintah antara lain :

    1. Kebijaksanaan Institusi

    a. Untuk mewujudkan system perhubungan yang seimbang dan terpadu

    maka pengembangan sector perhubungan perlu koordinasi ;

    b. Peranan swasta dan koperasi dalam pengadaan sarana perhubungan

    perlu lebih ditingkatkan ;

    c. Segenap kegiatan perusahaan atau badan usaha yang bergerak

    disektor perhubungan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu

    antara lain berbadan hukum sesuai dengan jenis usahanya, jumlah

    dan umur kendaraan yang dimiliki, tingkat pelayanan dan lain

    sebagainya ;

    d. Pemerintah mengadakan pengawasan umum untuk menjamin

    terlaksananya operasi serta peningkatan kualitas pelayanan.

    2. Kebijaksanaan Tarif

    Kebijaksanaan tarif merupakan salah satu bagian dari kebijakan angkutan

    yang berkaitan sangat erat dengan berbagai kebijaksanaan lain dibidang

    angkutan. Pihak yang terkait langsung dengan kebijakan ini adalah

    operator angkutan dan masyarakat sebagai pengguna jasa angkutan.

    Dari sudut pandang pengusaha angkutan, penentuan tariff yang

    dituangkan dalam kebijakan pemerintah sangat menentukan besarnya

    pendapatan perusahaan sedangkan bagi pengguna jasa angkutan tariff

    merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapat pelayanan

    angkutan.

    Pihak pemerintah dalam mementukan besarnya tariff angkutan bertolak

    pada pertimbangan besarnya biaya operasi kendaraan yang harus dipikul

    oleh pengusaha Selain itu pihak pemerintah juga ikut bertanggung jawab

    dalam mempertahankan tingkat pendapatan operator dengan jalan

    menetapkan jumlah kendaraan yang dapat melayani rute angkutan

    tertentu melalui perizinan trayek, sehingga jumlah penumpang yang

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    12

    diangkut tidak berada dibawah jumlah yang menjadi batas minimum

    penentuan besarnya tarif angkutan.

    Penetapan tariff oleh pemerintah dianggap sebagai metode yang dapat

    digunakan didalam pengendalian pelayanan angkutan. Adapun

    pertimbangan pengendalian tariff oleh pemerintah diantaranya adalah :

    a. Untuk melidungi kepentingan pemakai jasa angkutan.

    b. Untuk melindungi kepentingan pengusaha dengan memberikan

    jaminan keuntungan yang wajar bagi pengusaha.

    c. Bersama-sama dengan kebijakan yang lain menciptakan stabilitas

    pemasaran jasa angkutan.

    d. Membantu melindungi posisi finansial dari perusahaan angkutan

    dalam menumbuhkan persaingan yang sehat.

    Beberapa peraturan yang dikeluarkan pemerintah yang menyangkut

    kebijakan tarif antara lain :

    a. UU LLAJ tahun 1992 Bagian Kelima mengenai Tarif pasal 42 struktur

    dan golongan tarif angkutan dengan kendaraan umum, ditetapkan

    oleh pemerintah.

    b. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan

    Bab V mengenai Struktur dan Golongan Tarif Angkutan pasal 43 50.

    c. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 tahun 2003 tentang

    Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum

    Bagian ketujuh mengenai Kewajiban Pemegang Izin Operasi pasal 62

    dan 78 bahwa pemegang izin usaha dan izin operasi angkutan wajib

    memenuhi ketentuan tarif.

    d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 89 tahun 2002 tentang

    Meknisme Penetapan Tarif dan Formula Perhitungan Biaya Pokok

    Angkutan Penumpang dengan Mobil Bus Umum Antar Kota Kelas

    Ekonomi.

    e. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor

    SK.1186/HK.402/DRJD/2002 tanggal 22 Nopember 2002 tentang

    Pemberian Sanksi Administratif terhadap Pelanggaran yang Dilakukan

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    13

    oleh Pengusaha yang Dilakukan oleh Pengusaha Angkutan

    Penumpang Umum Dalam Trayek Tetap dan Teratur.

    3. Kebijaksanaan Investasi

    Pembangunan atau investasi sektor perhubungan harus menggunakan

    criteria investasi dengan pertimbangan yang cukup terhadap pengaruh

    dari pertumbuhan penduduk, perekonomian, distribusi pendapatan,

    kesempatan kerja dan lain-lain.

    C. ASPEK FINANSIAL PERUSAHAAN

    1. Penggolongan Biaya

    Pengertian biaya dalam produksi jasa angkutan penumpang umum dijalan

    adalah segala pengorbanan dalam bentuk barang atau jasa yang

    diperlukan untuk menghasilkan jasa angkutan. Dalam hal ini biaya dapat

    dianggap sebagai pengorbanan atau pengeluaran yang mempunyai sifat

    :

    a. Tidak dapat dihindari

    b. Dapat diduga terlebih dahulu

    c. Berhubungan dengan proses produksi jasa angkutan

    d. Dapat diukur secara kuantitatif

    Dalam kegiatan produksi jasa angkutan penumpang jalan raya terdapat

    biaya yang cukup banyak, oleh sebab itu untuk memudahkan perhitungan

    biaya pokok, perlu dilakukan penggolongan-penggolongan biaya yang

    dilakukan melalui pendekatan sebagai berikut :

    a. Penggolongan biaya menurut fungsi pokok kegiatan

    1) Biaya Produksi : biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi

    atau kegiatan dalam proses produksi.

    2) Biaya Organisasi : semua biaya yang berhubungan dengan fungsi

    administrasi dan biaya umum perusahaan.

    3) Biaya pemasaran : biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan-

    kegiatan pemasaran dari produksi jasa.

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    14

    b. Penggolongan biaya dalam kaitannya dengan perubahan volume

    produksi jasa :

    1) Biaya Tetap : biaya yang tidak berubah (tetap) walaupun terjadi

    perubahan pada volume produksi jasa sampai tingkat tertentu.

    2) Biaya Tidak Tetap : biaya yang berubah apabila terjadi perubahan

    pada volume produksi jasa.

    c. Penggolongan biaya menurut hubungannya dengan produksi jasa

    yang dihasilkan.

    1) Biaya langsung : biaya yang berkaitan langsung dengan produksi

    jasa yang dihasilkan.

    2) Biaya tidak langsung : biaya yang secara tidak langsung

    berhubungan dengan produk jasa yang dihasilkan.

    2. Asumsi yang dipergunakan

    Dalam pengitungan biaya operasi kendaraan (BOK) beberapa asumsi

    yang digunakan adalah sebagai berikut:

    a. Umur ekonomis kendaraan adalah 5 (lima) tahun ;

    b. Depresiasi dihitung dengan menggunakan metoda garis lurus (straight

    line method) ;

    c. Biaya total operasi dihitung berdasarkan biaya penuh (full cost)

    dimana harga kendaraan dihiutng berdasarkan kendaraan baru;

    d. Demand dihitung pada faktor muat 70 %.

    3. Komponen Biaya Operasi Kendaraan (BOK).

    Komponen Biaya Jasa Angkutan terutama untuk Bus antar kota kelas

    ekonomi sebagaimana tertuang dalam Lampiran Keputusan Mneteri

    Perhubungan Nomor KM 89 Tahun 2002 antara lain :

    1. Biaya Langsung

    a. Biaya Penyusutan

    b. Biaya Bunga Modal

    c. Biaya Awak Bus

    d. Biaya BBM

    e. Biaya Ban

    f. Biaya Pemeliharaan Kendaraan

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    15

    g. Biaya Terminal

    h. Biaya PKB (STNK)

    i. Biaya Keur Bus

    j. Biaya Asuransi

    a. Biaya Tidak Langsung

    1) Biaya Pegawai Kantor

    2) Biaya Pengelolaan

    4. Elastisitas Permintaan ( E )

    Richard A. Bilas (1984), Elastisitas permintaan didefinisikan sebagai

    prosentasi perubahan dalam jumlah yang diminta (permintaan) dibagi

    dengan prosentase perubahan harga.

    Elastisitas permintaan terhadap harga atau disebut elastisitas permintaan

    merupakan suatu konsep yang mengukur berapa besar perubahan

    kuantitas barang yang diminta bila harganya berubah.

    Elastisitas permintaan dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan

    tergantung kepada respon kuantitas yang diminta terhadap perubahan

    harga :

    a. Bila kenaikan 1 (satu) persen harga menyebabkan penurunan jumlah

    yang diminta lebih besar dari 1 persen, maka merupakan permintaan

    yang elastis terhadap harga ;

    b. Bila 1 (satu) persen kenaikan harga mengakibatkan penurunan

    kuantitas yang diminta sama dengan prosentase kenaikan harga

    disebut permintaan elastisitas satu ;

    c. Bila kenaikan harga 1 (satu) persen menimbulkan penurunan

    kuantitas yang diminta lebih kecil dari 1 (satu) persen, hal ini disebut

    permintaan tidak elastisitas terhadap harga.

    Hubungan antara permintaan angkutan dengan harga umumnya selalu

    negatif, kalau (tarif) naik maka permintaan berkurang.

    Kepekaan permintaan terhadap perubahan harga antara lain dipengaruhi

    oleh tiga faktor utama yaitu :

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    16

    a. Maksud Perjalanan

    Semakin tinggi keperluan bepergian semakin kurang sensitifitas orang

    terhadap perubahan harga. Disamping itu macam perjalanan yang

    harus dilakukan seperti perjalanan untuk melaksanakan tugas kurang

    responsive terhadap perubahan tarif ;

    b. Tersedianya alternatif moda angkutan

    Semakin banyak alternatif perjalanan yang tersedia semakin tinggi

    sensitifitas permintaan terhadap perubahan tarif, dengan banyaknya

    moda angkutan, data ciri-ciri penggunaan angkutan dan moda yang

    tersedia

    c. Jumlah pengusaha pesaing

    Semakin banyak jumlah pengusaha pesaing kemungkinan akan lebih

    sensitive orang terhadap perubahan tarif yang dilakukan oleh satu

    pengusaha.

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    17

    BAB. III

    PELAKSANAAN DAN HASIL PENGAWASAN TARIF ANGKUTAN

    A. PELAKSANAAN

    1. Waktu

    2. Tempat Pelaksanaan

    3. Personil

    4. Target Pelaksanaan

    Target pemantauan adalah terhimpunnya informasi mengenai tarif yang

    berlaku di lapangan pada trayek-trayek AKDP yang masuk ke

    terminal/sub terminal tersebut pada point B.

    5. Teknis Pemantauan

    Pemantauan dilaksanakan dengan cara

    1. Wawancara (interview) dengan : Penumpang, Sopir/Kondektur,

    Petugas

    2. Naik Kendaraan (on bus)

    B. HASIL PELAKSANAAN

    1. Trayek-Trayek Yang Dilakukan Pemantauan

    Trayek-tayek AKDP yang berhasil dilakukan pemantauan tarifnya adalah

    sebanyak 102 trayek yang meliputi 87 trayek pelayanan ekonomi dan 15

    trayek pelayanan non ekonomi yang tersebar di terminal-terminal utama

    Jawa Barat dan terminal/subter yang berada di wilayah Bandung. Jenis

    Kendaraan pada Trayek-trayek yang di pantau terdiri dari jenis :

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    18

    a. Bis Besar : 35 trayek ( 23 ekonomi : 12 non ekonomi)

    b. Bis Sedang : 29 trayek ( 26 ekonomi : 3 non ekonomi)

    c. Bis Kecil/Elf : 38 trayek ( 38 ekonomi)

    Jumlah 102 trayek

    2. Sistem Tarif

    Pada dasarnya sistem tarif angkutan yang diberlakukan oleh angkutan

    umum trayek AKDP di Jawa Barat adalah sistem tarif jarak. Sistem tarif

    jarak yang diberlakukan di Jawa Barat adalah dengan pendekatan biaya

    kilometer. Tarif jarak dengan Pendekatan biaya kilometer ini telah

    sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 89 tahun 2002

    tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formula Perhitungan Biaya

    Pokok Angkutan Penumpang dengan Mobil Bus Umum Antar Kota Kelas

    Ekonomi. Namun demikian penetapan sistem tarif jarak dengan

    pendekatan biaya kilometer ini dalam pelaksanaan berkombinasi dengan

    sistem tarif jarak dengan pendekatan biaya bertingkat. Hal tersebut dapat

    dilihat dari adanya pembagian tarif yang dilakukan oleh operator

    angkutan sesuai dengan lokasi tempat penumpang turun yang biasanya

    mengacu pada lokasi kota atau agen operator angkutan berada.

    3. Kesesuai Tarif Lapangan dengan Tarif yang di tetapkan Pergub

    Tarif angkutan yang ditetapkan oleh Pergub No. 41 tahun 2005 adalah

    angkutan umum dengan pelayanan ekonomi. Dari 87 trayek angkutan

    umum dengan pelayanan ekonomi yang tarifnya berhasil dipantau,

    diketahui terdapat 49 trayek (56 %) yang memberlakukan tarif tidak

    sesuai Pergub yaitu dengan menetapkan tarif di atas tarif batas atas

    (melakukan pelanggaran tarif.

    Sedangkan sisanya sebanyak 38 trayek (44 %) menetapkan tarif

    sesuai dengan pergub No. 41 tahun 2005. Jumlah trayek yang

    memberlakukan tarif tidak sesuai dengan Pergub berdasarkan jenis

    kendaraannya adalah sebagai berikut :

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    19

    No Jenis

    Kendaraan

    Jumlah

    Trayek Dipantau

    Sesuai Pergub

    Tidak Sesuai

    Pergub/ Melanggar

    Jumlah % Jumlah %

    1 Bis Besar 23 11 52 % 12 48 %

    2 Bis Sedang 26 11 42 % 15 58 %

    3 Bis Kecil 38 16 42 % 22 58 %

    Jumlah 87 38 44 % 49 56 %

    4. Pelanggaran Tarif

    Dari 49 trayek yang penetapan tarifnya tidak sesuai dengan Pergub

    (pelanggaran tarif), masing-masing mempunyai besar pelanggaran

    (prosentase antara tarif Pergub dengan tarif lapangan) yang bervariasi

    mulai dari 0.4 % sampai dengan 77.1 %, variasi besarnya pelanggaran

    untuk trayek yang memberlakukan tarif di atas tarif batas atas dapat

    dilihat pada tabel berikut : (data lebih lengkap terlampir)

    No

    %

    Pelanggaran dari tarif batas atas

    Jumlah Trayek Yang Melanggar

    %

    terhadap jumlah trayek yang melanggar

    1 10 % 16 trayek 33 %

    2 11 % s/d 50 % 28 trayek 57 %

    3 51 % s/d 77.1 % 5 trayek 10 %

    Jumlah 49 trayek 100 %

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    20

    BAB IV

    PERHITUNGAN TARIF ANGKUTAN

    A. PERHITUNGAN TARIF PADA BULAN OKTOBER 2005

    Tarif angkutan AKDP di Jawa Barat untuk Bus Ekonomi sebagaimana yang

    ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Nomor : 41 tahun 2005 tentang Tarif

    Batas Atas dan Tarif Batas Bawah Angkutan Penumpang Antar Kota Dalam

    Propinsi (AKDP) Kelas Ekonomi di Jalan Dengan Mobil Bus Umum, diperoleh

    berdasarkan hasil perhitungan yang mengacu kepada Keputusan Menteri

    Perhubungan Nomor KM 89 Tahun 2002 mengenai Mekanisme Penetapan

    tarif dan Formula Perhitungan Biaya Pokok Angkutan Penumpang Dengan

    Mobil Bus Umum Antar Kota Kelas Ekonomi. Adapun besaran tarif yang

    dihitung setelah adanya kenaikan BBM pada bulan Oktober 2005 tersebut

    adalah sebagai berikut :

    Uraian

    Bus Besar & Sedang

    Bus Kecil

    Rp. pnp-km Rp. pnp-km

    1. Biaya langsung

    a. Biaya Penyusutan 15,89 23,78

    b. Biaya Bunga modal 5,84 8,74

    c. Biaya Awak Bus 5,59 16,76

    d. Biaya B B M 19,55 53,57

    e. Biaya Ban 7,48 5,64

    f. Biaya Pemeliharaan kendaraan 8,08 17,86

    g. Retribusi terminal 0,34 3,46

    h. STNK 0,39 1,03

    i. Biaya kir bus 0,01 0,12

    j. Biaya asuransi 2,48 0,00

    Jumlah 65,65 130,96

    2. Biaya tidak langsung 2,04 0,72

    3. Total Biaya Per Penumpang (LF = 100 %) = 67,69 131,68

    4. Biaya per Pnp-km untuk (LF 70%) 96,70

    5. Tarif Batas Bawah 77,36 105,3

    6. Tarif Batas Atas 116,04 158,0

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    21

    Khusus untuk perhitungan tarif pada bus kecil sesuai dengan kesepakatan

    pada rapat, load faktor yang dijadikan acuan adalah load faktor pada nilai

    100 %. Sedangkan untuk kendaraan jenis bus besar dan sedang tetap

    menggunakan nilai load faktor 70 %.

    B. PERHITUNGAN TARIF PADA BULAN APRIL 2006

    Sebagaimana amanat dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 89

    Tahun 2002 mengenai Mekanisme Penetapan tarif dan Formula Perhitungan

    Biaya Pokok Angkutan Penumpang Dengan Mobil Bus Umum Antar Kota Kelas

    Ekonomi, bahwa dalam jangka waktu 6 bulan dilakukan kembali evaluasi/

    perhitungan tarif angkutan. Oleh karena itu maka pada bulan April 2006

    dilakukan kembali perhitungan tarif angkutan pada trayek AKDP Jawa Barat.

    Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa asumsi asumsi harga komponen

    penyusun tarif yang di tetapkan pada bulan Oktober 2005 pada umumnya

    masih relevan dengan harga yang berlaku sekarang kecuali untuk bea balik

    nama kendaraan (BBn-KB) dan pajak kendaraan bermotor (PKB) yang

    mengalami menurunan sebesar 40 %. Penurunan 40 % ini merupakan

    kebijakan pemerintah sebagai salah satu usaha untuk mengurangi biaya

    operasional angkutan umum yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam

    Negeri Nomor : 40 tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

    Perhubungan Dalam Negeri Nomor 16 tahun 2005 tentang Penghitungan

    Dasar Pengenaan Pajaka Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama

    Kendaraan Bermotor Tahun 2005. Penurunan BBn-KB dan PKB sebesar 40 %

    itu sangat membantu mengurangi biaya operasional angkutan, akan tetapi

    pengaruh penurunan tersebut terhadap kompenen penyusun tarif hanya

    berpengaruh sebesar 2.3 %, sehingga hal ini kurang signifikaan terhadap

    adanya penurunan tarif. Adapun perbandingan biaya komponen tarif pada

    bulan Oktober 2005 dengan biaya komponen tarif pada bulan April

    2006(setelah adanya penurunan BBn-KB dan PKB) untuk kendaraan bus

    besar dan sedang adalah sebagai berikut :

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    22

    Komponen Biaya Oktober

    2005 April 2006

    Perubahan (penurunan)

    1. Biaya langsung

    a. Biaya Penyusutan 15,89 15,08 (5,1%)

    b. Biaya Bunga modal 5,84 5,54 (5,1%)

    c. Biaya Awak Bus 5,59 5,59 0,0%

    d. Biaya B B M 19,55 19,55 0,0%

    e. Biaya Ban 7,48 7,48 0,0%

    f. Biaya Pemeliharaan kendaraan 8,2 8,05 (1,8%)

    g. Retribusi terminal 0,34 0,34 0,0%

    h. STNK 0,39 0,23 (41,0%)

    i. Biaya kir bus 0,01 0,01 0,0%

    j. Biaya asuransi 2,48 2,36 (4,8%)

    Jumlah 65,77 64,22 (2,4%)

    2. Biaya tidak langsung 2,04 2,04 0,0%

    3. Total Biaya Per Penumpang (LF = 100 %) = 67,82 66,26 (2,3%)

    4. Biaya per Pnp-km untuk (LF 70%) 96,88 94,66 (2,3%)

    Tarif Dasar Batas Bawah 77,5 75,7 (2,3%)

    Tarif Dasar Batas Atas 116,3 113,6 (2,3%)

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    23

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. KESIMPULAN

    1. Terdapat pelanggaran tarif yaitu berupa penetapan tarif angkutan yang

    melebihi tarif batas atas sebagai ditetapkan dalam Peraturan Gubernur

    Nomor : 41 tahun 2005 pada 49 trayek (56 %) dari 87 trayek dengan

    pelayanan bus ekonomi yang disurvey;

    2. Penguranan BBn-KB dan PKB sebesar 40 % telah berhasil mengurangi

    biaya operasional sebesar 2.3 %, namun demikian hal ini kurang

    signifikan terhadap adanya penurunan tarif angkutan;

    3. Cukup tingginya pelanggaran trayek dan tidak adanya penurunan tarif

    meskipun adanya pengurangan BBn-KB dan PKB, hal ini dikarenakan :

    a. Dasar perhitungan yang berbeda antara Pemerintah dan Organda

    dengan pemilik kendaraan/ sopir khususnya untuk jenis kendaraan

    bus kecil dan sedang. Sebagaimana diketahui bahwa untuk angkutan

    umum jenis kendaraan bis sedang/ kecil sebagian besar dimiliki oleh

    perorangan (meskipun berbentuk Koperasi) dengan sistem operasi

    berupa setoran (penyewaan terhadap pengemudi), hal tersebut

    berbeda dengan asumsi perhitungan pemerintah yang berasumsi

    bahwa sopir/ kondektur adalah pegawai perusahaan dengan sistem

    operasi bukan berupa setoran.

    b. Karena hubungan antara permintaan angkutan dengan harga

    umumnya selalu negatif, maka dengan adanya kenaikan BBM yang

    diikuti kenaikan tarif menyebabkan permintaan jasa angkutan

    berkurang. Hal ini sangat berdampak besar mengingat kenaikan BBM

    pada bulan Oktober 2005 sangat tinggi yaitu sebesar 87.5 % untuk

    Bensin dan 104 % untuk Solar implikasinya maka penurunan terhadap

    permintaan jasa angkutanpun cukup tinggi.

    Penurunan permintaan jasa angkutan juga disebabkan adanya

    pengurangan daya beli masyarakat yang membuat masyarakat lebih

    selektif dan mengurangi melakukan perjalanan yang tidak perlu. Pada

  • ANALISIS TARIF AKDP DI JAWA BARAT

    24

    beberapa moda angkutan penurunan jumlah penumpang setelah

    adanya kenaikan BBM bisa mencapai 20 s/d 30 %. Padahal dalam

    perhitungan tarif angkutan load faktor yang dipergunakan adalah load

    faktor pada posisi 70 % untuk bis besar-sedang dan load faktor 100

    % untuk bis kecil.

    Variabel yang paling mudah untuk melihat adanya penurunan

    penumpang angkutan adalah dengan melihat adanya peningkatan

    kepemilikan sepeda motor yang cukup tinggi.

    B. SARAN

    Mempertimbangkan latar belakang/ penyebab adanya pelanggaran tarif

    sebagaimana dijelaskan di atas, maka kami sarankan hal-hal sebagai berikut :

    1. Melakukan pengkajian dan penyusunan kembali Metode perhitungan tarif

    dengan pendekatan pada sistem manajemen perusahaan angkutan yang

    umum dijalankan oleh PO di Jawa Barat khususnya untuk angkutan

    umum yang menggunakan kendaraan jenis kecil, termasuk dalam

    penetuan asumsi-asumsi sesuai dengan kondisi saat ini;

    2. Agar tarif angkutan umum dapat terjangkau sesuai dengan kemampuan

    masyarakat dan pemerintah dapat mengkontrol kebijakan tarif secara

    ketat, maka sudah selayaknya pemerintah menanggung bersama biaya

    operasional angkutan umum bersama operator angkutan, dengan cara

    meningkatkan pemberikan insentif atau public service obligation (PSO/

    subsidi) kepada angkutan umum kelas ekonomi. PSO Yang cukup

    signifikan terhadap penurunan biaya operasional taksi adalah berupa

    insentif terhadap BBM yang merupakan komponen penyusun tarif

    terbesar yaitu sebesar 28.88 %;

    3. Harus mulai diperhatikan secara serius mengenai penggunaan alternatif

    bahan bakar yang lain bagi kendaraan bermotor diantaranya adalah

    dengan penggunaan bahan bakar gas;