33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Awal mula berkembangnya gagasan dan konsep demokrasi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan situasi sosial politik masa kolonial pada tahun-tahun pertama abad 20 yang ditandai dengan beberapa perkembangan penting: Pertama, mulai terbuka terhadap arus informasi politik di tingkat global. Kedua, migrasi para para aktifis politik berhaluan radikal Belanda, umumnya mereka adalah para buangan politik, ke Hindia Belanda. Di wilayah yang baru ini mereka banyak memperkenalkan ide-ide dan gagasan politik modern kepada para pemuda bumiputera Ketiga, transformasi pendidikan di kalangan masyarakat pribumi Demokrasi sebagai sebuah konsep yang mengalami perkembangan sejarah yang amat kompleks itu dipahami dalam perspektif sosiologis. Di samping persoalan- persoalan yang menyangkut struktur dan budaya, demokrasi sering mendapatkan interpretasi yang bersifat lokal dan partikular yang tidak jarang malah menyingkirkan elemen-elemen yang bersifat universal. Praktek demokrasi Orde Baru diangkat sebagai kasus dan 1

anc4.files. file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

  • Upload
    haphuc

  • View
    223

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Awal mula berkembangnya gagasan dan konsep demokrasi di Indonesia

tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan situasi sosial politik masa kolonial

pada tahun-tahun pertama abad 20 yang ditandai dengan beberapa perkembangan

penting: Pertama, mulai terbuka terhadap arus informasi politik di tingkat global.

Kedua, migrasi para para aktifis politik berhaluan radikal Belanda, umumnya

mereka adalah para buangan politik, ke Hindia Belanda. Di wilayah yang baru ini

mereka banyak memperkenalkan ide-ide dan gagasan politik modern kepada para

pemuda bumiputera Ketiga, transformasi pendidikan di kalangan masyarakat

pribumi

Demokrasi sebagai sebuah konsep yang mengalami perkembangan

sejarah yang amat kompleks itu dipahami dalam perspektif sosiologis. Di samping

persoalan-persoalan yang menyangkut struktur dan budaya, demokrasi sering

mendapatkan interpretasi yang bersifat lokal dan partikular yang tidak jarang

malah menyingkirkan elemen-elemen yang bersifat universal. Praktek demokrasi

Orde Baru diangkat sebagai kasus dan sekaligus pijakan untuk melihat

kemungkinan mengembangkan sebuah wacana dan praktek demokrasi yang lebih

sejati di Indonesia. Pemahaman demokrasi sebagai sebuah proses, di samping

mengisyaratkan pentingnya usaha untuk membangun lembaga-lembaga politik

juga mengabarkan pentingnya masyarakat pada umumnya dan elit politik pada

khususnya mengembangkan kesadaran-kesadaran politik yang memungkinkan

interaksi di antara elemen-elemen demokrasi berlangsung secara konstruktif.

Sebagai sebuah konsep teoritis maupun politis, demokrasi jelas sekali

terikat oleh faktor-faktor kesejarahan yang terjadi di Eropa sepanjang abad 17

hingga 19. Prosesnya sendiri telah dimulai pada abad pertengahan ketika dunia,

khususnya Eropa, dilanda reformasi, dan kemudian revolusi, sosial. Reformasi

1

Page 2: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

intelektual yang mengubah Eropa, dan kemudian dunia, merupakan proses sosial

dan sejarah yang amat panjang.

Makalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami

bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, yang mungkin akan

bermanfaat bagi pembaca, utama kami selaku penyusun.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia ?

2. Apakah peranan masyarakat (civil society) dibutuhkan dalam proses

demokrasi ?

2

Page 3: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena

kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal

dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun,

arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah

berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi

di banyak negara.

Kata demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat,

dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai

pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat,

oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci

tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat

ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan

dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica)

dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk

diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah

(eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat

yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali

menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain,

misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri

anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan

aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.

3

Page 4: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable),

tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap

lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya

secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut

B. Perkembangan Demokrasi di Indonesia

1. Masa Demokrasi Liberal

Momentum historis perkembangan demokrasi setelah kemerdekaan di

tandai dengan keluarnya Maklumat No. X pada 3 November 1945 yang

ditandatangani oleh Hatta. Dalam maklumat ini dinyatakan perlunya

berdirinya partai-partai politik sebagai bagian dari demokrasi, serta rencana

pemerintah menyelenggarakan pemilu pada Januari 1946. Maklumat Hatta

berdampak sangat luas, melegitimasi partai-partai politik yang telah terbentuk

sebelumnya dan mendorong terus lahirnya partai-partai politik baru.

Pada tahun 1953 Kabinet Wilopo berhasil menyelesaikan regulasi

pemilu dengan ditetapkannya UU No. 7 tahun 1953 Pemilu. Pemilu

multipartai secara nasional disepakati dilaksanakan pada 29 September 1955

(untuk pemilhan parlemen) dan 15 Desember 1955 (untuk pemilihan anggota

konstituante). Pemilu pertama nasional di Indonesia ini dinilai berbagai

kalangan sebagai proses politik yang mendekati kriteria demokratis, sebab

selain jumlah parpol tidak dibatasi, berlangsung dengan langsung umum

bebas rahasia (luber), serta mencerminkan pluralisme dan representativ.

Fragmentasi politik yang kuat berdampak kepada ketidakefektifan

kinerja parlemen hasil pemilu 1955 dan pemerintahan yang dibentuknya.

Parlemen baru ini tidak mampu memberikan terobosan bagi pembentukan

pemerintahan yang kuat dan stabil, tetapi justru mengulangi kembali

fenomena politik sebelumnya, yakni gonta-ganti pemerintahan dalam waktu

yang relatif pendek.

4

Page 5: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

Ketidakefektifan kinerja parlemen memperkencang serangan-

serangan yang mendelegitimasi parlemen dan partai-partai politik pada

umumnya. Banyak kritikan dan kecaman muncul, bahkan tidak hanya

dilontarkan tokoh-tokoh anti demokrasi. Hatta dan Syahrir menuduh para

politisi dan pimpinan partai-partai politik sebagai orang yang

memperjuangkan kepentingannya sendiri dan keuntungan kelompoknya,

bukan mengedepankan kepentingan rakyat. Namun begitu, mereka tidak

menjadikan demokrasi parlementer sebagai biang keladi kebobrokan dan

kemandegan politik. Hal ini berbeda dengan Soekarno yang menempatkan

demokrasi parlementer atau demokrasi liberal sebagai sasaran tembak.

Soekarno lebih mengkritik pada sistemnya. Kebobrokan demokrasi liberal

yang sedang diterapkan, dalam penilaian Soekarno, merupakan penyebab

utama kekisruhan politik. Maka, yang paling mendesak untuk keluar dari

krisis politik tersebut adalah mengubur demokrasi liberal yang dalam

pandangannya tidak cocok untuk dipraktikkan di Indonesia. Akhirnya,

Soekarno menyatakan demokrasi parlementer tidak dapat digunakan untuk

revolusi.

2. Demokrasi Diktatorial (Dibawah Kepemimpinan Soekarno dan

Soeharto)

Dalam amanatnya kepada sidang pleno Konstitante di Bandung 22

April 1959, Soekarno dengan lugas menyerang konstituante, praktik

demokrasi liberal, dan menawarkan kembali konsepsinya tentang demokrasi

Indonesia yang disebutnya sebagai Demokrasi Terpimpin (Guided

Democracy)

Demokrasi Terpimpin Soekarno kemudian runtuh setelah terjadinya

peristiwa perebutan kekuasaan yang melibatkjan unsur komunis (PKI) dan

angkatan bersenjata, yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965.

Perebutan kekuasaan ini mengakibatkan hancurnya kekuasaan PKI serta

5

Page 6: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

secara bertahap berakhirnya kekuasaan Orde Lama Soekarno. Muncul

kekuasaan baru dibawah militer dibawah Letjen. Soeharto yang menyatakan

diri sebagai “Orde Baru”.

Konsepsi demokrasi Soeharto, rencana praksis politiknya, awalnya

tidak cukup jelas. Ia lebih sering mengemukakan gagasan demokrasinya, yang

kemudian disebutnya sebagai Demokrasi Pancasila, dalam konsep yang sangat

abstrak. Pada dasarnya, konsep dasar Demokrasi Pancasila memiliki titik

berangkat yang sama dengan konsep Demokrasi Terpimpin Soekarno, yakni

suatu demokrasi asli Indonesia. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang

sesuai dengan tradisi dan filsafat hidup masyarakat Indonesia. Demokrasi

Pancasila merupakan demokrasi yang sehat dan bertanggungjawab,

berdasarkan moral dan pemikiran sehat, berlandaskan pada suatu ideologi

tunggal, yaitu Pancasila.

Langkah politik awal yang dilakukan Soeharto untuk membuktikan

bahwa dirinya tidak anti demokrasi adalah dengan merespons penjadwalan

pelaksanaan pemilihan umum (pemilu), sebagaimana dituntut oleh partai-

partai politik. Soeharto sendiri pada hakekatnya tidak menghendaki pemilu

dengan segera, sampai dengan terkonsolidasikannya kekuatan Orde Baru.

Sebagai upaya lanjut mengatasi peruncingan ideologi Soeharto melakukan

inisiatif penggabungan partai politik pada 1973, dari 10 partai menjadi 3

partai politik (Partai Persatuan Pembangunan, Golkar, Partai Demokrasi

Indonesia). Golkar sendiri yang notabene, dibentuk dan dikendalikan oleh

penguasa tidak bersedia menyatakan diri sebagai parpol melainkan organisasi

kekaryaan. Fusi atau penggabungan partai ini merupakan wujud kekesalan

Soeharto terhadap parpol dan hasratnya untuk membangun kepolitikan

kekeluargaan. Menjaga citra sebagai negara demokrasi terus dijaga oleh rezim

Orde Baru.

6

Page 7: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

Terhadap tuntutan demokrasi yang berkembang kuat sejak

pertengahan 1980-an, sebuah momen perkembangan yang oleh Huntington

dinamakan gelombang demokrasi ketiga. Soeharto menjawab dengan

kebijakan mulur mungkret liberalisasi politik terbatas, yang oleh para

pengkritik disebut sebagai demokrasi seolah-olah (democracy as if), tetapi

sekaligus mempertahankan instrumen represif terhadap kelompok yang

mencoba-coba keluar dari aturan “main” yang ditentukan rezim.

Praktik democracy dictatorship yang diterapkan Soeharto mulai

tergerus dan jatuh dalam krisis bersamaan dengan runtuhnya mitos ekonomi

Orde Baru sebagai akibat terjadinya krisis moneter mulai 1997. Krisis

moneter yang semakin parah menjadikan porak porandanya ekonomi nasional

yang ditandai dengan runtuhnya nilai mata uang rupiah, inflasi, tingginya

angka pemutusan hubungan kerja (PHK), dan semakin besarnya

pengangguran. Krisis ekonomi memacu berlangsungya aksi-aksi protes

dikalangan mahasiswa menuntut Soeharto mundur.

3. Demokrasi Pasca Orde Baru (Era Reformasi)

Dalam konteks Indonesia pasca Orde Baru upaya reformasi

institusional atau kelembagaan sebenarnya telah dimulai pada era

pemerintahan BJ Habibie yang ditandai dengan perubahan UU Pemilu, UU

Kepartaian, dan UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD (UU

Susduk). Atas dasar perubahan itu maka pemilu bebas dan demokratis

pertama pasca Orde Baru diselenggarakan pada Juni 1999. Pemilu di bawah

sistem multipartai tersebut kemudian menghasilkan DPR, MPR dan

pemerintah baru yang mengagendakan reformasi konstitusi melalui empat

tahap perubahan (amandemen), yakni amandemen pertama (1999) dan kedua

(2000) pada era Presiden Abdurrahman Wahid, serta amandemen ketiga

(2001) dan amandemen keempat (2002) pada era Presiden Megawati

Soekarnoputeri.

7

Page 8: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

Tampak mulai disadari, kendati agak terlambat, bahwa konsensus

prosedural dalam rangka efektifitas format politik baru tak mungkin dicapai

tanpa reformasi konstitusi karena sistem demokrasi yang stabil hanya bisa

tumbuh jika konsitusi yang memayunginya cukup memadai untuk itu. Para

ahli yang mendalami masalah transisi demokrasi menggarisbawahi pentingnya

reformasi konstitusi sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses transisi

menuju konsolidasi demokrasi.

Amandemen atas UUD 1945 pada akhirnya memang berhasil

dilakukan, namun sulit dibantah bahwa dalam realitasnya perubahan yang

dilakukan oleh MPR atas konstitusi tersebut cenderung bersifat tambal sulam.

Paling kurang ada tiga kelemahan mendasar pada hasil amandemen yang

dilakukan Badan Pekerja MPR atas UUD 1945 sehingga diperlukan suatu

komisi konstitusi yang bersifat independen, dibentuklah Mahkamah

Konstitusi. Kelemahan tersebut adalah pertama, proses amandemen yang

cenderung terjebak pada kepentingan jangka pendek dari elite partai-partai di

parlemen. Kedua, kualitas dan substansi perubahan yang cenderung

inkonsisten dan tambal-sulam satu sama lain. Dan ketiga, format legal

drafting perubahan yang tidak sistematik dan tak terpola serta

membingungkan sehingga menyulitkan pemahaman atasnya sebagai hukum

dasar.

Dalam konteks substansi hasil amandemen, di satu pihak hendak

dibangun sistem pemerintahan presidensiil yang kuat, stabil, dan efektif,

namun di sisi lain obsesi besar tersebut tidak didukung oleh struktur

perwakilan bicameral yang kuat pula. Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah

(DPD) yang semestinya merupakan salah satu “kamar” dari sistem perwakilan

dua-kamar, bahkan tak jelas karena kekuasaan dan hak-haknya yang sangat

terbatas. Tidak mengherankan jika para anggota DPD dewasa ini

mempertanyakan relevansi keberadaan mereka dalam sistem yang berlaku.

Sebaliknya, para politisi di Panitia Ad-Hoc I MPR selaku penyusun konstitusi

8

Page 9: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

justru makin memperkuat posisi, kedudukan, kekuasaan, dan hak-hak DPR

melebihi yang seharusnya dimiliki oleh DPR dalam konteks sistem

presidensiil.

Selain itu, UUD 1945 hasil amandemen tidak melembagakan

berlakunya mekanisme checks and balances di antara cabang-cabang

kekuasaan pemerintahan utama, yakni lembaga eksekutif-legislatif pada

khususnya dan eksekutif-legislatif-yudikatif pada umumnya. Di satu pihak,

suatu UU dapat tetap berlaku apabila dalam waktu 30 hari tidak disahkan oleh

Presiden, namun di pihak lain Presiden tidak memiliki semacam hak veto

untuk menolak UU yang telah disetujui DPR. Padahal tegaknya prinsip

checks and balances bersifat mutlak karena menjadi salah satu fondasi utama

bagi stabilitas dan efektifitas sistem pemerintahan presidensiil. Urgensi

prinsip saling mengawasi secara seimbang itu diabaikan pula oleh konstitusi

hasil amandemen dalam hal relasi DPR sebagai representasi perwakilan rakyat

dan DPD sebagai representasi perwakilan wilayah.

Substansi hasil amandemen yang juga tidak koheren dan inkonsisten

dengan kebutuhan pembentukan sistem presidensiil yang kuat dan efektif

adalah kedudukan dan kelembagaan MPR, serta ketidakjelasan tata-hubungan

lembaga yudikatif menyusul keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) dan

Komisi Yudisial (KY) selain Mahkamah Agung (MA) yang telah ada

sebelumnya. MPR yang semestinya merupakan sidang gabungan (joint

session) antara DPR dan DPD justru menjadi lembaga permanen dengan

kepemimpinan permanen pula.

Reformasi kelembagaan yang cenderung tambal-sulam dan

mengabaikan koherensi dan konsistensi juga tercermin dalam UU bidang

politik –UU Partai Politik (No. 31/2002), UU Pemilu (No. 12/2003), UU

Pemilu Presiden (No. 23/2003), dan UU Susduk (No. 22/2003)—dalam

rangka Pemilu 2004. Secara teoritis, pilihan atas sistem pemilu seharusnya

merupakan konsekuensi logis dari pilihan terhadap sistem perwakilan,

9

Page 10: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

sedangkan pilihan atas sistem kepartaian adalah konsekuensi logis dari pilihan

terhadap sistem pemilu. Namun dalam realitasnya kita mempertahankan

sistem proporsional (proportional representation system) untuk pemilu

legislatif, suatu pilihan politik sebenarnya tidak tepat karena sistem

proporsional merupakan basis bagi terbentuknya sistem multipartai. Padahal,

sistem presidensiil tak akan pernah bisa bekerja efektif apabila fragmentasi

dan polarisasi partai terlalu tinggi seperti sistem multipartai yang berlaku

dewasa ini.

Selain problematik yang dikemukakan di atas, reformasi kelembagaan

yang tambal-sulam juga tampak dari diabaikannya urgensi keberadaan UU

Lembaga Kepresidenan. Di dalam suatu UU Lembaga Kepresidenan tak

hanya bisa diatur wilayah politik yang menjadi kewenangan Wakil Presiden --

karena terbatasnya pengaturan oleh konstitusi— melainkan juga format

kabinet yang seharusnya berlaku untuk memperkuat dan mengefektifkan

pemerintahan presidensiil. Disharmoni relasi Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla tak perlu terjadi seandainya ada

pengaturan yang jelas mengenai apa saja sesungguhnya wilayah kewenangan

Wapres dalam “membantu” Presiden. Begitu pula, tarik-menarik kepentingan

partai-partai politik dalam pembentukan kabinet atau dalam isu reshuffle

kabinet tak perlu terjadi jika Presiden cukup percaya diri bahwa

pemerintahannya bukanlah kabinet partai-partai atau koalisi partai seperti

berlaku di dalam sistem parlementer. Di sisi lain, para politisi partai kita

semestinya menyadari bahwa mandat dan legitimasi Presiden dalam suatu

sistem presidensial tidak berasal dari parlemen ataupun partai-partai,

melainkan dari rakyat secara langsung.

Pengalaman lebih dari sewindu reformasi memperlihatkan bahwa

hampir selalu terdapat kesenjangan antara obsesi para wakil rakyat dengan

tindakan, perilaku, dan pilihan politiknya. Dalam konteks sistem

pemerintahan misalnya, di satu pihak para politisi mengobsesikan sistem

10

Page 11: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

presidensiil, tetapi di pihak lain tindakan dan perilaku politik mereka

cenderung berorientasi parlementer. Kecenderungan perilaku parlementarian

itu pula yang tampak di balik isu tarik-menarik dukungan terhadap

pemerintahan sekarang ini.

C. Demokrasi sebagai Pengalaman Kultural

Sejak dua dekade terakhir dunia menyaksikan kemajuan yang luar biasa

dalam perkembangan demokrasi. Sejak 1972 jumlah negara yang mengadopsi

sistem politik demokrasi telah meningkat lebih dari dua kali lipat, dari 44 menjadi

107. Dari 187 negara saat ini di dunia, lebih dari 58 persen di antaranya

mengadopsi pemerintahan demokratis, masing-masing dengan variasi sistem

politik tertentu. Kecenderungan ini menguat terutama setelah jatuhnya

pemerintahan komunis di akhir tahun 80-an dan karenanya telah menjadikan

demokrasi sebagai “satu-satunya alternatif yang sah terhadap berbagai bentuk

rejim otoritarian”. Secara sosiologis mungkin ini merupakan salah satu perubahan

terpenting yang menandai tahun-tahun akhir milineum kedua; sebuah

perkembangan yang oleh Huntington dikonseptualisaikan sebagai “gelombang

ketiga demokratisasi”.

Secara konseptual, pembangunan demokrasi di sebuah negara tidak lagi

dilihat sebagai hasil-hasil dari tingkat modernisasi yang lebih tinggi sebagaimana

ditunjukkan melalui indikator-indikator kemakmuran, struktur kelas borjuasi, dan

independensi ekonomi dari aktor-aktor eksternal. Melainkan, lebih dilihat sebagai

hasil dari interaksi-interaksi dan pengaturan-pengaturan strategis di antara para

elit, pilihan-pilihan sadar atas berbagai bentuk konstitusi demokratis, dan sistem-

sistem pemilihan umum dan kepartaian. Pemikiran ini didasarkan pada

argumentasi sentral bahwa pengalaman Barat tentang demokrasi tidak akan dapat

diulang dengan arah yang sama di negara-negara sedang berkembang.

Sebagai sebuah konsep teoritis maupun politis, demokrasi jelas sekali

terikat oleh faktor-faktor kesejarahan yang terjadi di Eropa sepanjang abad 17

11

Page 12: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

hingga 19. Prosesnya sendiri telah dimulai pada abad pertengahan ketika dunia,

khususnya Eropa, dilanda reformasi, dan kemudian revolusi, sosial. Reformasi

intelektual yang mengubah Eropa, dan kemudian dunia, merupakan proses sosial

dan sejarah yang amat panjang, bahkan prinsip-prinsip dasarnya mungkin telah

diawali dengan diperkenalkannya institusi modern yang disebut dengan

universitas. Dalam buku klasiknya yang terkenal itu, The Triumph of Science and

Reason, Nussbaum dengan jelas memberikan ilustrasi sejarah tentang bagaimana

masyarakat modern Eropa digerakkan oleh berbagai kekuatan yang saling

berkaitan. Dalam hal demikian itu, Nussbaum menyebut faktor-faktor seperti

surutnya monopoli institusi gereja, kemudian negara, dalam mengkontrol

‘kebenaran’ (yang memberi arti penting bagi diletakkannya tradisi berpikir bebas

yang menghasilkan revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad-abad

selanjutnya), dan mulai surutnya masyarakat feodal diakhir abad ketujuhbelas,

sebagai sejarah yang sangat penting dalam menentukan perkembangan sosial,

seperti, parlementarisme dan pengakuan terhadap civil liberties.

Sampai dengan tahun 60-an dan 70-an, penelitian-penelitian tentang

demokrasi, sebagaimana ditunjukkan oleh hasil kerja dari Lipset (1959), Almond

dan Verba (1963), Dahl (1971), O’Donnell (1979), banyak didominasi oleh upaya

untuk menemukan kondisi-kondisi dan persyaratan-persyaratan lainnya yang

diperlukan guna munculnya sebuah demokrasi yang stabil. Dalam

perkembangannya sampai dengan dekade lalu, studi tentang demokrasi diwarnai

terutama oleh upaya untuk memahami dinamika dari transisi demokratis dan

konsolidasi. Hanya dalam beberapa tahun belakangan ini terjadi pergeseran arah

studi mengenai demokrasi. Penelitian belakangan ini memfokuskan perhatiannya

pada peran para pemimpin politik dan elit strategis lainnya dalam proses

demokrasi.

Dalam ikhwal ini banyak para ahli ilmu sosial dewasa ini cenderung

untuk berpikir bahwa transisi menuju demokrasi, khususnya di negara-negara

sedang berkembang, jarang sekali merupakan hasil dari faktor-faktor yang

12

Page 13: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

digerakkan oleh tindakan-tindakan politik massa. Dengan kata lain, kesuksesan

dalam proses perubahan dan konsolidasi menuju demokrasi lebih banyak

ditentukan oleh para elit politik , di samping perkembangan politik yang

berlangsung di tingkat global dan internasional. Beberapa bahkan berargumentasi

bahwa sesungguhnya demokrasi semestinya diperlakukan sebagai suatu hasil

yang dapat direkayasa secara sosial sepanjang terdapat craftsmanship di kalangan

para elit politik. . Cara pandang semacam ini jelas menolak argumentasi yang

menganggap bahwa demokrasi tak dapat ditranplantasikan di tanah asing, di luar

konteks sosial dan budaya di mana demokrasi itu pada awalnya dikembangkan.

Mengikuti argumentasi ini, tulisan ini mengambil posisi teoritis yang

mengasumsikan bahwa pada dasarnya perubahan menuju demokrasi di Indonesia

akan menjadi lebih feasible apabila para elit politik Indonesia sebagai agen

perubahan sosial memiliki peralatan-peralatan teoritis yang memadai untuk

memahami dan terlibat dalam proses-proses transisi demokrasi. Ini berarti, faktor-

faktor yang berhubungan dengan budaya dan struktur politik tidak dilihat sebagai

struktur operasional yang konstan dan stabil, melainkan dilihat sebagai arena

diskursus yang dinamis yang melibatkan proses-proses konstruksi dan

dekonstruksi dari para individu sebagai agen, khususnya para elitnya , daripada

semata-mata sebagai representasi dari struktur.

Bukti-bukti empiris terhadap kecenderungan semacam ini sebenarnya

dapat dilihat dari makin meluasnya gerakan-gerakan oposisi di Indonesia yang

mulai marak pada awal tahun 90-an yang pada dasarnya digerakkan oleh elit dari

berbagai golongan, misalnya intelektual, mahasiswa, buruh, dan LSM, daripada

oleh kekuatan-kekuatan yang secara langsung tumbuh dari massa. Ini tidak berarti

bahwa saya mengartikan tidak terdapat masalah yang serius dalam ikhwal itu.

Perbedaan yang besar di antara diskursus resmi dan diskursus alternatif tentang

bagaimana demokrasi itu dikonstruksikan merupakan satu persoalan besar yang

menghadang masa depan demokrasi di Indonesia. Dalam uraian-uraian berikut

ini, saya mencoba memfokuskan perhatian pada isu tentang bagaimana format

13

Page 14: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

politik yang berkembang selama Orde Baru ini menghasilkan pemahaman budaya

politik yang khas yang ditandai oleh hadirnya interpretasi resmi atas Demokrasi

Pancasila sebagai basis legitimasi spiritual dan Pembangunan sebagai basis

legitimasi material.

D. Peran Civil Society

Oligarki politik lebih terkorekasi dengan baik jika masyarakat sipil (civil

society) diperkuat dan lebih berperanan terhadap proses perkembangan dan arah

reformasi di Indonesia. Civil society yang dimaksud di sini adalah institusi sosial

yang merdeka, bebas dari pengaruh negara, dan oleh sebab itu bersifat mandiri

dan otonom. Oligarki sebagai sebuah konsep dikembangkan secara sistematik

oleh Aristoteles dan mengacu pada entitas politik yang sederhana dan homogen

sehingga kekuasaan dilaksanakan oleh segelintir orang, dilakukan dengan

komando, tanpa partisipasi, tanpa negosiasi, tanpa kompromi di antara kekuatan

yang pluralistik. Masyarakat sipil harus berjuang keras demi masa depan bangsa

yang lebih baik dengan menyelamatkan proses reformasi yang dewasa ini sedang

berlangsung.

Politik oligarkis telah menghasilkan berbagai undang-undang, antara lain

UU Susunan dan Kedudukan Anggota Parlemen, UU Pemilu Legislatif dan UU

Pemilihan Presiden/Wakil Presiden secara langsung yang didasarkan atas

kompromi-kompromi politik yang sangat oportunistik. Pada gilirannya UU yang

demikian hanya akan menghasilkan elite-elite politik baru yang tidak akan peduli,

apalagi memihak kepada keprihatinan dan kepentingan rakyat banyak.

Undang-undang hanya sebagai instrumen untuk meneguhkan kekuasaan

dan hanya memberikan sedikit ruang bagi kontrol masyarakat terhadap

masyarakat politik. Akibatnya, jumlah peraturan perundangan yang telah

diproduksi oleh lembaga perwakilan selama masa reformasi tidak ada korelasi

yang positif dengan penegakan hukum. Hasil pemilihan umum 2004 sebagai

pemilu kedua pasca Orde Baru secara nyata telah menghasilkan masyarakat

14

Page 15: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

politik yang tidak jauh berbeda kualitasnya (dalam arti mempunyai komitmen

yang konsisten terhadap aspirasi, kehendak, dan keprihatinan masyarakat

layaknya pemilu orde baru dahulu). Artinya, agenda proses reformasi tidak dapat

hanya diserahkan kepada masyarakat politik.

Di sinilah perlunya penyadaran masyarakat secara terus-menerus bahwa

setiap pemilihan umum harus dapat dijadikan sebagai peradilan rakyat. Artinya,

rakyat harus dicerahkan agar dapat mengetahui kandidat-kandidat anggota

parlemen serta kandidat presiden/wakil presiden yang pantas dipilih pada pemilu

2009. Para kandidat yang bermasalah dalam kaitannya dengan skandal KKN,

perusak lingkungan, pelanggar HAM, dan hal buruk lainnya harus dihukum

dengan cara tidak memilih mereka kembali dalam pemilu 2009. Sementara itu

bagi para kandidat yang bersih dan telah menunjukkan komitmen dan kinerjanya

bagi kepentingan rakyat, serta bagi mereka yang tidak mempunyai permasalahan

dengan hal-hal di atas, dapat dipilih kembali.

Intinya, persoalan yang sangat mendesak untuk dijawab adalah

bagaimanakah peran masyarakat sipil dalam menyelamatkan proses transformasi

politik dewasa ini dan nasib bangsa ke depan? Sebab, kegagalan penerapan

agenda demokratisasi yang tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan hidup

rakyat, ditambah lagi dengan rendahnya tingkat ketertiban sosial, penegakan

hukum serta tekanan kehidupan sehari-hari yang semakin berat telah

menyebabkan meningkatnya keraguan masyarakat terhadap manfaat proses

reformasi.

Jawaban terhadap persoalan tersebut tentu tidak mudah, tetapi secara

umum dapat disebutkan bahwa tindakan yang sangat perlu dilakukan adalah

memperkuat masyarakat sipil. Tetapi sekali lagi, hal itu tidak sederhana

mengingat beberapa hal sebagai berikut. Pertama, masyarakat sipil yang

mempunyai andil besar terhadap tumbangnya rezim yang otoriter adalah

masyarakat sipil yang terbatas pada kalangan tertentu dan elitis, antara lain

mereka itu adalah kalangan mahasiswa dan dosen (civitas akademika), pekerja

15

Page 16: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

profesional termasuk pengacara, budayawan, wartawan, dan aktivis dari berbagai

organisasi kemasyarakatan.

Kedua, gerakan demokratisasi menumbangkan Orde Baru lebih

merupakan upaya menjatuhkan rezim otoriter, tetapi tidak disertai dengan agenda

yang jelas dan menyeluruh mengenai proses reformasi selanjutnya. Penyusunan

agenda semacam itu tidak mudah mengingat proses reformasi tidak berhasil

memisahkan secara hitam-putih, siapa yang dapat dikategorikan sebagai kaum

reformis murni dan siapa yang sesungguhnya yang masih menjadi bagian, bahkan

inti dari kekuatan sebelumnya.

Ketidakjelasan kategorisasi tersebut mengakibatkan proses perubahan

sangat terkontaminasi dengan kekuatan yang sebenarnya ingin mempertahankan

tatanan lama, setidak-tidaknya secara oportunistik mereka berpura-pura menjadi

tokoh atau agen perubahan, tetapi sebenarnya hanya benalu yang justru akan

mematikan benih-benih demokrasi.

Ketiga, watak elitis dari gerakan prodemokrasi berimbas kepada

pendekatan selanjutnya dalam mengelola proses perubahan. Gerakan

prodemokrasi lebih mengandalkan pendekatan yang elitis berupa tekanan-tekanan

terhadap elite politik baik melalui forum public discourse, memobilisasi massa

untuk memberikan pressure pada kebijakan yang dianggap tidak adil, dan

pendekatan-pendekatan yang lebih personal tetapi mengabaikan konstituensi yang

sebenarnya mempunyai kepentingan terhadap suatu masalah yang sedang

diperjuangkan.

Pendekatan elitis dalam melakukan agenda perubahan dengan

menempatkan sebagai posisi lawan bila berhadapan dengan masyarakat politik

yang mempunyai otoritas dalam pengambilan keputusan menjadi tidak efektif.

Misalnya kasus-kasus korupsi yang telah dibongkar oleh berbagai komponen

masyarakat dan kemudian menjadi lebih transparan setelah dijadikan diskusi

terbuka di media massa, tetapi begitu kasus tersebut masuk lembaga penegak

16

Page 17: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

hukum atau lembaga peradilan kasus tersebut menjadi tidak jelas ujung

pangkalnya.

Menghadapi tantangan yang sedemikian besar, apakah masyarakat sipil

mempunyai kekuatan untuk menanggulanginya? Untuk menjawab pertanyaan itu

mungkin perlu sedikit menengok ke belakang mengenai keberadaan masyarakat

sipil di Indonesia. Sepanjang sejarah politik Indonesia modern, eksistensi

masyarakat sipil di Indonesia mengalami pasang surut. Keberadaan serta

perannya berbanding terbalik dengan tingkat kontrol negara terhadap masyarakat.

Semakin ketat kontrol negara terhadap aktivitas masyarakat semakin kecil

peranan dan eksistensi masyarakat sipil. Sebaliknya, semakin demokratis suatu

negara semakin berkembang dan signifikan peranan masyarakat sipil.

Dengan mencermati secara singkat pasang surut dan perkembangan

historis keberadaan masyarakat sipil, sangat jelas bahwa masyarakat sipil

mempunyai peran dan kontribusi yang sangat besar dalam proses demokrasi. Bila

hal itu dikaitkan dengan konteks kehidupan politik dewasa ini dan arah

perkembangan politik ke depan, maka dalam menyusun strategi penguatan

masyarakat sipil pertama-tama perlu ditekankan bahwa perjuangan melawan

rezim diktator berbeda dengan perjuangan mewujudkan kehidupan demokrasi.

Kekuatan masyarakat sipil ternyata telah mampu menjatuhkan sistem

kekuasan yang otoriter. Tetapi masyarakat sipil karena watak dan ruang lingkup

perjuangannya tidak begitu mudah mewujudkan demokrasi. Sebab, mengukir

demokrasi secara mutlak memerlukan pembangunan institusi politik baru yang

dapat menopang demokrasi serta mengembangkan kultur demokrasi. Khususnya

budaya patronage politik dan mental serta paradigma baru yang menempatkan

pemimpin adalah hamba atau pelayan rakyat dan bukan satrio piningit apalagi

tuan atau ratu adil yang dengan tuahnya dapat mengubah Indonesia menjadi

surga. Oleh karena itu perjuangan masyarakat sipil ke depan perlu dilakukan

melalui suatu kerangka strategi sebagai berikut.

17

Page 18: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

Pertama, melakukan assesment terhadap masalah yang paling mendasar

yang dihadapi bangsa dalam masa transisi dewasa ini. Pembacaan terhadap proses

politik selama lebih kurang sembilan tahun terakhir ini, masalah yang sangat

fundamental adalah justru perilaku masyarakat politik yang korup dan kolutif

adalah penyebab utama proses reformasi terancam gagal. Oleh sebab itu gerakan

nasional perlu melakukan identifikasi terhadap mereka yang akan duduk dalam

lembaga-lembaga politik dan negara. Selain itu kontrol terhadap mereka harus

secara terus-menerus dilakukan.

Kedua, masyarakat sipil perlu melakukan konsolidasi ideologi dan

jaringan sehingga efek dari suatu gerakan akan lebih besar. Dalam hal ini,

hubungan dan komunikasi antara pusat dan daerah sangat diperlukan. Selain itu

pengorganisasian konstituensi berbasis kepentingan dan organisasi massa, seperti

buruh, petani, nelayan, perlu dilakukan. Kedua, para aktivis prodemokrasi agar

bersedia berjuang juga dalam tataran political society. Terus terang harus diakui

bahwa medan perjuangan ini cukup berat karena para aktivis dihadapkan kepada

dua lawan utama, yaitu pertama kekuatan konservatif yang tetap menginginkan

struktur kekuasaan otoritarian. Kedua, melawan diri sendiri terhadap godaan

politik yang mungkin sangat menggiurkan.

Ketiga, gerakan prodemokrasi bekerja sama dengan elite politik dalam proses kebijakan publik tetapi tidak ikut menjadi bagian dari masyarakat politik (cooperation without cooptation). Hal itu dapat dilakukan dengan membentuk forum diskusi secara lebih permanen untuk membicarakan dan merumuskan rencana kebijakan yang dianggap cukup strategis.

Dengan mencermati perkembangan politik selama lebih kurang sembilan tahun dapat diproyeksikan bahwa politik Indonesia ke depan akan sangat diwarnai oleh pertarungan antara masyarakat sipil dan masyarakat politiknya (civil society vis a vis political society). Peran masyarakat sipil akan semakin berkurang sejalan dengan pembangunan lembaga-lembaga politik yang dapat menopang bangunan demokrasi serta kultur politik demokratis yang akan memberikan roh bagi kehidupan demokrasi.

18

Page 19: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan panjang di atas, kami dapat menyimpulkan bahwa pada

dasarnya demokrasi di Indonesia sampai saat ini belum berjalan sesuai dengan

apa yang diinginkan masyarakat. Demokrasi seakan dikekang oleh keinginan-

keinginan para elit politik yang “bermain” atas nama seluruh rakyat. Namun

kenyataannya, mereka justru menyengsarakan rakyat demi kepentingan pribadi

dan golongannya.

Untuk itu peran masyakat sipil (civil society) sangat dibutuhkan, dalam

memperbaiki proses demokrasi di Indonesia. Masyarakat harus ikut mengawasi

jalannya proses demokrasi, agar hak-hak rakyat tidak terabaikan oleh para

pemimpin bangsa dan elit politik.

B. Saran

1. Kepada seluruh lapisan masyarakat, hendaknya ikut mengawasi dan berperan

aktif dalam proses demokrasi.

2. Kepada para politikus, jangan jadikan demokrasi untuk meraup keuntungan

pribadi yang dapat merugikan masyarakat

3. Kepada pemerintah, hendaknya mengeluarkan peraturan perundang-undangan

yang betul-betul dapat menjadi pegangan yang kuat dan berpihak kepada

rakyat.

19

Page 20: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, 2008. Demokrasi di Indonesia. www.wikipedia.com. Diakses Tanggal 22 Oktober 2008.

Damayanti, 2008. Sejarah Perkembangan Demokrasi. www.google.co.id. Diakses

Tanggal 22 Oktober 2008

Khaerul, 2008. Demokrasi. www.google.co.id. Diakses Tanggal 22 Oktober 2008.

Sutrisno, 2007. Proses Demokrasi di Indonesia. www.yahoo.com. Diakses Tanggal

23 Oktober 2008.

Triyadi, 2008. Demokrasi dan Implikasinya pada Pengembangan Lembaga

Legislatif. www.google.co.id.

20

Page 21: anc4.files.   file · Web viewMakalah ini kami susun sebagai bahan kajian untuk memahami bagaimana proses perkembangan demokrasi di Indonesia, ... Masa Demokrasi Liberal

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3

A. Pengertian Demokrasi .................................................................... 3

B. Perkembangan Demokrasi di Indonesia ......................................... 4

C. Demokrasi Sebagai Pengalaman Kultural ...................................... 11

D. Peran Civil Society ........................................................................ 14

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 19

A. Kesimpulan .................................................................................... 19

B. Saran .............................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

21ii