24
Anestesi dan Sistim Endokrin I. KELENJAR TIROID A. Metabolisme dan Fungsi Tiroid 1 Tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) adalah regulator utama dari aktivitas metabolik seluler. Kelenjar tiroid hanya bertanggung jawab untuk sekresi harian T4 (80-100 µg per hari, waktu paruh 6-7 hari). Sekitar 80% T3 diproduksi oleh deiodinasi ekstratiroid dari T4 (waktu paruh 24-30 jam). Sintesis hormon tiroid dihasilkan melalui empat tahap. Efek berlebihan hormon tiroid (hiperadrenergik) kebanyakan dimediasi oleh T3. TABEL. Efek Triiodotironin pada Konsentrasi Reseptor 1 Meningkatkan jumlah reseptor β Menurunkan jumlah reseptor kolinergik jantung

Anestesi Dan Sistim Endokrin

Embed Size (px)

Citation preview

Anestesi dan Sistim Endokrin

I.   KELENJAR TIROIDA.  Metabolisme dan Fungsi Tiroid1

Tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) adalah regulator utama dari aktivitas metabolik seluler. Kelenjar tiroid hanya bertanggung jawab untuk sekresi harian T4 (80-100 µg per hari, waktu paruh 6-7 hari). Sekitar 80% T3 diproduksi oleh deiodinasi ekstratiroid dari T4 (waktu paruh 24-30 jam). Sintesis hormon tiroid dihasilkan melalui empat tahap.

Efek berlebihan hormon tiroid (hiperadrenergik) kebanyakan dimediasi oleh T3.

TABEL. Efek Triiodotironin pada Konsentrasi Reseptor 1

Meningkatkan jumlah reseptor βMenurunkan jumlah reseptor kolinergik jantung

B.  Tes Fungsi Tiroid 1

TABEL. Tes Fungsi Tiroid                                            Serum Tiroksin    Serum Triiodotironin       Pengikat Hormon Tiroid          Perangsang TiroidHipertiroidisme                   Meningkat              Meningkat                     Meningkat                              Normal atau rendahHipotiroidisme primer        Menurun                 Normal s/d menurun     Menurun                                 MeningkatHipotiroidisme sekunder    Menurun                 Menurun                       Menurun                                 MenurunKehamilan                           Meningkat               Normal                                                                         Normal

C.  Hipertiroidisme

1.    Perioperatif

1.  Pemeriksaan Fisis

Menentukan pembesaran leher karena struma :

Tiroid berada di regio koli anterior yang mempunyai batas-batas m.sterno

kleidomastoideus, m. digastrikus, dan manubrium sterni. Tiroid di luar regio tersebut 

disebut sebagai tiroid ektopik atau struma aberans.

Tiroid terdiri dari dua lobus kanan dan kiri, yang masing-masing dihubungkan oleh satu

lobus piramidalis yang berada di garis media  melekat pada kartilago tiroidea dan

terdapat di fasia koli media. Karena kartilago tiroidea melekat pada trakea, maka pada

pergerakan trakea misal sewaktu menelan, maka tiroid juga ikut bergerak

Bila terjadi pembesaran di leher yang berasal dari tiroid, akan tampak pembesaran ini

bergerak naik turun sewaktu menelan.

Manisfestasi klinis : Berat badan menurun,  Intoleransi panas, Kelemahan otot, Diare,

Refleks hiperaktif, Kecemasan,  Tremor, Eksoftalmus, Goiter, Kelainan jantung  (sinus

takikardi, atrial fibrilasi dan CHF)

2.     Laboratorium   : T4 total, T3 serum, FT4

3.     BMR                :   0,75 {(0,74 (sistole-diastole) + N) } - 72

      Nilai normal : - 10 s/d 10

4.      Wayne IndekSubyektif Obyektif Ada tidak

Dispneu d’effort + 1 Tiroid teraba + 3 - 3Palpitasi + 2 Bruid tiroid + 2 - 2Lelah + 2 Eksoftalmus + 2Suka panas - 5 Lid retraksi + 2Suka dingin + 5 Lid lag + 2Keringat banyak + 2 Hiperkinesis + 4 -2Nervous +2 Tangan panas + 2 -2Napsu makan meningkat + 3 Tangan basah +1 -1Napsu makan menurun - 3 Nadi < 80 x / mnt - 3Berat badan meningkat - 3 Nadi 80 -90 x/mnt -Berat badan menurun + 3 Nadi > 90 x / mnt + 3

Fibrilasi atrium + 4   < 11                             : Eutiroid11 – 18      : Tidak jelas ada hipertiroid   > 19                              : Hipertiroid

2.   Pengobatan dan pertimbangan anestesi1

Kombinasi propanolol (efektif dalam mengurangi manifestasi dari aktivitas saraf simpatis yang berlebihan, terbukti dengan denyut jantung <90 kali/menit) dan potasium iodida (menghambat pelepasan hormon) efektif pada pasien “eutiroid” sebelum pemberian anestesi dan pembedahan. Esmolol dapat diberikan terus-menerus secara intravena untuk mempertahankan denyut jantung <90 kali/menit.

Tujuan penanganan intraoperatif adalah pencapaian anestesi yang dalam (biasanya dengan isofluran atau desfluran) yang mencegah eksaggregasi sistem saraf simpatis yang berespon terhadap rangsangan pembedahan. Obat-obat yang mengaktivasi sistem saraf simpatis (ketamin) atau meningkatkan denyut jantung (pankuronium) tidak dianjurkan untuk digunakan.

Apabila memilih anestesi regional, seharusnya tidak menambahkan epinefrin dalam anestesi lokal.

TABEL. Penanganan Pasien Hipertiroid 1, 2

Propiltiourasil / PTU (menghambat sintesis dan menurunkan konversi T4 ke T3 di perifer)Iodium inorganik(sodium iodida), Kalium (Mencegah / menghalangi pelepasan hormon)

Propanolol (menurunkan gejala overaktivitas adrenergik)Antagonis β-adrenergik (menurunkan denyut jantung hingga <90 kali/menit)Glukokortikoid (menurunkan pelepasan hormon dan konversi perifer T4 ke T3)Iodium radioaktif (merusak sel-sel tiroid)Tiroidektomi subtotal (alternatif terapi medis lain)

3.   Anestesi untuk bedah tiroid (subtotal tiroidektomi) adalah alternatif tindakan pada terapi

medis lanjutan. Komplikasi bedah lebih sering terjadi pada keadaan dimana persiapan

preoperatif tidak adekuat

Preoperatif Anestesia 2

Tunda operasi sampai  klinis dan lab eutiroid.

Diharapkan preoperatif tes fungsi tiroid normal,  HR < 85 x / menit (saat istirahat).

Benzodiazepin pilihan yang baik  preoperatif sedasi.

Obat antitiroid dan β - adrenergik antagonis  lanjut sampai hari operasi.

Pada bedah darurat, sirkulasi hiperdinamik dapat kontrol degan titrasi esmolol

Intraoperatif 2

Monitor fungsi kardiovaskuler dan temperatur

Proteksi mata karena eksotalmus beresikoterjadinnya ulserasi dan abrasi kornea

Elevasi meja operasi 15 – 20 derajat yang dapat membantu aliran vena & mengurangi

perdarahan (walaupun meningkatkan resiko emboli air pada vena)

Intubasi

Hindari : Ketamin, Pancuronium, Agonis adrenergik !!!

Induksi dengan tiopental, dosis tinggi bisa sebagai antitiroid.

Anestesi dalam  selama laringoskopi dan stimulasi bedah untuk menghindari  takikardi,

hipertensi aritmia ventrikular.

Pelumpuh otot digunakan secara hati-hati, karena dapat meningkatkan insiden miopati

dan myiastenia gravis, dan sebaiknnya sebelum diberikan pelumpuh otot sebaiknnya

dicoba dilakukan ventilasi terlebih dahulu.

Post Operatif

Penyulit pasca bedah :

1.  Badai tiroid (Thyroid storm)1,2

Tanda : Hiperpireksia, takhikardi, hipotensi, perubahan kesadaran (agitasi, delirium,

koma)

Sering terjadi pada operasi pada pasien hipertiroid akut.1

Terjadi 6 – 24 jam sesudah pembedahan, tapi dapat terjadi intra operatif.

Dibedakan dari hipertermia maligna, feokromositoma, anestesi yang tidak adekuat.1

TABEL. Penanganan Badai Tiroid 1, 2

       Cairan intravena (hidrasi)       Koreksi faktor pemicu (infeksi)       Sodium iodida (250 mg per oral atau iv tiap 6 jam)       Propiltiourasil (200-400 mg per oral atau lewat pipa

nasogastrik tiap 6 jam)       Hidrokortison (50-100 mg iv tiap 6 jam)       Propanolol (10-40 mg oral tiap 4-6 jam) atau esmolol

(titrasi) sampai HR < 100 x/menit       Selimut dingin dan asetaminofen (meperidin, 25-50 mg

iv tiap 4-6 jam dapat digunakan untuk mengobati atau mencegah menggigil)

       Digoksin (gagal jantung kongestif dengan atrial fibrilasi dan respon ventrikel yang cepat)

2. Kerusakan nerves larygeal recurent 1,2

Bilateral                : Pasien tak mampu bicara (Aponia & stridor)  ž Reintubasi Unilateral              : Serak

 Tes fungsi pita suara : kemampuan mengucapkan huruf  (i atau e)3. Obstruksi jalan napas setelah operasi, disebabkan oleh hematoma atau trakeomalasia

akan membutuhkan intubasi trakea yang segera.1,2

5. Hipoparatiroidsme1,2

Gejala Hipokalsemi akut  akibat pengangkatan kelenjar paratiroid (12 – 72 jam post ops) berupa carpo pedal syndrom sampai laringospasme.

6. Pneumothoraks , kemungkinan terjadi akibat eksplorasi leher.2

D. Hipotiroidisme

1.  Hipotiroidisme adalah penyakit yang cukup umum (0,5-0,8% dari populasi orang dewasa)

yang terjadi akibat sirkulasi yang tidak adekuat dari T4 dan/atau T3.1

Disebabkan oleh autoimune disease (contoh tiroiditis Hastimoto), tiroidektomi, jodium

radioaktif, obat-obat anti tiroid, defisiensi yodium, atau kelemahan aksis hipotalamos hipofise

(sekunder hipotiroidisme). Hipotiroid selama neonatus menyebabkan kreatinisme (ditandai

dengan retardasi mental dan fisik).2

TABEL. Gejala Hipotiroidisme 1, 2

Berat badan menigkat (gemuk)Kelemahan ototKonstipasiLetargiIntoleransi dinginCurah jantung dan denyut jantung berkurangReflek-reflek menurunVasokonstriksi periferKemampuan adhesi platelet berkurangAnemia (perdarahan gastrointestinal)Kemampuan konsentrasi ginjal melemah

2.   Pengobatan dan pertimbangan anestesi

 Preoperatif

Pasien dengan hipotiroid berat yang tidak terkoreksi (T4 < 1 µg/dl) atau koma

myxedema, harus dibatalkan untuk operasi elektif dan harus diterapi segera dengan

hormon tiroid terutama untuk operasi emergensi.2

Pasien yang telah dieutiroidkan biasanya menerima dosis obat tiroid pada pagi hari

pembedahan, harus di ingat bahwa rata rata preparat yang diberikan mempunyai waktu

paruh yang lama (t1/2 T4 adalah 8 hari).2

Tidak ada bukti yang mendukung untuk menunda bedah elektif (termasuk bedah by-pass

arteri koronaria) menyebabkan perubahan hipotiroidisme ringan ke hipotiroidisme yang

sedang.1

Intraoperatif

Pasien dengan hipotiroid lebih mudah mengalami hipotensi dengan obat-obat anestesi,

sebab obat anestesi menurunkan kardiak output, menumpulkan reflek baroreseptor dan

menurunkan volume intravaskular. Untuk ini ketamin sering dianjurkan untuk induksi.2

Masalah lain yang dapat timbul termasuk hipoglikemia, anemia, hiponatremia,kesulitan

intubasi karena lidah yang besar, dan hipotermia karena metabolisme basal rate yang

rendah.2

Perhatian yang cermat harus diberikan untuk mempertahankan temperatur tubuh.1

Postoperatif

Pemulihan anestesi mungkin melambat pada pasien hipotiroid, hipotermia,  depresi

pernafasan atau biotranformasi obat yang lambat.2

Pasien harus tetap di intubasi sampai bangun dan normotermia,  sebab pasien ini mudah

terjadi depresi pernafasan.2

Obat non opioid seperti keterolak merupakan pilihan untuk nyeri pasca operasi.2

3.   Koma miksedema adalah kegawatdaruratan medis yang membutuhkan terapi yang cepat.

Ditandai dengan gangguan mental, hipoventilasi, hiponatremia (dari ketidak tepatan

sekresi hormon anti diuretik dan CHF.2

Sering terjadi pada pasien yang lebih tua dan mungkin dipercepat oleh infeksi, 

pembedahan dan trauma.2

TABEL. Penanganan Miksedema 1

Intubasi trakeal dan kontrol ventilasi paru bila diperlukanLevotiroksin (200-300 mg iv di selama 5-10 menit)Kortisol (100 mg iv dan kemudian 25 mg iv tiap 6 jam)Terapi cairan dan elektrolit sesuai perhitungan elektrolit serumMonitor EKG selama terapi untuk mendeteksi terjadinnyaestemia miocard dan disritmia2

Lingkungan yang hangat untuk mempertahankan panas tubuh

II.  KELENJAR PARATIROID

A. Fisiologi Kalsium. Hormon paratiroid merupakan regulator terprnting pada hemoostatis

kalsium.2 Sekresi hormon paratiroid diatur oleh konsentrasi ion serum kalsium (mekanisme

umpan balik negatif) untuk mempertahankan jumlah kalsium dalam batas normal (8,8-10,4

mg/dl).1

B. Hiperparatiroidisme

Pengobatan dan pertimbangan anestesi.

Manisfestasi klisnis adalah hiperkalsemia yang bertanggung jawab kepada sebagian besar

gejala dan tanda (nefrolitiasis, pusing)1,2

Evaluasi preoperatif termasuk status volum harus dilakukan untuk menghindari hipotensi

selama induksi.2

Hidrasi cairan normosaline dan furosemid intravena sebelum operasi dapat menurunkan

konsentrasi kalsium serum.1

Penggunaan pelumpuh otot harus berhati-hati karena efek hiperkalsemia pada

neuromuskular junction yang tak terduga.1

Hipoventilasi harus di hindari karena asidosis dapat meningkatkan ionisasi ionisasi

kalsium.2

Penjagaan posisi pasien osteopenik selama operasi dibutuhkan untuk meminimalisasi

kemungkinan patah tulang yang patologis.1

C. Hipoparatiroidisme.

    Gejala klinis dari hipokalsemia, dan pengobatannya adalah dengan kalsium glukonat 10% (10-

20 ml - iv).

TABEL. Gejala Hipokalsemia 1

Saraf mudah terangsangSpasme otot skeletGagal jantung kongestifInterval Q-T memanjang pada elektrokardiogram

Pertimbangan Anestesi. 2

Kaslium harus dinormalkan pada pasien dengan manisfestasi pada jantung akibat

hipokalsemia.

Cegah pemberian zat anestesi yang mendepresi miokardium.

Tranfusi darah sebaiknya tidak diberikan secara cepat pada pasien yang mengalami

hipokalsemia,  walupun produk darah yang mengandunng sitrat tidak selalu menurunkan

kalsium secara signifikan.

III.    KELENJAR ADRENAL

Kelenjar adrenal dibagi 2 bagian, kortek adrenal yang mensekresi androgen mineralokortikoid

(ec: aldosteron)dan glukokortikoid (ec: kortisol).  Medula adrenal  mensekresi katekolamin (ec:

epinefrin, norefinefrin, dopamin).2

KORTEKS ADRENAL 1

A. Efek biologis dari disfungsi korteks adrenal adalah kelebihan ataupun defisiensi kortisol atau

aldosteron

Tabel. Perbandingan Farmakologik Kortikosteroid

                                               Anti inflamasi             Mineralokortikoid       Dosis Ekuivalen Maksimal (mg)Kerja Cepat                    Kortisol                                       1,0                                  1,0                       20,0                   Kortison                                      0,8                                  0,8                       25,0Prednison                                    4,0                                  0,25                       5,0Prednisolon                                 4,0                                   +/-                         5,0Metilprednisolon                           5,0                                  +/-                         4,0

Kerja Sedang                          Triamsinolon                                5,0                                  +/-                     4,0                     

Kerja Panjang              Deksametason                              30                                   +/-                       0,75                   * Nilai glukortikoid dan mineralokortikoid dianggap ekuivalen dengan 1.

B.  Kelebihan Glukokortikoid (Sindroma Cushing)1.Diagnosis hiperadrenokortisisme ditegakkan dari kegagalan kerja eksogen dari

deksametason  untuk menekan sekresi endogen kortisol.

Tabel. Manifestasi Kelebihan Glukokortikoid Obesitas trunkal dan ekstremitas kurus (merefleksikan distribusi

lemak dan wasting otot skeletal)OsteopeniaHiperglikemiaHipertensi (retensi cairan)Perubahan emosionalKerentanan terhadap infeksi

2.  Pemberian anestesiTabel. Manajemen Pasien yang Menjalani AdrenalektomiRegulasi hipertensiKontrol DiabetesNormalisasi volume cairan intravaskuler (diuresis dengan

spironolakton membantu memobilisasi cairan dan normalisasi konsentrasi kalium)

Penggantian glukokortikoid (kortisol 100 mg IV tiap 8 jam)Penempatan pasien dengan hati-hati pada meja operasi

(osteopenik)Penurunan dosis awal pelemas otot jika kelemahan otot muncul

C. Kelebihan Mineralkortikoid seharusnya disadari pada penderita hipertensi non-edema

dengan hipokalemia persisten dan tidak menerima diuretik pembuang potasium.

D. Penggantian Steroid dalam Periode Perioperatif

Berdasarkan pengalaman, dianjurkan untuk diberikan suplemen steroid kepada pasien

penyakit nonadrenal (asma, artritis, penyakit autoimun) yang menerima terapi steroid

harian, selama paling kurang 1-2 minggu dalam 6-12 bulan sebelum pembedahan. Hal ini

berdasarkan teori bahwa supresi pituitary-adrenal dapat persisten hingga waktu yang

tidak bisa ditentukan selama penghentian penggunaan terapi steroid.

Tidak ada bukti regimen optimal untuk penggantian steroid perioperatif. Pasien yang

menggunakan steroid pada waktu dioperasi harus mendapatkan dosis harian mereka pada

pagi hari pembedahan dan ditambahkan pada level paling kecil yang sama dengan

penggantian harian yang biasanya.

Tabel . Regimen Suplemental Penggantian Steroid Fisiologis (pendekatan dosis rendah)Kortisol 25 mg IV sebelum induksi anestesi diikuti oleh infus kontinyu (100 mg selama 24 jam)SuprafisiologisKortisol 200-300 mg IV dalam dosis terbagi pada hari operasi

Meskipun tidak ada bukti yang mendukung peningkatan insidens dari infeksi atau

penyembuhan luka abnormal pada saat pemberian akut steroid tambahan dosis

suprafisiologis, tujuan terapi adalah meminimalkan dosis obat yang diperlukan untuk

proteksi adekuat pasien.

MEDULLA ADRENAL 1

A. Medula adrenal analog dengan neuron postganglion, meskipun sekresi katekolaminnya

berfungsi sebagai hormon, tidak sebagai neurotransmitter.

B. Feokromositoma. Tumor ini memproduksi, menyimpan, dan mensekresi katekolamin yang

dapat mengakibatkan efek yang mengancam kardiovaskular.

1. Diagnosis feokromositoma ditegakkan dari pengukuran katekolamin dalam plasma dan

metabolit katekolamin (asam vanilimandelik) dalam urine. Computed tomography maupun

MRI dapat digunakan untuk melokalisasi tumor ini.

Tabel. Manifestasi Feokromositoma Hipertensi paroksismal (sakit kepala)Disaritmia kardiakHipotensi ortostatikGagal jantung kongestifKardiomiopati

2. Pertimbangan anestetika.  Persiapan preoperatif terdiri dari blokade inisiasi (fentolamin, prazosin) 10-14 hari

sebelum operasi jika memungkinkan, perbaikan volume cairan intravaskuler, dan pemberian blokade β. Blokade β diindikasikan hanya jika disritmia kardiak atau takikardi menetap setelah pemberian blokade α. Tujuan terapi medis adalah mengontrol frekuensi jantung, menekan disritmia kardiak, dan mencegah peningkatan tekanan darah paroksismal.

b.  Manajemen anestesi perioperatifTabel. Manajemen Anestesi Pasien dengan Feokromositoma 1

Terapi medis preoperatif kontinyuPengawasan secara invasif (kateter arteri dan arteri

pulmonal, echokardiografi transesofageal)Anestesi yang cukup sebelum inisiasi laringoskopi direk

sebelum intubasi trakealMempertahankan anestesi dengan opioid dan anestesi

volatil yang tidak mensensitisasi jantung terhadap katekolamin

Memilih pelemas otot dengan efek kardiovaskuler minimal

Mengontrol sistem tekanan darah dengan nitroprusid (magnesium dan kalsium channel blocker seperti diltiazem dan nicardipin dapat merupakan obat vasodilator alternatif)

Mengontrol takidisritmia dengan propanolol, esmolol, atau labetolol

Mengantisipasi hipotensi dengan ligasi aliran darah vena tumor (awalnya diberikan cairan intravena dan vasopresor [infus kontinyu noepinefrin merupakan pilihan] jika perlu)

c. Postoperatif, tingkat katekolamin plasma kembali ke normal setelah beberapa hari, dan sekitar 75% pasien menjadi normotensif dalam 10 hari.

IV.  KELENJAR PITUITARI 1

1. Kelenjar pituitari dibagi menjadi pituitari anterior (tiroid-stimulating hormone, adrenocorticotropic hormone, gonadotropin, growth hormone) dan pituitari posterior (vasopressin, oxytocin). Keduanya di bawah kendali hipotalamus.

2. Diabetes Insipidus merefleksikan defisiensi relatif atau absolut hormon antidiuretik yang berakibat hipovolemia (ketidakmampuan untuk mengkonsentrasikan urine) dan hipernatremia.

3. Sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat timbul sebagai hiponatremia dilusional dan penurunan osmolaritas serum. Perubahan-perubahan ini biasanya terjadi pada keadaan cedera kepala atau tumor intrakranial. Pengobatan awal adalah pembatasan masukan cairan hingga 800 mL.

REFERENSI

1. Barash PG, Cullen FB, Stoelting RK. Section V Management Of Anesthesia In Handbook Of Clinical Anesthesia. 4th Ed, Philadelphia: Lipincott Williams And Wilkins Company. p:593-606

2. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. 4th Ed, McGraw-Hill’s

Selain itu selama post operasi, pasien harus diwaspadai adanya : PerdarahanPerdarahan pascaoperasi dapat menyebabkan kompresi dan obstruksi saluran napas yang cepat. Edema Laryngeal I n i m e r u p a k a n p e n y e b a b u m u m d a r i o b s t r u k s i p e r n a p a s a n p a s c a o p e r a s i . H a l i n i d a p a t t e r j a d i s e b a g a i a k i b a t d a r i i n t u b a s i t r a k e a traumatik. Hal ini biasanya dapat dikelola dengan steroid dan oksigen yangdilembabkan. Kelumpuhan Nervus Laryngeal Berulang Trauma pada saraf laring yang berulang dapat disebabkan oleh iskemia, traksi, nervus yang terperangkap atau melintang selama operasi dan dapatunilateral atau bilateral. HipocalcemiaT r a u m a t i d a k d i s e n g a j a k e k e l e n j a r p a r a t i r o i d d a p a t m e n y e b a b k a n hipokalsemia sementara.. Tanda-tanda hipokalsemia ialah kebingungan, berkedut dan tetany. Penggantian kalsium harus segera digantikan karenahipokalsemia dapat memicu layngospasm, iritabilitas jantung, dan aritmia. Badai Tiroid Hal ini disebabakan karena terjadi hipermetabolisme selama pembedahan,sehingga terjadi hipertyroidisme sehingga menyebabkan badai tyroid. Karakteristik gejalanya ialah hiperpireksia, takikardia, kesadaran berubahdan hipotensi ini adalah keadaan darurat medis. Manajemen mendukungdengan pendinginan aktif, hidrasi, beta bloker dan obat-obatan antitiroid.P e m b e r i a n d a n t r o l e n e 1 m g / k g B B , t e l a h b e r h a s i l d i g u n a k a n d a l a m  pengobatan badai tiroid.

Comparison of influence of thiopentone, propofol and midazolam on blood serum concentration of noradrenaline and cortisol in patients undergoing non-toxic struma operation.

(PMID:11208330)Misiołek H, Wojcieszek E, Dyaczyńska-Herman A Department of Anesthesiology and Intensive Care, Silesian Medical University, ul. 3 Maja 13/15, 41-800 Zabrze, Poland.Medical Science Monitor : International Medical Journal of Experimental and Clinical Research [2000, 6(2):319-324]

Type:  Journal Article, Comparative Study

The stress hormones plasma concentration after intravenous anesthetics

(thiopentone, propofol, midazolam) administration in patients who underwent non-toxic

struma operation was estimated. The goal of the study was to answer what stage of the

general anesthesia and the surgery is the most dangerous for the cardiovascular system in

term of stress hormones concentration and which of induction anesthetics used

significantly alleviates undesirable reactions to surgical trauma and general anesthesia. 45

women aged 43 +/- 11, who underwent non-toxic struma operation and 16 women who

underwent biliary gall-stones operation served as the 'study group and controls',

respectively. Both groups were divided into 3 subgroups (in each a different anesthetic

was used). Blood samples were taken at moments of increased stress during general

anesthesia and operation. Intubation performed by laryngoscopy was found as the most

stressful moment at which stress hormones are released intensively and can initiate

cardiovascular disorders. According to our investigations, the suppression of the stress

hormones (noradrenaline and cortisol) release was observed when propofol and

midazolam were used for anesthesia induction for non-toxic struma surgery in contrast to

thiopentone administration.