ANTIBIOTIK

Embed Size (px)

Citation preview

Laporan Farmakologi ANTIBIOTIKA Kelompok 7 1. Ayu Sukmawati 2. Normalita Sulistyanawati 3. Sri Rtana Kurniawati 4. Indah Purwasih 5. Yana Yulyana 10/299860/KG/8732 10/299873/KG/8733 10/299874/KG/8734 10/300681/KG/8739 10?300980/KG/8741

Program Studi Ilmu Keperawatan Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada 2011/2012

I. Definisi Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. II. Prinsip Umum Penggunaan Mekanisme kerja antibiotik umumnya dapat dijelaskan sebagai berikut: Berdasarkan sifat toksisitas selektif, aktifitas antimikroba di bagi menjadi 2 yaitu: Antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroba dikenal sebagai aktifitas Bakteriostatik. Antimikroba yang bersifat membunuh mikroba dikenal sebagai aktifitas Bakterisid. III. KLASIFIKASI Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dibagi dalam 5 kelompok: Antimikroba yang menghambat metabolisme sel bakteri. Antimikroba yang termasuk

kelompok ini adalah sulfonamid, trimetoprim, asam P-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik. Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Kuman patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam para amino benzoat (PABA) untuk kebutuhan

hidupnya. PAS merupakan analog PABA yang bekerja dengan menghambat sintesis asam folat pada M tuberculosis. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba. Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah penisilin, sefalosforin, basitrasin, vankomisisn dan sikloserin. Dinding sel bakteri terdiri dari peptidolikan. Sikloserin menghambat reaksi yang paling dini dalam proses sintesis sel, yang di ikuti berturut-turut oleh basitrasi vankomisisin dan di akhiri oleh penisilin dan sefalosforin yang menghambat reaksi terakhir rangkaian reaksi tersebut. Oleh karna itu tekanan osmotik dalam sel kuman lebih tinggi dari pada diluar sel maka kerusakan dinding sel akan menyebabkan lisis. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba. Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah polimiksin, golongan polien sebagai antimikroba kemoterapeutik. Polimiksin sebagai senyawa amonium-kuaterner dapat merusak membran sel setelah bereksi dengan fosfat fosfolipid membran sel mikroba. Antibiotik polien bereaksi dengan stuktur sterol yang terdapat pada membran sel fungus sehingga mempengaruhi permeabilitas selektif membran tersebut. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba. Obat yang termasuk golongan ini ialah golongan aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Untuk kehidupannya sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein yang berlangsung di ribosom dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri ribosom terdiri atas 2 unit yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai 30S dan 50S. Stereptomisin berikatan dengan kompinen ribososm 30S dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba. Antimikroba yang termasuk kelompok ini adalah rifamisin, dan golongan kuinolon. Rifamisin berikatan dengan enzim polimerase-RNA sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. IV. Guidance Penggunaan a. b. Resistensi bakteri dapat terjadi melalui mutasi, adaptasi atau transfergen. Terapi kombinasi Terapi menggunakan dua atau lebih antibakteri untuk mendapatkan efek tertentu. Kombinasi dapat diberikan jika memenuhi kriteria berikut : Untuk mendapat efek sinergis misalnya sulfametoksazol + trimerorfin) Untuk mengurangi terjadinya resistensi ( obat anti TBC) Pada infeksi berat yang belum diketahuai penyebabnya. Untuk mengurangi toksisitas karena dosis

c. Umur Neonatus pada umumnya memiliki organ yang belum berkembang sepenuhnya. Misalnya fungsi ginjal sebagai alat ekskresi belum lancar sehingga memudahkan terjadinya efek toksis oleh obat yang dieliminasi di ginjal. Orang yang berusia lanjut mengalami kemunduarn fungsi sistem tubuh sehingga reaksi tubuh terhadap obat berubah. d. ehamilan Pemberian obat terhadap ibu hamil harus disertai pertimbangan terjadinya efek samping pada ibu maupun pada janin. Ibu hamil umumnya lebih peka terhadap reaksi obat. Sedangkan timbulnya efek pada fetus tergantung daya obat menembus sawar uri serta usia janin. Pemberian stertomisin pada ibu hamil tua dapat menimblkan ketulian pada bayi yang dilahirkan. V. Adverse Drug Reaction a. Reaksi Alergi : dapat ditimbulkan oleh semua antibiotic dengan melibatkan system imun tubuh hospes; terjadinya tidak bergantung pada beratnya reaksi dapat bervariasi. b. Reaksi Idiosinkrasi : Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang di turunkan secara genetik terhadap pemberian antimikroba tertentu. c. Reaksi Toksik : Antimikroba pada umumnya bersifat toksik-selektif, tetapi sifat ini relatif. Efek toksik pada hospes dapat ditimbulkan oleh semua jenis Antimikroba. Yang mungkin dapat dianggap relative tidak toksik sampai kini ialah golongan penisilin. Di samping factor jenis obat, berbagai factor dalam tubuh dapat ikut menentukan terjadinya reaksi toksik; antara lain fungsi organ/ system tertentu sehubungan dengan biotransformasi dan ekskresi obat. c. Perubahan Biologik dan Metabolik : Penggunaan Antimikroba, terutama yang berspektrum lebar, dapat mengganggu keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat jumlah populasinya dapat menjadi pathogen. Gangguan keseimbangan ekologik mikroflora normal tubuh dapat terjadi di saluran cerna, nafas dan kelamin, dan pada kulit. Selain itu, penggunaan antimikroba tertentu dapat pula menimbulkan gangguan nutrisi atau metabolic, umpamanya gangguan absorpsi zat makanan oleh neomisin. VI. Golongan Sulfonamida Dahulu digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih sederhana tetapi banyak strain Escherichia coli yang resisten dan saat ini banyak tersedia obat yang kurang toksik. Sulfadiazin diabsorpsi dengan baik setelah pemberian secara oral. Efek samping : Paling sering adalah reaksi alergi dan meliputi ruam kulit ( morbiliformis atau urtikaria), kadang-kadang disertai demam. VII. Golongan Diaminopyrimidines Trimetoprim adalah struktur diaminopyrimidine yang telah terbukti menjadi sangat selektif, aktif pada oral, antibakteri, dan agen antimalaria. Dan sebagai inhibitor yang disukai reduktase dihydrofolate bakteri dalam penggunaan klinis dan pada hewan. Tidak seperti sulfonamid,

bertindak terhadap dihydrofolat untuk tetrahydrofolate. Efek

reduktase -enzim yang melakukan konversi asam folat bagaimanapun adalah sama seperti sulfonamide

keseluruhan,

penghambatan sintesis DNA dan pertumbuhan sel. Trimetoprim sering diberikan bersamaan dengan sulfametoksazolsulfonamida. VIII. Kuinolon Golongan Kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman , dan bersifat bakterisidal (membunuh mikroba). Spektum antibiotoknya pada bekteri gram negative. Indikasi : sebagai antiseptic saluran kemih, infeksi saluran cerna, infeksi

saluran nafas, infeksi tulang dan jaringan lunak Absorbsi : Absorbsi melalui saluran cerna Metabolisme : metabolism di hati Eksresi Efek Samping IX. : urine : mual, muntah, rasa tidak enak di perut, kejang,

Beta Laktam (Imipenem) Imipenem merupakan turunan dari karbapenem (beta laktam) pertama yang digunakan. Cara

kerjanya obat ini akan mengikat PBP2 dan menghambat sintesis dinding sel kuman. Spektrumnya luas meliputi gram positif, gram negative aerobic maupun anaerobic. Bersifat bakterisid (menghambat pertumbuhan bakteri). Indikasi aureus, Absorbsi Metabolisme :melalui suntikan (iv) dengan infus : Mertabolisme di hati, efek puncak 2 jam, 30 menit, 1 jam tergantung : Infeksi saluran anfas bawah, intraabdominal, endokarditis oleh s.

pada dosis.waktu paruh 1 jam pada orang dewasa, 3,5 4 jam pada seorang yeng mengalami kelainan ginjal, Eksresi : Melalui urine, tinja Efek Samping : mual, muntah, kemerahan kulit, reaksi local pada tempat infus, kejang X. Tetrasiklin Tetrasiklin bersifat basa yang sukar larut dalam air, namun bentuk garam natrium/ garam HCl mudah larut dalam air. Cara kerja tetrasiklin yaitu dengan menghambat sintesis protein bakteri pada ribosom, termasuk dalam golongan bakteriostatik ( menghambata pertumbuhan bakteri). Spektrum antibiotiknya luas meliput kuman, bakteri gram positif, gram negatif, bakteri aerobic dan anaerobic. Indikasi Absorbsi : Riketsiosis, infeksi klamida, psikatosis, Konjungtivitis inklusi : terjadi di lambung, usus halus bagian atas, namun kadanga penyerapan

terganggu karena ada makanan dalam lambung, jadi sebaiknya konsumsi tetrasiklin 2 jam sebelum makan. Metabolisme : Metabolisme terjadi di hati

Eksresi Efek samping

: Melelui urine : erupsi mobiliformis, iritasi lambung, disgenesis, perubahan warna gigi,

cenderung terjadi karies. XI. Aminoglikosida Obat ini tidak dapa diabsorbsi secara oral dan harus diberikan melalui suntikan. Aiminoglikosida merupakan bakterisida dan aktif melawan banyak organisme gram negative dan beberapa gram positif. Aminoglikosida mempunyai indeks teraupetik yang sempit dan semuanya berpotensi toksik. Obat ini disekresi oleh ginjal, dan gangguan ginjal menyebabkan akulmulasi dan resiko efek samping toksik yang besar . efek samping paling penting dari aminoglikosida adalah kerusakan saraf cranial VII(ototoksisitas) dan kerusakan pada ginjal. Resistensi terhadap aminoglikosida timbul meleui bebrapa mekanisme, yang paling penting adalah produksi enzim (dikontrol oleh plasmid) yang mengaktifasi obat melalui asetelasi, fofoforilasi, atau adenilasi. Getasimin adalah aminoglikosida paling penting, penggunaan utamanya pada terapi empiris infeksi gram negative akut yang mengancam jiwa di rumah sakit sampai sensitivitas antibiotic diketahui. Gentasimin bisa mempunyai aksi mikroba yang sinergis dengan penisilin dan vankomisin, dan kombinasi dengan salah satu obat-obat ini digunakan pada terapi endokarditis streptokokous. Amikasin kurang dipengaruhi oleh enzim yang menginaktivasi aminoglikosida dan digunakan pada infeksi gram negative serius yang resisten terhadap Gentasimin. Netilmisin dilaporkan kurang toksik dibandingkan gentasimin. Neomisin terlalu toksik untuk penggunaan parenteral. Neomisin digunakan topical pada infeksi kulit dan secara oral untuk mensterilkan usus sebelum pembedahan. Sterptomisin aktif melawan Mycobacterium tuberculosis, akan tetapi karena Sterptomisin menyebabkan otosisitas yang berkaitan dosis terutama pada terapi jangka panjan atau intensif Sterptomisin sering diganti rimpafisin. XII. Makrolida Biasanya diberikan secara oral, tetapi eritromisin dan klaritomisin dapat diberikan intravena bila perlu. Makrolida memiliki spectrum antimikroba yang sempit , terutama aktif melawan organisme gram positif dan dapat digunakan sebagai obat alternative pasien yang sensitive penisilin terutama pada infeksi yang disebabkan oleh stertokokus stafilokokus, pneumokokus, dan klotridium. Resistensi terhadap makrolida bisa terjadi karena adanya perubahan yang dikendalikan oleh plasmid pada reseptornya. Eritromisin dimetabolisme oleh hati dan pengurangan dosis pada gagal ginjal tidak penting, kecuali jika terdapat gagl ginjal berat. Makrolida adalah obat yang sangat aman Eritromisin dosis tinggi bisa menyebakan mual dan muntah, tetapi efek-efek ini lebih jarang terjadi dengan azitromisin dan klaritomisin.

XIII.

Antifungal Infeksi jamur bisa superficial/ sistemik, infeksi sistemik paling banyak terjadi pada pasien

immunocompromised (pasien AIDS, kortikosteroid, obat-obat anti kanker. 1. Polien Amfoterisin adalah obat anti jamur spectrum luas yang digunakan untuk mengobati infeksi sistemik yang berpotensi fatal yang disebabkan oleh aspergilus, kandida, atau kriptokokus. Nistatin terlalu toksik untuk penggunaan parenteral dan digunakan untuk infeksi candida albicans pada kulit (krim atau salep) dan membrane mukosa (tablet yang dihisap dalam mulut, pesarium vagina). Kandidisis orofaring (sariawan) adalah salah satu gambaran paling sering pada AIDS dan kadang-kadang merupakan kelanjutan dari penggunaan antibiotic spectrum luas, obat anti kanker atau kortikosteroid. 2. Flusitosin Flusitosin diberikan secara oral atau melalui infuse intravena. Flusitosin hanya aktif melawan ragi dan digunakan terutama untuk mengobati kandidiasis sistemik atau infeksi kriptokokus. Flusitosin sering diberikan dalam kombinasi dengan amfoterisin karena resistensinya sering berkembang dengan cepat. Obat-obat ini bekerja secara sinergis dan kombinasi efektif pada meningitis kriptokokus. 3. Imidazol Spectrum luas dan resistensinya jarang timbul. Klotrimazol, ekonazol, dan mikonazol banyak digunakan topical pada terapi infeksi dermatofita dan Candida albicans, sedangkan ketokonazol berkurang penggunaannya karena menyebabkan nekrosis hati serta supresi adrenal. 4. Triazol Flukonazol diberikan secara oral atau intarvena dan telah berhasil digunakan pada mikosis superficial dan sistemik spectrum luas. 5. Ekinokandin Obat baru yang bekerja dengan menghambat sintesis (1-3)glukan dan merupakan komponen penting pada dinding jamur. Contoh kaspofungin (intravena). XIV. Antiviral Obat-obat yang bersifat toksik selektif terhadap virus terbukti sangat sulit dihasilkan karena siklus replikasi virus berkaitan sangat erat dengan proses metabolic sel pejamu. Obat-obat antivirus dikelompokan berdasarkan cara kerjanya pada setiap tahapan replikasi virus. 1. Obat yang menghentikan virus untuk memasuki atau meninggalkan sel pejamu.

Zanamivir adalah obat baru yang secara spesifik menghambat pelepasan neuraminidase influenza A dan B, suatu enzim yang penting dalam pelepasan virus dari sel yang terinfeksi. 2. Obat yang menghambat sintesis asam nukleat Zidovudin menghambat transcriptase reversa HIV dan digunakan secara oral pada terapi AIDS. Obat digabungkan ke dalam rantai DNA dan karena obat tidak mempunyai 3hidroksil, nukleotida lain tidak dapat membentuk ikatan 3-5 fosfodiester sehingga rantai DNA diteminasi. Beberapa pasien tidak dapat mentolerir efek samping yang berat mencakup anemia, neuropenia, mialgia, mual dan sakit kepala. 3. Inhibitor protease Pada HIV, mRNA ditranslasi menjadi poliprotein inert kemudian diubah menjadi protein matur yang esensial (transcriptase reversa) yang merupakan protease spesifik virus. Contohnya saquinavir dan ritonavir. XV. Antiprotozoa Contoh penyakit yang disebabkan protozoa malaria, disentri amoeba, giardiasis, trikomoniasis, pneumositosis, leishmaniasis, tripanosomiasis. Namun malaria merupakan penyakit protozoa yang paling serius. Sebagian besar antimalaria bersifat toksik dan antimalaria yang bekerja cepat digunakan untuk mengobati serangan klinis malaria. Sedangkan yang bekerja lambat digunakan sebagai profilaksis atau sebagai upaya pencegahan untuk orang-orang yang akan berpergian ke daerah endemic malaria. Contoh antimalaria yang bekerja cepat: klorokuin, kuinin, meflokuin, malaron, riamet. Contoh antimalaria yang bekerja lambat: proguanin dan pirimetamin, proguanin dan atovakuon.

Daftar Pustaka Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2009. Farmakologi dan Terapeutik ed 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Neal, M.J., 2005, Farmakologi Medis, ed.5., hal.86-91, Erlangga, Surabaya. QUINLIVAN ET AL. 2000. Mechanism of the Antimicrobial Drug Trimethoprim Revisited. Departments of Clinical Medicine and Biochemistry, Trinity College, Dublin 2, Ireland Vol.14. Goodman and Gillmans. 1995. Farmakologi dan Terapi (terj). Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. Jakarta: Gaya Baru.