54
BAB I PENDAHULUAN Selenium merupakan salah satu trace elemen esensial bagi tubuh. Mikronutrien ini menjadi bagian yang penting dari enzim yang tergantung selenium, yang disebut selenoprotein. Terdapat 11 selenoprotein yang telah teridentifikasi, yaitu enzim glutathione peroksidase (4 jenis), iodothyronine deiodinase (3 jenis), thioredoksin reduktase, selenofosfat sintetase, selenoprotein P dan selenoprotein W. Tinjauan kepustakaan ini hanya akan membahas selenium yang berfungsi sebagai komponen dari enzim glutathione peroksidase. 1-4 Selenium tubuh berasal dari makanan dan minuman. Daging dan makanan laut mempunyai kandungan selenium yang tinggi. Kandungan total selenium dalam tubuh bervariasi antara 3mg sampai 20,3 mg. Distribusi selenium pada tubuh paling banyak terdapat di hepar, ginjal, otot dan plasma. Absorbsi selenium terjadi di duodenum dengan besar penyerapan 50% sampai 100% dan diekskresikan melalui urine, feses dan pernafasan. Kebutuhan selenium (berdasarkan RDA) untuk anak sebesar 20 mcgr/hari sedangkan untuk dewasa sebesar 55 mcg/hari. 5-7 Enzim glutathione peroksidase terdiri dari 4 atom selenium yang terikat sebagai selenocystein. Enzim ini terdiri dari 4 tipe, yaitu seluler glutathione peroksidase (cGPx), ekstraseluler glutathione peroksidase (eGPx), gastrointestinal glutathione peroksidase (GPx-GI) dan fosfolipid glutathione peroksidase (PhGPx). Enzim glutathione peroksidase mencegah kerusakan sel dengan cara mengkatalisa peroksida menjadi air dan oksigen. Karena kemampuannya inilah maka enzim ini disebut sebagai enzim antioksidan. 1-4 Oksidan (radikal bebas) adalah molekul dimana elektron yang terletak pada lintasan paling luar tidak mempunyai pasangan. Di dalam tubuh, radikal bebas yang paling banyak terbentuk adalah superokside. Superokside dapat dirubah menjadi hydrogen peroksida. Hidrogen peroksida kemudian diubah menjadi radikal hidroksil. Radikal hidroksil inilah yang dapat menyebabkan peroksidasi lipid pada membran sel sehingga terjadi kerusakan sel. 8-10

Antioksdn Dan Radikal Bebas

Embed Size (px)

DESCRIPTION

antioksidan

Citation preview

Page 1: Antioksdn Dan Radikal Bebas

BAB I PENDAHULUAN

Selenium merupakan salah satu trace elemen esensial bagi tubuh.

Mikronutrien ini menjadi bagian yang penting dari enzim yang tergantung selenium,

yang disebut selenoprotein. Terdapat 11 selenoprotein yang telah teridentifikasi,

yaitu enzim glutathione peroksidase (4 jenis), iodothyronine deiodinase (3 jenis),

thioredoksin reduktase, selenofosfat sintetase, selenoprotein P dan selenoprotein W.

Tinjauan kepustakaan ini hanya akan membahas selenium yang berfungsi sebagai

komponen dari enzim glutathione peroksidase.1-4

Selenium tubuh berasal dari makanan dan minuman. Daging dan

makanan laut mempunyai kandungan selenium yang tinggi. Kandungan total

selenium dalam tubuh bervariasi antara 3mg sampai 20,3 mg. Distribusi selenium

pada tubuh paling banyak terdapat di hepar, ginjal, otot dan plasma. Absorbsi

selenium terjadi di duodenum dengan besar penyerapan 50% sampai 100% dan

diekskresikan melalui urine, feses dan pernafasan. Kebutuhan selenium

(berdasarkan RDA) untuk anak sebesar 20 mcgr/hari sedangkan untuk dewasa

sebesar 55 mcg/hari.5-7

Enzim glutathione peroksidase terdiri dari 4 atom selenium yang terikat

sebagai selenocystein. Enzim ini terdiri dari 4 tipe, yaitu seluler glutathione

peroksidase (cGPx), ekstraseluler glutathione peroksidase (eGPx), gastrointestinal

glutathione peroksidase (GPx-GI) dan fosfolipid glutathione peroksidase (PhGPx).

Enzim glutathione peroksidase mencegah kerusakan sel dengan cara mengkatalisa

peroksida menjadi air dan oksigen. Karena kemampuannya inilah maka enzim ini

disebut sebagai enzim antioksidan.1-4

Oksidan (radikal bebas) adalah molekul dimana elektron yang terletak pada

lintasan paling luar tidak mempunyai pasangan. Di dalam tubuh, radikal bebas yang

paling banyak terbentuk adalah superokside. Superokside dapat dirubah menjadi

hydrogen peroksida. Hidrogen peroksida kemudian diubah menjadi radikal hidroksil.

Radikal hidroksil inilah yang dapat menyebabkan peroksidasi lipid pada membran

sel sehingga terjadi kerusakan sel.8-10

Page 2: Antioksdn Dan Radikal Bebas

Dalam keadaan normal, oksidan yang terbentuk dapat dinetralisir oleh

antioksidan. Antioksidan dalam tubuh terdiri dari antioksidan enzimatik dan non

enzimatik. Glutathione peroksidase adalah antioksidan enzimatik.8-10

Sebagai komponen dari enzim yang berfungsi sebagai antioksidan, selenium

telah dihubungkan dengan berbagai penyakit, seperti penyakit kardiovaskuler

(aterosklerosis, miokard infark dan kardiomiopati), penyakit paru-paru (asma, kistik

fibrosis), penyakit gastrointestinal (penyakit Crohn’s), penyakit virus (penyakit

Keshan, influenza dan HIV), kanker, sistem imun, penyakit sendi (penyakit Kashin-

Beck) dan infertilitas pada laki-laki.

Keracunan selenium dapat terjadi akut maupun kronis. Keracunan akut dan

fatal terjadi karena kecelakaan atau usaha bunuh diri dengan menelan sejumlah

besar selenium. Keracunan kronis selenium terjadi dengan menelan dosis yang

lebih kecil dalam waktu lama. Gejala-gejala yang umum ditemukan pada selenosis

adalah rambut rontok, kuku yang rapuh, gangguan pencernaan, dermatitis, bau

nafas seperti bau bawang, rasa metalik, kelemahan dan bahkan kematian.1-4

Tujuan penulisan sari pustaka ini adalah membicarakan selenium sebagai

komponen enzim glutathione peroksidase yang berperan sebagai antioksidan dan

merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan dokter

spesialis anak.

Page 3: Antioksdn Dan Radikal Bebas

BAB II SELENIUM

2.1 Batasan Selenium adalah trace elemen esensial dalam tubuh manusia. Mikronutrien

ini merupakan bagian dari enzim yang tergantung selenium yang disebut

selenoprotein. Terdapat 11 selenoprotein yang telah teridentifikasi, yaitu enzim

glutathione peroksidase (4 jenis), iodothyronine deiodinase (3 jenis), thioredoksin

reduktase, selenofosfat sintetase, selenoprotein P dan selenoprotein W.1-4

2.2 Sejarah

Selenium ditemukan pertama kali pada tahun 1817 oleh Jons Jakob

Berzelius, seorang ahli kimia yang berasal dari Swedia. Kata selenium berasal dari

nama Dewi Bulan, Selene.11,12

Pada tahun 1957 Dr. Klaus Schwarz dan Fultz melaporkan bahwa selenium

dapat mencegah nekrosis hepar pada tikus yang mengalami defisiensi vitamin E.

Pada manusia, fungsi selenium baru ditemukan pada tahun 1973. Dr. John Rottuck

dari Universitas Wisconsin menemukan bahwa selenium dapat bergabung dalam

molekul suatu enzim yang disebut glutathione peroksidase (GPx).12 Sejak itu,

terutama tahun 1980-an informasi mengenai selenium meningkat dengan cepat.

2.3 Sifat Fisik dan Kimia

Selenium adalah elemen kimia non metalik pada group VI A, pada tabel

periodik dengan symbol Se, nomor atom 34, berat atom 78,96 A. Titik beku 217,0 0C, titik didih 684,9 0C. Ada 4 tingkat oksidasi, yaitu elemental Se (0), selenate (+6),

selenite (+4) dan selenide (-2). Selenium memiliki 3 bentuk, yaitu kristal berwarna

merah, bubuk berwarna merah dan kristal heksagonal warna abu-abu.

Di alam, terdapat berbagai senyawa yang mengandung selenium, yaitu

elemental selenium, garam inorganik (selenite dan selenate), organik

(selemomethionine, selenocystein dan selenocystine), gas (hydrogen selenide) dan

cair (selenium oksiklorid, selenium dioksid dan asam selenius).11,13

Page 4: Antioksdn Dan Radikal Bebas

Dalam kehidupan sehari-hari, kita mendapat asupan selenium dari makanan

dalam bentuk organik dan dari minuman dalam bentuk garam inorganik. 3,4,12,13

Rumus kimia selenomethioine dan selenocystein dapat dilihat pada gambar 1.4

H H H2 N--C--COOH H2N---C---COOH CH2 CH2 SeH CH2

Se

Selenocystein

CH3

Selenomethionine

Gambar.1. Rumus kimia selenomethionine dan selenocystein. Gambar didapat dari Burk RF, Levander OA. Selenium. In: Modern Nutrition in Health and Disease; edisi ke-7. Philadelphia, 1988;265-74.

Selenomethionine adalah selenium murni yang berikatan dengan asam

amino methionine. Selenomethionine terdapat secara alami pada makanan.

Selenomethionine mempunyai 2 bentuk, yaitu selenomethionine dengan isomer L

dan isomer D. Bentuk yang digunakan tubuh adalah selenomethionine dengan

isomer L.12

2.4 Fisiologi 2.4.1 Distribusi selenium dalam tubuh Kandungan selenium dalam tubuh manusia bervariasi antara 3 mg sampai

20,3 mg, tergantung dari kandungan selenium pada tanah di daerah tersebut. Tanah

dengan kandungan selenium rendah menyebabkan kandungan selenium pada

tanaman juga rendah sehingga ambilan selenium juga rendah, begitu pula

sebaliknya. Di Amerika Serikat kadar selenium pada orang dewasa berkisar antara

13 mg sampai 20,3 mg tetapi di German berkisar 6,6 mg, di Polandia 5,2 mg dan 3

mg sampai 6,1 mg di New Zealand.6 Sedangkan konsentrasi selenium pada air susu

berkisar antara 15 sampai 20 mcg/L.

Page 5: Antioksdn Dan Radikal Bebas

Dengan diet yang normal, konsentrasi selenium terbanyak terdapat di hepar

dan otot masing-masing sebesar 30%. Selain itu dapat juga ditemukan di ginjal

(15%), plasma (10%), lien, pankreas, jantung, otak, paru-paru, tulang, rambut dan

kuku.5,7 Konsentrasi serum selenium pada orang dewasa >4x dibandingkan pada

fetus dan neonatus, tetapi sebaliknya konsentrasi selenium pada serebrum fetus

dan neonatus lebih besar dibandingkan pada orang dewasa. Tetapi penyebab

fenomena ini belum diketahui.

Distribusi selenium di dalam tubuh dapat berubah sesuai dengan kebutuhan

organ vital, sebagai contoh, pada penelitian yang dilakukan oleh Behne,dkk tahun

2000,6 dilakukan pengurangan selenium dalam jangka panjang, terjadi penurunan

secara drastis kadar selenium di hepar, otot dan darah sampai <1% dari normal,

tetapi di otak kadar selenium masih terdapat 60%.

2.4.2 Absorbsi dan Transport Absorbsi selenium terjadi di duodenum melalui Na+-dependent neutral amino

acid transport sistem.15 Selenomethionine diabsorbsi hampir 100%.16,17 Sedangkan

absorbsi selenium inorganik bervariasi tergantung dengan faktor luminal.4,17

Selenium bentuk organik, terutama L-selenomethionine lebih mudah diserap oleh

tubuh daripada bentuk inorganik, hal ini disebabkan karena selenium bentuk organik

mengandung asam amino, sehingga dapat bergabung dengan protein tubuh dan

memungkinkan untuk disimpan dan dilepaskan kembali jika diperlukan. D-

selenomethionine didegradasi menjadi selenium inorganik. Oleh karena itu

bioavailabilitinya hanya 1/5 dari L-selenomethionine. Sedangkan selenium inorganik

langsung didegradasi sehingga tidak dapat disimpan.12

Absorbsi selenium tidak dipengaruhi oleh status selenium dalam tubuh.4

Absorbsi selenium tergantung kepada beberapa nutrisi yang lain. Vitamin A, C dan E

meningkatkan absorbsi. Sedangkan merkuri menurunkan absorbsi selenium karena

terbentuk endapan.17 Selenomethionine yang tidak langsung dimetabolisme akan

bergabung dengan protein tubuh dalam otot rangka, eritrosit, pankreas, hati, ginjal,

lambung dan mukosa gastrointestinal.15

Seperti yang terlihat pada gambar 2, di dalam sel usus halus, senyawa

selenium akan dimetabolisme menjadi selenocysteine. Selenomethionine (SeMet)

diubah menjadi selenocysteine (CySeH) melalui selenohomocystein dan

Page 6: Antioksdn Dan Radikal Bebas

selenocsystathionine. Di hepar selenocysteine akan mengalami dekomposisi

menjadi serine dan hydrogen selenide (H2S) oleh enzim β-lyase. H2S akan

digunakan untuk sintesa selenoprotein atau mengalami metilasi menjadi mono-, di-,

dan trimethyl oleh S-adenosylmethionine (SAM). Di hepar, selenomethionine juga

dapat mengalami pemotongan oleh enzim γ-lyase menjadi monomethyl selenol.3

Di dalam sitosol usus halus, selenocystine bereaksi dengan glutathione

tereduksi (GSH) membentuk selenocysteine-glutathione selenenyl sulfide

(CySeSG). CySeSG kemudian direduksi oleh GSH menjadi selenocysteine.

CySeSG juga direduksi oleh enzim glutathione reduktase menjadi selenocysteine

dan NADPH. Selenocystein selanjutnya akan mengalami proses yang sama seperti

selenomethionine.3

Selenite dimetabolisme oleh glutathione (GSH) atau glutathione reduktase

menjadi hydrogen selenide melalui selenodiglutathione dan glutathyonylselenol.

Hydrogen selenide selanjutnya mengalami proses proses yang sama seperti di

atas.3

Mekanisme transport sejauh ini masih belum jelas. Tetapi ada hipotesis yang

mengatakan bahwa selenium masuk ke sel darah merah melalui proses difusi dan

kemudian dibawa ke seluruh tubuh. Di dalam darah selenium terikat pada

lipoprotein, seperti VLDL atau LDL. Mekanisme transport kedua diduga adalah

selenoprotein P.17

2.4.3 Ekskresi Homeostasis selenium dalam tubuh dilakukan melalui ekskresi, baik melalui

urine, feses atau pernafasan. Sebagian besar selenium diekskresi melalui urine (60-

80%).18 Sebagian besar metabolit selenium diekskresi dalam bentuk metilasi yaitu

methylselenol. Selenium dalam bentuk ion trimethylselenonium (TMSe) diekskresi

melalui urine dan bentuk volatile yaitu dimethylselenide (DMSe) diekskresi melalui

paru-paru. Ekskresi melalui paru-paru ditandai dengan bau nafas seperti bawang

putih.3,4,17

Page 7: Antioksdn Dan Radikal Bebas

merkuri (-) Diet selenium absorbsi Sitosol usus halus -SeMet (+) -CySeSeCy VIT. A,C,E SeMet selenohomocysteine -selenite CySeSeCy CySeSG Selenite GSSeG GSSeH Transport melalui Plasma Sitosol hepar Selenohomocysteine selenocysteine CySeSG Hidrogen Selenide GSSeH Membentuk Metilasi Selenoprotein: -glutathione peroksidase -thioredoksin reduktase -iodothyronine deiodinase -selenoprotein P -selenoprotein W ion trimethylselenonium dimethyl selenide Keterangan: -SeMet:selenomethionine -CySeSeCy:selenocystine -CySeSG:selenocysteine- urine paru-paru glutathione selenenyl sulfide -GSSeG:selenodiglutathione -GSSeH:glutathionylselenol

Gambar 2. Metabolisme Selenium

Page 8: Antioksdn Dan Radikal Bebas

2.5 Sumber Selenium Selenium dalam tubuh berasal dari makanan dan minuman. Daging dan

makanan laut mempunyai kandungan selenium yang tinggi.1 Sumber makanan yang

lain, seperti sereal dan padi memiliki kandungan selenium yang bervariasi,

tergantung dengan kadar selenium pada tanah. Sebagai contoh, kandungan

selenium orang Inggris menurun dari 65 ke 31 μg/hari setelah sumber gandum yang

semula berasal dari Amerika Utara diganti dari Eropa. Makanan yang berasal dari

binatang mempunyai variasi yang lebih kecil karena binatang mempunyai kontrol

homeostatik.4

Air minum tidak mengandung selenium dalam jumlah yang cukup. ASI

mengandung selenium lebih banyak daripada susu sapi. Tabel di bawah ini

memperlihatkan sumber makanan yang kaya selenium berdasarkan USDA (United

State Dietary Allowences).

Tabel 1. Sumber makanan yang kaya selenium

Makanan Takaran Selenium (mcg)

Kacang Brazil

Udang

Daging kepiting

Ikan salmon

Ikan pecak

Mie

Beras coklat

Daging ayam

Daging babi

Daging sapi

Roti gandum

Susu

Kenari hitam

1 ons

3 ons

3 ons

3 ons

3 ons

1 mangkok, dimasak

1 mangkok, dimasak

3 ons

3 ons

3 ons

2 potong

8 ons

1 ons

839

34

40

40

40

35

19

20

33

17

15

5

5

Dikutip dari Whanger,PD, Dept.of Environmental and Molecular Toxicology, Linus Pauling Institute, 20021

Page 9: Antioksdn Dan Radikal Bebas

2.6 Kebutuhan selenium Kebutuhan selenium berdasarkan RDA (recommended dietary allowance)

yang dibuat oleh Badan Nutrisi dan Makanan Amerika Serikat tahun 2000 seperti

terlihat pada tabel di bawah ini. RDA ini berdasarkan jumlah selenium yang

dibutuhkan untuk memaksimalkan aktifitas enzim glutathione peroksidase di dalam

plasma.1

Tabel 2. Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk selenium

Usia Laki-laki (mcg/hr) Perempuan (mcgr/hr)

0-6 bulan

7-12 bulan

1-3 tahun

4-8 tahun

9-13 tahun

14-18 tahun

>19 tahun

Kehamilan

Menyusui

15

20

20

30

40

55

55

-

-

15

20

20

30

40

55

55

60

70

Dikutip dari Whanger,PD, Dept.of Environmental and Molecular Toxicology, The Linus Pauling Institute, 20021

2.7 Fungsi Selenium Selenium berfungsi sebagai komponen dari sejumlah enzim. Enzim yang

mengandung selenium disebut selenoprotein. Terdapat 11 selenoprotein yang telah

diidentifikasi, yaitu kelompok glutathione peroksidase (4 jenis), kelompok

iodothyronine deiodinase (3 jenis), thioredoksin reduktase, selenophosphate

synthetase, selenoprotein P dan selenoprotein W.1-4

2.7.1 Iodothyronine deiodinase Kelenjar tiroid melepaskan sejumlah kecil triiodo thyronine (T3) dan sejumlah

besar thyroxine (T4) ke dalam sirkulasi. Sebagian besar T3 yang terdapat di dalam

sirkulasi dan sel dibentuk dari T4 dengan membuang satu atom iodine. Reaksi ini

dikatalisa oleh enzim iodothyronine deiodinase, yaitu enzim yang mengandung

selenium. 1,4,19,20

Page 10: Antioksdn Dan Radikal Bebas

Iodothyronine deiodinase terdiri dari 3 tipe yaitu tipe 1 (D1), tipe 2 (D2) dan

tipe 3 (D3). D1 dapat ditemukan terutama di hepar, ginjal dan thyroid. D2 dapat

ditemukan di otak, kelenjar pituitary dan jaringan lemak coklat. D3 ditemukan di

kortek serebri dan kulit, dan kandungan tertinggi ditemui pada plasenta dan uterus

wanita hamil.19

Ketiga enzim deiodinase ini mengandung selenium dalam bentuk

selenocystein. Adanya defisiensi selenium akan mengakibatkan perubahan aktivitas

deiodinase secara bermakna. Pada tikus dengan kadar selenium yang turun hampir

80% (0,01-1,1 ppm) jaringan masih dapat mempertahankan kadar aktivitas

deiodinase. Tetapi jika kadar selenium turun >80% terlihat penurunan aktivitas

deiodinase pada hepar, kulit dan non pregnant uterus. Sedangkan pada otak,

kelenjar pituitary, thyroid, ovarium, testis dan pada jaringan lemak coklat tidak terjadi

penurunan aktivitas deiodinase. Namun, anehnya walaupun terjadi penurunan

aktivitas deiodinase kadar plasma T3 masih dapat dipertahankan. Bagaimana

mekanisme ini terjadi masih belum diketahui.19

2.7.2 Thioredoksin reduktase Thioredoksin reduktase adalah suatu flavoenzim yang menggunakan NADPH

untuk mereduksi thioredoksin. Thioredoksin adalah protein dengan berat molekul 12

kD yang mengandung 5 molekul cysteine. Thioredoksin dan thioredoksin reduktase

berperan sebagai antioksidan yang mengubah peroksida menjadi air.21,22

2.7.3 Selenoprotein P Selenoprotein P adalah glikoprotein ekstra seluler yang ditemukan di dalam

plasma. Enzim ini berhubungan dengan sel endothelial dinding bagian dalam

pembuluh darah.1,4 Fungsi selenoprotein ini belum diketahui tetapi diperkirakan

sebagai transport protein. Juga diperkirakan sebagai antioksidan yang melindungi

sel-sel endothelial dari kerusakan oleh peroxynitrite.1

2.7.4 Selenoprotein W Selenoprotein W ditemukan pada otot. Fungsi selenoprotein ini belum jelas

tetapi diperkirakan berfungsi dalam metabolisme otot.1,4

Page 11: Antioksdn Dan Radikal Bebas

2.7.5 Selenophosphate synthetase Enzim ini dibutuhkan dalam penggabungan selenocystein dengan protein.

Selenophosphate synthetase juga berfungsi mengkatalisa sintesa monoselenium

phosphate, yang merupakan prekusor dari selenocystein.1,4

2.7.6 Glutathione peroksidase Glutathione peroksidase adalah enzim yang berfungsi mengkatabolisme

hydroperoksidase (H2O2). Terdisi dari 4 jenis enzim yang mengandung selenium,

yaitu cellular glutathioneperoksidase (GPx-1), gastrointestinal glutathione

peroksidase (GPx-2), ekstra selular glutathione peroksidase (GPx-3) dan

phospholipid hydroperoxide (GPx-4). Lebih jauh lagi mengenai glutathione ini akan

dibahas pada bab berikutnya.1,3,4,16

2.8 Penilaian Status Selenium Penilaian status selenium dapat dilakukan dengan dua cara: (1) Menghitung

komposisi makanan yang masuk dan (2) Biokimia.23

Pemeriksaan laboratorium untuk menilai status selenium dapat dilakukan

pada plasma, serum, darah, urin, rambut dan kuku. Pengukuran kadar selenium

dalam urin tidak dapat memberikan hasil yang tepat karena dipengaruhi oleh

pengenceran dan kadar selenium pada makanan yang dimakan sebelumnya.

Pengukuran kadar selenium pada rambut telah digunakan di Cina, tetapi cara ini

tidak dapat digunakan di negara-negara Barat, karena di daerah tersebut banyak

menggunakan shampoo yang mengandung selenium. Pengukuran kadar selenium

pada kuku telah banyak digunakan sebagai metode noninvasif. Di Amerika Serikat

pada Survey Kesehatan dan Nutrisi Ketiga tahun 1988-1994 dilakukan pengukuran

kadar selenium plasma, serum atau darah dengan menggunakan metode

spektometri.23

Penilaian status selenium dengan mengkalkulasi asupan makanan dilakukan

dengan melihat tabel komposisi makanan. Tetapi metode ini sangat riskan, karena

kandungan selenium pada makanan mempunyai variasi yang luas.23

Page 12: Antioksdn Dan Radikal Bebas

Tabel 3. Nilai konsentrasi selenium dalam jaringan/cairan tubuh pada manusia

dewasa

Jaringan/cairan tubuh Konsentrasi selenium (μg/kg)

Hepar 250-400

Darah 90-130

Plasma 75-120

Urine 25-50

ASI 10-25

Rambut 500-1000

Dikutip dari: WHO. Selenium.In:Trace Elements in Human Nutrition and Health Geneva.1996 2.9 Defisiensi Selenium 2.9.1 Etiologi

Defisiensi selenium dapat disebabkan karena:

1. Intake selenium yang tidak adekuat

Defisiensi selenium yang disebabkan intake yang tidak adekuat biasanya

terdapat di daerah dimana kandungan selenium pada tanah sangat rendah,

contohnya di Cina dimana intake selenium <19 mcg/hari pada laki-laki dan <13

mcg/hari pada perempuan.18 Defisiensi selenium di Cina yang berhubungan dengan

penyakit jantung disebut Penyakit Keshan. Penyakit Keshan adalah kardiomiopati

yang terdapat pada anak dan wanita muda yang ditandai dengan pembesaran

jantung dan penurunan fungsi jantung.

Kemungkinan defisiensi selenium harus dipikirkan pada semua pasien

malnutrisi yang mendapat Nutrisi Parenteral Total (NPT). Pada pasien ini defisiensi

dapat terjadi karena nutrisi yang diberikan tidak mengandung selenium.18

2. Gangguan absorbsi

Gangguan gastrointestinal berat, misalnya pada penyakit Crohn’s dapat

menurunkan absorbsi selenium.2

3. Peningkatan penggunaan selenium.

Kebutuhan selenium meningkat pada masa kehamilan, menyusui dan masa

penyembuhan penyakit.2

Page 13: Antioksdn Dan Radikal Bebas

2.9.2 Gejala klinik Defisiensi selenium telah dihubungkan dengan berbagai penyakit seperti

yang akan dijelaskan pada bab V.

2.10 Kelebihan selenium

Kadar selenium yang tinggi masih dapat ditoleransi untuk jangka waktu yang

pendek. Keracunan akut dan fatal terjadi karena kecelakaan atau usaha bunuh diri

dengan menelan sejumlah besar selenium. Keracunan kronis selenium terjadi

dengan menelan dosis yang lebih kecil dalam waktu lama. Gejala-gejala yang umum

ditemukan pada kelebihan selenium adalah rambut rontok, kuku yang rapuh,

gangguan pencernaan, dermatitis, bau nafas seperti bau bawang, rasa metalik,

kelemahan dan bahkan kematian.1,4

Badan Nutrisi dan Makanan Amerika Serikat menetapkan batas atas untuk

selenium yaitu 400 mcg/hr pada dewasa, 150 mcg/hr pada anak dan 45 mcg/hr

pada bayi.1

Page 14: Antioksdn Dan Radikal Bebas

BAB III ENZIM GLUTATHIONE PEROKSIDASE

3.1 Fisiologi Glutathione peroksidase (GPx) adalah protein dengan bentuk tetramer.

Mempunyai berat molekul sebesar 85.000 D. Enzim ini mengandung 4 atom

selenium yang terikat sebagai selenocysteine. Struktur enzim ini dapat dilihat pada

gambar 3.24,25,26

Gambar. 3 Struktur Glutathione peroksidase. Didapat dari Anonim. Glutathione peroksidase. 2000. Didapat dari: www.wikipedia/thefreeencyclopedia.

Enzim glutathione peroksidase membantu mencegah kerusakan sel yang

disebabkan oleh radikal bebas dengan cara mengkatalisa berbagai hidroperoksida.

Glutathione peroksidase mereduksi H2O2 menjadi H2O dan glutathione disulfide

(GSSG) dengan bantuan glutathione tereduksi (GSH). Reaksi enzim tersebut seperti

di bawah ini.24

H2O2 + 2GSH GPX GSSG + 2H2O

Selenium yang mengandung enzim glutathione peroksidase terdiri dari empat

jenis, yaitu seluler glutathione peroksidase (GPx-1), gastrointestinal glutathione

peroksidase (GPx-2), ekstraseluler glutathione peroksidase (GPx-3) dan

phospholipid hydroperoksidase (GPx-4).1,3,4,16

Persamaan dari keempatnya adalah:27

1. Aktifitas enzim tergantung selenium

2. Adanya residu selenocystein selama translasi protein

Page 15: Antioksdn Dan Radikal Bebas

3. Adanya reaksi enzimatik bolak-balik pada proses reduksi peroksida

4. Oksidasi selenium yang diikuti oleh reduksi yang diperantarai glutathione

3.1.1 Seluler Glutathione Peroksidase (GPx-1/cGPx) Seluler glutathione peroksidase adalah enzim yang mengandung selenium

yang pertama kali ditemukan. Terdiri dari homotetramer dengan subunit yang

berukuran 22 kDa dan terdapat di seluruh jaringan tubuh. GPx-1 memegang

peranan penting dalam melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh

paraquat, yaitu suatu radikal bebas yang dapat menghasilkan lipid peroksidase.

Garberg dan Thullberg, 199628 telah menunjukkan bahwa GPx-1 merupakan bentuk

metabolik selenium tubuh yang utama yang melindungi sel dari oksidatif stress akut

yang disebabkan oleh kadar paraquat yang tinggi tetapi tidak begitu penting pada

oksidatif stress dengan kadar yang relatif rendah. Tetapi menurut penelitian oleh

Wen-Hsing Cheng, 199828,29, peranan antioksidan cGPx secara in vivo belum jelas,

sebab tidak terdapat hubungan langsung antara rendahnya GPx dan gejala-gejala

penyakit yang berhubungan dengan selenium.

Bermano, dkk (1995), Lei, dkk (1995), menyatakan bahwa GPx-1 merupakan

bentuk penyimpanan selenium dalam tubuh untuk menjaga fungsi homeostasis

selenium.28

3.1.2 Gastrointestinal Glutathione Peroksidase (GPx-2/GPx-GI) GPx-GI merupakan selenium yang mengandung enzim glutathione

peroksidase yang terdapat di dalam sel. Ditemukan dari isolasi GPx-GI cDNA sel

hepar manusia (HepG2). Paling banyak ditemukan di mukosa epitel traktus

gastrointestinal. GPx-GI dibedakan dengan GPx-1 berdasarkan komposisi DNA,

dimana pada GPx-GI terdapat 1.9 kilobase GPx-GI mRNA. GPx-GI juga tidak

bereaksi dengan antisera manusia yang mengandung GPx-1 dan GPx plasma.30

Aktifitas GPx-GI dan GPx-1 dapat ditemukan pada traktus gastrointestinal bagian

tengah dan bawah, terutama pada kripta dan villi usus.31 GPx-GI pada villi berfungsi

untuk melindungi epitel villi, sedangkan villinya sendiri dilindungi oleh eGPx.32

GPx-1 dan 2 mempunyai persamaan dalam hal antioksidan yaitu sama-sama

mereduksi H2O2, terbutyl hydroperoxide, cumene hydroperoxide dan linoleic acid

hydroperoxide. Adanya glutathione peroksidase yang khusus terdapat dalam traktus

Page 16: Antioksdn Dan Radikal Bebas

gastrointestinal menunjukkan bahwa enzim ini melindungi tubuh dari lipid

hydroperoxide yang tertelan.30

3.1.3 Ekstraseluler Glutathione Peroksidase (GPx-3/eGPx) Ekstraseluler glutathione peroksidase adalah selenoprotein yang dapat

mereduksi hydrogen peroxide, organik hydroperoxide, free fatty acid hydroperoxide

dan phosphatidylcholine hydroperoxide. eGPx dapat ditemukan di dalam plasma

dan cairan ekstraseluler lainnya, seperti pada ASI , cairan amnion, cairan eksoselom

dan cairan yang berasal dari bilasan paru.27,32

Sumber utama eGPx berasal dari ginjal dan dalam jumlah kecil juga disintesa

di paru, jantung dan usus.27,32 Orang yang tidak mempunyai ginjal menunjukkan

aktifitas eGPx yang rendah, yaitu hanya sebesar 5-25% normal.27 Hal ini

mengindikasikan bahwa ginjal merupakan sumber utama eGPx. eGPx disintesa di

tubulus proksimal dan disekresikan melalui membran basolateral epitel tubulus

proksimal. Selain disintesa di ginjal eGPx juga disintesa di paru, jantung dan

intestinal, terutama di epitel villi caecum.27,32

eGPx berbentuk homotetramer dengan ukuran subunit 23 kDa. Konsentrasi

glutathione plasma lebih rendah bila dibandingkan dengan konsentrasi di dalam sel,

yaitu 1-5 μM di plasma dan 1-10 mM di dalam sel. Sedangkan konsentrasi

glutathione di cairan interstitial ginjal tidak diketahui.27 eGPx berbeda dengan cGPx

berdasarkan imunologi dan karakteristik biokimia. Asam amino eGPx dan cGPx

hanya identik sebesar 45%.

3.1.4 Phospholipid-hydroperoxide Glutathione Peroksidase (PhGPx) PhGPx adalah selenoenzim yang dapat mereduksi phospholipid

hydroperoxide, cholesterol dan cholesteryl ester melalui glutathione. PhGPx juga

dapat mereduksi 7-hidroksikolesterol yang merupakan sitotoksin utama dari

lipoprotein yang teroksidasi. Lipid-lipid ini tidak dapat direduksi oleh GPx-1.33

PhGPx telah diisolasi dari jantung babi, hepar dan otak, sitosol dan

mitokondria testis tikus dan hepar manusia. Berdasarkan analisa biokimia PhGPx

adalah protein yang terdiri dari 170 asam amino dengan ukuran 20 kDa. cDNA yang

mengkode PhGPx telah diisolasi dari jantung babi, blastokista dan testis manusia.33

Page 17: Antioksdn Dan Radikal Bebas

PhGPx mempunyai 2 bentuk, yaitu L-form dengan berat molekul 23 kDa dan

S-form dengan berat molekul 20 kDa. L-form adalah PhGPx yang terdapat di

mitokondria sedangkan S-form disebut PhGPx non mitokondria.34

Kadar tertinggi PhGPx terdapat pada daerah antara membran luar dan dalam

mitokondria testis tikus dimana regulasinya diatur oleh gonadotropin. PhGPx dapat

dideteksi di dalam sitoplasma, mitokondria, membran plasma dan nuclear, tetapi

struktur dasar PhGPx pada lokasi ini belum diketahui.35

PhGPx mitokondria mencegah kematian sel yang disebabkan oleh kalium

sianida (KCN). KCN adalah inhibitor pada rantai respirasi mitokondria yang dapat

menyebabkan pembentukan reactive oxygen spesies (ROS).35 PhGPx mitokondria

mencegah perubahan fungsi mitokondria dan kematian sel dengan cara mengurangi

pembentukan seluler hidroperokside.34

Page 18: Antioksdn Dan Radikal Bebas

BAB IV OKSIDAN

(RADIKAL BEBAS)

4.1 Definisi Radikal bebas adalah suatu molekul dimana elektron yang terletak pada

lapisan paling luar tidak mempunyai pasangan (Greenwald, 1991; Halliwell, 1995).

Adanya molekul dengan elektron yang tidak berpasangan ini membuat mereka

sangat reaktif.8-10 Reaktif artinya mereka mempunyai spesifisitas yang rendah

sehingga mereka mampu bereaksi dengan molekul-molekul yang berada

disekitarnya. Molekul-molekul tersebut termasuk protein, lipid, karbohidrat dan DNA.

Reaktif juga berarti mereka tidak bertahan lama dalam bentuk “asli” karena untuk

mempertahankan kestabilan molekul, mereka harus mengambil satu elektron dari

molekul yang lain. Artinya, radikal bebas menyerang molekul stabil yang berada di

dekatnya dan mengambil elektron dari molekul tersebut. Molekul yang diambil

elektronnya kemudian juga menjadi radikal bebas dan mengambil elektron dari

molekul lain, begitulah seterusnya sampai terjadi kerusakan sel. Karena molekul-

molekul yang sangat reaktif ini sebagian besar berasal dari oksigen maka secara

umum molekul-molekul tersebut disebut reactive oxygen species (ROS).8

Gambar 4. Molekul stabil dan radikal bebas. Didapat dari

Fouad T. Free Radical, Types, Source and Damaging Reactions. Didapat dari: www. thedoctorslounge.net /medlounge/articles/antioxidant.

Page 19: Antioksdn Dan Radikal Bebas

4.2 Fisiologi Radikal bebas dapat ditimbulkan baik secara in vitro maupun invivo dengan

mekanisme sebagai berikut:8

1. Pemecahan ikatan kovalen. Cara ini tidak lazim pada sistem biologi

karena memerlukan energi yang tinggi, seperti sinar ultra violet atau

radiasi ion.

2. Molekul normal yang kehilangan satu elektron

3. Penambahan satu elektron pada molekul yang normal.

Radikal bebas dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Elektron yang

tidak berpasangan dapat menambah molekul yang bersifat netral sehingga molekul

tersebut menjadi bermuatan negatif. Molekul bermuatan negatif juga dapat terbentuk

dari molekul bermuatan positif yang kehilangan elektron. Molekul yang asalnya tidak

netral dengan penambahan atau pengurangan elektron dapat menjadi netral.8

Sebagian besar radikal bebas terbentuk di dalam sel melalui transfer elektron

di mitokondria dan retikulum endoplasmik. Transfer elektron tersebut dapat

diperantarai secara enzimatik atau non enzimatik.8

4.3 Patofisiologi Dalam keadaan normal radikal bebas yang terbentuk dapat dinetralisir oleh

antioksidan tetapi bila kadar reactive oxygen species (ROS) yang toksik melebihi

pertahanan antioksidan endogen maka akan terjadi suatu keadaan yang disebut

stres oksidatif. Pada tahap ini kelebihan radikal bebas dapat bereaksi dengan sel

lipid, protein dan asam nukleat, sehingga menyebabkan kerusakan lokal bahkan

dapat sampai terjadi disfungsi organ. Lemak adalah molekul yang paling rentan

untuk diserang radikal bebas.8

4.3.1 Peroksidasi Lipid Membran sel terdiri dari 2 lapisan yang kaya akan sumber asam lemak tak

jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA). Pada lapisan luar membran sel

bersifat hidrofilik sedangkan lapisan dalam bersifat lipofilik (gb. 5A). Dibagian dalam

membran sel terdapat protein yang merupakan bagian yang paling penting dari sel.

Protein tersebut berfungsi mengontrol pergerakan ion atau berfungsi sebagai

reseptor sel.

Page 20: Antioksdn Dan Radikal Bebas

Radikal bebas dapat mengambil elektron dari lipid yang berada di membran

sel. Reaksi ini disebut peroksidasi lipid. Sasaran reactive oxygen species (ROS)

adalah karbon-karbon dengan ikatan ganda dari molekul PUFA. Adanya ikatan

ganda ini menyebabkan ikatan antara karbon dan hydrogen menjadi lemah dan

mudah terdisosiasi menjadi radikal bebas. Radikal bebas akan mengambil satu

elektron dari hydrogen yang berikatan ganda dengan karbon. Molekul yang

terbentuk kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil. Radikal

peroksil kemudian mengambil satu elektron dari molekul lipid yang lain, begitulah

seterusnya (gb. 5B).

Antioksidan dapat menetralisir dengan cara bereaksi dengan radikal peroksil.

Vitamin E (tokoferol) dapat mereduksi radikal peroksil menjadi lipid yang teroksidasi.

Lipid yang teroksidasi ini kemudian dikonversi oleh glutathione peroksidase menjadi

lipid alkohol yang tidak berbahaya.10,36

4.3.2 Kerusakan Protein

Adanya peroksidasi lipid dapat mengubah struktur dan fungsi protein.

Perubahan struktur dan fungsi ini menyebabkan hilangnya regulasi intra seluler Ca2+

oleh Ca2+ ATPase. Hilangnya regulasi ini dapat menyebabkan kematian sel (Thomas

& Reed, 1989).36

Page 21: Antioksdn Dan Radikal Bebas

Gb. 5A. Membran sel dengan 2 lapis lipid Gb. 5B. 1. Radikal bebas menarik electron dari molekul lipid 2. Radikal lipid menarik electron dari lipid disebelahnya 3&4. Fungsi protein mengalami kerusakan

5. Pembentukan radikal dapat merusak struktur yang berjauhan Didapat dari Bottje W, Enkvetchakul B, Wideman RF. Antioxidant, Hypoxia and Lipid Peroxidation Involvement in Pulmonary Hypertension Syndrome (Ascites). Didapat dari: www.yahoo.com.

4.3.3 Kerusakan DNA

Kromatin dapat melindungi DNA dari proses oksidasi oleh radikal bebas.

Tetapi jumlah radikal bebas yang melebihi pertahanan ini dapat menyebabkan

mutasi gen. Adanya paparan yang lama dari stress oksidatif dapat menimbulkan

proses karsinogenesis.

Kemampuan radikal bebas untuk menyebabkan mutasi disebabkan oleh

interaksi langsung radikal hidroksil (OH) dengan semua komponen molekul DNA.

Yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan genetik. Kerusakan genetik yang

disebabkan oleh radikal bebas dapat berupa modifikasi rantai, penembahan rantai,

delesi, pemutusan rantai, pergantian rantai, pertukaran protein DNA atau

penyusunan kembali kromosom.37

4.4 Sumber Oksidan Radikal bebas dapat bersumber dari dua tempat, yaitu (1) endogen dan (2)

eksogen.8

4.4.1 Sumber Endogen a. Organella Subseluler

Organella subseluler seperti mitokondria, kloroplas, mikrosome,

peroksisome dan nuklei dapat menghasilkan superokside (O2-).8

Mitokondria merupakan penghasil utama energi dalam sel sehingga

disebut the powerhouse of the cell. Energi yang dihasilkan berbentuk

adenosine trifosfat (ATP) melalui suatu rantai transpor elektron dan

oksigen merupakan rantai terakhir penerima elektron.8,36

Proses metabolisme ini tidak 100% efisien, terdapat sejumlah besar

energi yang hilang berupa panas. Lebih kurang 2-4% oksigen yang

Page 22: Antioksdn Dan Radikal Bebas

dikonsumsi oleh mitokondria tidak direduksi menjadi air tetapi direduksi

menjadi superokside atau hydrogen peroksida.36

Adanya kerusakan pada sistem transport elektron pada mitokondria

memungkinkan O2 untuk menerima satu elektron sehingga terbentuk O2-

(Halliwell,1995). Pembentukan superoksida oleh mitokondria dapat terjadi

pada 2 keadaan, (1) jika konsentrasi oksigen meningkat atau (2) jika

terjadi iskemia (gb. 6).8

Gb 6. Metabolisme mitokondria. Didapat dari Didapat dari Bottje W, Enkvetchakul B, Wideman RF. Antioxidant, Hypoxia and Lipid Peroxidation Involvement in Pulmonary Hypertension Syndrome (Ascites). Didapat dari: www.yahoo.com.

Mikrosome sitokrom P450 dapat menghasilkan H2O2 sebesar 80% in

vivo jika terjadi hiperoksia. (Jamieson, dkk, 1986).8

Peroksisome diketahui dapat membentuk H2O2 tetapi tidak

membentuk O2- pada keadaan fisiologis (Chance, dkk, 1979).32 Pada

kondisi kelaparan yang lama, peroksisome dapat mengoksidasi asam

lemak menjadi H2O2.

Page 23: Antioksdn Dan Radikal Bebas

b. Inflamasi

Selama inflamasi terjadi proses fagositosis oleh makrofag dan

neutrofil36. Makrofag dan neutrofil harus membentuk radikal bebas agar

dapat memfagositosis bakteri. Pada tahap pertama bakteri akan masuk

ke dalam fagosome dan berdifusi ke dalam lisosome. Pada membran

lisosome terdapat enzim NADPH (Nikotinamide Adenine Dinukleotide

Phosphate) oksidase yang berfungsi mengkatalisa pembentukan

superokside. Reaksi ini membutuhkan oksigen dalam jumlah besar

sehingga disebut respiratory burst.

Selanjutnya enzim superokside dismutase (SOD) akan mengubah

superokside menjadi hydrogen peroksida. Hydrogen peroksida

selanjutnya akan menghancurkan bakteri.

Neutrofil menghancurkan bakteri menggunakan enzim

myeloperoksidase. Enzim ini mengkatalisa reaksi antara hydrogen

peroksida dengan ion kloride untuk menghasilkan antiseptik ion

hipokloride.36,38

Gambar 7. Terbentuknya reactive oxygen species selama inflamasi. Didapat dari Proctor PH. Free Radicals and Human Disease. Dalam: CRC Handbook of Free Radicals and Antioxidants. Volume 1. 1989, hal. 209-21.

Page 24: Antioksdn Dan Radikal Bebas

c. Ion Metal Transisi

Ion metal transisi adalah elemen dimana salah satu bentuk ionnya

pada orbital d tidak terisi penuh. Di alam terdapat 30 elemen yang

disebut ion metal transisi. Besi dan tembaga merupakan ion metal

transisi yang terdapat di dalam tubuh manusia.40

Besi dan tembaga memegang peranan utama dalam membentuk

radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid. Ion metal transisi ikut

dalam reaksi Haber-Weiss, dimana reaksi ini dapat menghasilkan radikal

hidroksil (.OH).8

O2- + Fe3+ Fe2+ + O2

H2O2 + Fe2+ Fe3+ + OH- + .OH

d. Oksidasi enzimatik

Beberapa enzim dapat membentuk radikal bebas dalam jumlah yang

cukup bermakna. Enzim-enzim tersebut adalah xantin oksidase,

prostaglandin sintase, lipoksigenase, aldehide oksidase dan asam amino

oksidase. Enzim mieloperoksidase menggunakan hydrogen peroksida

untuk mengoksidasi ion klorid, sehingga menghasilkan oksidan yang

kuat, yaitu asam hipoklorus (HOCl).8

e. Auto-oksidasi

Auto-oksidasi adalah suatu proses yang terjadi di dalam lingkungan

aerobik. Molekul yang mengalami proses auto-oksidasi adalah

katekolamin, hemoglobin, mioglobin, sitokrom C dan thiol. Auto-oksidasi

dari molekul-molekul tersebut akan menghasilkan radikal bebas yang

mengandung oksigen. Superoksida adalah radikal bebas utama yang

terbentuk pada proses ini.8

f. Reperfusi pada Iskemia

Dalam keadaan normal, xantine oksidase mengkatalisis reaksi

hipoxantine menjadi xantine dan selanjutnya xantine diubah menjadi

asam urat. Reaksi ini membutuhkan penerima elektron sebagai kofaktor.

Selama periode iskemia terdapat 2 keadaan, (1) meningkatnya produksi

Page 25: Antioksdn Dan Radikal Bebas

xantine dan xantine oksidase (2) tidak adanya antioksidan superoksid

dismutase dan glutathione peroksidase. Molekul oksigen yang disuplai

selama proses reperfusi bertindak sebagai penerima elektron dan

kofaktor bagi xantine oksidase. Hal ini menimbulkan pembentukan O2-

dan H2O2. Latihan yang berat juga dapat mencetuskan reaksi xantine

oksidase dan membentuk radikal bebas pada otot rangka dan jantung.8

4.4.2 Sumber Eksogen a. Obat-obatan

Sejumlah obat-obatan dapat membentuk radikal bebas.

Mekanismenya diperkirakan bahwa obat-obatan tersebut memperkuat

hiperoksia yang sudah terjadi. Obat-obatan tersebut adalah antibiotik

golongan quinolon atau antibiotik yang berikatan dengan metal untuk

aktifitasnya (nitrofurantoin), antineoplastik (bleomisin), adriamisin (Fisher,

1988) dan metotreksat (Gressier dkk,1994). Obat-obatan seperti

penisilamin, fenilbutazon, asam mefenamat dan aminosalisilat

(komponen sulfasalazin) dapat menambah pembentukan radikal bebas

dengan cara menurunkan kerja asam askorbat.

b. Radiasi

Radioterapi dapat menyebabkan kerusakan jaringan melalui

pembentukan radikal bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar

gamma) dan radiasi partikel (elektron, proton, neutron dan partikel alfa

dan beta) menghasilkan radikal bebas melalui transfer energi ke

komponen seluler.

c. Tembakau (Rokok)

Oksidan yang dihasilkan oleh tembakau memegang peranan penting

dalam terjadinya kerusakan saluran nafas. Oksidan yang dihasilkan

tembakau menurunkan jumlah antioksidan intraseluler yang terdapat di

dalam sel paru-paru. Satu kali isapan rokok menghasilkan oksidan dalam

jumlah yang besar, yaitu aldehide, epokside, perokside. nitrik okside,

radikal peroksil dan karbon dapat terbentuk selama fase “gas”. Oksidan

yang lebih stabil dihasilkan pada fase “tar”, yaitu semiquinone.

Page 26: Antioksdn Dan Radikal Bebas

d. Partikel Inorganik

Partikel inorganik, yang terinhalasi, seperti asbes, silika dapat

merusak paru-paru melalui pembentukan radikal bebas. Inhalasi asbes

telah dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya fibrosis pulmonal

(asbestosis), mesotelioma dan karsinoma bronkogenik. Partikel silika dan

asbes difagositosis oleh makrofag paru-paru. Sel ini kemudian pecah,

melepaskan enzim proteolitik dan kemotaktik mediator yang

menyebabkan infiltrasi sel-sel lain, seperti neutrofil. Maka dimulailah

proses inflamasi. (Kehrer dkk, 1988). Serat asbes yang mengandung besi

juga dapat menstimulasi pembentukan radikal hidroksil.

e. Gas

Ozon bukanlah radikal bebas tetapi merupakan agen pengoksidasi

yang sangat kuat. Ozon (O3) memiliki dua elektron yang tidak

berpasangan dan bereaksi dengan substrat biologik membentuk radikal

bebas. Secara in vitro ozon dapat menghasilkan lipid peroksidase, tetapi

in vivo belum dapat dibuktikan.8

4.5 Tipe Oksidan Radikal bebas yang paling penting di dalam tubuh adalah radikal yang

berasal dari oksigen yang disebut reactive oxygen species. Radikal bebas tersebut

adalah oksigen dalam bentuk triplet singlet (1O2), anion superokside (O2-), radikal

hidroksil (.OH), nitrik okside (NO), peroksinitrit (ONOO-), hypochlorous acid (HOCl),

hydrogen peroksida (H2O2), dan radikal peroksil (LO2).8-10

4.5.1 Superokside (O2-)

Anion superokside terbentuk jika oksigen direduksi melalui transfer satu

elektron. Secara invivo, sumber utama superokside berasal dari rantai transport

elektron pada mitokondria. Superokside sebenarnya tidak merusak, tetapi anion ini

dapat bereaksi dengan ion metal transisi membentuk radikal hidroksil yang sangat

merusak.

Sumber utama lainnya adalah melalui enzim NADPH oksidase yang terdapat

pada makrofag.

Page 27: Antioksdn Dan Radikal Bebas

4.5.2 Hidrogen Peroksida (H2O2) Hidrogen peroksida merupakan agen pengoksidasi untuk membentuk radikal

hidroksil dalam reaksi dengan ion metal transisi. Hidrogen peroksida terbentuk dari

oksigen yang mengalami reduksi dua elektron. Pada sistem biologi, hydrogen

peroksida terbentuk dari superokside. Dua molekul superokside dapat bereaksi

membentuk hydrogen peroksida dan oksigen, seperti terlihat pada reaksi di bawah

ini.

2O2- + 2H H2O2 + O2

4.5.3 Radikal hidroksil (.OH) Radikal hidroksil adalah radikal yang sangat reaktif. Radikal ini dapat

bereaksi dengan hampir seluruh biomolekul, artinya, reaksi akan segera timbul pada

molekul biologis.

Pada tahun 1933 Fritz Haber dan Joseph Weiss menemukan bahwa radikal

bebas hidroksil terbentuk oleh superokside dan hydrogen peroksida (reaksi Haber-

Weiss).

O2- + H2O2 O2 + .OH + OH-

Henty Fenton telah meneliti agen pereduksi, ion ferro (Fe2+) bersama

dengan hydrogen peroksida dapat mengoksidasi senyawa organik. Mekanismenya

melibatkan radikal hidroksil.

H2O2 + Fe2+ .OH + OH- + Fe3+

4.5.4 Singlet oksigen (O2) Singlet oksigen merupakan agen pengoksidasi yang sangat kuat. Singlet

oksigen dapat terbentuk dari reaksi enzimatik, seperti peroksidase, atau oleh reaksi

hydrogen peroksidase dengan peroksinitrit.

4.5.5 Nitrik okside (NO.) Merupakan radikal bebas dalam bentuk gas. Dikenal mempunyai peranan

dalam fisiologi vaskuler sebagai faktor perelaksasi endothelium. Endotelium vaskuler

menghasilkan nitrik okside dari arginine menggunakan enzim nitrik okside sintetase.

Reaksi ini dapat distimulasi oleh sitokin, faktor nekrosis tumor atau interleukin.

Page 28: Antioksdn Dan Radikal Bebas

4.5.6 Peroksinitrite (ONOO-) Terbentuk dari reaksi nitrik okside dengan superokside.

4.5.7 Hypochlorous acid (HOCl) Sebagai agen bakterisidal, sel PMN menghasilkan HOCl. Terbentuk oleh

reaksi dari ion kloride dengan hydrogen peroksida yang dikatalisa oleh enzim

myeloperoksidase.

H2O2 + Cl- HOCl + OH-

Reaksi ini timbul pada vakuole neutrofil setelah berfusi dengan vesikel

lisosome yang mengandung mieloperoksidase.

Hypochlorous acid dapat melewati membran sel, dan jika bereaksi dengan

ion metal transisi dapat membentuk radikal hidroksil. HOCl dapat memulai

peoksidasi lipid dan selanjutnya merusak sel.

HOCl +O2- .OH + Cl- + O2

HOCl + Fe2+ .OH + Cl- + Fe3+

Page 29: Antioksdn Dan Radikal Bebas

BAB V ANTIOKSIDAN

5.1 Definisi

Antioksidan adalah zat kimia dengan konsentrasi rendah, secara signifikan

dapat mencegah atau mereduksi suatu zat yang teroksidasi (Halliwell, 1995).41

Disebut antioksidan karena zat tersebut dapat melawan proses oksidasi. Zat-

zat ini melindungi bahan kimia lain dari reaksi oksidasi yang dapat merusak sel.

Antioksidan bekerja dengan cara bereaksi dengan radikal bebas yang ada di dalam

tubuh.

5.2 Klasifikasi Antioksidan Utama

Antioksidan dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu antioksidan non-

enzimatik dan antioksidan enzimatik. Klasifikasi selengkapnya dapat dilihat pada

tabel 4.41

Tabel. 4 Klasifikasi antioksidan

Enzim Antioksidan Peranan Ciri-ciri Superokside dismutase

(SOD): mitokondrial, sitoplasmik, ekstraseluler

MengubahO2-menjadi H2O2 Mengandung

mangan (MnSOD) Mengandung tembaga dan seng (CuZnSOD) Mengandung tembaga (CuSOD)

Katalase Mengubah H2O2 menjadi H2O Hemoprotein berbentuk tetramer

Glutathione peroksidase (GPx)

Mengubah H2O2 dan lipid perokside

Selenoprotein Terutama berada di sitosol dan mitokondria Menggunakan GSH

Vitamin Alpha tokoferol Memutus peroksidase lipid Scavenge lipid perokside, O2

- dan .OH

Vitamin yang larut dalam lemak

Beta karotene scavenge O2-, bereaksi

langsung dengan peroksil Vitamin larut dalam lemak

Asam askorbat scavenge secara langsung OH,O2

-

Menetralkan oksidan dari stimulasi neutrofil Berperan dalam regenerasi vit.E

Vitamin larut dalam air

Dikutip dari: Fouad T. Antioxidant system www. thedoctorslounge.net/medlounge/articles/antioxidant.

Page 30: Antioksdn Dan Radikal Bebas

5.2.1 Antioksidan Non-enzimatik 5.2.1.1 Alfa tokoferol (Vitamin E)

Alfa tokoferol adalah antioksidan yang larut dalam lemak yang terdapat di

dalam sel. Alfa tokoferol ditemukan sekitar awal 1920-an. Nama tokoferol pertama

kali digunakan oleh Evans. Tokoferol berasal dari kata Yunani, tokos berarti

kelahiran bayi, phero berarti membawa kemajuan dan ol menunjukkan bahwa

molekulnya mengandung alkohol. Vitamin E adalah istilah umum untuk

menunjukkan semua aktifitas biologi vitamin E alami, yaitu d-alfa-tokoferol. Di alam,

terdapat 8 substansi yang memiliki aktifitas vitamin E, yaitu kelompok tokoferol (d-

alfa, d-beta, d-gamma dan d-delta-tokoferol) dan kelompok tokotrienol (d-alfa, d-

beta, d-gamma, dan d-delta-tokotrienol). Kedua kelompok ini berbeda dalam hal

metilasi dan rantainya. Dari semuanya, d-alfa-tokoferol mempunyai aktifitas biologik

yang paling tinggi sehinga dijadikan sebagai standard bagi yang lain.

Vitamin E adalah nutrisi esensial yang berfungsi sebagai antioksidan di

dalam tubuh manusia. Disebut esensial karena tubuh tidak dapat membuat sendiri,

sehingga harus disediakan dari makanan. Tokoferol terdapat dalam minyak, kacang,

gandum dan padi. Absorbsi tokoferol didalam usus berhubungan dengan absorbsi

lemak. Lebih kurang 40% tokoferol yang dimakan akan diabsorbsi. Tokoferol masuk

ke dalam darah melalui pembuluh limfe sebagai kilomikron. Vitamin E disimpan di

jaringan lemak dan terkonsentrasi di mitokondria, retikulum endoplasmik dan

membran plasma.

Vitamin E lebih tepat disebut sebagai antioksidan daripada vitamin. Karena

tidak seperti vitamin yang lain, vitamin E tidak bertindak sebagai ko-faktor bagi

reaksi enzimatik. Vitamin E juga tidak menimbulkan suatu penyakit yang khas

seperti vitamin yang lain. Defisiensi vitamin E dapat terjadi jika terdapat malabsorbsi

lemak, bayi prematur dan penderita yang mendapat nutrisi parenteral total. Efek dari

intake vitamin E yang inadekuat biasanya baru tampak dalam jangka panjang dan

biasanya berhubungan dengan penyakit kronis, seperti kanker dan atherosklerosis.

Fungsi utama vitamin E adalah mencegah peroksidasi membran fosfolipid.

Karakteristik vitamin E yang lipofilik memungkinkan tokoferol berada di lapisan

dalam sel membran (Halliway dan Getteridge, 1992).Tokoferol OH dapat

memindahkan atom hidrogen dengan satu elektron ke radikal bebas dan

membersihkan radikal bebas sebelum radikal bebas bereaksi dengan protein

Page 31: Antioksdn Dan Radikal Bebas

membran sel atau bereaksi membentuk lipid peroksidasi. Tokoferol-OH yang

bereaksi dengan radikal bebas membentuk tokoferol-O. Tokoferol-O sendiri adalah

radikal bebas juga. Tokoferol-O akan bereaksi lagi dengan vitamin C membentuk

semidehidroaskorbat, suatu radikal bebas yang lemah.

5.2.1.2 Beta karoten Karotenoid adalah mikronutrien yang memberi warna pada buah dan

sayuran. Karotenoid adalah prekursor vitamin A dan mempunyai efek antioksidan.

Ada lebih dari 600 karotenoid telah ditemukan di dalam makanan. Yang paling

sering adalah alfa-karoten, beta-karoten, likopen, krosetin, santaantin dan

fukosantin. Beta-karoten adalah jenis yang paling banyak diteliti. Beta karoten terdiri

dari dua molekul vitamin A (retinol). Beta karoten yang berasal dari diet diubah

menjadi retinol di mukosa intestinal.

Fungsi beta karoten sebagai antioksidan adalah kemampuannya untuk

bereaksi dengan radikal bebas. Tetapi kemampuan beta karoten bereaksi dengan

radikal bebas juga terbatas karena karotenoid sendiri dapat mengalami oksidasi

(auto-oksidasi).

5.2.1.3 Asam askorbat (vitamin C) Asam askorbat adalah vitamin yang larut dalam air. Antioksidan yang

terdapat dalam buah jeruk, kentang, tomat dan sayuran yang berwarna hijau.

Manusia tidak mampu mensintesa l-askorbic acid dari d-glukosa karena tidak

mempunyai enzim l-gulakolakton oksidase. Oleh sebab itu manusia memperoleh

asam askorbat dari diet.

Fungsi antioksidan vitamin C adalah kemampuannya sebagai agen

pereduksi (donor elektron) radikal bebas. Pemberian satu elektron yang berasal dari

asam askorbat membentuk radikal semi-dehidroaskorbat (DHA). Askorbat bereaksi

dengan O2- dan OH untuk membentuk DHA. Menurut penelitian Jialal,1990, askorbat

mempunyai kemampuan yang lebih kuat daripada tokoferol dalam menghambat

oksidasi LDL. Konsentrasi askorbat yang digunakan untuk menghambat oksidasi

LDL adalah sebesar 40-60 ppm. 41

Page 32: Antioksdn Dan Radikal Bebas

5.2.2 Antioksidan Enzimatik 5.2.2.1 Superoksid dismutase (SOD)

SOD adalah enzim intraseluler. SOD terdapat dalam tiga bentuk: (1) Cu-Zn

SOD yang terdiri dari dua sub unit dan terdapat di dalam sitoplasma (2) Mn-SOD di

dalam mitokondria dan (3) Cu-SOD yang terdapat di ekstraseluler.

SOD bereaksi dengan radikal bebas sebagai pereduksi superoksid untuk

membentuk H2O2. Enzim katalase dan glutathione peroksidase mereduksi H2O2

menjadi H2O. Masing-masing enzim tersebut bekerja dengan sistem umpan balik.

Peningkatan superoksid akan menghambat glutathione peroksidase dan katalase.

Peningkatan H2O2 akan menurunkan aktifitas CuZn-SOD. Sementara katalase dan

glutathione peroksidase dengan mereduksi H2O2 akan menghemat SOD. SOD

dengan mereduksi superoksid akan menghemat katalase dan glutathione

peroksidase. Melalui sistem umpan balik ini tercapailah keadaan SOD, katalase,

glutathione peroksidase, superoksid dan H2O2 dalam keadaan seimbang.

5.2.2.2 Enzim Katalase Enzim ini adalah protein yang terdapat di semua sel aerob pada jaringan

tubuh. Katalase terutama terkonsentrasi pada hati dan eritrosit. Otak, otot rangka,

jantung hanya mengandung katalase dalam jumlah sedikit.

Katalase dan glutathione peroksidase mengubah hidrogen peroksida menjadi

air dan oksigen. Peningkatan produksi hidrogen peroksida oleh enzim SOD tanpa

diikuti peningkatan katalase atau glutathione peroksidase akan menyebabkan

penumpukan hidrogen peroksida.41

5.2.2.3 Enzim Glutathione peroksidase Enzim ini sudah dijelaskan di dalam bab sebelumnya.

Interaksi enzim-enzim tersebut terhadap radikal bebas dapat dilihat pada

reaksi di bawah ini.

SOD 1. 2O2

- + 2H+ H2 O2 + O2 GPx 2. H2O2 + 2GSH GSSG + 2H2 O

Page 33: Antioksdn Dan Radikal Bebas

5.3 Fisiologi Tubuh manusia mempunyai beberapa sistem antioksidan endogen. Sistem

ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu kelompok enzimatik dan non enzimatik.

Antioksidan bekerja dalam 3 cara yaitu: (1) Pemutusan rantai reaksi (2) Mengurangi

pembentukan radikal bebas dan (3) “Memakan” (scavenge) radikal bebas

Gambar 5 memperlihatkan sumber radikal bebas dan tempat kerja dari

berbagai antioksidan. Radikal superokside (O2-) merupakan bentuk yang paling

reaktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh

antara lain, mitokondria, sistem enzim NADPH oksidase, reaksi dari xantine

oksidase dan metabolisme asam arakidonat. Radikal superokside kemudian dapat

langsung di “makan” oleh antioksidan vitamin E atau diubah menjadi H2O2 yang

kemudian diubah lagi menjadi air oleh enzim glutathione peroksidase. H2O2 yang

terbentuk juga dapat diubah menjadi radikal hidroksil (.OH). Jika tidak dinetralisir,

.OH akan merusak lipid dan DNA.

NADPH metabolisme

Oksidase asam arakhidonat

Xantin oksidase O2- mitokondria

SOD

Katalase H2O2 H2O GPx

Fe2+

Vit.C .OH Ket:

AA:asam arakhidonat Vit.E beta karotene NADPH:Nikotinamide

ROO- adenine dinukleotide Lipid Kerusakan phosphate peroksidasi DNA

Gambar 8. Sumber radikal bebas dan tempat kerja antioksidan

Fouad T. Antioxidant system www. thedoctorslounge.net /medlounge/articles/antioxidant.

Page 34: Antioksdn Dan Radikal Bebas

BAB VI SELENIUM SEBAGAI ANTIOKSIDAN DAN

HUBUNGANNYA DENGAN PENYAKIT

6.1 Penyakit kardiovaskuler Reactive oxygen species (ROS) berperan dalam terjadinya vaskulopati,

seperti aterosklerosis, hipertensi dan stenosis. Radikal bebas yang banyak berperan

dalam fisiologi dan patofisiologi vaskuler adalah nitric okside (NO.), superokside

(O2 -), hydrogen peroksida (H2O2) dan peroksinitrit (ONOO-). Masing-masing radikal

bebas ini dihasilkan oleh reaksi enzimatik dan kimiawi yang spesifik. Pada pembuluh

darah, dalam keadaan normal NO dihasilkan oleh endothelial nitrik okside sintetase

(eNOS), tetapi jika terjadi peradangan NOS juga terdapat pada makrofag dan sel

otot polos yang kemudian menghasilkan NO. Sedangkan O2- dan H2O2 dapat

dihasilkan oleh semua sel pembuluh darah. Pada pembuluh darah normal kedua

radikal bebas tersebut dapat dihasilkan di oleh dua enzim, yaitu sitokrom P450 yang

telah teridentifikasi di arteri koronaria dan NADPH oksidase.42,43

Nitrik okside merupakan mediator vasodilatasi pembuluh darah dan berperan

dalam agregasi trombosit, sedangkan O2- dan H2O2 merupakan mediator

pertumbuhan, difrensiasi dan apoptosis sel otot polos pembuluh darah. O2- dan NO

dapat bereaksi membentuk radikal yang sangat reaktif yaitu peroksinitrit (ONOO-).

Peroksinitrit merupakan mediator terjadinya peroksidasi lipid, termasuk oksidasi

LDL. Banyak peneliti berpendapat bahwa oksidasi LDL pada pembuluh darah yang

mengalami peradangan menyebabkan atherogenesis.42,43

Seluler glutathione peroksidase (GPx-1) merupakan bentuk yang paling

banyak terdapat di hampir seluruh sel, termasuk di endothelium pembuluh darah.

Pada sel endotel, 70% H2O2 yang terbentuk oleh lekosit PMN didetoksifikasi oleh

GPx-1.43 Glutathione peroksidase berfungsi untuk mereduksi hydrogen peroksida

menjadi air dan lipid peroksida menjadi alkohol. Marc A Forgione berpendapat

bahwa defisiensi GPx-1 berhubungan langsung dengan meningkatnya stress

oksidatif pada pembuluh darah sehingga terjadi disfungsi endotel.44

Pada tikus, defisiensi GPx-1 mengakibatkan kelainan fungsi dan struktur

vaskuler dan jantung, seperti peningkatan inflamasi dari periadventitial pembuluh

Page 35: Antioksdn Dan Radikal Bebas

darah, pembentukkan tunika intima baru dan penimbunan kolagen di sekitar arteri

koronaria. Pada jaringan aorta yang menggunakan pewarnaan 3-nitrotyrosine, tikus

dengan defisiensi mempunyai pewarnaan yang lebih banyak dibanding tikus normal

(gambar 9). 43 Hal ini menunjukkan peningkatan pembentukan radikal bebas di

bagian tersebut. Pada manusia, penurunan aktifitas GPx-1 pada lesi aterosklerosis

menyebabkan penyakit berkembang ke arah yang lebih berat.44

Gambar 9. Potongan melintang aorta pada binatang usia 10 minggu. A: tikus Dengan jaringan normal; B: tikus dengan peroksinitrite; C: tikus dengan defisiensi GPx-1; D:tikus dengan defisiensi GPx-1setelah terapi. Gambar di- dapat dari Forgione MA, Weiss N, Heydrick S, Cap A, Kling ES, Bierl C, dkk. Celluler Glutathione Peroxidase Deficiency and Endothelial dysfunction. Am J Physiol Heart Circ Physiol 2002;282:1255-61.

Pada tikus, GPx-1 dapat menghambat 5-lipoksigenase pada sel monositik.

Lima lipoksigenase dalam sel monosit dan makrofag menyebabkan progresifitas

penyakit aterosklerosis. Jadi adanya GPx-1 dapat mencegah perburukan

aterosklerosis.44

Aktifitas GPx-1 antara individu bervariasi, tetapi penyebab adanya variasi

tersebut belum diketahui. Pada penelitian didapatkan aktifitas GPx-1 lebih tinggi

Page 36: Antioksdn Dan Radikal Bebas

pada wanita daripada laki-laki. Rokok sangat berpengaruh, dimana kadar GPx-1

pada perokok lebih rendah dibandingkan dengan bukan perokok.44

Studi epidemiologi mengenai suplementasi selenium pada penyakit

kardiovaskuler masih kontroversial. Suplementasi selenium dapat mencegah

terjadinya penyakit karena defisiensi selenium, tetapi tidak bisa mengembalikan otot

jantung yang sudah mengalami kerusakan. Walaupun begitu identifikasi mengenai

kadar aktifitas GPx-1 pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler berguna untuk

mengetahui besarnya risiko penyakit jantung.44

6.2 Penyakit Paru-paru Paru-paru mempunyai permukaan epitel yang luas, yang berisiko dirusak

oleh oksidan. Trakhea, bronchus dan alveoli dapat terekspos oleh radikal bebas

yang berasal dari polutan yang terinhalasi, asap rokok dan produk-produk inflamasi.

Oleh sebab itu paru-paru membutuhkan antioksidan untuk mencegah kerusakan

jaringan. Paru-paru mempunyai enzim antioksidan intraseluler yang menjaga

keseimbangan reduksi-oksidasi. Alveoli dapat menambah antioksidan dari cairan

epithelial (epithelial lining fluid/ELF). 45,46 Cairan ini mengandung sejumlah besar

(90%) glutathione tereduksi (GSH).45

Beberapa studi menunjukkan bahwa oksidan memegang peranan penting

pada timbulnya penyakit dan progresifitas penyakit. Penyakit paru yang

berhubungan dengan oksidatif stress adalah asma, kistik fibrosis dan penyakit

interstitial paru.

Pada kondisi paru-paru yang mengalami peradangan, sistem glutathione

dapat berubah-ubah. Contohnya, kadar GSH meningkat di ELF pada perokok kronis

dan pada penyakit berillium kronik. Kadar GSH di ELF menurun dengan cepat pada

pasien asma ringan selama eksaserbasi. Kadar GSH di dalam ELF juga menurun

pada fibrosis pulmonal idiopatik, asbestosis dan sindrom gawat nafas. Beberapa

studi juga menunjukkan peningkatan aktifitas GPx di ELF pada perokok

dibandingkan dengan bukan perokok.

Kelompok glutathione peroksidase merupakan komponen enzim yang

penting pada mekanisme detoksifikasi radikal bebas pada paru-paru. eGPx dapat

ditemukan di sel epitel brush border yang mengandung lipid. eGPx terdapat pada sel

epitel bronkhial dan ELF sebagai reaksi terhadap oksidatif stress pada pasien asma

Page 37: Antioksdn Dan Radikal Bebas

atau penyakit beryllium kronik dan pada individu yang terekspos oksidan dari luar

seperti asap rokok. Ekstra selular glutathione peroksidase timbul lebih lambat

setelah eksposur (setelah 24 jam), hal ini menjelaskan mengapa eGPx tidak timbul

setelah 12 jam hiperoksia.46

6.2.1 Asma Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa perubahan diet, terutama

pengurangan asupan antioksidan dapat meningkatkan prevalensi dan beratnya

penyakit. Hal ini memungkinkan adanya interfensi diet pada penatalaksanaan

penyakit asma.

Stres oksidatif memegang peranan penting dalam patofisiologi asma.47,48

Gambar memperlihatkan bagaimana terjadinya peradangan saluran nafas yang

disebabkan oleh paparan berbagai allergen, seperti gas, bahan kimia, obat, bakteri

dan virus. Reaksi spesifik dari allergen dapat merangsang sistim immune didapat

dan sistim immune alamiah. Sistim immune didapat memproduksi interleukin (IL)-5

dan selanjutnya mengaktifkan eosinofil. Sedangkan rangsangan terhadap sistim

immune alamiah memproduksi IL-8 yang selanjutnya mengaktifasi neutrofil.

Selanjutnya kedua sistem ini mengaktifkan sel-sel inflamatori dalam proses yang

disebut respiratory burst (ledakan respirasi). Pengaktifan sel-sel inflamatori

membutuhkan oksigen dan selanjutnya melepaskan reactive oxygen species (ROS)

disekitar sel. Selama ledakan respirasi, NADPH teraktifasi dan melepaskan

superokside (O2-) ke dalam sel. Superokside dismutase (SOD) kemudian

mengkatalisa superokside menjadi hydrogen peroksida (H2O2). Hidrogen peroksida

kemudian bereaksi dengan ion halide (I-, Cl-, Br-) membentuk asam hipohalous

(HOCl/HOBr). Di dalam eosinofil reaksi ini dikatalisa oleh eosinofil peroksidase

(EPO) sedangkan di netrofil dikatalisa oleh nyeloperoksidase. Selanjutnya, asam

hipohalous akan bereaksi dengan O2- membentuk oksidan yang kuat yaitu radikal

hidroksil (.OH). Radikal bebas selanjutnya menyebabka peroksidasi lipid. Selama

ledakan respirasi jumlah radikal bebas yang dibentuk dapat melebihi pertahanan

antioksidan dan menyebabkan stres oksidatif.47

Stres oksidatif menyebabkan berbagai efek pada saluran nafas, yaitu

kontraksi otot polos, peningkatan reaktifitas, hipersekresi mukus dan eksudasi

vaskuler.

Page 38: Antioksdn Dan Radikal Bebas

Gambar 10. Mekanisme peroksidasi lipid pada asma. Gambar didapat dari Wood LG, Gibson PG, Garg ML. Biomarkers of Lipid Peroxidation, Airway Inflammation and Asthma. Eur Respir J 2003;21:177-86.

Defisiensi antioksidan telah sering dilaporkan terdapat pada pasien asma.

Antioksidan enzimatik yang paling berperan adalah superokside dismutase (SOD)

dan glutathione peroksidase (GPx). Pada pasien asma aktifitas glutathione

peroksidase menurun. Selenium yang merupakan komponen dari enzim glutathione

peroksidase juga menurun. Terdapat peningkatan risiko terjadinya asma 1,9 sampai

Page 39: Antioksdn Dan Radikal Bebas

5,8 kali pada subjek dengan kadar selenium dan glutathione peroksidase yang

rendah.49,50,51

Walaupun telah banyak bukti bahwa peningkatan stress oksidatif dan

penurunan aktifitas antioksidan berperan dalam terjadinya asma, namun penelitian

mengenai suplementasi antioksidan masih sangat sedikit. Salah satu percobaan

mengenai suplementasi selenium selama 1 minggu memberikan hasil yang positif.

Namun karena studi mengenai suplementasi selenium ini masih sangat terbatas

maka masih dianjurkan untuk memberikan suplementasi antioksidan kombinasi.47

6.2.2 Kistik Fibrosis Stress oksidatif telah terbukti memegang peranan pada patofisiologi

terjadinya kistik fibrosis. Pada kistik fibrosis terjadi peradangan jalan nafas yang

berulang-ulang. Adanya koloni bakteri pada paru-paru menarik neutrofil untuk

memusnahkan bakteri tersebut. Proses memusnahkan bakteri ini melepaskan ROS

dalam jumlah besar. Terbentuknya radikal bebas pada kistik fibrosis juga

disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen yang dapat mencapai 120-150%

dari normal.52,53

Pada penderita kistik fibrosis juga didapatkan penurunan aktifitas enzim

glutathione peroxidase.52,53

Penelitian yang dilakukan oleh Lisa G Wood menunjukkan bahwa dengan

suplementasi selenium sebesar 90 mikrogram selama 8 minggu dapat

meningkatkan aktifitas glutathione peroksidase dan memperbaiki gejala klinis

penyakit.53

6.3 Penyakit Gastrointestinal Radikal bebas telah diindikasikan berperan dalam penyakit kolon, seperti

radang usus (inflammatory bowel syndrome/IBD), seperti Crohn disease dan kolitis

ulseratif. Kadar oksigen reaktif juga meningkat pada mukosa traktus gastrointestinal

yang mengalami peradangan, dibandingkan dengan mukosa normal. Bahan toksik

pada mukosa epitelium dapat menyebabkan peradangan. Beberapa penelitian telah

melaporkan bahwa kolon pasien sindroma radang usus (SRU)/inflammatory bowel

syndrome (IBD) memproduksi lebih banyak radikal bebas.54

Page 40: Antioksdn Dan Radikal Bebas

Pada penyakit Crohn, ROS dibentuk oleh neutrofil sebagai akibat proses

peradangan. ROS menyerang hampir seluruh komponen sel yang berada

disekitarnya, sehingga terjadi kerusakan sel. ROS dapat merusak ikatan asam

lemak tak jenuh ganda sehingga menyebabkan peroksidasi lipid, akibatnya

kerusakan jaringan bertambah banyak. Selama peradangan kronik ROS dibentuk

terus-menerus sehingga antioksidan tidak mampu lagi menetralisir. Pada usus

halus dan usus besar ROS dapat ditimbulkan oleh sel fagosit, sel endotel

mikrovaskuler dan sel epitel mukosa. Telah dilaporkan bahwa onset peyakit Crohn

dimulai dari adanya pengurangan enzim antioksidan dan mikronutrien pada mukosa

usus dan plasma.55

Pada anak-anak yang menderita sindroma radang usus terlihat peningkatan

aktifitas GPx pada plasma (eGPx). Sedangkan percobaan yang dilakukan pada tikus

menunjukkan peningkatan GPx plasma sebesar 61% pada distal kolon setelah

diterapi selama 7 hari dibanding kontrol.54

Glutathione peroksidase pada traktus gastrointestinal terdiri dari GPx-1 dan

Gpx-GI. Keduanya dapat mereduksi H2O2 dan hidroperoksida asam lemak dengan

baik. Pada epitelium kripta, aktifitas glutathione peroksidase sangat penting dalam

mencegah inflamasi. Aktifitas kedua jenis GPx ini bekerja pada tempat yang

berbeda. GPx-1 lebih banyak pada villi sedangkan GPx-GI lebih banyak terdapat di

kripta. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya bekerja saling melengkapi.56

Pada percobaan dengan menggunakan tikus, pada tikus yang mengalami

defisiensi, pada pemeriksaan histologi usus terlihat peradangan yang terbatas pada

mukosa, yaitu infiltrasi sel-sel radang, deplesi mucin dan distorsi kripta. Gambaran

ini sesuai dengan gambaran colitis yang terjadi pada manusia. Abses pada kripta

lebih sering ditemukan pada ileum. kolon dan rektum (gambar 11). 56

Page 41: Antioksdn Dan Radikal Bebas

Gpx 1 -/- Gpx 2 +/- Gpx 1 -/- Gpx 2 -/-

Gambar 11. Histologi ileum, kolon dan rektum tikus. Gambar sebelah kiri memperlihatkan jaringan normal, gambar sebelah kanan jaringan pada tikus dengan defisiensi. Tanda panah menunjukkan letak abses kripta. Gambar didapat dari Esworthy, Steven R, Aranda R, Martin MG, Doroshow JH, Binder SW, dkk. Mice with combined disruption of Gpx1 and Gpx2 genes have colitis. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol 2001;281:848-55.

Pada penderita sindroma radang usus sering ditemukan defisiensi selenium

oleh karena itu dianjurkan untuk memberikan suplementasi selenium pada pasien

dengan sindroma radang usus.56

6.4 Penyakit Virus 6.4.1 Penyakit Keshan Penyakit Keshan adalah kardiomiopati yang terdapat pada wanita dan anak-

anak pada daerah di China dimana kandungan seleniumnya rendah. Penyakit

Keshan dicirikan dengan lesi nekrotik pada seluruh miokardium dengan derajat

Page 42: Antioksdn Dan Radikal Bebas

infiltrasi seluler dan kalsifikasi yang berbeda-beda. Bentuk akut penyakit ini ditandai

dengan terjadinya insufisiensi jantung yang tiba-tiba, sedangkan bentuk kronik

ditandai dengan pembesaran jantung yang berat dengan berbagai derajat

insufisiensi. Insiden penyakit ini berhubungan dengan rendahnya intake selenium

dan suplementasi selenium dapat mencegah terjadinya penyakit ini.1,57

Adanya variasi musiman pada penyakit ini menunjukkan bahwa ada agen

infeksius lain yang berperan dalam timbulnya penyakit Keshan selain selenium.

Virus coxsackie telah diisolasi dari penderita Keshan dan virus ini mampu

menyebabkan peradangan pada jantung yang disebut miokarditis.

Defisiensi selenium dapat meningkatkan virulensi atau progresifitas virus

coxsackie. Meningkatnya stress oksidatif akibat defisiensi selenium dapat

menimbulkan mutasi atau perubahan gen virus. Hal ini diperlihatkan pada penelitian

yang dilakukan oleh Melinda A.Beck pada tikus yang diinokulasi dengan virus

Coxsackie B3. Pada penelitian ini, tikus yang mengalami defisiensi selenium dan

tikus dengan diet selenium yang cukup, diinokulasi dengan strain virus coxsackie

yang amiokarditik (CVB3/0). Pada tikus dengan defisiensi selenium timbul

miokarditis sedangkan pada tikus dengan diet selenium cukup tidak terjadi

miokarditis. Hasil ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan genome virus

pada tikus dengan defisiensi selenium. Untuk mengkonfirmasi perubahan genome

ini dilakukan penguraian gen, dan ditemukan ada 6 tempat mutasi pada virus

tersebut.57-59

Perubahan genome virus coxsackie pada defisiensi selenium juga

berhubungan dengan rendahnya aktivitas seluler glutathione peroksidase (GPx-1).

Pada tikus dengan aktifitas seluler GPx yang rendah didapatkan perubahan

nucleotide virus sebanyak 7 buah dibandingkan dengan tikus biasa.57-59

Selain faktor nutrisi dan virus, adanya perubahan respons immune pada

defisiensi selenium juga mempermudah timbulnya miokarditis. Percobaan pada tikus

menunjukkan bahwa pada tikus dengan defisiensi selenium terjadi hambatan dalam

proliferasi sel limfosit T.57-59

Page 43: Antioksdn Dan Radikal Bebas

6.4.2 Influenza Virus influenza mempunyai kemampuan untuk mengubah protein

permukaanya (hemaglutinin/HA dan neurominidase/NA) untuk menghindar dari

deteksi sistem immune. Perubahan sedikit saja dari HA dan NA membuat virus

tersebut dapat terhindar dari deteksi.

Efek ini telah dibuktikan oleh peneliti di University of North Carolina. Mereka

membandingkan tikus yang mengalami defisiensi selenium dengan yang tidak,

semua tikus terekspos human influenza virus. Tikus dengan defisiensi selenium

yang diinfeksi dengan strain virus influenza yang ringan (A/Bangkok/1/29)

mengalami radang paru (pneumonitis) berat. Penelitian pada mRNA virus yang

mengkode protein permukaan (HA dan NA) menunjukkan adanya perubahan pada

matrix protein sebanyak 29 nukleotide. Perubahan nucleotide ini menyebabkan

perubahan 6 asam amino.57

6.4.3 Human Immunodefisiensi Virus (HIV) Penurunan kadar selenium pada individu yang terinfeksi HIV merupakan

tanda yang sensitive untuk progresifitas penyakit. Rendahnya kadar selenium juga

berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian karena HIV. Status nutrisi

selenium yang adekuat dapat meningkatkan resistensi terhadap infeksi virus HIV

dengan cara memperkuat sistem immune. Pada infeksi HIV, stress oksidatif dapat

mempengaruhi replikasi virus. Sebagai komponen dari glutathione peroksidase,

selenium berperan dalam menurunkan stres oksidatif pada sel yang terinfeksi HIV

dan menurunkan kecepatan replikasi virus.1,60,61

Defisiensi selenium juga berhubungan dengan progresifitas virus dan

kematian pada infeksi HIV dibandingkan dengan mikronutrien lain. Pada observasi

selama 5 tahun terhadap 24 anak dengan HIV, mereka yang mempunyai kadar

selenium yang rendah meninggal dalam umur yang lebih muda, hal ini

mengindikasikan perjalanan penyakit yang lebih cepat.

Pada penderita HIV dengan suplementasi selenium, sel-T menghambat

replikasi virus HIV dan menurunkan pembentukan sitokin, yang berperan dalam

proses peradangan. Suplementasi dengan jamur yang diperkaya selenium pada

individu dengan HIV dengan dosis 400 mcg/hari memperlihatkan perbaikan. Studi

Page 44: Antioksdn Dan Radikal Bebas

lainnya yang mengikuti 15 penderita HIV yang disuplementasi dengan sodium

selenit 100 mcg/hari selama 1 tahun, memperlihatkan penurunan stress oksidatif.1

6.5 Kanker Studi geografi secara konsisten memperlihatkan bahwa populasi yang tinggal

di daerah dengan kadar selenium pada tanah yang rendah menyebabkan intake

selenium relatif rendah dan mempunyai angka mortalitas kanker yang lebih tinggi.

Studi epidemiologi menunjukkan individu dengan kadar selenium yang rendah (pada

darah dan kuku) mempunyai insiden kanker yang lebih tinggi. Tetapi kecenderungan

ini tidak begitu nyata pada perempuan, contohnya, studi prosfektif pada 60.000

perawat perempuan di U.S menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kadar

selenium dengan risiko kanker. Infeksi kronis virus hepatitis B dan C secara

signifikan meningkatkan risiko kanker hepar, contohnya, studi yang dilakukan pada

orang laki-laki di Taiwan menunjukkan penurunan kadar selenium berhubungan

dengan meningkatnya risiko kanker hepar. Kadar selenium yang rendah juga

berhubungan dengan meningkatnya risiko mendapat kanker paru-paru, terutama

pada perokok. Individu dengan intake selenium sebesar 159 mcg/hari risiko untuk

mendapat kanker prostat hanya 35% dibandingkan dengan individu dengan intake

selenium 86 mcg/hari.1,62,63

Beberapa mekanisme telah diketahui dalam mencegah kanker, yaitu:1

1. Maksimalisasi aktifitas antioksidan selenoenzim dan memperbaiki status

antioksidan.

2. Memperbaiki sistem imun.

3. Mempengaruhi metabolisme karsinogen.

4. Meningkatnya kadar metabolit selenium yang dapat menghambat

pertumbuhan sel tumor

Walaupun peranan selenium dalam kehidupan sel telah terbukti, tetapi

mekanisme protektif masih terbatas. Studi yang dilakukan pada sel Jurkat, suatu sel

lymphoma, dalam 24 jam terlihat penurunan viabilitas sel pada media bebas

selenium. Pada penelitian ini terlihat kematian sel terjadi setelah pembelahan

pertama kali. Penelitian ini memberikan spekulasi bahwa pembelahan sel tergantung

dengan selenium. Pada studi ini juga terlihat bahwa kematian sel disebabkan karena

Page 45: Antioksdn Dan Radikal Bebas

peningkatan ROS intraseluler, terutama lipid hidroperoksida. Selenite terbukti dapat

mencegah akumulasi ROS intraseluler.62

Pada sel dengan defisiensi selenium juga terjadi penurunan aktifitas

glutathione peroksidase, terutama phospholipid hidroperoksida (PHGPx) dan selular

GPx (cGPx) masing-masing sebesar 39% dan 36%. Tetapi, pada penelitian ini

terlihat bahwa hanya PHGPx yang dapat mengurangi lipid hidroperoksida, termasuk

phospholipid hidroperoksida dan kholesterol hidroperoksida.62

Telah dikemukakan dua model untuk menjelaskan perbedaan aktifitas

antikarsinogenik selenium pada dosis yang berbeda. Pada dosis fisiologis, 40-100

mcg/hari pada orang dewasa, memaksimalkan aktifitas antioksidan dan

meningkatkan sistem imun. Pada dosis farmakologi, 200-300 mcg/hari, bentuk

metilasi selenium memperbesar efek antikarsinogenik.1 Lebih dari 90% eksperimen

yang menggunakan sodium selenite dan selenomethionine sebesar 1-5 ppm per hari

dapat menekan proses karsinogenesis.64

6.6 Sistem Imun Selenium penting untuk terjadinya respons immune yang optimal. Selenium

mempengaruhi sistem immune alamiah dan didapat, baik sistem immune seluler

maupun humoral. Sel efektor non spesifik pada sistim immune alamiah antara lain

makrofag, sedangkan sistim immune yang didapat adalah limfosit T dan B.65

Pada sistem immune humoral, defisiensi selenium pada tikus, menyebabkan

penurunan titer IgM, IgG dan IgA, sedangkan pada manusia terjadi penurunan titer

IgG dan IgM.65

Menurut peneliti di Bologna, konsentrasi selenium serum berhubungan

dengan peningkatan sel natural killer (NK).66 Natural killer adalah limfosit yang

mempunyai aktifitas sitolitik terhadap sel tumor dan sel yang terinfeksi. Oleh karena

itu sel NK memegang peranan penting pada perjalanan penyakit tumor dan infeksi.

Selenium berperan dalam aktifitas sel NK dengan cara meningkatkan reseptor

interleukin-2 pada permukaan sel NK sehingga meningkatkan proliferasi dan

ekspansi sel NK.67

Penelitian yang dilakukan pada tikus menunjukkan bahwa tikus dengan

defisiensi selenium kurang mampu untuk membunuh pathogen dibandingkan

dengan tikus dengan diet selenium yang cukup. Hal ini berhubungan dengan

Page 46: Antioksdn Dan Radikal Bebas

menurunnya aktifitas GPx sitosol (GPx-1) pada neutrofil. Neutrofil berfungsi untuk

membunuh mikroorganisme dengan cara membentuk radikal bebas. Kemampuan

neutrofil untuk membentuk radikal bebas tergantung dengan status selenium dan

aktifitas GPx. 65

Pada suatu studi dengan suplementasi 200 mcg/hari sodium selenit selama 8

minggu terlihat peningkatan respons sel –T terhadap antigen dibandingkan dengan

yang menggunakan plasebo.1

6.7 Penyakit Sendi 6.7.1 Rheumatoid Arthritis

Survey pada pasien dengan rheumatoid arthritis, suatu penyakit kronis yang

ditandai oleh nyeri, kekakuan dan kehilangan fungsi sendi, menunjukkan adanya

penurunan kadar selenium didalam darah. Penderita dengan arthritis mempunyai

intake selenium yang rendah.68

Radikal bebas telah diketahui dapat menyebabkan kerusakan jaringan

seperti yang terlihat pada arthritis. Selenium, sebagai antioksidan membantu

mengontrol kadar radikal bebas sehingga dapat mengurangi gejala arthritis.68,69

Suatu studi klinik memberikan hasil yang positif pada pemberian selenium

200 mcg/hari.69

6.7.2 Penyakit Kashin-Beck Salah satu contoh penyakit arthritis yang berhubungan dengan rendahnya

kadar selenium disebut penyakit Kashin-Beck. Penyakit Kashin-Beck ditandai

dengan degenerasi dari kartilago sendi (osteoarthritis). Penyakit ini terdapat di

daerah bagian Utara Cina, Korea Utara, Tibet dan Siberia Timur. Penyakit ini

menyerang anak-anak usia 5-13 tahun.1,70

Secara patologi, penyakit ini ditandai oleh degenerasi dan nekrosis kartilago

sendi dan growth plate dan menyebabkan pembesaran sendi terutama di jari,

tangan, lutut dan pemendekkan ekstremitas.70 Bila berat, penyakit ini dapat

menyebabkan deformitas sendi dan kekerdilan.71

Page 47: Antioksdn Dan Radikal Bebas

Gambar 12. Penyakit Kashin-Beck. Gambar didapat dari Moreno-Reyes R, Mathieu F, Boelaert M, Begaux F, Suetens C, Rivera MT, dkk. Selenium and Iodine Supplementation of Rural Tibetan Children Affected by Kashin-Beck Osteoarthropathy. Am J Clin Nutr 2003;78:137-44.

Defisiensi selenium diperkirakan sebagai faktor risiko penyakit ini karena

penyakit ini hanya terdapat pada daerah dengan kandungan selenium yang rendah.

Tetapi, efikasi pemberian selenium pada penyakit Kashin-Beck ini masih

kontroversial. Pada penelitian klinik acak di Tibet, suplementasi sodium selenate

100mcg/hari dan 1 mg/minggu selama 11 bulan tidak memberikan efek

pengurangan nyeri dan mobilitas sendi. Walaupun begitu, studi ini tetap tidak

mengesampingkan bahwa selenium dapat mencegah timbulnya penyakit ini pada

anak-anak di daerah endemik, karena pada kelompok plasebo ternyata timbul lesi

baru.71

Page 48: Antioksdn Dan Radikal Bebas

6.8 Infertilitas pada Laki-laki

Ada dua jenis selenoprotein yang terdapat pada testis, yaitu seluler

glutathione peroksidase (cGPx) dan fosfolipid glutathione peroksidase (PHGPx).

Seluler GPx terdapat dalam testis dengan kadar yang rendah dan tidak mempunyai

peranan yang spesifik dalam fungsi testis. Seluler GPx diperkirakan hanya berperan

sebagai penyeimbang jika terjadi stress oksidatif, yaitu untuk mencegah mutasi sel

germinal oleh hidroperoksida.72

Sedangkan fosfolipid hidroperoksida glutathione peroksidase (PhGPx)

merupakan bentuk selenium yang terdapat pada testis mamalia.72,73 PhGPx banyak

terdapat dalam spermatid, terutama pada kapsul mitokondria.

Percobaan pada binatang ternak dan pengerat menunjukkan bahwa

defisiensi selenium sedang sampai berat dapat menyebabkan perubahan pada

spermatogenesis, yang ditandai dengan gangguan motilitas sperma dan perubahan

morfologi sperma, yaitu putusnya hubungan antara kepala dan ekor sperma. Pada

defisiensi selenium yang ekstrem menyebabkan terhentinya spermatogenesis.

Pada tahap awal spermatogenesis, PhGPx berperan aktif sebagai antioksidan

dengan mencegah terjadinya pembelahan sel yang cepat yang disebabkan oleh

oksidative injury. Tetapi, pada tahap akhir spermatogenesis terjadi penurunan

aktifitas PhGPx, oksidative injury dapat terakumulasi dan menyebabkan penurunan

viability sperma.73

Suatu studi yang dilakukan pada pria infertil menunjukkan kandungan PhGPx

yang sangat rendah (<5 mU/mg) pada kapsul mitokondria jika dibandingkan dengan

pria sehat, dimana kadar PhGPx rata-rata 200 mU/mg.

Pada pria dengan astenozoospermik dan oligoasthenozoospermik yang

disertai dengan gangguan motilitas sperma juga ditemukan kandungan PhGPx yang

rendah jika dibandingkan dengan normozoospermik. Begitu juga dengan viabilitas

sperma, dimana pada kadar <90 mU/mg, terjadi penurunan yang tajam dari viabilitas

sperma.73

Page 49: Antioksdn Dan Radikal Bebas

BAB VII SUPLEMENTASI SELENIUM

Idealnya, suplementasi selenium dalam bentuk yang sama seperti yang

terdapat dalam makanan (selenium organik). Lebih dari 80% selenium dalam

jagung, gandum dan kedelai berbentuk L-selenomethionine, maka bentuk inilah

yang paling tepat sebagai bentuk suplemen selenium.74,75 Pada penelitian di New

Zealand ditemukan bahwa bioavailability selenomethionine sebesar 75% dibanding

dengan sodium selenite yang hanya sebesar 59%. Studi di Finlandia membuktikan

bahwa selenomethionine meningkatkan kadar selenium lebih tinggi dan tinggal

dalam darah lebih lama dibandingkan dengan selenium inorganik.12

Pada tahun 1984 mulai tersedia selenomethionine sintetik sebagai

suplementasi pada makanan. Pada manusia, suplementasi selenomethionine

berbentuk isomer L, sedangkan untuk binatang dapat digunakan bentuk campuran

isomer D dan L.75

Dalam usaha untuk memproduksi secara masal selenium organik, telah

digunakan jamur (Saccharomyces cerevisiae) yang kaya akan selenomethionine

dan selenocystein.12

Jamur selenium pada kadar 0,3 ppm dalam bentuk kering dua kali lebih

efektif dibandingkan selenite dalam meningkatkan kadar selenium pada otot babi.

Pada penelitian lain yang menggunakan 150 mikrogram per hari, jamur selenium

terbukti efektif meningkatkan kadar selenium dalam darah orang dewasa. Dr.

Gerhard Schrauzer menyimpulkan “hanya dengan dosis oral 10 kali lebih rendah,

selenium organik dapat meningkatkan kadar selenium dalam darah 2 kali lipat, dan

selenium organic 20 kali lebih efektif dalam memperbaiki kadar selenium.75

Untuk keamanan, suplemen selenium sebesar 200 mikrogram per hari akan

meningkatkan total intake selenium orang dewasa menjadi 280-350 mikrogram.

Dosis ini adalah jumlah yang aman karena masih berada di bawah dosis yang

direkomendasi (reference dose/RfD) oleh EPA untuk selenium yaitu 350 mikrogram

untuk orang dewasa dengan berat 70 kg. Studi juga menunjukkan bahwa intake

selenium sebesar 750-850 mikrogram tidak menimbulkan efek samping. Kadar

tersebut disebut No Adverse Effect Level (NOAEL). Kadar terendah yang dapat

Page 50: Antioksdn Dan Radikal Bebas

menimbulkan efek samping disebut The Lowest Adverse Effect Level (LOAEL)

adalah sebesar 1540 + 653 mikrogram per hari. Tetapi efek samping ini biasanya

tidak muncul dengan hanya mengkonsumsi satu kali kadar sebesar itu tetapi setelah

mengkonsumsi selama beberapa minggu atau bulan.75

Page 51: Antioksdn Dan Radikal Bebas

BAB VIII RINGKASAN

Selenium merupakan trace elemen esensial bagi tubuh. Mikronutrien ini

merupakan komponen enzim glutathione peroksidase, yaitu enzim yang berfungsi

sebagai antioksidan. Enzim ini terdiri dari 4 tipe, yaitu seluler glutathione

peroksidase (cGPx), ekstraseluler glutathione peroksidase (eGPx), gastrointestinal

glutathione peroksidase (GPx-GI) dan fosfolipid glutathione peroksidase (PHGPx).

Radikal bebas adalah molekul di mana elektron yang terletak pada lapisan

paling luar suatu molekul tidak memiliki pasangan. Oleh karena itu molekul tersebut

sangat reaktif. Radikal bebas dengan mudah bereaksi dengan sel terutama sel lipid,

protein dan DNA. Adanya reaksi radikal bebas dengan sel depat menyebabkan

kerusakan sel. Kerusakan sel menyebabkan kematian sel yang selanjutnya

menyebabkan disfungsi organ.

Antioksidan adalah zat kimia dengan konsentrasi rendah yang secara

signifikan dapat mencegah atau mereduksi suatu zat. Antioksidan terdiri dari

antioksidan enzimatik dan non enzimatik. Glutathione peroksidase merupakan

antioksidan enzimatik yang mengandung selenium.

Defisiensi selenium telah dihubungkan dengan berbagai penyakit, antara lain

penyakit kardiovaskuler (aterosklerosis, miokard infark dan kardiomiopati), penyakit

paru kronis (asma, kistik fibrosis), penyakit gastrointestinal (penyakit Crohn’s),

penyakit virus (penyakit Keshan, influenza dan HIV), kanker, sistem imun, penyakit

sendi (rheumatoid arthritis dan penyakit Kashin-Beck) dan infertilitas pada laki-laki.

Suplementasi selenium digunakan dalam bentuk isomer L, berupa jamur

selenium. Suplementasi dengan dosis 200 mikrogram per hari akan meningkatkan

total intake selenium orang dewasa menjadi 280-350 mikrogram.

Page 52: Antioksdn Dan Radikal Bebas

DAFTAR PUSTAKA

1. Rachimhadhi T.Preeklampsia dan eklampsia: WiknjosastroH. Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu kebidanan edisi ketiga . Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 1997: 281-301

2. Cunningham FG, Gant NF, Laveno KJ, Gilstrap LC, Wenstrom KD. William Obstetrics 21st ed. New York: McGraw hill 2001: 567-89

3. Soejoenoes A. Prevalensi dan resiko hipertensi pada kehamilan. Naskah lengkap PIT III POGI malang; 1983

4. Pangemanan WT, Syamsuri AK, Saleh AZ. Hubungan antara indeks gestosis dengan profil laboraratorium pada penderita gestosis di RSUP Palembang selam 2 tahun (1994-1996). Naskah lengkap KOGI X Padang ; 1996

5. Angsar MD. EPG Gestosis dalam prospektif . Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unair-RSUD dr. soetomo Surabaya , 1995

6. Chamberlain G, Sterr P. Turnbull,s Obstetrics 3rd ed. London: Churchill livingstone 2001:333-354.

7. Whanger PD. Selenium, The Linus Pauling Institute, Nopember 18:2002. Didapat dari: www. Highwire.stanford.edu.

8. Anonim. Facts About Dietary Supplements, December 9, 2002. Didapat dari: www.cc.nih.gov/ccc/supplements/selen.html.

9. Nakamuro K, Okuno T, Hasegawa T. Metabolism of Selenoamino Acids and Contribution of Selenium Methylation to Their Toxicity. Journal of Health Science 2000;46:418-21.

10. Burk RF, Levander OA. Selenium. In: Modern Nutrition in Health and Disease; edisi ke-7. Philadelphia, 1988;265-74.

11. FAO/WHO. Selenium. Human Vitamin and Mineral. FAO/WHO. Roma 2002. 12. Chen J, Berry MJ. Selenium and selenoprotein in the brain and brain disease.

Journal of Neurochemistry 2003;86:1-12. 13. International Programme on Chemical Safety. Selenium. Didapat dari: www.

Inchem.org. 14. Fouad T. Free Radical, Types, Source and Damaging Reactions. Didapat dari:

www. thedoctorslounge.net/medlounge/articles/antioxidant. 15. Waterlow JC. Cell membranes and free radical. In: Protein-energy malnutrition.

London Melbourne Auckland, 1992;137-45. 16. Anonim. Free Radical Introduction. 2000. Didapat dari:

www.exrx.net/nutrition/antioxidant. 17. Anonim. Basic Information. Apr 13, 1997. Didapat dari:

www.chemicalelements.com/elements/se.html. 18. Passwater RA. New Discoveries Expand Our Knowledge About Selenium’s

Importance. Didapat dari: www.highwire. 19. Anonim. Selenium, Compounds and Elements. Apr, 1997. Didapat dari:

www.chemicalelements.com/elements/se.html. 20. Harthill M. Does Bioavailable Arsenic Affect Nutritional Selenium?: A Brief

Review of Se Nutrition. 2001. Didapat dari: www.yahoo.com. 21. Schrauzer GN. Selenomethionine: A Review of Its Nutritional Significance,

Metabolism and Toxicity. Journal of Nutrition 2000;130:1653-56. 22. Haas EM. Selenium. Staying Healthy with Nutrition: The Complete Guide to

Diet and Nutritional Medicine.

Page 53: Antioksdn Dan Radikal Bebas

23. Anonim. Metabolism, Absorption and Bioavailability Several forms of Selenium. 2000. Didapat dari: www.yahoo.com.

24. Levy JB, Jones HW, Gordon AC. Selenium deficiency, reversible cardiomyopathy and short-term intravenous feeding. Postgrad Med J 1994;70:235-36.

25. Bates JM, Spate VL, Morris JS, Germain DL, Galton VA. Effect of Selenium Deficiency on Tissue Selenium Content, Deiodinase Activity and Thyroid Hormone Economy in the Rat during Development. Endocrinology 2000;141:2490-99.

26. Murakami M, Araki O, Hosoi Y, Kaniya Y, dkk. Expression and Regulation of Type II Iodothyronine Deidinase in Human Thyroid Gland. Endocrinology 2001;142:2961-67.

27. Fujiwara N, Fujii T, Fujii J, Taniguchi N. Functional expression of rat thioredoksin reduktase: selenocystein insertion sequence element is essential for the active enzyme. J Biochem 1999;340:439-44.

28. Das KC, White CW. Redox sistem of the cell: Possible links and implications. PNAS July 2002;99:9617-18.

29. WHO. Selenium. In:Trace elements in human nutrition and health. Geneva 1996;105-22.

30. Anonim. Glutathione peroksidase. 2000. Didapat dari: www.wikipedia/thefreeencyclopedia.

31. Ren B, Tibbelin G, Akesson B. GSH peroksidase. October 12, 2000. Didapat dari: www.wikipedia/freeencyclopedia.

32. Berg JM, Tymoczko JL, Stryer L. Synthesizing the Molecules of Life. In: Mathews, (editor). Biochemistry: edisi ke-5. 1999.

33. Sieja K, Talerczyk M, Selenium as element in the treahmen of ovarian cancer in women receiving chemotherapy. J. Gynecologic Oncology 93 (2004): 320-327

34. Moretti M,MD, Phillips M, MD, Increased breath marker of oxidative sress in normal pregnancy an in preeclampsia. Am J. obs & Gyn 190 (2004): 1184-1190

35. Rayman MP, Bode P, Phd, Redman CWG, low selenium status in associated with the occurrence of the pregnancy disease preeclampsia in women from the UK. Am J. obs & Gyn Nov 2003: 1343-1349

36. Basbug,Demir I. Serin S. Maternal erythrocyte malondialdehyde level in preeclampsia prediction: a. longitudinal study. J. perinatal med 23 ( 2003): 469-474

37. Knapen MF, Mulder TP, Van rooij IA. Low whole blood glutatione levels in pregnancies complicated by preeclampsia or hemolysis,elevated liver emzymes, low platelets syndrome. Didapat dari www.greenjournal.org/cgi

38. Yonemata Y, Sawa R, Suzuki S, Relationship berween plasma malondialhehyde levels and adenosine deaminase activities in preeclampsia. Entrez PubMed: august 2002: 167-173

Page 54: Antioksdn Dan Radikal Bebas