10
ANTIPSYCHOTIC ANWANTED EFFECTS Rabu, 12 September 2012 Dr. Akhmad Edi Editor : gamma 10 Obat neuroleptic penuh dengan efek samping. Beberapa efek samping terjadi pada awal terapi, efek tersebut dihasilkan oleh inibisi reseptor pada sistem saraf pusat dan perifer, efek yang lain muncul kemudian selama perawatan.

Antipsychotic Cont’ Anwanted Effects

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Antipsychotic Cont’ Anwanted Effects

Citation preview

Page 1: Antipsychotic Cont’ Anwanted Effects

ANTIPSYCHOTIC ANWANTED EFFECTS

Rabu, 12 September 2012

Dr. Akhmad Edi

Editor : gamma 10

Obat neuroleptic penuh dengan efek samping. Beberapa efek samping terjadi pada awal terapi, efek tersebut dihasilkan oleh inibisi reseptor pada sistem saraf pusat dan perifer, efek yang lain muncul kemudian selama perawatan.

Page 2: Antipsychotic Cont’ Anwanted Effects

Hambatan DA-Ergic di ganglion basalis (jalur nigrostristal) tampaknya menyebabkan gejala ekstrapiramidal, sedangkan di jalur tubero-hypophyseal menginduksi gangguan endokrin, dan di pusat trigger zone - bertanggung jawab atas aksi antiemetic (antimuntah).

Efek samping farmakologik antipsikosis

1. ”Extrapyramidal” reactions include

a. Parkinsonism yang dapat menyerupai penyakit Parkinson idiopatik tetapi biasanya dalam tingkatan berderajat lemah dan memberikan respon baik dengan pemberian antikolinergik atau amantadin

b. Akatisia adalah sensasi subyektif terkait dengan kegelisahan yang biasanya disertai hiperaktifitas motorik ringan sampai sedang, Efek ini adalah efek termasuk diantara efek samping yang umum dan biasanya memberikan respon terhadap pemberian antagonis reseptor a-adrenergik, antikolinergik, antihistamin atau amantadin. Akatisia kadang-kadang diinterpretasi sebagai penibgkatan agitasi. mengikuti peningkatan dosis neuroleptik dapat mengakibatkan efek akatisia yang besar.

c. Reaksi Distonik akut adalah gerakan tak sadar (spasme otot, menjulurkan lidah, tortikolis, dll) biasanya muncul dalam beberapa hari

Page 3: Antipsychotic Cont’ Anwanted Effects

pada awal terapi neuroleptik dan dapat terlihat sebagai krisis okulogirik (postur distonik leher, muka dan mata) atau kombinasi distonia fokal. Efek samping tersebut menakutkan tetapi juga responsif terhadap injeksi antikolinergik atau antihistamin. Efek samping tersebut tidak cenderung berulang selama terapi neuroleptik.

Ketiga reaksi tersebut biasanya terjadi pada mingu-minggu awal terapi, biasanya menurun seiring perjalanan waktu dan reversibel dengan penghentian terapi. Distonia akut terjadi karena adanya hambatan jaras nigrostriatal dopaminergik.

d. Efek samping berikutnya adalah Tardive dyskinesia yang berkembang setelah beberapa bulan atau tahun pada 20-40% pasien yang diterapi dengan obat antipsikotik klasik dan merupakan salah satu masalah utama terapi antipsikotik, ditandai dengan gerakan oral-facial yang berlebihan dan tanpa sadar. Tardive dyskinesia yang berat dapat menyebabkan gangguan makan dan bernafas.

Mekanisme Tardive dyskinesia terjadi ada beberapa teori. Salah satunya adalah berhubungan dengan peningkatan secara bertahap jumlah atau hipersensitifitas reseptor D2 pada sisi striatum (up-regulation) yang sedikit ditandai dengan penggunaan obat antipsikotik atipikal. Kemungkinan lain adalah adanya inhibisi kronik reseptor dopamin D2 yang mengganggu pelepasan katekolamin dan atau glutamat pada striatum dan mendorong terjadinya neurodegenerasi exitotoxic

2. Endocrine effects

Dopamin dirilis terutama di median oleh neuron jaras tuberohypophyseal yang secara fisiologis beraksi reseptor Dopamin D2 sebagai inhibitor sekresi prolaktin. Oleh karenanya penghambatan reseptor D2 dengan obat antipsikotik akan meningkatkan konsentrasi prolaktin dalam plasma, Sehingga akan mengakibatkan pembengkaan kelenjar mamae, nyeri dan laktasi yang bisa terjadi pada laki-laki sebagaimana pada wanita. Perubahan endokrin yang sedikit nyata termasuk penurunan sekresi growth hormone tetapi tidak seperti respon prolaktin sehingga secara klinik tidak penting.

3. Neuroleptic malignant syndrom.

Neuroleptik malignan sindrom jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang serius seperti sindroma hipertermia malignan terlihat beberapa dengan mati rasa. Efek samping ini terjadi 1-2% pasien dan

Page 4: Antipsychotic Cont’ Anwanted Effects

10%nya berakibat fatal. Kondisi ini awalnya teramati dalam terapi yang ditunjukkan dengan hampir kolapse sistem saraf autonom yang menyebabkan demam, kekakuan otot, diaforesis, kebingungan mental, instabilitas kardiovaskuler. Intervensi medik yang mendesak adalah dengan memberikan bromcriptin (agonis DA) dan dantrolen bila perlu

Page 5: Antipsychotic Cont’ Anwanted Effects

4. Sedation, Efek Sedasi yang cenderung menurun dengan penghentian obat terjadi

pada penggunaan beberapa obat antipsikotik. Aktivitas antihistamin H1 adalah efek yang dimiliki phenotiazine dan memberikan kontribusi efek sedatif dan antiemetik tetapi bukan untuk efek antipsikotiknya.

5. A variety of peripheral effects (Variasi efek perifer)a. Inhibisi reseptor muskarinik menghasilkan efek pandangan kabur

dan peningkatan tekanan intraokuler, mulut dan mata kering, konstipasi dan retensi urin. Asetilkolin mempunyai mekanisme aksi yang berlawanan dengan Dopamin pada ganglion basalis dan ini salah satu kemungkinan mengapa efek ekstrapiramidal relatif lebih rendah pada penggunaan terapi dengan clozapin dan thioridazine sebagai hasil tingginya potensi antimuscarinic obat tersebut.

b. Inhibisi α-adrenoreceptors menghasilkan efek samping yang penting hipotensi ortostatik pada manusia

c. Penambahan berat badan (weight gain) pada umunya terjadi dan beberapa masalah efek samping kemungkinan berhubungan dengan antagonisme reseptor 5-HT

Is there any treatment?

Generally, intensive care is needed. The neuroleptic or antipsychotic drug is discontinued, and the fever is treated aggressively. A muscle relaxant may be prescribed. Dopaminergic drugs, such as a dopamine agonist, have been reported to be useful. Immediate medical intervention with bromcriptine (DA agonist) and dantrolene is nessesary.

What is the prognosis?

Early identification of and treatment for individuals with neuroleptic malignant syndrome improves outcome. If clinically indicated, a low potency neuroleptic can be reintroduced very slowly when the individual recovers, although there is a risk that the syndrome might recur. Another alternative is to substitute another class of drugs for the neuroleptic. Anesthesia may be a risk to individuals who have experienced neuroleptic malignant syndrome.

Page 6: Antipsychotic Cont’ Anwanted Effects

6. Various idiosyncratic and hypersensitivity reaction can occur, the most important being. (Beberapa reaksi idiosinkratik dan hipersensitivitas dapat terjadi, yang paling penting adalah)

a. Jaundice/Ikterik (kekuningan) yang terjadi dengan pemberian older phenothizines, sebagaimana chlorpromazine kejadian ikterik biasanya ringan dan terjadi karena ikterus obstruktif, Efek tersebut tidak muncul secara cepat ketika obat dihentikan dengan pemberian substitusi suatu antipsikotik dengan kelas yang berbeda.

b. Lekopeni dan agranulositosis adalah jarang tetapi bila terjadi potensial berakibat fatal dan terjadi pada beberapa minggu pertama perlakuan (treatment). Insidensi lekopeni (biasanya reversibel) kurang dari 1 kejadian dari 10.000 kebanyakan antipsikotik, tetapi lebih tinggi (1-2%) dengan clozapin, oleh karenanya memerlukan monitoring yang teratur pemeriksaan angka lekosit. Pemberian obat dihentikan bila terdapat tanda pertama adanya lekopeni atau anemi. Olanzapine bebas dari kondisi tidak menguntungkan ini.

c. Reaksi kulit urtikaria sering terjadi tetapi biasanya ringan, sensitifitas yang berlebihan terhadap sinar ultraviolet mungkin juga terjadi

Page 7: Antipsychotic Cont’ Anwanted Effects

Penggunaan klinik

1. Penggunaan utama obat antipsikotik adalah untuk terapi schizophrenia dan gangguan psikotik lainnya.

2. Pencegahan mual-muntah yang berat. Neuroleptik khususnya prochlorperazine bermanfaat pada terapi dengan obat yang menginduksi

Page 8: Antipsychotic Cont’ Anwanted Effects

muntah. Nausea yang meningkat dari emosi harus diterapi dengan sedativa dan antihistamin daripada obat yang sangat kuat.

3. Penggunaan lain : obat neuroleptik mungkin digunakan sebagai tranquilizer untuk penanganan agitasi dan tingkah laku yang kacau. Neuroleptik digunakan secara kombinasi dengan analgesik narkotik untuk treatment nyeri kronik dengan kecemasan yang berat. Chlorpromazine digunakan untuk treatment intractable hiccup (cegukan yang membandel). Droperidol adalah komponen neurolepanestesia. Prometazine adalah antipsikotik yang tidak baik tetapi agen ini digunakan untuk treatment pruritus karena sifat efek antihistaminnya.

1. ANTI PSIKOTIK GENERASI I (APG I), terdiri dari :

a. Broad spectrum neuroleptics.b. Longterm neuroleptics

A. BROAD SPECTRUM NEUROLEPTICS Spektrumnya luas. Efek terapeutik utama : blokade terhadap sistem dopaminergik

(reseptor dopamin tipe D2) à mengatasi gejala psikotik, Efek yang lain :

- menghambat neuron histaminnergik à reseptor H1, ( sedasi), - menghambat neuron kholinergik à reseptor muskarinik tipe M1 à

menghambat gerakan psikomotor- menghambat neuron adrenergik à reseptor α1 à hipotensi dan

sedasi. Contoh broad spektrum neuroleptik :

- Chlorpromazine : dosis oral 100 – 1600 mg, im : 25 – 500 mg- Theoridazine : dosis oral 200-800 mg

B. LONG TERM NEUROLEPTICS Bekerja lebih spesifik : broad spectrum neuroleptics Memblokade neuron dopaminergik, utamanya reseptor dopamin tipe 2

(D2), sehingga dapat mengatasi gejala psikotik.

Page 9: Antipsychotic Cont’ Anwanted Effects

Contoh :- Haloperidol, dosis : 5-20 mg oral, 5-20 mg im - Perphenazin, dosis : 12 – 64 mg oral, 15 – 30 mg im- Trifluoperazin, dosis : 4 – 40 mg oral, 4 – 10 mg im- Fluphenazin, dosis : 1,5 – 40 mg oral, 5 – 20 mg im - Pimozide, dosis : 0,5-20 mg- Sulpiride, dosis : 600-1800 mg

INDIKASI APG Ia. Episode psikotik akut à skizofrenia dan gangguan skizoafektif b. Terapi pemeliharaan pada skizofrenia dan gangguan skizoafektif c. Mania d. Depresi dengan gejala psikotik e. Delirium dan demensia (terutama long term)f. Gangguan waham (paranoid)g. Gangguan kepribadian ambang h. Gangguan psikotik diinduksi zat.i. Gangguan mental karena kondisi medik j. Skizofrenia awitan dini k. Gangguan kendali impuls l. Gangguan Tourette m. Indikasi lainnya, misal muntah-muntah akibat chemoterapi, ceguken

(hiccups dan reflux gastroesophageal)

2. ANTI PSIKOTIK GENERASI II (APG II)

APG II bekerja antagonis pada dopaminergik (D2 reseptor) dan serotonergik (5 HT2 reseptor).

Efek terapeutiknya mengatasi gejala psikotik, seperti : a. Gejala positif (waham, halusinasi, kataton, inkoherensi) b. Gejala negatif (anhedonia, anergia, social withdrawl, apathy, alogia), c. Terhindar dari efek merugikan obat, misalnya sindrom

ekstrapiramidal. CONTOH APG II :

- Clozapin, dosis 12,5-25 mg- Risperidon dosis 1-6 mg- Olanzapin dosis 7,5-30 mg- Quetiapin dosis 300 mg

INDIKASI APG II

Page 10: Antipsychotic Cont’ Anwanted Effects

a. Penderita yang resisten pengobatan b. Tardive dyskinesia berat c. Penderita dengan ambang EPS rendah d. Depresi dengan gejala psikotik e. Gangguan neurologik, misal parkinson dengan gejala psikotik f. Penderita skizofrenia dengan bunuh diri g. Penderita manik yang resisten dengan pengobatan