Upload
hari-subagiyo
View
420
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan kasus
SEORANG PEREMPUAN USIA 22 TAHUN
DENGAN APPENDICITIS AKUT
Oleh :
Hari Subagiyo 2051210005
Pembimbing :
dr. Farida Rusnianah. MARSdr. Erna Sulistyowati, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK PUBLIC HEALTH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNISMA / PKM BANTUR
MALANG2012
1
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Kepala Keluarga : Tn. A
Alamat lengkap : Desa Bantur, Rt. 18 Rw.05
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
No Nam
a
Status L/P Umur Pendidika
n
Pekerjaan Pasie
n
PKM
Ket
1 Tn. A Suam
i
(KK)
L 44 Th SMP Wiraswast
a
T -
2. Ny.S Istri P 36 Th SMP Wiraswast
a
T
3 Sdr.
P
Anak
ke 1
L 25 Th SMA - T -
4 Nn. S Anak
ke 2
P 22 Th Mahasisw
a
Y Susp.
Appendicit
is akut
Sumber : Data Primer,
BAB I2
Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Dalam Satu Rumah
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. S
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : -
Pendidikan : Mahasiswa
Agama : Islam
Alamat : Desa Bantur, Rt. 18 Rw.05
Status Perkawinan : belum menikah
Suku : Jawa
Tanggal Periksa : 6 juni 2012
B. ANAMNESA
1. Keluhan utama : nyeri perut bagian kanan bawah
2. Riwayat penyakit sekarang :
Penderita datang ke balai pengobatan PKM bantur dengan keluhan
nyeri perut sebelah kanan bawah ± sejak 5 hari. Awalnya nyeri timbul di
ulu hati, kemudian menjalar ke sebelah kanan bawah. Semakin lama nyeri
yang dirasakan semakin bertambah apalagi jika ditekan dan dibuat
bergerak serta berkurang saat pasien berbaring terlentang dan kaki di
tekuk. Pasien juga merasakan mual dan juga mengeluhkan muntah.
Muntah ± sebanyak 3x/hari. BAK tidak ada masalah, menstruasi tidak ada
masalah, dan juga tidak mengalami keputihan.
3. Riwayat penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat diabetes : disangkal
3
Riwayat penyakit jantung : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga sakit serupa : disangkal
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
5. Riwayat kebiasaan
Riwayat olahraga : disangkal
- Riwayat pengisian waktu luang : jalan-jalan
6. Riwayat sosial ekonomi
Penghasilan keluarga relatif cukup. Penghasilan didapat dari ayah, ibu
yang bekerja Wiraswasta. Pasien adalah seorang Perempuan berumur 22
tahun, seorang anak ke dua dari 2 saudara. Pasien masih berstatus mahasiswa,
saat ini pasien tinggal di rumah dengan orang tua dan kakaknya yaitu Sdr.A.
Saat ini kebutuhan sehari-hari penderita ditanggung oleh ayah dan ibunya.
7. Riwayat Gizi :
Pasien biasa makan 3x sehari dengan nasi, lauk-pauk ayam, telur,
terkadang dengan tahu dan tempe. Pasien tidak suka makan sayur. Makan
buah-buahan juga jarang. Pasien lebih suka mengkonsumsi teh dibanding
minum air putih.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : tampak lemah, compos mentis (GCS
E4V5M6)
T : 120/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit, regular, isi tegangan cukup
RR : 20 x/ menit, kedalaman cukup, reguler
Suhu : 36,3 0C peraksila
BB : 54 kg
TB : 155 cm
2. Kulit
Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)4
Kepala : Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut tidak mudah dicabut,
atrofi m. temporalis(-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik
wajah/bells palsy (-)
3. Kepala
Bentuk Normocephal, luka (-), makula (-), papula (-), nodul (-), bells palsy (-).
4. Mata
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm)
5. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas hidung (-/-)
6. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah
hiperemis (-), tremor (-)
7. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga
dalam batas normal
8. Tenggorok
Uvula di tengah, faring hiperemis (-), tonsil T1 - T1, pharing hiperemis (-)
9. Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak
membesar.
10. Thoraks
Bentuk : normochest, retraksi (-/-)
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V LMCS, tidak kuat angkat
Perkusi :
Batas kiri atas : SIC II Linea parasternalis Sinistra
Batas kiri bawah : SIC IV Linea Mid clavicularis sinistra
Batas kanan atas : SIC II Linea parasternalis Dextra
Batas kanan bawah : SIC IV Linea parasternalis Dextra5
Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
11. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) N
Perkusi : timpani
Palpasi : defans musculer, NT (+) di area mcburney, hepar dan lien tidak
teraba
12. Ekstremitas
Akral Dingin
- -
- -
13. Tes Lokalis
> Rovsing sign (+) > Obturator sign (+)
> Psoas sign (+) > Rebound fenomena (+)
D. RESUME
Nn.S, umur 22 Th, datang ke balai pengobatan PKM bantur dengan
keluhan nyeri perut sebelah kanan bawah ± sejak 4 hari. Awal nyeri timbul di
ulu hati, lalu menjalar ke sebelah kanan bawah.
Semakin lama nyeri yang dirasakan semakin bertambah apalagi jika
ditekan dan dibuat bergerak serta berkurang saat berbaring terlentang dan kaki
ditekuk. Mual (+), muntah (+), Muntah ± sebanyak 3x/hari.
Pemeriksaan fisik didapatkan KU: tampak lemah, CM, Tanda vital: T:
120/70 mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36,3 0C. abdomen:
6
Oedem
- -
- -
Palpasi : defans musculer, Nyeri Tekan (+) dibagian mc burney, Rovsing sign
(+), Psoas sign (+), Obturator sign (+), Rebound fenomena (+).
E. PATIENT CENTERED DIAGNOSISNn.S (22 th) dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sudah ± 4 hari, mual (+) muntah (+). Anggota keluarga sangat peduli dengan kondisi pasien.1. Diagnosis Biologis
Suspek Appendicitis Akut2. Diagnosis Psikologis
Kondisi psikologis keluarga baik3. Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya
Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit Appendicitis.F. PENATALAKSANAAN
1. Non Medika mentosa
Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya yang diderita
Minum cairan adekuat untuk membantu pasase makanan
2. Medikamentosa
Cefotaxime 3 x 1mg
Inj. Ranitidin 3x1 amp
Rujuk Pro. Appendectomy
G. PLANNING DIAGNOSIS
DL
USG
H. PROGNOSIS
ad Malam
7
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari Ayah (Tn.A, 44 th), Ibu (Ny.S 36 th), kakak
(Sdr.P 25 Th) dan pasien (Nn.S, 22 th).
2. Fungsi Psikologis.
Penderita tinggal bersama ayah, ibu dan kakaknya di rumah. Nn.S
adalah anak kedua dari dua saudara yang bekerja sebagai wiraswasta.
Hubungan Nn.S dan keluarga cukup terjalin dengan baik dan saling
memperhatikan. Hal ini terbukti pada saat pasien pergi berobat,
pasien ditemani ibu dan kakak pasien.
3. Fungsi Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga Nn.S hanya sebagai anggota
masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam
masyarakat. Dalam kehidupan sosial Nn.S kurang berperan aktif dalam
kegiatan kemasyarakatan, dikarenakan sibuk dengan kegiatan di
kampus.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan ayah dan ibu pasien, yang
bekerja sebagai wiraswasta.
Kesimpulan :
Fungsi holistik keluarga Nn.S umur 22 tahun dengan Appendicitis akut
dengan fungsi psikologis dan fungsi sosial ekonomi cukup baik.
B. FUNGSI FISIOLOGIS
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR
score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari
8
sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan
anggota keluarga yang lain. APGAR score meliputi:
1. Adaptation
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota
keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota
keluarga yang lain.
2. Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara
anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga
tersebut.
3. Growth
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan
anggota keluarga tersebut.
4. Affection
Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota
keluarga.
5. Resolve
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan
waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.
9
Skoring : Kriteria nilai APGAR :
Hampir selalu : 2 poin 8 - 10 : baik
Kadang – kadang : 1 poin 6 - 7 : sedang
Hampir tak pernah : 0 poin < 5 : buruk
APGAR Score Nn. S
APGAR Sdri. N Terhadap Keluarga Sering/selalu
Kadang-kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
Adaptation : Saat Nn.S sedang memiliki masalah biasanya tidak ditanggung
sendiri dan bisa berbagi dengan keluarga karena kedekatan keluarga
Score : 2
Partnership : Pekerjaan Nn.S sebagai mahasiswa tidak menyebabkan hambatan
dalam berbagi masalah yang dihadapi sehari-hari dengan keluarga.
Score : 2
Growth : Nn.S jarang berkumpul dengan keluarga dan berkomunikasi, karena
kesibukan kuliahnya..
Score : 1
Affection : Nn.S jarang mengekspresikan perhatian terhadap keluarga secara
langsung.
Score : 1
Resolve : Waktu yang tersedia untuk berkumpul dengan keluarga kurang.
19
Score : 1
APGAR Score Tn.A
APGAR Terhadap Keluarga Sering/selalu
Kadang-kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
Sumber : Data Primer, 16
Adaptation : Saat Tn.A sedang memiliki masalah biasanya tidak ditanggung
sendiri dan bisa berbagi dengan keluarga karena kedekatan Tn.A dengan
keluarga.
Score : 2
Partnership : Pekerjaan Tn.A sebagai Wiraswasta tidak menyebabkan hambatan
dalam berbagi masalah yang dihadapi sehari-hari dengan keluarga.
Score : 2
Growth : Tn.A sering berkumpul dengan keluarga dan berkomunikasi, meskipun
Tn.A bekerja hingga sore hari.
Score : 2
Affection : Tn.A jarang mengekspresikan perhatian terhadap keluarga secara
langsung.
Score : 1
Resolve : Waktu yang tersedia untuk berkumpul dengan keluarga cukup.
Score : 2
20
APGAR Score Ny.S
APGAR Sdr. D Terhadap Keluarga Sering/selalu
Kadang-kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
Sumber : Data Primer,
Adaptation : Saat Ny.S sedang memiliki masalah biasanya tidak ditanggung
sendiri dan bisa berbagi dengan keluarga karena kedekatan Ny.S dengan
keluarga.
Score : 2
Partnership : Pekerjaan Ny.S sebagai wiraswasta tidak menyebabkan hambatan
dalam berbagi masalah yang dihadapi sehari-hari dengan keluarga.
Score : 2
Growth : Ny.S sering berkumpul dengan keluarga dan berkomunikasi, meskipun
Ny.S bekerja hingga sore hari.
Score : 2
Affection : Ny.S jarang mengekspresikan perhatian terhadap keluarga secara
langsung.
Score : 1
Resolve : Waktu yang tersedia untuk berkumpul dengan keluarga cukup.
Score : 2
21
APGAR Score Sdr.P
APGAR Sdri. N Terhadap Keluarga Sering/selalu
Kadang-kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
Sumber : Data Primer, 16 April 2007
Untuk sdr. P APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
Adaptation : Saat sdr. P sedang memiliki masalah biasanya tidak ditanggung sendiri
dan bisa berbagi dengan keluarga karena kedekatan sdr.P dengan keluarga.
Score : 2
Partnership : Pekerjaan sdr.P sebagai wiraswasta tidak menyebabkan hambatan dalam
berbagi masalah yang dihadapi sehari-hari dengan keluarga.
Score : 2
Growth : sdr.P jarang berkumpul dengan keluarga dan berkomunikasi, karena sdr.P
bekerja hingga sore hari.
Score : 1
Affection : sdr.P jarang mengekspresikan perhatian terhadap keluarga secara langsung.
Score : 1
Resolve : Waktu yang tersedia untuk berkumpul dengan keluarga kurang.
Score : 1
APGAR score keluarga Nn.S = (7+9+9+7) : 4 = 8
Kesimpulan : Fungsi fisiologis keluarga Nn.S adalah baik.
22
C. FUNGSI PATOLOGIS
Fungsi patologis dinilai dengan menggunakan SCREEM score dengan rincian
sebagai berikut :
SUMBER PATHOLOGY KETSosial Nn.S kurang berpartisipasi dalam kegiatan di
lingkungannya+
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, dapat dilihat pada pergaulan mereka yang masih menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari.
_
Religius Pemahaman terhadap ajaran agama cukup, demikian juga dalam ketaatannya dalam beribadah.
_
Ekonomi Penghasilan keluarga yang relatif stabil _Edukasi Tingkat pendidikan dan pengetahuan
keluarga ini cukup, dimana Nn.S berpendidikan sampai perguruan tinggi, ayah dan ibu lulusan SMP dan kakak lulusan SMA
_
Medical Pengetahuan Keluarga ini tentang penyakit Nn.S kurang
+
Sumber : Data Primer, 16 April 2007
Keluarga Nn.S mempunyai fungsi patologis di bidang Sosial dan medical.
2.1 POLA INTERAKSI KELUARGA
Diagram 1. Pola interaksi keluarga Ny.P
Kesimpulan: Hubungan antara Nn.S dengan keluarga baik
Tn. A, 47 th
Nn.S, 22 th Sdr. P, 28 th
Tn. A, 47 th
23
D. GENOGRAM KELUARGA
Fungsi genetik dinilai dari genogram keluarga
Alamat lengkap :
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Diagram 1. Genogram Keluarga
Kesimpulan: Riwayat appendicitis supuratif akut tidak ditemukan pada anggota keluarga
lainnya.
Tn. K Ny. S
Nn. SSdr.A
24
BAB IIIIDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
3.1 Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
3.1.1 Faktor Perilaku Keluarga
Nn.S adalah seorang perempuan mengeluh nyeri perut bagian kanan bawah ± sejak 4
hari. Ayah, ibu dan kakaknya belum banyak memiliki pengetahuan tentang kesehatan
khususnya bahaya yang ditimbulkan oleh appendicitis akut.
Anggota keluarga Nn.S sangat memperhatikan kesehatan Nn.S hal ini terlihat saat pasien
dating ditemani ibu dan kakaknya. Saat anggota keluarga sakit biasanya pertama berobat ke
bidan setempat, setelah dirasa belum ada perubahan maka akan berobat ke puskesmas.
3.1.2 Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga berkecukupan. Sumber
penghasilan berasal dari ayah dan ibunya. Rumah yang dihuni keluarga ini cukup memadai,
karena cukup memenuhi standar kesehatan. Pencahayaan ruangan cukup, ventilasi cukup,
fasilitas WC dan kamar mandi yang cukup bersih. Dapur memiliki akses udara yang bebas dan
pencahayaannya cukup. Fasilitas kesehatan yang sering dikunjungi oleh keluarga ini jika sakit
adalah bidan.
Diagram 3. Faktor Perilaku dan Non Perilaku
Keluarga Nn.S
Pengetahuan :
Keluarga kurang mengetahui
penyakit pasien
Pelayanan Kesehatan:
Jika sakit Nn.S berobat ke bidan
Sikap:
Keluarga cukup memperhatikan
kesehatan pasien
Lingkungan:
Keluarga cukup memahami pentingnya kebersihan lingkungan terhadap
kesehatan pasien25
3.2 Identifikasi Lingkungan Rumah
3.2.1 Lingkungan Luar Rumah
Rumah Nn.S mempunyai halaman,dibagian rumah dan samping bersebelahan dengan
rumah tetangganya dan dibelakang mempunyai pekarangan yang tidak dirawat. Keluarga
pasien tidak memiliki hewan ternak.
Gambar 1. Depan Rumah
Gambar 2. Samping Rumah
Gambar 3. Belakang Rumah
3.2.2 Lingkungan Dalam Rumah
Dinding rumah terbuat dari batako sedangkan lantai rumah terbuat dari semen yang
dilapisi keramik. Rumah tersebut terdiri dari 8 ruangan yaitu satu ruang tamu, satu ruang
santai keluarga, empat kamar tidur, satu dapur gabung ruang makan, dan satu kamar mandi.
Rumah ini mempunyai tiga pintu untuk keluar masuk pada pintu depan, samping dan pintu
dapur, serta beberapa jendela kaca dibagian depan rumah dan kamar. Ventilasi udara dan
pencahayaan cukup baik.
26
BAB IVDAFTAR MASALAH
4.1 MASALAH MEDIS :
Appendicitis supuratif akut
4.2 MASALAH NON MEDIS :
Tingkat pengetahuan keluarga Nn.S tentang kesehatan kurang.
4.3 PERMASALAHAN PASIEN
Diagram 5. Permasalahan Nn.S
4.4 MATRIKULASI MASALAH
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks. (Azrul, 1996)
Tabel 7. Matrikulasi masalah
No Daftar Masalah I T R Jumlah
IxTxRP S SB Mn Mo Ma
1. Tingkat pengetahuan
keluarga Nn.S tentang
kesehatan kurang
5 5 4 2 4 3 4 9.600
Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn: Man (tenaga yang tersedia)
Mo: Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria penilaian :
Nn.S 22 th
Appendicitis akut
Tingkat pengetahuan keluarga Nn.S tentang kesehatan kurang
27
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting
4.5 PRIORITAS MASALAH
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga Nn.S adalah
sebagai berikut :
1. Tingkat pengetahuan keluarga Nn.S tentang kesehatan kurang.
Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil adalah tingkat pengetahuan keluarga Nn.S tentang kesehatan
kurang, sehingga mempengaruhi kondisi kesehatannya.
28
BAB V TINJAUAN PUSTAKA
5.1 Definisi
Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis akut
dicetuskan oleh berbagai faktor yang dapat menimbulkan penyumbatan, diantaranya
hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris.
5.2 AnatomiAppendix merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15
cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, appendix berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kea rah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum,
dibelakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. oleh
karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus.
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri kolateral. Jika
arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami
gangrene.
29
5.3 Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam
lumen dan selanjutnya mengalir kedalam sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue)
yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks
tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
5.4Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bacteria. Berbagai hal berperan sebagai factor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan factor yang diajukan sebagai factor
pencetus disamping hyperplasia jaringan limf, fekalit (feses keras), tumor apendiks, dan
cacing askariasis dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosaapendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis akut.
5.5 Patofisiologi
Patologi apendisitis dapat dimulai dimukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan
dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau
adneksa sehingga terbentuk masa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah
infiltrate apendiks. Didalamnya dapat terjadi proses nekrosis jaringan berupa abses yang
dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
30
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk
jaringan parut yang akan menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi
akut.
5.6 Gejala
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun.
Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc
Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri
somatik setempat.
Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga
disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius. Selain gejala klasik,
ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis.
Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala
yang timbul tersebut.
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh
sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan
peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan
gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena
adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala
dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
31
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis,
dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru
diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak
jelas dan tidak khas.
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak
tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah-
muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering
apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru
diketahui setelah terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya
serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi),
radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia
kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan
dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada
kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak
dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
Gambaran klinis apendisitis akut
Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis disertai
mual dan anoreksia
Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
local dititik McBurney
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskuler
32
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign)
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg
sign)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan
5.7 Penatalaksanaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendiktomi dan
merupakan satu-satunya pilihan yang baik. Penundaan tindakan bedah sambil pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Apendiktomi bisa dilakukan secara
terbuka atau pun dengan cara laporoskopi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak
perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata.
Apendiktomi dapat dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Bila
apendiktomi terbuka, incise McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah.
TEKNIK APENDIKTOMI McBurney
1. Pasien berbaring terlentang dalam anastesi umum ataupun regional. Kemudian dilakukan
tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah.
2. Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm (gambar 40.1.a) dan
otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya, berturut-turut m.
oblikus abdominis eksternus, m. abdominis internus, m. transverses abdominis, sampai
akhirnya tampak peritoneum (gambar 40.1.b).
33
3. Peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi (gambar 40.2.a)
4. Sekum beserta apendiks diluksasi keluar (gambar 40.2.b)
5. Mesoapendiks dibebaskan dann dipotong dari apendiks secara biasa, dari puncak kea rah
basis (gambar 40.3.a dan 40.3.b)
6. Semua perdarahan dirawat.
7. Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks kemudian
dijahit dengan catgut (gambar 40.4.a)
8. Dilakukan pemotongan apendiks apical dari jahitan tersebut (gambar 40.4.b)
34
9. Puntung apendiks diolesi betadine
10. Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul tersebut.
Mesoapendiks diikat dengan sutra (gambar 40.5.a dan 40.5.b)
11. Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat didalamnya, semua
perdarahan dirawat.
12. Sekum dikembalikan ke abdomen.
13. Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan untuk
memudahkan penutupannya. Peritoneum ini dijahit jelujur dengan chromic catgut dan
otot-otot dikembalikan (gambar 40.6)
35
BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Diagnosis Holistik :
Nn.S 22 tahun, dengan Appendicitis akut dengan hubungan antar anggota keluarga cukup
baik. Dapat dilihat dari ayah, ibu dan kakak pasien yang sangat memperhatikan kesehatan
pasien.
1. Segi Biologis
Appendicitis supuratif akut
2. Segi Psikologis
Penderita tinggal bersama ayah, ibu dan kakaknya di rumah. Nn.S adalah seorang
mahasiswa. Hubungan Nn.S dan keluarga cukup terjalin dengan baik dan saling
memperhatikan, walaupun Nn.S, ayah, ibu dan kakaknya kesehariannya memiliki
kesibukan masing-masing, tetapi selalu berkomunikasi setiap hari. Hal ini terbukti
pada saat pasien memeriksakan diri ibu dan kakak pasien setia menemani pasien.
3. Segi Sosial Ekonomi dan Budaya
a. Status ekonomi mencukupi kebutuhan
b. Penyakit Nn.S mengganggu aktifitas sehari-hari.
c.Kondisi lingkungan dan rumah yang cukup memenuhi standar kesehatan.
d. Kurang berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
6.2 SARAN
1. Promotif
Nn. S dan keluarga perlu diberikan penjelasan mengenai appendicitis akut dan
pengelolaan pasca bedah.
2. Preventif
Mengatur pola makan sehat (tinggi serat) dan olahraga teratur.
3. Kuratif
Keluarga harus mengingatkan Nn. S untuk teratur kontrol untuk evaluasi pasca bedah.
36
4. Rehabilitatif
37
Penderita dianjurkan untuk tetap aktif sesuai kemampuan dalam kegiatan masyarakat
untuk mengurangi stres dan mengembalikan kepercayaan diri penderita.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Grace, Pierce. A., Neil R. Borley., At a Glance, Edisi 3. Erlangga, Jakarta, 2007,
hlm.106-107.
2. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., “Bedah Digestif”,
dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media
Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.
3. Mittal, V.K., Goliath, J., Sabir, M., Patel, R., Richards, B.F., Alkalay, I., ReMine, S.,
Edwards,M., “Advantages of Focused Helical Computed Tomographic Scanning
With Rectal Contrast Only vs Triple Contrast in the Diagnosis of Clinically
Uncertain Acute Appendicitis”, Archives of Surgery,
http://archsurg.ama-assn.org/cgi/content/full/139/5/495, Mei 2004, 139(5): 495-500
4. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6.
Jakarta: EGC.
5. Reksoprodjo, dkk. 2005. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara,Tangerang,
hlm 115-118.
6. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan Anorektum”,
dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-645.
7. Simpson, J., Humes, D. J., “Acute Appendicitis”, BMJ,
http://www.bmj.com/cgi/content/full/333/7567/530, 9 September 2006, 333: 530-536.
8. Zeller, J.L., Burke, A.E., Glass, R.M., “Acute Appendicitis”, JAMA, http://jama.ama-
assn.org/cgi/reprint/298/4/482, 15 Juli 2007, 298(4): 482.
39