12
Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 1. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan 2. Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa. 3. Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah. http://khazanna032.wordpress.com/2009/07/16/makna-sila-sila- pancasila/ Konsep keadilan Pancasila Konsep keadilan Pancasila Penelitian ini berobjek material Konsep keadilan Pancasila sebagai dasar hukum di Indonesia, dan berobjek formal filsafat hukum. Keadilan Pancasila yang dimaksud adalah suatu pemikiran yang bercita-cita melaksanakan sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga dengan keadilan sosial yang hendak dicapai akan terciptalah negara hukum di Indonesia, karena keadilan dalam Pancasila mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan mendapat perlakuan yang adil baik dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Filsafat hukum yang dimaksud adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum, terutama tentang makna hukum dalam menciptakan keadilan yang berlaku di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan latar belakang, ruang lingkup, dan landasan filosofis tentang hakikat keadilan yang ada di Indonesia yang mengarah pada Pancasila. Model penelitian yang digunakan adalah “Model penelitian mengenai suatu konsep dalam penjabaran sejarah Pancasila”, dengan kajian kepustakaan. Perangkat metodis utama yang digunakan adalah metode interpretasi historis. Hasil penelitian yang didapat antara lain: 1. Latar belakang keadilan Pancasila ternyata dalam perjalanan situasi sekarang ini dirasa kurang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Makna terdalam tentang hakikat keadilan adalah pada pencarian hukum dalam menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Karena dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. 3. Landasan filosofis tentang keadilan adalah Pancasila dengan

Arti Dan Makna Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sila

Citation preview

Page 1: Arti Dan Makna Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

1. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk

Tuhan

2. Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.

3. Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.

http://khazanna032.wordpress.com/2009/07/16/makna-sila-sila-pancasila/

Konsep keadilan Pancasila

Konsep keadilan Pancasila

Penelitian ini berobjek material Konsep keadilan Pancasilasebagai dasar hukum di Indonesia, dan berobjek formal filsafathukum. Keadilan Pancasila yang dimaksud adalah suatupemikiran yang bercita-cita melaksanakan sila kelima yaitukeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga dengankeadilan sosial yang hendak dicapai akan terciptalah negarahukum di Indonesia, karena keadilan dalam Pancasilamengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akanmendapat perlakuan yang adil baik dalam bidang hukum, politik,sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Filsafat hukum yang dimaksudadalah kajian filosofis tentang hakikat hukum, terutama tentangmakna hukum dalam menciptakan keadilan yang berlaku diIndonesia.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan latarbelakang, ruang lingkup, dan landasan filosofis tentang hakikatkeadilan yang ada di Indonesia yang mengarah pada Pancasila.Model penelitian yang digunakan adalah “Model penelitianmengenai suatu konsep dalam penjabaran sejarah Pancasila”,dengan kajian kepustakaan. Perangkat metodis utama yangdigunakan adalah metode interpretasi historis.Hasil penelitian yang didapat antara lain:1. Latar belakang keadilan Pancasila ternyata dalam perjalanansituasi sekarang ini dirasa kurang sesuai dengan tujuan yanghendak dicapai yaitu menciptakan keadilan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia.2. Makna terdalam tentang hakikat keadilan adalah padapencarian hukum dalam menciptakan ketertiban dankeseimbangan. Karena dengan tercapainya ketertiban dalammasyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi.3. Landasan filosofis tentang keadilan adalah Pancasila denganciri utama keadilan sebagai dasar ontologis yaitu pada hakikatmanusia yang monopluralis, sehingga dengan landasan iniakan dicapai makna keadilan kemanusiaan, keadilan sosial,dan keadilan dalam negara, agar dapat terwujud negara hukumdi Indonsia.

http://ayisaepulhidayat.blogspot.com/2009/07/konsep-keadilan-pancasila.html

Page 2: Arti Dan Makna Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

mengandung arti mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban

antara sesama manusia. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk

Tuhan. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bertingkah laku sesuai dengan adab dan norma

yang berlaku di masyarakat. 

4) Disintegrasi Bangsa

Contoh dari beberapa hal seperti lepasnya Timor Timur pada tahun 1999, Kepulauan Ambalat, serta ancaman gerakan-gerakan yang radikal seperti GAM, RMS, ataupun Gerakan Papua Merdeka seakan menjadi peringatan bagi kita bahwa ancaman disintegrasi bangsa semakin nyataJika suatu keputusan tidak sampai menyentuh ke kalangan yang terkena dampak, jika kalagan tertentu merasa tidak terakomudasi baik politik, ekonomi, sosial, budaya, agama maka itu awal dari benih disintegrasi. Kita sering tidak belajar dari para pejuang dan pahlawan yang dengan susah payah merajut negeri yang tercerai berai menjadi satu kesatuan yang kokoh. Kita sering lupa bahwa Indonesia itu berdasar Pancasila yang didalamnya berisi sila sila yang menyatukan negeri ini dari perpecahan. Sila yang mengajarkan suatu Nilai Agama yang tinggi, nilai pesatuan dan kesatuan, Nilai demokrasi dan mufakat, Nilai hak asasi yang dilindungi oleh Negara.

Negeri ini sudah banyak masalah, negeri ini sedang sakit parah, hendaknya jangan ditambah dengan masalah baru yang hanya akan menjadikan kesatuan dan persatuan bangsa porak poranda, terpecah belah, yang ujung-ujungnya kan menimbulkan konflik berkepanjangan, pertumbahan darah tanpa ada yang diuntungkan, kecuali negara lain yang memang lebih senang melihat bangsa kita hancur. Persatuan dan kesatuan adalah berkah dan rahmat dari Tuhan yang sangat berharga, mari kita syukuri.

Tepo Seliro, Tenggang rasa

Menjaga persaan orang yang tertindas itu penting, rasa saling menghargai dan mengormati itu sangat mendasar diperlukan jika kita ingin menjadi negeri yang besar, negeri yang terdiri dari banyak pulau, banyak budaya, banyak suku dan banyak Agama. Yakinlah sifat satun, sifat melindungi yang lemah sudah dicontohkan oleh para Nabi dan Rosul ribuan tahun yang lalu. Mereka mengajarkan kebaikan dan kebenaran dengah hati nurani, dengan kasih sayang, bahkan jika menyangkut agama sering mengatakan bagimu agamamu dan bagiku agamaku sebagai perwujudan rasa menghargai kak asasai manusia dan toleransi. Dengan cara dakwah yang santun dan penuh kasih sayang itulah akhirnya banyak umat tertarik.

Memperingati Hari Pahlawan 10 Nopember

Kepahlawanan yang hakiki adalah sifat melindungi, sifat mengayomi, sifat berkorban demi orang lain, Tanggung jawab pribadi untuk menegakkan kebenaran dan ketidak adilan dari penjajahan. Meskipun saat ini sudah tidak ada penjajahan fisik tapi

Page 3: Arti Dan Makna Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

penjajahan non fisik masih sering terjadi. Rasa tidak aman, rasa terusir, rasa ketidak adilan adalah bentuk perasaan pribadi terjajah.

Hari Pahlawan harusnya menjadi momentum untuk instropeksi bahwa tanpa kesatuan dan kesatuan bangsa sangat sulit kita bisa membangun. Tanpa keinginan untuk saling berbagi saling memberi saling mengingatkan jika melakukan kesalahan adalah nilai nilai kepahlawanan yang harus tetap dijaga. Pahlawan dijaman moderen tidak harus perang, pahlawan bisa diartikan rasa nasionalisme untuk selalu ingin negeri ini bersatu, kuat, maju, jaya, dan disegani dan dihormati oleh bangsa lain. Sifat itu hendaknya terus ditumbuh kembangkan dalam setiap jiwa dan raga bangsa Indonesia.

Jiwa dan nilai kepahlawanan bermakna yang kuat mengayomi, yang lemah merasa aman, yang lebih berbagi yang kurang tercukupi, yang bernar mengingatkan, sayang salah merasa diperhatikan, yang memimpin meneladani rakyat mengikuti.Nilai perjuangan 45 marilah kita gali lagi agar rasa persatuan dan kesatuan dan rasa memiliki negeri ini bangkit kembali, dengan menyumbangkan apa saja yang kita miliki dalam upaya memperkokoh tegaknya NKRI.

Berlomba Lomba dalam Kebaikan

Berlomba lomba dalam kebaikan adalah salah satu implementasi dari jiwa kepahlawanan. Kebaikan jangan diartikan sebagai pemaksaan kehendak, jangan dilakukan dengan kekerasan. Kebaikan haruslah berupa pancaran dari aktifitas yang bersifat membantu yang lemah, menolong yang membutuhkan, melindungi yang sedang bermasalah, mengingatkan yang salah dengan kasih sayang. Kebaikan adalah ruh dari kebenaran, kebenaran hakiki akan berbuah rasa nyaman, rasa merdeka, rasa saling menghormati dan menghargai pada siapapun, baik tehadap manusia, alam, binatang, lingkungan. Kebaikan besumber pada Tuhan, sedang keburukan bersumber pada setan.

JAKARTA, KOMPAS.com - Masalah separatisme di Papua akhir-akhir ini semakin

mengkhawatirkan. Masyarakat Papua di Jayapura, dan Manokwari menuntur referendum dengan

opsi merdeka.

Bila kondisi tersebut tidak segera diselesaikan, perkiraan Papua bakal lepas dari NKRI, mungkin

saja bisa terjadi. Demikian diungkapkan Koordinator Kontras, Usman Hamid, dalam acara diskusi

bertajuk Negara Gagal: Intoleransi dan Disintegrasi Bangsa, di Kantor DPP Nasdem, Jakarta, Kamis

(11/8/2011) malam.

Menurutnya, seharusnya pemerintah menyadari jalan kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan

konflik di Papua. "Tanda-tanda Papua akan segera lepas dari NKRI sudah semakin jelas. Mereka

(masyarakat Papua) ditenggarai sudah memilki sponsor yang siap mendukung kemerdekaan di

wilayah timur Indonesia ini," ujar Usman.

Page 4: Arti Dan Makna Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Maraknya aksi penembakan dan penghadangan, kata Usman, telah meresahkan masyarakat

Papua. Sasaran tembak tidak hanya kepada TNI dan polisi, namun masyarakat umum saat ini

sering dijadikan target kekerasan.

Sehingga setiap aksi kekerasan seringkali diyakini banyak orang adalah separatis Papua. "Hal ini

telah menambah keyakinan kita bahwa kelompok separatis kini sudah menjadi ancaman disintegrasi

bangsa," tuturnya.

Meskipun Papua memilki kekayaan yang luar biasa, kata Usman, penyebab separatisme di daerah

tersebut yang lain adalah tidak meratanya distribusi sumber daya ekonomi. "Rakyat masih tetap

miskin. Contoh, adalah Freeport, bagaimana kapitalisme mengeksploitasi sumber daya lokal dengan

sepuas-puasnya," kata Usman.

Oleh karena itu, lanjut Usman, penyelesaian kasus Papua sudah semestinya menjadi prioritas

negara. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyatakan tekadnya untuk menyelesaikan

berbagai kasus pelanggaran HAM di Papua.

Namun, menurut Usman, tekad tersebut tidak diikuti dengan langkah-langkah kongkrit untuk segera

menyelesaikannya hingga tuntas. "Para pemimpin di semua tingkatan pemerintah harus waspada

terhadap ketegangan yang sedang terjadi saat ini. Dan mereka harus melakukan segala hal dengan

kekuasaan mereka untuk memastikan setidaknya keadaan ini tidak semakin buruk," tukasnya.

http://regional.kompas.com/read/2011/08/11/22300898/Separatisme.Papua.Makin.Mengkawatirkan

Sebenarnya disintegrasi bangsa dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya rasa nasionalisme sehingga menimbulkan sikap tidak peduli pada keadaan internal bangsa, politik yang semakin kotor sehingga menimbulkan sikap tidak percaya terhadap Pemerintahan, dan kurangnya Pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antar daerah. Faktor inilah yang seharusnya mulai dari sekarang Pemerintah kita segera melakukan tindakan yang cepat dan tepat guna mencegah masalah tersebut. dan salah satu yang perlu di perhatikan adalah kurangnya pemerataan pembangunan khususnya terhadap wilayah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah tetapi kenyataannya pembangunan di wilayah tersebut masih jauh tertinggal dibandingkan yang lainnya, dan contoh dari kasus ini adalah pembangunan di wilayah Indonesia timur.

Wilayah Indonesia timur seperti Maluku dan papua adalah propinsi yang terletak di wilayah timur Indonesia. Kedua wilayah tersebut dikenal memiliki sumber daya alam yang melimpah. Papua yang kaya akan emas dan peraknya sedangkan Maluku kaya akan hasil laut dan rempah-rempahnya. Orang-orang papua bangga akan hasil kekayaan alamnya yang sekarang diambil alih oleh PT Freeport yaitu berupa tambang mineral yang katanya tidak akan pernah habis hingga puluhan tahun kedepan.

Page 5: Arti Dan Makna Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Sedangkan Maluku bangga dengan laut bandanya yang disebut-sebut sebagai surganya hewan laut karena setiap musim panas ikan-ikan dari seluruh penjuru dunia berkumpul dan berkembang biak dengan cepat disana sehingga Maluku kaya akan hasil lautnya selain itu sejak zaman penjajahan belanda Maluku juga dikenal sebagai surganya rempah-rempah dan sampai sekarang kualitas rempah-rempah dari Maluku sudah diakui oleh dunia internasional. Tetapi wilayah yang kaya akan sumber daya alamnya sedemikian rupa tetapi tidak disertai pembangunan yang merata dan bahkan bisa dikatakan masih tertinggal dibandingkan propinsi atau wilayah lainnya.

http://salmanazhari.blogspot.com/2010/03/bahaya-disintegrasi-bangsa-akibat.html

2.    Analisa Permasalahan

Dalam rangka merumuskan kebijakan, upaya dan strategi dalam menanggulangi dan mencegah

ancaman disintegrasi bangsa maka perlu mengetahui karakteristik penyebab terjadinya ancaman

disintegasi bangsa yang terjadi saat-saat ini.

Oleh karena itu maka dapat dianalisa melalui beberapa faktor diantaranya sebagai berikut :

1.    Membangun Moral Siswa dengan Penanaman Nasionalisme

2.    Pentingnya Membangun Moral Melalui Penanaman Nasionalisme

3.    Pencegahan dan Penanggulangan Ancaman Disintegrasi Bangsa

4.    Ancaman Disintegrasi Bangsa Pasca Reformasi

5.    Keanekaragaman masyarakat Indonesia

6.    Konflik-konflik Pacsa Reformasi

7.    Stabilitas Keamanan yang mantap dan dinamis

8.    Stabilitas Keamanan yang mendukung Integrasi Bangsa

9.    Menegakkan Peraturan Hukum yang berlaku

10.    Analisis terhadap Pengaruh Lingkungan Strategi

11.    Analisis terhadap Pengaruh Otonomi Daerah

PENYELESAIAN MASALAH

1.    Solusi

Penanaman moral melalui seruan agama sudah banyak dilakukan oleh para guru di sekolah dan para

da’i serta pemuka di lingkungan masyarakat. Tetapi membuka kembali sejarah berdirinya bangsa dan

negara Indonesia banyak terlupakan. Padahal pengalaman nenek moyang dan para pejuang bangsa

merupakan pelajaran yang tak kalah besar peranannya dalam membentuk moral, watak dan peradaban

bangsa yang bermartabat.

Juga bukan salah guru PPKn, IPS, atau agama sebagai guru yang diberi tugas menyampaikan materi

seputar akhlakulkarimah dan sejarah perjuangan bangsa. Pembentukan moral siswa melalui penanaman

Page 6: Arti Dan Makna Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

semangat nasionalisme merupakan tanggung jawab semua kalangan masyarakat. Tidak hanya di bangku

sekolah sebagai lembaga pendidikan, penanaman rasa nasionalisme dapat dimulai dari lingkungan

tempat tinggal mereka. Misalnya, sering kali memperdengarkan lagu-lagu nasional di rumah atau

lingkungan masyarakat dapat mempertebal rasa nasionalisme.

Upaya mempertebal rasa nasionalisme juga dapat dilakukan dengan penayangan film sejarah

perjuangan bangsa di televisi. Karena ternyata media televisi lebih menarik anak dari pada ceramah yang

dilakukan guru dan pemuka masyarakat. Hal ini dimaksudkan supaya anak-anak mengerti betapa berat

perjuangan bangsa ini untuk mencapai kemerdekaan.

Upaya lain misalnya dengan mengajak siswa dan memperkenalkan tempat-tempat bersejarah seperti

museum, mengakrabkan nama-nama dan gambar pahlawan pejuang bangsa, atau mengajak siswa

berziarah ke taman makam pahlawan. ziarah ke makam pahlawan perlu dilakukan agar anak-anak

menghargai jasa pahlawan dan menumbuhkan jati diri mereka sejak dini.

Penanaman nasionalisme juga dapat diwujudkan dengan cara membiasakan memakai produk dalam

negeri sehingga timbul rasa cinta untuk menghargai hasil karya anak negeri sendiri. Dapat dikatakan, jika

nasionalisme kita kurang kuat, akan banyak produk-produk budaya luar yang menggeser produk budaya

kita. Satu hal yang tidak boleh dilupakan juga, bahwa generasi tua, dalam hal ini guru, harus bisa menjadi

panutan bagi generasi muda. Terlebih lagi anak pada usia dini, biasanya memiliki figur yang ingin

diteladani. Tidak dapat dipungkiri kalau figur tersebut mempengaruhi pembentukan mental siswa yang

sedang mencari jati diri.

2 ) Agama saat ini merupakan realitas yang berada di sekeliling manusia. Masing-masing manusia memiliki kepercayaan tersendiri akan agama yang dianggapnya sebagai sebuah kebenaran. Agama yang telah menjadi kebutuhan dasar manusia ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial manusia tersebut.Agama juga diyakini tidak hanya berbicara soal ritual semata melainkan juga berbicara tentang nilai-nilai yang harus dikonkretkan dalam kehidupan sosial. Termasuk dalam ranah ketatanegaraan muncul tuntutan agar nilai-nilai agama diterapkan dalam kehidupan bernegara. Masing-masing penganut agama meyakini bahwa ajaran dan nilai-nilai yang dianutnya harus ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. (Anshari Thayib, 1997: v)

Munculnya tuntutan konkretisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan bernegara memunculkan perdebatan yang tidak kunjung selesai mengenai relasi antara negara dan agama. Banyak pendapat yang dikeluarkan oleh para ahli dalam menempatkan posisi agama dalam kehidupan bernegara. Hampir setiap fase dalam sejarah sebuah bangsa selalu saja muncul persoalan ini.

Para ahli merumuskan beberapa teori untuk menganalisa relasi antara negara dan agama yang antara lain dirumuskan dalam 3 (tiga) paradigma, yaitu paradigma integralistik, paradigma simbiotik, paradigma sekularistik.

1)      Paradigma Integralistik (Unified Paradigm)Secara umum teori integralistik dapat dinyatakan sebagai kesatuan yang seimbang dan terdiri dari berbagai entitas. Entitas disini memiliki sifat yang berbeda satu sama lain. Perbedaan itu tidak berarti saling menghilangkan justru saling melengkapi, saling menguatkan dan bersatu.

Dalam kaitannya dengan relasi negara dan agama, menurut paradigma integralistik, antara negara dan agama menyatu (integrated). Negara selain sebagai lembaga politik juga merupakan lembaga keagamaan.Menurut paradigma ini, kepala negara adalah pemegang kekuasaan agama dan kekuasaan politik. Pemerintahannya diselenggarakan atas dasar ”kedaulatan ilahi” (divine sovereignty), karena

Page 7: Arti Dan Makna Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

pendukung paradigma ini meyakini bahwa kedaulatan berasal dan berada di ”tangan Tuhan”. (Marzuki Wahid dan Rumadi, 2001: 24)Paradigma integralistik ini memunculkan paham negara agama atau Teokrasi. Dalam paham teokrasi, hubungan Negara dan Agama digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan Agama, karena pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara dilakukan atas titah Tuhan. Dengan demikian, urusan kenegaraan atau politik, dalam paham teokrasi juga diyakini sebagai manifestasi firman Tuhan. (http://cakwawan.wordpress.com/2007/09/25/jalan-tengah-relasi-agama-dan-negara/) Menurut Roeslan Abdoelgani, sebagaimana dikutip oleh Kaelan (2009: 9), menegaskan bahwa negara Teokrasi, menurut ilmu kenegaraan dan filsafat kenegaraan mengandung arti bahwa dalam suatu negara kedaulatan adalam berasal dari Tuhan.Dalam perkembangannya, paham teokrasi terbagi ke dalam dua bagian, yakni paham teokrasi langsung dan paham teokrasi tidak langsung. Menurut paham teokrasi langsung, pemerintahan diyakini sebagai otoritas Tuhan secara langsung pula. Adanya Negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan, dan oleh karena itu yang memerintah adalah Tuhan pula. Sementara menurut pemerintahan teokrasi tidak langsung yang memerintah bukanlah Tuhan sendiri, melainkan yang memerintah adalah raja atau kepala Negara atau raja yang diyakini memerintah atas kehendak Tuhan. (http://tienkrahman.blogspot.com/2010/05/agama-dan-negara.html)2)      Paradigma Simbiotik (Symbiotic Paradigm)Secara umum, teori simbiotik dapat didefinisikan sebagai hubungan antara dua entitas yang saling menguntungkan bagi peserta hubungan. Dalam konteks relasi negara dan agama, bahwa antara negara dan agama saling memerlukan.

Dalam hal ini, agama memerlukan negara karena dengan negara, agama dapat berkembang. Sebaliknya, negara juga memerlukan agama, karena dengan agama negara dapat berkembang dalam bimbingan etika dan moral-spiritual. (Marzuki Wahid dan Rumadi, 2001: 24)

Karena sifatnya yang simbiotik, maka hukum agama masih mempunyai peluang untuk mewarnai hukum-hukum negara, bahkan dalam masalah tertentu tidak menutup kemungkinan hukum agama dijadikan sebagai hukum negara. (Adi Sulistiyono, 2008: 2)

Marzuki Wahib dan Rumadi membagi Paradigma Simbiotik ini menjadi tiga jenis, yaitu: Agama dan negara mempunyai keterkaitan namun aspek keagamaan yang masuk ke wilayah negara sedikit, sehingga negara demikian lebih dekat ke negara sekular; Aspek agama yang masuk ke wilayah negara lebih banyak lagi, sehingga sekitar 50% konstitusi negara diisi oleh ketentuan agama; Aspek agama yang masuk ke wilayah negara sekitar 75%, sehingga negara demikian sangat mendekati negara agama.

Dalam konteks paradigma simbiotik ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa adanya kekuasaan yang mengatur kehidupan manusia merupakan kewajiban Agama yang paling besar, karena tanpa kekuasaan Negara, maka Agama tidak bisa berdiri tegak. Pendapat Ibnu Taimiyah tersebut melegitimasi bahwa antara Negara dan Agama merupakan dua entitas yang berbeda, tetapi saling membutuhkan. Oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak saja berasal dari adanya social contract, tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum Agama. (Agus Thohir, 2009:4)

3)      Paradigma Sekularistik (Secularistic Paradigm)Paradigma ini menolak kedua paradigma diatas. Sebagai gantinya, paradigma sekularistik mengajukan pemisahan (disparitas) agama atas negara dan pemisahan negara atas agama. (Marzuki Wahid dan Rumadi, 2001: 28)Negara dan Agama merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan bidangnya masing-masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi. Berdasar pada pemahaman yang dikotomis ini, maka hukum positif yang

Page 8: Arti Dan Makna Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

berlaku adalah hukum yang betul-betul berasal dari kesepakatan manusia melalui social contract dan tidak ada kaitannya dengan hukum Agama. (Agus Thohir, 2009: 4)Paradigma ini memunculkan negara sekuler. Dalam Negara sekuler, tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, Negara adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dua hal ini, menurut paham sekuler tidak dapat disatukan.

Dalam Negara sekuler, sistem dan norma hukum positif dipisahkan dengan nilai dan norma Agama. Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan Agama atau firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma Agama. Sekalipun ini memisahkan antara Agama dan Negara, akan tetapi pada lazimnya Negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk memeluk Agama apa saja yang mereka yakini dan Negara tidak intervensif dalam urusan – urusan Agama (Syari’at). (http://cakwawan.wordpress.com/2007/09/25/jalan-tengah-relasi-agama-dan-negara/)a. Relasi Negara dan Agama Menurut Konstitusi IndonesiaPersoalan relasi antara negara dan agama juga ada di dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Relasi negara dan agama di Indonesia selalu mengalami pasang surut karena relasi antar keduanya tidak berdiri sendiri melainkan dipengaruhi oleh persoalan-persoalan lain seperti politik, ekonomi, dan budaya.

Pembahasan mengenai relasi negara dan agama yang akan berlaku di Indonesia sudah dimulai oleh para pendiri bangsa. Menjelang kemerdekaan 17 Agustus 1945, para tokoh pendiri negara dari kelompok Nasionalis Islam dan Nasionalis, terlibat perdebatan tentang dasar filsafat dan ideologi negara Indonesia yang akan didirikan kemudian. The Founding Fathers kita menyadari betapa sulitnya merumuskan dasar filsafat negara Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam etnis, ras, agama serta golongan politik yang ada di Indonesia ini. Perdebatan tentang dasar filsafat negara dimulai tatkala Sidang BPUPKI pertama, yang pada saat itu tampillah tiga pembicara, yaitu Yamin pada tanggal 29 Mei 1945, Soepomo pada tanggal 31 Mei, dan Soekarno pada tanggal 1 Juni, tahun 1945. Berdasarkan pidato dari ketiga tokoh pendiri negara tersebut, persoalan dasar filsafat negara  (Pancasila) menjadi pusat perdebatan antara golongan Nasionalis dan Golongan Islam. Pada awalnya golongan Islam menghendaki negara berdasarkan Syari’at Islam, namun golongan nasionalis tidak setuju dengan usulan tersebut. Kemudian terjadilah suatu kesepakatan dengan ditandatanganinya Piagam Jakarta yang dimaksudkan sebagai rancangan Pembukaan UUD Negara Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945. (Kaelan, 2009: 11-12)Dalam perkembangan berikutnya ketika bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada Tanggal 17 Agustus 1945, yang diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta, atas nama seluruh bangsa Indonesia, kemudian PPKI (Panitia Persiapan Kemrdekaan Indone-sia) yang diketuai oleh Soekarno dan Hatta sebagai wakil ketuanya memulai tugas-tugasnya. Menjelang pembukaan sidang resmi pertamanya pada tanggal 18 Agustus 1945, Hatta mengusulkan pengubahan rancangan Pembukaan UUD dan isinya, dan hal ini dilakukan oleh karena menerima keberatan dari kalangan rakyat Indonesia timur, tentang rumusan kalimat dalam Piagam Jakarta “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluknya”. Pada pertemuan bersejarah tersebut, kemudian disetujui dengan melaui suatu kesepakatan yang luhur menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”. (Kaelan, 2009: 13-14)

Pendiri negara Indonesia menentukan pilihan yang khas dan inovatif tentang bentuk negara dalam hubungannya dengan agama. Pancasila sila pertama, ”Ketuhanan yang Maha Esa”, dinilai sebagai paradigma relasi negara dan agama yang ada di Indonesia. Selain itu, melalui pembahasan yang sangat serius disertai dengan komitmen moral yang sangat tinggi sampailah pada suatu pilihan bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Mengingat kekhasan unsur-unsur rakyat dan bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai macam etnis, suku, ras agama nampaknya Founding Fathers kita sulit untuk menentukan begitu saja bentuk negara sebagaimana yang ada di dunia. (Kaelan, 2009: 24)

Page 9: Arti Dan Makna Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Bangsa Indonesia yakin bahwa kemerdekaan yang dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945 bukan semata-mata perjuangan rakyat, namun semua itu tidak akan pernah terwujud jika Tuhan Yang Maha Kuasa tidak menghendakinya. Jadi sejak negara Indonesia lahir, didasari oleh nilai-nilai Ketuhanan. Dalam Pembukaan UUD 1945 alenia ke-empat dinyatakan secara tegas bahwa: ”Kemerdekaan Indonesia adalah berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa”. Selain itu, dalam batang tubuh UUD 1945 Pasal 29 ayat (1) diperkuat lagi pengakuan negara atas kekuatan Tuhan yang menyatakan bahwa “Negara berdasakan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

(http://legal.daily-thought.info/2010/02/relasi-negara-dan-agama-jaminan-kebebasan-beragama-antara-indonesia-dan-amerika-serikat/)Sesuai dengan prinsip “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” maka agama-agama di Indonesia merupakan roh atau spirit dari keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (Lukman Hakim Saifuddin, 2009: 9). Menurut Adi Sulistiyono, agama diperlakukan sebagai salah satu pembentuk cita negara (staasidee). (Adi Sulistiyono, 2008: 3)Namun hal itu bukan berarti bahwa Indonesia merupakan negara teokrasi. Relasi yang terjalin antara negara Indonesia dan agama ialah relasi yang bersifat simbiosis-mutualistis di mana yang satu dan yang lain saling memberi. Dalam konteks ini,  agama memberikan “kerohanian yang dalam” sedangkan negara menjamin kehidupan keagamaan. (Lukman Hakim Saifuddin, 2009: 10)

Indonesia bukan negara agama melainkan negara hukum. Hukum menjadi panglima, dan kekuasaan tertinggi di atas hukum. Artinya bahwa Undang-Undang dibuat oleh lembaga legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, dan Anggota DPR terdiri dari berbagai suku, etnis, agama, jenis kelamin dan sebagainya. Hukum di Indonesia tidak dibuat oleh kelompok agama. Jadi agama tidak pernah mengatur negara, begitu juga sebaliknya negara tidak semestinya mengatur kehidupan beragama seseorang. (http://legal.daily-thought.info/2010/02/relasi-negara-dan-agama-jaminan-kebebasan-beragama-antara-indonesia-dan-amerika-serikat/)Penataan hubungan antara agama dan negara juga bisa dibangun atas dasar checks and balances (saling mengontrol dan mengimbangi). Dalam konteks ini, kecenderungan negara untuk hegemonik sehingga mudah terjerumus bertindak represif terhadap warga negaranya, harus dikontrol dan diimbangi oleh nilai ajaran agama-agama yang mengutamakan menebarkan rahmat bagi seluruh penghuni alam semesta dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Sementara di sisi lain, terbukanya kemungkinan agama-agama disalahgunakan sebagai sumber dan landasan praktek-praktek otoritarianisme juga harus dikontrol dan diimbangi oleh peraturan dan norma kehidupan kemasyarakatan yang demokratis yang dijamin dan dilindungi negara. (Lukman Hakim Saifuddin, 2009: 10)Jadi, baik secara historis maupun secara yuridis, negara Indonesia dalam hal relasinya dengan agama menggunakan paradigma pancasila. Mahfud M.D. menyebut pancasila merupakan suatu konsep prismatik. Prismatik adalah suatu konsep yang mengambil segi-segi yang baik dari dua konsep yang bertentangan yang kemudian disatukan sebagai konsep tersendiri sehingga dapat selalu diaktualisasikan dengan kenyataan masyarakat indonesia dan setiap perkembangannya. Negara Indonesia bukan negara agama karena negara agama hanya mendasarkan diri pada satu agama saja, tetapi negara pancasila juga bukan negara sekuler karena negara sekuler sama sekali tidak mau terlibat dalam urusan agama. Negara pancasila adalah sebuah religions nation state yakni sebuah negara kebangsaan yang religius yang melindungi dan memfasilitasi perkembangan semua agama yang dipeluk oleh rakyatnya tanpa pembedaan besarnya dan jumlah pemeluk. (http://wwwgats.blogspot.com/2009/07/fungsi-hukum-sebagai-alat-dan-cermin.html)———–Referensi:Adi Sulistyono. 2008. ”Kebebasan Beragama dalam Bingkai Hukum”. Makalah Seminar Hukum Islam dengan Tema Kebebasan Berpendapat VS Keyakinan Beragama ditinjau dari Sudut Pandang Sosial,

Page 10: Arti Dan Makna Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Agama, dan Hukum yang diselenggarakan oleh FOSMI Fakultas Hukum UNS, Surakarta,tanggal 8 Mei 2008.Agus Thohir. 2009. ”Relasi Agama dan Negara”. Makalah Diskusi Kajian Spiritual yang diselenggarakan oleh HMI Komisariat FPBS IKIP PGRI, Semarang, tanggal 4 November 2009.Anshari Thayib. 1997. HAM dan Pluralisme Agama. Surabaya: Pusat Kajian Strategis dan Kebijakan.Kaelan. 2009. ”Relasi Negara dan Agama Dalam Perspektif Filsafat Pancasila”. Makalah. Yogyakarta, tanggal 1 Juni 2009.Marzuki Wahid & Rumaidi. 2001. Fiqh Madzhab Negara: Kritik Atas Politik Hukum Islam Di Indonesia. Yogyakarta: LKiS.

Pertama, di level pimpinan Ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah, tokoh masyarakat,

termasuk pemerintah, harus lebih berkonsentrasi merangkul warga umat mainstream agar tidak

mudah menyempal. Caranya, antara lain terus menerus melancarkan dakwah yang mencerahkan

kepada mereka.

Kedua, di level masyarakat masing-masing orang tua/wali harus lebih ekstra hati-hati mengawasi

pergaulan anak-anak dengan memperhatikan perilaku dan gerak-gerik. Jika ada kelainan, sebaiknya

sesegera mungkin pendekatan atau mengonsultasikan anak yang bersangkutan ke pihak terkait.

Ketiga, pimpinan sekolah dan kampus sebaiknya lebih mengawasi kelompok-kelompok yang

disinyalir mencurigakan. Sebaiknya aktivitas organisasi formal kampus, baik intra maupun ekstra,

lebih aktifkan kembali, yang akhir-akhir ini cenderung melemah.

Keempat, di level pihak berwajib seperti polisi, BIN, BNPT, Kejaksaan, termasuk aparat kementerian

terkait seperti Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama, sudah saatnya bertindak lebih

proaktif. Dengan menggunakan momentum sekarang ini untuk menumpas seluruh jaringan NII.

Kelima, bagi anggota NII, baik yang sudah bertaubat atau yang masih ragu bertaubat sesegera

mungkin dicarikan jalan keluar untuk menyekolahkan kembali yang sudah terlanjur drop out.

Mencarikan peluang kerja bagi mereka yang ter-PHK, yang belum bekerja, dan yang lebih

penting rebrainwashing, mungkin dengan cara "menyekolahkan kembali" atau menampung di

tempat transito untuk membersihkan memori ke-NII oleh suatu lembaga profesional dancredible.

Keenam, bagi yang telah berjasa mengungkap kasus besar ini terus menerus mengungkapkan ke

dalam masyarakat bahwa NII adalah ideologi yang menyesatkan dan tidak layak. Bahkan tidak

berhak sama sekali mengatasnamakan diri sebagai gerakan Islam. Ketujuh, mengubah kurikulum

dasar tentang pelajaran agama di sekolah atau di kampus. Sebaiknya lebih profesional dan

konperhensif. Jangan karena ada suatu gejala lantas kurikulum terus diubah, nanti bangsa kita repot

tidak punya visi, kepribadian, dan karakteristik tersendiri.

Page 11: Arti Dan Makna Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Terakhir, para pimpinan dan kelompok NII aktif, sebaiknya sesegera mungkin melakukan pertobatan

nasional kepada Tuhan dan negara. Para pimpinan dan anggota NII dapat dipertimbangkan

keringanan hukuman atau dimaafkan. Negara juga tidak repot menyiapkan kamar penjara untuk

ratusan ribu orang.

Atau dengan,

Bentuk perlawanan paling tepat dalam menghadapi gerakan Negara Islam Indonesia (NII) adalah 'soft power' dengan mengedepankan pendidikan dan cara-cara tanpa kekerasan. NII itu sejarah gelap dari bangsa Indonesia, satu ideologi yang harus dilawan. Kita harus melawan NII dengan 'soft power', dengan cara pendidikan dan tidak ada kekerasan. 'Soft power' ditempuh agar para pelaku atau para anggota NII bisa lebih cerdas dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, pembentukan karakter dan rasa cinta terhadap bangsanya juga perlu dibangun, termasuk rasa hormat terhadap orangtuanya. Biar mereka pintar, kerjanya bagus, penghasilan bagus dan berkecukupan sehingga 'pikiran yang aneh' itu tidak akan muncul (Kompas.com Lawan NII dengan "Soft Power", Indra | Heru Margianto | Jumat, 29 April 2011 | 12:30 WIB).