44
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada klien dengan ARTRITIS REUMATOID” dengan sebaik-baiknya. Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ilmu keperawatan serta sebagai syarat menempuh ujian semester. Dalam penyusunan makalah ini,penulis telah mengalami berbagai hal baik suka maupun duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah ini. Gorontalo, Maret 2015 Penyusun

Artritis_Reumatoid.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

artritis reumatoid

Citation preview

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada klien dengan ARTRITIS REUMATOID dengan sebaik-baiknya.

Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ilmu keperawatan serta sebagai syarat menempuh ujian semester.

Dalam penyusunan makalah ini,penulis telah mengalami berbagai hal baik suka maupun duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah ini.

Gorontalo, Maret 2015

Penyusun

BAB IPENDAHULUAN1. Latar Belakangartritis reumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang di perantarai oleh imunitas dan tidak diketahui sebabnya. Biasanya terjadi destruksi sendi progresif walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.

Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronis yang paling sering ditemukan pada sendi. Insiden puncak antara usia 40-60 tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3:1. Penyakit ini menyerang sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki, dan sendi besar pada lutut, panggul, serta pergelangan tangan.

B. Tujuan Tujuan Umum

Agar mahasiswa-mahasiswi memahami asuhan keperawatan pada klien dengan artritis reumatoid

C. Metode PenulisanAdapun metode penulisan yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini yakni melalui studi literature/media buku.

BAB II

ARTRITIS REUMATOIDA.PENGERTIAN

Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarakteristikan dengan reaksi inflamasi dan membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut. (susan Martin Tucker.1998)

Artritis reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya di tandai dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. (Diane C.Baughman.2000)

Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjou. 2001)

artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang di perantarai oleh imunitas dan tidak diketahui sebabnya. Biasanya terjadi destruksi sendi progresif walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.

Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronis yang paling sering ditemukan pada sendi. Insiden puncak antara usia 40-60 tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3:1. Penyakit ini menyerang sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki, dan sendi besar pada lutut, panggul, serta pergelangan tangan.

B. ETIOLOGI Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid adalah:

infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus nonhemolitikus, endoktrin, autoimun, metabolik, faktor genetik, atau faktor lingkungan.

Pada saat ini, artritis reumatoid diduga karena faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin disebabkan oleh virus dan organisme mikoplasma atau grup difteroid yang menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan sendi klien. Penyakit ini tidak dapat di buktikan hubungan pastinya dengan genetik. Terdapat kaitan dengan tanda genetik seperti HLA-Dw4 dan HLA-DR5 pada orang kulit putih. Akan tetapi, pada orang amerika kulit hitam, jepang, dan indian Chippewa hanya ditemukan kaita dengan HLA-Dw4. Hipotesis terbaru tentang penyebab penyakit ini adalah adanya faktor genetik yang mengarah pada perkembangan penyakit setelah terjangkit beberapa virus, seperti infeksi virus Epstein-Barr.Kelainan yang dapat terjadi pada artritis reumatoid adalah sebagai berikut:

1. Kelainan pada sinovia. Kelainan artritis reumatoid dimulai pada sinovia berupa sinovitis. Pada tahap awal terjadi hiperemia dan pembengkakan pada sel-sel yang meliputi sinovia disertai infiltrasi limfosit dan sel-sel plasma. Selanjutnya terjadi pembentukan vilus yang berkembang keruang sendi dan terjadi nekrosis dan kerusakan dalam ruang sendi. Pada pemeriksaan mikroskopik, ditemukan daerah nekrosis fibrinoid yang diliputi oleh jaringan fibroblas membentuk garis radial ke arah bagian yang nekrosis.2. Kelainan pada tendo. Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai invasi kolagen yang dapat menyebabkan ruptur tendo secara parsial atau total.

3. Kelainan pada tulang. Kelainan yang terjadi pada daerah artikular dibagi dalam tiga stadium:

Stadium I (stadium sinovitis). Pada tahap awal terjadi kongesti vaskular, proliferasi sinovial disertai infiltrasi lapisan subsinovial oleh sel-sel polimorfi limfosit dan sel plasma. Selanjutnya terjadi penebalan struktur kapsul sendi disertai pembentukan vili pada sinovium dan efusi pada sendi/pembungkus tendo. Stadium II (stadium destruksi). Paa stadium ini inflamsi berlanjut menjadi kronis serta terjadi destruksi sendi dan tendo. Kerusakan pada tulang rawan sendi disebabkan oleh enzim proteolitik dan jaringan vaskular pada lipatan sinovia serta jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan sendi (panus). Erosi tulang terjadi pada bagian tepi sendi akibat invasi jaringan granulasi dan resorpsi osteoklas. Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai invasi kolagen yang dapat menyebabkan ruptur tendo, baik parsial ataupun total. Stadium III (stadium deformitas). Pada stadium ini kombinasi antara detruksi sendi, ketegangan selaput sendi, dan ruptur tendo akan menyebabkan instabilitas dan deformitas send. Kelainan yang mungkin ditemukan pada stadium ini adalah ankilosis jaringan yang selanjutnya dapat menjadi ankilosis tulang. Inflamasi yang terjadi mungkin sudah berkurang dan kelainan yang timbul terutama karena gangguan mekanis dan fungsional pada sendi.

4. Kelainan pada jaringan ekstra-artikular. Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikular adalah sebagai berikut:

Otot. Pada otot terjadi miopati yang pada elektromiografi menunjukkan adanya degenerasi serabut otot. Degenerasi ini berhubungan dengan fragmentasi serabut otot serta gangguan retikulum sarkoplasma dan partikel glikogen. Selain itu, umumnya pada artritis reumatoid terjadi pengecilan, atrofi otot yang disebabkan oleh kurangnya penggunaan otot akibat inflamasi sendi yang ada.

Pembuluh darah kapiler. Pada pembuluh darah kapiler terjadi proliferasi tunika intima, lesi pada pembuluh darah arteriol dan venosa. Terjadi perubahan pada pembuluh darah sedang dan kecil berupa artritis nekrotik. Akibatnya, terjadi gangguan respons sendi yang ada.

Nodul subkutan. Nodul subkutan terdiri atas unit jaringan yang nekrotik dibagian sentral dan dikeklilingi oleh lapisan sel mononuklear yang tersusun secara radial dengan jaringan ikat yang padat dan diinfiltrasi oleh sel-sel bulat. Nodul subkutan hanya ditemukan pada 25% dari seluruh klien artritis reumatoid. Gambaran ekstra-artikular yang khas adalah adanya nodul subkutan yang merupakan tanda patognomonik dan ditemukan pada 25% dari klien artritis reumatoid.

Kelenjar limfe. Terjadi pembesaran kelenjar limfe yang berasal dari aliran limfe sendi, hiperplasia folikular, peningkatan aktivitas sistem retikuloendotelial, dan proliferasi jaringan ikat yang mengakibatkan splenomegali.

Saraf. Pada saraf terjadi perubahan jaringan perineural berupa nekrosis fokal, reaksi epitelioid, serta infiltrasi leukosit yang menyebabkan neuropati sehingga terjadi gangguan sensorik.

Organ visera. Kelainan artritis reumatoid juga dapat terjadi pada organ visera seperti jantung dengan adanya demam rematik yang kemungkinan akan menyebabkan gangguan pada katup jantung dan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung sebagai pompa darah.

C. MANIFESTASI KLINISPada umumnya keluhan utama artritis reumatoid adalah nyeri pada daerah sendi yang mengalami masalah.

Gambaran klinis artritis reumatoid sangat bervariasi bergantung pada keluhan yang ada, distribusi, stadium, dan progresivitas penyakit. Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poliartritis reumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu, serta sendi panggul, dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Akan tetapi kadang artritis reumatoid dapat terjadi hanya pada satu sendi dan disebut artritis reumatoid mono-artikular. Stadium awal biasanya di tandai dengan gangguan keadaan umum berupa

malaise,

penurunan berat badan,

rasa capek,

sedikit panas (demam),

anemia.

Gejala lokal yang terjadi dapat berupa

pembengkakan,

nyeri,

gangguan gerak pada sendi metakrpofalangeal

kriteria tanda dan gejala artritis reumatoid (American Rheumatism Association) yaitu:1. Kekakuan sendi jari tangan pada pagi hari (morning stiffness)2. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi

3. Pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan) pada salah satu sendi secara terus menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu

4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.

5. Pembengkakan sendi yang bersifat simetris

6. Nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang di daerah ekstensor

7. Gambaran foto rontgen yang khas pada artritis reumatoid

8. Uji aglutinasi faktor reumatoid

9. Perubahan karakteristk histologis palisan sinovia

10. Gambaran histologis yang khas pada nodul

11. Pengendapan cairan caousin yang jelek

Reumatoid artritis di tandai oleh adanya gejala umum peradangan berupa:

1. Demam, lemah tubuh dan pembengkakan sendi

2. Nyeri dan kekakuan sendi yang dirasakan paling parah pada pagi hari.

3. Rentang gerak berkurang, timbul deformitas sendi dan kontraktur otot.

4. Pada sekitar 20% penderita rheumatoid artritis muncul nodus rheumatoid ekstrasinovium. Nodus ini terdiri dari sel darah putih dan sisia sel yang terdapat di daerah trauma atau peningkatan tekanan. Nodus biasanya terbentuk di jaringan subkutis di atas siku dan jari tangan.

D. PATOFISIOLOGI

E. PEMERIKSAAN DIGNOSTIK Pemeriksaan radiologi. Pada tahap awal, foto rontgen tidak menunjukkan kelainan yang mencolok. Pada tahap lanjut, terlihat rarefaksi korteks sendi yang difus dan disertai trabekulasi tulang, obliterasi ruang sendi yang memberi prubahan degeneratif berupa densitas, iregularitas permukaan sendi, serta spurring marginal. Selanjutnya bila terjadi destruksi tulang rawan, akan terlihat penyempitan ruang sendi dengan erosi pada beberapa tempat.

Pemeriksaan laboratorium. Ditemukan peningkatan laju endap darah, anemia normositik hipokrom, reaksi protein-C positif dan mukoprotein meningkat, faktor reumatoid positif 80% (uji Rose-Waaler) dan faktor antinuklear positif 80%, tetapi kedua uji ini tidak spesifik.F. KOMPLIKASIKelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gatritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs,DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid.

Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

G. PENATALAKSANAAN1. Pemberian terapi2. Pengaturan aktivitas dan istirahat

3. Kompres panas dan dingin

4. Diet

5. pembedahan

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ARTRITIS REUMATOID Pengkajian

1. Anamnesis.( nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, pekerjaan, pendidikan, dan sebagainya)Umumnya keluhan utama reumatoid artritis adalah nyeri pada daerah sendi yang mengalami masalah,untuk itu pengkajian yang lengkap mengenai nyeri dengan menggunakan metode PQRST.Provoking Incident: Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah peradangan.

Quality of Pain

: nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat menusuk.

Region, Radiation, Relief: nyeri dapat menjalar atau menyebar, dan nyeri terjadi di sendi yang mengalami masalah.

Severity (scale) of Pain: nyeri yang dirasakan ada di antara 1-3 pada rentang skala pengukuran 0-4Time

: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

Riwayat penyakit sekarang. Stadium awal biasanya ditandai dengan gangguan keadaan umu berupa malaise, penurunan berat badan, rasa capek, sedikit panas, dan anemia. Gejala lokal yang terjadi berupa pembengkakan, nyeri, dan gangguan gerak pada sendi metakarpofalangeal. Perlu dikaji kapan gangguan sensorik muncul. Gejala awal terjadi pada sendi. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu, serta sendi panggul, dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Akan tetapi, kadang artritis reumatoid dapat terjadi hanya pada satu sendi.

Riwayat penyakit dahulu. Kemungkinan penyebab yang mendukung terjadinya artritis reumatoid yaitu penyakit diabetes yang akan menghambat proses penyembuhan artritis reumatoid. Kemudian tanyakan apakah klien pernah dirawat dengan masalah yang sama. Sering klien ini menggunakan obat antireumatik jangka panjang sehingga perlu dikaji jenis obat yang digunakan (NSAID, antibiotik, dan analgesik) Riwayat penyakit keluarga: kaji apakah ada dari generasi terdahulu yang mengalami penyakit yang sama dengan klien.

Riwayat psikososial: kaji respon emosi klien terhadap penyakit dan perannya dalam keluarga dan masyarakat. Klien ini dapat mengalami ketakutan akan kecacatan karena perubahan bentuk sendi dan pandanga terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri). Klien juga akan merasa cemas tentang fungsi tubuhnya sehingga perawat perlu mengkaji mekanisme koping klien. Kebutuhan tidur dan istirahat juga harus di kaji, selain lingkungan, lama tidur, kebiasaan, kesulitan, dan penggunaan obat tidur.2. Pemeriksaan fisik.

Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan tenosinositis pada daerah ekstensor pergelangan tangan dan fleksor jari. Pada sendi besar (mis, sendi lutut), gejala peradangan lokal berupa pembengkakan, nyeri, serta tanda efusi sendi. Kurang lebih 25% dari klien akan mengalami masa remisi, tetapi serangan akan timbul kembali seperti semula. Pada stadium lanjut, terjadi kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanen, selanjutnya timbul ketidakstabilan sendi akibat ruptur tendo/ligamen yang menyebabkan deformitas reumatoid yang khas berupa deviasi ulnar jari, deviasi radial/volar pergelangan tangan, serta valgus lutut dan kaki. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah atrofi otot, limfadenopati, skleritis, sindrom jepitan saraf, atrofi, dan ulserasi kulit. Sistem pernapasan (Breathing)Tidak menunjukkan kelainan sistem pernapasan pada saat inspeksi. Palpasi toraks menunjukkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ada suara napas tambahan.

Sistem kardiovaskuler (blood)

Tidak ada iktus jantung pada palpasi. Nadi mungkin meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi, ada suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur

Pemeriksaan sistemik (Brain)

Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.

Kepala dan wajah: ada sianosis.

Mata

: sklera biasanya tidak ikterik

Leher

: Biasanya JVP dalam batas normal

Telinga

: tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

Hidung

: tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung. Mulut dan faring: tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi pendarahan, mukosa mulut tidak pucat.

Status mental

: penampilan dan tingkah laku klien biasanya tidak mengalami perubahan.

Pemeriksaan saraf kranial:

Saraf I. Biasanya pada klien artritis reumatoid tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan normal.

Saraf III,IV,dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata, pupil isokor.

Saraf V. Klien artritis reumatoid umumnya tidak mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.

Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.

Saraf VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif atau tuli persepsi.

Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.

Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapesiuz.

Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.

Sistem perkemihan (Bladder)

Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.

Eliminasi Umumnya klien artritis reumatoid tidak mengalami gangguan eliminasi. Meskipun demikian, perlu dikaji frekuensi, konsistensi, wara serta bau feses. Frekuensi berkemih, kepekatan urine, warna, bau, dan jumlah urine juga harus dikaji. Gangguan gastrointestinal yang sering adalah mual, nyeri lambung, yang menyebabkan klien tidak nafsu makan, terutama klien yang menggunakan obat reumatik dan NSAID. Peristaltik yang menurun menyebabkan klien jarang defekasi.

Persendian

Look : di dapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa (abnormal), deformitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan kaki, dan sendi besar lutut, panggul, dan pergelangan tangan. Adanya degenerasi serabut otot memungkinkan terjadinya pengecilan, atrofi otot yang disebabkan oleh tidak digunakannya otot akibat inflamasi sendi. Sering ditemukan nodul subkutan multipel.

Feel : nyeri tekan pada sendi yang sakit.

Move : ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan manifestasi nyeri bila menggerakkan sendi yang sakit. Klien sering mengalami kelemahan fisik sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-hari. DIAGNOSA1. Nyeri akut/kronis sendi yang berhubungan dengan peradangan

2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan ujung tulang dan sendi

3. Gangguan konsep diri (citra tubuh) berhubungan dengan gangguan dan perubahan struktur tubuh

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresiRENCANA KEPERAWATANNoDiagnosaTujuan dan kriteria hasil

(NOC)Tindakan keperawatan

(NIC)

1.Domain 12

Kelas 1

Kode dx (00132)

Nyeri akut

Factor Berhubungan dengan:

Agens cedera mis. Biologis, zat kimia, fisik, psikologis

Batasan karakteristik:

Perubahan selera makan

Perubahan tekanan darah

Perubahan frekuensi jantung

Perubahan frekuensi pernapasan

Laporan isyarat

Diaphoresis

Perilaku distraksi

Mengekspresikan perilaku

Masker wajah

Perilaku berjaga-jaga

Focus menyempit

Indikasi nyeri yang dapat diamati

Perubahan posisi untuk menghindari nyeri

Sikap tubuh melindungi

Dilatasi pupil

Fokus pada diri sendiri

Gangguan tidur

Melaporkan nyeri secara verbalSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama .x 24 jam nyeri akut teratasi, dengan Kriteria hasil :

Pain level

Pain control

Comfort level

Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri)

Mampu menggunakan tehnik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri (mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Tanda vital dalam rentang normal Pain management

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi

Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan

Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien

Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan, control nyeri masa lampau

Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

Kurangi factor presipitasi nyeri

Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi , non farmakologi dan interpersonal)

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

Ajarkan tentang tehnik non farmakologi

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

Tingkatkan istirahat

Kolaborasikan dengan dokter

Analgesic administration

Tentukan lokasi , karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi

Cek riwayat alergi

Beri analgetik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika pemberian lebih dari 1

Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri

Tentukan analgesic pilihan , rute pemberian dan dosis optimal

Pilih rute pemberian secara IV, IM, untuk pengobatan nyeri secara teratur

Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali

Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat

2.Nyeri kronik

Domain 12

Kode NDX 00133

Nyeri kronik

Berhubungan dengan :

Ketunadayaan fisik

Ketunadayaan psikososial kronis

Batasan karakteristik

Hambatan kemampuan meneruskan aktifitas sebelumnya

Anorexia

Atrofi kelompok otot yang terserang

Perubahan pola tidur

Skala keluhan (mis penggunaan skala nyeri

Depresi

Masker wajah (mis mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap, meringis)

Letih

Takut terjadi cedera berulang

Sikap melindungi area nyeri

Iritabilitas

Perilaku protektif yang dapat diamati

Penurunan interaksi dengan orang lain

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam nyeri kronis teratasi dengan kriteria hasil :

Pain level

Pain control

Comfort level

Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri)

Mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas frekuensi dan tanda nyeri)

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Tanda-tanda vital dalam rentang normal Pain management

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif , karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan Gunakan teknik terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri Evaluasi pengalaman nyeri Evaluasi bersama klien masa lampau Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan control nyeri masa lampau Bantu klien dan keluarga untuk menemukan dukungan Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan pencahayaan dan kebisingan Kurangi factor presipilitasi nyeri Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk melakukan intervensi Ajarkan tentang tehknik farmakologi Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri Evaluasi keefektifan control nyeri Tingkatkan istirahat Kolaborasi dengan dokter Analgesic administration

Tentukan lokasi, karakteristik kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi Cek riwayat alergi Pilih analgesic ketika pemberian lebih dari satu Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat.

3.Gangguan mobilitas fisik

Berhubungan dengan :

Gangguan metabolisme sel

Keterlembatan perkembangan

Pengobatan

Kurang support lingkungan

Keterbatasan ketahan kardiovaskuler

Kehilangan integritas struktur tulang

Terapi pembatasan gerak

Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik

Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia

Kerusakan persepsi sensori

Tidak nyaman, nyeri

Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler

Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina

Depresi mood atau cemas

Kerusakan kognitif

Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau masa

Keengganan untuk memulai gerak

Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan, deconditioning

Malnutrisi selektif atau umum DO:

Penurunan waktu reaksi

Kesulitan merubah posisi Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek)

Keterbatasan motorik kasar dan halus

Keterbatasan ROM

Gerakan disertai nafas pendek atau tremor

Ketidak stabilan posisi selama melakukan ADL

Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi

NOC :

Joint Movement : Active

Mobility Level

Self care : ADLs

Transfer performance

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: Klien meningkat dalam aktivitas fisik

Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah

Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)

NIC :

Exercise therapy : ambulation

Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan

Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan

Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera

Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi

Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan

Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.

Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

4.Defisit perawatan diri

Domain :4

Kelas : 5

Kode NDX 00108

Definisi :

Ganguan kemapuan untuk melakukan ADL pada diri

Batasan Karakteristik :

Ketidakmampuan untuk mandi

Ketidakmampuan untuk makan

Ketidakmampuan utntuk toileting

Faktor yang berhubungan :

Kelemahan

Kerusakan kognitif atau perceptual

Kerusakan neuromuskular / otot otot srafNOC :

Self care : Activity of Daily Living ( ADLs )

Kriteria Hasil :

Klien terbebas dari bau badan

Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan klien untuk melakukan ADLs

Dapat melakukan ADLs dengan bantuanNIC :

Self care assistane : ADLs

Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri

Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting, dan makan

Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care

Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki

Dorong untuk melakuakn secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya

Ajarkan klien / keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan kemampuan hanya jika pasien tidak mampu melakuakannya

Berikan aktivitas rutin sehari-hari sesuai kemampuan

Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari

5.Domain 6

Kelas 3

Kode NDx 00118

Gangguan citra tubuh

Definisi : konfusi dalam gambaran mental tentang diri-fisik individu

Batasan karakteristik : Perilaku mengenal tubuh individu

Perilaku menghindari tubuh individu

Perilaku memantau tubuh individu

Respon nonverbal terhadap perubahan actual pada tubuh (mis; penampilan,struktur,fungsi)

Respon nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh (mis; penampilan,struktur,fungsi)

Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan pandangan tentang tubuh individu (mis; penampilan,struktur,fungsi)

Mengungkapkan persepsi yang mencerminkan perubahan individu dalam penampilan

Objektif

Perubahan actual pada fungsi

Perubahan actual pada struktur

Perilaku mengenali tubuh individu

Perilaku memantau tubuh individu

Perubahan dalam kemampuan memperkirakan hubungan special tubuh terhadap lingkungan

Perubahan dalam keterlibatan social

Perluasan batasan tubuh untuk menggabungkan objek lingkungan lingkungan

Secara sengaja menonjolkan bagian tubuh

Kehilangan bagian tubuh

Tidak melihat bagian tubuh

Tidak menyentuh bagian tubuh

Trauma pada bagian yang tidak berfungsi

Secara tidak sengaja menonjolkan bagian tubuh

Subjektif

Depersonalisasi kehilangan melalui kata ganti yang netral

Depersonalisasi bagian melalui kata ganti yang netral

Penenkanan pada kekuatan yang tersisa

Ketakutan terhadap reaksi orang lain

Focus pada penampilan masa lalu

Perasaan negative tentang sesuatu

Personalisasi kehilangan dengan menyebutkannya

Focus pada perubahan

Focus pada kehilangan

Menolak memverivikasi perubahan actual

Mengungkapkan perubahan gaya hidup

Faktor yang berhubungan :

Biofisik, kognitif

Budaya, tahap perkembangan

Penyakit, cedera

Perceptual, psikososial, spiritual

Pembedahan, trauma

Terapi penyakit Body image

Self esteem

Criteria Hasil :

Body image positif

Mampu mengidentifikasi kekuatan personal

Mendiskripsikan secara actual perubahan fungsi tubuh

Mempertahankan interaksi sosialBody image enchancement

Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya

Monitor frekuensi mengkritik dirinya

Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit

Dorong klien mengungkapkan perasaannya

Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu

Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan

Artritis reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya di tandai dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. (Diane C.Baughman.2000).

Pada saat ini, artritis reumatoid diduga karena faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin disebabkan oleh virus dan organisme mikoplasma atau grup difteroid yang menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan sendi klien. Penyakit ini tidak dapat di buktikan hubungan pastinya dengan genetik.

B. Saran Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saya mengharapkan dan saya menerima dengan tangan terbuka masukan ataupun saran yang dapat mendukung dan membangun demi kesempurnaan pembuataan makalah ini dari pembaca

DAFTAR PUSTAKA

Ns. Arif Muttaqin, S.Kep.2008.Buku Ajar ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL.Jakarta:EGC