Click here to load reader
Upload
arfyan-andy-prasetyo
View
26
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Halusinasi adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang
nyata terhadap indera. Kualitas dari persepsi itu dirasakan oleh penderita sangat jelas,
substansial dan berasal dari luar ruang nyatanya. Definisi ini dapat membedakan
halusinasi dengan mimpi, berkhayal, ilusi dan pseudohalusinasi (tidak sama dengan
persepsi sesungguhnya, namun tidak dalam keadaan terkendali). Contoh dari fenomena
ini adalah dimana seseorang mengalami gangguan penglihatan, dimana ia merasa melihat
suatu objek, namun indera penglihatan orang lain tidak dapat menangkap objek yang
sama.
Halusinasi juga harus dibedakan dengan delusi pada persepsi, dimana indera
menangkap rangsang nyata, namun persepsi nyata yang diterimanya itu diberikan makna
yang dan berbeda (bizzare). Sehingga orang yang mengalami delusi lebih percaya kepada
hal-hal yang atau tidak masuk logika.
Halusinasi dapat dibagi berdasarkan indera yang bereaksi saat persepsi in terbentuk,
yaitu :
Halusinasi visual
Halusinasi auditori
Halusinasi olfaktori
Halusinasi gustatori
Halusinasi taktil
2. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang
lain dan lingkungan.
b. Tujuan Khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan,
membalas salam, mau duduk dekat perawat.
3. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah bagi penulis dalam rangka penyusunan karya tulis ini. Dan
supaya penyusunan karya tulis ini terlihat sistematis, maka penulis membagi bahasan
menjadi tiga bab, yaitu :
Bab I. Pendahuluan
Terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Masalah, dan Sistematika
Penulisan.
Bab II. Landasan Teoritis
Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
yang terdiri dari pengertian halusinasi, klasifikasi halusinasi, Etiologi halusinasi,
Psikopatologi, factor pencetus halusinasi, tanda gejala klien dengan halusinasi,
Penatalaksanaan halusinasi dan rencana asuhan keperawatan.
Bab III. SPTK (Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan)
Yang terdiri dari tahap tahap dan tekhnik komunikasi terapeutik.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera
tanpa adanyarangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system
penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik.
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung,
tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk
kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan
mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu.
Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi
itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara
keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya
bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari
setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang
menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat
ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi,
Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan
substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah
sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis
merasa tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan pemberian Asuhan
keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.
B. Klasifikasi
Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :
1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal
tidak ada suara di sekitarnya.
2. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang,
binatang atau sesuatu yang tidak ada.
3. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan.
Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau
bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan
halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di
mulutnya.
5. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan
merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini
merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.
C. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada
klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan
delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan
alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan
epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi
juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang
meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik,
sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi
sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat
keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,
perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya
permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara
spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya
adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping
dan mekanisme koping.
D. Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak
teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik,
fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga
yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari
dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi
yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau
tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau
patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau
preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya
keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah
retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan
tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.
E. Faktor Pencetus
A. Faktor predisposisi
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
B. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor
F. Proses Terjadi Halusinasi
Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat
fase yang terdiri dari:
1. Fase Pertama
Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian,
klien mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal
menyenangkan untuk menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi
hal ini bersifat sementara, jika kecemasan datang klien dapat
mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya namun intesitas
persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal
dan eksternal, individu berada pada tingkat listening pada
halusinasinya. Pikiran internal menjadi menonjol, gambarn suara dan
sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang jelas. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan
memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau
tempat lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi
lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang
halusinasinya tersebut memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah, memarahi. Klien tidak dapat berhubungan
dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien
hidup dalam dunia yang menakutkan yang berlangsung secara singkat
atau bahkan selamanya.
G. Tanda dan Gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum
atau bicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain,
gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di alaminya (apa
yang di lihat, di dengar atau di rasakan).
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003),
seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-
gejala yang khas yaitu:
Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
Gerakan mata abnormal.
Respon verbal yang lambat.
Diam.
Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi
dengan realitas.
Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya.
Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
Berkeringat banyak.
Tremor.
Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
Perilaku menyerang teror seperti panik.
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan
agitasi.
Menarik diri atau katatonik.
Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik Untuk mengurangi tingkat
kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,
sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di
pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan
pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di
beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter Sering kali pasien menolak obat
yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di
terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya,
serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien. Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk
melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau
melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien
ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien
di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi
bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan
diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya
di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.
I. Pengkajian Fokus
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada
formulir pengkajian proses keperawatan.
1. Halusinasi
a. Pendengaran
o Melirik mata ke kanan/ ke kiri untuk mencari sumber suara
o Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang sedang
berbicara/ benda mati didekatnya
o Terlibat pembicaraan dengan benda mati ayau orang yang
tidak nampak
o Menggerakkan mulut seperti mengomel
b. Penglihatan
o Tiba-tiba tampak tergagap, ketakutan karena orang lain, benda
mati atau stimulus yang tak terlihat
o Tiba lari ke ruang lain
c. Pengecepan
o Meludahkan makanan atau minuman
o Menolak makanan atau minum obat
o Tiba-tiba meninggalkan meja makan
d. Penghirup
o Mengkerutkan hidung seperti menghirup udara yang tidak
enak
o Menghirup bau tubuh
o Menghirup bau udara ketika berjalan kearah orang lain
o Berespon terhadap bau dengan panic
e. Peraba
o Menampar diri sendiri seakan-akan sedang memadamkan api
o Melompat-lompat di lantai seperti menghindari sesuatu yang
menyakitkan
f. Sintetik
o Mengverbalisasi terhadap proses tubuh
o Menolak menyelesaikan tugas yang menggunakan bagian
tubuh yang diyakini tidak berfungsi
2. Menarik diri
o Kurang spontan
o Apatis (acuh terhadap lingkungan)
o Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih)
o Afek tumpul
o Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
o Komunikasi verbal menurun/ tidak ada
o Mengisolasi diri (menyendiri)
o Aktivitas menurun
o Kurang energy
o Menolak berhubungan dengan orang lain
3. Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan
o Merusak barang
o Ada ide untuk membunuh/ bunuh diri
o Melakukan kekerasan Masalah keperawatan dan data yang perlu
dikaji
J. Pohon Masalah
Core Problem
K. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Resiko Perilaku Kekerasan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Penglihatan dan
Pendengaran
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Gangguan Konsep diri : Harga Diri Rendah
L. Nursing Care Plan
No DX
PERENCANAAN
TUJUANKRITERIA EVALUASI
INTERVENSI RASIONAL
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,
2. jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
3. Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2. Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3. Agar klien merasa diperhatikan.
2. Isolasi social menarik diri
• Klien dapat membina hubungan salingt percaya dengan perawat
• Klien mengenal halusinasi yang di alaminya
1.Kaji Pengetahuan
klien tentang
perilaku menarik
diri.
2. Dorong klien
untuk menyebutkan
kembali penyebab
menarik diri.
3. Beri
reinforcement
positif atas
keberhasilan klien
dalam
mengungkapkan
penyebab menarik
diri.
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.
2. Membantu
mengetahui
penyebab
menarik diri
sehingga
membantu dlm
melaksanakan
intervensi
selanjutnya.
3. Membantu
mengetahui
penyebab
menarik diri
sehingga
membantu dlm
melaksanakan
intervensi
selanjutnya.
3.Perubahan sensori perceptual halusinasi
1. Adakan kontak sering dan singkat.
2.Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi.
3.Terima
halusinasi klien
sebagai hal yang
nyata bagi klien,
tapi tidak nyata
bagi perawat.
4. Beri
reinforcement
positif atas
keberhasilan klien
dalam
mengungkapkan
penyebab menarik
diri.
Rasional:
Meningkatkan
harga diri klien
1.Menghindari
waktu kosong
yang dapat
menyebabkan
timbulnya
halusinasi
2.Halusinasi
harus kenal
terlebih dahulu
agar intervensi
efektif
3.Meningkatkan
realita klien dan
rasa percaya
klien dan klien
dapat
menyebutkan
situasi yg dapat
menimbulkan
dan tidak
menimblkan
halusinasi
4.Meningkatkan
harga diri klien
BAB III
STRAREGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KLEN DENGAN PSP : HALUSINASI DENGAR
PERTEMUAN I
1. Kondisi klien
Tertawa dan bicara sendiri
Klien mengatakan mendengar kakenya berbicara dengannya
2. Diagnosis : RESIKO MENCEDERAI DIRI
3. Tujuan :
Klien dapat membina hubungan salingt percaya dengan perawat
Klien mengenal halusinasi yang di alaminya
4. Tindakan keperawatan
Bina hubungan saling percaya dengan tekhnik komunikasi terapetik
Diskusikan dengan klen halusinasi yang di alaminya
5. Strategi komunikasi
a. Orientasi
Salam terapetik : “ slamat pagi ibu/bapak. Perkenalkan namasaya
………..saya senang di panggil……… saya yang akan merawat
ibu/bapak slama di rumah sakit ini. Nama ibu/ bapak siapa ?
ibu/bapak biasa dipanggil apa” ?
Evaluasi / validitas : “bagaimana perasaan ibu/bapak hari ini ?”
Kontrak : “bagai mana kalau sekarang kita berbincang – bincang
tentang suara – suara yang sering ibu/bapak dengar ? berapa lama
kita akan berbincang – bincang ? bagaimana kalau 20 menit ?
dimana tempat yang menurut ibu /bapak cocok untuk kita berbincang
– bincang / bagai mana kalau di sini ?
b. Kerja : “ coba ibu/bapak ceritakan suara – suara yang ibu/bapak sering
dengar ! apakah ibu/bapak bias mengenali suara – suara tersebut ? kalau
ibu/bapak tau suara itu suara siapa? Kapan saja suara itu ibu/bapak
dengar? situasi yang bagai mana yang menurut ibu/bapak yang menjadi
pencetus munculnya suara tersebut ? berapa kali suara itu ibu/bapak
dengar dalam sehari ? apakah ibu/bapak merasa terganggu dengan suara
– suara tersebut ? apakah yang ibu/bapak lakukan jika suara –suara itu
muncul ? apakah ibu mengikuti suara-suara yang ibu/bapak dengar ?
bagaimana perasaan ibu jika suara suara itu dating ?”
c. Terminasi :
Evaluasi Subjektif. “ saya senang sekali ibu/bapak sudah
menceritakan suara-suara yang ibu/bapak dengar selama ini. Bagai
mana perasaan ibu/bapak setelah kita berbincang-bincang ini ?”
Evaluasi Ojektif. “ jadi seperti yang ibu/bapak katakana tadi suara
yang ibu/bapak dengar adalah suara………. Suara itu muncul pada
saat……… dalam sehari ibu/bapak mendengar suara-suara itu
sebanyak…… dan ibu/bapak rasakan dan lakukan setelah mendengar
suara-suara adalah……”
Tindak lanjut. “ kalau ibu/bapak mendengar suara-suara itu lagi
tolong panggil perawat agar di bantu!”
Kontrak yang akan dating. “ nanti besok kita bercakap-cakap lagi
yah bu/pak. Kita akan diskusikan bagai mana suara-suara itu di
kendalikan. Nanti kita bercakap-cakap di taman, setuju ?”.
DAFTAR PUSTAKA