Asma Case Riana

Embed Size (px)

DESCRIPTION

,,,mmm

Citation preview

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    1/25

    LAPORAN KASUS

    ILMU PENYAKIT DALAM

    RUMAH SAKIT BUDI ASIH

    Pembimbing : dr Sukaenah, Sp. P

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS TRISAKTI

    RIANA RAHMADHANY

    03010235

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    2/25

    STATUS PASIEN

    A. Identitas

    Nama : Ny W

    Usia : 50 tahun

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Alamat : Cawang

    Agama : Islam

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Suku : Jawa

    Status Pernikahan : Menikah

    Pendidikan : SMA

    B. Anamnesis

    Anamnesis dilakukan tanggal 17 Juni 2014 di lantai 6 Barat Rumah Sakit Budi

    Asih

    I.

    Keluhan Utama

    Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas 2 minggu yang lalu

    II. Keluhan Tambahan

    Nyeri dada

    Demam

    Batuk berdahak dengan sputum berwarna putih

    Mual dan muntah

    Kurang tidur karena terbangun dari batuk dan sesak

    Gatalgatal di keempat ekstremitas

    III. Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas sejak 2 minggu SMRS. Sesak

    dirasakan terutama jika terpapar udara dingin dan debu. Awalnya pasien batuk batuk

    kemudian bersin dan terasa nyeri dada, setelah itu pasien sesak. Sesak semakin memberat

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    3/25

    ketika beraktivitas dan berkurang ketika beristirahat. Tidur berkurang sebab pasien sering

    terbangun karena batuk dan sesak nafas. Pasien lebih nyaman tidur dengan dua bantal.

    Ketika sesak nafas, pasien lebih senang duduk. Sesak nafas dirasakan berkali-kali namun

    tidak setiap hari.

    Pasien mengeluh batuk berdahak dengan sputum berwarna putih sesekali. Pasien

    juga merasakan mual dan muntah berisi makanan dua kali sejak 1 minggu terakhir. BAB

    dan BAK pasien tidak ada kelainan. Pasien juga tidak mengeluh adanya pusing. Keempat

    ekstremitas pasien gatal gatal dan kemerahan, pasien tidak tahu persis kapan dan

    kenapa hal itu terjadi.

    Saat di IGD, pasien diberi terapi inhalasi, kemudian membaik. Tetapi, setelah sampai

    di rumah, sesak kambuh lagi. Oleh sebab itu, pasien kemudian dirawat.

    Pasien memiliki riwayat asma yang jarang dikontrol ke dokter. Pasien juga memiliki

    riwayat penyakit Chronic Kidney Dissease (CKD), Hipertensi dan Diabetes Melitus.

    IV.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien memiliki riwayat asma yang jarang dikontrol ke dokter. Pasien juga memiliki

    riwayat penyakit Chronic Kidney Dissease (CKD), Hipertensi dan Diabetes Melitus.

    V.

    Riwayat Penyakit Keluarga

    = laki laki

    = wanita

    =hipertensi

    =asma

    Ny W

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    4/25

    Pasien adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara. Hanya pasien sendiri yang memiliki riwayat

    asma. Sedangkan ayahnya memiliki riwayat hipertensi.

    VI.

    Riwayat kebiasaan

    Pasien adalah ibu rumah tangga yang sehari hari membersihkan rumah dan ikut

    pengajian. Jika rumah pasien kotor, pasien langsung membersihkannya. Pasien tidak

    merokok, tidak minum kopi, tidak suka begadang.

    VII. Riwayat Lingkungan

    Pasien tinggal di perumahan yang bersih dengan ventilasi dan sirkulasi udara yang

    cukup baik serta cahaya matahari masuk ke dalam rumah. Keadaan lingkungan di

    sekitar rumah pasien diakui kotor. Sumber air yang digunakan untuk mandi, mencuci,

    masak dari air minum PAM.

    C. Pemeriksaan Fisik

    Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, tampak lemas

    Kesadaran : Compos mentis

    BB : 53 kg

    TB : 155 cm

    BMI : 22,06 (Normal)

    Tanda Vital

    TD : 130/80, reguler, isi dan tegangan cukup, equalitas sama

    Nadi : 100x/ menit

    Suhu : 380C

    RR : 36x/menit, , irama teratur

    Status Generalis

    Kepala

    Mata

    :

    :

    bentuk normal, warna rambut hitam, uban (+), lurus (+), distribusi merata (+),

    rontok (-), alopesia (-), mudah dicabut (-).

    alis rata (+/+), oedem palpebra superior (-/-), hordeolum (-/-), kalazion (-/-),

    entropion (-/-), ektropion (-/-), ptosis (-/-), trikiasis (-/-), sclera ikterik (-/-),

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    5/25

    Hidung

    Telinga

    Mulut

    Leher

    :

    :

    :

    :

    konjungtiva pucat (+/+), hiperemis (-/-), pupil isokor (+/+), diameter pupil

    (2/2) mm , reflek cahaya (+/+), lensa jernih (+), gerak bola mata (N),

    strabismus (-), nistagmus (-).

    nafas cuping hidung (-), deviasi septum (-), secret (-/-), perdarahan (-/-),

    mukosa hidung hiperemis/pucat (-/-), sianosis (-/-).

    deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),

    sekret (-/-), tuli (-/-).

    bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tepi hiperemis(-), tremor

    (-), karies gigi (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), faring hiperemis (-), tonsil

    (T1/T1).

    JVP 5+2 cmH2O, deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),

    pembesaran kelenjar limfonodi (-)

    Thoraks : Inspeksi : Dinding dada kanan kiri simetris , sela iga melebar, memakai otot

    bantu nafas

    Paru : Anterior

    dextra sinistra

    Inspeksi simetris = simetris

    Palpasi vocal fremitus kanan (N) = vocal fremitus kiri (N)

    Perkusi sonor seluruh lapangan paru = sonor seluruh lapangan paru

    Auskultasi

    Suara Dasar vesikuler = vesikuler

    Suara tambahan ronkhi (-) ronkhi (-)

    Wheezing (+) = Wheezing (+)

    Paru : Posterior

    dextra sinistra

    Inspeksi simetris = simetris

    Palpasi vocal fremitus kanan (N) = vocal fremitus kiri (N)

    Perkusi sonor seluruh lapangan paru = sonor seluruh lapangan paru

    Auskultasi

    Suara Dasar vesikuler = vesikuler

    Suara tambahan ronkhi (-) ronkhi (-)

    Wheezing (+) = Wheezing (+)

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    6/25

    Gbr. Paru Bag. Depan Gbr. Paru Bag. Belakang

    Cor :

    Inspeksi : Ictus cordis tampak di ICS V, 1 cm medial dari gariss midklavikularis kiri.

    Palpasi : Ictuscordis teraba di ICS V, 1 cm medial linea midklavikularis sinistraPerkusi :

    - Batas kanan : ICS III-V, linea sternalis dextra

    - Batas kiri : ICSV, 1 cm linea midclavicularis

    -

    Batas atas : ICS III, linea parasternalis sinistra

    Auskultasi : Suara dasar : S1-S2 murni, regular, nadi 100 x/menit.

    Suara tambahan : murmur (-), gallop (-)

    Abdomen : Inspeksi : Dinding perut datar (+), protuberant (-), jaringan parut (-),

    striae (-)

    Auskultasi : Bunyi peristaltik (+), frekuensi 3 x/menit.

    Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-) , massa (-), ballotemen ginjal (-/-),

    Hepar teraba (-), Lien teraba (-).

    Perkusi : Timpani keempat kuadran abdomen (+), nyeri ketok

    costovertebra (-/-), pekak alih (-) pekak sisi (+) normal.

    Inguinal : Tidak dilakukan pemeriksaan.

    Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

    Ekstrimitas

    Superior Inferior

    Dekstra/sinistra Dekstra/sinistra

    Pitting oedema (-/ -) (-/ -)

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    7/25

    Sianosis (-/ -) (-/ -)

    Ikterik (-/ -) (-/ -)

    Kekuatan otot (5/ 5) (5/ 5)

    Klonus (-/ -) (-/ -)

    Capillary refill < 2 detik / < 2 detik < 2 detik / < 2 detik

    Petekie (-/ -) (-/ -)

    Refleks fisiologis +N/+N +N/+N

    Reflek Patologis (-/ -) (-/ -)

    Kekuatan otot (5/ 5) (5/ 5)

    D. Pemeriksaan Penunjang

    I. Pemeriksaan Laboratorium

    Hematologi Rutin

    Jenis

    Pemeriksaan

    Hasil

    15 Juni Satuan

    Hasil

    16 Juni

    Nilai

    Normal

    Leukosit 12.0 Ribu/L 24.3 3.6-11

    Eritrosit 2.6 Juta/L 3.6 3.8-5.2

    Hemoglobin 9.0 g/dL 11.7 11.7-15.5

    Hematokrit 25 % 32 35-47

    Trombosit 206 Ribu/L 163 150-400

    MCV 98.0 fL 64.9 80-100

    MCH 34.8 Pg 30.9 26-34MCHC 35.4 g/dL 36.4 32-36

    RDW 14.2 % 14.6

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    8/25

    pH 7.46 7.52 7.35-7.45

    pCO2 25 mmHg 31 35-45

    pO2 162 mmHg 90 80-100

    HCO3 18 mmol/L 25 21-28Total CO2 19 Mmol/L 26 23-27

    Saturasi O2 98 % 95 95-100

    BE -4.0 mEq/L 3.0 -2.5-2.5

    ELEKTROLIT SERUM

    Jenis pemeriksaan Hasil 16 juni Satuan Nilai normalNatrium 139 mmol/L 135-155

    Kalium 3.2 mmol/L 3.5-5.5

    Klorida 111 mmol/L 98-109

    Jenis

    pemeriksaan

    Hasil

    16 Juni

    Satuan Hasil

    18 Juni

    Nilai Normal

    Eusinofil 2090 10 /L 50 50-300

    Ginjal

    Ureum 51 mg/dL 42 13-43

    Kreatinin 2.04 mg/dL 1.25

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    9/25

    II.

    Foto Ronsen

    Deskripsi :

    Foto Thoraks PA

    CTR >50 %

    Kedua lapang paru terlihat lucent

    Corakan bronkovaskuler meningkat

    Pinggang jantung masih terlihat

    Sinus costofrenikus tajam

    E. Resume

    Pasien perempuan berusia 56 tahun datang ke IGD dengan

    keluhan sesak nafas 2 jam SMRS. Di IGD pasien diberi terapi inhalasi,

    kemudian membaik. Ketika sampai dirumah, sesak nafas kambuh lagi

    sehingga di bawa ke rumah sakit dan dirawat. Sesak dirasakan jika terkena

    udara dingin atau debu. Sesak semakin memberat ketika beraktivitas dan

    membaik ketika istirahat. Sesak sering dirasakan 2 minggu terakhir ini.

    Awalnya pasien batukbatuk kemudian bersin, lalu sesak nafas

    dan terasa nyeri dada. Selain itu, pasien mengeluh mual dan muntah 2 kali

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    10/25

    dengan isi makanan seminggu terakhir. Pasien sering terbangun malam hari

    karena batuk dan sesaknya. Pasien juga mengeluh gatal gatal pada kedua

    tangan dan kakinya. Pasien tidak tahu persis kapan itu terjadi dan kenapa.

    Pasien tidak ada alergi makanan ataupun obat.

    Pasien memiliki riwayat asma yang sudah lama tidak terkontrol.

    Selain itu pasien juga memiliki riwayat hipertensi, riwayat Chronic Kidney

    Dissease (CKD) dan Diabetes Melitus tipe II. Pasien sering kontrol penyakit

    ginjal dan diabetes melitus, tetapi tidak kontrol penyakit asma karena jarang

    kambuh.

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum yang sudah

    membaik, dimana sebelumnya pasien merasa sesak nafas. Kesadaran compos

    mentis, TD = 130/80, nadi 100x/menit, suhu 360C, RR = 36x/menit, pada

    auskultasi didapatkan wheezing.

    Dari pemeriksaan laboratorium, leukosit 24.300/L, eritrosit 3,6

    juta, Hb = 11,7. Pada analisa gas darah, pH = 7,46, pCO2 = 25,pO2 = 162, BE

    = -4.0, HCO3 = 18 yang menunjukkan adanya kondisi alkalosis respiratorik.

    Pada pemeriksaan eusinofil didapatkan hasil 2090. Sedangkan padapemeriksaan foto thoraks ditemukan adanya pembesaram jantung. Pada

    pemeriksaan ginjal ureum 37 dan kreatinin 1,15. Hasil gula darah 114.

    F. Daftar Masalah

    Berdasarkan keterangan diatas, didapatkan secara anamnesis, pemeriksaan

    fisik dan pemeriksaan penunjang, maka didapatkan masalahnya adalah :

    Asma persisten ringan dengan Serangan Sedang

    Chronic Kidney Dissease (CKD) grade III

    Diabetes Melitus tipe II

    Hipertensi sistolik

    Anemia

    Dermatitis Atopi

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    11/25

    G.Diagnosis kerja

    Asma persisten ringan dengan serangan sedang disertai CKD grade III,

    Diabetes Melitus tipe II dan dermatitis atopi

    H.Pemeriksaan Anjuran

    Spirometri

    Arus Puncak Ekspirasi

    Asthma Control Test

    EKG

    I. Terapi

    Non medika mentosa :

    Hindari faktor pencetus

    Istirahat

    Mengikuti senam asma

    Kontrol asma secara teratur

    Medikamentosa :

    Oksigen 4-6L/menit

    Inhalasi salbutamol

    IVFD Asering + lasal + etaphylin / 8 jam

    Inj Metilprednisolon 3 x 62,5 mg

    Inj Rantin 2 x 1

    Inj Cefoperazone 3x1

    J. Prognosis

    Ad vitam : Ad bonam

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    12/25

    Ad fungtionam : Dubia ad bonam

    Ad sanationam : Dubia ad bonam

    K.Follow Up

    Tanggal 16 Juni 2014

    Subjek Objek Analisis Perencanaan

    Sesak nafas pada

    pagi hari yang

    diawali dengan

    batuk dan bersin

    bersin ketika bekerja

    Mual dan muntah

    Riwayat asma,

    CKD, DM tipe 2

    Gatal gatal dan

    kemerahan di kaki

    dan tangan

    CM, TSS

    CA +/+, SI-/-

    TD = 130/80 nadi=

    100x/menit RR

    38x/menit suhu =

    380C

    C/ S1S2 reg, m(-),

    g(-)

    P/ Sn ves, wh (+/+),

    rh (-/-)

    Abdomen = supel,

    heparlien TTM, NT

    (-), BU (+) 3 x/menit

    Extremitas = akral

    hangat, tidak ada

    edema, terdapat

    gatal kemerahanpada kedua tangan

    dan kaki

    Lab :

    Leukosis 24.300

    Hb 11,7

    Ur = 51

    Cr = 2.04

    Asma dengan

    serangan

    sedang diserta

    CKD, DM tipe

    2 dan

    Dermatitis

    Atopi

    Hipertensi

    Anemia

    CKD grade III

    DM tipe 2

    Dermatitis

    Atopi

    Oksigen 4-6L/menit

    IVFD Asering + lasal

    + etaphylin / 8 jam

    Inj Rantin 2x1

    Inj Cefobactam 3x1

    PCT 3x1

    Metilprednisolon 3x2

    tab

    Aminoral 3x1 tab

    BK III 3x1

    Gliquidon 2x1

    Mukotein 3x1 tab

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    13/25

    eGFR = 26,8

    GD = 114

    Eusinofil = 2090

    Na = 139 (N)K = 3,2

    Cl = 111

    Tanggal 17 Juni

    Subjek Objek Analisis Perencanaan

    Sesak nafas

    berkurang

    Gatal-gatal

    berkurang

    Batuk berdahak

    bertambah

    CM, TSS

    CA +/+, SI-/-

    TD = 130/80 nadi=

    84x/menit RR

    24x/menit suhu =

    360C

    C/ S1S2 reg, m(-),

    g(-)

    P/ Sn ves, wh (+/+),

    rh (-/-)

    Abdomen = supel,

    heparlien TTM, NT

    (-), BU (+) 3 x/menit

    Extremitas = akral

    hangat, tidak ada

    edema, terdapat gatal

    kemerahan pada

    kedua tangan dan

    kaki

    Lab :

    GD jam 08.00 139

    GD jam 13.00 335

    Asma dengan

    serangan

    sedang diserta

    CKD, DM

    tipe 2 dan

    Dermatitis

    Atopi

    Hipertensi

    Anemia

    CKD grade

    III

    DM tipe 2

    Dermatitis

    Atopi

    Oksigen 4-6L/menit

    RD + lasal +

    etaphylin / 8 jam

    Inj Rantin 2x1

    Inj Cefobactam 3x1

    Metilprednisolon 3x2

    tab

    Aminoral 3x1 tab

    BK III 3x1

    Gliquidon 2x1

    Mukotein 3x1 tab

    Loratadin 1x1

    Cream gentamisin 10

    mg 3x1

    Dermasolon cream

    10 mg 3x1

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    14/25

    Tanggal 18 Juni

    Subjek Objek Analisis Perencanaan

    Sesak (-)

    Batuk (+)

    Gatal gatal

    berkurang

    CM, TSS

    CA +/+, SI-/-

    TD = 130/80 nadi=

    84x/menit RR

    18x/menit suhu =

    360C

    C/ S1S2 reg, m(-),

    g(-)

    P/ Sn ves, wh (+/+),

    rh (-/-)

    Abdomen = supel,

    heparlien TTM, NT

    (-), BU (+) 3 x/menit

    Extremitas = akral

    hangat, tidak ada

    edema, terdapat gatal

    kemerahan pada

    kedua tangan dan

    kaki

    Lab :

    pH 7,46

    pCO2 29

    pO2 149

    HCO3 21

    Eosinofil 50 (N)

    Ur 42 (N)

    Cr 1,25

    Asma dengan

    serangan

    sedang diserta

    CKD, DM

    tipe 2 dan

    Dermatitis

    Atopi

    Hipertensi

    Anemia

    CKD grade

    III

    DM tipe 2

    Dermatitis

    Atopi

    RD + lasal +

    etaphylin / 8 jam

    Inj Rantin 2x1

    Inj Cefobactam 3x1

    Metilprednisolon 3x2

    tab

    Aminoral 3x1 tab

    BK III 3x1

    Gliquidon 2x1

    Mukotein 3x1 tab

    Loratadin 1x1

    Cream gentammisin

    10 mg 3x1

    Dermasolon cream

    10 mg 3x1

    Tanggal 19 Juni

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    15/25

    Subjek Objek Analisa Perencanaan

    Batuk berkurang

    Sesak (-)

    Gatalgatal (-)

    CM, TSS

    CA +/+, SI-/-

    TD = 130/80 nadi=84x/menit RR

    20x/menit suhu =

    360C

    C/ S1S2 reg, m(-),

    g(-)

    P/ Sn ves, wh (+/+),

    rh (-/-)

    Abdomen = supel,

    heparlien TTM, NT

    (-), BU (+) 3 x/menit

    Extremitas = akral

    hangat, tidak ada

    edema, terdapat gatal

    kemerahan pada

    kedua tangan dan

    kaki

    Asma dengan

    serangan

    sedang disertaCKD, DM

    tipe 2 dan

    Dermatitis

    Atopi

    Hipertensi

    Anemia

    CKD gradeIII

    DM tipe 2

    Dermatitis

    Atopi

    Gliquidon 1x1

    Aminoral 1x1

    Seretide 2x1Ventolin inhaler

    Meiact 3x1

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    16/25

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Asma

    2.1.1. Pengertian Asma

    Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia

    dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan

    saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas

    (breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama

    pada malam atau dini hari. (PDPI, 2006; GINA, 2009).

    Menurut National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI, 2007), pada individu yang

    rentan, gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan

    hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya.

    2.1.2. Epidemiologi

    Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300 juta

    penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun

    dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA, 2003). Menurut

    data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia, pada

    tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas)

    bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis

    kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau

    sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia

    sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI, 2006). Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi

    penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini

    konsisten dan prevalensi asma bronkial sebesar 515%.

    2.1.3. FaktorFaktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asma

    Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian asma adalah:

    1. Imunitas dasar

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    17/25

    Mekanisme imunitas terhadap kejadian inflamasi pada asma kemungkinan terjadi ekspresi sel

    Th2 yang berlebihan (NHLBI, 2007). Menurut Moffatt, dkk (2007), gen ORMDL3

    mempunyai hubungan kuat sebagai faktor predisposisi asma.

    2. Umur

    Insidensi tertinggi asma biasanya mengenai anak-anak (7-10%), yaitu umur 5 14 tahun.

    Sedangkan pada orang dewasa, angka kejadian asma lebih kecil yaitu sekitar 3-5% (Asthma

    and Allergy Foundation of America, 2010). Menurut studi yang dilakukan oleh Australian

    Institute of Health and Welfare (2007), kejadian asma pada kelompok umur 18 34 tahun

    adalah 14% sedangkan >65 tahun menurun menjadi 8.8%. Di Jakarta, sebuah studi pada

    RSUP Persahabatan menyimpulkan rerata angka kejadian asma adalah umur 46 tahun

    (Pratama dkk, 2009).

    3. Jenis Kelamin

    Menurut GINA (2009) dan NHLBI (2007), jenis kelamin laki-laki merupakan sebuah faktor

    resiko terjadinya asma pada anak-anak. Akan tetapi, pada masa pubertas, rasio prevalensi

    bergeser dan menjadi lebih sering terjadi pada perempuan (NHLBI, 2007). Pada manusia

    dewasa tidak didapati perbedaan angka kejadian asma di antara kedua jenis kelamin

    (Maryono, 2009).

    4. Faktor pencetus

    Paparan terhadap alergen merupakan faktor pencetus asma yang paling penting. Alergen

    allergen ini dapat berupa kutu debu, kecoak, binatang, dan polen/tepung sari. Kutu debu

    umumnya ditemukan pada lantai rumah, karpet dan tempat tidur yang kotor. Kecoak telah

    dibuktikan menyebabkan sensitisasi alergi, terutama pada rumah di perkotaan (NHLBI,

    2007). Menurut Ownby dkk (2002) dalam GINA (2009), paparan terhadap binatang,

    khususnya bulu anjing dan kucing dapat meningkatkan sensitisasi alergi asma. Konsentrasi

    polen di udara bervariasi pada setiap daerah dan biasanya dibawa oleh angin dalam bentuk

    partikelpartikel besar.

    Iritan iritan berupa paparan terhadap rokok dan bahan kimia juga telah dikaitkan dengan

    kejadian asma. Dimana rokok diasosiasikan dengan penurunan fungsi paru pada penderita

    asma, meningkatkan derajat keparahan asma, dan mengurangi responsivitas terhadap

    pengobatan asma dan pengontrolan asma. Menurut Dezateux dkk (1999), balita dari ibu yang

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    18/25

    merokok mempunyai resiko 4 kali lebih tinggi menderita kelainan seperti mengi dalam tahun

    pertama kehidupannya. Kegiatan fisik yang berat tanpa diselingi istirahat yang adekuat juga

    dapat memicu terjadinya serangan asma (Nurafiatin dkk, 2007). Riwayat penyakit infeksi

    saluran pernapasan juga telah dihubungkan dengan kejadian asma.

    Menurut sebuat studi prospektif oleh Sigurs dkk (2000), sekitar 40% anak penderita asma

    dengan riwayat infeksi saluran pernapasan (Respiratory syncytial virus) akan terus menderita

    mengi atau menderita asma dalam kehidupannya.

    5. Status sosioekonomik

    Mielck dkk (1996) menemukan hubungan antara status sosioekonomik / pendapatan dengan

    prevalensi derajat asma berat. Dimana, prevalensi derajat asma berat paling banyak terjadi

    pada penderita dengan status sosioekonomi yang rendah, yaitu sekitar 40%.

    2.1.4. Diagnosis

    Seperti pada penyakit lain, diagnosis penyakit asma dapat ditegakkan dengan anamnesis yang

    baik. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

    2.1.4.1. Anamnesis

    Anamnesis yang baik meliputi riwayat tentang penyakit/gejala, yaitu:

    1. Asma bersifat episodik, sering bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan

    2. Asma biasanya muncul setelah adanya paparan terhadap alergen, gejala musiman, riwayat

    alergi/atopi, dan riwayat keluarga pengidap asma

    3. Gejala asma berupa batuk, mengi, sesak napas yang episodik, rasa berat di dada dan

    berdahak yang berulang

    4. Gejala timbul/memburuk terutama pada malam/dini hari

    5. Mengi atau batuk setelah kegiatan fisik

    6. Respon positif terhadap pemberian bronkodilator

    2.1.4.2. Pemeriksaan Fisik

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    19/25

    Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat normal (GINA,

    2009). Kelainan pemeriksaan fisik yang paling umum ditemukan pada auskultasi adalah

    mengi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada

    pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Oleh karena itu,

    pemeriksaan fisik akan sangat membantu diagnosis jika pada saat pemeriksaan terdapat

    gejala-gejala obstruksi saluran pernapasan (Chung, 2002).

    Sewaktu mengalami serangan, jalan napas akan semakin mengecil oleh karena kontraksi otot

    polos saluran napas, edema dan hipersekresi mukus. Keadaan ini dapat menyumbat saluran

    napas; sebagai kompensasi penderita akan bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk

    mengatasi jalan napas yang mengecil (hiperinflasi). Hal ini akan menyebabkan timbulnya

    gejala klinis berupa batuk, sesak napas, dan mengi (GINA, 2009)

    2.1.4.3. Faal Paru

    Pengukuran faal paru sangat berguna untuk meningkatkan nilai diagnostik. Ini disebabkan

    karena penderita asma sering tidak mengenal gejala dan kadar keparahannya, demikian pula

    diagnosa oleh dokter tidak selalu akurat. Faal paru menilai derajat keparahan hambatan aliran

    udara, reversibilitasnya, dan membantu kita menegakkan diagnosis asma. Akan tetapi, faal

    paru tidak mempunyai hubungan kuat dengan gejala, hanya sebagai informasi tambahan akankadar kontrol terhadap asma (Pellegrino dkk, 2005). Banyak metode untuk menilai faal paru,

    tetapi yang telah dianggap sebagai standard pemeriksaan adalah: (1) pemeriksaan spirometri

    dan (2) Arus Puncak Ekspirasi meter (APE). Pemeriksaan spirometri merupakan pemeriksaan

    hambatan jalan napas dan reversibilitas yang direkomendasi oleh GINA (2009). Pengukuran

    volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan

    dengan manuver ekspirasi paksa melalui spirometri. Untuk mendapatkan hasil yang akurat,

    diambil nilai tertinggi dari 3 ekspirasi. Banyak penyakit paru-paru menyebabkan turunnya

    angka VEP1. Maka dari itu, obstruksi jalan napas diketahui dari nilai VEP1 prediksi (%) dan

    atau rasio VEP1/KVP (%).

    Pemeriksaan dengan APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif

    dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore (tidak lebih dari 20%). Untuk

    mendapatkan variabiliti APE yang akurat, diambil nilai terendah pada pagi hari sebelum

    mengkonsumsi bronkodilator selama satu minggu (Pada malam hari gunakan nilai APE

    tertinggi). Kemudian dicari persentase dari nilai APE terbaik (PDPI, 2006).

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    20/25

    Derajat Asma Gejala Gejala malam Faal paru

    I. Intermiten Bulanan APE 80 %

    Gejala

    30%

    IV. Persisten

    berat

    Kontinyu APE 60%

    Gejala terus menerus

    Sering Kambuh

    Aktivitas fisik

    terbatas

    Sering VEP 60% nilai

    prediksi

    APE 60% nilai

    terbaik

    Variabilti 30%

    PATOLOGI

    Asma ditandai 3 kelainan utama pada bronkus yaitu bronkokonstriksi otot bronkus,inflamasi mukosa dan bertambahnya sekret yang berada pada jalan nafas. Pada stadium

    permulaan terlihat mukosa jalan nafas pucat, terdapat edema dan sekresi lendir bertambah.

    Lumen bronkus dan bronkiolus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti pembuluh darah,

    infiltrasi sel eosinofil bahkan juga dalam sekret di dalam lumen saluran nafas. Bila serangan

    terjadi sering dan lama atau dalam stadium lanjut , akan terlihat deskuamasi epitel, penebalan

    membrane hialin basal, hiperplasi serat elastin, hiperplasi dan hipertrofi otot bronkus dan

    jumlah sel goblet bertambah. Kadang-kadang asma menahun atau asma yang berat terdapat

    penyubatan bronkus oleh mukus yang kental yang mengandung eosinofil.

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    21/25

    Asma melibatkan suatu hiperresponsivitas reaksi peradangan. Pada respons alergi di

    saluran napas, antibody IgE berikatan dengan allergen dan menyebabkan degranulasi sel

    mast. Akibat degranulasi tersebut, histamine dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi

    otot polos bronkiolus. Apabila respon histaminnya berlebihan dapat timbul spasme asmatik.

    Karena histamine juga merangsang pembentukan mukus dan meningkatkan permeabilitas

    kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang intertisium paru. Jadi hasil

    akhir dari respon hiperresponsivitas hasil akhirnya adalah bronkospasme, pemebukan mukus,

    edema, dan obstruksi aliran udara. Reaksi hiperresponsivitas dapat berupa infeksi virus, debu

    dan iritan alergi. Olahraga juga merupakan suatu iritan karena terjadi aliran udara keluar

    masuk paru dalam jumlah besar dan cepat, udara ini belum mendapat pelembaban

    (humidifikasi ) , penghangatan , atau pembersihan dari partikel debu secara adekuat sehingga

    dapat mencetuskan serangan asma.

    Rangsangan psikologis juga dapat mencetuskan suatu srangan asma. Karena

    rangsangan parasimpatis menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus., maka apapun yang

    meningkatkan aktivitas parasimpatis dapat mencetuskan asma. Sistem parasimpatis

    diaktifkan oleh emosi rasa cemas dan kadang rasa takut. Persarafan simpatis pada otot polos

    bronkiolus menyebabkan dilatasi bronus. Biasanya rangsangan simpatis berkaitan dengan

    keadaan flight or flight, saat di mana peningktatan ventilasi merupakan suatu komponoenpenting untuk menyelamatkan diri.

    PATOGENESA

    Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya asma, sehingga belum ada patogenesa

    yang dapat menerangkan semua penemuan dan penyelidikan asma.

    Salah satu yang memegang peranan penting pada patogenesis asma ialah sel

    mast. Sel mast dapat terangsang oleh berbagai pencetus misalnya allergen , infeksi exercise

    dan lain lain. Sel ini akan mengalami degranulasi dan mengeluarkan bermacam-macam

    mediator misalnya histamine , slow reacting substance or anaphylaxis, SRS-Ayang dikenal

    sebagai lekotrien, eoxinophyl chemotactic of anaphylaxis (ECF-A), neutrophyl chemotactic

    faktor of anaphylaxis (NCF-A), patelet activating faktor (RAF), bradikinin , enzim-enzim

    peroksidase. Selain sel mast, sel basofil dan beberapa sel lain dapat juga mengeluarkan

    mediator.

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    22/25

    Bila allergen sebagai pencetus maka allergen yang masuk ke dalam tubuh merangsang sel

    plasma atau pembentuk antibody lainnya untuk menghasilkan sel plasma atau sel pembentuk

    antibody lainnya untuk menghasilkan antibody reagenik, yang disebut juga immunoglobulin

    E (IgE). Selanjutnya IgE akan beredar dan menempel pada reseptor yang sesuai pada dinding

    sel mast. Sel mast tersebut disebut sel mast yang tersensitisasi. Bila allergen yang serupa

    masuk ke dalam tubuh, allergen tersebut akan menempel pada sel mast yang tersentisasi dan

    kemudian terjadi degradasi dinding dan degranulasi sel mast. Mediator dapat bereaksi

    langsung dengan reseptor di mukosa bronkus sehingga menurunkan siklik AMP kemudian

    terjadi bronkokonstriksi. Mediator juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi dengan

    mengiritasi resptor iritan.

    2.1.6. Penatalaksanaan

    Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol manifestasi klinis dari

    penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar

    penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

    GINA (2009) dan PDPI (2006) menganjurkan untuk melakukan penatalaksanaan

    berdasarakan kontrol. Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol

    terdapat dua faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu:

    1. Medikasi

    2. Pengobatan berdasarkan derajat

    2.1.6.1. Medikasi

    Menurut PDPI (2006), medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara seperti inhalasi,

    oral dan parenteral. Dewasa ini yang lazim digunakan adalah melalui inhalasi agar langsung

    sampai ke jalan napas dengan efek sistemik yang minimal ataupun tidak ada. Macammacam

    pemberian obat inhalasi dapat melalui inhalasi dosis terukur (IDT), IDT dengan alat bantu

    (spacer), Dry powder inhaler (DPI), breathactuated IDT, dan nebulizer. Medikasi asma

    terdiri atas pengontrol (controllers) dan pelega (reliever). Pengontrol adalah medikasi asma

    jangka panjang, terutama untuk asma persisten, yang digunakan setiap hari untuk menjaga

    agar asma tetap terkontrol (PDPI, 2006).

    Menurut PDPI (2006), pengontrol, yang sering disebut sebagai pencegah terdiri dari:

    1. Glukokortikosteroid inhalasi dan sistemik

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    23/25

    2. Leukotriene modifiers

    3. Agonis -2 kerja lama (inhalasi dan oral)

    4. Metilsantin (teofilin)

    5. Kromolin (Sodium Kromoglikat dan Nedokromil Sodium)

    Pelega adalah medikasi yang hanya digunakan bila diperlukan untuk cepat mengatasi

    bronkokonstriksi dan mengurangi gejala gejala asma. Prinsip kerja obat ini adalah dengan

    mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat

    bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada, dan

    batuk. Akan tetapi golongan obat ini tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau

    menurunkan hipersensitivitas jalan napas.

    Pelega terdiri dari:

    1. Agonis -2 kerja singkat

    2. Kortikosteroid sistemik

    3. Antikolinergik (Ipratropium bromide)

    4. Metilsantin

    2.1.6.2. Pengobatan Berdasarkan Derajat

    Menurut GINA (2009), pengobatan berdasarkan derajat asma dibagi menjadi:

    1. Asma Intermiten

    a. Umumnya tidak diperlukan pengontrol

    b. Bila diperlukan pelega, agonis -2 kerja singkat inhalasi dapat diberikan. Alternatif dengan

    agonis -2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis -2 kerja singkat

    oral atau antikolinergik inhalasi

    c. Bila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga bulan, maka

    sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    24/25

    2. Asma Persisten Ringan

    a. Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas asma,

    dengan pilihan:

    Glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (diberikan sekaligus atau terbagi dua kali sehari)

    dan agonis -2 kerja lama inhalasi

    400 g/hari

    250 g/hari

    Kromolin

    Leukotriene modifiers

    b. Pelega bronkodilator (Agonis -2 kerja singkat inhalasi) dapat diberikan bila perlu

    3. Asma Persisten Sedang (Lihat Gambar 2.5)

    a. Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas asma,

    dengan pilihan:

    Glukokortikosteroid inhalasi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis -2 kerja lama inhalasi

    Budenoside: 400800 g/hari

    Fluticasone propionate : 250500 g/hari

    Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah teofilin lepas lambat

    Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah agonis -2 kerja lama oral

    Glukokortikosteroid inhalasi dosistinggi (>800 g/hari)

    Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah leukotriene modifiers

    b. Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu

    Agonis -2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 34 kali sehari, atau

    Agonis -2 kerja singkat oral, atau

    Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis -2 kerja singkat

  • 5/20/2018 Asma Case Riana

    25/25

    Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah menggunakan teofilin

    lepas lambat sebagai pengontrol

    c. Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah dan belum

    terkontrol; maka harus ditambahkan agonis -2 kerja lama inhalasi

    Dianjurkan menggunakan alat bantu / spacer pada inhalasi bentuk IDT atau kombinasi dalam

    satu kemasan agar lebih mudah

    4. Asma Persisten Berat (Lihat Gambar 2.5)

    Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan mungkin,

    kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti

    APE seminimal mungkin dan efek samping obat seminimal mungkin

    Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat mengontrol asma, dengan

    pilihan:

    Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis -2 kerja

    lama inhalasi

    Beclomethasone dipropionate: >800 g/hari

    Selain itu teofilin lepas lambat, agonis -2 kerja lama oral, dan leukotriene modifiers dapat

    digunakan sebagai alternative agonis -2 kerja lama inhalai ataupun sebagai tambahan terapi

    Pemberian budenoside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat mencegar efek

    samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk karena iritasi saluran napas

    atas