Case Asma Bronkial.doc

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    1/40

    Laporan Kasus

    SEORANG PEREMPUAN BERUSIA 36 TAHUN DATANGDENGAN KELUHAN SESAK YANG SEMAKIN HEBAT

    SEJAK 1 HARI SMRS

    Disusun Oleh:

    Berianto Agustian (04061001115)

    Moh.Habib (04061001076)

    Pembimbing:

    Dr. Zen Ahmad, SpPD-KP

    DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

    RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

    UNIVERSITAS SRIWIJAYA

    2010

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    2/40

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Prevalensi asma, terutama di negara-negara maju, dalam tiga puluh

    tahun terakhir terjadi peningkatan. Asma dapat timbul pada berbagai usia, dapat

    terjadi pada laki-laki dan wanita. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

    prevalensi asma di Indonesia diperkirakan sekitar 3-8,02%. Prevalensi

    morbiditas dan mortalitas asma akhir-akhir ini dilaporkan meningkat di seluruh

    dunia. Penyakit asma terbanyak diderita oleh anak-anak. Kondisi ini berpotensi

    menjadi masalah kesehatan di masa depan. Dampak buruk asma meliputi

    penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di

    sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan

    bahkan kematian. Asma menyebabkan mereka kehilangan 16 % hari sekolah di

    Asia, 34 % pada anak-anak di Eropa, dan 40 % pada anak-anak di Amerika

    Serikat.1,2

    Pada tahun 2002, di Amerika Serikat sekitar 14 juta dewasa dan 6 juta

    anak-anak didiagnpenderitaa dengan asma (berdasarkan CDC). Setiap hari di

    Amerika, terdapat 30.000 orang yang terkena serangan asma. Dari laporan pada

    peringatan hari asma sedunia pada tanggal 4 Mei 2004 yang lalu, menyatakan

    bahwa prevalensi asma diperkirakan akan terus megalami peningkatan dalam

    beberapa tahun mendatang, dengan kenaikan setiap 180.000 penderita setiaptahunnya.1,2

    Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di

    Indonesia. Hal ini tercermin dari data studi survei kesehatan rumah tangga

    (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga

    (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10

    penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan

    emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai

    2

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    3/40

    penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995,

    prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis

    kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di

    Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and

    Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12

    bulan terakhir/recent asthma) 6,2% yang 64% diantaranya mempunyai gejala

    klasik.2

    B. Tujuan

    Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah menambah pemahaman klinis

    asma bronkial khususnya dari segi DIAGNOSIS, pengenalan etiologi, faktor

    risiko, patofisiologi, dan penatalaksanaan terkait kasus.

    3

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    4/40

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    A. ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 5 Januari 2011)

    IDENTIFIKASI

    Nama : Ny. Y

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Usia : 36 tahun

    Alamat : Lr. Nusa Eka RT 32/10 Kel. 16 Ulu Palembang

    Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

    Status perkawinan : Kawin

    MRS : 4 Januari 2011

    Medrek : 462607

    KELUHAN UTAMA

    Sesak nafas yang hebat sejak 1 hari SMRS.

    RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

    Kurang lebih empat hari SMRS penderita mengeluh sesak nafas, sesak sering

    timbul saat cuaca dingin, namun tidak dipengaruhi oleh aktivitas, posisi, dan emosi.

    Mengi ada, batuk ada, berdahak berwarna putih, encer, banyaknya kurang lebih 1

    sendok teh tiap batuk, darah tidak ada. Demam tidak ada, nyeri dada tidak ada,

    jantung berdebar-debar tidak ada, tidur dengan satu bantal, sembab tubuh tidak ada.

    Penurunan nafsu makan tidak ada, BAK dan BAB biasa. Penderita berobat ke

    4

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    5/40

    Puskesmas dan diberi obat salbutamol dan sirup ambroxol. Keluhanpun dirasakan

    berkurang.

    Kurang lebih satu hari SMRS penderita mengeluh sesak nafas hebat yang

    dipengaruhi cuaca dingin, tidak dipengaruhi oleh aktivitas, posisi, dan posisi.

    Mengi ada, nyeri dada tidak ada, batuk ada, demam tidak ada. Penderita minum

    obat salbutamol, namun keluhan dirasakan tidak berkurang. Selanjutnya, penderita

    dibawa ke RS Muhamadiyah Palembang dan diasap dua kali lalu dirujuk ke RSMH

    Palembang. Di IRD RSMH Palembang, penderita mendapat pengobatan dengan

    diasap sebanyak tiga kali. Namun, keluhan tidak berkurang, sehingga penderita

    dirawat inap.

    RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

    - Riwayat asma (+) sejak berusia 7 tahun. Kontrol ke dokter tapi tidak teratur.

    Penderita biasa minum salbutamol dan ambroxol.

    - Riwayat alergi debu/asap (+)

    - Riwayat kebiasaan merokok disangkal.

    - Riwayat darah tinggi disangkal.

    - Riwayat sakit kencing manis disangkal.

    - Riwayat minum obat yang menyebabkan kencing berwarna merah disangkal.

    RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

    Riwayat penyakit asma dalam keluarga ada (ayah penderita).

    B. PEMERIKSAAN FISIK

    Keadaan Umum : Tampak sakit

    Keadaan Sakit : Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Compos mentis

    Tekanan darah : 130/80 mmHg

    Nadi : 102 kali/menit

    Pernapasan : 30 kali/menit

    Temperatur : 37,3 C

    5

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    6/40

    Tinggi badan : 154 cm

    Berat badan : 61 kg

    BMI : 25,72 (overweight)

    RBW : 57%

    C. KEADAAN SPESIFIK

    Kulit

    Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianpenderitais

    (-), scar (-), keringat umum (+), keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan

    dan kaki (-), pertumbuhan rambut normal.

    Kelenjar Getah Bening

    Tidak ada pembesaran KGB pada aksila, leher, inguinal, leher, submandibula dan

    supraklavikula.

    Kepala

    Normosefali, bentuk oval, simetris, deformitas (-), ekspresi tampak sakit sedang.

    Mata

    Edema palpebra (-), konjungtifa palpebra pucat (-), sklera ikterik (-).

    Hidung

    Epistaksis (-)

    Mulut

    Sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), stomatitis (-),

    rhagaden (-), bau pernapasan khas (-)

    Leher

    6

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    7/40

    Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP (5-2) cmH2O.

    Thorax

    Paru

    Inspeksi : statis: simetris kanan = kiri; dinamis: simetris kanan = kiri,

    retraksi (-).

    Palpasi : stemfremitus kanan sama dengan kiri.

    Perkusi : sonor di kedua lapangan paru.

    Auskultasi : vesikuler (+) meningkat. Ronkhi (-), wheezing (+) ekspirasi pada

    kedua lapangan paru.

    Jantung

    Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.

    Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.

    Perkusi : Batas kanan : linea parasternalis dextra.

    Batas kiri : linea midclavicularis sinistra ICS V.

    Batas atas : Linea Parasternalis ICS II.

    Auskultasi : HR= 102 kali/menit, murmur (-), gallop (-).

    Abdomen

    Inspeksi : Datar, tidak ada pembesaran

    Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

    Perkusi : Timpani

    Auskultasi : Bising usus (+) normal

    Genital

    Tidak diperiksa

    Ekstremitas

    Ekstremitas atas : Palmar eritem (-) kiri dan kanan, nyeri sendi (-), eutoni,

    eutrophi, kekuatan +5, gerakan bebas, clubbing finger (-).

    Ekstremitas bawah : Nyeri sendi (-), eutoni, eutrophi, kekuatan +5, gerakan

    bebas, edema pretibial (-), telapak kaki pucat (-).

    7

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    8/40

    D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Hasil Pemeriksaan Hematologi (4 januari 2011)

    No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

    1. Hemoglobin 15,7 g/dl P: 12-16 g/dl

    2. Hematokrit 40 vol% P: 37-43 vol%

    3. Leukosit 8.500 /mm 5000-10000 /mm

    4. LED 6 mm/jam P:

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    9/40

    I. RENCANA PEMERIKSAAN

    Rontgen thorax PA

    EKG

    Spirometri

    J. PERKEMBANGAN SELAMA PERAWATAN

    Follow up pasien 5 Januari 2011

    S Sesak nafas berkurang

    O

    Sensorium compos mentis N 68 kali/menit

    TD 120/80 mmHg RR 18 kali/menit

    T 36,6 0C

    Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-

    Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O

    Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri

    P: stem fremitus kanan= kiri

    P: sonor pada kedua lapangan paru

    A: vesikuler (+) meningkat, ronkhi (-), wheezing ekspirasi (+)

    Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat

    P: ictus cordis tidak teraba

    P: batas atas ICS II, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC

    sinistra ICS V

    A: HR 120x/ menit, murmur (-), gallop (-)

    Abdomen: I : datar

    P: lemas, hepar dan lien tidak teraba,nyeri tekan(-)

    P: TimpaniA: bising usus (+) normal

    Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema pretibial -/-

    Assessment Serangan asma eksaserbasi akut perbaikan

    Planning Non Farmakologi

    Istirahat

    Diet Nasi TKTP

    9

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    10/40

    Farmakologi

    IVFD D5%+ aminofilin 1 amp drip gtt xx/menit

    Teofilin 2x150 mg tab

    Salbutmol 4x2 mg tab

    Metilprednisolon 3x4 mg tab

    OBH syrup 3x1 cth

    Rencana spirometri

    Follow up pasien 6 Januari 2011

    S Batuk

    O

    Sense compos mentis N 88 kali/menit

    TD 120/80 mmHg RR 18 kali/menit

    T 36,6 0C

    Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-

    Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O

    Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri

    P: stem fremitus kanan= kiri

    P: sonor pada kedua lapangan paruA: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing ekspirasi (+)

    pada kedua lapangan paru

    Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat

    P: ictus cordis tidak teraba

    P: batas atas ICS II, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC

    sinistra ICS V

    A: HR 90x/ menit, murmur (-), gallop (-)

    Abdomen: I : datar

    P: lemas, hepar dan lien tidak teraba,nyeri tekan(-)

    P: Timpani

    A: bising usus (+) normal

    Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema pretibial -/-

    Assessment Serangan asma eksaserbasi akut perbaikan

    Planning Non Farmakologi

    Istirahat

    10

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    11/40

    Diet Nasi TKTP

    Farmakologi

    IVFD D5%+aminofilin 1 amp drip gtt xx/menit

    O2 3L/mnt bila sesak

    Metilprednisolon 3x4 mg tab

    OBH syr. 3x1 cth

    Nebulizer ventolin 2,5 mg 1 kali/hari

    11

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    12/40

    1. Nurafiatin, Atin. 2007. Asma. Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas

    Indonusa Esa Unggul. Jakarta.2. Muchid, dkk. 2007, September. Pharmaceutical care untuk

    penyakit asma. Diakses 24 September 2008 dari Direktorat BinaFarmasi Komunitas Dan Klinik Depkes RI:http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Definisi

    Asma berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu asthma yang berarti terengah-

    engah. Asma bronkial merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran nafas

    yang melibatkan sel dan elemen-elemen seluler. Inflamasi kronis tersebut berhubungan

    dengan hiperresponsif saluran pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu,

    sesak nafa, dan batuk-batuk terutama pada malam hari atau awal pagi. Episode ini

    berhubungan dengan luas obstruksi saluran pernafasan yang bersifat reversibel baik

    secara spontan maupun secara terapi.1

    Asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek, asma, mengi, ampek,

    sasak angok, dan berbagai istilah lokal lainnya. Definisi asma bronkial menurut

    Departemen Kesehatan R.I. adalah suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik

    saluran nafas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan

    yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas, dan

    rasa berat di dada terutama pada malam hari dan atau dini hari yang umumnya bersifat

    reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul)

    yang berarti dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktivitas, tetapi dapat

    eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian.2

    12

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    13/40

    Definisi asma bronkial menurut WHO adalah keadaan kronis yang ditandai oleh

    bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran nafas sebagai respon terhadap

    stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang.3

    B. Klasifikasi

    Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,

    yaitu:4

    1. Ekstrinsik (alergik)

    Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus

    yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic

    dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan

    adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada

    faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi

    serangan asma ekstrinsik.

    2. Intrinsik (non alergik)

    Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang

    tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga

    disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asmaini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat

    berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan

    mengalami asma gabungan.

    3. Asma gabungan

    Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk

    alergik dan non-alergik.

    C. Faktor Predisposisi dan Presipitasi

    Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya

    serangan asma bronkial.4

    1. Faktor predisposisi

    a. Genetik

    13

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    14/40

    Belum diketahui cara penurunanbakat alergi asma yang jelas. Penderita

    dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga

    menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat

    mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor

    pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa

    diturunkan.

    2. Faktor presipitasi

    a. Alergen

    Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

    - Inhalan, sesuatu yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu,

    bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

    - Ingestan, sesuatu yang masuk melalui mulut seperti makanan dan

    obat-obatan

    - Kontaktan, sesuatu yang masuk melalui kontak dengan kulit sepeti

    perhiasan, logam dan jam tangan

    b. Perubahan cuaca

    Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi

    asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu

    terjadinya serangan asma. Kadang kadang serangan berhubungan dengan

    musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini

    berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

    c. Stress

    Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain

    itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping

    gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang

    mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk

    menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi

    maka gejala asmanya belum bisa diobati.

    d. Lingkungan kerja

    Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.

    Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja

    di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.

    Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

    14

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    15/40

    e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

    Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan

    aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah

    menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya

    terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

    D. Patofisiologi

    Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkiolus yang

    menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

    bronkioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe

    alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut: seorang yang alergi mempunyai

    kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodiIg E abnormal dalam jumlah besar

    dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.

    Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial

    paru yang berhubungan erat dengan brokiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang

    menghirup alergen maka antibodi Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi

    dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan

    mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi

    lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.

    Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada

    dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumenbronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus, sehingga menyebabkan tahanan

    15

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    16/40

    saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkiolus lebih

    berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan

    dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Kalau bronkiolus

    sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan

    eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita

    asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali

    melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan

    volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran

    mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. 3

    E. Manifestasi Klinis

    Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasiyang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi

    (wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa

    penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas

    penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba

    menjadi lebih berat.2

    Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat

    atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan

    atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak

    terdengar sama sekali. Batuk hamper selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak

    putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.2

    Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk

    dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga pada

    pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang

    menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama

    pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan

    ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti

    dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi

    yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan

    PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan

    darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi

    katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.2

    16

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    17/40

    F. Pemeriksaan Penunjang

    1. Pemeriksaan Laboratorium

    a. Pemeriksaan sputum

    Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapatkan:

    - Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal

    eosinopil.

    - Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari

    cabang bronkus.

    - Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

    - Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat

    mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus

    plug.

    b. Pemeriksaan Darah

    - Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula

    terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

    - Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

    - Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3

    dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

    - Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E

    pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

    2. Pemeriksaan Radiologi

    Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat

    menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes

    tempel.

    3. EKG

    Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi

    menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada

    empisema paru yaitu :

    a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi

    dan clockwise rotation.

    b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB

    (Right bundle branch block).

    17

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    18/40

    c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan

    VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

    4. Spirometri

    Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling

    cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan

    bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah

    pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.

    Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis

    asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan

    spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting

    untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa

    keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

    G. Penatalaksanaan

    1. Edukasi kepada penderita dan keluarga

    Pengobatan yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaan yang

    komprehensif, dimana melibatkan kemampuan diagnostik dan terapi dari

    seorang dokter Puskesmas di satu pihak dan adanya pengertian serta kerjasama

    penderita dan keluarganya di pihak lain. Pendidikan kepada penderita dan

    keluarganya adalah menjadi tanggung jawab dokter Puskesmas, sehingga

    dicapai hasil pengobatan yang memuaskan bagi semua pihak.5

    Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan

    keluarganya adalah:

    a. Memahami sifat-sifat dari penyakit asma:

    - Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.

    - Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh

    karena faktor tertentu bisa kambuh lagi.

    - Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan

    pengobatan jangka panjang secara teratur.5

    b. Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan,

    seperti:

    18

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    19/40

    - Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing,

    kuda dan spora jamur.

    - Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.

    - Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.

    - Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang

    lembab.

    - Infeksi saluran pernafasan.

    - Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.

    - Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan.

    - Stres fisik atau kelelahan.

    Penderita dan keluarga sebaiknya mampu mengidentifikasi hal-hal apa saja

    yang memicu dan memperberat serangan asma penderita. Perlu diingat

    bahwa pada beberapa pasien, faktor di atas bersifat individual dimana antara

    pasien satu dan yang lainnya tidaklah sama tetapi karena hal itu sulit untuk

    ditentukan secara pasti maka lebih baik untuk menghindari faktor-faktor si

    atas.5

    c. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu

    perbaikan dan mengurangi serangan :

    - Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan

    (bersifat individual).

    - Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.

    - Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.

    - Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab

    serangan.

    - Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan

    lembab.

    - Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.

    - Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan

    batuk dan pilek.

    - Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat

    simptomatis maupun obat profilaksis.

    - Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak

    minum air hangat guna membantu pengenceran dahak.

    19

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    20/40

    - Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat

    di lingkungan dengan temperatur hangat.5

    d. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat obatan yang

    diberikan oleh dokter :

    - Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.

    - Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.

    - Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.

    - Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu

    adanya infeksi saluran nafas.

    e. Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil

    pengobatan.

    f. Mengetahui kapan self treatment atau pengobatan mandiri harus diakhiri

    dan segera mencari pertolongan dokter. Penderita dan keluarganya juga

    harus mengetahui beberapa pandangan yang salah tentang asma, seperti :

    - Bahwa asma semata-mata timbul karena alergi, kecemasan atau stres,

    padahal keadaan bronkus yang hiperaktif merupakan faktor utama.

    - Tidak ada sesak bukan berarti tidak ada serangan.

    - Baru berobat atau minum obat bila sesak nafas saja dan segera berhenti

    minum obat bila sesak nafas berkurang atau hilang.5

    2. Medikamentosa

    a. Pengobatan simptomatik

    Tujuan Pengobatan Simpatomimetik adalah:

    - Mengatasi serangan asma dengan segera.

    - Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin.

    - Mencegah serangan berikutnya.

    Obat pilihan untuk pengobatan simpatomimetik di Puskesmas adalah:

    - Bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik / agonis beta)

    Adrenalin (Epinefrin) injeksi. Obat ini tersedia di Puskesmas dalam

    kemasan ampul 2 cc. Dosis dewasa : 0,2-0,5 cc dalam larutan 1 : 1.000

    injeksi subkutan. Dosis bayi dan anak : 0,01 cc/kg BB, dosis maksimal

    0,25 cc. Bila belum ada perbaikan, bisa diulangi sampai 3 X tiap15-30

    menit. Efedrin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 25 mg.

    Aktif dan efektif diberikan peroral. Salbutamol. Obat ini tersedia di

    20

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    21/40

    Puskesmas berupa tablet kemasan 2 mg dan 4 mg. Salbutamol

    merupakan bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan efek

    samping minimal. Dosis : 3-4 X 0,05-0,1 mg/kg BB.

    - Bronkodilator golongan teofilin Teofilin. Obat ini tidak tersedia di

    Puskesmas. Dosis : 16-20 mg/kg BB/hari oral atau IV. Aminofilin.

    Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 200 mg dan injeksi 240

    mg/ampul. Dosis intravena : 5-6 mg/kg BB diberikan pelan-pelan.

    Dapat diulang 6-8 jam kemudian , bila tidak ada perbaikan. Dosis : 3-4

    X 3-5 mg/kg BB.

    - Kortikosteroid. Obat ini tersedia di Puskesmas tetapi sebaiknya hanya

    dipakai dalam keadaan pengobatan dengan bronkodilator baik pada

    asma akut maupun kronis tidak memberikan hasil yang memuaskan dan

    keadaan asma yang membahayakan jiwa penderita (contoh : status

    asmatikus). Dalam pemakaian jangka pendek (2-5 hari) kortikosteroid

    dapat diberikan dalam dosis besar baik oral maupun parenteral, tanpa

    perlu tapering off. Obat pilihan hidrocortison dan dexamethason.

    - Ekspektoran. Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di

    dalam saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma,

    oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan. Sebaiknya jangan

    memberikan ekspektoran yang mengandung antihistamin, sedian yang

    ada di Puskesmas adalah Obat Batuk Hitam (OBH), Obat Batuk Putih

    (OBP), Glicseril guaiakolat (GG).

    - Antibiotik. Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai

    oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu

    yang meninggi.

    b. Pengobatan Profilaksis

    Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling

    rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang

    menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis

    berlangsung dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut:

    - Menghambat pelepasan mediator

    - Menekan hiperaktivitas bronkus

    Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :

    - Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.

    21

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    22/40

    - Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.

    - Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.

    - Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi

    serangan dan meringankan beratnya serangan.

    Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah steroid dalam bentuk

    aerosol, bisodium cromolyn, ketotifen, dan tranilast.

    22

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    23/40

    BAB IV

    ANALISIS KASUS

    A. Penatalaksanaan Asma Akut/Saat Serangan

    Penanganan pertama terhadap sesak nafas sangatlah penting. Hal itu dimaksudkan

    untuk menjaga oksigenisasi jaringan yang adekuat dan mencegah komplikasi lebih

    lanjut yang mungkin terjadi akibat hipoksia jaringan. Pada kasus seperti ini, penyebab

    dari sesak tidaklah harus segera diketahui secara pasti. Penyebab sesak dapat sementara

    dikesampingkan terlebih dahulu karena sesak dapat berkembang ke arah perburukan

    yang sangat cepat. Beberapa dampak sesak nafas yang mungkin dapat terjadi pada

    penderita adalah sebagai berikut:

    - Lelahnya otot-otot dinding pernapasan

    - Asidosis respiratori

    - Penurunan kesadaran hingga koma

    - Gagal napas

    - Gagal jantung

    - Asidosis laktat

    - Retensi cairan dan kalium hingga gagal ginjal

    - End organ damage lain

    Penderita datang ke IRD RSMH Palembang dengan keluhan sesak nafas yang hebat

    sejak 1 hari SMRS. Penderita dalam keadaan gelisah, nafas cepat, dalam, dan disertai

    keterlibatan penggunaan otot-otot bantu pernafasan. Hal ini merupakan usaha tubuh untuk

    menyuplai ketersediaan oksigen dalam jumlah yang adekuat. Dengan kata lain, hal ini

    merupakan kompensasi tubuh terhadap hipooksemia. Keadaan seperti ini seringkali dapat

    berlanjut pada keadaan komplikasi. Oleh sebab itu, hal yang demikian harus segera dikenali

    dan dilakukan penanganan yang sesuai.

    Tindakan-tindakan yang harus dilakukan terhadap penderita ini adalah sebagai berikut:

    1. Oksigenasi

    Tujuan dari pemberian oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan

    meminimalkan asidosis respiratorik. Oksigenasi adalah tindakan awal yang mudah dan

    tepat sasaran. Usaha penderita untuk memenuhi oxygen demandakan sangat terbantu

    apabila oksigen tersebut dapat diberikan. Indikasi dari pemberian oksigen harus jelas.

    Oksigen yang diberikan harus diatur dalam jumlah yang tepat dan dievaluasi agar

    mendapat manfaat terapi dan menghindari toksisitas. Selain itu perlu dipertimbangkanapakah pasien hanya membutuhkan terapi oksigen jangka pendek (short term oxygen

    23

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    24/40

    therapy) atau terapi oksigen jangka panjang (long term oxygen therapy). Pada kasus ini,

    terapi oksigen yang dibutuhkan adalahshort term oxygen therapy.

    Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada pasien-pasien

    dengan keadaan hipoksemia akut, di antaranya asma bronkial eksaserbasi akut,

    pneumonia, PPOK, gangguan kardiovaskular, dan emboli paru. Pada keadaan tersebut,

    oksigen harus diberikan dengan adekuat. Pemberian oksigen yang tidak adekuat akan

    menimbulkan cacat dan kematian. Pada kondisi ini, oksigen harus diberikan dengan

    FiO2 60-100% dalam waktu pendek sampai kondisi membaik dan terapi yang spesifik

    diberikan. Selanjutnya oksigen diberikan dengan dosis yang dapat mengatasi

    hipoksemia dan meminimalisasi efek samping. Bila diperlukan, oksiegn harus diberikan

    secara terus-menerus.

    Untuk pedoman indikasi terapi oksigen pendek telah ada rekomendasi dari The

    American College of Chest Physicians dan The National Heart, Lung dan Blood

    Institute yang ditunjukan tabel berikut:

    Tabel 1. Indikasi Terapi Oksigen Akut Jangka Pendek

    Indikasi yang sudah direkomendasikan:

    - Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg; SaO2 < 90%)

    - Henti jantung dan henti nafas

    - Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)- Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolik (bikarbonat < 18

    mmol/L)

    - Respiratory distress (frekuensi pernapasan > 24x/min)

    Indikasi yang masih dipertanyakan:

    - Infark miokard tanpa komplikasi

    - Sesak napas tanpa hipoksemia

    - Krisis sel sabit

    - Angina

    Cara pemberian oksigen dibagi dalam 2 jenis yaitu sistem arus rendah dan sistem arus

    tinggi. Keduanya masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Alat oksigen

    arus rendah di antaranya kanul nasal, topeng oksigen, reservoir mask, kateter

    transtracheal, dan simple mask. Alat oksigen arus tinggi di antaranya venturi mask dan

    reservoir nebulizer blenders.

    Pada eksasarbasi akut, oksigenasi sebaiknya dipertahankan PaO2 > 60 mmHg atau Sat

    O2 > 90%, dengan evaluasi ketat hiperkapni. Alat yang diapat digunakan adalah

    24

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    25/40

    sungkup (venturi mask) 24%, 28%, atau 32% dan sebaiknya adalah sungkup

    rebreathing untuk mencegah retensi CO2. Pemasangan pulse oxymetry dianjurkan

    untuk memantau kadar saturasi O2. AGD dilakukan secara periodik guna memantau

    kadar PaO2 dan PaCO2 untuk melihat keberhasilan oksigenasi ataupun kemungkinan

    telah terjadinya retensi CO2, serta memantau keseimbangan asam-basa yang juga

    penting dalam menyetabilkan penderita.

    Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan

    ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan noninvasive

    positive pressure ventilation (NIPPV). Apabila tidak berhasil ventilasi mekanik

    digunakan intubasi.

    2. Pembebasan jalan napas dengan triple airway maneuver

    Tindakan pembebasan jalan napas dan triple airway maneuverbilamana pada os terjadi

    obstruksi jalan napas atas akut, namun dari pemeriksaan awal, diketahui bahwa pasien

    masih dapat berkomunikasi, tidak ada tanda-tanda choking, dan sesak yang os alami

    merupakan eksaserbasi dari sesak yang sudah os salami berbulan-bulan.

    Tidak perlu dilakukan penentuan asal obstruksi pada os (apakah terjadi obstruksi

    saluran napas atas, tengah, atau bawah) dengan apalagi dengan tindakan invasive. Usia

    os yang lanjut, dan anamnesis singkat yang menyatakan adanya riwayat batuk kronis,

    sesak selama berbulan-bulan, demam, riwayat merokok yang lama, tidak ada riwayat

    asma atau alergi memberikan kita petunjuk kearah PPOK. Sehingga tidakan

    pembebasan jalan napas dengan triple airway maneuver tidak tepat sasaran.

    Pemberian oksigen sebagai tindakan awal merupakan tindakan yang sangat tepat.

    Disamping memaksimalkan oksigenasi ke jaringan, pemberian oksigen akan

    meminimalkan sesak sehingga kita dapat melakukan anamnesis dan pemeriksaan lain

    untuk menuju ke diagnostik.

    3. MedikamentosaPada serangan asma, obat-obat yang digunakan adalah obat golongan bronkodilator dan

    kortikosteroid sistemik. Obat bronkodilator yang digunakan adalah golongan beta 2

    agonis dan antikolinergik. Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya beta 2

    agonis dalam bentuk inhalasi. Amun, apabila tidak memungkinkan dapat diberikan

    secara sistemik juga.

    Pada keadaan tertentu (seperti adanya riwayat serangan asma berat sebelumnya)

    kortikosteroid oral (metilprednison) dapat diberikan dalam waktu singkat 3-5 hari. Pada

    serangan sedang diberikan beta 2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral serta dapat

    ditambahkan aminofilin iv secara bolus dan drip. Pada serangan asma berat pasien

    25

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    26/40

    dirawat dan diberikan oksigen, cairan intravena, beta 2 agonis kerja cepat,

    kortikosteroid intravena, dan aminofilin iv secara bolus dan drip. Apabila beta 2 agonis

    tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang

    mengancam jiwa langsung dibawa ke ICU.

    Berdasarkan derajat serangan asma, pada penderita ini tergolong serangan asma sedang.

    Hal yang menyokongnya adalah sebagai berikut:

    1. Pada saat serangan asma, penderita masih bisa berbicara, tetapi tidak bisa

    berjalan.

    2. Posisi yang lebih dirasakan nyaman oleh penderita adalah lebih suka duduk

    3. Penderita bisa berbicara dalam penggalan kaliamat.

    4. Kesadaran penderita iritabel.

    5. Tidak ada sianosis saat timbulnya serangan asma.

    6. Wheezing yang terdengar nyaring seoanjang ekspirasi dan sebagian inspirasi.

    Oleh sebab itu, penanganan yang sesuai pada penderita ini adalah pemberian obat

    golongan beta 2 agonis kerja cepat, seperti salbutamol secara nebulisasi, dan

    kortikosteroid oral serta dapat ditambahkan aminofilin iv secara bolus dan drip.

    B. Penatalaksanaan Asma Jangka Panjang

    Tujuan penatalaksanaan asma jangka panjang dalah untuk mengontrol asma dan

    mencegah serangan. Pengobatannya disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.

    Prinsip pengobatan jangka panjang pada pasien ini adalah

    1. Penderita diberikan edukasi mengenai penyakit yang dideritanya. Penderita

    disarankan untuk semaksimal mungkin menghindari sesuatu yang dapat

    mencetuskan serangan asmanya. Dalam hal ini adalah cuaca dingin dan debu.

    2. Penderita diberikan pemahaman mengenai obat asma yang dapat digunakan untuk

    mengontrol dan melegakan salauran nafas.

    3. Penderita diberikan pemahaman mengenai bagaimana cara menjaga kebugarantubuhnya. Misalnya dengan berolahraga teratur, dll.

    Jenis obat Golongan Nama generik kemasan obat

    Pengontrol

    (antiinflamasi)

    Steroid inhalasi

    Antileukotrin

    Kortikosteroid sistemik

    Agonis beta 2 kerja lama

    Flutikason propionat

    Budesonide

    Zafirlukast

    Metilprednisolon

    Prednison

    Prokaterol

    IDT

    IDT, turbuhaler

    Oral (tablet)

    Oral (injeksi)

    Oral

    Oral

    26

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    27/40

    Kombinasi steroid dan

    agonis beta 2 kerja lama

    Formoterol

    Salmeterol

    Flutikason + Salmeterol

    Budesonide + Formoterol

    Turbuhaler

    IDT

    IDT

    Turbuhaler

    Pelega

    (bronkodilator)

    Agonis beta 2 kerja cepat Salbutamol Oral, IDT

    C. Identifikasi Pasien

    Jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan tempat tinggal penting untuk diketahui karena

    penyakit tertentu memiliki kecendrungan dari segi ini. Pada kasus PPOK pengaruh segi jenis

    kelamin, usia, pekerjaan dan tempat tinggal adalah sebagai berikut:

    Usia

    Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK. Pada pasien

    yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia menderita

    gangguan genetic berupa defisiensi 1 antitripsin, namun kejadian ini hanya dialami 31 batang/hari, 5 menit setelah bangun pagi harus merokok

    Berat : 21 30 batang/hari, 6 30 menit setelah bangun pagi harus merokok.

    Sedang : 11 20 batang/hari, 31 60 menit setelah bangun pagi harus merokok

    Ringan : 10 batang/hari,60 menit setelah bangun pagi harus merokok.

    Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata

    batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

    Ringan : 0-200

    Sedang : 200-600

    Berat : >600

    Pada kasus ini, os merupakan perokok sedang.

    Penentuan apakah os seorang perokok dan derajatnya akan sangat membantu kita dalam

    menentukan kecendrungan diagnosis gangguan pernapasan dan tingkat keparahannya.

    Diketahui rokok merupakan faktor resiko utama untuk berbagai gangguan pernapasan, hal ini

    disebabkan oleh banyaknya zat berbahaya ( 4000 jenis bahan kimia) pada rokok yang

    beberapa diantaranya (40 jenis bahan kimia) berdampak sangat negative bagi sistem

    pernapasan, antara lain:

    1)CO

    o Menimbulkan desaturasi Hb.

    o Mengganggu pelepasan O2 ke jaringan sehingga mengurangi persediaan O2 jaringan

    (termasuk pada miokardium).

    o Mempercepat terjadinya aterosklerosis.

    2)Nikotin

    o Menyebabkan ketagihan merokok.

    o Merangsang pelepasan adrenalin.

    o Mengganggu sisstem saraf simpatis akibatnya meningkatkan kebutuhan O2.

    31

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    32/40

    o Meningkatkan frekuensi denyut jantung.

    o Meningkatkan tekanan darah.

    o Meningkatkan kebutuhan O2jantung.

    o Meningkatkan irama jantung

    3)Tar

    o Menyebabkan gangguan jalan napas, seperti batuk dan sesak napas.

    o Menempel pada lidah, bibir, dan jalan napas.

    4)Cadmium

    o Ketika diisap, cenderung tertahan di ginjal sehingga dapat memperparah hipertensi.

    Dampak pada respirasi

    Tar, CO : merangsang jalan nafas dan tar tersebut tertimbun di saluran menyebabkan

    Batuk

    Tar yg menempel di jalan nafas kanker jalan nafas, lidah, bibir

    Merusakkan permukaan sel cillia

    Mengubah anatomi saluran pernafasan

    Menyebabkan penghasilan lebih banyak mucus oleh sel epithelium

    Dampak asap rokok

    Timbulnya kanker

    Timbulnya penyakit cardiovascular

    Timbulnya penyakit paru

    Perubahan pada saluran nafas central

    Cilia menghilang atau berkurang

    Hyperplasia kelenjar mucus

    Sel goblet meningkat

    Perubahan epitel yang dulunya epitel pseudostratifed collumner cilia menjadi karsinoma

    bronkogenik invasive.

    Saluran nafas tepi

    Inflamasi

    Atrophi

    Metaplasi sel goblet

    Metaplasia squamosa

    Sumbatan lender pada bronkiolus terminal dan bronkiolus respiratory

    Alveoli dan kapiler

    Kerusakan jaringan peribronkiolar alveoli pada perokok yang mengalami emfisema paru

    32

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    33/40

    Pengurangan jumlah kapiler perialveolar

    Penebalan intima dan tunika media pembuluh darah

    Imunologis

    Leukosit darah tepi meningkat

    Nilai fungsi paru lebih kecil

    Efek Nikotin pada rokok

    Rasa bahagia

    Keguncangan

    Kesigapan

    Performance

    Mengurangi kegelisahan

    Meningkatkan metabolisme

    Lipolisis

    Vasokontriksi pembuluh darah

    kulit dan koroner

    Frekuensi jantung meningkat

    Isi semenit jantung meningkat

    Tekanan darah meningkat

    Relaksasi otot rangka

    Jika berhenti merokok

    Irritable

    Rasa kelemahan

    Rasa mengantuk

    Sulit konsentrasi

    Kemampuan bertugas berkurang

    Gelisah

    Rasa lapar

    Berat badan meningkat

    Gangguan tidur

    Ketagihan nikotin

    Penurunan sekresi katekolamin

    Denyut jantung melambat

    33

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    34/40

    Resiko penyakit: Penyebab kematian perokok menurut WHO

    Kanker paru 80 90 %

    PPOK 75 %

    Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan risiko 30 kali lebih

    besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan merupakan penyebab dari 85-

    90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20% perokok akan mengalami PPOK.

    Kanker kandung kencing 40 %

    Jantung koroner 25 %

    Stroke 18 %

    Dari anamnesis, kita sudah dapat menduga diagnosis os yang mengarah pada PPOK, namun

    terdapat suatu tanda yang cukup penting bagi penegakan diagnosis ini. Diketahui bahwa os telah

    mengalami sesak dalam jangka waktu yang cukup lama, namun satu hari SMRS sesak napas os tiba-

    tiba menghebat, diketahui sebelumnya terdapat demam yang mendahului serangan sesak ini.

    Bila kondisi PPOK stabil tidak menimbulkan sesak yang berat dan mendadak, maka ada

    kemungkinan suatu kondisi eksaserbasi dari PPOK ini sendiri dapat dicetuskan oleh berbagai sebab

    salah satunya adalah infeksi saluran pernapasan, yang pada kasus ini bermanifestasi pada adanya

    demam.

    Pemeriksaan fisikmembantu kita untuk menegakan kemungkinan diagnosis PPOK ini, antara lain:

    Laju pernapasan (RR) = 36 x/menit dan nadi 112 x/menit.

    RR yang tinggi menunjukan adanya kondisi hipoksemia pada os, ditambah lagi adanya

    penggunaan otot-otot dinding pernapasan mengisyaratkan kita adanya kondisi oxygen demand

    yang berat dan bersifat akut. Kondisi ini dapat timbul dari berbagai kondisi meliputi: kondisi

    syok, perdarahan akut, infark miokard akut, heart failure, obstruksi saluran pernapasan (yang

    salah satunya adalah PPOK), gangguan sistem pernapasan lain (pneumotrak, hidrotorak, efusi

    pleura, trauma dinding dada, dll), gangguan keseimbangan asam-basa, dan gangguan sistem saraf

    pusat.

    Semua kemungkinan diatas harus dipikirkan, namun berdasarkan riwayat perjalanan

    penyakit, kondisi perdarahan, syok, gangguan sistem pernapasan non obstruktif dapat

    dikesampingkan dan kita dapat focus ke kemungkinan lain.

    Terdapat kecendrungan barrel chestberdasarkan diameter anteroposterior (27 cm) dan transversal

    (35 cm).

    Kondisi hiperinflasi atau barrel chestadalah kondisi emfisema pada seluruh paru yangkhas pada kondisi PPOK, kondisi lain yang dapat menyebabkan kondisi ini adalah pneumotorak

    34

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    35/40

    bilateral atau adanya proses metastase pada kedua paru, namun kondisi demikian sangatlah

    jarang.

    Perkusi dada didapatkan hipersonor pada kedua lapang paru .

    Kondisi ini mengonfirmasi bahwa pada parenkim paru terjadi hiperaerasi, dan

    menyingkirkan kemungkinan adanya efusi pleura, peradangan paru (TBC, pneumonia), atelektasis

    paru, maupun keganasan paru.

    Batas jantung yang menyempit (Batas atas ICS 2 LPS kiri, bawah ICS 4 LMC kiri, kiri ICS 4 LPS

    kiri, kanan ICS 4 LS kanan).

    Kondisi penyempitan batas jantung dapat ditemukan pada hiperaerasi paru bilateral yang

    menyebabkan jarak jantung ke dinding dada menjauh sehingga pada perkusi pekak jantung

    menyempit.

    Dari auskultasi paru didapatkan bunyi napas vesikuler yang menurun pada kedua lapang paru,

    waktu ekspirasi yang memanjang, dan adanya ronkhi kasar halus di kedua lapang paru.

    Vesikuler menurun dapat disebabkan oleh berbagai kondisi seperti hiperaerasi, efusi, atau

    adanya masa, namun dari perkusi paru diketahui bahwa hal ini disebabkan oleh kondisi

    hiperaerasi. Waktu ekspirasi yang memanjang menunjukan adanya obstruksi jalan napas bawah

    yang menyebabkan pengeluaran udara lebih sulit dari biasa, hal ini dapat disebabkan oleh reaksi

    peradangan pada bronkeolus. Ronkhi kasar halus menunjukan bahwa penyempitan jalan napas ini

    (oleh inflamasi atau produk sekret) terjadi pada cabang bronkus yang kecil.

    Sedangkan dari auskultasi jantung terdengar bunyi jantung yang menjauh.

    Bunyi jantung menjauh sering disalah interpretasikan dengan kondisi denyut jantung yang

    melemah, namun dari pemeriksaan torak sebelumnya ditambah dengan tidak adanya pulsus

    parvus, maka sudah dapat dipastikan bahwa kecinya suara jantung ini akibat dari kondisi

    hiperaerasi yang membuat jantung menjauh dari dinding dada.

    Dari palpasi abdomen didapatkan hepar yang teraba 1 jbac.

    Terabanya hepar pada palpasi abdomen dapat berarti: 1) terjadi pembesaran hati, yang

    dapat mengarah pada hepatitis, hepatoma, dll; atau 2) terdorongnya hati kebawah oleh paru. Dari

    pemeriksaan sebelumnya dan dari anamnesis maka kemungkinan terjadinya pembesaran hati

    sangatlah kecil, dan sebaliknya kemungkinan terdorongnya hati oleh karena kondisi hiperaerasi

    paru sangatlah mungkin.

    Untuk memastikannya kita dapat melakukan pemeriksaan batas paru hati. Normalnya

    pada perkusi torak kanan, akan didapatkan redup pada ICS V yang menunjukan batas atas hati,

    namun pada os perkusi redup tersebut ditemukan pada ICS VI (dengan catatan pasien tidak dalam

    fase inspirasi). Hal ini membuktikan bahwa pada os terabanya hati ini disebabkan oleh

    pendorongan mekanik paru dan bukan merupakan kelainan pada organ tersebut.

    35

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    36/40

    E. Pemeriksaan Penunjang

    Laboratorium (darah rutin dan kimia klinik)

    Dari hasil pemeriksaan labor hanya ditemukan kelainan pada kadar Hb dan Ht,

    dimana pada kasus ini os mengalami polisitemia. Kondisi polisitemia ini adalah sekunder dari

    kondisi PPOK dimana produksi sel darah merah ditingkatkan untuk mengompensasi

    kebutuhan oksigen jaringan. Pada peningkatan kebutuhan oksigen yang akut, tubuh belum

    melakukan kompensasi ini, sehingga temuan ini khas untuk kondisi hipoksemia kronis seperti

    pada PPOK.

    EKG

    Pemeriksaan EKG diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan

    jantung yang dapat menyebabkan kondisi sesak napas (khususnya IMA dan CHF). Pada osdidapatkan hasil EKG yang normal takikardia, yang menunjukan tidak adanya kelainan pada

    jantung os, dan takikardia hanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mengatasi kondisi

    hipoksemia.

    Hipertensi pulmonal pada tingkat lanjut PPOK dapat diketahui dengan EKG. Dimana

    terdapat gambaran abnormal EKG antara lain :

    P pulmonal, dimana P pulmonal R V6 < 5, R/S

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    37/40

    dinyatakan dengan:

    Perumusan nilai-nilai Volume Ekspirasi Paksa 1 detik (VEP1.0 = FEV1.0)

    Arus tengah Expirasi Maksimal (ATEM = MMEF).

    Arus tengah Expirasi Maksimal (ATEM = MMEF).

    Kapasitas nafas Maksimal (KNM = MBC/MVV).

    Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%)

    Obstruksi ditegakan bila:

    (VEP1/VEP1 pred) < 80%,

    (VEP1/KVP) < 75%

    VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan

    memantau perjalanan penyakit.

    Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang

    tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak

    lebih dari 20%.

    Tabel 4. Klasifikasi PPOK Berdasarkan Gejala Klinis dan Spirometri

    Tabel 5. Klasifikasi PPOK berdasarkan nilai Spirometri

    37

  • 7/30/2019 Case Asma Bronkial.doc

    38/40

    Normal FEV1/FVC : 70% - 80%Obstruksi : FEV1/FVC turun

    Restriksi : FEV1/FVC normal atau meningkatKombinasi : FEV1/FVC normal atau menurun

    Uji bronkodilator: Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE

    meter.Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian

    dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan