Upload
ririnangraini
View
28
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
STATUS PASIEN
1.1. Identitas pasien
a. Nama : An. G
b. Umur : 9 Tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan : Pelajar
e. Pendidikan : SD
f. Alamat : Rt. 14 Simpang IV Sipin
1.2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan
keluarga
a. Status perkawinan : Belum menikah
b. Jumlah anak : -
c. Saudara : Anak kedua dari 2 bersaudara
d. Status ekonomi keluarga :
- Pekerjaan orang tua:
Ayah : Satpam
Ibu : Ibu Rumah Tangga
e. KB : -
f. Kondisi Rumah :
Rumah beratap seng, berdinding kayu dan beralas semen. Terdiri dari 1 ruang
tamu, 2 kamar tidur, ruang TV, dan dapur, serta kamar mandi di belakang.
Sumber air keluarga adalah PDAM.
g. Kondisi Lingkungan keluarga :
Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk.
Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya dan satu orang saudaranya.
1.3. Aspek Psikologis
keluarga :
8
Hubungan dengan anggota keluarga lainnya baik
1.4. Riwayat Penyakit
Sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan sesak nafas. Sesak dirasakan dari
kemarin sore, saat hujan. Pasien mengatakan sesak nafasnya jarang kambuh. Dalam
sebulan biasanya pasien mengalami sesak paling banyak sekali saja dan malah tidak
pernah kambuh. Sesak napas biasanya muncul pada malam dan pagi hari, yaitu pada
saat udara dirasakan dingin, yang diawali dengan batuk disertai dahak berwarna
putih.
Panas tidak ada, batuk (+), mual muntah tidak ada, BAK dan BAB dirasakan biasa,
tidak ada keluhan lainnya.
1.5. Riwayat Penyakit
dahulu :
Dari anamnesis kepada ibunya, pasien pertama kali timbul sesak saat pasien masih
TK (sekitar usia 5 tahun), os pernah berobat, karena sudah merasa sembuh maka os
tidak makan obat lagi. Sesak dirasakan os terutama pada cuaca dingin, dan biasanya
sesak tidak terlalu berat dan hilang sendiri. Penderita mengatakan tidak memiliki
riwayat alergi terhadap makanan.
1.6. Riwayat Penyakit
Keluarga :
Menurut ibu pasien, kakek pasien menderita asma dan memiliki gejala yang sama
dengan pasien. Tidak ditemukan riwayat penyakit jantung, hipertensi, kencing
manis, ginjal, dan alergi pada anggota keluarga lainnya.
1.7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata:
9
Kondisi umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : -
Nadi : 94 x/mnt
Respirasi : 24 x/mnt
Suhu aksila : 36,4 °C
TB : 115 cm
BB : 28 kg
Mata : anemia -/-, ikterus -/-, reflek cahaya +/+, pupil isokor,
oedem palpebra-/-
THT :
Telinga : sekret -/-, kotoran telinga -/-
Hidung : sekret -/-, kongesti -/-
Tenggorokan : tonsil T1/T1
Leher : JVP 5-2, pembesaran KGB (-)
Thorax :
Cor : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi : gerak pernafasan simetris, sikatriks (-)
Palpasi : vokal fremitus N/N
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler (+) N, rhonki -/-, wheezing +/+
Abdomen
Inspeksi : datar, sikatriks (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (–)
Perkusi : timpani
Ekstremitas : akral hangat, edema (-).
10
1.8. Usulan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah rutin
Foto Rontgen
1.9. Diagnosa Kerja
Asma Bronkhial
1.10. Diagnosa Banding
Benda asing di saluran napas
Bronkhitis
Pneumonia
1.11. Manajemen :
a. Promotif
- Memberitahukan kepada ibu tentang penyakit pasien serta
pengobatannya.
- Menghindari faktor pencetus terjadinya serangan. Misalnya : jangan
bermain hujan ataupun berpergian saat udara dingin. Atau jika udara
dingin memakai jaket.
- Minum obat teratur
b. Preventif
- Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar
c. Kuratif
- Salbutamol 3 x 2 mg
- GG 3 x 50 mg
- Prednison 3x5 mg
d. Rehabilitatif
- Minum obat sesuai anjuran.
- Jika serangan asma semakin bertambah berat, maka segera ke RS.
11
12
Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Simpang IV Sipin
dr. Ririn Anggraini
Tanggal : 10 April 2014
R/ Salbutamol mg 2 tab No. X
S 3 dd tab 1
R/ GG mg 100 tab No. IX
S 3 dd tab ½
R/ Prednison mg 5 tab No. X
S 3 dd tab 1
Pro : An. G Umur : 9 Tahun
Alamat : Rt. 14 Simpang IV Sipin
Resep tidak boleh di tukar tanpa sepengetahuan dokter
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan
gejala pernapasan. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon saluran nafas
yang menimbulkan gejala episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di dada serta
batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan dengan
13
pengurangan arus udara yang luas tapi bervariasi yang biasanya reversibel baik secara
spontan maupun dengan pengobatan.
Definisi asma menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, asma
adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut :
timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah
aktifitas fisik, serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau
keluarganya.
2.2 Epidemiologi
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia, terutama
pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan
pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.
Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja
dibandingkan dengan perempuan.
Menurut hasil penelitian di Texas (amerika serikat) yang dilaksanakan tahun
1999 – 2001, angka perawatan akibat asma pada anak usia 0 – 14 tahun adalah 63.535
yang paling banyak adalah anak usia 0 – 4 tahun, yaitu sebanyak 79 per 10.000 per
tahun.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah
penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka
ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood
(ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma
meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari
seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.
2.3 Patofisiologi
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu
individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi
14
udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi
emosi yang berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks
gastroesofageal dan kehamilan.
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya
histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena
saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-macam
jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya
pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.
Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan
dan pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.
Gambar 1 bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial
Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh
inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos bronkioler
merupakan gejala serangan asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi
aliran, hiper inflasi pulmoner, dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka
(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut
15
dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat
berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana
Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan
berkontraksi/memendek/mengkerut
Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya
menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri,
keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang
timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas
tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.
16
Gambar 2 Patofisiologi Asma
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma
akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan
dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate
(PEFR) dan FEV1 (Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara
saat ekspirasi yang relatif cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang
kecil untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka
akan terjadi hiper inflasi dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai dengan derajat
penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat
17
pula terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran volume paru yang
membesar dan diafragma yang mendatar.
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot
pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiper
inflasi paru akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena peningkatan
efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru.
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat
selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut.
Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa
diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional
dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total.
Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas
berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu
napas.
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar,
sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas
besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan
dibanding mengi.
2.4 Klasifikasi
Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe
1. Asma bronchial tipe non atopi
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal
dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran nafas dan kodisi
lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia atau
obat-obatan serta aktivitas olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan ini
tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen dengan sifat-sifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
18
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan
reaksi asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan
keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena
reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap
orang yang sehat. Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan
(exposure) terhadap allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat
ditimbulkan dengan uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada tipe mempunyai sifat-
sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Keluarga ada yang menderita asma
c. Adanya eksim saat bayi
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari bunga
rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic maupun
ekstrinsik.
Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:
1. Intermite
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau
arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
19
f. Variabilitas APE < 20%
2. Persisten ringan
a. Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari
b. Gejala malam > 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau
arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE 20%-30%
3. Persisten sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala malam > 2 kali/minggu
c. Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai terbaik
e. Variabilitas APE > 30%
4. Persisten berat
a. Gejala terus menerus
b. Gejala malam sering
c. Sering kambuh
d. Aktivitas fisik terbatas
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% nilai prediksi atau
arus puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai terbaik
f. Variabilitas APE > 30%
2.5 Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala
tak ada yang khas.
20
Keluhan yang timbul :
Nafas berbunyi
Sesak nafas
Batuk
Tanda-tanda fisik :
Cemas/gelisah/panik/berkeringat
Tekanan darah meningkat
Nadi meningkat
Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada
waktu inspirasi
Frekuensi pernafasan meningkat
Sianosis
Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi
Paru :
Didapatkan ekspirium yang memanjang
Wheezing
2.6 Diagnosis
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala
yang episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti
yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan
diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
a. Anamnesis
Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap asma,
riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi.
b. Pemeriksan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran
nafas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut nadi
21
juga meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi (wheezing)
dapat dijumpai pada pasien asma.
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal
Charcot Leyden).
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat dinilai
dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti
vital paksa (FVC) sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.
2. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita
dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus.
Pemeriksaan uji provokais bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif
hiperreaktivitas saluran nafas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus
terdiri dari tiga jenis yaitu Uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi
udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin.
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma:
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
22
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
g. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non medikamentosa
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :
- Penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pengendalian emosi
2. Pengobatan medikamentosa
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta
mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan
pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan pelega.
1. Antiinflamasi (pengontrol)
- Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan merupakan
anti inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya secara umum
adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan gejala asma,
memperbaiki aliran udara, mengurangi hiperresponsivitas saluran napas, mencegah
eksaserbasi asma, dan mengurangi remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri dari
kortikosteroid inhalasi dan sistemik.
- Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui
merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan mediator dari sel mast.
23
- Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi.
- Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka lama
mempunyai efek anti inflamasi walau pun kecil.
- Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.
Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial
24
2. Bronkodilator (pelega)
- Agonis beta 2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol
yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian
secara inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping yang minimal.
- Metilxantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibanding agonis beta 2.
- Antikolinergik
Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
25
menurunkan tonus vagal intrinsik, selain itu juga menghambat reflek bronkokonstriksi
yang disebabkan iritan.
Tabel 2. obat-obat bronkodilator pada Asma bronkial
26
2.8 Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
2.9 Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga suatu kenyataan
bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih tua lebih banyak, kalau
serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan mendapat pengawasan
yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam
pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan commond cold 29% akan
mengalami serangan ulangan.
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka
kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus
menerus angka kematiannya 9%.
27
BAB IIIANALISA KASUS
3.1. Hubungan Diagnosis dengan keadaan Rumah dan Lingkungan Sekitar
Pasien tinggal di lingkungan rumah yang padat penduduk, sekitar rumah terkesan
tidak bersih. Di rumah pasien sendiri ventilasi rumah sangat kurang hal ini bisa
menjadi pemicu terjadi keluhan yang di alami pasien. selain itu di kamar pasien
sendiri banyak terdapat kain-kain yang bergelantungan yang mana bisa memicu
terjadi sarang-sarang nyamuk.
Jadi dapat di simpulkan, keadaan rumah dan lingkungan sekitar rumah pasien bisa
memicu terjadinya keluhan yang di alami pasien, di karenakan pasien tinggal di
lingkungan padat penduduk dan kebersihan rumah juga kurang.
3.2. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga
Berdasarkan penyakit yang di alami pasien, salah satu faktor resikonya yaitu
genetik. Kakek pasien pernah mengalami keluhan yang sama dengan pasien, yang
mana salah satu faktor predisposisi terjadinya keluhan tersebut yaitu genetik.
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisa diturunkan.
3.3. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan
sekitar
Pada kasus ini timbulnya gejala dikarenakan cuaca dingin karena hujan pada sore
harinya. Dan di karenakan saat-saat sekarang termasuk dalam musim hujan. Karena
itulah bisa memicu terjadinya keluhan yang di alami pasien.
28
3.4. Analisis kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit pada pasien ini
Faktor resiko pada pasien ini yaitu pengaruh cuaca. Cuaca lembab dan hawa yang
dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
3.5. Analisis untuk mengurangi paparan/memutuskan rantai penularan dengan faktor
resiko atau etiologi pada pasien ini
- Memakai jaket atau selimut bila cuaca dingin
- Menjaga kebersihan lingkungan sekitar
- Minum obat yang teratur
29