42
BAGIAN IKM DAN IKK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN ASPEK K3 PADA PENJAHIT Disusun Oleh: Winarsi C11108353 Asriany Paranoan C11108156 Pembimbing: dr. Sultan Buraena, MS, Sp.OK DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

aspek K3 pada penjahit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan penelitian

Citation preview

Page 1: aspek K3 pada penjahit

BAGIAN IKM DAN IKK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

ASPEK K3 PADA PENJAHIT

Disusun Oleh:

Winarsi C11108353

Asriany Paranoan C11108156

Pembimbing:

dr. Sultan Buraena, MS, Sp.OK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN

ILMU KEDOTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 2: aspek K3 pada penjahit

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari

hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai

suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan

baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan

manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi

keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam

usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat

kerja.1

Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan hal yang

tidak terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya

manusia. Keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja sangat penting

dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya

akan tetapi jauh dari itu keselamatan dan kesehatan kerja berdampak

positif atas keberlanjutan produktivitas kerjanya.1

Dalam melakukan suatu pekerjaan tentu saja harus memperhatikan

keselamatan dan kesehatan kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja

sebagai tukang jahit pada industri konveksi memang merupakan salah

satu aspek penting di lingkungan kerja. Setiap orang yang bekerja di

tukang jahit pada industri konveksi seharusnya memahami pentingnya

keselamatan dan kesehatan kerja. Selain pekerjaan harus terselesaikan

Page 3: aspek K3 pada penjahit

juga harus dapat menjamin kesehatan dan keamanannya, dibutuhkan

kesadaran tenaga kerjanya dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja,

dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengana prosedur yang ada.2

Pelaksanaan keamanan dan kesehatan kerja harus memenuhi

sasaran yaitu untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, mencegah

timbulnya penyakit akibat kerja, mencegah/mengurangi kematian dan

cacat tetap, pemeliharaan terhadap peralatan kerja, dapat meningkatkan

produktifitas kerja sehingga tenaga kerja tidak harus memeras tenaganya,

dapat menjamin keadaan kempat kerja yang aman dan sehat, dapat

memperlancar kegiatan dan pekerjaan pada industri konveksi tersebut.2

Sama halnya dengan usaha penjahitan berbagai kemungkinan

terjadinya kecelakaan kerja dapat terjadi. Hal ini dapat disebabkan karena

kurangnya pengetahuan pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan

kerja itu sendiri.2

Selain kemungkinan besar terjadinya kecelakaan kerja pada

penjahit, penyakit akibat kerja juga tidak menutup kemungkinan dapat

terjadi pada pekerja (penjahit) apalagi pada usaha yang informal. Hal ini

disebabkan karena pada biasanya mereka bekerja dengan peralatan apa

adanya tanpa memenuhi syarat ergonomic alat tersebut serta jam kerja

yang tidak menentu.2

Tak ibahnya usaha formal, usaha informal juga memerlukan

pelayanan kesehatan okupasi. Pelayanan kesehatan primer kedokteran

okupasi adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pekerja, baik

Page 4: aspek K3 pada penjahit

sebagai individu maupun komunitas pekerja pada tingkat primer (Azrul

Azwar, 1996).1

Penjahit pada industri rumah tangga merupakan sampel yang

dipilih, dimana kegiatan penjahit dalam melakukan usahanya

menghasilkan pakaian jadi mereka masih menggunakan tenaga manusia

dan perlatan tradisional. Peralatan tradisional yang biasa digunakan

penjahit adalah mesin jahit injak.2

Namun, seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi

mesin jahit injak ini mulai dialihkan pada mesin jahit dynamo. Mesin

jahit dynamo ini adalah mesin jahit yang menggunakan dynamo sebagai

pengayuh/penggerak mesin. Hal ini dilakukan untuk lebih

mengefektifkan dan mengefisienkan pekerjaan penjahit untuk

menghasilkan berbagai bahan jadi seperti baju, celana dll.2

Berdasarkan landasan diatas maka timbul pemikiran dan keinginan

untuk mensurvei kesehatan dan keselamatan kerja pada sektor usaha

informal yaitu usaha penjahitan. Selain itu survai ini juga merupakan

salah satu kewajiban untuk memenuhi tugas mata kuliah K3 (Kesehatan

dan Keselamatan Kerja).

1.2. TUJUAN PENELITIAN

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui tentang aspek keselamatan dan kesehatan

kerja penjahit pada industri konveksi

1.2.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui faktor hazard yang dialami penjahit

Page 5: aspek K3 pada penjahit

b. Untuk mengetahui tentang alat kerja dan cara kerja/proses

yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan penjahit

c. Untuk mengetahui APD yang digunakan penjahit

d. Untuk mengetahui ketersediaan obat P3K ditempat kerja

penjahit

e. Untuk mengetahui pemeriksaan kesehatan yang pernah

dilakukan sesuai peraturan (sebelumkerja, berkala,

berkalakhusus)

f. Untuk mengetahui resiko penyakit yang dapat muncul

berhubungan dengan pekerjaan penjahit.

g. Untuk mengetahui prinsip pengontrolan benda hazard

BAB II

Page 6: aspek K3 pada penjahit

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu

sistem yang dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada

semua personel di tempat kerja agar tidak menderita luka maupun

menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan mematuhi/taat pada

hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang tercermin pada

perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja, program

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program

yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan

(preventif) timbulnya kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan

kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang

berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan

kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.1,2

Keselamatan kerja merupakan sebuah keniscayaan dalam dunia

kerja hari ini. Kondisi ini bukan hanya disebabkan oleh aturan atau

regulasi pemerintah dalam bidang ketenaga-kerjaan yang semakin ketat

tapi juga demi keberlanjutan bisnis dari perusahaan itu sendiri. Secara

umum, kesehatan dapat diartikan sebagai perlindungan terhadap tubuh

dan pikiran dari penyakit yang berasal dari material, proses dan prosedur

yang digunakan di tempat kerja. Sedangkan keselamatan dapat

definisikan sebagai perlindungan dari luka fisik. Batasan antara

kesehatan dan keselamatan sebuah kondisi yang dikenal dengan sakit.

Page 7: aspek K3 pada penjahit

Kedua kata ini sering digunakan secara bersama-sama untuk

mengindikasikan penampakan fisik dan kesehatan mental dari individu di

tempat kerja.1

Dalam konteks yang sedikit berbeda, keselamatan kerja dapat

diartikan sebagai adalah merupakan segala sarana dan upaya untuk

mencegah terjadinya suatu kecelakaan kerja. Dalam hal ini keselamatan

yang dimaksud bertalian erat dengan mesin, alat kerja dalam proses

landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan

pekerjaan. Tujuan keselamatan kerja adalah melindungi keselamatan

tenaga kerja didalam melaksanakan tugasnya, melindungi keselamatan

setiap orang yang berada di lokasi tempat kerja dan melindungi

keamanan peralatan serta sumber produksi agar selalu dapat digunakan

secara efisien.2

Dessler (1992) mengatakan bahwa program keselamatan dan

kesehatan kerja diselenggarakan karena tiga alasan pokok, yaitu 3:

1. Moral. Para pengusaha menyelenggarakan upaya pencegahan

kecelakaan dan penyakit kerja pertama sekali semata-mata atas

dasar kemanusiaan. Mereka melakukan hal itu untuk memperingan

penderitaan karyawan dan keluarganya yang mengalami

kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

2. Hukum. Dewasa ini, terdapat berbagai peraturan perundang-

undangan yang mengatur ikhwal keselamatan dan kesehatan kerja,

dan hukuman terhadap pihak-pihak yang melanggar ditetapkan

cukup berat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu,

Page 8: aspek K3 pada penjahit

perusahaan dapat dikenakan denda, dan para supervisor dapat

ditahan apabila ternyata bertanggungjawab atas kecelakaan dan

penyakit fatal.

3. Ekonomi. Adanya alasan ekonomi karena biaya yang dipikul

perusahaan dapat jadi cukup tinggi sekalipun kecelakaan dan

penyakit yang terjadi kecil saja. Asuransi kompensasi karyawan

ditujukan untuk member ganti rugi kepada pegawai yang

mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Schuler dan Jackson (1999) mengatakan, apabila perusahaan dapat

melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik,

maka perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut 3:

1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja

yang hilang.

2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.

3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.

4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih

rendah karena menurunnya pengajuan klaim.

5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari

partisipasi dan ras kepemilikan.

6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan

citra perusahaan.

7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial.

2.2 FAKTOR HAZARD PADA PENJAHIT

Page 9: aspek K3 pada penjahit

Yang dimaksud dengan Hazard atau potensi bahaya menunjukan

adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau

penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja

atau instansi. Sedangkan kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest,

sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya

menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan

baik.3

Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada

Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan,

tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang

sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana

terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua

ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-

bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.3

Pada dasarnya, terdapat ruang lingkup dalam penentuan bahaya

atau hazard di tempat kerja. Yakni mencakup pengenalan, evaluasi dan

pengendalian. Pada kondisi lingkungan kerja tersebut dapat dikenali

potensi hazard yang ada, yaitu:3

1. Potensi hazard lingkungan fisik

Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat

menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang

terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim

(panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran,

radiasi. Potensi hazard lingkungan fisik ini meliputi kebisingan. Nilai

Page 10: aspek K3 pada penjahit

ambang batas untuk kebisingan adalah 85 dB  untuk 8 jam pemajanan, 90

dB untuk 4 jam pemajanan, 95 dB  untuk 2 jam pemajanan, dan

seterusnya Sumber kebisingan yang ada terletak pada saaat pekerja mulai

menjalankan mesin jahit yang mengakibatkan ruangan tersebut menjadi

bising. Jenis kebisingan ini termasuk intermittent noise atau kebisingan

yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah. Potensi hazard

lingkungan fisiologi.

Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau

yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak

sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan

pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang

tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak

sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara

manusia dan mesin.

Potensi hazard lingkungan fisiologis meliputi ergonomis. Pada saat

melakukan pekerjaan para penjahit pada posisi duduk tegak tanpa

bantalan pada alas dan sandaran kursi. Posisi duduk dapat mengakibatkan

sakit punggung karena terlihat pada posisi duduk pekerja tersebut yang

harus menyesuaikan dengan mesin jahit.

2. Potensi hazard lingkungan Kimia

Potensi bahaya kimia, yaitu  potesni bahaya yang berasal dari

bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi

bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja

melalui: inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke

Page 11: aspek K3 pada penjahit

saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh

potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis

bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap.

asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh.

Sedangkan berdasarkan jenis-jenis bahaya antara lain:4

1. Bahaya fisik adalah bahaya yang berasal dari lingkungan fisik

disekitar, seperti kebisingan, radiasi, suhu/temperature dan getaran,

dll.

2. Bahaya kimia adalah substansi bahan kimia yang digunakan dalam

proses produksi dan penyimpanan serta penanganan limbah,

seperti: debu, gas, uap, cairan tertentu, asap dan kabut asap.

3. Bahaya biologis adalah bahaya yang berasl dari makhluk hidup

selain manusia dan lebih mengarah pada aspek kesehatan seperti:

virus, bakteri dan jamur.

4. Bahaya ergonomi adalah bahaya yang disebabkan karena

ketidaksesuaian antara peralatan kerja dengan pekerja seperti kursi

terlalu rendah, meja yang terlalu tinggi, dll.

5. Bahaya psikologi adalah bahaya yang dapat menyebabkan kondisi

psikologi pekerja tidak baik yang berpengaruh terhadap pekerjaan,

seperti stress karena kelebihan beban kerja atau rekan kerja, dll.

2.3 ALAT DAN CARA KERJA

Page 12: aspek K3 pada penjahit

Pada umumnya alat jahit digunakan untuk membuat pakaian.

Beberapa alat yang sering digunakan seperti mesin jahit, jarum, benang,

kain, gunting, kapur jahit, sterika, dan sebagainya.3

Untuk proses produksi, pertama-tama yang dilakukan adalah

mengukur konsumen, setelah itu membuatkan pola. Pola ini dibuat guna

mempermudah membuat bentuk baju maupun celana sesuai ukuran

konsumen. Setelah itu pola digunting dan diobras agar serat-serta kain

tidak terlepas. Setelah diobras, kain tersebut kemudian dijahit dengan

menggunakan mesin jahit. Selanjutnya, pakaian lantas disterika sebelum

diambil oleh pemilik pakaian.3

2.4 PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PENJAHIT

Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan

tempat, peralatan dan lingkungan kerja. Namun terkadang keadaan

bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan

alat-alat pelindung diri (personal protective devices). Alat-alat demikian

harus memenuhi persayaratan:5

Enak dipakai

Tidak mengganggu kerja

Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.

Alat pelindung diri mencakup bagian kepala, mata, muka,

tangan dan jari-jari, kaki, alat pernafasan, telinga dan tubuh.

Para pekerja yang beraktivitas dan melakukan pekerjaannya, tidak

menggunakan APD (alat pelindung diri) dalam bentuk apapun. Alat

Page 13: aspek K3 pada penjahit

pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang

berpotensi terkena resiko dari bahaya. Pada bidang konveksi ini, APD

yang seharusnya digunakan yaitu:4

a. Kacamata

Dengan menggunakan kacamata, para tukang jahit diharapkan

dapat terlindung dari zat pewarna yang digunakan pada proses

pewarnaan pakaian yang dapat mengakibatkan perih pada mata.

b. Sarung tangan.

Dengan menggunakan sarung tangan, para tukang jahit dapat

melindungi bagian tangan dari benda tajam, resiko terbakar atau

tersengat listrik, bahan kimia, ataupun infeksi kulit.

c. Masker

Dengan pemakaian masker di mulut dan hidung akan terlindung

dari debu.

d. Pakaian lengan panjang

Menggunakan pakain lengan panjang saat bekerja sangat penting

pada perlindungan diri yaitu dapat terlindung dari penetrasi benda

tajam (jarum jahit, gunting).

e. Alat pelindung kaki

Pada alat pelindung kaki biasa yang digunakan ada pemakaian

sepatu yang nyaman agar terhindar dari lantai licin, lantai basah,

benda tajam, dan benda jatuh.

f. Kursi yang dilengkapi dengan sandaran

Page 14: aspek K3 pada penjahit

Agar sewaktu-waktu jika punggung terasa lelah, dapat

direfleksikan pada bantalan kursi

2.5 KETERSEDIAAN OBAT P3K

Kotak pertolongan pertama kecelakaan (P3K) seharusnya wajib

dimiliki di setiap tempat pekerjaan. Hal ini sangat bermanfaat dalam

keadaan darurat ataupun kecelakaan. Tujuan dari P3K adalah untuk

menyelamatkan nyawa atau mencegah kematian, mencegah cacat yang

lebih berat, dan menunjang penyembuhan.4

2.6 PEMERIKSAAN KESEHATAN

Pengusaha harus mengadakan pemeriksaan kesehatan sebelum

kerja, pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus

oleh dokter yang telah memiliki sertifikasi.2,4

Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dilakukan supaya

memastikan pekerja sehat secara fisik dan mental untuk melakukan

pekerjaannya serta tidak menderita penyakit menular yang dapat

mempengaruhi pekerja lain. Pemeriksaan sebelum bekerja meliputi

pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru dan

laboratorium rutin, serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu. 2,4

Pemeriksaan berkala dilakukan oleh dokter sekurang-kurangnya

setahun sekali. 2,4

Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan oleh dokter untuk pekerja

tertentu yang melakukan pekerjaan dengan resiko-resiko tertentu.

Page 15: aspek K3 pada penjahit

Pemeriksaan kesehatan khusus juga dilakukan kalau pekerja mengeluh

tentang masalah kesehatan yang mereka derita. 2,4

2.7 RESIKO PENYAKIT YANG DAPAT MUNCUL

Bahan hazard dapat menyebabkan gangguan kesehatan terhadap

orang-orang di tempat kerja. Gangguan tersebut dapat terjadi secara

langsung dalam proses kerja, yang dihasilkan oleh aktivitas kerja atau

yang terjadi secara alami.

Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk,

susunan, ukuran, dan tata letak peralatan, penempatan alat petunjuk, cara

memperlakukan peralatan seperti macam gerak, arah, dan kekuatan

(Anies, 2005).

Menurut Anies, ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan

dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu semua pekerjaan

hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau berdiri secara bergantian.

Lalu semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya

hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statis

diperkecil. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak

membebani melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot yang

sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan

pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah

terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah

keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas.

Page 16: aspek K3 pada penjahit

Pada posisi duduk, berat badan seseorang secara parsial ditopang

oleh tempat duduk tetapi konsumsi energi dan ketegangan saat posisi

duduk lebih tinggi bila dibandingkan dengan posisi berbaring karena

tangan bisa bergerak bebas tapi ruang gerak sangat terbatas oleh luas

tempat duduk.

Sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah

punggung (Nurmianto, 2003). Menurut Sastrowinoto (1985) kerugian

yang diakibatkan sikap duduk yaitu otot perut mengendor, perkembangan

punggung melengkung, tidak menguntungkan bagi jalur pencernaan dan

pernafasan.

Menurut Sutalaksana (1979) beberapa penyebab kelelahan pada

industri adalah intensitas dan lamanya kerja fisik atau mental, lingkungan

(iklim, pencahayaan, dan kebisingan), irama circardian, masalah psikis

(seperti tanggung jawab, pikiran dan konflik), penyakit yang dialami dan

nutrisi. Gejala kelelahan yang penting perasaan letih, mengantuk, pusing,

dan tidak enak dalam bekerja. Gejala kelelahan lainnya adalah semakin

lamban dalam berpikir, menurunnya kewaspadaan, persepsi yang lemah

dan lambat, tidak semangat bekerja, penurunan kinerja tubuh dan mental.

Apabila kelelahan tidak disembuhkan, suatu saat akan menjadi kelelahan

kronis yang menyebabkan meningkatnya ketidakstabilan psikis, depresi,

tidak semangat dalam bekerja, dan meningkatnya kecenderungan sakit.

2.8 PENGONTROLAN BAHAN HAZARD

Page 17: aspek K3 pada penjahit

Aturan Control of Substances Hazardous to Health Regulations

(COSHH) 1988 bertujuan untuk mencegah gangguan kesehatan akibat

paparan zat berbahaya. Dalam konteks ini, pengusaha diharapkan untuk

mengembangkan langkah-langkah kontrol yang sesuai dan memadai

dengan cara.1

Mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko;

Mengambil tindakan untuk mengurangi dan mengendalikan

risiko;

Menjaga tindakan pengendalian dalam peninjauan berkala.

Dalam rangka membantu pengusaha dengan tugas tersebut, Health

and Safety Executive atau HSE telah menghasilkan delapan prinsip

berikut:1

Merancang dan mengoperasikan proses dan kegiatan untuk

meminimalkan emisi, rilis dan penyebaran zat berbahaya bagi

kesehatan.

Memperhitungkan semua jalur masuk terkait paparan -

inhalasi, penyerapan kulit dan pencernaan - ketika melakukan

tindakan pengendalian.

Kontrol eksposur melalui langkah-langkah yang proporsional

dengan risiko kesehatan.

Pemilihan opsi pengendalian yang paling efektif dan dapat

diandalkan dengan meminimalkan penyebaran zat berbahaya.

Ketika kontrol yang memadai dari paparan tidak dapat dicapai

dengan cara lain, maka harus disediakan, dalam kombinasi

Page 18: aspek K3 pada penjahit

dengan tindakan pengendalian lainnya, alat pelindung diri yang

sesuai.

Periksa dan tinjau secara teratur semua elemen tindakan

pengendalian untuk efektivitas.

Menginformasikan dan melatih semua karyawan tentang

bahaya dan risiko dari zat yang ada di tempat kerja dan

menggunakan tindakan pengendalian untuk meminimalkan

risiko.

Memastikan bahwa pengenalan tindakan pengendalian tidak

meningkatkan risiko secara keseluruhan terhadap kesehatan

dan keselamatan.

Page 19: aspek K3 pada penjahit

BAB III

METODOLOGI

3.1. BAHAN DAN CARA

3.1.1. Peralatan yang diperlukan

Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk through

survey (survey jalan sepintas) dalam rangka untuk survey

kesehatan dan kedokteran kerja pada tukang jahit di industri

konveksi, diantaranya:

a. Alat tulis menulis

Berfungsi sebagai media untuk pencatatan selama survey

jalan sepintas.

b. Kamera

Berfungsi sebagai alat untuk memotret keadaan-keadaan

yang terdapat pada industri konveksi.

c. Check list

Berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan data primer

mengenai survey jalan sepintas yang dilakukan.

3.1.2. Cara Pemantauan

Kami merencanakan untuk memantau dan mengidentifikasi

faktor yang berhubungan dengan penyakit akibat kerja pada

industri konveksi. Pemantauan ini dilakukan dengan metode walk

through survey dengan menggunakan kuesioner dan check list.

Page 20: aspek K3 pada penjahit

3.2. LOKASI

Lokasi survey kesehatan dan kedokteran kerja yang dijalankan adalah

pada industri konveksi.

3.3. BIAYA

Biaya yang digunakan pada survey ini adalah swadaya.

3.4. JADWAL

Waktu pelaksanaan survey ini dilaksanakan pada tanggal 11 – 12

September 2013.

JADWAL KEGIATAN

NO Tanggal Kegiatan

1. 9 September 2013 Melapor ke bagian K3 RS Ibnu Sina

Pengarahan kegiatan

2. 10 September 2013 Pembuatan proposal

4. 11 September 2013 Walk Through Survey

5. 11- 12 September 2013 Pembuatan laporan Walk Through Survey

6. 13 September 2013 Presentasi laporan Walk Through Survey

Page 21: aspek K3 pada penjahit

BAB IV

HASIL

4.1. SEJARAH SINGKAT DAN GAMBARAN UMUM LOKASI

SURVEI

4.2. PENGETAHUAN TENTANG K3

Setelah dilakukan survei lapangan pada tukang jahit pakaian di

salah satu tempat penjahit pakaian di sekitar Panaikang Jl.Urip

Sumoharjo, mendapatkan informasi dari tukang jahit tempat meneliti

bahwa beliau tidak mengetahui tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

Pada saat menanyakan tentang APD atau alat pelindung diri beliau

juga mengatakan bahwa ia tidak pernah mendengar dan mengetahui

tentang hal tersebut. Namun, melihat beberapa penerapan lokasi dan

peralatan pekerjaan yang digunakan menyimpulkan bahwa beliau

sebenarnya mengetahui tentang alat pelindung diri meskipun tidak secara

lengkap dan mendetail.

Alat pelindung diri yang beliau kenal tidak seperti alat pelindung

diri yang biasa digunakan dalam dunia kerja modern. Pada usaha informal

seperti tempat menjahit pakaian yang teliti menggunakan alat pelindung

diri secara tradisional yang tidak memerlukan biaya yang cukup besar.

Namun, alat pelindung diri tersebut cukup jitu untuk mencegah terjadinya

kecelakaan kerja.

Salah satu contoh bahwa beliau mengetahui tentang APD adalah

beliau menggunakan kursi yang dimodifikasi dengan pemabahan bantal

Page 22: aspek K3 pada penjahit

pada kursi agar posisi duduk pekerja lebih nyaman dan tidak memberikan

rasa sakit saat duduk dalam waktu yang relative lama.

4.3. TINJAUAN UMUM

Suasana penerangan yang ada di tempat penjahit ini cukup baik

karena mendapatkan penerangan alami matahari. Kondisi ini

dimungkinkan karena konstruksi bagian depan yang terbuka. Akan tetapi

karena berada di pinggir jalan, kerap kali polusi udara dan suara menjadi

suatu gangguan dalam menyelesaikan pekerjaan. Sementara untuk

pemeliharaan tempat dan alat kurang baik.

4.4. HAZARD LINGKUNGAN KERJA

Faktor kebisingan yang muncul pada tempat penjahitan ini

umumnya berasal dari mesin jahit dan suara kendaraan yang lalu-

lalang di depan lokasi survei. Konstruksi dalam tempat penjahitan

yang tidak terlalu lapang dan padat dengan bahan baku menjadikan

suara bising dari mesin jahit menjadi polusi suara.

Faktor kimia

Faktor kimia sehubungan masalah kesehatan tidak dijumpai di

lokasi survei. Salah seorang penjahit mengungkapkan bahwa

belum pernah terjadi peristiwa serius yang terkait dengan faktor

kimia.

Faktor biologi

Page 23: aspek K3 pada penjahit

Faktor biologi terkait dengan masalah kesehatan sebenarnya bukan

suatu peristiwa serius. Namun berdasarkan hasil wawancara

singkat dengan salah seorang penjahit mengungkapkan bahwa

terkadang bahan baku yang digunakan menimbulkan reaksi alergi

pada mereka.

Faktor ergonomic

Para penjahit bekerja berdasarkan proses penjahitan yang

dilakukan. Tidak jarang pekerja tersebut harus duduk dalam jangka

waktu yang cukup lama. Mesin jahit yang digunakan juga sama

sekali tidak disesuaikan dengan kebutuhan ergonomis penjahit.

Ukuran mesin jahit yang lebih besar jika dibandingkan ukuran

tubuh penjahit menjadi suatu kendala yang kerap kali

menimbulkan keluhan berupa kram-kram dan rasa tidak nyaman di

daerah punggung. Selain itu, kursi yang disiapkan juga tanpa

sandaran untuk relaksasi. Namun tampak beberapa pegawai

mengatasi masalah tersebut dengan bantalan yang digunakan

sebagai alas duduk atau melakukan relaksasi dengan sekali-kali

berdiri.

Faktor Psikososial

Jadwal kerja yang diterapkan pada tempat penjahitan ini sama

seperti jadwal kerja industri rumahan lainnya. Jasa menjahit ini

buka dari senin - sabtu dari jam 09.00 – 21.00. Hubungan para

pekerja terlihat cukup harmonis dan menurut para penjahit gaji

Page 24: aspek K3 pada penjahit

yang mereka peroleh bervariasi, tergantung jumlah orderan yang

mereka selesaikan.

4.5. ALAT YANG DIGUNAKAN DALAM BEKERJA

Kapur jahit

Kapur ini digunakan pada bahan baku kain untuk membentuk pola

sesuai ukuran yang diharapkan konsumen.

Gunting

Gunting dibutuhkan untuk memotong kain berdasarkan pola yang

telah dibuat.

Mesin jahit

Digunakan untuk menyatukan pola yang nantinya akan membentuk

suatu pakaian. Mesin jahit sudah dilengkapi dengan jarum dan

benang jahit.

Mesin obras

Mesin ini digunakan untuk membuat pengaman bahan kain agar

tidak mudah terurai atau yang sering disebut jahit pinggir.

4.6. ALAT PELINDUNG DIRI

Pada tempat penjahitan yang kami survei sebagian sudah

menggunakan APD akan tetapi penggunaan APD ini tidak semua

diberlakukan pada semua aspek. Hal ini dikarenakan kurangnya

pengetahuan pekerja tentang APD itu sendiri.

Page 25: aspek K3 pada penjahit

Akan tetapi disisi lain pekerja sudah menggunakan APD misalnya

saja kursi yang dilengkapi dengan bantal kursi. Hal ini merupakan salah

satu cara mencegah terjadinya penyakit akibat kerja. Penggunaan bantal

kursi ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi pekerja karena dapat

mengurangi rasa sakit saat duduk terlalu lama di kursi kerja. Semua alat

pelindung diri yang pekerja sediakan dilandasi dengan kenyamanan dan

pengalaman saat bekerja. Namun sayangnya, kursi tidak disertai dengan

sandaran agar sewaktu-waktu saat punggung terasa capek itu dapat

direfleksikan pada sandaran kursi. Selain itu, tampak penjahit juga

mengenakan sandal untuk melindungi kakinya.

Oleh sebab itu perlu adanya pengarahan dan pemberian informasi

kepada pekerja tentang penggunaan APD dan pentingnya penggunaan

APD dilingkungan kerja untuk mecegah terjadinya PAK dan kecelakaan

akibat kerja.

4.7. FASILITAS KESEHATAN

Pada tempat penjahitan pakaian ini saya tidak melihat adanya

persedian kotak P3K yang menjadi bantuan pertama saat terjadi

kecelakaan kerja saat melakukan proses pembuatan pakaian jadi.

Untuk itu, sebaiknya pada usaha ini disediakan kotak P3K untuk

megantisipasi keterlambatan pengobatan jika terjadi kecelakaan akibat

kerja.

Page 26: aspek K3 pada penjahit

4.8. PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PERATURAN TENTANG

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang penting

bagi perusahaan, karena dampak kecelakaan dan penyakit kerja tidak

hanya merugikan tenaga kerja, tetapi juga perusahaan baik secara

langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan hasil wawancara dengan

para penjahit di tempat penjahitan ini, mereka mengatakan bahwa tidak

terdapat peraturan tertentu atau tertulis dari pihak pemilik industri

mengenai pemeriksaan kesehatan atau mengenai peraturan kesehatan dan

keselamatan kerja (K3) bagi para penjahit tersebut. Saat bekerja, para

penjahit hanya mengkonsumsi obat-obatan jika punggung terasa sakit

atau timbul alergi. Begitupula dengan resiko tertusuk jarum atau terkena

gunting, mereka membiarkan luka sembuh sendiri dengan pengobatan

seadanya. Para penjahit hanya di anjurkan untuk berhati-hati dalam

menjalankan tugasnya.

Tidak ada upaya tertentu dari pemilik usaha untuk menjalankan

program K3, hanya saja mereka tetap menjamin para pekerja apabila

terjadi kecelakaan yang berhubungan dengan kerja maka pihak industri

akan mengantar ke rumah sakit terdekat dan biaya akan di tanggung oleh

pihak industri. Adapun untuk pemeriksaan kesehatan para pekerja secara

berkala tidak dilakukan. Pada industri ini setidaknya perlu dibuat

mengenai suatu peraturan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3) karena keselamatan kerja adalah proses merencanakan dan

mengendalikan situasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan

Page 27: aspek K3 pada penjahit

kerja melalui persiapan prosedur operasi standar yang menjadi acuan

dalam bekerja sehingga setiap tenaga kerja berhak mendapatkan

perlindungan keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk

kesejahteraan dan meningkatkan produktivitas. Hal ini dilakukan

karena adanya perbedaan status sosial antara tenaga kerja dan pengusaha

sebagai pemberi kerja dalam melakukan hubungan kerja.

Page 28: aspek K3 pada penjahit

DAFTAR PUSTAKA

1. Hughes, Phill, Ed Ferret. Introduction to Health and Safety at Work, 5th

edition. Oxford and Massachusets: Elsevier, 2011.

2. Musoffan, Wildan. Analisa Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja

dalam Upaya Identifikasi Potensi Bahaya. Jakarta: Universitas

Gunadarma, 2007.

3. Sakinah, Rifah. Penilaian Resiko Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di

Industri Informal (Konveksi).

http://k3kesmasauinalauddin.com/2012/04/k3-rifah-sakinah.html, diakses

pada 9 September 2013 pukul 11.53.

4. Putri, DRO. Penerapan K3 pada Industri Konveksi.

http://k3tium.wordpress.com/2012/11/14/makalah-observasi-k3-di-

konveksi-busana/html, diakses pada 10 September 2013 pukul 20.00.

5. Ibrahim Jati Kusuma. Pelaksanaan Program Keselamatan Dan Kesehatan

Kerja Karyawan Pt. Bitratex Industries Semarang.

http://eprints.undip.ac.id/26498/2/Jurnal.pdf, diakses pada 9 September

2013.