BAB 1 2 3 Asger Ciltim

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asger

Citation preview

ASESMEN GERIATRISEORANG WANITA 73 TAHUN DENGAN HIPERTENSI DAN DERMATITIS ATOPIK

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan MasyarakatPeriode 25 Mei 2015 1 Agustus 2015

Disusun Oleh:Arifi (030.10.039)Fyrnaz Kautharifa (030.10.111)Jeffrie Irtan (030.10.140)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKATPERIODE 25 MEI 2015 1 AGUSTUS 2015FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIJAKARTA 2015

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiLEMBAR PENGESAHANiiiDAFTAR ISIvBAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang1B. Tujuan Penulisan3C. Manfaat Kegiatan3BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Ageingdan permasalahannya ...................................................................5B. Hipertensi pada lanjut usia14C. Prinsip Comprehensive CareBAB III METODEA. Desain ....................................................................................................B.Lokasi.............................................................................................................C.Diagnosis masalah......................................................................................... D.Penatalaksanaan............................................................................................BAB IV ASESMEN GERIATRIA. Identitas Lanjut UsiaB. Riwayat MedisC. Pemeriksaan FisikD. Data LaboratorikE. Pemeriksaan Tambahan F. Pola Konsumsi G.Identifikasi Lingkungan RumahH.Summary Asesmen GeriatriI.Daftar Masalah dan Rencana PenangananJ.Pengelolaan Perawatan Komperhensif / Comprehensive CareBAB IV PENUTUPA.KesimpulanB.SaranDAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

BAB IPENDAHULUAN

Latar Belakang

Usia lanjut atau lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya,sedangkan pra lansia adalah usia 45-59 tahun. Lansia dengan resiko tinggi adalah umur 70 tahun atau lebih dan lansia berusia 60 tahun dengan masalah kesehatan.Pada individu usia lanjut, kesehatan dan status fungsional ditentukan oleh resultan dari faktor-faktor fisik, psikologis, dan sosioekonomi individu tersebut. Oleh karena itu biasanya penyakit yang timbul pada usia lanjut akan berbeda perjalanan dan penampilannya dengan yang terdapat pada populasi lain sehingga pelayanan kesehatan pada usia lanjut akan berbeda dengan pelayanan kesehatan pada golongan populasi lain.Populasi lansia pada masa ini semakin meningkat, pelayanan kesehatan usialanjut ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Pelayanan kesehatan tersebut harus bersifat menyeluruh atau yang disebut dengan Comperhensive Health Care Service yang meliputi aspek promotive, preventive, curative, dan rehabilitative. Prioritas yang harus dikembangkan oleh Puskesmas harus diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar (basic health care service) yang lebih mengedepankan upaya promosi dan preventif (public health service). Salah satu jenispelayanan kesehatanyang dapat diberikankepada lansiaadalah kunjungan rumah atau home visit geriatry. Pada home visit geriatry dilakukan asesmen geriatric yang akan mengevaluasi kesehatan secara komprehensif pada lansia dengan harapan dapat meningkatkan kualitas kesehatan lansia yang dikunjungi. Dari home visit geriatry dapat ditemui berbagaipermasalahan padalansia.Dermatitis atopik merupakan masalah kesehatan, karena sifatnya yang kronik residif, sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Walaupun predisposisi genetik merupakan salah satu faktor risiko yang paling penting, tetapi meningkatnya prevalensi dermatitis atopik di negara-negara industri menunjukkan bahwa faktor lingkungan (pajanan mikroba dan nutrisi) juga mempunyai peran yang cukup penting. Etiologi pasti dermatitis atopik ini belum diketahui, namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa dermatitis atopik ini disebabkan dari interaksi antara genetik, lingkungan, defek sawar kulit dan sistem imun. Tidak ada penyembuhan yang total untuk dermatitis atopik, namun gejala yang timbul cenderung berkurang seiring dengan perjalanan usia. Sebagian besar penderita mengalami periode remisi dan periode kambuh penyakit ini selama bertahun-tahun. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya dermatitis atopik yang persisten antara lain, Prevalensi dermatitis atopik pada anak cenderung meningkat pada beberapa dekade terakhir. Di Asia Tenggara didapatkan prevalensi dermatitis atopik pada orang dewasa adalah sebesar kurang lebih 20%. Data mengenai penderita dermatitis atopik di Indonesia belum diketahui secara pasti.Hipertensi didefinisikan sebagai peningakatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg menurut JNC VII. Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik > 140 mmHg merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler daripada tekanan darah diastolik. Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dariberkurangnyakelenturan.Denganmengerasnyaarteri-arteriinidanmenjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Dinding,yang kini tidak elastis, tidak dapat lagi mengubah darah yang keluar dari jantungmenjadi aliran yang lancar. Hasilnya adalah gelombang denyut yang tidak terputus dengan puncak yang tinggi (sistolik) dan lembah yang dalam (diastolik).

1.2. Rumusan MasalahDengan memperhatikan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Mengetahui hasil asesmen geriatri pada salah satu pasien Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu1.3. Tujuan Penelitian1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui, menganalisa, dan mendeskripisikan hasil asesmen geriatri pada salah satu pasien Puskesmas Kecamatan pasar Minggu

1.3.2. Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam asesmen geriatri ini adalah:1. Untuk mengetahui faktor resiko yang terdapat pada pasien2. Untuk mengetahui fungsi biologis,psikologis dan sosial pasien3. Untuk memberikan intervensi yang bisa diterapkan oleh pasien

1.4. Manfaat Penelitian1. Bagi PuskesmasManfaat bagi Puskesmas yaitu dapat membantu Puskesmas dalam memberikan alternatif penyelesaian terhadap masalah tersebut. Dengan adanya kegiatan ini dapat membantu Puskesmas dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dalam rangka meningkatkan upaya kesehatan perorangan.

2. Bagi PasienPasien dapat megetahui penyakit yang dideritanya beserta penanganannya sehingga pasien mengerti dan menerapkan masukan yang telah diberikan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

2. Bagi MahasiswaManfaat asesmen geriatri ini bagi mahasiswa yaitu sebagai syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik Ilmu kesehatan Masyarakat. Selain itu dapat melatih kemampuan analisis dan pemecahan terhadap masalah yang ditemukan pada pasien.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

DERMATITIS ATOPIK1. DEFINISIDermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada penderita atau keluarganya.Dermatitis atopik disebut juga penyakit multifaktorial, termasuk di antaranya faktor genetik, emosi, trauma, keringat, dan faktor imunologis.1,3,42. EPIDEMIOLOGI

Kejadian dermatitis atopik menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di negara industri, angka kejadian dermatitis atopik yang tinggi.2Dinegara maju (amerika,eropa,jepang dan negara industri lain) Prevalensi AD telah meningkat selama 30 tahun Terakir. Saat ini diperkirakan bahwa 10-20% dari anak-anak dan 1-3% orang dewasa Menderita Dermatitis Actopic dimana Penderita wanita lebih banyak menderita dermatitis atopi daripada pria dengan rasio 1,3 : 1.4Dermatitis atopik sering dimulai pada masa bayi awal (yang disebut awal-awal dermatitis atopik). Sebanyak 45% dari semua kasus dermatitis atopik dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% mulai pada tahun pertama, dan 85% dimulai sebelum usia 5 tahun. Lebih dari 50% anak yang terpengaruh dalam 2 tahun pertama kehidupan tidak memiliki tanda sensitisasi IgE, tetapi mereka menjadi peka selama terjadi dermatitis atopik.4 Sampai dengan 70% dari anak-anak ini memiliki remisi spontan sebelum masa remaja. Penyakit ini juga dapat dimulai pada orang dewasa (yang disebut dermatitis atopik onset lambat).,3

3FAKTOR PENCETUS MakananMakanan yang diberikan kepada bayi akan berdampak pada terjadinya alergi, termasuk dermatitis atopik. Sebab, sejumlah makanan mengandung alergen yang dapat memicu terjadinya dermatitis atopik. Menurut beberapa peneliti, bahan makanan yang banyak menimbulkan reaksi alergi adalah bahan makanan yang mempunyai kandungan protein tinggi, misalnya susu sapi, telur, kacang tanah, coklat, ikan laut. Karena itu, pengenalan makanan yang mengandung alergen sebelum 4 bulan akan meningkatkan angka kejadian dermatitis atopik sebesar 1,6 kali. Sensitisasi umumnya terjadi terhadap alergen makanan, terutama susu sapi, telur, kacang-kacangan, dan gandum. Oleh karena itu, salah satu cara yang dilakukan untuk mencegah terjadinya dermatitis atopik adalah memberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif. Banyak penelitian memperlihatkan bahwa pemberian ASI eksklusif yang berarti penghindaran terhadap paparan alergen susu sapi, menurunkan angka kejadian dermatitis atopik. Dimana Secara umum, alergi makanan mungkin bertanggung jawab untuk memperburuk keadaan penyakitnya. Sebaliknya, alergi makanan kurang berperan peran pada penderita DA dewasa .2,5 Faktor lingkungan (Alergen) Paparan aeroallergen debu rumah serta serbuk sari merupakan alergen hirup yang berkaitan erat dengan asma bronkiale pada atopi dapat menjadi faktor pencetus DA. 95% penderita DA mempunyai IgE spesifik terhadap debu rumah. Derajat sensitisasi terhadap aeroalergen berhubungan langsung dengan tingkat keparahan DA.4 Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan dengan uji tempel positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada alergi debu rumah, dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST) 95% penderita DA mengandung IgE spesifik positif terhadap debu rumah dibandingkan pada penderita asma yang hanya 42% di Amerika Serikat. Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh alergen hirup lainnya seperti bulu binatang rumah tangga, jamur di negara-negara dengan 4 musim. 6Suhu dan kelembaban udara juga merupakan faktor pencetus DA, suhu udara yang terlampau panas/dingin, keringat dan perubahan udara tiba-tiba dapat menjadi masalah bagi penderita DA4 Infeksi kulitPenderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh kuman umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus dapat ditemukan pada 90% lesi penderita DA dan jumlah koloni bisa mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut. Akibat infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya melepaskan histamin. Oleh karena itu penderita DA dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap kuman stafilokokus dan steroid topikal.3 Stres Emosi 5

Stress emosi tidak menyebabkan dermatitis atopik, namun sering menjadi faktor pencetus kekambuhan penyakit. Penderita dermatitis atopik sering kali frustasi, malu dan mengalami tekanan mental lain yang menyebabkan nilai ambang gatal menurun sehingga meningkatkan siklus gatal dan garukan. Relaksasi atau perubahan modifikasi perilaku dan kebiasaan mungkin dapat membantu penderita dermatitis atopik yang mempunyai kebiasaan menggaruk

4 ETIOLOGIPenyebab pasti dermatitis atopik belum diketahui, tetapi faktor keturunan,interaksi antara kerusakan fungsi barier kulit,kelainan imunitas,lingkungan dan alergen.diduga sebagai penyebab DA.1,3,4,5

5 PATOFISIOLOGI 1,35.1 Genetika Dermatitis Atopik

Tingkat penurunan secara genetic untuk DA lebih tinggi pada kembar monozigot (77%) apabila dibandingkan dengan kembar dizigotik (15%). Asma dan rhinitis alergi pada orang tua tampaknya menjadi faktor kecil dalam pengembangan dermatitis atopik pada keturunannya.Genome wide scans 10 telah menyoroti beberapa kemungkinan dermatitis Actopic berhubungan dengan lokus pada kromosom 3q21,1q21 16q,17q25, 20p, dan 3p26. Wilayah garis keturunan tertinggi diidentifikasi pada 1q21 kromosom.3Dermatitis atopik sangat berkaitan erat dengan atopi, yaitu istilah yang menunjukkan suatu kecenderungan individu dan atau familial untuk tersensitisasi dan memproduksi antibodi IgE sebagai respons terhadap pajanan alergen yang biasanya berupa protein dan menyebabkan timbulnya gejala alergik tipikal. Faktor herediter pada individu diyakini penyebab terjadinya kecenderungan atopik pada bayi dan anak. Riwayat keluarga dengan penyakit alergi sangat berguna sebagai penanda dini penyakit atopi. Bayi dan anak dengan riwayat keluarga alergi lebih mudah mengalami peningkatan kadar IgE dan memperlihatkan manifestasi klinis alergi jika terpajan dengan alergen pada usia dini.1,9 Banyak penelitian epidemiologi telah membuktikan bahwa faktor genetik mempunyai peranan dalam menimbulkan penyakit atopi. Anak yang lahir dari keluarga yang mempunyai riwayat penyakit atopi, kemungkinan besar akan menderita penyakit atopi di kemudian hari.1,9 Bila salah satu orang tua mempunyai riwayat penyakit atopi, maka kemungkinan anaknya menjadi atopi juga adalah 19,8%. Bila atopi mengenai kedua orang tua, maka frekuensi kemungkinan anaknya menderita atopi menjadi 42,9%., dan 72,2% menjadi atopi bila kedua orang tua mempunyai riwayat atopi yang sama, serta 85% menjadi atopi jika baik kedua orang tua maupun saudara kandung mempunyai riwayat atopi.2

5.2mekanisme pelindung fungsi kulit

Pelindung FisikKompartemen epidermis yang intak merupakan syarat fungsi kulit sebagai barier fisik dan barier kimiawi. Barier itu sendiri merupakan stratum korneum, struktur seperti batu dan semen dari lapisan epidermis atas. Perubahan pada barier yang menyebabkan meningkatnya hilangnya cairan melalui epidermis, merupakan tanda khas dermatitis atopik. Lapisan lemak interselular pada lapisan epidermis bertanduk diproduksi oleh badan lamellar, yang di produksi oleh eksositosis dari keratinosit diatasnnya. Perubahan pada ceramides yang disebabkan oleh adanya variasi pH pada stratum dapat mengganggu pematangan badan lamellar dan merusak fungsi barier. Perubahan pada ekspresi enzim yang terlibat pada keseimbangan struktur perlekatan epidermis juga kemungkinan berperan dalam kerusakan barier epidermis pada pasien dengan dermatitis atopik. 3Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Kekeringan kulit pada dermatitis atopik ditandai dengan kulit yang retak dan berfisura. Kulit terlihat kering, kasar, kusam, dan bila dioles pelembab akan segera kering kembali 2. Hal ini diduga terjadi akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water loss meningkat, skin capacitance (kemampuan stratum korneum meningkat air) menurun. Kekeringan kulit ini mengakibatkan ambang rangsang gatal menjadi relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga memudahkan mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain (seperti sabun, detergen, antiseptik, pemutih, pengawet) untuk melalui kulit dengan segala akibat-akibatnya. 4. Genetika Sistem kekebalan bawaan kulit

Salah satu faktor yang berperan pada DA adalah faktor imunologik. Di dalam kompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung respon imun yang melibatkan sel Langerhans (SL) epidermis, limfosit, eosinofil dan sel mas. 1.4Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup, alergen makanan, autoantigen ataupun super antigen) terpajan ke kulit individu dengan kecenderungan atopi, maka antigen tersebut akan mengalami proses : ditangkap IgE yang ada pada permukaan sel mas atau IgE yang ada di membran SL epidermis. 1.4Bila antigen ditangkap IgE sel mas (melalui reseptor FcRI), IgE akan mengadakan cross linking dengan FcRI, menyebabkan degranulasi sel mas dan akan keluar histamin dan faktor kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif tipe cepat (immediate type hypersensitivity). Pada pemeriksaan histopatologi akan nampak sebukan sel eosinofil. 1.4Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel Langerhans (melalui reseptor FcRI, FcRII dan IgE-binding protein), kemudian diproses untuk selanjutnya dengan bekerjasama dengan MHC II akan dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel Tnaive) yang mengakibatkan reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan terjadi diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi yang menentukan perkembangan sel T ke arah TH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan sitokin IFN-, TNF, IL-2 dan IL-17, sedangkan sel TH2 memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13. Meskipun infiltrasi fase akut DA didominasi oleh sel TH2 namun kemudian sel TH1 ikut berpartisipasi. 1.4Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi dengan perantara IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-delayed type hypersensitivity. Pada pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel netrofil. 1.4Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan FcRI yang terdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran histamin secara spontan oleh sel basofil.Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF dan sitokin pro inflamasi epidermis lainnya yang akan mempercepat timbulnya peradangan kulit DA. 4Sel epitel pada kulit dan adalah garis pertahanan pertama dari sistem kekebalan tubuh bawaan. Mereka dilengkapi dengan berbagai struktur penginderaan, yang meliputi toll like receptors (TLRs), C-jenis lektin, nukleotida- binding oligomerisasi domain-like receptors, dan peptidoglikan - protein.yang berfungsi mengikat bakteri, jamur,virus dan struktur mikroba lain.3

5.3 Mekanisme Immunopathologic Dermatitis Atopik

Genetika Mekanisme Awal Peradangan KulitAwal-awal dermatitis atopik biasanya muncul tanpa adanya terdeteksi IgE-mediated sensitisasi alergi, dan pada beberapa anak - kebanyakan perempuan - sensitisasi tersebut tidak pernah terjadi. Mekanisme awal yang menginduksi peradangan kulit pada pasien dengan dermatitis atopik tidak diketahui. Mereka mungkin memerlukan neuropeptide-terinduksi, peradangan, atau garukan diinduksi rasa gatal, yang melepaskan sitokin pro-inflamasi dari keratinosit, atau mereka bisa menjadi T-cell-dimediasi IgE-independen, tetapi reaksi terhadap alergen terutama terjadi karena penghalang epidermal terganggu atau karena makanan (disebut makanan-sensitif dermatitis atopik). Allergen-IgE spesifik bukan syarat utama, namun, karena uji tempel atopi dapat menunjukkan bahwa alergen hirup yang berpengaruh menimbulkan reaksi positif dalam ketiadaan alergen-IgE spesifik.3

Situs awal kepekaan 3Pada pasien dengan dermatitis atopik onset awal, IgE yang dimediasi oleh sensitisasi sering terjadi beberapa minggu atau bulan setelah lesi muncul, memberi kesan bahwa kulit dalah tempat sensitisasi. Pada penelitian terhadap binatang, dilakukan ulang tantangan epidermis yang dengan kadar albumin berlebih yang menginduksi IgE spesifik terhadap kadar albumin berlebih, alergi respirasi, dan lesi eczema pada kulit yang diteliti. Proses yang sama mungkin terjadi pada manusia. Disfungsi barier epidermis adalah prasyarat terjadinya penetrasi serbuk alergen dengan berat molekul tinggi, debu yang diproduksi tungau rumah, microba, dan makanan. Molekul molekul tersebut dalam bentuk serbuk, dan beberapa alergen makanan membawa sel dendritik untuk meningkatkan polarisasi Th2. Ada banyak T cell pada kulit (106 T cell memori / cm2 dari area tubuh), hampir 2 kali lipat jumlah T cell di sirkulasi. Terlebih lagi, keratinosit pada kulit atopik menyebabkan tingginya level interleukin-7-like thymic stromal lymphopoietin yang memerintah sel dendritik untuk meningkatkan polarisasi Th2. Dengan menginduksi produksi dalam jumlah besar sitokin seperti GM-CSF atau kemokin, radang kulit yang luas dapat mempengaruhi kekebalan adaptif, 54 mengubah fenotip beredar monosit, dan meningkatkan produksi prostaglandin E258 di dermatitis atopik.Semua faktor ini memberikan sinyal yang kuat diperlukan untuk berbasis kulit Th2 polarisasi, dan untuk alasan ini, kulit bertindak sebagai titik masuk untuk sensitisasi atopik dan mungkin bahkan memberikan sinyal yang diperlukan untuk sensitisasi alergis di paru-paru atau usus. Pengembangan sensitisasi dan dermatitis atopik dalam sumsum tulang penerima setelah engraftment hematopoietic stem cells dari donor59 atopik menyediakan dukungan untuk peran sistem hematopoietic sebagai faktor selain untuk disfungsi epidermal-penghalang ditentukan secara genetis dalam dermatitis atopik.

Penyakit Biphasic T-CellMediated 3

Alergi-spesifik sel-sel CD4 dan CD8 T dapat terisolasi dari lesi kulit pasien dengan dermatitis atopik. Peradangan dalam dermatitis atopik adalah biphasic, tahap Th2 awal mendahului tahap kronis dalam sel-sel Th0 yang (sel yang berbagi beberapa kegiatan sel-sel Th1 dan Th2) dan Th1 sel dominan, Sitokin Th2 interleukin-4, interleukin-5 dan interleukin-13 mendominasi dalam lesi fase akut, dan dalam lesi kronis ada peningkatan interferon , interleukin-12, interleukin-5 dan GM-CSF72; perubahan ini merupakan karakteristik dari dominasi Th1 dan Th0. Sel-sel Th0 dapat membedakan ke sel Th1 atau Th2, tergantung pada lingkungan sitokin dominan. Ekspresi peningkatan interferon- mRNA oleh sel Th1 mengikuti puncak ekspresi interleukin-12, yang bertepatan dengan munculnya peradangan sel dendritik epidermal di kulit. Kulit tampak normal pada pasien dengan dermatitis atopik pelabuhan menyusup ringan, sangat menyarankan kehadiran sisa peradangan antara flares. Perekrutan sel T ke dalam kulit diikuti oleh jaringan kompleks mediator yang berkontribusi terhadap peradangan kronis. Hemostatik kemokin dan peradangan diproduksi oleh sel-sel kulit yang terlibat dalam proses sel inflamasi.74,75 Keratinosit dalam lesi kulit mengungkapkan tingkat tinggi penatikan kemo, 76-78 dan diturunkan keratinocyte timat jaringan stroma lymphopoietin menginduksi sel dendritik untuk menghasilkan Timus Th2-cellattracting dan diatur aktivasi chemokine, TARC/CCL17. Dengan cara ini, mereka dapat memperkuat dan mempertahankan respons alergi dan generasi interferon-producing t sitotoksik, seperti yang disarankan oleh in vitro studi. interferon diproduksi oleh sel-sel Th1 telah terlibat dalam apoptosis keratinocytes disebabkan oleh kematian sel reseptor.Peran regulasi sel T di dermatitis atopik juga diperiksa. Tingkat tinggi ekspresi dari rantai alpha reseptor interleukin-2 (CD25) dan faktor transkripsi FOXP3 merupakan karakteristik dari sel-sel ini. Ada di berkerut kolam beredar regulasi sel T di dermatitis atopic, tetapi lesi kulit tanpa dari fungsional peraturan sel T. kompleksitas kompartemen sel Tregulatory tidak belum sepenuhnya dipahami, dan peran regulasi sel T dalam peraturan penyakit kronis radang kulit sukar dipahami.Staphylococcus aureus Penindasan sistem imun bawaan kulit oleh peradangan micromilieu dari dermatitis atopik menjelaskan kolonisasi kulit dengan S. aureus di lebih dari 90% dari pasien dengan atopik dermatitis.Fitur ini memberikan kontribusi untuk alergi sensitisasi dan peradangan . Menggaruk meningkat mengikat S. aureus kulit, dan peningkatan jumlah S. aureusderived ceramidase dapat memperburuk cacat pada penghalang kulit. S. aureus enterotoxins84 meningkatkan peradangan dalam dermatitis atopik dan memprovokasi generasi IgE enterotoxin khusus, yang berkorelasi dengan tingkat keparahan suatu penyakit. Enterotoxins ini berinteraksi secara langsung dengan kelas II molekul histocompatibility mayor kompleks dan rantai beta reseptor sel t untuk merangsang antigen-independen proliferasi sel T. Mereka juga mengatur ekspresi kulit-merpati reseptor Cornu terkait limfosit antigen pada sel t dan produksi derivasi keratinocyte chemokines yang merekrut sel T. Oleh merangsang bersaing -isoform dari glucocorticoid reseptor pada sel mononuklear, enterotoxins berkontribusi terhadap munculnya resistensi terhadap pengobatan lokal corticosteroid. S. aureus enterotoxins juga menyebabkan ekspresi ligan glucocorticoid-induced protein yang berkaitan dengan reseptor faktor nekrosis tumor pada antigen menyajikan, menghasilkan sel-sel inhibisi aktivitas penekanan sel T

Gambar 1. Multiple Pathway Staphylococcus aureus-Driven Sensitization and Inflammation. Berdasarkan beberapa mekanisme, S. aureus dan produk-produknya memberikan sinyal yang mendukung sensitisasi dan peradangan. S. aureus derivate ceramidase meningkatkan permeabilitas dari stratum korneum, dan kapasitas superantigenic dari enterotoksin S. aureus mengaktifkan sel-sel T secara alergen-independen. S. aureus menginduksi ekspresi dari reseptor Skin-homing cutaneous lymphocyte-associated antigen (CLA) pada sel T. Keratinosit yang diturunkan kemokin, thymic stromal lymphopoietin (TSLP), dan sekresi interleukin-31 diinduksi dan diperkuat dengan enterotoksin S. aureus. Mereka juga berkontribusi terhadap resistensi kortikosteroid dalam sel T dan mengubah aktivitas dari Regulatory Sel T. S. aureus-IgE spesifik yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh dapat mengikat reseptor pada sel dendritik FcRI dan memulai reaksi IgE-mediated untuk mikroba ini.

Mekanisme Pruritus Gejala yang paling penting dalam dermatitis atopik adalah pruritus yang menetap, yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien. Kurangnya efek antihistamin dapat memperberat peran histamin dalam menyebabkan dermatitis atopik terkait pruritus. Neuropeptida, protease, kinins, dan sitokin menyebabkan gatal-gatal. Interleukin-31 merupakan sitokin yang diproduksi oleh sel T yang meningkatkan kelangsungan hidup sel hematopoietik dan merangsang produksi sitokin inflamasi oleh sel epitel. Hal ini sangat pruritogenik, dan interleukin-31 serta receptor diekspresikan dalam kulit yang mengalami lesi . Selain itu, interleukin-31 dapat distimulasi oleh paparan exotoxins staphylococcal dalam penelitian in vitro. Temuan ini dapat membuktikan bahwa interleukin-31 sebagai faktor utama dalam timbulnya pruritus pada dermatitis atopik

Gambar 2. Interaksi Gen-gen dan Gen-Lingkungan dalam Proses awal terjadinya Dermatitis Atopik. penentuan dermatitis actopic berdasarkan genetik, epidermal-barrier dysfunction dan efek dari faktor lingkungan,nonatopi dermatitis merupakan manifestasi pertama dari dermatitis atopik. Selanjutnya, karena predisposisi genetik merekauntuk IgE-mediated sensitisasi, pasien menjadi peka.selanjutnya Fenomena ini disukai oleh produk enterotoksin Staphylococcus aureus. Akhirnya,karena garukan terjadi kerusakan jaringan dan pelepasan protein struktural, memicusebuah IgE respon pada pasien dengan dermatitis atopik.sensitisasi untuk terjadi self-proteins dapat disebabkan oleh homologi alergen yang diturunkan epitop dan human proteins dalam konteks mimikri molekuler.5.4 Autoimunitas pada Dermatitis Atopik

Selain peningkatan antibodi IgE akibat makanan dan allergen hirup, spesimen serum dari pasien dengan dermatitis atopik yang berat mengandung antibodi IgE terhadap protein dari keratinosit dan sel endotel seperti superoksida dismutase mangan dan kalsium mengikat kadar serum proteins.auto antibodies IgE berkorelasi dengan penyakit sederhana.garukan mungkin melepaskan protein intraseluler dari keratinosit. Protein ini bisa meniru molekul struktur mikroba dan dengan demikian bisa menginduksi IgE autoantibodies.sekitar 25% orang dewasa dengan dermatitis atopik memiliki antibodi IgE. Selanjutnya, antibodi IgE dapat dideteksi pada pasien dengan dermatitis atopik kurang dari 1 tahun. Beberapa antiallergens merupakan inducers kuat. IgE dalam dermatitis atopik dapat disebabkan oleh alergen lingkungan, tetapi IgE antibodi terhadap autoantigens di kulit dapat menyebabkan alergi inflammation. Oleh karena itu, dermatitis atopik tampaknya berdiri di perbatasan antara alergi dan autoimmunity. Karena disfungsi penghalang dari kulit dan peradangan kronis merupakan karakteristik dermatitis atopik, pengelolaan jangka panjang klinis harus menekankan pencegahan, intensif dan individual disesuaikan perawatan kulit, pengurangan kolonisasi bakteri dengan cara aplikasi lokal lotion yang mengandung antiseptik seperti triclosan dan chlorhexidine, dan yang paling penting kontrol peradangan oleh penggunaan rutin dari kortikosteroid topikal atau inhibitor kalsineurin topikal.Pada anak-anak, sebelum dan setelah diagnosis IgE-mediated sensitisasi, langkah-langkah yang mencegah paparan alergen harus terapi saat beneficial.The dermatitis atopik adalah reaktif-mengobati kekambuhan - tetapi manajemen harus mencakup intervensi dini dan proaktif dengan kontrol yang efektif dan berkesinambungan dari peradangan kulit dan kolonisasi S. aureus. Strategi ini telah terbukti efektif dalam mengurangi jumlah flare.Bila diterapkan pada awal masa kanak-kanak, bisa berpotensi membantu mengurangi sensitisasi kemudian antigen lingkungan dan autoallergens.3

6 GEJALA KLINISDermatitis atopik memiliki gejala klinis dan perjalanan penyakit yang sangat bervariasi, dapat membentuk suatu sindrom yang terdiri atas kelompok gejala dan tanda yang menggambarkan peradangan kulit sesuai dengan cerminan patogenesisnya. Pada semua usia, manifestasi klinis dermatitis atopik biasanya berupa eritema, papula, dan pruritus (gatal) yang hebat. Gambaran klinis pertama muncul pada kulit yang terserang adalah terjadinya eritema yang disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah (flushing) dan gatal yang diikuti dengan gangguan pada fungsi sawar kulit yang memberi gambaran kulit tampak kering. Pruritus menyebabkan orang akan menggaruk, dengan demikian akan menambah parah gambaran klinis, bahkan memperberat keadaan dengan adanya infeksi sekunder. 2Kulit penderita Dermatitis Atopik umumnya kering, pucat, dan redup, kadar lipid di epidermis berkurang dan kehilangan air lewat epidermis meningkat.Penderita cenderung tampak gelisah,gatal dan sakit berat.Gejala utama dermatitis atopik ialah pruritus (gatal) hilang timbul sepanjang hari, akibatnyapenderita menggaruk-garuk sehingga timbul bermacam-macam ruam berupa papul, likenifikasi,dan lesi ekzematosa berupa eritema, papulo-vesikel, erosi, eskoriasi, eksudasi dan krusta. 5.6Dermatitis atopik dapat terjadi pada masa bayi (infantil), anak, maupun remaja dan dewasa.1a. Dermatitis Atopik Infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun) 1,2,4Lesi awal muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah 2 bulan, lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulovesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta, lesi bersifat akut, subakut, rekuren, dan simetris. Lesi tampak berupa bercak kemerahan bersisik yang mungkin sedikit basah. Lesi kemudian meluas ketempat lain yaitu ke scalp, leher, pergelangan tangan, leengan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut, hal ini berhubungan dengan area kulit yang kontak dengan tanah pada bayi yang baru belajar merangkak. Anak biasanya mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur dan sering menangis. Pada umumnya lesi dermatitis atopik infantile polimorfik dan eksudatif, banyak eksudasi, erosi, krusta dan kadang-kadang disertai dengan infeksi sekunder atau pioderma. Lesi dapat meluas generalisata bahkan dapat menyebabkan eritroderma walaupun jarang. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi. Sebagian besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak.1,2,4b. Dermatitis atopik fase anak (3-10 tahun) 1,2,4Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantile atau timbul sendiri (denovo). Sejalan dengan pertumbuhan bayi menjadi anak-anak, pola distribusi lesi kulit mengalami perubahan. Maifestasi dermatitis subakut dan cenderung kronis. Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi,dan sedikit skuama. Tempat predileksi terutama di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata, leher, dan sangat jarang di daerah wajah.Rasa gatal menyebabkan penderita sering menggaruk, dapat terjadi erosi, ekskoriasi yang disebut scratch mark, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dan perubahan lainnya yang menyebabkan gatal, sehingga terjadi linngkaran setan siklus gatal-garuk. Rangsangan menggaruk sering di luar kendali. Kulit tangan biasanya kering,kasar, garis palmar lebih dalam dan nyata serta mengalami luka (fisura). Bibir terlihat kering, bersisik, sudut bibir terlihat terbelah (kheilitis), bagian sudut lobus telinga sering mengalami fisura.lesi dermatitis atopik pada anak juga dapat ditemukan di paha dan bokong. Penderita sensitive terhadap wol, bulu kucing dan anjing juga bulu ayam, burung dan sejenisnya. Dermatitis atopik berat yang melebihi 50% permukaan tubuh dapat memperlambat pertumbuhan.

c. Dermatitis atopik fase remaja dan dewasa (13-30 tahun) 1,2,4Bentuk lesi kulit pada fase dewasa hampir serupa dengan lesi kulit pada dase akhir anak-anak. Lesi dapat berupa plak paular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada dermatitis atopik remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut dan samping leher, dahi dan sekitar mata. Pada dermatitis atopik dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, serinng mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau scalp. Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan; mengalami likenifiakasi. Lesi kering, agak menimbu, papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering terjadi ekskoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi hiperpigmentasi Distribusi lesi biasanya simetris. Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari. Orang dewasa serimg mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stress.mungkin karena stress dapat menurunkan ambang rangsang gatal. Rasa gatal timbul pada saat latihan fisik karena penderita atopik sulit mengeluarkan keringat. Umumnya dermatitis atopik remaja dan dewasa berlangsung lama, kemudian cenderung menurun atau membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun. Kulit penderita dermatitis atopik yang telah sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan eksogen. Penderita atopik beresiko tinggi menderita dermatitis tangan variasi Manifestasi klinis AD sesuai dengan usia.Klinis, histologi, dan imunohistokimia Aspek Dermatitis Atopik. 1,2,4

Panel A menunjukkan lesi awal awal-awal dermatitis atopik melibatkan pipi dan kulit kepala pada bayi pada usia 4 bulan. Panel B menunjukkan kepala dan leher klasik manifestasi dari dermatitis atopik pada orang dewasa. Panel C menunjukkan gejala khronik yang khas, lesi lichenified pada orang dewasa. Panah di Panel D (hematoxylin dan eosin), yang menunjukkan aspek histologis khas lesi akut, menunjukkan area spongiotic dalam epidermis. Tanda bintang menunjukkan infiltrasi perivaskular yang menonjol. Panel E (hematoxylin dan Eosin) menunjukkan lesi kronis dengan penebalan epidermis. Tanda bintang menunjukkan infiltrasi perivaskular yang menonjol

7 DIAGNOSIS.1,2,4.Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Rajka, 1977Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteriaminor.

Untuk bayi kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu : 1,2,4

Tiga kriteria mayor berupa: Riwayat atopi pada keluarga Dermatitits di muka atau ekstensor PruritusDitambah tiga kriteria minor: Xerosis/ iktiosis/ hiperliniaris palmaris Aksentuasi perifolikular Fisura belakang telinga Skuama di skalp kronis

Kriteria diagnosis Dermatitis Atopik menurut william Harus mempunyai kondisi kult gatal atau dari laporan orang tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosokDitambah 3 atau lebih kriteria berikut :1. Riwayatan terkena lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut, bagian depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak usia dibawah 10 tahun)2. Riwayat asma bronkial atau hay fever pada penderita (atau riwayat penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak dibawah 4 tahun)3. Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir4. Adanya dermatitis yang tampak dilipatan (atau dermatitis pada pipi/dahi dan anggota badan bagian luar anak dibawah 4 tahun)5. Awitan dibawah usia 2 tahun ( tidak digunakan bila dibawah 4 tahun)

8 PEMERIKSAAN LABORATORIUM.1,4Telah dilaporkan pelbagai hasil laboratorium penderita DA, walaupun demikian sulit untuk menghubungkan hasil laboratorium ini dengan defek yang ada. Imunoglobulin IgG, IgM, IgA dan IgD biasanya normal atau sedikit meningkat pada penderita DA. Tujuh persen penderita DA mempunyai kadar IgA serum yang rendah, dan defisiensi IgA transien banyak dilaporkan pada usia 3-6 bulan. Kadar IgE meningkat pada 80-90% penderita DA dan lebih tinggi lagi bila sel asma dan rinitis alergika. Tinggi rendahnya kadar IgE ini erat hubungannya dengan berat ringannya penyakit, dan tinggi rendahnya kadar IgE tidak mengalami fluktuasi baik pada saat eksaserbasi, remisi, atau yang sedang mendapat pengobatan prednison atau azatioprin. Kadar IgE ini akan menjadi normal 6-12 bulan setelah terjadi remisi. Uji kulit dan IgE-RASTPemeriksaan uji tusuk dapat memperlihatkan allergen mana yang berperan, namun kepositifannya harus sejalan dengan derajat kepositifan IgE RAST ( spesifik terhadap allergen tersebut). Khususnya pada alergi makanan, anjuran diet sebaiknya dipertimbangkan secara hati-hati setelah uji tusuk, IgE RAST dan uji provokasi. Cara laim adalah dengan double blind placebo contolled food challenges (DPCFC) yang dianggap sebagai baku emas untuk diagnosis alergi makanan. Peningkatan kadar IgE pada sel langerhansHasil penelitian danya IgE pada sel langerhans membuktikan mekanisme respon imun tipe I pada dermatitis atopik, adanya pajanan terhadap allergen luar dan peran IgE di kulit. Jumlah eosinofilPeningkatan jumlah eosinofil di perifer maupun di jaringan kulit umumnya seirama dengan beratnya penyakit dan lebih banyak ditemukan pada keadaan yang kronis. Faktor imunogenik HLAWalaupun belum secara bermakna HLA-A9 diduga berperan sebagai factor predisposisi intrinsic pasien atopik. Pewarisan genetiknya bersifat multifactor. Dugaan lain adalah kromosom 11q13 juga diduga ikut berperan pada timbulnya dermatitis atopik. Kultur dan resistensi

2.1 Hipertensi2.1.1 DefinisiHipertensi didefinisikan sebagai peningakatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg menurut JNC VII. 1

2.1.2 Fisiologi Regulasi Tekanan DarahTekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu curah jantung (cardiac output) dan resistensi vascular perifer (peripheral vascular resistance). Curah jantung merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup (stroke volume), sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena (venous return) dan kekuatan kontraksi miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas pembuluh darah dan viskositas darah. Semua parameter tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: system saraf simpatis dan parasimpatis, system rennin-angiotensin- aldosteron (SRAA) dan faktor lokal berupa bahan-bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah.2Sistem saraf simpatis bersifat presif yaitu meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, dan meningkatkan resistensi pembuluh darah. Sistem parasimpatis justru kebalikannya yaitu bersifat defresif. Apabila terangsang, maka akan menurunkan tekanan darah karena menurunkan frekuensi denyut jantung. SRAA juga bersifat presif karena dapat memicu pengeluaran angiotensin II yang memiliki efek vasokonstriksi pembuluh darah dan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan natrum di ginjal sehingga meningkatkan volume darah.2Sel endotel pembuluh darah juga memegang peranan penting dalam terjadinya hipertensi. Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai bahan vasoaktif yang sebagiannya bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan A2 dan angiotensin II local. Sebagian lagi bersifat vasodilator seperti endothelium-derived relaxing factor (EDRF), yang dikenal juga sebagai nitrit oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu jantung terutama atrium kanan memproduksi hormone yang disebut atriopeptin (atrial natriuretic peptide, ANP) yang cenderung bersifat diuretic, natriuretik dan vasodilator yang cenderung menurunkan tekanan darah.2

2.1.3 Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau yang disebabkan karena gangguan pada ginjal. Apabila bila terjadi gangguan aliran sirkulasi darah pada ginjal, maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah besar renin. Menurut Guyton dan Hall (1997), renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri turun sangat rendah. Menurut Klabunde (2007) pengeluaran renin dapat disebabkan aktivasi saraf simpatis (pengaktifannya melalui 1-adrenoceptor), penurunan tekanan arteri ginjal (disebabkan oleh penurunan tekanan sistemik atau stenosis arteri ginjal), dan penurunan asupan garam ke tubulus distal.2Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu angiotensinogen untuk melepaskan angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan, selanjutnya akan diaktifkan angiotensin II oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan meningkatkan tekanan arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan.2Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika tekanan darah atau volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadang-kadang sebagai akibat dari penurunan asupan garam), enzim renin mengawali reaksi kimia yang mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen menjadi peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara. Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara menyempitkan arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan tekanan darah. Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta meningkatkan volume dan tekanan darah. Hal tersebut akan memperlambat kenaikan voume cairan ekstraseluler yang kemudian meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka panjang ini bekerja melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan lebih kuat daripada mekanisme vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan tekanan arteri ke nilai normal.2

2.1.4 EpidemiologiData epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga bertambah, di mana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola kurva mendatar) dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi.1Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun ke 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.1

2.1.5 KriteriaBerdasarkan penyebabnya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi esensial/ primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya disebut sebagai hipertensi esensial. Sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi karena ada suatu penyakit yang melatarbelakanginya.3 Menurut The Seventh of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.3

Kriteria Tekanan Darah menurut JNC 7

Kriteria Tekanan DarahTDS (mmHg)TDD (mmHg)

Normal< 120Dan< 80

Prehipertensi120-139Atau80-90

Hipertensi derajat 1140-159Atau90-99

Hipertensi derajat 2 160Atau 100

Hipertensi urgensi>180Atau>110

Hipertensi emergensi>180Atau>110 + Kerusakan organ target

Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah menjadi hipertensi, yang tekanan darahnya 130-139/80-89 mmHg sepanjang hidupnya memiliki 2 kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskuler daripada yang tekanan darahnya lebih rendah.3Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik > 140 mmHg merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler daripada tekanan darah diastolik.3 Risiko penyakit kardiovaskuler dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg, meningkat 2 kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg. Risiko penyakit kardiovaskuler bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor risiko lainnya.

2.1.6 KlasifikasiBerdasarkan EtiologinyaHipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 : Hipertensi Primer atau EsensialHipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau idiopatikadalah hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya. 90% dari semua penyakit hipertensi merupakan penyakit hipertensi esensial.4 Hipertensi SekunderHipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat suatupenyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini sudah diketahui penyebabnya. Terdapat 10% orang menderita apa yang dinamakan hipertensi sekunder. Skitar 5-10% penderita hipertensi penyebabnya adalah penyakit ginjal (stenoisarteri renalis, pielonefritis, glomerulonefritis, tumor ginjal), sekitar 1-2% adalah penyakit kelaian hormonal (hiperaldosteronisme, sindroma cushing) dan sisanya akibat pemakaian obat tertentu (steroid, pil KB).4

2.1.7 Faktor risiko Faktor Genetika (Riwayat keluarga) Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebihbesar untuk menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang tekanan darahnya normal. Ras Orang orang yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi secara merata yang lebih tinggi dari pada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan disebabkan karena tubuh mereka mengolah garam secara berbeda. Usia Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada masyarakat yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita pre menopause cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama, meskipun perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya, sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakitjantung oleh hormon estrogen. Kadar estrogen menurun setelah menopause dan wanita mulai menyamai pria dalam hal penyakit jantung Jenis kelamin Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada wanita lebih berhubungan dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikiskuat Stress psikis Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini mempengaruhi meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stressberkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang stress maka kelenjer pituitary otak akan menstimulus kelenjer endokrin untuk mengahasilkan hormon adrenalin dan hidrokortison kedalam darah sebagai bagian homeostasis tubuh. Penelitian di AS menemukan enam penyebab utama kematian karena stress adalah PJK, kanker, paru-paru, kecelakan, pengerasan hati dan bunuh diri. Obesitas Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untukmemompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut. Berat badan yang berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah danperluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg penurunan berat badan. Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari bobot total tubuh dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara signifikan. Asupan garam Na Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambahdan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efekvasokonstriksi noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada kelompokpenduduk yang mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih banyakhipertensi daripada orang-orang yang memakan hanya sedikit garam. Rokok Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini karena nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru paru dan disebarkan keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjer adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untukmemompa lebih keras dibawah tekanan yang lebih tinggi. Konsumsi alcohol Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara keseluruhan semakin banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan darah. Tapi pada orang yang tidak meminum minuman keras memiliki tekanan darah yang agak lebih tinggi dari pada yang meminum dengan jumlah yang sedikit.4

2.1.8 Patofisiologi2.1.8.1 Hipertensi primerBeberapa teori patognesis hipertensi primer meliputi : Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik Aktivitasyang berlebihandari sistemRAA Retensi Na dan air oleh ginjal Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada ginjal dan pembuluh darah Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotelSebab sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui.Namun sebagian besar disebabkan oleh resistensi yang semakin tinggi (kekakuan atau kekurangan elastisitas) pada arteri arteri yang kecil yang paling jauh dari jantung (arteriperiferal atau arterioles), hal ini seringkali berkaitan dengan faktor-faktor genetik, obesitas, kurang olahraga, asupan garam berlebih, bertambahnya usia, dll.4 2.1.8.2 Hipertensi SekunderHipertensi sekunder disebabkan oleh suatu proses penyakit sistemik yang meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer atau cardiac output, contohnya adalah renal vaskular atau parenchymal disease, adrenocortical tumor,feokromositoma dan obat-obatan. Bila penyebabnya diketahui dan dapat disembuhkan sebelum terjadi perubahan struktural yang menetap, tekanan darah dapat kembali normal.4

2.1.9 Manifestasi KlinisPada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala walaupun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.3Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: Sakit kepala Kelelahan Mual-muntah Sesak napas Gelisah Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak disebut ensefalopati hipertensif yang memerlukan penanganan segera.3

2.1.10 Diagnosis1. AnamnesisAnamnesis yang perlu ditanyakan kepada seorang penderita hipertensi meliputi:a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darahb. Indikasi adanya hipertensi sekunder Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik) Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih hematuri, pemakaian oba-obatan analgesic dan obat/ bahan lain. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi (feokromositoma).c. Faktor-faktor resiko (riwayat hipertensi/ kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien, riwayat hiperlipidemia, riwayat diabetes mellitus, kebiasaan merokok, pola makan, kegemukan, insentitas olahraga)d. Gejala kerusakan organ Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic attacks, defisit neurologis Jantung: Palpitasi,nyeri dada, sesak, bengkak di kaki Ginjal: Poliuria, nokturia, hematuriae. Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya

2. Pemeriksaan Fisika. Memeriksa tekanan darah Pengukuran rutin di kamar periksa Pasien diminta duduk dikursi setelah beristirahat selam 5 menit, kaki di lantai dan lengan setinggi jantung Pemilihan manset sesuai ukuran lengan pasien (dewasa: panjang 12-13, lebar 35 cm) Stetoskop diletakkan di tempat yang tepat (fossa cubiti tepat diatas arteri brachialis) Lakukan penngukuran sistolik dan diastolic dengan menggunakan suara Korotkoff fase I dan V Pengukuran dilakukan 2x dengan jarak 1-5 menit, boleh diulang kalau pemeriksaan pertama dan kedua bedanya terlalu jauh. Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM) Hipertensi borderline atau yang bersifat episodic Hipertensi office atau white coat Hipertensi sekunder Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi Pengukuran sendiri oleh pasienb. Evaluasi penyakit penyerta kerusakan organ target serta kemungkinan hipertensi sekunderUmumnya untuk penegakkan diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah < 160/100 mmHg.

3. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari: Tes darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit) Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula Profil lipid (total kolesterol (kolesterol total serum, HDL serum, LDL serum, trigliserida serum) Elektrolit (kalium) Fungsi ginjal (Ureum dan kreatinin) Asam urat (serum) Gula darah (sewaktu/ puasa dengan 2 jam PP) Elektrokardiografi (EKG)

Beberapa anjurantest lainnya seperti: Ekokardiografi jika diduga adanya kerusakan organ sasaran seperti adanya LVH Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral) Ultrasonografi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin Foto thorax.2

Gambaran kardiomegali dengan hipertensi pulmonal

1. WHO. Raised Blood Pressure. http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/. Accessed February 4, 20132. Nafrialdi. Antihipertensi. Dalam: Ganiswarna, S. G. (editor). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2007.p. 341-603. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. The Seventh Repot of the Joint national Comitte on Prevention, detection, evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.JAMA 2003; 289: 2560-724. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiatii S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.p. 1079-85

BAB IIIMETODE

Desain penelitianDesain penelitian yang digunakan adalah wawancara, observasi dan counselling.4.2 Lokasi dan waktu penelitian4.2.1 LokasiPenelitian dilakanakan di rumah pasien yang berada di Jl.kebagusan raya gang puskesmas RT 005 RW 001 No.68 A Jakarta Selatan4.2.2 WaktuPenelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2015 sampai dengan Juli 2015

4.3 Cara Pengumpulan DataPengumpulan data diperoleh dengan cara primer, yaitu mendapat data langsung dari responden melalui wawancara. 4.4 Instrumen PenelitianInstrumen penelitian yang digunakan adalah stetoscope,alat sypgnomamometer,buku dan tulis.