33
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar 1. Pengertian Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian mengenai Diabetes Melitus oleh beberapa orang ahli, diantaranya : a. Diabetes melitus adalah penyakit kronis metabolisme abnormal yang memerlukan pengobatan seumur hidup dengan diet, latihan, dan obat-obatan (Carpenito, 1999 : 143). b. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan (1) kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan (2) berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis (Long, 1996 : 4) 6

Bab 2 DM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

diabetes mellitus

Citation preview

Page 1: Bab 2 DM

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian mengenai Diabetes Melitus oleh

beberapa orang ahli, diantaranya :

a. Diabetes melitus adalah penyakit kronis metabolisme abnormal yang

memerlukan pengobatan seumur hidup dengan diet, latihan, dan obat-

obatan (Carpenito, 1999 : 143).

b. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang

melibatkan (1) kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan

(2) berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan

neurologis (Long, 1996 : 4)

c. Diabetes melitus adalah gangguan kronis yang ditandai dengan

metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan

insulin atau secara relatif kekurangan insulin (Tucker et all, 1992 : 401).

d. Dibetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan

klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi

karbohidrat (Price dan Wilson, 1992 : 1111).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan

bahwa diabetes melitus adalah penyakit kronis yang ditandai dengan

6

Page 2: Bab 2 DM

gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang disebabkan oleh

defisiensi insulin relatif atau absolut.

2. Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi Pankreas

Menurut Price dan Wilson (1992 : 430-431) pankreas

merupakan organ yang panjang dan ramping. Panjangnya sekitar 6 inci

dan lebarnya 1,5 inci. Pankreas terletak retroperitoneal dan dibagi dalam 3

segmen utama : kaput, korpus dan kauda. Kaput terletak pada bagian

cekung duodenum dan kauda menyentuh limpa.

Pankreas dibentuk dari 2 sel dasar yang mempunyai fungsi

sangat berbeda. Sel-sel eksokrin yang berkelompok-kelompok disebut

asini menghasilkan unsur-unsur getah pankreas. Sel-sel endokrin atau

pulau Langerhans menghasilkan sekret endokrin, insulin dan glukagon

yang penting untuk metabolisme karbohidrat.

Pankreas merupakan kelenjar kompleks alveolar. Secara

keseluruhan pankreas menyerupai setangkai anggur, cabang-cabangnya

merupakan saluran yang bermuara pada duktus pankreatikus utama

(duktus Wirsungi). Saluran-saluran kecil dari tiap asinus mengosongkan

isinya ke saluran utama. Saluran utama berjalan di sepanjang kelenjar,

sering bersatu dengan duktus koledokus pada ampula Vater sebelum

masuk ke duodenum. Saluran tambahan, duktus Santorini, sering

7

Page 3: Bab 2 DM

ditemukan berjalan dari kaput Pankreas masuk ke duodenum, sekitar 1

inci di atas papila duodeni.

Gambar 2.1. Hati, kandung, dan pankreas (Price dan Wilson, 1992 : 427)

b. Konsep Fisiologis Pankreas

Menurut Corwin (1996 : 538 – 541), konsep fisiologis pankreas dibagi 2

yaitu :

1. Fungsi Eksokrin Pankreas

a) Sekresi Enzim Pankreas

Sekresi enzim-enzim pankreas terutama berlangsung akibat

perangsangan pankreas oleh kolesistokinin (CCK), suatu hormon

yang dikeluarkan oleh usus halus.

b) Sekresi Natrium bikarbonat

8

Page 4: Bab 2 DM

Natrium bikarbonat dikeluarkan dari sel-sel asinus ke usus halus,

sebagai respon terhadap hormon usus halus untuk menetralkan

kimus yang asam karena enzim-enzim pencernaan tidak dapat

berfungsi dalam lingkungan asam.

2. Fungsi Endokrin Pankreas

Fungsi endokrin pankreas adalah memproduksi dan melepaskan

hormon insulin, glukagon dan somatostatin yaitu oleh pulau

Langerhans.

a) Sekresi insulin

Insulin merupakan suatu hormon yang menurunkan glukosa darah

(Price dan Wison, 1996 : 1109) dilepaskan pada suatu tingkat/kadar

basal oleh sel-sel beta () pulau Langerhans. Rangsangan utama

untuk pelepasan insulin di atas kadar basal adalah peningkatan

kadar glukosa darah , hal ini merangsang sekresi insulin dari

pankreas dengan cepat meningkat dan kembali ke tingkat basal

dalam 2-3 jam. Insulin adalah hormon utama pada stadium

absorptif pencernaan yang muncul segera setelah makan. Di antara

waktu makan, kadar insulin rendah.

Insulin bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor

insulin yang terdapat di sebagian besar sel tubuh untuk

menyebabkan peningkatan transportasi glukosa (yang diperantarai

oleh pembawa) ke dalam sel. Setelah berada di dalam sel, glukosa

9

Page 5: Bab 2 DM

dapat segera dipergunakan untuk menghasilkan energi melalui

siklus Krebs, atau dapat disimpan di dalam sel sebagai glikogen,

sewaktu glukosa dibawa masuk ke dalam sel, kadar glukosa darah

menurun. Insulin adalah hormon anabolik (pembangun) utama

pada tubuh dan memiliki berbagai efek. Insulin meningkatkan

transportasi asam amino ke dalam sel, merangsang pembentukan

protein serta menghambat penguraian simpanan lemak, protein dan

glikogen. Insulin juga menghambat glukoneogenesis

(pembentukan glukosa baru) oleh hati .

Gambar 2.2. Siklus umpan balik yang memperlihatkan efek penurunan glukosa darah pada pengeluaran insulin. (Elizabeth J. Corwin. 1996. Handbook of Pathophysiology.

Lippincot. Raven Publishers. Philadelphia)

b) Sekresi glukagon

10

Stimulus :Peningkatan Glukosa

Darah

Pankreas2. Pengeluaran

insulin

Insulin merangsangTransportasi

glukosaSebagian besar sel

tubuh3. tranportasi glukosa

ke dalam sel

PenurunanGlukosa

darah

++

-

Page 6: Bab 2 DM

Glukagon adalah suatu hormon protein yang dikeluarkan oleh sel-

sel alpha () pulau Langerhans sebagai respon terhadap kadar

glukosa darah yang rendah dan peningkatan asam amino plasma.

Glukagon adalah hormon stadium pascaabsorptif pencernaan, yang

muncul dalam masa puasa di antara waktu makan. Fungsi hormon

ini terutama adalah katabolik (penguraian). Glukagon merangsang

penguraian lemak dan pelepasan asam-asam lemak bebas ke dalam

darah, untuk digunakan sebagai sumber energi selain glukosa.

c) Sekresi Somatostatin

Somatostatin disekresikan oleh sel-sel delta () pulau Langerhans.

Hormon ini mengotrol metabolisme dengan menghambat sekresi

insulin dan glukagon.

3. Patofisiologi

a. Diabetes Melitus Tipe I ( Diabetes Melitus Dependent Insulin/DMDI )

Diabetes melitus tipe I adalah penyakit hiperglikemi akibat ketiadaan

absolut insulin, biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk dan

berusia kurang dari 30 tahun . Diabetes tipe I diperkirakan timbul akibat

destruksi otoimun sel-sel beta pulau Langerhans yang dicetuskan oleh

lingkungan. Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan

respon dengan memproduksi antibodi terhadap sel-sel beta, yang akan

mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh

11

Page 7: Bab 2 DM

glukosa. Juga terdapat bukti adanya peningkatan antibodi-antibodi

terhadap sel-sel pulau Langerhans yang ditujukan terhadap komponen

antigenik tertentu dari sel-sel beta. Mungkin juga bahwa para individu

yang mengidap diabetes tipe I memiliki kesamaan antigen antara sel-sel

beta pankreas mereka dengan virus atau obat tertentu, sehingga sistem

imun gagal mengenali bahwa sel-sel pankreas adalah “diri” atau self

(Gambar 2.3) (Corwin, 1996 : 543 )

Efektor sel T

Virus ? Genetik ?

Gambar 2.3 Autoimunitas dan Diabetes (Barbara C. Long 1999. Perawatan Medikal Bedah edisi 3 . Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. Bandung)

b. Diabetes Melitus Tipe II (Diabetes Melitus Non Dependent

Insulin/DMNDI)

DM tipe II tampaknya berkaitan dengan kegemukkan. Selain itu,

pengaruh genetik yang menentukan kemungkinan seseorang mengidap

penyakit ini, cukup kuat. Mungkin pula bahwa individu yang menderita

diabetes tipe II menghasilkan antibodi insulin yang berikatan dengan

reseptor insulin, menghambat akses insulin ke reseptor, tetapi tidak

merangsang aktivitas pembawa.

12

Sel-sel beta

Altered sel beta

Sistem imun

Serangan lansung olehSel T

islet antibodi

T

B

Page 8: Bab 2 DM

Individu yang mengidap diabetes tipe II tetap menghasilkan insulin.

Namun sering terjadi kelambatan dalam ekskresi setelah makan dan

berkurangnya jumlah insulin yang dikeluarkan. Hal ini cenderung semakin

parah seiring dengan pertambahan usia pasien. Sel-sel tubuh, terutama sel

otot dan adiposa, memperlihatkan resistensi terhadap insulin yang terdapat

dalam darah.Pembawa glukosa tidak secara adekuat dirangsang dan kadar

glukosa darah meningkat. Hati kemudian melakukan glukoneogenesis,

serta terjadi penguraian simpanan trigliserida, protein, dan glikogen untuk

menghasilkan sumber bahan bakar alternatif. Hanya sel-sel otak dan sel

darah merah yang terus menggunakan glukosa sebagai sumber energi

efektif. Karena masih terdapat insulin, maka individu dengan diabetes tipe

II jarang hanya mengandalkan asam-asam lemak untuk menghasilkan

energi dan tidak rentan terhadap ketosis.

c. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak

mengidap diabetes. Sekitar 50 % wanita pengidap kelainan ini akan

kembali ke stastu nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Penyebab

diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan

energi dan kadar estrogen dan hormon pertumbuhan yang teru-menerus

tinggi selama kehamilan.

4. Gambaran Klinis Diabetes Melitus

13

Page 9: Bab 2 DM

Menurut Corwin (1996 : 546 – 547), terdapat 5 buah gambaran klinis dari

DM, yaitu :

a. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pascaabsorptif

yang kronik, katabolik protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel-sel.

Sering terjadi penurunan berat badan.

b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat

besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi

intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel merangsang

pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus.

c. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin), pada orang nondiabetes,

semua glukosa yang difiltrasi ke dalam urin akan diserap secara aktif

kembali ke dalam darah. Pengangkut-pengangkut glukosa di ginjal yang

membawa glukosa keluar urin untuk masuk kembali ke darah akan

mengalami kejenuhan dan tidak dapat mengangkut glukosa lebih banyak.

Karena glukosa di dalam urin memiliki aktivitas osmotik, maka air akan

tertahan di dalam filtrat dan diekskresikan bersama glukosa dalam urin

sehingga terjadi poliuria.

d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di dalam

otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa

sebagai energi.

14

Page 10: Bab 2 DM

e. Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di

sekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada

penderita diabetes kronik.

5. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (American Diabetes Association 1997)

a. Diabetes tipe I

b. Diabetes tipe II

c. Diabetes tipe lain

1) Defek genetik fungsi sel beta

2) Defek genetik kerja insulin

3) Penyakit eksokrin pankreas

Pankreatitis, tumor/pankteatektomi, dan pankreatopati fibro kalulus

4) Endokrinopati

Akromegali, sindrom Cushing, feokromositoma, hipertiroidisme

5) Karena obat/zat kimia

6) Infeksi

Rubella kongenital

7) Sebab imunologi yang jarang

Antibodi anti insulin.

8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.

d. Diabetes Melitus Gestasional (DMG).

15

Page 11: Bab 2 DM

6 Pemeriksaan Diagnostik

a. Glukosa darah sewaktu 200 mg/dl

Glukosa darah puasa 126 mg/dl

Glukosa darah 2 jam PP 200 mg/dl

b. Aseton plasma (keton) positif secara mendadak

c. Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin

meningkat.

d. Insulin darah : menurun / bahkan sampai tidak ada (DM tipe I), atau

normal sampai tinggi (tipe II).

e. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.

f. Osmolalitas serum : meningkat tapi biasanya kurang dari 330 mOsm/L.

g. Elektrolit : Natrium mungkin normal, meningkat atau menurun. Kalium

normal atau peningkatan semu, selanjutnya akan menurun. Fosfor lebih

sering menurun.

h. Gas Darah Arteri : pH rendah, penurunan HCO3 (asidosis metabolik)

dengan kompensasi alkalosis respiratorik.

i. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,

hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi.

j. Ureum/kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan

fungsi ginjal).

k. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengidentifikasikan adanya

pankreatitis akut sebagai penyebab dari DM.

16

Page 12: Bab 2 DM

l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat

meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

m. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,

infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.

n. Glikohemoglobin A1c (HbA1c) : meningkat 2-3 kali lipat (normalnya

HbA1c yang terbentuk 3-6 % dari kadar Hb).

7. Komplikasi

Menurut Corwin (1996 : 549 – 553), komplikasi DM dapat dibagi ke dalam 2

bagian besar yaitu akut dan kronik.

a. Komplikasi Akut

1) Ketoasidosis Diabetes

Kadar keton meningkat (ketosis) akibat pemakaian asam-asam lemak

yang hampir total untuk menghasilkan ATP. Pada ketosis, pH turun di

bawah 7,3. pH yang rendah menyebabkan asidosis metabolik dan

merangsang hiperventilasi, yang disebut pernapasan Kusmaul.

2) Koma Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketosis (KHHN)

Dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah akan menyebabkan

osmolalitas plasma, yang dalam keadaan normal dikontrol secara ketat

pada rentang 275-297 mOsm/L, meningkat melebihi 310 mOsm/L.

Situasi ini menyebabkan berliter-liter urin, rasa haus yang hebat, defisit

kalium yang parah, dan pada sekitar 15-20 % pasien, terjadi koma dan

kematian.

17

Page 13: Bab 2 DM

3) Efek Somogyi

Ditandai oleh penurunan unik kadar glukosa darah pada malam hari,

diikuti oleh peningkatan rebound pada paginya.

4) Fenomena Fajar (dawn phenomenon) adalah hiperglikemia pada pagi

hari (antara jam 5 – 9).

b. Komplikasi Jangka Panjang

1) Sistem Kardiovaskuler

Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa

aterosklerosis. Gangguan-gangguan biokimia yang ditimbulkan akibat

insufisiensi insulin berupa : (1) penimbunan sorbitol dalam intima

vaskuler, (2) hiperlipoproteinemia dan, (3) kelainan pembekuan darah.

Pada akhirnya makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan

penyumbatan vaskuler (Price dan Wilson, 1992 : 1119)

2) Gangguan Penglihatan

Ancaman paling serius terhadap penglihatan adalah retinopati. Retina

adalah jaringan yang sangat aktif bermetabolisme dan pada hipoksia

kronik akan mengalami kerusakan secara progresif (Corwin, 1996 :

552)

3) Gangguan Sistem Saraf

Menurut Barbara C. Long (1996 : 17), neuropati diabetes disebabkan

oleh hipoksia kronik sel-sel saraf. Sel-sel penunjang saraf, sel

Schwann, mulai menggunakan metode-metode alternatif untuk

18

Page 14: Bab 2 DM

menangani beban peningkatan glukosa kronik, hal ini mentebabkan

perlambatan hantaran saraf dan berkurangnya sensitivitas. Hilangnya

sensasi suhu dan nyeri meningkatkan kemungkinan pasien mengalami

sedera yang parah dan tidak disadari.Keadaan yang timbul akibat

anestesia berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak

terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Gangren yang timbul

dapat berupa gangren kering atau gangren basah.Gangren kering terjadi

jika jaringan yang mati tidak berhubungan dengan perubahan-

perubahan pada reaksi peradangan. Gangren basah adalah gangren yang

terjadi bersamaan dengan peradangan.Sepetikemi dan syok septik dapat

terjadi pada keadaan ini. Hubungan antara perubahan vaskuler dan

perubahan persarafan pada lesi-lesi kaki penderita diabetes, yang

biasanya membutuhkan tindakan amputasi karena gangren yang terjadi,

digambarkan pada gambar 2. 4

2) Gangguan Sistem Perkemihan

Akibat hipoksia yang berkaitan dengan diabetes jangka panjang,

glomerulus, seperti sebagian besar kapiler lainnya, menebal. Terjadi

hipertropi ginjal akibat peningkatan kerja yang harus dilakukan oleh

ginjal pengidap DM kronik untuk menyerap ulang glukosa.

19

Page 15: Bab 2 DM

Gambar 2.4 Bagaimana perjalanan suatu lesi kaki pada penderita diabetes sehingga perlu diamputasi.(Adapted from Levin M.E.Medical Evaluation and treatment. In lecin, M.E and O’neal, L.W. editor : The diabetic foot, ed 2, St. Louis. 1997. The C.V. Mosby Co)

8 Manajemen Medik Secara Umum

Pilar utama pengelolaan DM (Perkeni, 1998)

a. Penyuluhan

Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan perawatan pasien diabetes.

b. Perencanaan Makan

Disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan

kegiatan jasmani.

20

Page 16: Bab 2 DM

c. Latihan jasmani

Dianjurkan latihan yang sifatnya CRIPE (continuous, rhytmical, interval,

progressive, endurance training). Zona sasaran adalah 75 – 85 % denyut

nadi maksimal (220 – umur).

d. Obat Berkhasiat Hipoglikemik

1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO).

2) Insulin.

Manajemen medik lainnya menurut Corwin (1996 :555) adalah :

a. Pemberian cairan pada KHHN.

b. Intervensi farmakologis.

c. Penggantian sel pulau Langerhans.

d. Insersi/memasukkan gen untuk insulin.

Secara khusus pada Simposium Pencegahan dan Pengendalian Diabetes serta

Komplikasinya dikemukakan mengenai perawatan kaki pada penderita

diabetes yaitu sebagai berikut :

a. Perawatan kaki apabila ditemukan hal-hal sebagai berikut :

Usia di atas 40 tahun, berat badan berlebihan, menderita DM lebih dari 10

tahun, sirkulasi dalam darah kurang sehingga denyut nadi kurang teraba

atau negatif, perubahan bentuk kaki : bengkak, ulkus, ibu jari bengkok ke

luar dan radang sendi, dan kaki yang kema infeksi.

21

Page 17: Bab 2 DM

B. Tinjauan Teoritis Tentang Asuhan Keperawatan

1. Assesment/Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan and merupakan

suatu proses ayng sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi statu kesehatan klien (Iyes et

all, 1996 : 17)

Menurut Rumahorbo (1996 : 105-105), pada klien dengan diabetes;

tipe diabetes, kondisi klien, dan rencana pengobatan adalah pengkajian yang

harus dilakukan. Pengkajian secara detail adalah sebagai berikut :

a. Riwayat atau adanya faktor risiko :

Riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik,

riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kilo, riwayat glukosuria selama stress

(kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi,.penyakit) atau terapi obat

(glukokortikosteroid, diuretik tiazid, dan kontrasepsi oral).

b. Kaji terhadap manifestasi DM

Poliuri, polidipsi, polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular,

kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang dan kram otot.

c. Pemeriksaan Diagnostik

Tes Toleransi Glukosa (TTG), gula darah puasa (FBS), glikohemoglobin

HbA1c, urinalisis, kolesterol dan kadar trigliserin. Diagnosis DM dibuat

bila gula darah puasa di atas 140 mg/dL selama 2 atau lebih kejadian dan

pasien menunjukkan gejala-gejala DM. Juga diagnosis dapat dibuat bila

22

Page 18: Bab 2 DM

contoh TTG selama periode 2 jam dan periode lainnya (30 menit, 60 menit

atau 90 menit) melebihi 200 mgh/dL.

d. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik

dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

e. Kaji perasaan klien tentang kondisi.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respon (status kesehatan/respon perubahan pola), dari individu atau kelompok

dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan,

membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2000 : 35). Pengertian yang

lain dari Diagnosa Keperawatan dikemukakan oleh Gordon (1976) yaitu

masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan, dan

pengalamannya, dia mampu dan mempunyai kewenangan untuk memberikan

tindakan keperawatan.

Diagnosa keperawatan dibuat berdasarkan analisa data pasien. Berikut

adalah beberapa diagnosa keperawatan yang terdapat pada klien dengan DM

(Hotma Rumahorbo, SKp, 1997 : 106) :

a. Defisit volume cairan.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

c. Risiko tinggi terhadap infeksi.

d. Risiko tinggi terhadap perubahan sensorik perseptual.

23

Page 19: Bab 2 DM

e. Keletihan.

f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan

pengobatan.

g. Ketidakberdayaan.

h. Risiko terhadap inefektif penatalaksanaan regimanb terapeutik

(individual).

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana Keperawatan diartikan sebagai suatu dokumentasi tulisan

tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi.

Berikut ini akan dipaparkan beberapa rencana tindakan keperawatan

dari 2 buah diagnosa yang sering muncul.

a. Diagnosa Keperawatan 1 : Kurang pengetahuan mengenai penyakit,

prognosis dan kebutuhan pengobatan.

Tujuan :

Klien akan :

1) Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit

2) Mengidentifikasi hubungan tanda atau gejala pada proses penyakit dan

menghubungakan gejala dengan faktor penyebab.

3) Dengan benar melakukan prosedur yang bdiperlukan dan menjelaskan

rasional tindakan.

4) Melakukan perubahan gaya hidup yang diperlukan dan berpartisipasi

dalam program pengobatan.

24

Page 20: Bab 2 DM

Intervensi :

1) Ciptakan lingkungan saling percaya dan bekerja dengan pasien dalam

menata tjuan belajar yang diharapkan.

2) Pilihlah berbagai strategi belajar dan diskusikan topik-topik penting.

3) Dislusikan tentang rencana diet.

4) Riviu regimen pengobatan dan pemberian insulin mandiri serta

perawatan peralatan.

5) Pemeriksaan gula darah setiap hari, buat jadwal latihan/ aktiovitas yang

teratur.

6) Identifikasi gejala hipoglikemi dan instruksikan pentingnya perawatan

kaki.

7) Tekankan pentingnya pemeriksaan mata.

8) Diskusikan mengenai fungsi seksual dan identifikasi sumber-sumber

yang bada di masyarakat.

b. Diagnosa Keperawatan 2 : Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan

penyakit jangka panjang atau progresif yang tidak dapat disembuhkan,

ketergantungan dengan orang lain :

Tujuan :

Klien akan :

1) Mengakui perasaan putus asa.

2) Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.

25

Page 21: Bab 2 DM

3) Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara

mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.

Intervensi :

1) Anjurkan pasien/keluarga untuk menekspresikan perasaannya tentang

perawatan di rumah sakit dan penyakit secara umum, akui normalitas

perasaan.

2) Identifikasi lokus kontrol dan berikan kesempatan pada orang terdekat

untuk mengekspresikan kekuatirannya.

3) Pertegas tujuan/harapan dan tentukan apakah telah terjadi perubahan

hubungan dengan orang terdekat.

4) Beri dorongan untuk membuat kepoutusan yang berhubungan dengan

perawatan.

5) Dukung partisipasi dalam perawatan diri dan berikan umpan balik

positif untuk upaya yang dilakukannya.

26