Upload
dea-annisa
View
17
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
diabetes mellitus
Citation preview
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian mengenai Diabetes Melitus oleh
beberapa orang ahli, diantaranya :
a. Diabetes melitus adalah penyakit kronis metabolisme abnormal yang
memerlukan pengobatan seumur hidup dengan diet, latihan, dan obat-
obatan (Carpenito, 1999 : 143).
b. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang
melibatkan (1) kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan
(2) berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan
neurologis (Long, 1996 : 4)
c. Diabetes melitus adalah gangguan kronis yang ditandai dengan
metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan
insulin atau secara relatif kekurangan insulin (Tucker et all, 1992 : 401).
d. Dibetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Price dan Wilson, 1992 : 1111).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa diabetes melitus adalah penyakit kronis yang ditandai dengan
6
gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang disebabkan oleh
defisiensi insulin relatif atau absolut.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi Pankreas
Menurut Price dan Wilson (1992 : 430-431) pankreas
merupakan organ yang panjang dan ramping. Panjangnya sekitar 6 inci
dan lebarnya 1,5 inci. Pankreas terletak retroperitoneal dan dibagi dalam 3
segmen utama : kaput, korpus dan kauda. Kaput terletak pada bagian
cekung duodenum dan kauda menyentuh limpa.
Pankreas dibentuk dari 2 sel dasar yang mempunyai fungsi
sangat berbeda. Sel-sel eksokrin yang berkelompok-kelompok disebut
asini menghasilkan unsur-unsur getah pankreas. Sel-sel endokrin atau
pulau Langerhans menghasilkan sekret endokrin, insulin dan glukagon
yang penting untuk metabolisme karbohidrat.
Pankreas merupakan kelenjar kompleks alveolar. Secara
keseluruhan pankreas menyerupai setangkai anggur, cabang-cabangnya
merupakan saluran yang bermuara pada duktus pankreatikus utama
(duktus Wirsungi). Saluran-saluran kecil dari tiap asinus mengosongkan
isinya ke saluran utama. Saluran utama berjalan di sepanjang kelenjar,
sering bersatu dengan duktus koledokus pada ampula Vater sebelum
masuk ke duodenum. Saluran tambahan, duktus Santorini, sering
7
ditemukan berjalan dari kaput Pankreas masuk ke duodenum, sekitar 1
inci di atas papila duodeni.
Gambar 2.1. Hati, kandung, dan pankreas (Price dan Wilson, 1992 : 427)
b. Konsep Fisiologis Pankreas
Menurut Corwin (1996 : 538 – 541), konsep fisiologis pankreas dibagi 2
yaitu :
1. Fungsi Eksokrin Pankreas
a) Sekresi Enzim Pankreas
Sekresi enzim-enzim pankreas terutama berlangsung akibat
perangsangan pankreas oleh kolesistokinin (CCK), suatu hormon
yang dikeluarkan oleh usus halus.
b) Sekresi Natrium bikarbonat
8
Natrium bikarbonat dikeluarkan dari sel-sel asinus ke usus halus,
sebagai respon terhadap hormon usus halus untuk menetralkan
kimus yang asam karena enzim-enzim pencernaan tidak dapat
berfungsi dalam lingkungan asam.
2. Fungsi Endokrin Pankreas
Fungsi endokrin pankreas adalah memproduksi dan melepaskan
hormon insulin, glukagon dan somatostatin yaitu oleh pulau
Langerhans.
a) Sekresi insulin
Insulin merupakan suatu hormon yang menurunkan glukosa darah
(Price dan Wison, 1996 : 1109) dilepaskan pada suatu tingkat/kadar
basal oleh sel-sel beta () pulau Langerhans. Rangsangan utama
untuk pelepasan insulin di atas kadar basal adalah peningkatan
kadar glukosa darah , hal ini merangsang sekresi insulin dari
pankreas dengan cepat meningkat dan kembali ke tingkat basal
dalam 2-3 jam. Insulin adalah hormon utama pada stadium
absorptif pencernaan yang muncul segera setelah makan. Di antara
waktu makan, kadar insulin rendah.
Insulin bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor
insulin yang terdapat di sebagian besar sel tubuh untuk
menyebabkan peningkatan transportasi glukosa (yang diperantarai
oleh pembawa) ke dalam sel. Setelah berada di dalam sel, glukosa
9
dapat segera dipergunakan untuk menghasilkan energi melalui
siklus Krebs, atau dapat disimpan di dalam sel sebagai glikogen,
sewaktu glukosa dibawa masuk ke dalam sel, kadar glukosa darah
menurun. Insulin adalah hormon anabolik (pembangun) utama
pada tubuh dan memiliki berbagai efek. Insulin meningkatkan
transportasi asam amino ke dalam sel, merangsang pembentukan
protein serta menghambat penguraian simpanan lemak, protein dan
glikogen. Insulin juga menghambat glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru) oleh hati .
Gambar 2.2. Siklus umpan balik yang memperlihatkan efek penurunan glukosa darah pada pengeluaran insulin. (Elizabeth J. Corwin. 1996. Handbook of Pathophysiology.
Lippincot. Raven Publishers. Philadelphia)
b) Sekresi glukagon
10
Stimulus :Peningkatan Glukosa
Darah
Pankreas2. Pengeluaran
insulin
Insulin merangsangTransportasi
glukosaSebagian besar sel
tubuh3. tranportasi glukosa
ke dalam sel
PenurunanGlukosa
darah
++
-
Glukagon adalah suatu hormon protein yang dikeluarkan oleh sel-
sel alpha () pulau Langerhans sebagai respon terhadap kadar
glukosa darah yang rendah dan peningkatan asam amino plasma.
Glukagon adalah hormon stadium pascaabsorptif pencernaan, yang
muncul dalam masa puasa di antara waktu makan. Fungsi hormon
ini terutama adalah katabolik (penguraian). Glukagon merangsang
penguraian lemak dan pelepasan asam-asam lemak bebas ke dalam
darah, untuk digunakan sebagai sumber energi selain glukosa.
c) Sekresi Somatostatin
Somatostatin disekresikan oleh sel-sel delta () pulau Langerhans.
Hormon ini mengotrol metabolisme dengan menghambat sekresi
insulin dan glukagon.
3. Patofisiologi
a. Diabetes Melitus Tipe I ( Diabetes Melitus Dependent Insulin/DMDI )
Diabetes melitus tipe I adalah penyakit hiperglikemi akibat ketiadaan
absolut insulin, biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk dan
berusia kurang dari 30 tahun . Diabetes tipe I diperkirakan timbul akibat
destruksi otoimun sel-sel beta pulau Langerhans yang dicetuskan oleh
lingkungan. Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan
respon dengan memproduksi antibodi terhadap sel-sel beta, yang akan
mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh
11
glukosa. Juga terdapat bukti adanya peningkatan antibodi-antibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans yang ditujukan terhadap komponen
antigenik tertentu dari sel-sel beta. Mungkin juga bahwa para individu
yang mengidap diabetes tipe I memiliki kesamaan antigen antara sel-sel
beta pankreas mereka dengan virus atau obat tertentu, sehingga sistem
imun gagal mengenali bahwa sel-sel pankreas adalah “diri” atau self
(Gambar 2.3) (Corwin, 1996 : 543 )
Efektor sel T
Virus ? Genetik ?
Gambar 2.3 Autoimunitas dan Diabetes (Barbara C. Long 1999. Perawatan Medikal Bedah edisi 3 . Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. Bandung)
b. Diabetes Melitus Tipe II (Diabetes Melitus Non Dependent
Insulin/DMNDI)
DM tipe II tampaknya berkaitan dengan kegemukkan. Selain itu,
pengaruh genetik yang menentukan kemungkinan seseorang mengidap
penyakit ini, cukup kuat. Mungkin pula bahwa individu yang menderita
diabetes tipe II menghasilkan antibodi insulin yang berikatan dengan
reseptor insulin, menghambat akses insulin ke reseptor, tetapi tidak
merangsang aktivitas pembawa.
12
Sel-sel beta
Altered sel beta
Sistem imun
Serangan lansung olehSel T
islet antibodi
T
B
Individu yang mengidap diabetes tipe II tetap menghasilkan insulin.
Namun sering terjadi kelambatan dalam ekskresi setelah makan dan
berkurangnya jumlah insulin yang dikeluarkan. Hal ini cenderung semakin
parah seiring dengan pertambahan usia pasien. Sel-sel tubuh, terutama sel
otot dan adiposa, memperlihatkan resistensi terhadap insulin yang terdapat
dalam darah.Pembawa glukosa tidak secara adekuat dirangsang dan kadar
glukosa darah meningkat. Hati kemudian melakukan glukoneogenesis,
serta terjadi penguraian simpanan trigliserida, protein, dan glikogen untuk
menghasilkan sumber bahan bakar alternatif. Hanya sel-sel otak dan sel
darah merah yang terus menggunakan glukosa sebagai sumber energi
efektif. Karena masih terdapat insulin, maka individu dengan diabetes tipe
II jarang hanya mengandalkan asam-asam lemak untuk menghasilkan
energi dan tidak rentan terhadap ketosis.
c. Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes. Sekitar 50 % wanita pengidap kelainan ini akan
kembali ke stastu nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Penyebab
diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan
energi dan kadar estrogen dan hormon pertumbuhan yang teru-menerus
tinggi selama kehamilan.
4. Gambaran Klinis Diabetes Melitus
13
Menurut Corwin (1996 : 546 – 547), terdapat 5 buah gambaran klinis dari
DM, yaitu :
a. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pascaabsorptif
yang kronik, katabolik protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel-sel.
Sering terjadi penurunan berat badan.
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat
besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel merangsang
pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus.
c. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin), pada orang nondiabetes,
semua glukosa yang difiltrasi ke dalam urin akan diserap secara aktif
kembali ke dalam darah. Pengangkut-pengangkut glukosa di ginjal yang
membawa glukosa keluar urin untuk masuk kembali ke darah akan
mengalami kejenuhan dan tidak dapat mengangkut glukosa lebih banyak.
Karena glukosa di dalam urin memiliki aktivitas osmotik, maka air akan
tertahan di dalam filtrat dan diekskresikan bersama glukosa dalam urin
sehingga terjadi poliuria.
d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di dalam
otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa
sebagai energi.
14
e. Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di
sekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.
5. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (American Diabetes Association 1997)
a. Diabetes tipe I
b. Diabetes tipe II
c. Diabetes tipe lain
1) Defek genetik fungsi sel beta
2) Defek genetik kerja insulin
3) Penyakit eksokrin pankreas
Pankreatitis, tumor/pankteatektomi, dan pankreatopati fibro kalulus
4) Endokrinopati
Akromegali, sindrom Cushing, feokromositoma, hipertiroidisme
5) Karena obat/zat kimia
6) Infeksi
Rubella kongenital
7) Sebab imunologi yang jarang
Antibodi anti insulin.
8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.
d. Diabetes Melitus Gestasional (DMG).
15
6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah sewaktu 200 mg/dl
Glukosa darah puasa 126 mg/dl
Glukosa darah 2 jam PP 200 mg/dl
b. Aseton plasma (keton) positif secara mendadak
c. Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
d. Insulin darah : menurun / bahkan sampai tidak ada (DM tipe I), atau
normal sampai tinggi (tipe II).
e. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
f. Osmolalitas serum : meningkat tapi biasanya kurang dari 330 mOsm/L.
g. Elektrolit : Natrium mungkin normal, meningkat atau menurun. Kalium
normal atau peningkatan semu, selanjutnya akan menurun. Fosfor lebih
sering menurun.
h. Gas Darah Arteri : pH rendah, penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
i. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
j. Ureum/kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan
fungsi ginjal).
k. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengidentifikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab dari DM.
16
l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.
n. Glikohemoglobin A1c (HbA1c) : meningkat 2-3 kali lipat (normalnya
HbA1c yang terbentuk 3-6 % dari kadar Hb).
7. Komplikasi
Menurut Corwin (1996 : 549 – 553), komplikasi DM dapat dibagi ke dalam 2
bagian besar yaitu akut dan kronik.
a. Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis Diabetes
Kadar keton meningkat (ketosis) akibat pemakaian asam-asam lemak
yang hampir total untuk menghasilkan ATP. Pada ketosis, pH turun di
bawah 7,3. pH yang rendah menyebabkan asidosis metabolik dan
merangsang hiperventilasi, yang disebut pernapasan Kusmaul.
2) Koma Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketosis (KHHN)
Dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah akan menyebabkan
osmolalitas plasma, yang dalam keadaan normal dikontrol secara ketat
pada rentang 275-297 mOsm/L, meningkat melebihi 310 mOsm/L.
Situasi ini menyebabkan berliter-liter urin, rasa haus yang hebat, defisit
kalium yang parah, dan pada sekitar 15-20 % pasien, terjadi koma dan
kematian.
17
3) Efek Somogyi
Ditandai oleh penurunan unik kadar glukosa darah pada malam hari,
diikuti oleh peningkatan rebound pada paginya.
4) Fenomena Fajar (dawn phenomenon) adalah hiperglikemia pada pagi
hari (antara jam 5 – 9).
b. Komplikasi Jangka Panjang
1) Sistem Kardiovaskuler
Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa
aterosklerosis. Gangguan-gangguan biokimia yang ditimbulkan akibat
insufisiensi insulin berupa : (1) penimbunan sorbitol dalam intima
vaskuler, (2) hiperlipoproteinemia dan, (3) kelainan pembekuan darah.
Pada akhirnya makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan
penyumbatan vaskuler (Price dan Wilson, 1992 : 1119)
2) Gangguan Penglihatan
Ancaman paling serius terhadap penglihatan adalah retinopati. Retina
adalah jaringan yang sangat aktif bermetabolisme dan pada hipoksia
kronik akan mengalami kerusakan secara progresif (Corwin, 1996 :
552)
3) Gangguan Sistem Saraf
Menurut Barbara C. Long (1996 : 17), neuropati diabetes disebabkan
oleh hipoksia kronik sel-sel saraf. Sel-sel penunjang saraf, sel
Schwann, mulai menggunakan metode-metode alternatif untuk
18
menangani beban peningkatan glukosa kronik, hal ini mentebabkan
perlambatan hantaran saraf dan berkurangnya sensitivitas. Hilangnya
sensasi suhu dan nyeri meningkatkan kemungkinan pasien mengalami
sedera yang parah dan tidak disadari.Keadaan yang timbul akibat
anestesia berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak
terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Gangren yang timbul
dapat berupa gangren kering atau gangren basah.Gangren kering terjadi
jika jaringan yang mati tidak berhubungan dengan perubahan-
perubahan pada reaksi peradangan. Gangren basah adalah gangren yang
terjadi bersamaan dengan peradangan.Sepetikemi dan syok septik dapat
terjadi pada keadaan ini. Hubungan antara perubahan vaskuler dan
perubahan persarafan pada lesi-lesi kaki penderita diabetes, yang
biasanya membutuhkan tindakan amputasi karena gangren yang terjadi,
digambarkan pada gambar 2. 4
2) Gangguan Sistem Perkemihan
Akibat hipoksia yang berkaitan dengan diabetes jangka panjang,
glomerulus, seperti sebagian besar kapiler lainnya, menebal. Terjadi
hipertropi ginjal akibat peningkatan kerja yang harus dilakukan oleh
ginjal pengidap DM kronik untuk menyerap ulang glukosa.
19
Gambar 2.4 Bagaimana perjalanan suatu lesi kaki pada penderita diabetes sehingga perlu diamputasi.(Adapted from Levin M.E.Medical Evaluation and treatment. In lecin, M.E and O’neal, L.W. editor : The diabetic foot, ed 2, St. Louis. 1997. The C.V. Mosby Co)
8 Manajemen Medik Secara Umum
Pilar utama pengelolaan DM (Perkeni, 1998)
a. Penyuluhan
Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan perawatan pasien diabetes.
b. Perencanaan Makan
Disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani.
20
c. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan yang sifatnya CRIPE (continuous, rhytmical, interval,
progressive, endurance training). Zona sasaran adalah 75 – 85 % denyut
nadi maksimal (220 – umur).
d. Obat Berkhasiat Hipoglikemik
1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO).
2) Insulin.
Manajemen medik lainnya menurut Corwin (1996 :555) adalah :
a. Pemberian cairan pada KHHN.
b. Intervensi farmakologis.
c. Penggantian sel pulau Langerhans.
d. Insersi/memasukkan gen untuk insulin.
Secara khusus pada Simposium Pencegahan dan Pengendalian Diabetes serta
Komplikasinya dikemukakan mengenai perawatan kaki pada penderita
diabetes yaitu sebagai berikut :
a. Perawatan kaki apabila ditemukan hal-hal sebagai berikut :
Usia di atas 40 tahun, berat badan berlebihan, menderita DM lebih dari 10
tahun, sirkulasi dalam darah kurang sehingga denyut nadi kurang teraba
atau negatif, perubahan bentuk kaki : bengkak, ulkus, ibu jari bengkok ke
luar dan radang sendi, dan kaki yang kema infeksi.
21
B. Tinjauan Teoritis Tentang Asuhan Keperawatan
1. Assesment/Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan and merupakan
suatu proses ayng sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi statu kesehatan klien (Iyes et
all, 1996 : 17)
Menurut Rumahorbo (1996 : 105-105), pada klien dengan diabetes;
tipe diabetes, kondisi klien, dan rencana pengobatan adalah pengkajian yang
harus dilakukan. Pengkajian secara detail adalah sebagai berikut :
a. Riwayat atau adanya faktor risiko :
Riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik,
riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kilo, riwayat glukosuria selama stress
(kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi,.penyakit) atau terapi obat
(glukokortikosteroid, diuretik tiazid, dan kontrasepsi oral).
b. Kaji terhadap manifestasi DM
Poliuri, polidipsi, polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular,
kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang dan kram otot.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Tes Toleransi Glukosa (TTG), gula darah puasa (FBS), glikohemoglobin
HbA1c, urinalisis, kolesterol dan kadar trigliserin. Diagnosis DM dibuat
bila gula darah puasa di atas 140 mg/dL selama 2 atau lebih kejadian dan
pasien menunjukkan gejala-gejala DM. Juga diagnosis dapat dibuat bila
22
contoh TTG selama periode 2 jam dan periode lainnya (30 menit, 60 menit
atau 90 menit) melebihi 200 mgh/dL.
d. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik
dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
e. Kaji perasaan klien tentang kondisi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon (status kesehatan/respon perubahan pola), dari individu atau kelompok
dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2000 : 35). Pengertian yang
lain dari Diagnosa Keperawatan dikemukakan oleh Gordon (1976) yaitu
masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan, dan
pengalamannya, dia mampu dan mempunyai kewenangan untuk memberikan
tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan dibuat berdasarkan analisa data pasien. Berikut
adalah beberapa diagnosa keperawatan yang terdapat pada klien dengan DM
(Hotma Rumahorbo, SKp, 1997 : 106) :
a. Defisit volume cairan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
c. Risiko tinggi terhadap infeksi.
d. Risiko tinggi terhadap perubahan sensorik perseptual.
23
e. Keletihan.
f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
g. Ketidakberdayaan.
h. Risiko terhadap inefektif penatalaksanaan regimanb terapeutik
(individual).
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana Keperawatan diartikan sebagai suatu dokumentasi tulisan
tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa rencana tindakan keperawatan
dari 2 buah diagnosa yang sering muncul.
a. Diagnosa Keperawatan 1 : Kurang pengetahuan mengenai penyakit,
prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan :
Klien akan :
1) Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit
2) Mengidentifikasi hubungan tanda atau gejala pada proses penyakit dan
menghubungakan gejala dengan faktor penyebab.
3) Dengan benar melakukan prosedur yang bdiperlukan dan menjelaskan
rasional tindakan.
4) Melakukan perubahan gaya hidup yang diperlukan dan berpartisipasi
dalam program pengobatan.
24
Intervensi :
1) Ciptakan lingkungan saling percaya dan bekerja dengan pasien dalam
menata tjuan belajar yang diharapkan.
2) Pilihlah berbagai strategi belajar dan diskusikan topik-topik penting.
3) Dislusikan tentang rencana diet.
4) Riviu regimen pengobatan dan pemberian insulin mandiri serta
perawatan peralatan.
5) Pemeriksaan gula darah setiap hari, buat jadwal latihan/ aktiovitas yang
teratur.
6) Identifikasi gejala hipoglikemi dan instruksikan pentingnya perawatan
kaki.
7) Tekankan pentingnya pemeriksaan mata.
8) Diskusikan mengenai fungsi seksual dan identifikasi sumber-sumber
yang bada di masyarakat.
b. Diagnosa Keperawatan 2 : Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan
penyakit jangka panjang atau progresif yang tidak dapat disembuhkan,
ketergantungan dengan orang lain :
Tujuan :
Klien akan :
1) Mengakui perasaan putus asa.
2) Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
25
3) Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara
mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi :
1) Anjurkan pasien/keluarga untuk menekspresikan perasaannya tentang
perawatan di rumah sakit dan penyakit secara umum, akui normalitas
perasaan.
2) Identifikasi lokus kontrol dan berikan kesempatan pada orang terdekat
untuk mengekspresikan kekuatirannya.
3) Pertegas tujuan/harapan dan tentukan apakah telah terjadi perubahan
hubungan dengan orang terdekat.
4) Beri dorongan untuk membuat kepoutusan yang berhubungan dengan
perawatan.
5) Dukung partisipasi dalam perawatan diri dan berikan umpan balik
positif untuk upaya yang dilakukannya.
26