Upload
lamdieu
View
220
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB 2
LANDASAN TEORI
Di dalam bab 2 ini akan dibahas lebih dalam mengenai beberapa konsep dan
teori yang digunakan oleh penulis sebagai dasar pemikiran yang mendukung
argumentasi serta landasan dan kerangka berpikir dalam menulis dan penyusunan
tesis ini. Teori teori tersebut ditelaah dari berbagai sumber seperti pustaka, jurnal,
kutipan dan sumber lainnya.
2.1 Bisnis Ritel
Bisnis ritel di Indonesia, berkembang sangat pesat. Hal ini didukung oleh
faktor, salah satunya adalah terbukanya peluang pasar, perkembangan dari usaha
manufaktur yang memasok produk kepada pengusaha ritel, dan juga dorongan dari
pemerintah yang mendukung perkembangan ekonomi yang salah satunya dengan
menguatkan dari segi bisnis ritel.
Ritel (Retail) sendiri berasal dari kata Perancis, yang memiliki arti
“memotong kecil kecil” (Risch,1991). Menurut Levy dan Weitz (2004:6), Retailing
adalah rangkaian aktivitas bisnis yang bertujuan untuk menambah nilai guna barang
dan jasa yang dijual kepada konsumen yang ditujukan sebagai konsumsi pribadi atau
rumah tangga. Menurut Kotler (2000:592), Retailing adalah penjualan secara eceran
yang meliputi aktivitas penjualan barang dan atau pun jasa yang kepada konsumen
dimana digunakan sebagai konsumsi pribadi. Secara garis besar, bisnis ritel adalah
serangkaian aktivitas bisnis penjualan barang dan jasa secara eceran kepada
11
konsumen dimana tujuan akhirnya adalah konsumsi pribadi.
Bisnis ritel mencangkup pada kegiatan kegiatan seperti :
- Menyediakan produk yang diperlukan oleh konsumen akhir.
- Menjual dengan harga yang sesuai.
- Penyampaian dan distribusi kepada konsumen.
- Meyakinkan konsumen bahwa produk yang ditawarkan dapat memenuhi
kebutuhan konsumen.
2.2 Brand
Definisi Brand menurut Susanto (2004:5), adalah pengait ingatan terhadap
sesuatu yang mewakili citra tertentu dalam benak konsumen terhadap suatu barang.
Terdapat dua hal yang menjadi pencapaian dalam pemberian suatu merek. Pertama
adalah sebagai identitas dan kepribadian suatu produk melalui penamaan. Lebih
lanjut merek berperan sebagai ‘tools’ untuk mempertegas posisi dalam persaingan di
dalam pasar.
Menurut Kotler (2009:258), Brand merupakan nama, istilah, tanda, symbol,
rancangan, atau kombinasi dari semuanya yang dimaksudkan untuk
mengindentifikasi barang atau jasa atau kelompok penjual dan selanjutnya
membedakan dari produk / jasa pesaing.
Sedangkan menurut Godin (2009),
“Brand is the set of expectations, memories, stories and relationships that taken
together, account for a consumer‟s decision to choose one product or service over
another.”
12
Masih menurut Kotler (2003:418-19),brand memiliki 6 makna penting, yaitu:
Attributes
Dengan adanya brand maka konsumen dapat diberikan gambaran terhadap
atribut atau sifat dari brand itu sendiri.
Benefit
Setelah pendefinisian atribut / sifat, maka selanjutnya merek tersebut
ditransformasikan dalam bentuk dua manfaat, yaitu emosional dan fungsional.
Value
Dalam hal ini,brand dapat menambah nilai bagi produsen itu sendiri.
Culture
Dengan adanya brand, maka akan tercerminkan budaya tertentu.
Personality
Brand dalam hal ini mencerminkan kepribadian dari setiap penggunanya.
User
Brand dapat menggambarkan jenis pelanggan yang membeli atau
menggunakan produsen tersebut.
2.3 Brand Awareness
Definisi Brand Awareness menurut Aaker (2000), adalah kesanggupan calon
pelanggan dalam mengenal atau mengingat kembali bahwa suatu merek adalah
merupakan bagian dari satu produk. Dimana biasanya hal ini terkait pada aktivitas-
aktivitas promosi dan penciptaan kesan kepada konsumen akan suatu produk.
Sebagaimana dikuatkan oleh East (1997:29), brand awareness adalah suatu
13
pengakuan dan pengingatan dari sebuah merek dimana berperan pula sebagai
pembeda dengan merek lain. Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa Brand
Awareness adalah kesanggupan pelanggan dalam mengingat, mengenal dan
membedakan suatu merek dengan merek lain. Dalam menciptakan brand awareness
yang kuat dibutuhkan peran branding yang kuat akan suatu produk kepada konsumen.
Masih menurut Aaker, terdapat 4 tingkatan brand awareness:
Unaware of Brand (tidak menyadari merek)
Pada tingkatan paling rendah ini, pelanggan tidak menyadari akan keberadaan
suatu merek.
Brand Recognition (mengenal merek)
Pada tingkatan ini, pelanggan membutuhkan bantuan untuk mengenali suatu
merek. Seperti, memperlihatkan ciri ciri atau gambar tertentu.
Brand Recall (mengenal kembali merek)
Pada tingkatan ini, pelanggan tidak membutuhkan lagi bantuan untuk mengenali
suatu merek, dimana dengan disebutkan merek tersebut pelanggan sudah dapat
mengenali nya.
Top of Mind (puncak pikiran)
Pada tingkatan tertinggi ini, pelanggan tidak hanya membutuhkan bantuan untuk
mengenali suatu merek, akan tetapi jika ditanyakan dapat menjelaskan elemen
dari merek tersebut dan merupakan pertama terbayangkan dalam benak pelanggan
dalam kelas merek sejenis
14
Menambahkan menurut Aaker (2000), brand awareness akan menimbulkan
suatu value, yaitu:
Sumber pengembangan asosiasi
Dengan Brand Awareness yang tinggi, maka akan memudahkan pengembangan
asosiasi atau kesan suatu merek, seperti atribut atau manfaat produk.
Familiar akan produk
Rasa suka pelanggan dapat ditimbulkan oleh Brand Awareness, dimana pada
selanjutnya pelanggan akan akrab terhadap merek dan merekomendasikan kepada
orang lain.
Menimbulkan komitmen
Brand awareness pun dapat menimbulkan komitmen pelanggan dalam membeli suatu
produk. Dikarenakan dengan brand awareness yg didukung promosi yang kuat, dapat
memberikan kesan yang baik akan kekuatan suatu merek tersebut, dibandingkan
kompetitornya.
Selalu dipertimbangkan
Dengan brand awareness yang kuat, maka pelanggan pun akan selalu
mempertimbangkan produk tersebut sebelum membeli sesuatu dari kelas produk yang
sama.
2.4 Keunggulan Produk
Keunggulan produk baik pada barang maupun jasa merupakan salah
satu cara bagi suatu perusahaan dalam beradaptasi pada dinamika pasar,
teknologi maupun kompetisi dalam suatu industri (Dougherti dan Hardy, I
15
996:1120). Menurut Song dan Weiss (2001:65) keunggulan produk
merupakan persepsi atas nilai lebih melekat pada produk sebagai alat untuk
mencapai keunggulan kompetitif, dimana nilai lebih tersebut dapat dilihat
melalui kualitas produk yang bersifat teknis maupun non-teknis yang sesuai
dengan harapan serta kebutuhan konsumen. Sementara menurut Cooper dan
Kleinschmidt (2000:20) Keunggulan produk adalah nilai lebih yang dihasilkan
dari penanganan proses dan implementasi aktivitas produksi produk, yang
diukur keberhasilannya dengan telah memenuhi kriteria baik secara tehnik
maupun dari sisi pemasaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya
keunggulan produk merupakan nilai lebih yang dimiliki oleh suatu produk
yang merupakan hasil dari aktifitas baik secara teknis maupun non-teknis
yang diusahakan guna memenuhi harapan serta kebutuhan konsumen. Dalam
mengukur keunggulan suatu produk menurut Cooper dan Kleinschmidt
(2000:20) bahwasanya digunakan beberapa indikator yakni melalui penilaian
atas kualitas produk yang melekat, inovasi produk dan harga jual yang
bersaing.
Menurut Hellofs dan Jacobson (1999:16) kualitas produk dapat
diartikan sebagai pertanda bahwa pelanggan akan lebih loyal, membeli lebih
banyak lagi, dan promosi gratis bagi perusahaan. Menurut Voss dan Voss
(2000:68) mencapai keunggulan produk dengan membangun kualitas produk,
merupakan langkah strategis yang harus ditempuh oleh perusahaan. Dimana
hal tersebut dapat menjadi nilai lebih yang sangat penting bagi konsumen
(Child dan McGrath,2001:1136). Kualitas produk dalam hal ini merupakan
16
kompetensi yang melekat pada sifat-sifat yang dimiliki oleh produk itu
sendiri, seperti halnya penggunaan bahan produksi, kecanggihan mesin
produksi, terkait isi dan kecakapan produk tersebut serta kekuatan nama yang
dimiliki oleh produk itu dibandingkan dengan pesaingnya. Oleh karena itu
kualitas produk merupakan alat kompetitif yang efektif dalam mencapai
keunggulan bersaing (Menon, 1997:187). Hal tersebut senada dengan
pendapat Olson (1995:48) bahwa untuk mencapai nilai lebih suatu produk,
maka yang harus dibenahi adalah koordinasi yang lebih efektif antara semua
pihak yang ada dalam suatu organisasi, seperti dengan mengelola sumberdaya
yang mendukung proses produksi produk. Kualitas juga berperan sebagai
pembeda bagi pelanggan terhadap antara produk perusahaan dengan produk
pesaing dalam suatu industri (Pitt,1996:2).
Masih menurut Cooper dan Kleinschmidt (2000:20), dalam mengukur
keunggulan produk yang kedua adalah dibutuhkan adanya inovasi pada
penangan produk tersebut. Hal tersebut terkait penanganan yang diberikan
pada produk tersebut. Dimana menurut Bruce, (1993) dalam Ferdinand
(2002:23) menggambarkan persaingan dalam sebuah sistem hubungan dimana
perusahaan hanya dapat bertahan hidup dan eksis, bila setiap perusahaan
mempunyai keunggulan unik dibandingkan dengan para pesaingnya. Hal ini
terkait sebagaimana studi yang dilakukan oleh Cowling dan Cubbin (1971);
Kwoka (1984) dalam Ferdinand (2000:25) strategi pemasaran dalam hal ini
memainkan peran yang sangat penting, dimana perhatian konsumen biasanya
tertuju. Menurut Han, dkk., (1998) dalam Wahyono (2002:31) bahwa strategi
17
pemasaran yang baik merupakan suatu bentuk komitmen perusahaan terhadap
kepuasan total pelanggan, yang bisa disebabkan inovasi yang berkelanjutan
untuk mencapai keunggulan produk. Hal tersebut diperkuat dengan. pendapat
Morgan dan Piercy (1998:191) bahwa pendekatan terhadap pelanggan melalui
inovasi produk merupakan respon perusahaan atas fungsi permintaan dan
keinginan pelanggan dan persepsi pelanggan yang mereka peroleh dari produk
yang ditawarkan oleh perusahaan.
Sedangkan indikator keunggulan produk yang ketiga menurut Cooper
dan Kleinschmidt (2000:20) harga jual yang bersaing. Hal ini menjadi sangat
penting dimana harga jual yang kompetitif merupakan suatu bentuk hasil
efektifitas yang telah dilakukan dalam rangkaian produksi yang telah dilalui
sehingga menjadikan biaya produksi yang juga efektif dan berdampak pada
penetapan harga jual yang kompetitif. Harga jual suatu produk mempunyai
daya tarik yang kuat terhadap daya beli pelanggan akan produk perusahaan
(Bronnenberrg dan Vanhonacker,1996:165).
Sehingga berdasarkan indikator keunggulan produk oleh Cooper dan
Kleinschmidt (2000:20) dapat disimpulkan bahwasanya keunggulan produk
yang didasarkan pada kualitas melekat pada nilai lebih produk itu sendiri
(kompetensi produk), inovasi produk diciptakan melalui dukungan dari
sumber daya lain diluar produk yang ada (kompetensi people) dan harga yang
kompetitif dipengaruhi oleh penentuan harga yang pantas pada suatu produk
(kompetensi harga).
18
2.5 Branding
Definisi branding menurut Business Dictionary (2014) adalah,
“The process involved in creating a unique name and image for a product in the
consumers' mind, mainly through advertising campaigns with a consistent theme.
Branding aims to establish a significant and differentiated presence in the market that
attracts and retains loyal customers.”
Sedangkan menurut Tom Duncan (2005:71),
“Branding is the process of creating a brand image that engages the hearts and
minds of customers, is what separates similar products from each other. “
Branding adalah salah satu langkah untuk membangun aset penting bagi
perusahaan, yaitu adalah suatu reputasi yang baik. Branding sendiri dapat
membangun ekspektasi terhadap produk atau jasa yang ditawarkan suatu perusahaan.
Tak pelak, Branding dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan untuk
mempertahankan ekspektasi tersebut atau malah melebihinya, sehingga perusahaan
dapat menawarkan produk dan pelayanan yang lebih baik kepada pasar.
Branding memberikan berbagai keuntungan baik konsumen dan juga perusahaan.
Pengaruh Branding kepada konsumen, menurut Keller (2003:26) :
Mengurangi biaya „information search‟ karena branding telah memberikan
pengenalan mengenai produk dan citra merek tersebut
Memberikan informasi mengenai produsen dari produk tersebut
Memberi informasi tentang produk yang tentu diarahkan dalam pengambilan
keputusan pelanggan.
19
Sedangkan terhadap produsen, branding dapat berpengaruh pada:
Mempermudah produsen dalam penyampaian pesan
Memastikan kredibilitas produsen
Membantu dalam menghubungkan produsen dengan target pasar atau
pelanggan secara emosional
Membantu dalam memotivasi konsumen akan produk tersebut
Memastikan terbentuknya kesetiaan pelanggan
2.6 Marketing Mix
Menurut Kotler (2003:78),“Marketing mix as the set of controllable
marketing variables that the firm bleads to produce the response it wants in the target
market.”
Sedangkan menurut Swastha (1997:234), Marketing Mix adalah suatu
kombinasi dari variabel / kegiatan yang merupakan inti dalam pemasaran suatu
perusahaan.
Dan jika disimpulkan, maka Marketing Mix atau bauran pemasaran adalah
tiap usaha yang dilakukan manajemen suatu organisasi untuk mencapai target yang
ditentukan dan pada sasaran pasar yang dituju dengan mengkombinasikan variabel
dalam sistem pemasaran dalam perusahaan itu sendiri. Menyambung teori yang telah
dikemukan oleh Swastha tersebut, maka dapat dijabarkan pula Marketing Mix
menjadi variable yang lumrahnya disebut dengan 7P, namun dalam tesis ini, penulis
hanya menggunakan parameter kompetensi yang hanya dititikberatkan pada
20
pendekatan 6P, dimana penulis mengeleminasi Process , dimana kurang relevan
dalam penelitian ini, dimana Marketing Mix yang kami gunakan adalah :
Product
Produk adalah sesuatu yang ditawarkan pelaku pasar dalam tujuan agar
dimiliki, digunakan, dikonsumsi sehingga memenuhi kebutuhan konsumen, dimana
berbentuk barang, jasa maupun bentuk lain. Strategi dapat diberlakukan dengan
merancang kebijakan mengenai keputusan akan produk yang ditawarkan mencangkup
fisik dari produk, merek, packaging dan bentuk servis.
Lebih jauh , strategi yang dapat dilakukan menurut Tjiptono(1999:109-32) adalah ;
- Product positioning : Dengan melakukan analisis marketing, terutama posisi
di dalam pasar sebelum melakukan bisnis
- Product re-positioning : Dengan melakukan review terhadap posisi saat ini
dan berujung kepada strategi positioning baru. Tujuan nya adalah untuk
memperbaiki situasi bisnis perusahaan dan memastikan kelangsungan produk.
- Product overlap : Dengan menciptakan persaingan terhadap suatu merek
tertentu milik perusahaan sendiri. Strategi ini dilakukan agar dapat menarik
lebih banyak pelanggan, memperbanyak kapasitas dan mengurangi biaya
- Product scope : Strategi yang berkaitan dengan perspektif bauran produk ini
dilakukan dengan contohnya adalah menganalisis jumlah lini produk dan item
yang ditawarkan.
- Product elimination : Melakukan pengurangan komposisi portofolio produk
yang dihasilkan perusahaan , dengan memangkas jumlah produk di dalam
suatu lini atau jumlah divisi.
21
- Product design : Strategi ini berkaitan dengan proses standarisasi produk,
dimana ada 3 pilihan strategi; standard, customized dan standard with
modification. Dan tujuan dari strategi ini adalah pertumbuhan pangsa pasar
dan laba.
- New product : Strategi ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan baru,
memperkuat reputasi perusahaan dan mempertahankan daya saing melalui
inovasi. Strategi produk baru ini meliputi produk orisinil , penyempurnaan
produk , modifikasi produk dan pengembangan melalui riset.
Price
Harga diartikan sebagai nilai dari suatu barang atau jasa yang diukur dengan
sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang / perusahaan bersedia
melepaskan barang / jasa yang dimiliki kepada pihak lain. (Nitisemito, 1991:55).
Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa)
yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang
atau jasa, Tjiptono (2001:151). Sedangkan metode penerapan strategi harga menurut
Ma’aruf (2005:135) terbagi menjadi 5 jenis:
1. Customary pricing, dimana menetapkan harga sesuai dengan harga yang
lumrah
2. Penetapan Odd Pricing / harga ganjil
3. Leader pricing, menetapkan harga lebih rendah dari harga pasar
4. Rabat Pricing, memberi potongan dalam kuantitas lebih
5. Price lining , menetapkan harga dalam berbagai tingkat yang berbeda
22
Harga dapat ditentukan oleh kebijakan dimana antara lain :
1. Uniform pricing, dimana kebijakan harga yang dikenakan penjual sama untuk
setiap unit nya.
2. Price discrimination, dimana penjual menetapkan harga yang berbeda dalam
jumlah unit yang berbeda pada produk sejenis / sama.
3. Complete price discrimination, dimana penjual menetapkan harga sangat
dekat dengan harga margin.
4. Direct segment discrimination, dimana penjual menetapkan harga yang
berbeda untuk tiap segmen.
5. Indirect segment discrimination, dimana penjual (yang tidak menyentuh
segmen secara langsung) memberikan opsi seperti penyesuaian kuantitas dan
besaran produk untuk meningkatkan margin.
Place
Pembauran yang selanjutnya dibahas berkaitan dengan saluran distribusi.
Menurut Kotler (2000:48), saluran distribusi merupakan perangkat yang melakukan
kegiatan / fungsi yang digunakan untuk menyalurkan produk dan pengubahan status
kepemilikan dari produsen kepada konsumen.
Dapat diartikan bahwa saluran distribusi suatu barang adalah seluruh kegiatan
dalam memindahkan kepemilikan produk yang melibakan pihak pihak yang berkaitan
seperti produsen, konsumen, agen. Masih menurut Kotler, syarat yang harus
dilakukan agar kegiatan distribusi berjalan dengan adalah dengan melakukan:
1. Penelitian, dengan mencari dan mengumpulkan informasi untuk perencanaan dan
dalam proses pertukaran.
23
2. Promosi, pengembangan dan penyebaran informasi yang persuasif mengenai
penawaran.
3. Penyelarasan, yaitu mempertemukan penawaran yang sesuai dengan permintaan
pembeli termasuk juga dengan pengolahan, penilaian dan pengemasan.
4. Negosiasi, yaitu usaha untuk mencapai persetujuan akhir.
5. Distribusi fisik, penyediaan sarana transportasi atau penyimpanan.
6. Pembiayaan, yaitu menyediakan dana untuk penyediaan permintaan dan juga
menutup biaya dalam saluran pemasaran.
7. Pengambilan resiko, yaitu memperkirakan resiko yang akan terjadi sehubungan
dengan pelaksanaan pelaksanaan saluran pemasaran tersebut.
Terdapat 3 tipe saluran distribusi:
- Distribusi insentif
Digunakan oleh produsen dengan menggunakan penyalur terutama pengecer
sebanyak banyaknya dalam mendekati konsumen.Diharapkan dengan
pendistribusian insentif dapat mempercepat pemenuhan kebutuhan konsumen.
- Distribusi selektif
Produsen atau perusahaan menggunakan jasa sejumlah pedagang
besar/pengecer.Biasanya saluran distribusi ini digunakan untuk memasarkan
produk baru.
24
- Distribusi ekslusif
Digunakan oleh produsen/ perusahaan ketika hanya menggunakan satu
pedagang besar/pengecer dalam daerah tertentu. Diharapkan pengawasan
terhadap barang lebih mudah.
Promotion
Saladin & Oesman (2003:195) mendefinisikan promosi sebagai kegiatan
komunikasi informasi oleh penjual dan pembeli yang bertujuan merubah sikap dan
tingkah laku pembeli, dimana sebelumnya tidak mengenal menjadi mengenal produk,
menjadi pembeli & mengingat produk tersebut.Sedangkan menurut Tjiptono
(2001:221), promosi adalah suatu aktifitas pemasaran yang berusaha menyebarkan
informasi, membujuk & mengingatkan sasaran pasar atas produk yang ditawarkan
agar bersedia menerima, membeli & loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan
bersangkutan. Hingga dapat penulis simpulkan, bahwa promosi adalah media
komunikasi dan penyampaian pesan yang dilakukan oleh perusahaan maupun
perantara yang menyertai dengan tujuan memberi informasi tentang produk itu
sendiri, dimana informasi tersebut bersifat memberitahu, membujuk dan menanamkan
ingatan kepada konsumen.
Lalu demi mendukung kegiatan promosi yang optimal, maka diperlukan
bauran promosi dimana merupakan jenis kegiatan yang mampu mendorong
kesuksesan kegiatan promosi suatu perusahaan, dimana menurut Kotler (2003:564)
terbagi sebagai berikut:
25
- Periklanan (Advertising)
Adalah bentuk promosi non personal yang menggunakan berbagai media
dimana bermaksud untuk merangsang pembelian oleh konsumen.
- Promosi penjualan (Sales promotion)
Adalah variasi insentif jangka pendek dimana bertujuan untuk merangsang
timbulnya pembelian
- Penjualan personal (Personal selling)
Adalah kegiatan presentasi dengan lisan dan personal demi merangsang
pembelian oleh konsumen
- Publisitas (Publicity)
Adalah kegiatan memperbaiki, melindungi dan mempertahankan
kelangsungan dan citra produk
- Pemasaran langsung (Direct marketing)
Adalah kegiatan pemasaran secara langsung kepada konsumen secara
perseorangan.
Physical Evidence
Menurut Zeithaml (2006:27), Physical evidence adalah suatu lingkungan
dimana pelayanan dan kegiatan aktivitas bisnis berlangsung dan komponen nyata
yang memfasilitasi kinerja dan komunikasi dari tiap layanan yang diberikan. Secara
singkat, Physical evidence adalah komponen nyata yang turut mempengaruhi
keputusan dari setiap konsumen untuk membeli dan menggunakan produk yang
ditawarkan oleh produsen.
26
Komponen- komponen yang dapat termasuk dalam Physical evidence :
- Lingkungan fisik, seperti bangunan, perlengkapan dan logo
- Atmosfer, seperti tata ruang, aroma dan tampilan visual.
People
Menurut Zeithaml dan Bitner (2006:26), definisi dari people adalah setiap
pelaku yang mempunyai peran dalam setiap penyajian jasa yang dapat mempengaruhi
persepsi dari para pembeli.
Lebih lanjut, beberapa elemen dari people itu sendiri adalah pegawai
perusahaan, pelanggan, dan pelanggan dalam lingkungan jasa. Lupiyoadi (2001:5),
mengkategorikan 4 peran atau pengaruh aspek people yang mempengaruhi
pelanggan, yaitu :
1. Contractor
Dimana komponen people disini melakukan interaksi langsung dengan
pelanggan/ konsumen dalam frekuensi yang cukup sehingga memungkinan
untuk mempengaruhi konsumen dalam proses pembelian.
2. Modifier
Merupakan komponen yang tidak memiliki keterlibatan secara langsung
dalam setiap aktivitasnya, dimana kontak dengan konsumen sedikit. Namun,
tetap memerlukan pelatihan dan pengembangan kerja intensif oleh manajemen
(contoh : operator telpon, resepsionis).
27
3. Influencer
Merupakan komponen yang tidak secara langsung melakukan kontak dengan
konsumen, namun memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pengambilan
keputusan konsumen untuk membeli produk. Influencer lebih memberikan
pengaruh dalam pengambilan keputusan, dimana dapat bersifat rasional
maupun emosional (contoh:R&D, staff produksi).
4. Isolated
Merupakan komponen yang juga secara tidak langsung melakukan kontak
dengan konsumen, namun memiliki peran penting dalam kinerja suatu
perusahaan, seperti penyediaan informasi intraorganisasi dan pendukung lain
(contoh: IT, administrasi, HR).
2.7 Customer Satisfaction
Menurut Kotler (2003:61) kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai perasaan
senang atau kekecewaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang
dirasakan dibandingkan dengan ekspektasi terhadap barang yang ia gunakan.
Customer Satisfaction bertindak sebagai “the number of customers, or
percentage of total customers, whose reported experience with a firm, its products, or
its services (ratings) exceeds specified satisfaction goals”
Halstead, Hartman & Schmidt (1994:114), berpendapat bahwa customer
statisfaction adalah
“A transaction-specific affective response resulting from the customer‟s comparison
of product performance to some prepurchase standard “
28
Sedangkan Pappu & Quester (2006:4-14) mengungkapkan customer
statisfaction adalah sebagai “an overall customer‟s positive evaluation of the
products and services purchase experiences and consumptions which, before
purchasing products and services, the customers might have certain expectation
about the outcomes of the product and service, therefore satisfaction is related with
customers‟ personal opinion and feeling whether after experienced the product, they
think that the product and services meet their expectations”.
Lebih lanjut, menurut Anderson (1994:112-20), “Customer‟s satisfaction
could give economic benefits for the company such as increasing the profitability and
return on investment since the satisfied customers will have higher possibility to
repurchase the product and retained to the products.
Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa Customer Satisfaction adalah
sebuah respon positif dari pelanggan terhadap ekspektasi dari produk atau jasa
dengan yang telah dirasakan dimana dapat berdampak dalam peningkatan penjualan
dikarenakan kesempatan pembelian berulang oleh pelanggan yang tinggi.
Menurut Kotler (2000:41) terdapat empat metode yang dapat dilakukan suatu
perusahaan untuk memperoleh data tingkat kepuasan pelanggan ;
1. Sistem keluhan dan saran
Dalam proses pengidentifikasian masalah ini,perusahaan mengumpulkan
informasi langsung dari konsumen dengan menyediakan kotak saran yang
sekiranya akan dikumpulkan dan menjadi masukan untuk lebih baik
2. Survei kepuasan konsumen
29
Proses pengidentifikasian masalah ini dilakukan dengan cara survei melalui
surat, telepon, maupun wawancara.
3. Ghost Shopping
Ghost Shopping dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan
perusahaan pesaing dan membandingkan dengan perusahaan bersangkutan.
Biasanya dilakukan dengan seolah-olah mempresentasikan diri sebagai calon
rekanan / saudara pesaing.
4. Analisis kehilangan konsumen
Ditahap ini, perusahaan yang bersangkutan menganalisis dan berusaha
memahami atas kehilangan pelanggan.
2.8 Brand Trust
Kepercayaan pelanggan terhadap suatu merek adalah salah satu komponen
yang penting demi kelangsungan bisnis suatu perusahaan. Menurut Lau &Lee
(1999:341-70) melalui jurnal mereka, Brand Trust atau kepercayaan terhadap suatu
merek menggambarkan suatu komponen yang penting dari penempatan internal atau
sikap yang diasosiasikan dengan loyalitas merek. Oleh karenanya, dapat disimpulkan
bahwa loyalitas pelanggan akan tercapai apabila trust terhadap pelanggan tercapai.
Menurut Dooney & Canyon (2001:108) kepercayaan pelanggan didefinisikan
sebagai:
“It involves a calculative process based on the ability of an object or parts (brand)
to continue to meet its obligation and on an estimation of the cost versus rewards of
straying in the relationship.”
30
Menurut Lau & Lee (1999:341-70), dalam membangun dan mengembangkan
kepercayaan tersebut, perusahaan diharuskan memahami 3 elemen utama yang sangat
penting dimana menjadi determinan yang nantinya akan dapat berkembang menjadi
Loyalty.
Gambar 2.1 Elemen Pengembangan Loyalitas Konsumen
Sumber : Lau & Lee (1999)
Brand Characteristic
Brand Characteristic dalam hal ini memainkan peran yang vital dalam
menentukan apakah pelanggan memutuskan percaya atau tidak ke suatu merek.
Berdasarkan pada penelitian kepercayaan interpersonal, individu-individu yang
dipercaya didasarkan pada reputation, predictability dan competence dari individu
tersebut.
Company characteristic
Hal ini diyakini dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan pelanggan pada
sebuah merek. Dan ini dilihat dari pengetahuan pelanggan terhadap produsen atau
perusahaan yang bersangkutan, dimana juga mempengaruhi penilaian pelanggan
terhadap merek perusahaan itu sendiri. Elemen yang berpengaruh adalah kepercayaan
31
pelanggan terhadap perusahaan, reputasi perusahaan, motif-motif dari perusahaan
yang dipersepsikan, dan integritas perusahaan yang dipersepsikan
Consumer-Brand Characteristics
Dalam hal ini didefinisikan sebagai hubungan tidak satu arah, dimana setiap
pihak saling mempengaruhi satu sama lain.Hingga setiap karakteristik tersebut dapat
mempengaruhi kepercayaan pelanggan terhadap merek. Elemen yang berpengaruh
mencangkup kesamaan (similarity) antara self-concept pelanggan dengan citra merek,
kesukaan pelanggan terhadap merek, pengalaman pelanggan, kepuasaan pelanggan,
serta dukungan dari rekan (peer support)
2.9 Brand Loyalty
Definisi brand loyalty menurut Mowen (1995:531),
“brand loyalty is defined as the degree to which a customer holds a positive attitude
toward a brand, has a commitment to it, and intends to continue purchasing it in the
future As such, brand loyalty is directly influenced by the customer satisfaction
dissatisfaction with the brand”.
Sedangkan menurut Assael (1998:45), loyalitas produk merupakan suatu hasil
pembelajaran konsumen kepada suatu entitas tertentu seperti merek, produk atau jasa
yang memuaskan kebutuhan dari konsumen.
Sehingga menurut penulis brand loyalty adalah suatu sikap positif pelanggan
terhadap suatu produk dimana diyakini produk tersebut dapat memuaskan kebutuhan
pelanggan sehingga terciptanya komitmen pelanggan untuk tetap membeli produk
tersebut.
32
Dan sebuah kerangka konseptual dikembangkan oleh Dick & Basu (1994:52),
dimana bertujuan agar dapat lebih memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
hubungan sikap relatif-repeat patronage dan konsekuensinya.
Gambar 2.2 Kerangka repetisi dan sikap relativitas
Sumber : Dick & Basu (1994)
Sedangkan Aaker (1997:347-56) menguraikan tingkatan loyalitas yang dibagi
menjadi lima tingkatan, dan setiap tingkatan memiliki karakteristik berbeda, yaitu :
1. Switcher
Switcher merupakan tingkat loyalitas paling dasar, dimana pelanggan dalam
tingkat ini masih cenderung berganti ganti merek. Dan dengan berganti ganti
merek itulah, indikasi mereka sebagai pelanggan/ pembeli tidak loyal.Dan di
tingkat ini, merek tidak mempunyai peran yang vital dalam pengambilan
keputusan pembeli.
2. Habitual Buyer
Dalam tingkat ini, pembeli dikategorikan sebagai orang orang yang puas akan
merek produk yang telah mereka gunakan. Dalam tahap ini biasanya pembeli
melakukan aktivitas pembelian barang dengan didasari oleh kebiasaan mereka
terhadap suatu produk.
33
3. Satisfied buyer
Pada tingkat ini pembeli merasa puas bila mereka mengkonsumsi merek
tertentu, namun masih terdapat kemungkinan jika mereka memindahkan
pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya peralihan (switching
cost) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang didapat dari
satu merek dengan merek lainnya. Oleh karenanya, untuk dapat menarik minat
para satisfied buyer maka perusahaan perlu melakukan langkah untuk
meminimalkan biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli tersebut
dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai
kompensasinya (switching cost loyal).
4. Likes the brand
Pada tingkatan ini, disertai perasaan emosional akan suatu merek. Perasaan
emosional ini didasari oleh penyimbolan, pengalaman dari penggunaan
sebelumnya serta kualitas produk yang sudah teruji. Namun, terkadang
perasaan ini masih sulit diidentifikasi secara spesifik karena berhubungan juga
dengan selera dari pembeli.
5. Committed buyer
Di tingkatan ini, pembeli tergolong dalam pelanggan setia, dimana terdapat
rasa kebanggaan dan bahkan produk tersebut menjadi identitas dari pelanggan
tersebut.
Aktualisasi loyalitas pembeli dalam tingkatan ini juga dapat ditunjukkan oleh
tindakan seperti merekomendasi atau mempromosikan produk tersebut kepada
orang lain.
34
2.10 Buyer classification
Menurut Solomon (2002:6), perilaku konsumen adalah studi tentang proses
proses yang terjadi saat individu atau kelompok penyeleksi membeli, menggunakan
atau menghentikan pemakaian produk, jasa, ide atau pengalaman dalam pemenuhan
keinginan atau hasrat tertentu. Sedangkan menurut Schiffman (2000:154), perilaku
konsumen adalah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli,
mengevaluasi dan menghentikan pemakaian produk, jasa dan gagasan.
Proses pembelian konsumen dibagi menjadi 4 :
1. Complex buying power, dimana konsumen akan mengindentifikasi kebutuhan
/ permasalahan yang mereka hadapi dan rela menyediakan waktu dan tenaga
untuk mengambil keputusan sesuai dengan semakin tingginya nilai produk
tersebut.
2. Dissonance-Reducing buying power, dimana konsumen tidak memerlukan
pengambilan keputusan kembali, karena sudah puas dengan pembelian
sebelumnya.
3. Variety-Seeking buying behavior, dimana peran konsumen relatif lebih sedikit
namun masih ada proses pengambilan keputusan. Konsumen masih akan
berpindah pindah ke merk lain, dan biasanya terjadi pada saat pembelian
produk.
4. Habitual buying behavior, dimana pembelian produk terjadi bukan karena
kesetiaan konsumen, namun karena kebiasaan dari konsumen itu sendiri.
35
Table 2.1 Pemetaan Habitual Buyer
Sumber : Schiffman (2000)
2.11 Pengambilan Keputusan Pelanggan
Sebuah promosi yang efektif dibutuhkan faktor pendorong yang sekiranya
menjadi stimulus dalam kegiatan tersebut, dimana nantinya faktor tersebut mampu
mempengaruhi calon pelanggan dalam pengambilan keputusan. Faktor tersebut
adalah perilaku konsumen.
Definisi perilaku konsumen sendiri adalah suatu perilaku yang ditunjukkan
konsumen dalam usahanya dalam membeli, menggunakan, mengevaluasi dan
penggantian produk yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan (Schiffman,
2004:8). Lebih lanjut, Kotler (2006:129) menjelaskan faktor faktor perilaku
konsumen, yaitu :
Faktor Social
Group: Dimana dipengaruhi oleh grup grup kecil seperti
kelompok keagamaan, perkumpulan professional dan lainnya.
Keterlibatan yang tinggi Keterlibatan yang rendah
Perbedaan yang signifikan
antar Brand
Complex buying power Variety-Seeking buying
behavior
Perbedaan yang tdk
banyak antar Brand
Dissonace-Reducing
buying power
Habitual buying behavior
36
Family: Dimana dipengaruhi oleh keluarga yang
mempengaruhi keputusan. Seperti pengaruh suami, istri dan
anak terhadap pembelian sesuatu
Role and Status: Dimana seseorang memiliki kelompok dalam
keluarga maupun organisasi dan mempunyai status dan peran
penting, sehingga dapat berpengaruh terhadap kelompoknya
tersebut.
Faktor Cultural
Subculture: Dipengaruhi oleh kepentingan kelompok yang
berbagi berdasarkan persamaan pengalaman hidup dan
keadaan, seperti agama dan daerah asal.
Social Class: Dipengaruhi oleh pengelompokan berdasarkan
kesamaan nilai, minat dan perilaku, seperti pekerjaan dan
kekayaan.
Faktor Personal
Economic Situation : Dipengaruhi oleh status ekonomi
seseorang.
Lifestyle : Dipengaruhi oleh pola hidup dan aktivitas seseorang.
Personality: Dipengaruhi oleh karakteristik seseorang.
Age: Dipengaruhi oleh umur seseorang, dimana dengan
perbedaan umur, maka akan berbeda pula kebutuhan
seseorang.
Occupation: Dipengaruhi oleh pekerjaan seseorang.
37
Faktor Psychological
Motivation: Dipengaruhi oleh motivasi seseorang untuk
memiliki produk.
Perception: Dipengaruhi oleh persepsi seseorang yang berbeda
dalam menterjemahkan kebutuhan.
Learning: Dipengaruhi oleh suatu proses, dimana merupakan
hasil analisis, observasi, atau diskusi dalam penentuan
kebutuhan.
Beliefs: Dipengaruhi oleh kepercayaan seseorang terhadap
sesuatu hal.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Schiffman (2004:547), keputusan pembelian
adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif dalam pilihan pembelian. Bentuk
proses pengambilan keputusan tersebut, masih menurut Schiffman adalah sebagai
berikut:
Fully Planned Purchase : Dimana pembelian produk telah
direncanakan sebelumnya.
Partially Planned Purchase : Dimana pembelian produk telah
direncanakan, namun pembelian merek masih ditunda hingga kondisi
tertentu, seperti diskon.
Unplanned Puchase : Dimana terjadi tanpa perencanaan dan dilakukan
perencanaan saat itu juga di tempat berbelanja. Konsumen dibantu
oleh katalog dan juga display produk.
38
2.12 Organizational Behavior
Organisasi adalah suatu kumpulan manusia di dalam suatu wadah yang
memiliki suatu tujuan atau maksud yang sama dimana pada dasarnya mereka bekerja
secara sistematis dan juga rasional, terencana dengan baik dan terpimpin dan
dikendalikan dengan memanfaatkan segala sumber daya , sarana dan prasarana dan
lain nya untuk digunakan secara efisien demi mencapai tujuan.
Organizational behavior atau perilaku organisasi sendiri merupakan kajian
lebih lanjut dari organisasi. Menurut definisi dari Luthans (2005:20) organizational
behavior adalah pemahaman, prediksi serta pengelolaan perilaku setiap orang dalam
organisasi. Sedang kan menurut Investopedia melalui www.investopedia.com
mengutarakan bahwa,
“Organizational Behaviour is the study of the way people interact with groups.
Normally applied in an attempt to create more efficient business organizations.”
Sehingga dapat ditarik kesimpulan oleh penulis bahwa Organizational behavior atau
perilaku organisasi sebuah ilmu yang mempelajari interaksi manusia di dalam suatu
organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat efektivitasan organisasi.
Terdapat empat unsur perilaku organisasi menurut Walter (1982:8), yaitu :
Aspek psikologi dari tindakan manusia, dimana merupakan hasil studi
psikologi
Terdapat bagian lain yang telah diakui cukup relevan, dalam tiap usaha studi
terhadap tindakan manusia dalam organisasi tersebut
39
Sebagai suatu disiplin, perilaku organisasi menganggap bahwa individu setiap
dipengaruhi oleh pengaturan suatu organisasi dan siapa yang bertindak
sebagai pengawas dalam organisasi tersebut.
Perilaku organisasi lebih menekankan pada tuntutan dari pihak manajerial
untuk mencapai terpenuhi nya tujuan organisasi.
Lebih lanjut, Nimran (1996:11) mendefinisikan tujuan mempelajari perilaku
organisasi,yaitu:
Prediksi
Dimana dengan memprediksi perilaku dapat bermanfaat untuk membangun
aktifitas komunikasi yang lebih baik, efektif dan efisien, sehingga kemampuan
berpikir, bersikap dan bertindak di dalam organisasi pun semakin baik.
Pemaparan
Dimana mampu menjelaskan berbagai peristiwa dan bentuk nyata dari
organisasi tersebut.
Pengendalian
Dimana pada akhirnya dapat membantu pemimpin suatu organisasi dalam
mengendalikan individu dan kelompok dari organisasi demi tercapainya
tujuan.