Upload
fitriars
View
67
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
eded
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Preeklampsia
1. Definisi
Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah
tanda penting preeklampsia, dan Chesley (1985) dengan tepat
menyimpulkan bahwa apabila tidak terdapat proteinuria maka
diagnosisnya dipertanyakan (Cunningham, 2005).
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini biasanya terjadi
pada triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya seperti pada
mola hidatidosa (Wiknjosastro, 2007).
2. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang
masih belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba
menerangkan sebab musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang
dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang diterima harus
dapat menjelaskan hal-hal berikut: (1) bertambahnya frekuensi pada
primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, mola hidatidosa; (2) sebab
bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan; (3) sebab dapat
terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan makin tuanya janin dalam
6
7
uterus; (4) jarang terjadinya eklampsia pada kehamilan-kehamilan
berikutnya; (5) sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan
koma (Wiknjosastro, 2007).
3. Frekuensi
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhinya : jumlah primigravida, keadaan sosial
ekonomi, perbedaan kriterium dalam penentuan diagnosis dan lain-lain.
Dalam kepustakaan berkisar antara 3-10%.
Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan
dengan multigravida, terutama primigravida muda. Diabetes melitus, mola
hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan
obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia
(Wiknjosastro, 2007).
4. Faktor resiko
Faktor resiko preeklampsia menurut Jordan (2004) diantaranya :
a. Berkaitan dengan reaksi yang diperantarai oleh sistem imun diantaranya
: kehamilan pertama, inkontabilitas rhesus, penyakit ginjal, arthritis
reumatoid.
b. Berkaitan dengan faktor predisposisi genetik : riwayat keluarga, ras
berwarna, usia >16 tahun atau >40 tahun, pernah preeklampsia.
c. Berkaitan dengan plasenta yang besar: kehamilan kembar, diabetes,
kehamilan mola.
8
d. Berkaitan dengan aterosklerosis : profil lemak merugikan, hipertensi
esensial, obesitas, resistensi insulin
5. patofisiologi
Gambar 2.1 Patofisologi (Cuninngham, 2005).
Penyakit vaskular ibu
Gangguan plasentasi
Trofoblas berlebihan
Faktor genetik, imunologik/inflamasi
Penurunan perfusi uteroplasenta
Zat vasoaktif: prostaglandin, nitrat oksida,endotelin
Zat perusak: sitokin, peroksidase lemak
Aktivasi endotel
vasospasme Kebocoran kapiler Aktivasi koagulasi
edema proteinuria
hemokonsentrasitrombositopenia
hipertensi
kejang
oliguria solusio
Iskemia hepar
9
6. Klasifikasi Preeklampsia
a) Preeklampsia Ringan
b) Preeklampsia Berat
1) Definisi
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah
sistolik ≥160/110mmHg disertai proteinuria >5g/24jam
(Wiknjosastro, 2009).
2) Tanda dan Gejala
Menurut Norwitz & Errol (2008) dikatakan preeklampsia berat
bila terdapat satu atau lebih gejala berikut :
a) Peningkatan tekanan darah sistolik ≥160/110mmHg pada
dua kali pengukuran dengan jarak 6 jam.
b) Proteinuria >5 gram/24jam
c) Oliguria yaitu produksi urin <500 ml/24jam
d) Sakit kepala, pandangan kabur, skotomata nyeri
e) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen
f) Edema paru-paru, cedera serebrovaskular,
g) Koagulopati
h) Trombositopenia <100.000/mm3
i) Sindrom HELLP (hemolisis, enzim hati meningkat,
trombosit menurun).
10
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium menurut Joseph (2010) :
a. Pemeriksaan urin : proteinuria
b. Pemeriksaan darah :
1) Hb dan Hematokrit : peningkatan Hb dan Ht menandakan
adanya hipovolemia dan hemokonsentrasi, penurunan Hb
dan Ht bila terjadi hemolisis
2) Trombosit : trombositopenia menandakan PEB
3) Kreatinin, asam urat : peningkatannya menggambarkan
beratnya hipovolemia, penurunan iliran darah ke ginjal,
oliguria, tanda PEB
4) Transminasi serum SGOT/SGPT : peningkatannya
menandakan PEB dengan gangguan hepar
5) Albumin dan faktor koagulasi : menandakan kebocoran
endotel dan kemungkinan koagulopati.
8. Diagnosis
Dibuat berdasarkan adanya edema patologik (tangan & muka),
hipertensi, proteinuria. Edema sendiri bukanlah hal pokok untuk
diagnosis preeklampsia, edema hidrostastik pada tungkai bawah sering
terjadi pada kehamilan normal. Terdapat kesepakatan bahwa kombinasi
hipertensi dan proteinuria adalah diagnosis preeklampsia, bila terdapat
salah satu dari hipertensi dan proteinuria saja, sulit dipastikan apakah
11
pasien mengalami preeklampsia dalam tahap perkembangan dini atau
suatu kelainan hipertensi yang tidak berhubungan dengan kehamilan
(Hacker, 2001).
9. Penatalaksanaan PEB
Menurut Sastrawinata dkk( 2005) penatalaksanaan PEB sebagai berikut:
a) Obat anti kejang
Terapi pilihan pada preeklampsia adalah magnesium sulfat(MgSO4).
Diberikan 4 gram MgSO4 20% (20cc) IV dan disusul dengan 8 gram
MgSO4 40% (20cc) IM. Sebagai dosis pemeliharaan, diberikan 4
gram MgSO4 40% IM setiap 6 jam sekali setelah dosis awal.
Syarat-syarat pemberian MgSO4:
Harus tersedianya anti dotum, yaitu kalsium glukonas 10%
(1gram dalam 10cc). Frekuensi pernapasan >16kali/menit.
Produksi urin >30cc/jam (0,5cc/kgBB/jam). Refleks patella
positif.
MgSO4 dihentikan pemberiannya apabila:
Ada tanda-tanda intoksikasi. Setelah 24 jam pasca persalinan.
Dalam 6 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan
(normotensif).
b) Diazepam
Sebagai obat pilihan apabila tidak tersedia MgSO4 dapat diberikan
injeksi diazepam 10mgIV, yang dapat diulangi setelah 6 jam.
12
c) Obat anti hipertensi
1) Hidralazine 2mg IV, dilanjutkan dengan 100mg dalam 500cc
NaCI secara titrasi sampai tekanan sistolik <170mmHg dan
diastolik <110mmHg.
Obat ini menyebabkan vasodilatasi langsung, yang bekerja
pada arteri dan arteriol. Menyebabkan penurunan resistensi
perifer, yang sebaliknya mendorong peningkatan refleks nadi
dan curah jantung (Mycek et al, 2001).
2) Klonidin 1 ampul dalam 10cc NaCI IV, dilanjutkan dengan
titrasi 7ampul dalam 500cc cairan A2 atau Ringer Laktat.
3) Nipedifin peroral 3-4 kali 10mg.
4) Obat-obatan lain seperti metildopa, etanolol, dan labelatol.
Obat antihipertensi hanya diberikan jika tekanan darah
sistolik >110mmHg. Biasanya ada dua tipe obat yang di hindari
selama kehamilan. Obat diuretik bisa meningkatkan resiko
kurangnya berat badan bagi bayi. Inhibitor enzim pengubah
angiotensin, seperti captoril dan enalapril, bisa menyebabkan
keterlambatan pertumbuhan (Gardner, 2007).
d) Lain-lain:
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila edema paru, payah jantung
kongestif, edema anasarka.
Kardiotonika, bila ada tanda-tanda payah jantung.
Obat antipiretik, antibiotik, anti nyeri.
13
Pada PEB yang menetap setelah 24-48jam pengobatan,
sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan tanpa memandang status
gestasi oleh karena resiko terhadap ibu dan juga jarang dapat
mempertahankan fetus (Suyono, 2001).
10. Komplikasi Preeklampsia
Komplikasi yang sering terjadi menurut Jordan(2004) antara lain:
a. Eklampsia sampai serangan kejang
b. Edema serebri
c. Perdarahan serebri
d. Perdarahan retina, kebutaan korteks
e. Koagulasi diseminata intravaskuler atau DIC (disseminated
intravascular coagulation) yang biasanya berkaitan dengan
sindrom HELLP
f. Sindrom HELLP (hemolisis, kenaikkan kadar enzim hati, jumlah
trombosit yang rendah) pada 4-12% kasus berat
g. Solusio plasenta
h. Nekrosis korteks renal bilateral
i. Gawat janin, prematuritas, kematian intrauteri
j. Gagal ginjal akut, edema paru
14
11. Prognosis
Preeklampsia dan komplikasinya selalu menghilang setelah bayi
lahir (dengan perkecualian cedera serebrovaskular). Diuresis >4L/hari
merupakan indikator klinis paling akurat dari menyembuhnya kondisi
ini. Prognosis janin sangat bergantung pada usia gestasi pada saat
kelahiran dan masalah-masalah yang berhubungan dengan
prematuritas (Norwitz & Errol, 2008).
B. Eklampsia
1. Definisi
Eklampsia didiagnosis bila pada wanita dengan kriteria klinis
preeklampsia, timbul kejang-kejang yang bukan disebabkan oleh
penyakit neurologis lain seperti epilepsi (Cunningham, 2005).
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang
disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Eklampsia dapat timbul
pada ante, intra, dan postpartum.Eklampsia post partum umumnya
hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan
(Wiknjosastro, 2009).
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada pasien preeklampsia tanpa
disertai sebab lain (Heffner dan Danny J, 2006).
15
2. Frekuensi
Frekuensi eklampsia bervariasi di setiap negara. Frekuensi rendah
biasanya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal
yang baik. Penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan
penanganan preeklampsia yang sempurna. Di negara-negara sedang
berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% - 0,7% sedang
di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil yaitu 0,5% - 0,1%
(wiknjosastro, 2007).
3. Gejala dan Tanda
Menurut Chapman (2006) kadang eklampsia didahului perasaan
ibu: tidak sehat, nyeri kepala, penglihatan kabur, nyeri epigastrik, mual
dan mungkin muntah, menjadi bingung atau disorientasi.
Konvulsi eklampsia menurut Wiknjosastro (2007) terdapat 4 tingkat:
a. Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30
detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar
demikian pula tangannya dan kepala diputar ke kiri atau ke kanan.
b. Tingkat kejangan tonik. Berlangsung < 10 detik. Seluruh otot
menjadi kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke
dalam, pernapasan berhenti, muka sianosis, lidah tergigit.
c. Tingkat kejangan klonik. Berlangsung 1-2 menit. Spasmus tonik
menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dengan
cepat, mulut terbuka dan menutup, lidah tergigit, bola mata
16
menonjol, dari mulut keluar ludah yang berbusa, muka
menunjukan kongesti dan sianosis.
d. Masuk tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama.
Secara perlahan-lahan penderita sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi
pula bahwa sebelum itu dapat terjadi serangan baru dan berulang.
Sehingga ia tetap dalam koma. Selama serangan tekanan darah
meninggi, nadi cepat, suhu meningkat sampai 40˚c. Sebagai akibat
serangan dapat terjadi komplikasi seperti lidah tergigit, perlukaan
dan fraktura, gangguan pernapasan, solusio plasenta, perdarahan
otak.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan urine tengah dapat menyingkirkan alasan infeksi
saluran urine dan kontaminasi. Urine menunjukan proteinuria dan
tekanan darah naik. Jika tersedia, pemeriksaan darah dapat
menunjukan fungsi hati yang terganggu dan defek koagulasi pada
wanita yang mengalami eklampsia. Tes yang dilakukan antara lain :
sediaan darah (blood film) untuk menyingkirkan malaria, enzim hati
akan meningkat (menunjukan kerusakan hati), hitung trombosit sering
kali rendah pada preeklampsia atau eklampsia, pemeriksaan fungsi
ginjal (BUN), kreatinin, asam urat yang meningkat menunjukan
kerusakkan ginjal (Wijayarini, 2002).
17
5. Diagnosis
Umumnya tidak sukar, dengan adanya tanda dan gejala
preeklampsia yang di susul oleh serangan kejangan seperti yang sering
di uraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak di ragukan lagi.
Namun, harus di bedakan dari (1) epilepsi : dalam anamnesis diketahui
adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil muda dan tanda
preeklampsia tidak ada (2) kejangan karena obat anastesia : apabila
obat anastesia lokal tersuntikan ke dalam vena, dapat timbul kejangan
(3) koma karena sebab lain seperti diabetes, perdarahan otak,
meningitis, ensefalitis dan lain-lain (wiknjosastro, 2007).
6. Penatalaksanaan
Penanganan eklampsia sama dengan penanganan pada
preeklampsia berat, kecuali bahwa persalinan harus berlangsung dalam
12 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Penanganan kejang antara lain:
a. Beri obat anti konvulsan (MgSO4)
b. Perlangkapan untuk penanganan kejang (jalan napas, sedotan,
masker dan balon, oksigen).
c. Beri oksigen 4-5liter/menit
d. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma tetapi jangan diikat
terlalu keras.
18
e. Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi risiko
aspirasiSetelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu
(Saifuddin dkk, 2002)
Penanganan umum antara lain:
a. Jika tekanan darah sistolik >110mmHg, berikan anti hipertensi
sampai tekanan diastolik diantara 90-100mmHg
b. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau
lebih). Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
c. Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria. Jika
jumlah urin <30ml/jam : Infus cairan dipertahankan 1 1/8jam
kemudian pantau kemungkinan edema paru.
d. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
e. Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin
setiap jam.
f. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru. Krepitasi
merupakan tanda edema paru, stop pemberian cairan dan berikan
diuretik misalnya furosemid 40mg IV. Nilai pembekuan darah
dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak terjadi
sesudah 7 menit kemungkinan terdapat koagulopati (Saifuddin dkk,
2006).
19
7. Prognosis
Kini sedikit wanita yang meninggal akibat eklampsia di negara
maju. Keadaan di negara sedang berkembang tidak terlalu baik, angka
mortalitas ibu setelah eklampsia bervariasi antara 3-20% tergantung
pada kecepatan mulainya pengobatan. Kebanyakan kematian
disebabkan oleh perdarahan serebral atau gagal jantung (Jones, 2002).
8. Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kemaian ibu dan janin. Usaha
utama adalah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita
preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut dibawah ini
biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia (Wiknjosastro,
2007).
1. Solusio plasenta
Komplikasi ini biasanta terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
akut dan lebih sering terjadi pada preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia
Pada preeklampsia berat ditemukan 23% hipofibrinogenemia,
sehingga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kadar
fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis
Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan
gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus.
20
4. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi.
6. Edema paru-paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus
eklampsia, hal disebabkan karena payah jantung.
7. Nekrosis hati
Nekrosis periportal pada preeklampsia dan eklampsia merupakan
akibat vasospasme arteriol umum.
8. Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzyme, dan low
platelet.
9. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal
ginjal.
10. Komplikasi lain : lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh
akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated
intravascular cooagulation).
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.
21
C. Trombosit
1. Definisi
Trombosit bukan merupakan sel, tetapi merupakan fragmen-
fragmen sel granular, berbentuk cakram, tidak berinti. Trombosit ini
merupakan unsur selular sum-sum tulang kecil dan penting untuk
homeostasis dan koagulasi (Price, 2006).
Hemostasis merupakan proses berhentinya perdarahan setelah
cedera vaskuler. Hemostasis tergantung pada interaksi yang sangat erat
antara dinding pembuluh, trombosit dan faktor koagulasi (Mehta &
Hoffbrand, 2006).
Trombosit disebut juga platelet atau keping darah. Sebenarnya
trombosit tidak dapat dipandang sebagai sel utuh karena ia berasal dari
sel raksasa yang berada disumsum tulang yang dinamakan
megakariosit (Sadikin, 2002).
2. Jumlah normal dan morfologi trombosit
Jumlah trombosit normal adalah sekitar 150.000 hingga
400.000/mm3 (Price, 2006). Pada orang dewasa dan anak-anak, sel
darah merah, sel darah putih dan trombosit di bentuk dalam sumsum
tulang (Syaifudin, 2002).
Trombosit atau keping-keping darah berbentuk cakram-cakram
protoplasma kecil tidak berwarna. Keping-keping darah ini berasal dari
pelepasan protoplasma sel megakariosit yang merupakan sel raksasa
22
dengan banyak inti berasal dari sumsum tulang (Arief, 2007).
Normalnya trombosit hidup sekitar 10 hari begitu dilepaskan ke
sirkulasi. Kira-kira 30% trombosit yang beredar dihancurkan setiap
saat di dalam limpa (Waterbury, 2001).
3. Proses pembentukan trombosit
Trombosit berasal dari sel induk pluripoten yang tidak terikat, yang
jika ada permintaan dan dalam keadaan adanya faktor perangsang-
trombosit (Mk-CSF atau faktor perangsang-koloni megakariosit),
interleukin dan TPO (faktor pertumbuhan dan perkembangan
megakariosit), berdiferensiasi menjadi sel induk yang terikat untuk
membentuk megakarioblas. Sel ini melalui serangkaian proses
maturasi, menjadi megakariosit raksasa. Tidak seperti unsur sel lainnya
megakariosit mengalami endomitosis, terjadi pembelahan inti didalam
sel tetapi sel itu sendiri tidak membelah. Sel dapat membesar karena
sintesis DNA meningkat. Sitoplasma sel akhirnya memisahkan diri
menjadi trombosit-trombosit (Price, 2006).
4. Fungsi trombosit
Trombosit berfungsi penting dalam usaha tubuh untuk
mempertahankan keutuhan jaringan bila terjadi luka, sehingga tubuh
tidak mengalami kehilangan darah dan terlindungi dari masuknya
benda atau sel asing, untuk itu trombosit bergerombol (agregasi)
23
ditempat terjadinya luka dan ikut membantu menyumbat luka tersebut
secara fisik. Sebagian isi dari trombosit yang pecah tersebut juga aktif
dalam mengkatalisis proses penggumpalan darah, sehingga luka
tersebut selanjutnya disumbat oleh gumpalan tersebut (Sadikin, 2002).
5. Skema pembekuan darah
2.2 skema pembekuan darah (Irianto, 2008)
6. Kelainan jumlah trombosit
a. Trombositosis umumnya didefinisikan sebagai peningkatan jumlah
trombosit >400.000/mm3, dibagi 2:
1) Trombositosis primer : timbul dalam bentuk trombositemia
primer, terjadi proliferasi abnormal megakariosit dengan
jumlah trombosit melebihi 1 juta/mm3 misalnya pada keadaan
polisitemia vera, leukimia granulositik kronik.
protrombin trombin
fibrinogen fibrin
Trombosit pecah trombokinase
24
2) Trombositosis sekunder : terjadi sementara setelah
olahraga/stress dengan pelepasan trombosit dari sumber
cadangan (dari lien) atau dapat menyertai keadaan
meningkatnya permintaan sumsum tulang seperti pada
perdarahan, anemia hemolitik, anemia defisiensi besi, pasien
post splenektomi karena splen merupakan tempat primer
penyimpanan dan penghancuran trombosit, maka splenektomi
tanpa disertai pengurangan produksi didalam sumsum tulang
akan mengakibatkan trombositosis, yang sering melebihi
1juta/mm3 ( Price, 2006).
b. Trombositopenia
7. Trombositopenia
a. Definisi
Trombositopenia didefinisikan bila jumlah trombosit <150.000/ul
didalam sirkulasi (Sudoyo Aru W, 2009).
b. Etiologi
Etiologi trombositopenia yang berhubungan dengan perempuan
hamil dibagi 2 menurut Sudoyo Aru W (2009) :
1) Trombositopenia yang spesifik pada kehamilan: Gestational
Trombositopenia (GT), preeklampsia, sindrom HELLP, acute
fatty liver of pregnancy (AFLP).
25
2) Trombositopenia yang tidak spesifik pada kehamilan: immune
thrombocytopenic purpura (ITP), trombotic microangiopaties,
thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP), hemolytic uremic
syndrome (HUS), disseminata intravascular (DIC).
Berdasarkan mekanismenya, trombositopenia dapat terjadi
akibat kegagalan produksi, peningkatan destruksi atau pemakaian,
gangguan distribusi dan akibat dilusi (Setyabudi, 2009).
c. Gejala klinis
Gejala umum yang sering tampak pada trombositopenia adalah
petekie, ekimosis, gusi dan hidung berdarah, menometrorrhagia,
sedangkan gejala yang jarang terjadi adalah hematuria, perdarahan
gastrointestinal, perdarahan intrakranial (Sudoyo Aru W, 2009)
d. Klasifikasi
1) Trombositopenia ringan : trombosit 100.000-150.000/ul
2) Trombositopenia sedang : trombosit 50.000-100.000/ul
3) Trombositopenia berat : trombosit <50.000/ul (Sudoyo Aru W,
2007).
8. Trombositopenia pada kehamilan
Dikenal sebagai trombositopenia insidental pada kehamilan. Angka
kejadian 8% pada perempuan hamil, dan 70% trombositopenia pada
kehamilan adalah gestational thrombocytopenia. Patofisiologi belum
26
jelas tapi diduga karena adanya peningkatan penggunaan trombosit
(Sudoyo Aru W, 2007).
Pada preeklampsia dan eklampsia dapat terjadi trombositopenia
akut pada ibu. Setelah melahirkan hitung trombosit mulai meningkat
secara progresif untuk mencapai kadar normal dalam 3 sampai 5 hari.
Penyebab trombositopenia kemungkinan besar adalah aktivasi dan
konsumsi trombosit pada saat yang sama dengan peningkatan produksi
trombosit. Trombopoetin, suatu sitokin yang meningkatkan proliferasi
trombosit dari megakariosit, meningkat pada wanita yang
preeklampsia dan trombositopenia (Frolich dkk.,1998). Pada sebagian
besar studi, agregasi trombosit berkurang dibandingkan dengan
pertambahan yang biasanya dijumpai kehamilan normal (Bakker dan
Cunningham, 1999). Hal ini, kemungkinan besar disebabkan oleh
“kelelahan” trombosit setelah aktivasi in vivo. Walaupun penyebabnya
tidak diketahui, proses imunologis atau pengendapan trombosit
dilokasi endotel yang rusak mungkin berperan (Pritchard dkk.,1976).
a. Manifestasi klinis
Ringan, trombositopenia simptomatik dengan jumlah trombosit
>70.000/mm3. Biasanya tidak adanya riwayat perdarahan atau
jumlah trombosit yang rendah sebelum kehamilan. Jumlah
trombosit akan normal kembali setelah 2-12minggu paska
persalinan, tapi ada juga yang melaporkan 1minggu paska
persalinan sudah kembali normal (Sudoyo Aru W,2007).
27
b. Diagnosis
Diagnosis bisa diketahui secara tidak sengaja yaitu pada saat
pemeriksaan darah rutin pada akhir semester dua. Tidak ada tes
diagnostik yang tepat untuk membedakan apakah ITP dan GT,
karena pada keduanya didapat antibodi anti trombosit (Sudoyo Aru
W, 2007).
9. Hitung darah dan pemeriksaan sediaan apus darah
Trombositopenia merupakan penyebab lazim dari perdarahn
normal, sehingga pasien-pasien dengan kecurigaan kelainan darah
awalnya harus diperiksa hitung darahnya, termasuk hitung trombosit
dan pemeriksaan sediaan apus darah (Hoffbrand, 2005).
Hitung trombosit mengkaji jumlah trombosit dalam sample darah.
Tes ini mengevaluasi produk-produk trombosit yang merupakan hal
vital dalam koagulasi dan membantu mendiagnosa gangguan trombosit
(Morton, 2005).
10. Penatalaksanaan trombositopenia pada preeklampsia
Penanganan dengan terapi suportif yaitu memperbaiki kondisi
klinis pasien untuk persiapan persalinan. Penanganan konservatif
disarankan untuk preeklampsia ringan usia kehamilan <34minggu
dengan mempertimbangkan kematangan janin. Pemeriksaan trombosit
dilakukan bila akan dilakukan sesaria. Umumnya kondisi klinis pasien
28
dengan preeklampsia membaik setelah beberapa hari paska persalinan
(Sudoyo Aru W, 2007).
D. Proteinuria
1. Definisi
Proteinuria adalah adanya protein didalam urin manusia yang
melebihi nilai normalnya yaitu >150mg/24jam atau pada anak-anak
>140mg/24jam (Sudoyo Aru W, 2009).
Orang dewasa sehat dan normal mengekskresi sedikit protein
dalam urine hingga 150mg/hari terutama terdiri dari albumin dan
protein Tamm Horsfall, proteinuria yang lebih dari 150mg/hari
dianggap patologis (Price, 2006).
Jumlah protein normal dalam urin adalah <150 mg/hari. Sebagian
besar dari protein merupakan hasil dari glikoprotein kental yang
disekresikan secara fisiologis oleh sel tubulus, yang dinamakan
“protein Tamm-Horsfall”. Protein dalam jumlah yang banyak
diindentifikasikan adanya penyakit ginjal yang signifikan (Davey,
2005).
29
2. Etiologi
Terdapat empat mekanisme penyebab proteinuria menurut Price
(2006) :
a. Proteinuria fungsional
Dapat terjadi pada pasien dengan keadaan ginjal yang normal,
keadaan ini mengacu pada peningkatan sementara ekskresi protein
akibat latihan yang berat, demam, atau peningkatan ekskresi protein
yang diperkirakan karena posisi berdiri (proteinuria ortostatik).
Proteinuria ortostatik adalah suatu keadaan jinak dan sebagian besar
terjadi pada remaja
b. Proteinuria aliran keluar
Terjadi bersamaan dengan ekskresi protein berberat molekul
rendah jika terdapat produksi protein tertentu yang berlebihan
(hampir selalu berupa imunoglobulin rantai pendek pada multipel
mieloma). Pada keadaan ini, beban yang difiltrasi meningkat ke
tingkat yang melebihi kemampuan reabsorbsi normal dari tubulus
proksimal dan meningkat ke titik saat beban yang difiltrasi sangat
melebihi kemampuan reabsorbsi dari tubulus proksimal.
c. Proteinuria glomerular
Berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan
glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan
permeabilitas glomerulus, termasuk hilangnya ukuran atau beban
sawar atau perubahan hemodinamik glomerulus. Sawar filtrasi
30
glomerulus terdiri dari tiga lapisan (endotel, membran basal dan
epitel) yang mempunyai rangkaian pori-pori dengan berbagai
ukuran.
d. Proteinuria tubulus
Contoh penyakit ginjal yang berkaitan dengan proteinuria
tubulus mencakup berbagai penyakit tubulointertisial, seperti
pielonefritis kronik, asidosis tubulus ginjal, sindrom Fanconi dan
nekrosis tubulus akut(ATN).
3. Klasifikasi
Proteinuria dibagi menjadi 3 macam menurut Sutedjo (2007) :
a. Proteinuria berat : proteinuria >3gr/hari, pada
glomerulonefritis akut, glomerulonefritis kronik berat, nefrosis
lipoid, nefropatie DM berat, nefritis pada lupus, penyakit
amiloid, preeklampsia.
b. Proteinuria sedang : proteinuria 0,5-3gr/hari, pada
glomerulonefritis kronik, nefropatie DM, mieloma multiple,
gagal jantung kongestif, pielonefritis.
c. Proteinuria ringan : proteinuria <0,5gr/hari, pada orang sehat
setelah kerja berat, demam, stress emosi, hipertensi, disfungsi
tubulus ginjal, ginjal polikistik, infeksi saluran urin distal,
hemoglobinuria karena hemolisis berat.
31
4. Patofisiologi
Menurut Sudoyo Aru W (2007) Proteinuria dapat meningkat
melalui salah satu cara dari ke-4 jalan dibawah ini :
a. Perubahan permeabilitas glomerulus yang mengikuti peningkatan
filtrasi dari protein plasma normal terutama albumin.
b. Kegagalan tubulus mengabsorbsi sejumlah kecil protein yang
normal difiltrasi.
c. Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal, Low Molecular Weight
Protein (LMWP) dalam jumlah melebihi kapasitas reabsorbsi
tubulus.
d. Sekresi yang meningkat dari makuloprotein uroepitel dan sekresi
IgA (Imunoglobulin A) dalam respon untuk inflamasi.
5. Pemeriksaan proteinuria
Uji dipstik mudah digunakan sehingga sering digunakan untuk
menguji proteinuria. Ujung kertas dicelupkan kedalam urin, lalu segera
diangkat dan segera ditiriskan dengan mengetuk-ngetukkan ujung
kertas celup tersebut pada tepi tempat penampungan urine. Hasilnya
kemudian dibaca dengan membandingkan dengan kartu daftar warna
pada tabel.
32
Tingkatan berkisar dari 0 sampai +4 yang mengindikasikan jumlah
protein dalam urine. (Price, 2006).
0 = 0 – 5mg/dl
Samar = 5 – 20mg/dl
+1 = 30 mg/dl
+ 2 = 100 mg/dl
+3 = 300 mg/dl
+4 = 1000 mg/dl
33
E. Kerangka teori
Kerangka teori penelitian yang dapat disusun seperti gambar berikut :
Gambar 2.3 Kerangka Teori (Norwitz & Eroll,2008)
Trias klinis preeklampsia
hipertensi,proteinuria dan edema non dependent
Klasifikasi preeklampsia
Preeklampsia ringan
Preeklampsia berat
gejala tanda Temuan laboratorium
Sakit kepala, penglihatan kabur,skotomata, nyeri epigastrik
TD ≥160/110mmHg
Edema paru, Cedera serebrovaskular
Proteinuria(>5g/24jam)
Oliguria(<500ml/24jam)
Trombositopenia <100.000/mm3
HELLP syndrome
Eklampsia bila disertai kejang
34
F. Kerangka konsep
Kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Gambar 2.4 Kerangka konsep penelitian
G. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Ha : Ada hubungan antara hasil pemeriksaan trombosit dengan
kejadian preeklampsia berat di RSUD Abdul Moeloek Bandar
Lampung tahun 2010.
Ho : Tidak ada hubungan antara hasil pemeriksaan trombosit dengan
kejadian preeklampsia berat di RSUD Abdul Moeloek Bandar
Lampung tahun 2010.
2. Ha : Ada hubungan antara hasil pemeriksaan trombosit dengan
kejadian eklampsia di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun
2010.
Hasil temuan laboratorium:
1.Trombositopenia
2.Proteinuria
PEB & Eklampsia
35
Ho : Tidak ada hubungan antara hasil pemeriksaan trombosit dengan
kejadian eklampsia di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun
2010.
3. Ha : Ada hubungan antara hasil pemeriksaan proteinuria dengan
kejadian preeklampsia berat di RSUD Abdul Moeloek Bandar
Lampung tahun 2010.
Ho : Tidak ada hubungan antara hasil pemeriksaan proteinuria dengan
kejadian preeklampsia berat di RSUD Abdul Moeloek Bandar
Lampung tahun 2010.
4. Ha : Ada hubungan antara hasil pemeriksaan proteinuria dengan
kejadian eklampsia di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun
2010.
Ho : Tidak ada hubungan antara hasil pemeriksaan proteinuria dengan
kejadian eklampsia di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun
2010.