Upload
ngothien
View
239
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kayu
Kayu merupakan benda padat yang terdiri dari sel-sel serat dengan dinding sel yang
terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Dengan demikian polimer-polimer
sangat mempengaruhi sifat kayu baik sifat fisik maupun sifat kimianya.Salah satu
sifat kayu adalah ketidakstabilannya terhadap air atau kelembaban. Hal ini
disebabkan adanya gugus hidroksil dan gugus yang mengandung oksigen lainnya
pada polimer kayu yang dapat mengikat air melalui ikatan hidrogen dan
menyebabkan pengembangan sel.Komponen kimia di dalam kayu mempunyai arti
penting, karena menentukan kegunaan sesuatu jenis kayu dan dengan mengetahuinya
dapat membedakan jenis-jenis kayu. Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal
ketahanan kayu terhadap serangan perusak kayu.Pada umumnya komponen kimia
kayu terdiri dari 3 unsur yaitu:
- Unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa
- unsur non karbohidrat terdiri dari lignin
- unsur yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan
dinamakan zat ekstraktif(Akhirawati,2004).
Komponen-komponen senyawa utama penyusun kayu:
1. Komponen primer, yaitu penyusun dinding sel dan cadangan makanan dalam
sel-sel tumbuhan. Terdiri dari:
- Fraksi karbohidrat (polisakarida) total disebut holoselulosa antara 60 –
80% yang terdiri dari : selulose 40 – 50% dan hemiselulose 15-18%
untuk kayu jarum dan 22-35% untuk kayu daun.
- Lignin : 25 – 35% dalam kayu jarum dan 17 – 25% dalam kayu daun.
2. Komponen sekunder, komponen di luar dinding sel terdapat dalam rongga sel
terdiri dari :
- Zat ekstraktif sekitar 1 – 10 % (Sumarni, 2007)
Batang terdiri dari sel-sel yang berlekatan satu sama lain. Bentuk sel batang
lonjong pipih dan pada ujung-ujungnya adalah lancip. Dinding sel terdiri dari zat
sellulosa, dengan rumus (C6H10O5)x belum diketahui besarnya karena menurut
penyelidikan besarnya bilangan x berbeda-beda. Hubungan antara sel yang satu
dengan sel yang lain dihubungkan oleh suatu zat perekat yang disebut lignin. Dalam
susunan batang arah memanjang sel adalah sejajar dengan sumbuh batang. Karena
serat-serat kayu merupakan susunan dari sel-sel maka dalam keadaan ini arah serat
kayu adalah sejajar dengan arah sumbu batang. Daya lekat sel-sel dapat menentukan
tinggi rendahnya geser sejajar arah seratnya. Selain itu kepadatan sel juga
menentukan kekokohan batang, karena semakin padat selnya berarti semakin tinggi
berat jenis (BJ) kayunya (Sumarni, 2007)
Jika suatu pohon dipotong maka akan tampak tiga penampang yang berbeda
yaitu :
1. Permukaan ujung serat atau bidang aksial
2. Permukaan radial, yang diperoleh dengan membelah kayu bulat atau tunggak
searah dengan jari-jari
3. Permukaan tangensial, yang diperoleh dengan memotong kayu searah sumbu
memanjang batang.
Volume voidkayu berkisar46 – 80% dari volume total kayu, sangat
mempengaruhi kedalaman dan arah aliran perekat (Ruhendi, 2007).
Pengeringan kayu secara alami maupun buatan merupakan proses evaporasi
kandungan air dalam kayu dengan waktu tertentu sesuai dengan kondisi udara
disekitarnya. Karena pengeringan kayu merupakan suatu proses semua faktor
pendukung proses pengeringan sangat berkaitan dan saling mempengaruhi. Waktu
pengeringan tidak dapat dipersingkat dengan hanya menaikkan temperatur ruang.
Pemaksaan ini tidak akan membawa hasil yang memuaskan melainkan akan
menimbulkan cacat kayu (retak atau pecah). Bahkan dapat terjadi kayu tidak dapat
dipakai sama sekali.
Proses pengeringan kayu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, kayu,
penyusunan kayu, dan ruang oven.
a. Faktor kayu meliputi jenis kayu dan struktur pori-pori kayu, ketebalan kayu,
kadar air kayu awal (initial moisture Content), dan kadar air akhir (final
moisture content).
b. Faktor penyusutan kayu (stacking) sehubungan dengan ukuran tebal ganjal
dan cara penyusunannya dalam oven dan palet. Faktor ini juga dipengaruhi
oleh kecepatan sirkulasi udara dalam ruang.
c. Faktor ruang oven meliputi sirkulasi udara dalam ruang, panas energy yang
dipasok dan pengaturan kelembaban relative dalam ruang untuk mengabsorbsi
uap air dalam kayu
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi kayu dalam menyesuaikan kondisi
bagian dalam kayu dengan udara yang ada di sekitarnya, sesuai dengan sifat alami
kayu yang higroskopis (Budianto,1996). Dalam sektor industri dan kerajinan kayu,
ada produk kayu yang dikeringkan dan ada yang tidak dikeringkan(melalui proses
pengeringan alami). Sistem pengeringan alami atau tradisional hanya dapat
menghasilkan kadar air kayu akhir sesuai dengan titik kesetimbangan kayu, yaitu
berkisar 12% - 20%, tetapi masih dianggap masinal dapat mencapai 4% - 6%,
sehingga perubahan dimensi kayu sangat kecil atau dapat diabaikan.
Kayu juga merupakan bahan baku yang banyak digunakan secara luas dalam
bidang konstruksi dan bangunan. Sebagai bahan baku konstruksi maka sifat bahan
baku tersebut harus mampu menahan beban selama penggunaannya sehingga untuk
keperluan konstruksi kekuatan kayu menjadi suatu persyaratan utama. Kerapatan
kayu sangat berhubungan dengan sifat fisis dan mekanis kayu terutama kekuatan
kayu.Semakin rendah kerapatan kayu maka menunjukkan volume rongga sel kayu
tersebut semakin tinggi dan sebaliknya semakin tinggi kerapatan kayu maka
menunjukkan volume rongga sel kayu tersebut semakin rendah (Bowyer dkk, 2003).
Semakin tinggi kerapatan menunjukkan kesesuaian bahan tersebut untuk digunakan
sebagai bahan struktural karena memiliki kekuatan yang tinggi (Thelandersson dan
Larsen, 2003). Sifat mekanis sangat penting dalam menentukan kecocokan suatu jenis
kayu sebagai bahan bangunan dan tujuan konstruksi lainnya, pemilihan bahan untuk
penggunaan sruktural sifat mekanis menjadi persyaratan utama (Haygreen dan
Bowyer, 1993).Teknologi pengolahan kayu telah berkembang dan tersedia sesuai
dengan kemajuan iptek sehingga saat ini dikenal bermacam-macam produk hasil
rekayasa teknologi, yang berbeda baik dari bahan asalnya maupun dalam bentuk
dimensi, sifat dan kualitasnya (Arinana, 2009).
Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiahterhadap serangan
jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi organisme yang
bersangkutan.Keawetan alami kayu diperoleh melalui serangkaian uji coba kemudian
diperoleh pembagian kelas-kelas awet kayu. Ada lima penggolongan kelas awet kayu
yaitu sebagai berikut:
Kelas awet I
Lama pemakaian kayu kelas awet I dapat mencapai 25 tahun. Jenis-jenis kayu
yang termasuk dalam kelas ini adalah jati, ulin, sawokecik, merbau, tanjung,
sonokeling, johar, bangkirai, behan, resak dan ipil.
Kelas awet II
Jenis-jenis kayu yang termasuk kelas awet II yaitu weru, kapur, bungur, cemara
gunung, rengas, rasamala, remawan, resi, walikukun, dan sonokembang.Umur
pemakaian dari kelas ini yaitu antara 15-25 tahun.
Kelas awet III
Contoh kayu kelas awet III ini adalah ampupu, bakau, kempas, keruing,
mahoni, matoa, merbatu, meranti merah, meranti putih, pinang, dan pulai.
Umur pakai jenis kayu kelas ini mencapai 10-15 tahun.
Kelas awet IV
Jenis kayu ini termasuk kurang awet, umur pakainya antara 5-10 tahun.Kayu
yang termasuk dalam kelas awet IV yaitu agatis, bayur, durian, sengon,
kemenyan, kenari, ketapang, perupuk, ramin, surian dan benuang laki.
Kelas awet V
Kayu-kayu yang termasuk dalam kelas awet V tergolong kayu yang tidak awet
karena umur pakainya hanya kurang dari lima tahun. Contoh kayu yang masuk
dalam kelas ini adalah jabon, jaelutung, kapuk hutan,kemiri, kenanga, mangga
hutan, kelapa sawit, dan marabung (Duljapar,2001)
2.1.2 Sifat Mekanis Kayu
Sifat-sifat mekanis kayu yang sangat mempengaruhi dalam penggunaannya sebagai
berikut:
Keteguhan Lentur Statis
Keteguhan lentur statis adalah ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya
luar yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang serat ditengah-tengah balok kayu
yang disangga kedua ujungnya sehingga serat kayu yang bagian atas mengalami
tarikan, sedangkan bagian garis netral timbul tegangan geser maksimal.
Keteguhan Tekan
Keteguhan tekan maksimal merupakan kemampuan kayu untuk menahan
beban yang diberikan padanya secara nperlahan-lahan yang semakin lama semakin
besar sampai terjadi kerusakan. Besarnya keteguhan ini sama dengan besarnya beban
maksimal dibagi dengan luas penampang dimana beban tersebut bekerja.
Kekerasan
Kekerasan kayu adalah ukuran kayu terhadap pukulan pada permukaan atau
kemampuan kayu untuk menahan kikisan.Sifat kekerasan ini dipengaruhi oleh
kerapatan kayu, keuletan kayu, ukuran serat, daya ikat dan susunan serat (Khana,
2002).
2.1.3 Sifat Fisis Kayu
Kayu mempunyai sifat – sifat fisis sebagai berikut:
Kerapatan
Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per satuan volume.
Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya yaitu proporsi volume
rongga kosong.
Kadar Air
Dalam kayu lunak rata-rata kandungan air segar cenderung berkurang saat
suatu pohon bertambah tua. Begitu pohon ditebang, kayu akan segera mengalami
penurunan kadar air sebagai akibat dari usaha kayu untuk mencapai kesetimbangan
dengan kelembaban lingkungannya (kayu bersifat higroskopis) (Khana, 2002). Kayu
bersifat higroskopis, artinya kayu memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam bentuk
uap maupun cairan. Kemampuan kayu untuk menarik atau mengeluarkan air
tergantung pada suhu dan kelembapan udara sekelilingnya.Sehingga banyaknya air
dalam kayu selalu berubah ubah menurut keadaan udara/atmosfer sekelilingnya.
Semua sifat fisik kayu sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu sebagai
bahan baku bangunan, perabot dan lain sebagainya perlu diketahui kadar airnya
(Siburian, 2001)
Penyusutan Volume
Penyusutan kayu adalah sifat yang berhubungan dengan keteguhan kayu,
merupakan ukuran kemmampuan kayu untuk menahan gaya/beban luar yang bekerjaa
padanya, cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu atau bahkan merusak kayu
tersebut.
2.2. Kayu Kelapa Sawit dan Karakteristiknya
Tanaman kelapa sawit termasuk dalam kelas monokotil, dalam pertumbuhannya,
tanaman monokotil berbeda dengan tanaman dikotil karena tidak dijumpai adanya
meristem lateral, tidak memiliki cambium, tidak memiliki pertumbuhan sekunder.
tidak memiliki lingkaran tahun, tidak memiliki sel jari-jari, tidak memiliki cabang,
tidak memiliki mata kayu,sehingga pada monokotil pertumbuhan hanya ditentukan
oleh meristem apikal. Hal ini dapat dilihat dari bentuk batang yang tidak mengalami
penambahan diameter sepanjang hidupnya (Killmann dan Choon, 1985; Prayitno,
1991).
Dumanauw (1993) mengemukakan bahwa kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)
merupakan tanaman yang tergolong:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Famili : Arecaceae (Palmae)
Subfamili : Cocoidae
Genus : Elaeis
Spesies : guineensis
Komposisi kimia dari biomassa kelapa sawit
terdiri dari holoselulosa yang tinggi, lignin, pati dan
gula secara normal untuk ikatan adesinya.Semua
bagian dari kayu sawit memiliki sifat daya absorpsi
dan ketebalan swelling yang tinggi (Nadhari,
2011).KKS memiliki sifat khusus seperti kandungan
selulosa dan lignin rendah, kandungan air dan NaOH yang dapat larut lebih tinggi
dibandingkan kayu karet dan ampas tebu. Kelarutan KKS pada berbagai pelarut
seperti pada Tabel 2.1:
Tabel 2.1 Kelarutan dari KKS pada berbagai pelarut
Pelarut Kelarutan (gr/100ml)
Air dingin 3,48
Air panas 4,37
NaOH 1% 24,48
Sifat fisik KKS yang heterogen tergantung arah vertikal dan horizontal,
semakin ke atas dan ke dalam kadar air dan parenkim semakin tinggi sedangkan
kerapatannya semakin kecil (Tomimura,1992). Kadar air KKS basah sekitar 40%,
kerapatannya berkisar dari 0,2 – 0,6 gr/ml dengan kerapatan rata-rata 0,37 gr/ml
(Lubis,1994). Sifat-sifat dasar batang sawit dapat dilihat pada Tabel 2.2:
Tabel 2.2. Sifat-sifat dasar batang kelapa sawit
Sifat-sifat batang KKS Bagian Dalam Batang
Tepi Tengah Pusat
Berat Jenis 0,35 0,28 0,20
Kadar Air, % 156 257 365
Kekuatan Lentur, Kg/cm2 29996 11421 6980
Keteguhan Lentur, Kg/cm2 295 129 67
Susut Volume 26 39 48
Kelas Awet V V V
Kelas Kuat III-V V V
(Hasibuan,2010)
Komponen-komponen yang terkandung dalam KKS dalam keadaan kering
konstan seperti pada Table 2.3
Tabel.2.3 Komponen-komponen yang terkandung dalam KKS dalam kering konstan
Komponen Kandungan %
Air 12,05
Abu 2,25
SiO2 0,84
Lignin 17,22
Holoselulosa 16,81
α-selulosa 30,77
Pentosa 20,05
(Sukatik, 2001)
Kayu monokotil batangnya terdiri dari bundel-bundel serat selulosa yang
jumlahnya semakin kecil ke bagian atas dan ke bagian inti batang, struktur kimia
selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Struktur kimia selulosa
Selulosa merupakan suatu polisakarida yang tersusun dari unit perulangan D-
glukosa yang mempunyai tiga gugus hidroksil yang dapat disubstitusi, tidak larut
dalam air mempunyai sifat kristalinitas yang tinggi dan berat molekulnya yang tinggi
(terdiri dari satuan berulang D-glukosa yang mencapai 4000 buah per molekul).
Substitusi gugus hidroksil,seperti dengan gugus asetil akan menurunkan sifat
kristalinitasnya (Baker,1987).
Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai
kecenderungan kuat membentuk ikatan hidrogen intra dan inter molekul. Berkas-
berkas molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk mikrofibril
yang berada dalam bentuk amorf dan kristalin secara bergantian.. Daerah yang sangat
teratur disebut kristalin dan yang kurang teratur disebut amorf. Mikrofibril
membentuk fibril yang kemudian membentuk serat selulosa (Sjostron, 1998).
Selulosa memiliki ikatan hidrogen antar molekul yang kuat, hal ini yang
menyebabkan selulosa tak dapat larut dalam air meskipun memiliki banyak gugus
hidroksil dan bersifat polar (Seymour,1975). Dan kekuatan rantai selulosa mencegah
terjadinya hidrasi molekul pada daerah kristalin (Billmeyer, 1984).
Kayu kelapa sawit yang berasal dari kegiatan penjarangan diketahui memiliki
karakteristik yang rendah dibandingkan dengan kayu komersil. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pohon sawit tua memiliki batang dengan ukuran diameter lebih
kecil, lebih tinggi dan volume yang sama dengan sawit peremajaan. Kayu sawit tua
memiliki memiliki jumlah jaringan vascular lebih banyak dibandingkan dengan
jaringan tersebut pada kayu sawit peremajaan.Perbedaan struktur menurut menurut
umur pohon pada kayu sawit menyebabkan kayu sawit tua lebih tua lebih baik secara
fisis, mekanis maupun pemesinan daripada kayu sawit peremajaan. Kayu sawit
memliki kesetaraan beberapa sifat teknis dengan kayu kelapa dan kayu komersil
lainnya (Balfas, 2010)
Pada penampang transversalnya, Killmann dan Choon (1985) membagi KKS
menjadi 3 bagian yaitu cortex, peripheral region dan central zone. Cortex
merupakan bagian terluar batang dengan tebal sekitar 1.5-3.5 cm. Peripheral region
merupakan wilayah yang agak gelap, yang sangat padat dengan vascular bundles dan
sedikit parenchyma. Bagian ini memberikan kekuatan terhadap KKS. Daerah central
merupakan wilayah yang paling luas sekitar 80% dari total area.
Erwinsyah (2008) membagi penampang lintang batang menjadi 3 bagian yaitu
peripheral, central dan inner zone. Peripheral merupakan zona paling luar batang
sebelum kulit dan korteks. Vascular bundles pada daerah ini sangat padat, sedangkan
sel parenkim sangat sedikit dibandingkan wilayah lainnya. Orientasi vascular bundle
mengarah ke arah titik pusat dari batang. Secara visual, daerah ini terlihat agak gelap.
Zona central merupakan daerah paling lebar sekitar 50% dari total seluruh daerah.
Orientasi vascular bundles pada daerah ini adalah random atau acak. Zona inner
hanya 20-25% dari total daerah dan memiliki kandungan sel parenkim yang tinggi.
Kandungan vascular bundle pada daerah ini paling sedikit dibandingkan daerah
lainnya. Orientasi vascular bundles pada daerah ini sama dengan zona central.
Penampang melintang KKS dapat di lihat pada Gambar 2.2
Sumber :E. Bäucker 2005 dalam Erwinsyah 200
Gambar 2.2. Penampang melintang KKS
Erwinsyah (2008) mengemukakan bahwa komponen utama penyusun KKS
adalah vascular bundles dan parenkim, maka bila pada lokasi tertentu dijumpai
vascular bundles dalam jumlah yang banyak, akibatnya proporsi parenkim akan
berkurang. Luasan vascular bundles di bagian tepi lebih tinggi dan semakin
berkurang ke arah pusat, sebaliknya di bagian tepi luasan parenkim lebih rendah dan
semakin meningkat ke arah pusat.
Sifat higroskopis yang berlebihan merupakan salah satu masalah serius dalam
pemanfaatan batang sawit. Meskipun telah dikeringkan sehingga mencapai kadar air
kering tanur, kayu sawit dapat kembali menyerap uap air dari udara hingga mencapai
kadar air lebih dari 20%. Pada kondisi ini beberapa jenis jamur dapat tumbuh subur
baik pada permukaan maupun bagian dalam kayu sawit (Hasibuan, 2010).
2.2.1. Potensi Kayu Kelapa Sawit
Perkebunan kelapa sawit di indonesia mulai dikembangkan sejak tahun 1970 dengan
luas areal mencapai 133.298 hektar. Tahun-tahun berikutnya luas areal bertambah
dengan laju sekitar 11% per tahun, dari 1.126 juta ha pada tahun 1991 mencapai
sekitar 3.584 juta ha pada tahun 2001 (Susila, 2003).
Menurut data Departemen Pertanian (2010) pada tahun 2009 luas areal
perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai lebih dari 8.25 juta ha yang
tersebar di 22 provinsi di Indonesia. Provinsi Riau dan Sumatera Utara merupakan
provinsi dengan areal perkebunan yang terluas. Data mengenai penyebaran
perkebunan kelapa sawit disajikan pada Tabel 2.4
Tabel 2.4. Luas areal perkebunan sawit di Indonesia
No.
Provinsi
Luas Lahan Perkebunan Sawit (Ha) pada Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
1 Nanggroe Aceh D. 254.261 308.560 274.822 287.038 313.745
2 Sumatera Utara 894.911 979.541 998.966 1.017.574 1.044.854
3 Sumatera Barat 282.518 315.618 291.734 327.653 344.352
4 Riau 1.277.703 1.547.942 1.620.882 1.673.553 1.925.344
5 Kepulauan Riau 13.698 6.933 6.678 8.256 2.645
6 Jambi 403.477 568.751 448.899 484.137 489.384
7 Sumatera Selatan 548.678 630.214 682.730 690.729 775.339
8 Bangka Belitung 130.037 133.284 172.227 185.508 141.897
9 Bengkulu 147.125 165.221 163.455 202.863 224.651
10 Lampung 148.535 157.229 152.409 152.511 153.160
11 Jawa Barat 8.744 9.831 10.550 11.531 12.140
12 Banten 14.076 14.077 14.894 14.894 15.023
13 Kalimantan Barat 381.791 492.112 451.400 499.548 602.124
14
Kalimantan
Tengah 434.481 571.874 616.331 870.201 1.091.620
15
Kalimantan
Selatan 134.621 243.451 257.862 290.852 312.719
16 Kalimantan Timur 201.236 237.765 339.294 409.566 530.552
17 Sulawesi Tengah 48.334 48.431 52.298 47.336 65.055
18 Sulawesi Selatan 16.018 24.490 15.708 15.944 17.407
Sumber : Departemen Pertanian 2010
Peremajaan kelapa sawit pada umumnya dilakukan pada umur 25 tahun.
Susila (2003) mengemukakan bahwa secara umum potensi peremajaan adalah
berkisar antara 20000-50000 ha per tahun. Pada tahun 2003-2004, potensi areal untuk
peremajaan adalah sekitar 20 ribu ha per tahun.Pada tahun 2005, potensi areal
peremajaan meningkat menjadi sekitar 30 ribu ha. Potensi areal peremajaan
meningkat cukup pesat pada tahun 2009 dan 2010 yang masing-masing mencapai
sekitar 50 ribu dan 37 ribu ha. Areal yang potensial untuk diremajakan terutama
berada di lima provinsi utama seperti pada Tabel 2.5
Tabel 2.5 Potensi peremajaan kelapa sawit di beberapa provinsi
Provinsi Areal Peremajaan (ha)
Sumatera Utara 6644 – 16609
Riau 5144 – 12860
Sumatera Selatan 2520 – 6300
Kalimantan Barat 2080 – 5200
Aceh 1600 – 4000
Lainnya 2013 – 5031
Sumber: Susila (2003)
2.2.2. Modifikasi Sifat-sifat Kayu
Mengingat potensinya yang sangat besar dengan aksesibilitas yang tinggi dan bentuk
morfologi batang yang silindris, maka katang kelapa sawit (KKS) dapat dijadikan
sebagai alternatif pengganti kayu yang sangat menjanjikan terutama hasil kegiatan
peremajaan, yang selama ini kurang dimanfaatkan dan hanya dijadikan
19 Sulawesi Tenggara 466 2.966 18.912 21.033 21.669
20 Sulawesi Barat 57.476 75.154 115.906 94.319 107.249
21 Papua 39.090 29.736 29.736 27.657 26.256
22 Papua Barat 16.540 31.734 31.144 31.144 31.142 TOTAL 5.453.816 6.594.914 6.766.837 7.363.847 8.248.327
limbah.Menurut Febrianto dan Bakar(2004),dari kegiatan peremajaan kebun sawit
dapat dihasilkan kayu gergajian sebanyak 50.1 m3/ha hanya dari bagian tepi batang.
Pemanfaatan KKS dalam bentuk utuh memiliki beberapa permasalahan.Hal ini terkait
dengan sejumlah kelemahan yang ada, khususnya dalam hal stabilitas dimensi,
kekuatan, keawetan dan sifat permesinan.Stabilitas dimensi KKS tergolong sangat
rendah dengan variasi susut sebesar 9.2-74%, kekuatan masuk dalam Kelas Kuat III–
V, keawetan Kelas Awet V dan sifat permesinan Kelas V (Bakar dkk, 1998).
Ratanawilai dkk (2006) bahkan mengemukakan bahwa sifat mekanis KKS 2 kali
lebih rendah dibandingkan kayu jati dan karet yang sering digunakan sebagai bahan
baku pembuatan furniture.
Kekurangan kayu keras berkualitas tinggi telah mendorongpeneliti dan
produsen produk kayu untuk mencarialternatif dengan sumber biaya yang lebih
rendah untuk menambah nilai aplikasi.Untuk mencapai tujuan ini, teknologi yang
tepatdiperlukan untuk meningkatkan kualitas kayu tertentu(misalnya stabilitas,
dimensi, daya tahan, mekanikproperti, dan kekerasan)untuk memenuhi persyaratan
pengguna akhir.
2.2.2.1 Impregnasi dan Kompregnasi
Perbaikan kualitas kayu sangat penting dilakukan karena sifat kayu yang
mengembang atau menyusut akibat perubahan udara sekitar.Salah satu perlakuan
yang dapat menstabilkan dimensi kayu adalah dengan memberikan bahan pengisi
(bulking agent) kedalam struktur kayu dengan teknik impregnasi dan kompregnasi.
Kompregnasi merupakan suatu upaya perbaikan kwalitas kayu dengan memasukkan
bahan kimia melalui bantuan tekanan dan suhu dalam tangki tertutup, dan prosesnya
akan lebih efektif pada suhu dan tekanan yang tinggi untuk membantu mendorong
masuknya bahan kimia ke dalam kayu. Proses ini waktunya relative singkat, dapat di
control, lebih efisien, penetrasi lebih dalam dan merata.
Metode pengolahan kayu telah berkembang dan tersedia sesuai dengan
kemajuan iptek sehingga saat ini dikenal bermacam-macam produk hasil rekayasa
teknologi, yang berbeda baik dari bahan asalnya maupun dalam bentuk dimensi, sifat
dan kualitasnya.Teknologi pengolahan kayu untuk peningkatan mutu kayu yang
sedang dikembangkan dewasa ini antara lain dengan proses densifikasi kayu, yang
bertujuan untuk meningkatkan kerapatan dan kekuatan kayu dengan cara pemadatan
kayu. Densifikasi kayu sebagai suatu alternatif teknologi modifikasi kayu dipandang
perlu sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kelangkaan kayu-kayu bermutu
tinggi(Arinana,2009).
Proses impregnasi merupakan penggantian posisi (replacement) dengan cara
mengisi kayu dengan resin yang akan membantu larutan dengan molekul yang
berukuran cukup kecil yang menembus dinding sel. Dalam hal ini dapat
meningkatkan keteguhan tekan dan daya tahan terhadap organisme perusak kayu
(sutigno, 1988).Metoda yang digunakan untuk memasukkan bahan kimia kedalam
kayu dibedakan kedalam 2 golongan yaitu: metoda tekanan dan mtode tanpa tekanan.
Hunt dan Garrat menyatakan bahwa metoda tekanan merupakan metoda yang paling
berhasil dan digunakan secara luas, tetapi memerlukan energi dan biaya yang lebih
tinggi.
Menurut Killman, kompregnasi adalah penyimpanan dan pengendapan bahan
kimia didalam dinding sel tanpa merusak kayu (Mulyono, 2000). Kompregnasi bahan
kimia ke dalam kayu dapat diartikan sebagai proses pemasukan bahan kimia tertentu
ke dalam kayu dengan menggunakan metode tertentu yang bertujuan untuk
memperbaiki sifat dan kualitasnya. Beberapa bagian kayu secara kimia bersifat
reaktif, yaitu gugus hidroksil ini akan bereaksi dengan bahan pereaksi tunggal
sederhana dengan atau tanpa katalis sehingga terbentuk ikatan kovalen antar kedua
komponen (Rowell, 1984). Semua itu tergantung pada jenis dan komponen bahan
kimia yang dipakai, produk yang dihasikan disebut ‘kompreg” (Haygreen, 1996).
Impregnasi merupakan proses pemasukan bahan kimia sebagai resin ke dalam kayu
tanpa menggunakan tekanan, kompregnasi merupakan proses pemasukan bahan kimia
kedalam kayu dengan menggunakan tekanan. Stabilitas dimensi dan sifat mekanik
dari kayu dapat ditingkatkan melalui teknik impregnasi dan kompregnasi dengan
bahan kimia yang cocok yang dapat bereaksi dengan komponen dinding sel, bahan
kimia yang digunakan sebagai resin pengimpregnasi diharapkan dapat mengisi pori-
pori kayu sehingga kayu akan menjadi lebih padat dan kuat.
Pemasukanbahan kimiake dalam kayuberbedasecara signifikan,
tergantungpada jenis bahankimia danspesieskayu.Beberapa bahan
kimiadapatmengisiporikosong dikayu,sedangkan yang lainmungkin
dapatmenembuske dalam seldinding atauterjadi reaksi antara bahan polimer
denganbahan kayu,simulasiimpregnasikayu denganvakumdan prosedurtekanan,
menyatakanbahwaprosesimpregnasimemilikidampak yang signifikan padapemasukan
bahan kimia.permeabilitasdariimpregnantkayuberhubungan denganviskositas,dan
tergantung padajenis kayu. Jika monomer masuk dalam massa dinding sel, stabilitas
dimensi kayu akan ditingkatkan. Dengan demikian, sebuahsistem berusaha untuk
memberikan stabilitas dimensi yang efektif, serta untuk mengurangi kesulitanselama
impregnasi. Sistem ini harus terdiri dari monomer yang memiliki kemampuan untuk
menembuske dinding sel dan copolymerize dengan monomer lain yang dapat
memberikan situs reaktif untuksilang. Karena komposisi ikatan silang dalam
penyusunan kayu komposit akan menyebabkan kinerja yang tinggi sehubungan
dengan ketahanan suhu tinggi selama impregnasi, Sehinggadapat meningkatkan sifat
mekanik dandimensi stabilitas komposit kayu melalui teknik impregnasi monomer
(Jani dkk, 2007).
Penelitian peningkatan mutu kayu guna mengurangi sifat higroskopisnya juga
telah dilakukan, dengan mengimpregnasinya dengan bahan tertentu yang bersifat
water repellent, seperti: lilin/parfin, minyak kemiri, dan gondorukem. Adanya bahan
water repellent tersebut dapat mengurangi sifat higroskopis kayu dan dengan
demikian mempertinggi kestabilan dimensinya (mengurangi kembang susut) (Roliadi,
2010). Karena kayu kelapa memiliki sifat penyerapan air (higroskopis) yang relatif
tinggi dibandingkan dengan kayu biasa. Sifat ini beragam menurut tingkat kerapatan
pada kayu tersebut.Kayu kelapa dengan kerapatan rendah bersifat lebih higroskopis
daripada kayu kelapa berkerapatan lebih tinggi.
Impregnasi kayu dengan larutan bahan kimia disuhu tinggi memberikan
sejumlah tantangan teknis.Secara umum, termoplastik diprosespada suhu tinggi,
seperti polistiren disekitar 200°C, polyethylene terephthalate di sekitar260°C, dan
polypropylene pada sekitar 200°C.Selulosaperlahan-lahan dipecah melalui degradasi
bertahap,dekomposisi dan charring padapemanasan pada suhusampai 200°C. Di atas
200°C,selulosa mengalamidecomposition cepat. Untuk meminimalkan degradasi
termaldari kayu, impregnasi dengan plastik idealnya harusdilakukan di bawah 200°C.
Salah satu pendekatan adalah dengan menggabungkan kayu dengan bahan
polimer untuk membuat komposit baru. Adadua kategori komposit kayu plastik
(WPC)salah satunya adalah dibuat dengan meresapi kayu solid denganmonomer
atauprapolimer,dan lainnya adalah plastik diperkuatdenganserat kayu atau partikel.
Meskipun menghasilkan kuatproduk dari kayu, tingkat konversi polimerisasihampir
mencapai 100%,dan residumonomer atau prepolimer cenderung keluar dariproduk
dan memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.Plastik yang diperkuat dengan
serat kayu memilikidimensi stabilitas rendahmeskipun lebih murah.Isu-isu teknologi
membatasi penerimaanWPC oleh konsumen (Zhang, 2006)
Di sisi lain, pembuangan limbah plastik telahdiakui di seluruh dunia sebagai
masalahlingkungan.Plastik daur ulang yang tersedia hampir di mana-mana,jika
seseorang dapat mengembangkan teknologi baru dengan biaya-efektifpemanfaatan
limbah plastik untuk memadatkan kayu, hal itu bisa memecahkan masalahkurangnya
kayu berkualitas dan pembuangan sampah plastik (Zhang, 2006).
Bakar dkk (2000) mengemukakan bahwa hanya 1/3 bagian terluar dan 3/4
bagian terbawah dari KKS yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan konstruksi
ringan dan furniture karena memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih baik.Sisanya
kurang baik.Oleh karena itu perlu upaya-upaya alternatif agar 2/3 bagian dalam KKS
dapat dimanfaatkan. Salah satunya adalah dengan cara pemadatan (densifying by
compression).Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu menggunakan kayu,
pemadatan ternyata mampu meningkatkan sifat fisis dan sifat mekanis secara
signifikan misalnya pada kayu Sugi (Inoue dan Norimoto, 1991; Dwianto dkk, 1997).
Jika tanpa perlakuan tertentu, kayu yang dipadatkan cenderung akan kembali
ke bentuk semula (recovery) akibat adanya pengaruh kelembaban atau perendaman.
Ini adalah permasalahan utama pada proses pemadatan. Padahal, fiksasi yang
permanen atau recovery of set (RS) sebesar 0% sangat dibutuhkan agar kayu
terpadatkan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kayu komersial.
Prinsip dasar modifikasi KKS menjadi kayu untuk pertukangan adalah
membentuk KKS menjadi kayu yang memliki sifatkuat, kerapatannya tinggi dengan
memanfaatkan komponen-komponen yang terkandung dalam KKS dan penambahan
resin alam atau resin sintetis. Alternatif yang strategis untuk memodifikasi KKS
diantaranya dengan proses impregnasi dan kompregnasi, sehingga KKS dapat
dimanfaatkan seabagai pengganti dari kekurangan pasokan kayu saat ini (Margono,
2001).
2.3 Resin
Salah satu sumber daya hutan yang telah mengalami program pengembangan intensif
adalah resin, yang merupakan salah satu hasil hutan tertua terbarukan . Resin
ekstraktif yang digunakan secara ekstensif dalam kertas, sabun, farmasi dan cat
industri.Hutan sekunder non kayu seperti oleoresin, karet, gabus, buah yang dapat
dimakan, jamur, dan obat-obatan (fromleaves , buah , akar pohon yang berbeda dll)
berperan penting dalam perekonomian nasional banyak negara. Penelitian tentang
kehutanan dan pembangunan program berkelanjutan terus ditingkatkan untuk
memastikan bahwa sumber daya terbarukan menjadi tersedia untuk digunakan oleh
generasi sekarang dan masa depan.
Resin telah diproduksi di banyak negara, dengan produsen resin utama sampai
pertengahan tahun 1960-an menjadi U.S.A (dengan 50 % global produksi), bekas Uni
Soviet, Portugal, Spanyol dan Yunani. Tapi saat ini China dan negara berkembang
lainnya terutama negara (Indonesia, Brazil, India, Argentina dll) mengganti
pemasok utama tradisional resin dan China memproduksi sepertiga pasokan dari resin
dunia (Tadasse, 2001).
2.3.1 Resin Getah Damar
Resin atau damar adalah suatu campuran yang kompleks dari sekret tumbuh-
tumbuhan dan insekta, biasanya berbentuk padat dan amorf dan merupakan hasil
terakhir dari metabolisme dan banyak peneliti percaya bahwa resin adalah hasil
oksidasi dari terpen-terpen.Secara fisis resin (damar) ini biasanya keras, transparan
plastis dan pada pemanasan menjadi lunak atau meleleh. Secara kimiawi resin adalah
campuran yang kompleks dari asam-asam resinat, alkoholiresinat, resinotannol, ester-
ester dan resene-resene, mengandung sedikir oksigen. Karena mengandung zat
karbon dalam kadar tinggi, maka kalau dibakar akan hangus. Juga ada yang
menganggap bahwa resin terdiri dari zat-zat terpenoid, yang dengan jalan adisi
dengan air menjadi damar dan fitosterin, sebagian larut dalam alkohol, larut dalam
eter, aseton, petroleum eter, kloroform.
Getah damar adalah komoditas berupa resin yang dihasilkan dengan cara
penyadapan pohon Agathis. Komoditas ini digunakan untuk bahan campuran cat,
arpus, politur, kosmetik dan kemenyan, sedangkan kayunya dapat dimanfaatkan
sebagai kayu pertukangan, kayu lapis, korek api, meubel dan sebagainya. Indonesia
sebagai negara penghasil kopal terbesar yang diekspor ke Inggris, Amerika, Perancis,
Jerman dan Belanda hingga mencapai 80% lebih dari total produksi dunia.Hal ini
ditunjang dengan kualitas kopal yang jauh lebih bagus kualitasnya, khususnya kopal
dari Sulawesi Tengah, dibandingkan dengan kopal dari Singapura dan
Filipina.Dengan adanya pasar luar negeri yang cukup tinggi maka kopal di Indonesia
kurang mendapat perhatian untuk dimanfaatkan menjadi barang setengah jadi ataupun
barang jadi (Waluyo, 2004).
Resin, cairan getah lengket yang dipanen dari beberapa jenis pohon hutan,
merupakan produk dagang tertua dari hutan alam Asia Tenggara. Spesimen resin
dapat ditemukan di situs-situs prasejarah, membuktikan bahwa kegiatan
pengumpulan hasil hutan sudah sejak lama dilakukan. Hutan-hutan alam Indonesia
menghasilkan berbagai jenis resin. Damar adalah istilah yang umum digunakan di
Indonesia untuk menamakan resin dari pohon-pohon yang termasuk suku
Dipterocarpaceae dan beberapa suku pohon hutan lainnya. Sekitar 115 spesies, yang
termasuk anggota tujuh (dari sepuluh) marga Dipterocarpaceae menghasilkan damar.
Pohon-pohon dipterokarpa ini tumbuh dominan di hutan dataran rendah Asia
Tenggara, karena itu damar merupakan jenis resin yang lazim dikenal di Indonesia
bagian barat. Biasanya, damar dianggap sebagai resin yang bermutu rendah dibanding
kopal atau terpentin.
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Araucariales
Suku : Araucariaceae
Marga : Agathis
Jenis : Agathis dammara Warb.
Apabila resin-resin di pisahkan dan di murnikan, biasanya terbentuk zat padat
bisa terbakar. Resin ini juga tidak larut dalam air,tetapi larut dalam alkohol dan lain-
lain pelarut organik yang membentuk larutan yang apabila di uapkan meninggalkan
sisa yang berupa lapisan tipis seperti vernis.
Mengenai isi dari resin pada umumnya adalah sebai berikut :
1. Asam-asam resinat, terdiri dari asam-asam oksi yang banyak jenisnya, biasanya
mempunyai sifat gabungan dari asam-asam karboksilat dan fenol-fenol. Asam-asam
ini terdapat baik dalam keadaan bebas maupun terikat sebagai ester-ester. Pada
umumnya asam-asam ini larut di dalam larutan alkali membentuk larutan seperti
sabun ataupun suspensi koloidal. Garam-garam logamnya di kenal sebagai resinat,
beberapa di antaranya banyak di gunakan untuk membuat sabun yang murah dan
vernis. Sebagai contoh biasanya asam abietat di dalam colophonium, asam kopaivat
dan oksikopoivant di dalam Balsamum Copaive asam guiakonat didalam Guajac,
asam pimarat (pimarinat) di dalam Burgundy Pitch (Picea excelsa) dan asam
komnifora di dalam myrrha.
2. Alkohol-alkohol resinat, terdiri dari alkohol-alkohol kompleks yang mempunyai
berat molekul yang tinggi yang di sebut resinotannol sebagai hasil polimerisasi dari
alkohol damar resinol, yang dengan garam-garam ferri memberikan reaksi seperti
tannin. Alkohol-alkohol resinat terdapat dalam keadaan bebas maupun terikat sebagai
ester dengan asan-asam aromatis, asam benzoat, asam salisilat, asam sinnamat, asam
umbellate. Beberapa resinol misalnya :Benzorsinol dari benzoin, Steresinol dari
styrax, Guaiaresinol dari gurjun balsem (depterocarpus), Guaiaresinol dari guaiac
resin.
3. Resene-resene. Resene adalah zat-zat yang kompleks yang tidak mempunyai sifat-
sifat kimiawi yang khas. Resene ini tidak membentuk garam atau ester, tidak larut di
dalam larutan alkali dan tidak terhidrolisa dengan alkali. Sebagai contoh adalah alban
dan fluavil dari gutta percha, kopalresene dari copal, dammarresene dari dammar,
drakoresene dari sanguis draconis, olibanoresene dari olibanum.
Beberapa jenis resin digunakan dalam lapangan farmasi seperti coloponium, mastik
podophyllum dan sebagainnya, yang di sebut sebagai resin farmaseutis. Resin-resin
farmeseutis dapat di peroleh dengan beberapa cara yairu ;
1. Dengan ekstraksi simplisia dengan alkohol, diendapkan dengan air. Dengan
cara resin-resin dari Jalapae ipomoea dan Podophyllum
2. Dengan cara memisahkan minyak menguapnya dengan penyulingan misalnya
Colophonium dari terpentin, resin copaive dari Balsamum copaive
3. Dengan memanasi bagian tanaman yang mengandung resin copaive dari
Balsamum copaive
4. Dengan mengumpulkan hasil eksudat dari tanaman, seperti oleoresin, yang
kemudian diuapkan, dengan cara ini diperoleh maktis, sanguis draconis.
5. Dengan mengumpulkan resin-resin fosil, seperti kopal, dan kaudammar.
Pembagian resin didasarkan atas isinya disamping zat-zat resin. Atas dasar ini
dibedakan : Damar sesungguhnya (resin), adalah zat padat yang amorf atau setengah
padat, tidak larut dalam air, tetapi larut di dalam alkohol atau pelarut organik lainnya
dan membentuk sabun dengan alkali. Biasanya di samping zat-zat damar terdapat
juga minyak menguap, hasil peruraian ester-ester damar,zat warna,zat pahit dan
sebagainya.
Damar gom (gummi resina), yaitu campuran alami dari gom,minyak dan resin
sering di sebut juga damar lendir. Contohnya asafoetida, Myrrha.Oleoresin, yaitu
campuran alami yang homogen dari resin di dalam minyak menguap. Contohnya ;
terpentin, Kanada balsam, cubeba dan sebagainya.Balsamum adalah campuran dari
resin dengan asam sinnamat atau benzoat atau kedua-duanya, atau ester-ester dengan
minyak menguap. Contoh : benzoin,perubalsem, dan styrax. Istilah balsam atau
balsamum telah di gunakan secara salah tehadap beberapa oleoresin seperti kanada
balsem dan balsamum copaive, yang sesungguhnya balsem tetapi oleoresin.Di dalam
beberapa hal di kemukakan resin di dalam ikatan glikosidal, ikatan ini di
sebutglukoresin atau gilkoresin misalnya yang terdapat di dalam ipomea, jalap dan
podohyllum.Pembagian damar adalah sebagai berikut ; Damar ester atau ester harze
yang terdiri dari :a. Damar benzoe, misalnya Benzo Siam, Benzo Sumaetera, styrax,
balsamum tolutanum peruvianum. b. Damar gom, misalnya asafoetida, gabanum,dan
ammoniacum.
Damar ester adalah damar yang isi utamanya adalah :Ester dari resinol atau
alkohol damar yang tidak berwarna dengan reagens tannin dan bentuknya kristalin.
Ester dari resitanol,berwarna dengan reagens tannin dan bentuknya amorf.Damar
benzoe hanya mengandung ester saja sedang damar gom selain ester juga gom.
Damar resin atau resin harze, yang biasanya disebut dengan resin saja atau poli-
oksiresin. Sebagian ada yang masih mengandung gom seperti Myrrhadan olibanum.
Contoh yang tidak mengandung gom ialah mastics dan damar. Damar asam resin
atau resinasaur harze. Damar-damar berwarna atau farb-harze. Contoh : Gummi gutti
Secara umum, sifat-sifat damar antara lain rapuh dan mudah melekat pada
tangan pada pada suhu kamar, mudah larut dalam minyak atsiri dan pelarut organik
non polar, sedikit larut dalam pelarut organic polar , tidak larut dalam air, tidak tahan
panas, mudah terbakar, tidak volatile bila terdekomposisi dan dapat berubah warna
bila disimpan terlalu lama dalam tempat tertutup tanpa sirkulasi udara yang
baik(Mulyono,2005). Damar terdiri dari beberapa gugus fungsi antara lain alkil,
karbonil, vinil, dan hidroksil.Identifikasi dengan pirolisis-GC/MS senyawa terbanyak
di dalam damar adalah brasikasterol (Mulyono, 2012).
Spektrum inframerah dari damar menunjukkan bahwa terdapat beberapa gugus
fungsi, antara lain alkil, karbonil, vinil, dan hidroksil.Identifikasi dengan pirolisis-
GC/MSmenunjukkan bahwa damar mengandung paling sedikit 67 senyawa. Senyawa
kimia tersebut terbagi dalam 4 golongan, yaitu hidrokarbontetrasiklik (30 senyawa,
49,57%), pentasiklik (3 senyawa, 2,56%), senyawa C15 (11 senyawa, 17,09%), dan
golongan lain-lain (23 senyawa,18,26%). Berdasarkan data Py-GC/MS, senyawa
terbanyak di dalam damar adalah brasikasterol, yaitu sekitar 20%. Rumus kimia dari
brasikasterol dapat dilihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Brasikasterol
Damar mata kucing (sering disingkat menjadi getahdamar) merupakan salah
satu produk unggulan dari hasilhutan bukan kayu di Indonesia.Getah ini berasal
daritumbuhan Shorea javanica, S. koordersii, Hopeadryobalanoides, H. intermedia,
H. mengarawan, H. globosa,H. griffithii, H. micrantha, dan H. myrtifolia.Getah ini
telah dimanfaatkan di berbagaibidang, antara lain cat, tinta, pernis, kemenyan, dan
bahantambahan pangan.Struktur kimia komponen getah damar telah diteliti
sejaktahun 1955, namun tidak disebutkan spesies tanaman damartersebut.Sari (2002),
melaporkan bahwa ekstrak damar matakucing dari tumbuhan S. javanica mempunyai
aktivitasantirayap dan antijamur. Senyawa bioaktif tersebutteridentifikasi sebagai
vulgarol B; 3,4-secodamar-4(28)-en-3-oic acid; dan (7R,10S)-2,6,10-trimetil-7-
epoksi-2,11-dodecadiene (Mulyono, 2012). Beberapa senyawa triterpenoid dalam
damar ditunjukkan pada Gambar 2.4
Gambar 2.4 Beberapa senyawa triterpenoid dalam dammar
Pada tahun 1984 dua pertiga dari produksi damar diserap oleh pasar lokal
yakni pabrik-pabrik cat (60%), pembuatan dupa (24 %), dan industri batik tulis
(16%).Diperkirakan prospek pasar-pasar tersebut tingkatnya sedang sampai rendah
terutama karena masuknya resin-resin petrokimia ke pabrik-pabrik cat lokal, dan juga
karena tergesernya batik tulis oleh batik industri yang tidak membutuhkan
damar.Pasar ekspor yang menyerap sepertiga volume produksi, menuntut kualitas
yang tinggi tetapi menawarkan prospek yang lebih baik. Secara teratur volume ekspor
menunjukkan peningkatan, dari 1972 sampai 1983 tercatat kenaikan 250-400 ton per
tahun. Pada masa kejayaan damar, ketika digunakan secara intensif oleh industri-
industri, areal utama penghasil damar adalah hutan-hutan alam di Sumatera bagian
selatan dan barat, serta Kalimantan bagian barat.Dewasa ini Kalimantan bagian barat
dan Sumatera bagian selatan masih tetap menghasilkan damar, tetapi daerah produksi
yang paling utama adalah di daerah paling selatan di Sumatera, tepatnya di Pesisir
Krui, Lampung.
Ada dua macam damar yang dikenal umum, dengan kualitas yang jauh
berbeda.Pertama adalah damar batu, yaitu damar bermutu rendah berwarna coklat
kehitaman, yang keluar dengan sendirinya dari pohon yang terluka.Gumpalan-
gumpalan besar yang jatuh dari kulit pohon dapat dikumpulkan dengan menggali
tanah di sekeliling pohon.Di seputar pohon-pohon penghasil yang tua biasanya
terdapat banyak sekali damar batu. Kedua, adalah damar mata kucing; yaitu damar
yang bening atau kekuningan yang bermutu tinggi, sebanding dengan kopal, yang
dipanen dengan cara melukai kulit pohon. Sekitar 40 spesies dari genus Shorea dan
Hopea menghasilkan damar mata kucing, di antaranya yang terbaik adalah Shorea
javanica dan Hopea dryobalanoides.Sejak tiga ribu tahun yang lalu, damar telah
memasuki jalur perdagangan jarak pendek di Asia Tenggara. Damar mungkin juga
sudah menjadi produk dagang jarak jauh pertama yang berkembang antara Asia
Tenggara dengan Cina di antara abad ke III dan ke V. Pada abad ke X damar kembali
muncul dalam daftar produk-produk yang dijual ke Cina dari Asia Tenggara.
Sedangkan ekspor damar ke Eropa dimulai pada tahun1829 dan ke Amerika pada
tahun 1832.
Di daerah penghasilnya, damar digunakan sebagai bahan untuk penerangan
dan mendempul perahu.Secara tradisional, damar juga diperdagangkan sebagai dupa,
bahan pewarna, perekat dan obat.Pada pertengahan abad XIX lalu, seiring dengan
berkembangnya industri pernis dan cat di Eropa dan Amerika yang kemudian disusul
dengan Jepang dan Hong Kong, damar mulai memperoleh nilai ekonomi baru.Tetapi
sejak tahun 1940-an, damar mendapat saingan berat dari resin sintetik hasil
pengolahan minyak bumi (petrokimia) yang lebih disukai kalangan industri
(Michon,2000).Sari (2002), melaporkan bahwa ekstrak damar mata kucing dari
tumbuhan S. Javanica mempunyai aktivitas antirayap dan anti jamur.
2.3.2 Poliol (Senyawa Poli Hidroksi Alkohol)
Poliol merupakan komponen yang penting dalam pembentukan poliuretan setelah
gugus isosianat, Senyawa dengan berta molekul rendah seperti etilen glikol,
butandiol, trimetil propane lazim digunakan sebagai agen pemanjang rantai atau
jaringan. Sedangkan poliol dengan berat molekul tinggi seperti polieter dan polyester
dengan berat molekul rata-rata 8 x 103 merupakan poliol yang umum digunakan
dalam polimerisasi uretan (Helen, 1970).
Poliol adalah senyawa organik dengan gugus hidroksil lebih dari satu dan
dalam industri material sangat banyak digunakan baik sebagai bahan pereaksi
maupun bahan aditif.Senyawa poliol dapat diperoleh langsung dari alam seperti
amilum, selulosa, sukrosa, dan lignin ataupun hasil produksi industry kimia.Gugus
hidroksil dari senyawa organic dapat meningkatkan sifat hidrofil karena disamping
gugus fungsi yang aktif bereaksi dengan berbagai pereaksi untuk menghasilkan
senyawa baru juga dapat berinteraksi baik melalui dipoldipol yang terbentuk maupun
melalui ikatan hydrogen dengan gugus hidrofil dari senyawa lain (Jung, 1998).
Molekul-molekul yang berisi dua kelompok hidroksit disebut (diol-
diol),molekul yang mempunyai tiga kelompok hidroksit disebut triols, dll. Dalam
praktek, poliol dibedakan dari rantai pendek dan pemuai rantai glikol dalam bobot
molekular rendah seperti etilena glikol misalnya, 1,4-butanediol (BDO), dietilena
glikol (DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metan (TMP). Molekul ini dibentuk
oleh penambahan radikal bebas propilena oksida (PO), oksida etilena (EO) pada satu
pemrakarsa yang berisi amina atau hidroksil, atau dengan polyesterification satu di-
acid, seperti asam adipin, dengan glikol-glikol, seperti etilena glikol atau dipropylene
glikol (DPG). Poliol-poliol yang memperluas PO atau EO adalah poliol-poliol
polieter. Poliol-poliol yang dibentuk oleh polyesterification adalah poliol-poliol
poliester. Pilihan dari pemrakarsa, pemuai, dan bobot molekular poliol sangat
mempengaruhi sifat fisika pada polimer poliuretan. Karakteristik yang penting dari
poliol adalah bobot molekular, % kelompok hidroksit utama, kemampuan, dan
kekentalan.
Gliserol adalah senyawa yang tidak berwarna, merupakan larutan kental, tidak
berbau, dengan rasa yang sangat manis, mempunyai TL20oC,TD 290oC (sedikit
terdekomposisi) dan dapat bercampur sempurna dengan air dan alkohol, sedikit larut
dalam eter, tidak larut dalam kloroform (Austin,1985). Polietilen glikol (PEG)
memiliki berat molekul yang bervariasi diantaranya PEG 400, PEG 1000, 3000 dan
6000, rumus kimia PEG dapat dilihat pada Gambar 2.5
HO-(CH2CH2O)n-H
Gambar 2.5 Rumus kimia poliethilen glikol
2.3.3Isosianat
Isosianat adalah bagian yang utama dalam pembentukan poliuretan, isosianat
mempunyai sifat reaktivitas yang tinggi terlbih dengan reaktan nukleofilik.
Reaktivitas dari poliuretan ditentukan oleh sifat positif dari atom C dalam ikatan
rangkap yang terdiri dari pada N, C, O. Pada pembentukan poliuretan sangat perlu
untuk memilih isosianat yang tepat untuk bereaksi dengan poliol karena akan dapat
menentukan hasil akhir seperti terbentuknya rangkaian biuret, urea, uretan dan
alfanat.
Isosianat yang telah dipasarkan dan umum digunakan diisosianat seperti 4,4-
methylena-bis phenylisocyanate diisosianat (MDI) dan 2,4-toluena diisosianat (TDI),
1.6-hexametil diisosianate (HDI), 2,2,4-trimethyl-1,6-hexamethyldiisosianat (TMDI),
1,5-napthalena diisosianat (NDI), (Cristina,2011) seperti diperlihatkan pada Gambar
2.6
Gambar 2.6. Poliol polyester dan poliol polieter
Isosianat dapat bereaksi dengan alcohol membentuk karbamat, dengan air
membentuk urea dan gas CO2, dengan amina akan membentuk urea dan dengan urea
membentuk uretan dan isosianat (Cristina, 2011) seperti ditunjukkan pada Gambar
2.7
1. Reaksi isosianatdengan alcohol
2. Reaksi isosianat dengan air
3. Reaksi isosianat dengan uretan
4. Reaksi isosianat dengan amina
Gambar 2.7 Reaksi – reaksi dari isosianat
2.3.4 Toluen Diisosianat
Toluene merupakan bahan pertama dari pembuatan toluene diisosianat (TDI), supaya
mendapatkan hasil dari turunan isomer yang di kehendaki prosesnya bisa bervariasi.
Isomer toluene diisosianat merupakan campuran cair dalam batas suhu 5 sampai 150
C, sehingga biasanya dijumpai sebagai cairan toluene 2,4-diisosianat dan jika di
dapati dalam bentuk padatan biasanya dengan titik leleh 220 C (Hepburn, 1992).
Toluena diisosianat (TDI) memiliki senyawa dasar toluena. TDI terdiri dari
dua jenis isomer yaitu 2,4 toluena diisosianat (80%) dan 2,6 toluena diisosianat(20%)
yang merupakan isosianat biasa untuk pembuatan poliuretan busa tahan lentur..
Gugus isosianat pada 2,4 toluena diisosianat memiliki perbedaan kereaktifan, dimana
kedudukan isosianat pada posisi 4 ternyata empat kali lebih reaktif dari posisi 2 dan
50 persen lebih reaktif dari isosianat posisi 4 pada difenilmetana diisosianat (MDI).
Kedudukan isosianat pada posisi 2 memiliki kerektifan sama baik pada 2,4 maupun
2,6 toluena diisosianat.
Toluene diisosianat bisa menyebabkan iritasi pada pernapasan sehingga sangat
perlu diperhatikan dalam penggunaannya.Produknya bermacam-macam dan sangat
luas penggunaannya, terutama dalam pembuatan fleksibel foam. 4-isosianat adalah
kelompok yang paling banyak digunakan dan lebih reaktif disbanding 2 atau 6-
isosianat.
2.3.5. Pembentukan Poliuretan
Polimer uretan biasanya digunakan sebagai larutan perekat yang dibuat melalui reaksi
senyawa-senyawa hidroksi dengan isosianat.sifat-sifat fisika dari poliuretan yang
dihasilkan bergantung pada struktr dan fungsional dari senyawa hidroksil dan
isosianat yang membentuknya. Secara umum ada dua tahap pembentukan ikatan
silang poliuretan yaitu:
1. Mereaksikan diisosianat dengan monomer yang mempunyai dua atau lebih
gugus hidroksil permolekulnya, dimana tingkat ikatan silang tergantung pada
dasar struktur, fungsi dan kandungan polihidroksinya dan variasi kandungan
hidroksi.
2. Poliuretan linier direksikan dengan gugus hidroksi atau gugus diisosianat
yang mempunyai dua gugus fungsi
Poliuretan terbentuk dari polimerisasi dengan memilih isosianat yang sesuai
untuk dapat bereaksi dengan poliol atau gugus hidroksil karena akan dapat
menentukan hasil akhir seperti terbentuknya rangkaian biuret, urea, uretan dan
allophanat. Cara simultan interpenetrasi jaringan polimer menggabungkan isosianat
dan lignin, peneliti menggunakan isosianat dalam pembentukan interpenetrasi
jaringan polimer sehingga menghasilkan bahan polimer baru dengan sifat fisik dan
mekanik yang lebih baik (Sperling, 1994).Isosianat merupakan monomer yang utama
dalam pembentukan poliuretan, dengan reaktifitas yang sangat tinggi. Dalam
pembentukan polimerisasi isosianat juga dapat bereaksi dengan sesamanya (Odian,
1991) seperti pada Gambar 2.6
R-N-C=O R-N=C-O R-N=C=O
Gambar 2.8 Reaksi polimerisasi isosianat
Sebagian besar reaksi yang sangat penting dalam pembentukan poliuretan
adalah reaksi antara isosianat dengan gugus hidroksil.Gugus isosianat dengan
kereaktifan tinggi merupakan kunci reaksi dalam pembentukan poliuretan. TDI dapat
bereaksi dengan gugus fungsi dalam resin polyester dan bereaksi dengan air
membentuk karbon dioksida yang berupa hasil samping pada pembentukan jaringan
urea (Randall, 2002).
Hasil reaksi adalah senyawa karbamat yang dikenal dengan senyawa uretan
yang merupakan senyawa polimer dengan berat molekul yang tinggi.Senyawa alcohol
primer alifatik memiliki kereaktifan dan kecepatan reaksi yang paling besar
dibandingkan dengan alkohol sekunder dan tersier disebabkan adanya factor
sterik.(Randall dan Lee, 2002).
Polimerisasi Isosianat akhir-akhir ini digunakan sebagai pengikat kayu
orientasi awalnya pada penggunaan papan partikel dan kayu komposit, Secara kimia
isosianat dengan gugus hidroksil yang ada pada kayu membentuk ikatan poliuretan
diantara partikel kayu. Secara fisik isosianat bereaksi dengan air yang terdapat dalam
kayu membentuk poliuretan melalui ikatan fisik diantara partikel kayu (Galbraith dan
Newman. 1992).Kelebihan poliuretan yang dibentuk dari isosianat adalah tidak ada
air yang terkandung dalam sistem, semua resin diaplikasikan dan digunakan sebagai
perekat.Isosianat dapat berpenetrasi ke dalam rongga-rongga kayu yang paling dalam
sehingga ikatan kimia yang terjadi dapat diaplikasikan dalam kegunaannya (Frazier,
1984), dan isosianat harus ditangani secara hati-hati untuk mencegah timbulnya
masalah kesehatan. (Maloney, 1993)
Secara umum reaksi isosianat dengan hidroksil seperti pada Gambar 2.6
H O
R- NCO + R-OH R-N-C-O-R
Isosianat Poliol Uretan
R dan R = grup alifatik atau aromatic
Gambar 2.9 Reaksi isosianat dengan poliol
Reaksi isosinat dengan air membentuk asam karbamat yang tidak stabil dan
bereaksi membentuk amina primer dan karbon dioksida, dapat dilihat pada Gambar
2.7
Gambar 2.10 Reaksi isosianat dengan air
2.4 Pengujian dan Karakterisasi
2.4.1 Pengujian Sifat Mekanik
Sifat - sifat mekanis atau kekuatan kayu untuk mengukur kemampuan kayu dalam
menahan gaya-gaya atau beban dari luar yang mengenainya.Batang kayu merupakan
benda yang anisotrop artinya kekuatannya untuk ke semua arah batang adalah tidak
sama. Untuk itu dibedakan atas arah sumbu: Longitudinal, radial dan tangensial.Pada
ketiga sumbu arah tersebut tegangan atau kekuatan tidak sama. Tegangan-tegangan
untuk sumbu radial dan tangensial perbedaannya sangat kecil sekali atau dapat
dikatakan hampir sama.
Dalam praktek untuk arah tangensial dan radial adalah sama, sehingga hanya
dikenal dua sumbu saja, yaitu arah sumbu axial dan sumbu radial. Juga disebut untuk
arah sumbu axial = longitudinal ialah arah sejajar dengan arah serat sedang untuk
arah sumbu radial ialah arah tegak lurus arah serat.Kayu tidak mempunyai batas
kenyal yang nyata tapi mempunyai batas proporsional,sehingga di dalam praktek
batas proporsional diambil sebagai batas kenyal dari kayu.
Sifat-sifat mekanis kayu yang diuji adalah kekuatan tarik, perpanjangan putus
dan modulus Young atau modulus elastisitas.
2.4.1.1Modulus Elastisitas (MoE) Dan Modulus Patah(MoR)
Kekuatan lentur stastis adalah suatu kekuatan kayu yang sangat penting karena
kebanyakan struktur kayu mengalami beban lentur. Contoh pada gelagar kayu,
dengsan gaya luar yang mengenainya dalam arah tegak lurus serat dengan gaya ini
terjadi tiga tegangan yaitu tegangan tarik, tegangan tekan dan tegangan geser.
Modulus patah merupakan sifat mekanis kayu yang berhubungan dengan kekuatan
kayu, yaitu ukuran kekuatan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja
padanya sampai maksimal dan cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu tersebut.
Kekuatan lentur kayu biasanya dinyatakan dalam Modulus retak (Modulus of
Rupture : MOR) yang merupakan tegangan tertinggi di bagian serat paling luar kayu
ketika gelagar retak / patah karena beban yang dikenakan secara berangsur-angsur
selama beberapa menit. MOR bervariasi antara 55 – 160 N / mm2 dan ini
menunjukkan bahwa tegangan lentur sama dengan tegangan tarik sejajar (Summarni,
2007)..
Modulus patah (MoR) dapat juga didefenisikan sebagai kemampuan material
untuk menahan deformasi dibawah beban hingga bengkok sebelum patah. Tekana
flexural pada dasarnya adalah kombinasi dari gaya tekan dan gaya tarik. Modulus
patah merupakan besaran dalam bidang teknik yang menunjukkan beban maksimum
yang dapat ditahan oleh material, dalam hal ini adalah papan komposit persatuan
luas.Modulus patahbekerja pada batas proporsional atau daerah elastic (Sudarsono,
2010).
Modulus elastisitas (MoE), Modulus of Elasticity merupakan tegangan
lengkung akhir sebelum terjadinya patah dari suatu material dalam
kelengkungannya.Hal ini sering digunakan untuk membandingkan material yang satu
dengan material lainnya. Modulus elastisitas kayu menentukan kekakuan kayu,
kekakuan yang tinggi menyebabkan kayu tidak mudah melentur pada saat proses
permesinan dilakukan sehingga ketelitian dimensi produk menjadi tinggi. Modulus
elastisitas juga menentukan karakteristik dinamik kayu. Kayu yang mudah bergetar
pada saat proses permesinan dilakukan menyebabkan kekasaran permukaan kayu
menjadi meningkat (Rusnaldy, 2009).
Nilai MOE bervariasi antara 2500 – 17000 N/mm2 untuk arah axial kayu.
Kayu memiliki MOE yang lebih rendah daripada bahan – bahan lain, namun bila
dilihat dari berat jenisnya nilai elastisitasnya sebanding dengan baja. MOE berbeda
pada ketiga arah(aksial, tangensial, dan radial) hanya sekitar 300 – 600
N/mm2(Summarni,2007).
Pengujian tarik (tensile test) adalah pengujian mekanik secara statis dengan
cara sampel ditarik dengan pembebanan pada kedua ujungnya dimana gaya tarik yang
diberikan sebesar P (Newton). Tujuannya untuk mengetahui sifat-sifat kekuatan tarik
dari sampel KKS. Pertambahan panjangan (Δl) yang terjadi akibat gaya tarikan yang
diberikan pada sampel disebut deformasi. Regangan merupakan perbandingan antara
pertambahan panjang dengan panjang mula-mula. Regangan merupakan ukuran untuk
kekenyalan suatu bahan yang besarnya dinyatakan dalam persen.
%100%100
o
o
o l
ll
l
l (2.1)
dengan : = regangan (%)
Δl = pertambahan panjang (mm)
ol = panjang mula-mula (mm)
l = panjang akhir (mm)
Perbandingan gaya pada sampel terhadap luas penampang lintang pada saat
pemberian gaya disebut tegangan (stress). Tegangan tarik maksimum suatu kekuatan
tarik (tensile strenght) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya tarik maksimum
dengan luas penampang mula-mula.
Dengan persaman berikut :
O
mm
A
F (2.2)
dengan : m = kekuatan tarik (Nm-2)
mF = gaya tarik maksimum (N)
oA = luas penampang awal (m2)
Gaya maksimum merupakan besarnya gaya yang masih dapat ditahan oleh
sampel sebelum putus. Tegangan perpatahan adalah perbandingan gaya perpatahan
dengan luas penampang awal. Gaya perpatahan adalah besarnya gaya saat sampel
putus. Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut :
O
uu
A
F (2.3)
dengan : u = tegangan perpatahan (Nm-2)
uF = gaya perpatahan (N)
oA = luas penampang awal (m2)
Grafik hubungan tegangan terhadap regangan dapat dilihat pada Gambar 2.8
Gambar 2.8. Grafik Tegangan - Regangan
Regangan dinyatakan sebagai persentase perpanjangan, skala horizontal diluar
bagian pertama kurva tidak homogen, sampai ke regangan kurang dari 1%. Bagian
pertama dari kurva adalah sepotong garis lurus yang menunjukkan perilaku hukum
Hooke dengan tegangan berbanding lurus terhadap regangan. Garis berakhir pada
titik a ini disebut batas keseimbangan (proporsional). Dari a ke b tegangan dan
regangan tidak lagi seimbang, dan hukum Hooke tidak lagi berlaku. Jika beban
dihilangkan secara bertahap, dimulai pada semua titik di antara 0 dan b, maka kurva
akan kembali menelusuri jejak kurva sebelumnya sehingga bahan dapat kembali ke
bentuknya semula. Deformasinya bolak-balik (reversibel)dan gaya-gayanya akan
bersifat kekal, energi yang telah diberikan pada suatu bahan untuk menghasilkan
deformasi pada bahan tersebut akan kembali didapati ketika tegangan dihilangkan.
Dalam daerah ob dikatakan bahwa bahan memperlihatkan perilaku elastis. Titik b
pada akhir daerah ini disebut titik luluh (yield point), sedangkan tegangan pada titik
luluh ini disebut batas elastisitas. Secara metematis dapat ditulis bahwa deformasi
sebanding dengan beban, dinyatakan dalam persamaan :
E (2.4)
dengan : E = modulus elastisitas atau modulus Young (MPa)
= tegangan (N/m2)
= regangan (%)
Modulus Young atau modulus elastisitas adalah ukuran suatu bahan yang
diartikan ketahanan material tersebut terhadap deformasi elastik. Makin besar
modulusnya, maka semakin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian
tegangan.
2.4.2. Mikroskop Pemindai Elektron (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) digunakan dalam pengamatan morfologi dan
penentuan ukuran nanopartikel. Metode ini merupakan cara yang efisien dalam
memperoleh gambar permukaan specimen. Cara kerja mikroskop ini adalah dengan
memancarkan elektron ke permukaan specimen. Informasi tentang permukaan
partikel dapat diperoleh dengan pengenalan probe dalam lintasan pancaran electron
yang mengenai sebuah partikel. Informasi juga dapat dibawa oleh probe yang
menangkap elektron pada terowongan antara permukaan partikel specimen dengaan
tip probe atau sebuah probe yang menangkap gaya dorong antara permukaan dengan
tip probe (Hermanus, 2012).
Sampel yang dianalisa dalam teknik ini harus mempunyai permukaan dengan
konduktivitas tinggi. Karena polimer polimer mempunyai konduktivitas rendah maka
bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor yang tipis. Bahan yang biasa digunakan
adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan
emas atau campuran emas dan palladium (Rafli, 2008).
Analisis SEM digunakan untuk membantu mengetahui bentuk perubahan
permukaan dari suatu bahan. Pada prinsipnya bila terjadi perubahan pada suatu bahan
misalnya patahan, lekukan, lubang pada permukaan dan perubahan struktur dari
permukaan, maka bahan-bahan tersebut cenderung mengalami perubahan energy.
Energy yang berubah tersebut dapat dipancarkan, dipantulkan dan diserap serta
diubah bentuknya menjadi fungsi gelombang elektromagnetik lainnya yang dapat
ditangkap dan dibaca hasilnya pada foto SEM (Akhirawati, 2004).
2.4.3. Spektroskopi Infra Merah (FTIR)
Spektroskopi inframerah merupakan teknik spektroskopi yang dapat digunakan untuk
menentukan struktur senyawa yang tak diketahui maupun untuk mempelajari
karakteristik ikatan dari senyawa yang diketahui. Instrumen FTIR digunakan untuk
mengidentifikasi gugus kompleks dalam senyawa tetapi tidak dapat menentukan
unsur-unsur penyusunnya. Pada FTIR, radiasi infra merah dilewatkan pada sampel.
Sebagian radiasi sinar infra merah diserap oleh sampel dan sebagian lainnya
diteruskan. Jika frekuansi dari suatu fibrasi spesifik sama dengan frekuensi radiasi
infra merah yang langsung menuju molekul, molekul akan menyerap radiasi tersebut.
Sistem analisa spektroskopi infra merah (IR) telah memberikan keunggulan
dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analissa
inframerah akan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan
pada daerah infra merah. Pada tahap awal identifikasi bahan polimer maka harus
diketahui pita serapan yang karakteristik dari masing-masing polimer dengan
membandingkan spectrum yang telah dikenal. Pita serapan yang khas ditunjukkan
oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya (Hummel, 1985).
Analisis infra merah juga memberikan informasi tentang kandungan aditif dan
panjang gelombang rantai struktur polimer. Analisis mengenai bahan polimer yang
terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan
rangkap polimer. Gugus lain yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah
gugus karbonil dan karboksilat. Umumnya pita serapan polimerpada spectrum infra
merah adalah dengan adanya ikatan C/H regangan pada daerah 2880 cm-1 sapai
dengan 2900 cm-1 danregangan dari gugus lain yang mendukung suatu analisa
material.
Spektrum yang dihasilkan menggambarkan penyerapan dan transmisi
molekuler. Transmisi ini akan membentuk suatu sidik jari molekuler suatu sampel.
Karena bersifat sidik jari, tidak ada dua struktur molekuler unik yang menghasilkan
spektrum infra merah yang sama.(Hermanus, 2012). Radiasi infra merah digolongkan
pada empat daerah berdasarkan panjang gelombang dan aplikasinyayaitu infra merah
dekat, pertengahan, infra merah jauh dan infra merah yang dipakai untuk analisis
instrumental. Daerah infra merah yang digunakan untuk keperluan analisis kimia
adalah pada daerah sekitar 4000 – 670 cm-1 atau 2,5 – 15 mm. Dapat dilihat pada
Table 2.6
Tabel 2.6 Daerah spektra infra merah
No Daerah IR Panjang gelombang Bilangan gelombang Frekuensi
(mm) (cm-1) (Hz)
1 Dekat 0,78 – 2,5 12800 – 4000 3,8 – 1,2(1014)
2 Pertengahan 2,5 – 50 4000 – 200 1,2 – 0,06(1014)
3 Jauh 50 – 1000 200 – 10 6,0 – 0.3(1012)
4 Terpakai untuk 2,5-15 4000- 670 1,2-0,2(1014)
analisis
instrumental
Selain untuk tujuan analisis kuantitatif, spektofotometri inframerah ditujukan
untuk maksud penentuan gugus-gugus fungsi molekul pada analisa kualitatif. (Mulja,
1995). Hadirnya sebuah puncak serapan pada daerah gugus fungsi dalam sebuah
spektrum inframerah merupakan petunjuk pasti banwa beberapa gugus fungsi tertentu
terdapat dalam senyawa cuplikan. Demikian juga tidak adanya puncak dalam bagian
tertentu dari daerah gugus fungsi sebuah spectrum inframerah berarti bahwa gugus
funsi yang menyerap pada daerah tersebut tidak ada. (Pine, 1998).
2.4.4 Analisis Thermal Gravimetri (TGA)
Termogravimetri analisis merupakan teknik analisa yang digunakan untuk
menentukan stabilitas termal dari suatu material dengan memantau perubahan berat
yang terjadi pada material yang dipanaskan. Berat sampel secara terus menerus
dipantau pada saat peningkatan suhu baik pada tingkat yang konstan atau melalui
serangkaian langkah-langkah. Komponen polimer atau formulasi elastomer menguap
atau terurai pada temperature yang berbeda. Hal in akan menyebabkan serangkaian
langkah penurunan berat komponen dapat diukur secara kuantitatif (Shah, 2007)
TGA bermanfaat juga untuk penetapan volatilitas bahan pemlastik dan bahan-
bahan tambahan lainnya. Penelitian-penelitian stabilitas panas merupakan aplikasi
utama dari TGA. Suatu termogram yang mengilustrasikan perbedaan stabilitas panas
antara polimer yang seluruhnya aromatic dan polimer alifatik sebagian yang
bersruktur analog. Berat yang tersisa seringkali merupakan refleksi yang akurat dari
pembentukan arang yang merupakan parameter penting dalam pengujian nyala
(Stevens, 2000).
Dalam termogravimetri, perubahan berat sampel diukur sebagai fungsi
temperatur. Pengukuran atau perubahan berat sampel ini diukur secara kontinu
dengan kecepatan tetap. Hasil pengukuran dinyatakan sebagai kurva antara berat yang
hilang terhadap temperatur yang disebut termogram. Kurva ini dapat memberikan
informasi baik kualitatif maupun kuantitatif tentang sampel yang dianalisa.
Termogram TGA memperlihatkan tahap-tahap dekomposisi yang terjadi akibat
perlakuan termal. Persentase kehilangan berat ini berkaitan dengan perubahan kimia
yang menyebabkan perubahan berat sampel. Dalam bidang polimer, analisis
termogravimetri ini terutama dipakai untuk mempelajari degradasi termal, kestabilan
termal, degradasi oksidatif, komposisi dan identifikasi polimer.
2.5. Modifikasi polimer
Modifikasi pada polimer sangat penting karena akanmemperluas ruang lingkup
aplikasi. Ada dua pendekatan utama, yaitumengkonstruksi molekul baru dengan
mengatur komposisi molekular hinggadicapai sifat yang diinginkan, atau modifikasi
polimer yang sudah ada(Bhattacharya dan Ray 2009). Memodifikasi polimer
dilakukan menurut rancangan khusus untuk aplikasi tertentu. Ada beberapa cara
untuk memodifikasi sifat-sifat polimer yaitu pencangkokan (grafting), blending dan
curing. Blending merupakan campuran secara fisik dari dua atau lebih polimer untuk
mendapatkan sifat yang diperlukan. Grafting adalah metode dimana monomer terikat
secara kovalen ke rantai induk polimer. Sedangkan curing adalah polimerisasi dari
suatu campuran oligomer membentuk lapisan pada polimer secara paksa.