25
11 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu, kelompok ini terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisis ekonomi. Pengertian dan kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah diatur dalam payung hukum berdasarkan undang-undang. 2.1.1 Jenis Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Indonesia menjelaskan Dunia Usaha sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 1 adalah, Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia. Lebih lanjut Pemerintah menjelaskan bahwa jenis usaha yang berlaku di Indonesia dikategorikan sebagai berikut: - Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang. - Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengahmedia.unpad.ac.id/thesis/120103/2010/120103100034_2_5264.pdf · ... digolongkan dan disajikan oleh akuntansi ... Menghitung

Embed Size (px)

Citation preview

11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro Kecil dan Menengah

(UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar.

Selain itu, kelompok ini terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan

krisis ekonomi. Pengertian dan kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha

Mikro Kecil dan Menengah telah diatur dalam payung hukum berdasarkan

undang-undang.

2.1.1 Jenis Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Pemerintah Indonesia menjelaskan Dunia Usaha sebagaimana

dimuat dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 1

adalah, Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar

yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di

Indonesia. Lebih lanjut Pemerintah menjelaskan bahwa jenis usaha

yang berlaku di Indonesia dikategorikan sebagai berikut:

- Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro

sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang.

- Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang

dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak

12

langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi

kriteria Usaha Kecil.

- Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar.

2.1.2 Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Adapun kriteria UMKM menurut Undang-Undang No.20

Tahun 2008 Pasal 6 ayat 1, yaitu :

- Kriterian Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.00,00

(tiga ratus juta rupiah).

- Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan

banguna tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah) sampai paling banyak Rp

2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus rupiah).

13

- Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima

ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp

10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah

dan bangunan usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00

(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak

Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

2.2 Biaya

2.2.1 Pengertian Biaya

Menurut Mulyadi (2009:8):

“Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam

satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi

untuk tujuan tertentu.”

Menurut Carter (2009:30):

“Biaya adalah suatu nilai tukar, pengeluaran, atau pengorbanan yang

dilakukan untuk menjamin perolehan manfaat. Sedangkan beban

adalah penurunan dalam aset bersih sebagai akibat dari penggunaan

jasa ekonomi dalam menciptakan pendapatan atau dari pengenaan

pajak oleh badan pemerintah. Beban dalam arti paling luas mencakup

semua biaya yang sudah habis masa berlakunya yang dapat

dikurangkan dari pendapatan.”

14

Menurut Bastian Buatami dan Nurlela (2010:7):

“Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam

satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk

mencapai tujuan tertentu.”

Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa

pengertian biaya secara singkat dapat dikatakatakan sebagai pengorbanan

sumber daya ekonomis untuk memperoleh barang dan jasa untuk mencapai

tujuan tertentu.

2.2.2 Klasifikasi Biaya

Objek dari kegiatan akuntansi biaya adalah biaya, dimana biaya

dicatat, diringkas, digolongkan dan disajikan oleh akuntansi biaya. Sehingga

biaya dapat digunakan sebagai landasan dalam menetapkan besarnya

pengorbanan sumber ekonomis atau pengeluaran-pengeluaran dalam proses

produksi yang dianggap ekonomis dan rasional. Oleh karena itu dibawah ini

akan dikemukakan pendapat para ahli mengenai klasifikasi biaya. Dalam

mengklasifikasikan biaya, menurut Mulyadi dalam bukunya “Akuntansi

Biaya” menggolongkan biaya kedalam lima klasifikasi.

2.2.2.1 Biaya Menurut Objek Pengeluaran

Menurut Mulyadi (2009:13), penggolongan ini merupakan

penggolongan yang paling sederhana, yaitu berdasarkan penjelasan

singkat mengenai suatu objek pengeluaran, misalnya pengeluaran yang

berhubungan dengan telepon disebut “biaya telepon”.

15

2.2.2.2 Biaya Menurut Fungsi Pokok dalam Perusahaan

Menurut Mulyadi (2009:13), terdapat tiga golongan dalam

klasifikasi ini, yaitu:

1. Biaya Produksi, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan

fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi

produk selesai. Biaya produksi dapat digolongkan ke dalam biaya

bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.

2. Biaya Pemasaran, adalah biaya-biaya yang terjadi untuk

melaksanakan kegiatan pemasaran produk, contohnya biaya iklan,

biaya promosi, biaya sempel,dll.

3. Biaya Administrasi dan Umum, yaitu biaya-biaya untuk

mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan produksi dan pemasaran

produk, contohnya gaji bagian akuntansi, gaji personalia,dll.

2.2.2.3 Menurut Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang Dibiayai

Menurut Mulyadi (2009:13), terdapat dua golongan dalam

klasifikasi ini, yaitu:

1. Biaya Langsung (direct cost), merupakan biaya yang terjadi

dimana penyebab satu-satunya adalah karena ada sesuatu yang

harus dibiayai. Dalam kaitannya dengan produk, biaya langsung

terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.

2. Biaya Tidak Langsung (indirect cost), biaya yang terjadi tidak

hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai, dalam

hubungannya dengan produk, biaya tidak langsung dikenal

dengan biaya overhead pabrik.

16

2.2.2.4 Menurut Perilaku dalam Kaitannya dengan Perubahan

Volume Kegiatan

Menurut Mulyadi (2009:13), dalam klasifikasi ini biaya dibagi

menjadi empat, yaitu:

1. Biaya Tetap (fixed cost), biaya yang jumlahnya tetap konstan

tidak dipengaruhi perubahan volume kegiatan atau aktivitas

sampai tingkat kegiatan tertentu, contohnya; gaji direktur

produksi.

2. Biaya Variabel (variable cost), biaya yang jumlah totalnya

berubah secara sebanding dengan perubahan volume kegiatan

atau aktivitas, contoh; biaya bahan baku, biaya tenaga kerja

langsung.

3. Biaya Semi Variabel, biaya yang jumlah totalnya berubah tidak

sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semi

variable mengandung unsure biaya tetap dan biaya variable,

contoh; biaya listrik yang digunakan.

4. Biaya Semi Fixed, biaya yang tetap untuk tingkat volume

kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada

volume produksi tertentu.

2.2.2.5 Menurut Jangka Waktu Manfaatnya

Dalam klasifikasi ini biaya dibagi dua bagian, yaitu:

1. Pengeluaran Modal (Capital Expenditure), yaitu pengeluaran

yang akan memberikan manfaat atau benefit pada periode

akuntansi atau pengeluaran yang akan dapat memberikan

manfaat pada periode akuntansi yang akan datang.

17

2. Pengeluaran Pendapatan (Revenue Expenditure), pengeluaran

yang akan memberikan manfaat hanya pada periode akuntansi

dimana pengeluaran itu terjadi.

2.3 Akuntansi Biaya

Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk mencari laba semaksimal mungkin

dan memimimalisasi kerugian yang mungkin terjadi. Oleh karena itu pihak

manajemen memerlukan informasi mengenai biaya yang benar dan tepat. Untuk

menghasilkan informasi mengenai biaya yang benar dan tepat diperlukan suatu alat

bantu yaitu akuntansi biaya.

2.3.1 Pengertian Akuntansi Biaya

Akuntansi biaya merupakan alat bagi manajemen dalam

merencanakan, mengorganisir, mengawasi perusahaan agar tujuan perusahaan

dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Menurut Mulyadi (2009:6), menyatakan bahwa:

“Akuntansi Biaya adalah proses pencatatan, penggolongan,

peringkasan dan penjualan produksi atau jasa dengan car-cara tertentu,

serta penafsiran terhadapnya”.

Menurut R.A Supriyono (2009:12), menyatakan bahwa:

“Akuntansi Biaya adalah salah satu cabang akuntansi yang merupakan

alat manajemen dalm memonitor dan merekam transaksi biaya secara

sistematis, serta menyajikan informasi biaya dalam bentuk laporan

biaya”.

Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:3), akuntansi biaya

adalah:

18

“Bidang ilmu akuntansi yang mempelajari bagaimana cara mencatat,

mengukur dan pelaporan informasi biaya yang digunakan. Disamping

itu akuntansi biaya juga membahas tentang penentuan harga pokok

dari suatu produk yang diproduksi dan dijual kepada pemesan maupun

untuk pasar, serta untuk persediaan produk yang akan dijual”.

Jadi dapat dikatakan bahwa akuntansi biaya merupakan bagian dari

akuntansi, juga alat bagi manajemen untuk melakukan perencanaan dan

pengawasan kegiatan-kegiatan yang relevan dengan biaya produksi.

2.3.1 Tujuan Akuntansi Biaya

Tujuan akuntansi biaya menurut Mulyadi (2009:8), adalah

menyediakan informasi biaya untuk kepentingan manajemen guna

membantu mereka didalam mengelolah perusahaan atau bagiannya.

Menurut Mulyadi (2009:9), akuntansi biaya mempunyai tiga

tujuan pokok yaitu :

1. Penentuan Harga Pokok Produksi

Untuk memenuhi tujuan penentuan harga pokok produksi,

akuntansi biaya mencatat, menggolongkan, dan meringkas

biaya-biaya pembuatan produk atau penyerahan jasa. Misalnya

metode variable costing untuk penentuan harga pokok produksi

dan penyajian informasi biaya untuk memenuhi kebutuhan

manajemen dalam perencanaan dan pengambilan keputusan

jangka pendek.

2. Pengendalian Biaya

Pengendalian biaya harus didahului dengan penentuan hbiaya

yang seharusnya dikeluarkan untuk memproduksi satu satuan

19

produk. Jika biaya yang seharusnya ini telah ditetapkan,

akuntansi biaya bertugas untuk memantau apakah pengeluaran

biaya yang sesungguhnya sesuai dengan biaya yang seharusnya

tersebut. Bila terdapat selisih, maka akuntansi biaya harus

menganalisis dan menyajikan informasi penyebab terjadinya

selisih biaya ini. Informasi ini akan sangat berguna bagi pihak

manajemen, misalnya dalam menilai prestasi kerja para

manajer di bawah manajer puncak.

3. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan khusus menyangkut masa yang akan

datang. Oleh karena itu informasi yang relevan dengan

pengambilan keputusan khusus selalu berhubungan dengan

informasi yang akan datang. Informasi biaya ini tidak dicatat

dalam catatan akuntansi biaya, melainkan hasil dari suatu

proses peramalan. Laporan akuntansi biaya akan digunakan

oleh pihak manajemen dalam mengambil keputusan. Akuntansi

biaya mengembangkan berbagai konsep informasi biaya untuk

pengambilan keputusan seperti: biaya kesempatan, biaya

hipotesis, biaya tambahan, biaya terhindarkan dan pendapatan

yang hilang. Sehingga pihak manajemen bisa mangambil

keputusan dalam proses produksi suatu barang sebaiknya

memproduksi sendiri atau membeli.

Menurut Matz dan Ursy (2009:13), perencanaan dan

pengendalian biaya yang dialih bahasakan oleh Sirait-Wibowo

menjelaskan tujuan akuntansi biaya adalah:

1. “Menyusun dan melaksanakan rencana serta anggaran operasi

dalam kondisi yang ekonomis dan bersaing.

20

2. Menetapkan metode kalkulasi biaya yang menjamin adanya

pengendalian, pengukuran dan perbaikan mutu.

3. Mengendalikan jumlah persediaan secara fasis, dan membuat

biaya dari masing-masing barang dan jasa yang diproduksi

untuk penentuan harga dan untuk mengevaluasi prestasi suatu

produk, departemen atau difisi.

4. Menghitung biaya dan laba perusahaan untuk periode

akuntansi tahunan atau periode yang lebih singkat.

5. Memilih diantara dua atau lebih alternative jangka pendek

atau jangka panjang yang bisa menaikan pendapatan atau

menurunkan biaya.”

Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pada

dasarnya tujuan akuntansi biaya adalah untuk perencanaan dan

pengendalian keputusan untuk mencapai tujuan perusahaan dan

mengambil keputusan yang tepat.

2.4 Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi merupakan keseluruhan pengorbanan sumber-sumber

ekonomis untuk menghasilkan produk atau melakukan pengolahan bahan baku

menjadi produk jadi. Sehingga dapat digunakan untuk menghitung harga pokok

produk jdan harga pokok produk pada akhir periode yang masih dalam proses.

2.4.1 Definisi Harga Pokok Produksi

Menurut Mulyadi (2009:11), mendefinisikan harga pokok produksi

sebagai berikut:

21

“Harga pokok produksi adalah pengorbanan ekonomi yang diukur

dalam satuan uang yang telah terjadi untuk memperoleh aktiva atay

secara tidak langsung memperoleh penghasilan.”

Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:49):

“Harga pokok produksi adalah kumpulan biaya produksi yang terdiri

dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead

pabrik ditambah persediaan produk dalam proses awal dan dikurang

persediaan produk dalam proses akhir. Harga pokok produksi terikat

pada periode waktu tertentu. Harga pokok produksi akan sama dengan

biaya produksi apabila tidak ada persediaan produk dalam proses awal

dan akhir.”

Menurut Carter (2009:40), harga pokok produksi didefinisikan

sebagai:

“Jumlah dari tiga elemen biaya: bahan baku langsung, tenaga kerja

langsung, dan overhead pabrik. Bahan baku langsung dan tenaga kerja

langsung disebut biaya utama (prime cost). Tenaga kerja langsung dan

overhead pabrik keduanya disebut biaya konversi.”

Menurut Horngren, Charles T. (2009:65):

“Cost of goods manufactured refers to the cost of goods brought to

completion, whether they were started before or during the current

accounting period.”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi

merupakan sekumpulan biaya-biaya yang dikeluarkan baik itu langsung

22

maupun tidak langsung yang tidak dapat dihindarkan dalam memproduksi

suatu produk sampai produk itu siap jual.

2.4.2 Komponen Harga Pokok Produksi

Menurut Carter (2009:40), ada beberapa komponen yang terdapat

didalam biaya manufaktur atau dapat disebut biaya produksi, antara lain ;

Bahan baku langsung

Adalah semua bahan baku yang membentuk bagian integral dari produk

jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk.

Misalnya, gandum dalam pembuatan roti, bijih besi dalam pembuatan besi

batangan dan bubur kayu dalam pembuatan kertas.

Tenaga kerja langsung

Adalah tenaga kerja yang melakukan konversi bahan baku langsung

menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu.

Overhead pabrik

Adalah terdiri atas semua biaya manufaktur yang tidak secara langsung

ditelusuri ke output tertentu. Misalnya biaya energi bagi pabrik seperti gas,

listrik, minyak dan sebagainya.

Menurut Mulyadi (2009:275) biaya produksi adalah salah satu

komponen yang membentuk Harga Pokok Produksi. biaya produksi terdiri

dari :

Biaya Bahan Baku (Direct Material Costs)

Menurut Mulyadi (2009:275), bahan baku langsung adalah bahan yang

membentuk bagian menyeluruh produk jadi.

Contoh biaya bahan baku adalah alumunium yang digunakan untuk

membuat kaleng Pepsi.

Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor Costs)

23

Biaya tenaga kerja langsung meliputi kompensasi atas seluruh tenaga kerja

yang dapat ditelusuri ke objek biaya (barang dalam proses dan kemudian

barang jadi) dengan cara yang ekonomis. Contohnya gaji dan tunjangan

yang dibayarkan kepada operator mesin.

Biaya Overhead Pabrik (Factory Overhead Costs)

Biaya overhead pabrik adalah semua biaya yang tidak dapat ditelesuri

secara langsung walaupun terkait dengan objek biaya (barang dalam proses

hingga menjadi barang jadi). Sehingga menurut Mulyadi (2009:194), biaya

overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya

tenaga kerja langsung. Contohnya pekerja bagian perawatan mesin,

penyusutan pabrik, bahan penolong dan sebagainya.

2.5 Akumulasi Biaya

Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:40) akumulasi biaya adalah:

“Suatu cara untuk mengetahui berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk

suatu produk dan jasa atau menyangkut suatu hal. Ada beberapa metode yang

dapat digunakan dalam akumulasi biaya, tetapi yang lazim digunakan adalah

dua metode yaitu metode akumulasi biaya pesanan dan metode akumulasi

biaya proses.”

2.5.1 Metode Akumulasi Biaya Berdasarkan Pesanan

Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:40), akumulasi biaya

berdasarkan pesanan adalah:

“Suatu sistem akuntansi yang menelusuri biaya pada unit individual

atau pekerjaan, kontrak, tumpukan produk atau pesanan pelanggan

yang spesifik.”

24

Ada beberapa karakteristik dalam melakukan pengakumulasian biaya

berdasarkan pesanan, antara lain;

1. Sifat proses produksi yang dilakukan terputus-putus, dan tergantung pada

pesanan yang diterima.

2. Spesifikasi dan bentuk produk tergantung pada pemesan.

3. Pencatatan biaya produksi masing-masing pesanan dilakukan pada kartu

biaya pesanan secara terperinci untuk masing-masing pesanan.

4. Total biaya produksi untuk setiap elemen biaya dikalkulasi setelah

pesanan selesai.

5. Biaya per unit dihitung, dengan membagi total biaya produksi yang terdiri

dari: bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead

dibebankan, dengan total unit yang dipesan.

6. Akumulasi biaya pada umumnya menggunakan biaya normal.

7. Produk yang sudah selesai dapat disimpan di gudang atau langsung

diserahkan pada pemesan.

Misalnya pembuatan pesawat terbang, alat-alat untuk sistem

pertahanan negara dan beberapa produk yang membutuhkan spesifikasi

khusus dan waktu pembuatan produk tersebut sangat lama. Semua yang telah

disebutkan diatas merupakan contoh produk yang pengakumulasian biayanya

menggunakan metode akumulasi biaya berdasarkan pesanan.

Adapun manfaat perhitungan biaya pesanan yaitu bermanfaat untuk

menetapkan harga jual dan pengendalian biaya. Umumnya calon pelanggan

selalu meminta estimasi biaya terlebih dahulu sebelum mereka memesan, dan

seringkali mereka memesan atau memberi pekerjaan, membandingkannya

dengan pesaing. Oleh sebab itu perusahaan harus dapat mengestimasi biaya

25

secara akurat agar dapat bersaing dengan perusahaan lain dan menghasilkan

laba yang optimal.

Perhitungan biaya normal adalah sistem akuntansi di mana bahan baku

langsung dan tenaga kerja langsung dibebankan berdsarkan tarif ditentukan

dimuka. Tarif ditentukan dimuka adalah suatu jumlah yang diperoleh dengan

membagi total biaya overhead pabrik yang diestimasi untuk periode

mendatang dengan total dasar alokasi biaya overhead pabrik yang diestimasi

untuk periode mendatang.

Kartu biaya pesanan merupakan dokumen sumber untuk memasukkan

biaya dalam kalkulasi biaya pesanan. Catatan ini kadang-kadang disebut

sebagai lembar biaya pekerjaan, arsip biaya pekerjaan, atau kartu biaya

pekerjaan. Dokumen ini merupakan dokumen dasar dalam perhitungan biaya

pesanan, dengan mengakumulasi biaya untuk setiap pesanan, sehingga

dokumen ini menunjukkan biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja

langsung serta biaya overhead pabrik yang dibebankan untuk suatu pesanan.

Adapun ilustrasi kartu biaya yang disajikan Carter (2009:145) seperti yang

tertera dibawah ini (Gambar 2.1).

26

Gambar 2.1

Kartu Biaya

Rayburn Company 1101 Maple Street, Cincinnati OH 45227

Pesanan No. 5574

Untuk : Lawrenceville Construction, Co.

TANGGAL DIPESAN 10/1

Produk : Papan Penggiling Mapel No. 14

TANGGAL MULAI DIKERJAKAN 14/1

Spesifikasi : 12' x 20" x 1" Pelitur Bening

TANGGAL DIBUTUHKAN 22/1

Jumlah : 10

TANGGAL SELESAI DIKERJAKAN 18/1

BAHAN BAKU LANGSUNG

TANGGAL NOMOR PERMINTAAN JUMLAH

14-Jan

516

$ 1.420,00

17-Jan

531

780,00

18-Jan

544

310,00

$ 2.510,00

TENAGA KERJA LANGSUNG

TANGGAL JAM BIAYA

14-Jan

40

$ 320,00

15-Jan

32

256,00

16-Jan

36

288,00

17-Jan

40

320,00

18-Jan

48

384,00

196

$ 1.568,00

OVERHEAD PABRIK DIBEBANKAN

TANGGAL JAM/MESIN BIAYA

14-Jan

16,2

$ 684,00

16-Jan

10,0

400,00

17-Jan

3,2

128,00

29,4 X $ 40 $

1.176,00

Bahan Baku Langsung

$ 2.510,00

Harga Jual

$ 7.860,00

Tenaga Kerja Langsung

1.568,00

Biaya Pabrik

$ 5.254,00

Overhead Pabrik Dibebankan

1.176,00

Beban Pemasaran 776,00

Total Biaya Pabrik

$ 5.254,00

Beban Administrasi 420,00

Biaya Untuk Membuat dan Menjual 6.450,00

Laba $

1.410,00

Sumber: William K.Carter. Cost Accounting. Edisi 14. 2008.

27

Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:64) perhitungan biaya

berdasarkan pesanan hanya membutuhkan delapan bentuk ayat jurnal

akuntansi untuk setiap elemen biaya: pembelian bahan baku, penggunaan

bahan baku, pencatatan gaji dan upah, pendistribusian beban gaji dan upah,

pencatatan biaya overhead pabrik sesungguhnya, pencatatan biaya overhead

pabrik dibebankan, pencatatan penyelesaian pesanan, dan penjualan produk

yang dipesan. Berikut adalah kedelapan jurnal tersebut:

1. Akuntansi biaya bahan baku langsung;

Dr. Bahan baku Rp. xxxx

Cr. Utang usaha/kas Rp. xxxx

2. Penggunaan bahan baku;

Dr. Produk dalam proses Rp. xxxx

Cr. Pengendali overhead pabrik Rp. xxxx

Dr. Pengendali overhead pabrik Rp. xxxx

Cr. Bahan baku Rp. xxxx

3. Biaya tenaga kerja yang terjadi;

Dr. Beban gaji Rp. xxxx

Cr. Beban gaji yang masih harus dibayar Rp. xxxx

4. Distribusi biaya tenaga kerja;

Dr. Produk dalam proses Rp. xxxx

Cr. Beban gaji Rp. xxxx

Dr. Pengendali overhead pabrik Rp. xxxx

Cr. Beban gaji Rp. xxxx

5. Biaya overhead pabrik sesungguhnya (aktual);

Dr. Pengendali overhead pabrik Rp. xxxx

Cr. Akumulasi penyusutan mesin Rp. xxxx

Dr. Pengendali overhead pabrik Rp. xxxx

Cr. Asuransi biaya dimuka Rp. xxxx

6. Biaya overhead pabrik dibebankan;

28

Dr. Produk dalam proses Rp. xxxx

Cr. Overhead pabrik dibebankan Rp. xxxx

Dr. Overhead pabrik dibebankan Rp. xxxx

Cr. Pengendali overhead pabrik Rp. Xxxx

7. Mengisi persediaan produk jadi;

Dr. Produk selesai Rp. xxxx

Cr. Produk dalam proses Rp. xxxx

8. Penyerahan langsung ke pemesan;

Dr. Piutang usaha Rp. xxxx

Cr. Penjualan Rp. xxxx

Dr. Harga pokok penjualan Rp. xxxx

Cr. Produk selesai Rp. xxxx

Sumber: Bastian Bustami dan Nurlela. Akuntansi Biaya. 2010

2.5.2 Sistem Perhitungan Biaya Berdasarkan Proses

Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:91) bahwa:

“Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses adalah suatu metode

dimana bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik dibebankan ke

pusat biaya atau departemen. Biaya yang dibebankan ke setiap unit

produk yang hasil ditentukan dengan membagi total biaya yang

dibebankan ke pusat biaya atau departemen tersebut dengan jumlah

unit yang diproduksi pada pusat biaya yang bersangkutan.”

Adapun karakteristik dalam pengakumulasian biaya berdasarkan

proses, antara lain;

1. Aktivitas produksi bersifat terus-menerus.

2. Produk bersifat massa, dengan tujuannya mengisi persediaan yang siap

dijual.

29

3. Produk yang dihasilkan dalam suatu departemen atau pusat biaya relatif

homogen dan berdasarkan standar.

4. Biaya dibebankan ke setiap unit dengan membagi total biaya yang

dibebankan ke pusat biaya dengan total unit yang diproduksi

5. Pengumpulan biaya dilakukan berdasarkan periode waktu tertentu.

Misalnya produksi pembuatan makanan seperti roti, kudapan ringan,

dan produksi yang tidak memerlukan spesifikasi khusus, semuanya

melakukan perhitungan biaya berdasarkan proses.

Arus biaya produksi dalam perhitungan biaya proses secara umum

sama dengan perhitungan biaya pesanan. Begitu bahan baku dibeli, biaya

bahan baku ini mengalir ke dalam akun persediaan bahan baku. Biaya bahan

baku, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang dibebankan akan

mengalir ke dalam akun produk dalam proses. Ketika produk selesai, biaya

produk yang telah selesai mengalir dari akun produk dalam proses ke produk

jadi. Setelah produk terjual, biaya produk jadi dipindahkan ke akun harga

pokok penjualan. Untuk penjurnalan secara umum sama dengan yang terdapat

pada perhitungan biaya pesanan.

Untuk pembebanan biaya apabila terdapat produk dalam proses

dengan tingkat penyelesaian tertentu, perlu dilakukan penyetaraan produk

dalam proses tersebut menjadi produk jadi yang disebut dengan unit ekuivalen

produksi atau ekuivalen produksi. Jadi unit ekuivalen produksi menunjukkan

unit produk jadi dan unit produksi dalam proses yang disetarakan dengan

produk jadi.

Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:95), terdapat dua metode

aliran biaya untuk mengkalkulasi biaya produksi produk dalam proses, dengan

perhitungan unit ekuivalen produksi berbeda yaitu aliran biaya rata-rata

tertimbang dan aliran biaya FIFO (First In First Out).

30

Aliran biaya rata-rata tertimbang yaitu meratakan biaya penyelesaian

persediaan awal produk dalam proses periode sebelumnya dengan

menambahkan biaya periode berjalan untuk mendapatkan biaya per unit. Unit

persediaan awal menerima biaya per unit yang besarnya sama dengan unit

yang baru dimulai dan diselesaikan selama periode bersangkutan, sehingga

semua unit yang ditransfer akan memiliki biaya per unit yang sama.

Rumus unit ekuivalen produksi:

Produk Selesai + (Produk Dalam Proses Akhir x Tingkat Penyelesaian).

Sedangkan aliran biaya FIFO adalah memisahkan biaya per unit yang

terdapat pada persediaan awal dari biaya per unit produk yang dimasukkan

dan diselesaikan pada suatu periode tertentu. Biaya produk yang ditransfer

terdiri dari biaya produk dalam proses awal dari periode sebelumnya, dan

biaya produk dari produk yang dimulai dan diselesaikan selama periode

berjalan.

Rumus unit ekuivalen produksi :

Produk Selesai + (Produk Dalam Proses Akhir x Tingkat Penyelesaian) –

(Produk Dalam Proses Awal x Tingkat Penyelesaian).

Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:99):

“Dalam penentuan biaya proses, semua biaya yang dibebankan ke

setiap departemen produksi dapat diikhtisarkan dalam laporan biaya produksi

untuk masing-masing departemen.”

Laporan biaya produksi setiap departemen memiliki format yang

beragam, dengan informasi menunjukkan:

31

1. Skedul kuantitas, memuat informasi produk dalam proses awal, produk

masuk proses pada periode bersangkutan, produk selesai yang ditransfer

ke departemen berikutnya atau gudang, produk dalam proses akhir,

produk hilang, produk rusak dan produk cacat.

2. Biaya dibebankan, memuat informasi biaya produk dalam proses awal,

biaya yang dibebankan dari departemen sebelumnya, biaya dibebankan

periode bersangkutan, unit ekuivalen dari biaya per unit masing-masing

elemen biaya.

3. Pertanggungjawaban biaya, memuat informasi biaya yang ditransfer ke

departemen berikutnya atau gudang, biaya produk yang hilang akhir

proses, biaya produk rusak, biaya produk cacat. Biaya yang telah diserap

produk dalam proses.

Berikut adalah contoh laporan biaya produksi (Gambar 2.2) pada satu

departemen dalam buku Akuntansi Biaya karangan Bastian Bustami dan

Nurlela (2010:99); PT. X adalah perusahaan pengolahan nanas yang dikemas

dalam kaleng untuk dipasarkan dalam negeri, pengolahan dilakukan melalui

satu tahap pengolahan yaitu melalui departemen pengolahan. Pada awal

september perusahaan baru memulai beroperasi, dengan mengolah nanas

sebanyak 8.000 kg, pada akhir September produk selesai yang ditransfer ke

gudang sebanyak 7.600 kg, sedangkan yang 400 kg masih dalam proses

dengan tingkat penyerapan biaya bahan baku 100%, biaya tenaga kerja 75%,

dan biaya overhead pabrik 80%. Biaya yang dikeluarkan untuk mengolah

nanas tersebut adalah: biaya bahan baku Rp. 6.000.000,- biaya tenaga kerja

Rp. 4.740.000,- dan biaya overhead pabrik Rp. 3.168.000,-

32

Gambar 2.2

Laporan Biaya Produksi

PT. X

DEPARTEMEN PENGOLAHAN

Laporan Biaya Produksi

Untuk Bulan September 2007

Skedul Kuantitas

Produk Masuk Proses

= 8.000 kg

Produk Selesai

= 7.600 kg

Produk Dalam Proses Akhir

(100% bahan, 75% Tenaga Kerja,

80% BOP)

= 400 kg

8.000 kg

Biaya Dibebankan

Elemen Biaya Total E.U.*

Biaya/Kg

Bahan Baku Rp 6.000.000 8.000 kg

Rp. 750

Tenaga Kerja Rp 4.740.000 7.900 kg

Rp. 600

BOP Rp 3.168.000 7.920 kg

Rp. 400

Total Rp 13.908.000

Rp. 1.750

* Unit Ekuivalen = Produk Selesai + Produk Dalam Proses Akhir x Tingkat Penyelesaian)

Bahan Baku = 7.600 kg + (400 kg x 100%) = 8.000 kg

Tenaga Kerja = 7.600 kg + (400 kg x 75%) = 7.900 kg

BOP = 7.600 kg + (400 kg x 80%) = 7.920 kg

Pertanggungjawaban Biaya

Biaya produk selesai ditransfer = 7.600 kg x Rp. 1750 = Rp. 13.300.000

Produk dalam proses akhir :

Bahan Baku = 400 kg (100%) x Rp. 750 = Rp 300.000

Tenaga Kerja Langsung = 400 kg ( 75%) x Rp 600 = Rp 180.000

BOP = 400 kg ( 80%) x Rp 400 = Rp 128.000

Rp. 608.000

Rp. 13.908.000

Sumber: Bastian Bustami dan Nurlela. Akuntansi Biaya. Edisi 2. 2010

33

2.6 Penentuan Harga Pokok

Penentuan harga pokok produksi bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya

biaya yang dikorbankan dalam hubungannya dengan pengolahan bahan baku menjadi

barang jadi atau jasa yang siap untuk dijual dan dipakai. Penentuan harga pokok

sangat penting dalam suatu perusahaan, karena merupakan salah satu elemen yang

dapat digunakan sebagai pedoman dan sumber informasi bagi pimpinan dalam

mengambil keputusan.

Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:40):

“Penentuan harga pokok adalah bagaimana memperhitungkan biaya kepada

suatu produk pesanan atau jasa, yang dapat dilakukan dengan cara

memasukkan seluruh biaya produksi atau hanya memasukkan unsur biaya

produksi variabel saja. Dalam penentuan harga pokok tersebut dapat

digunakan dua cara yaitu : Metode kalkulasi biaya penuh (Full Costing) dan

Metode kalkulasi biaya variabel (Variable Costing).”

2.6.1 Metode Kalkulasi Biaya Penuh (Full Costing)

Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:40) metode kalkulasi

biaya penuh adalah:

“Suatu metode dalam penentuan harga pokok suatu produk dengan

memperhitungkan semua biaya produksi, seperti biaya bahan baku

langsung, tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan

biaya overhead pabrik tetap.”

Adapun bentuk laporan laba-rugi dalam bentuk metode kalkulasi biaya

penuh seperti yang diilustrasikan Armanto Witjaksono (2009:104) seperti

dibawah ini:

34

Penjualan Bersih XXXXX

Harga Pokok Penjualan (XXXXX)

Laba Kotor XXXXX

Dikurangi: Biaya Adm. dan Umum (XXXXX)

Laba Bersih XXXXX

2.6.2 Metode Kalkulasi Biaya Variabel

Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2010:40), kalkulasi biaya

variabel adalah:

“Suatu metode dalam penentuan harga pokok suatu produk, hanya

memperhitungkan biaya produksi yang bersifat variabel saja seperti

bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead

pabrik variabel. Dalam metode ini biaya overhead tetap tidak

diperhitungkan sebagai biaya produksi tetapi biaya overhead tetap

akan diperhitungkan sebagai biaya periode yang akan dibebankan

dalam laporan laba-rugi tahun berjalan.”

Menurut Mulyadi (2009:10), metode biaya variabel adalah:

“Metode penentuan biaya produksi yang hanya memperhitungkan

biaya produksi yang berprilaku variabel ke dalam buaya produksi,

yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan

biaya overhead pabrik variabel.”

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variable costing merupakan

metode penentuan harga pokok yang hanya memasukkan komponen biaya

yang bersifat variabel sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya bahan

baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel.

35

Adapun bentuk laporan laba-rugi dalam bentuk metode kalkulasi biaya

variabel seperti yang diilustrasikan Armanto Witjaksono (2009:104) seperti

dibawah ini:

Penjualan Bersih XXXXX

Dikurangi biaya variabel;

HPP Variabel XXXXX

B. Penjualan & Umum variabel XXXXX (XXXXX)

Marjin Kontribusi XXXXX

Dikurangi biaya tetap;

BOP Tetap XXXXX

B. Penjualan & Umum Tetap XXXXX (XXXXX)

Laba Bersih XXXXX