11

Click here to load reader

Bab 4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab 4

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hubungan Normalisasi Moisture Content dengan Waktu

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan terhadap pengeringan sampel

pear diperoleh hubungan Normalisasi Moisture Content dengan waktu yang

dinyatakan dalam grafik pada gambar dibawah ini :

0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60 64 68 72 76 80 84 88 92 96-0.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

Run I (A= 0.002 m2, KU=6, KS =7)

Run II (A= 0.002 m2, KU=7, KS=7)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Moisture Content dengan Waktu

Gambar 4.1 menunjukkan hubungan Normalisasi Moisture Content dengan

waktu. Dari grafik terlihat bahwa kandungan kebasahan semakin berkurang seiring

dengan bertambahnya waktu pengeringan. Untuk t = 0 menit pada run I kandungan

kebasahannnya sebesar 0,0093 setelah dinormalisasi kandungan kebasahan menjadi

1,0000 dan pada run II kandungan kebasahannya sebesar 0,0047 setelah

dinormalisasi menjadi 1,0000. Pada run I hubungan Moisture Content dengan waktu

mengalami kondisi konstan pada menit ke-88, sedangkan pada run II mengalami

kondisi konstan pada menit ke-40.

Berdasarkan teori, udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi

selain dapat mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari

permukaan bahan pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfir jenuh yang

akan memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat

pengeringan berjalan dengan baik, proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu

Nor

mal

isas

i Moi

stu

re C

onte

nt

(kg

H2O

/kg

pad

atan

)

Waktu (menit)

Run I (A=0,002 m2, KU=6, KS=7)

Run II (A=0,002 m2, KU=7, KS=7)

Page 2: Bab 4

semakin mudah dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan (Supriyono, 2003).

Pada run I dengan kecepatan udara 6 mengalami kondisi konstan pada menit ke-88

sedangkan pada run II dengan kecepatan udara 7 mengalami kondisi konstan pada

menit ke-40. Pada percobaan diperoleh hasil bahwa run II dengan KU = 7 dan KS =

7 lebih cepat konstan dibandingkan dengan run I dengan KU = 6 dan KS = 7.

Dengan demikian, hasil yang diperoleh dari hubungan kecepatan udara untuk

run I dan run II telah sesuai dengan teori karena proses pengeringan akan semakin

cepat dengan aliran udara yang semakin cepat pula.

Berdasarkan teori yang ada, pada suatu proses pengeringan, semakin lama

bahan dikeringkan, maka kandungan kebasahan dalam bahan akan semakin

berkurang sampai suatu batas keseimbangan kebasahan bahan (Mujumdar, 2006).

Waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi kandungan kebasahan pada run II lebih

cepat mengalami kondisi konstan dibandingkan pada run I karena semakin

bertambahnya waktu pengeringan maka moisture content semakin berkurang.

Pengaruh moisture content dapat dilihat pada persamaan berikut :

R=−W s

A.

dXtdt

(Fadilah, 2010).

Dimana :

R = laju pengeringan

Ws = berat sampel kering

A = luas permukaan

t = waktu

Xt = kadar air

Dengan demikian, hasil yang diperoleh dari hubungan kandungan kebasahan

dengan waktu telah sesuai dengan teori dimana moisture content semakin berkurang

dengan bertambahnya waktu selama proses pengeringan sampai suatu batas

keseimbangan kebasahan bahan karena semakin lama waktu pengeringan, proses

perpindahan massa air pada bahan semakin besar sehingga menyebabkan

berkurangnya kandungan kebasahan dalam bahan.

Page 3: Bab 4

4.2 Hubungan Laju Pengeringan dengan Waktu

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan terhadap pengeringan sampel

pear diperoleh hubungan laju pengeringan dengan waktu yang dinyatakan dalam

grafik pada gambar dibawah ini :

0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60 64 68 72 76 80 84 88 92 960

5

10

15

20

25

30

35

Run I (A=0.002 m2, KU=6, KS =7)

Run II (A= 0.002 m2, KU=7, KS=7)

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Laju Pengeringan dengan Waktu

Gambar 4.2 menunjukkan hubungan laju pengeringan dengan waktu. Dari

percobaan yang dilakukan, untuk run I, laju pengeringan mengalami fluktuatif

hingga konstan sampai nol pada t = 92 menit. Sedangkan untuk run II, laju

pengeringan mengalami fluktuatif juga hingga konstan sampai nol pada t= 44 menit.

Hal ini menunjukkan laju pengeringan pada run II lebih cepat daripada run I.

Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat

mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan bahan

pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfir jenuh yang akan

memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat pengeringan

berjalan dengan baik, proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu semakin mudah

dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan (Supriyono, 2003). Pada run I

dengan kecepatan udara 6 mengalami kondisi konstan pada menit ke-88 sedangkan

pada run II dengan kecepatan udara 7 mengalami kondisi konstan pada menit ke-52.

Pada percobaan diperoleh hasil bahwa run II dengan KU = 7 dan KS = 7 lebih cepat

konstan dibandingkan dengan run I dengan KU = 6 dan KS = 7.

Laj

u P

enge

rin

gan

(gr

/m2 .m

enit

)

Waktu (menit)

Run I (A=0,002 m2, KU=6, KS=7)

Run II (A=0,002 m2, KU=7, KS=7)

Page 4: Bab 4

Dengan demikian, hasil yang diperoleh dari hubungan kecepatan udara untuk

run I dan run II telah sesuai dengan teori karna proses pengeringan akan semakin

cepat dengan aliran udara yang semakin cepat pula.

Berdasarkan teori, dalam proses pengeringan, pada kondisi awal dimana

bahan masih sangat basah, laju pengeringan akan selalu meningkat sampai suatu

batas maksimal, kemudian konstan, lalu menurun dan akhirnya, bila bahan telah

mencapai kandungan kebasahan seimbang, laju pengeringan akan menjadi nol

(Richardson, 1999). Laju pengeringan pada run II lebih cepat mengalami kondisi

konstan dibandingkan pada run I karena semakin besar waktu pengeringan maka laju

pengeringan akan semakin berkurang.

Dengan demikian, hasil yang diperoleh dari hubungan laju pengeringan

dengan waktu tidak sesuai dengan teori karena terjadi fluktuasi pada saat kondisi

awal hingga akhir. Fluktuasi ini dapat terjadi disebabkan oleh :

1. Terjadinya perpindahan panas pada sampel ketika penimbangan

dilakukan sehingga terdapat sejumlah kalor yang hilang ke lingkungan.

2. Suhu udara yang tidak konstan, dimana pada saat baki dikeluarkan, suhu

sistem oleh udara luar yang dapat mempengaruhi moisture content dari

sampel.

Page 5: Bab 4

4.3 Hubungan Laju Perpindahan Panas dengan Waktu

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan terhadap pengeringan sampel

pear diperoleh hubungan laju perpindahan panas dengan waktu yang dinyatakan

dalam grafik pada gambar dibawah ini :

0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60 64 68 72 76 80 84 88 92 960

50

100

150

200

250

300

350

Run I (A= 0.002 m2, KU=6, KS =7)

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Laju Perpindahan Panas dengan Waktu

Gambar 4.3 menunjukkan hubungan laju perpindahan panas dengan waktu.

Dari percobaan yang dilakukan, laju perpindahan panas untuk run I cenderung

berada diatas grafik laju perpindahan panas run II.

Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat

mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan bahan

pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfir jenuh yang akan

memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat pengeringan

berjalan dengan baik, proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu semakin mudah

dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan (Supriyono, 2003). Pada run I

dengan kecepatan udara 6 mengalami kondisi konstan pada menit ke-88 sedangkan

pada run II dengan kecepatan udara 7 mengalami kondisi konstan pada menit ke-52.

Dengan demikian, hasil yang diperoleh dari hubungan kecepatan udara untuk

run I dan run II telah sesuai dengan teori yaitu diperoleh hasil bahwa run II dengan

KU = 7 dan KS = 7 lebih cepat konstan dibandingkan dengan run I dengan KU = 6

dan KS = 7 karena proses pengeringan akan semakin cepat dengan aliran udara yang

semakin cepat pula.

Laj

u P

erp

ind

ahan

Pan

as (

J/ja

m)

Waktu (menit)

Run I (A=0,002 m2, KU=6, KS=7)

Run II (A=0,002 m2, KU=7, KS=7)

Page 6: Bab 4

Berdasarkan teori, laju perpindahan panas akan semakin meningkat dengan

bertambahnya waktu. Hal ini disebabkan karena pada awalnya kandungan kebasahan

bahan berada pada permukaan dan menguap dari waktu ke waktu (Maskan, 2001).

Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap air dari

permukaan bahan yang akan dikeringkan. Udara yang bergerak adalah udara yang

mempunyai kecepatan gerak yang tinggi yang berguna untuk mengambil uap air dan

menghilangkan uap air dari permukaan bahan yang dikeringkan (Sari dkk, 2012).

Pada run I grafik cenderung berada diatas run II karena waktu pengeringan pada run

I lebih lama dibandingkan run II.

Seiring dengan bertambahnya waktu maka perpindahan panas yang terjadi

akan semakin meningkat baik pada run I dan run II.

Dengan demikian, hasil yang diperoleh dari hubungan laju perpindahan panas

dengan waktu telah sesuai dengan teori yaitu laju perpindahan panas akan meningkat

seiring pertambahan waktu. Dan untuk hubungan laju perpindahan panas dengan

kecepatan udara juga telah sesuai dengan teori yaitu laju perpindahan panas akan

meningkat dengan kecepatan udara yang semakin besar.

4.4 Hubungan Laju Pengeringan dengan Moisture Content

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan terhadap pengeringan sampel

pear diperoleh hubungan laju pengeringan dengan moisture content yang dinyatakan

dalam grafik pada gambar dibawah ini :

0 0 8.333

4.167

0 4.167

8.333

8.333

8.333

12.5

20.833

16.667

16.667

12.5

16.667

18.938

16.667

20.833

20.833

20.833

25 25 25 250

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

Run I (A=0.002m2, KU=6, KS=7)

Run II (A= 0.002m2, KU=7, KS=7)

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Laju Pengeringan dengan Moisture Content

Laj

u P

enge

rin

gan

(gr

/m2 .m

enit

)

Moisture Content (kg H2O/kg padatan)

Run I (A=0,002 m2, KU=6, KS=7)

Run II (A=0,002 m2, KU=7, KS=7)

Page 7: Bab 4

Gambar 4.4 menunjukkan hubungan laju pengeringan dengan moisture

content. Dari percobaan yang dilakukan, terjadi penurunan hingga konstan untuk run

I dan run II.

Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat

mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan bahan

pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfir jenuh yang akan

memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat pengeringan

berjalan dengan baik, proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu semakin mudah

dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan (Supriyono, 2003). Pada run I

dengan kecepatan udara 6 mengalami kondisi konstan pada menit ke-88 sedangkan

pada run II dengan kecepatan udara 7 mengalami kondisi konstan pada menit ke-52.

Pada percobaan diperoleh hasil bahwa run II dengan KU = 7 dan KS = 7 lebih cepat

konstan dibandingkan dengan run I dengan KU = 6 dan KS = 7.

Dengan demikian, hasil yang diperoleh dari hubungan kecepatan udara untuk

run I dan run II telah sesuai dengan teori karna proses pengeringan akan semakin

cepat dengan aliran udara yang baik.

Berdasarkan teori yang ada, pada suatu proses pengeringan, semakin lama

bahan dikeringkan, maka kandungan kebasahan dalam bahan akan semakin

berkurang sampai suatu batas keseimbangan kebasahan bahan (Mujumdar, 2006).

Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap air dari

permukaan bahan yang akan dikeringkan. Udara yang bergerak adalah udara yang

mempunyai kecepatan gerak yang tinggi yang berguna untuk mengambil uap air dan

menghilangkan uap air dari permukaan bahan yang dikeringkan (Sari dkk, 2012).

Laju pengeringan yang dibutuhkan untuk mengurangi kandungan kebasahan pada

run II lebih cepat mengalami kondisi konstan dibandingkan pada run I karena

semakin bertambahnya laju pengeringan maka moisture content semakin berkurang.

Dengan demikian, hasil yang diperoleh dari hubungan laju pengeringan

dengan moisture content telah sesuai dengan teori karena terjadi penurunan pada saat

kondisi awal hingga akhir.