40
127 BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA INDUSTRI KECIL BISNIS KELUARGA BORDIR DI KABUPATEN KUDUS Kudus sebagai Kota Industri Kabupaten Kudus sebagai salah satu Kabupaten di Jawa Tengah bagian utara, di lereng gunung Muria, sekitar 50 km dari Kota Semarang, ibukota Jawa Tengah. Letak wilayah Kabupaten Kudus di antara 4 (empat) Kabupaten yaitu di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Pati, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pati, sebelah selatan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Pati serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Demak dan Jepara. Letak Kabupaten Kudus antara 110 o 36 dan 110 o 90‟ Bujur Timur dan antara 6 o 51‟ dan 7 o 16‟ Lintang Selatan, jarak terjauh dari barat ke timur adalah 16 km dan dari utara ke selatan 32 km. Berada pada ketinggian rata-rata ± 55 meter di atas permukaan air laut. Secara umum Kabupaten Kudus yang berada di sebelah selatan Gunung Muria dipengaruhi iklim tropis, dan bertemperatur sedang, berkisar antara 18,3 0 (C ) - 29,6 0 (C ). Kabupaten Kudus bercurah hujan relatif rendah, yaitu rata-rata di bawah 2.000mm/tahun, dan berhari hujan rata-rata 103 hari/tahun. Berdasarkan luas penggunaan lahan, secara administrasi Kabupaten Kudus terbagi menjadi 9 kecamatan (Kaliwungu, Kota, Jati, Undaan, Mejobo, Jekulo, Bae, Gebog, dan Dawe) dan 123 desa serta 9 kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Kudus tercatat sekitar 42.516 hektare atau sekitar 1,31 persen dari luas Propinsi Jawa Tengah. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Dawe yaitu 8.584 Ha (20,19

BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

  • Upload
    ngonga

  • View
    232

  • Download
    9

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

127

BAB EMPAT

KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA

INDUSTRI KECIL BISNIS KELUARGA BORDIR

DI KABUPATEN KUDUS

Kudus sebagai Kota Industri

Kabupaten Kudus sebagai salah satu Kabupaten di Jawa Tengah

bagian utara, di lereng gunung Muria, sekitar 50 km dari Kota

Semarang, ibukota Jawa Tengah. Letak wilayah Kabupaten Kudus di

antara 4 (empat) Kabupaten yaitu di sebelah utara berbatasan dengan

Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Pati, sebelah timur berbatasan

dengan Kabupaten Pati, sebelah selatan dengan Kabupaten Grobogan

dan Kabupaten Pati serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten

Demak dan Jepara. Letak Kabupaten Kudus antara 110o 36‟ dan 110o 90‟

Bujur Timur dan antara 6o 51‟ dan 7o16‟ Lintang Selatan, jarak terjauh

dari barat ke timur adalah 16 km dan dari utara ke selatan 32 km.

Berada pada ketinggian rata-rata ± 55 meter di atas permukaan air laut.

Secara umum Kabupaten Kudus yang berada di sebelah selatan Gunung

Muria dipengaruhi iklim tropis, dan bertemperatur sedang, berkisar

antara 18,30(C ) - 29,60 (C ). Kabupaten Kudus bercurah hujan relatif

rendah, yaitu rata-rata di bawah 2.000mm/tahun, dan berhari hujan

rata-rata 103 hari/tahun.

Berdasarkan luas penggunaan lahan, secara administrasi

Kabupaten Kudus terbagi menjadi 9 kecamatan (Kaliwungu, Kota, Jati,

Undaan, Mejobo, Jekulo, Bae, Gebog, dan Dawe) dan 123 desa serta 9

kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Kudus tercatat sekitar 42.516

hektare atau sekitar 1,31 persen dari luas Propinsi Jawa Tengah.

Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Dawe yaitu 8.584 Ha (20,19

Page 2: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

128

persen), sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Kota seluas

1.047 Ha (2,46 persen) dari luas Kabupaten Kudus.

Sumber: Kudus dalam Angka, 2013

Gambar 4.1

Peta Kabupaten Kudus

Jumlah penduduk Kabupaten Kudus Tahun 2012, berdasarkan

Laporan Kudus dalam Angka 2012/2013 tercatat sebesar 791.691 jiwa,

terdiri dari 390.722 laki-laki (49,47 persen) dan 400.169 perempuan

(50,53 persen). Apabila dilihat penyebarannya, maka kecamatan yang

Page 3: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

129

paling tinggi persentase jumlah penduduknya adalah Kecamatan Jati

yakni sebesar 12,90 persen dari jumlah penduduk yang ada di

Kecamatan Kudus, kemudian berturut-turut Kecamatan Jekulo 12,76

persen dan Kecamatan Dawe 12,28 persen. Dari jumlah itu, tenaga

kerja terampil yang merupakan gambaran sumber daya manusia di

Kudus sebesar 125.401 orang terdiri dari jumlah tenaga kerja

perempuan sebesar 88.610 orang (70,66 persen), sedangkan laki-laki

sebanyak 36.791 orang (29,34 persen) yang tersebar pada 1.178

perusahaan.

Berdasarkan jumlah penduduk Kabupaten Kudus (Laporan

Kudus dalam Angka 2012/2013) yang memeluk agama Islam sebanyak

772.473 orang, Kristen Protestan sebanyak 12.657 orang, Kristen

Katolik sebanyak 5.159 orang, Hindu sebanyak 24 orang, Budha

sebanyak 1.114 orang dan lain-lain (aliran kepercayaan) sebanyak 464

orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid

657 unit, Mushola/Langgar 1.931 unit, Gereja Kristen 22 unit, Gereja

Katholik sebanyak 2 unit, Vihara Budha 11 unit, Klenteng sebanyak 3

unit. Ini menunjukan suasana kerukunan hidup beragama dan

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sangat didambakan

masyarakat, juga menunjukan betapa hidupnya pluralisme masyarakat

Kudus.

Wilayah Kudus Kota dibelah oleh sungai Kaligelis yang

mengalir ke selatan dan membagi kota Kudus menjadi dua bagian yaitu

Kudus Kulon yakni terletak di sebelah barat sungai Kaligelis dan Kudus

Wetan yang terletak di sebelah timur sungai. Keberadaan Kaligelis

sekarang bukan sekedar sungai yang menyimpan cerita masa lalu, atau

tempat bergantung sumber ekonomi sebagian warga Kudus sekarang.

Kaligelis menjadi simbol kultur Kudus menjadi Kudus Kulon dan

Kudus Wetan. Di wilayah Kudus Kulon inilah terletak artefak

peninggalan purbakala yakni Menara Kudus yang berdampingan

dengan Masjid Al-Aqsha yang dikenal dengan sebutan Masjid Menara

Kudus dan di belakangnya terdapat Kompleks Makam Sunan Kudus.

Page 4: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

130

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014

Gambar 4.2

Masjid dan Menara Kudus

Sejarah keberadaan Kota Kudus tidak lepas dari sosok wali yang

dikenal dengan Kanjeng Sunan Kudus dan Sunan Muria, namun Sunan

Kudus pengaruhnya lebih menonjol dibanding Sunan Muria dalam

kiprah dakwahnya di Kudus. Nama Kudus menurut cerita masyarakat,

tidak lepas dari jasa Sunan Kudus atau Ja‟far Shodiq, salah seorang

Walisongo yang menjadi senopati di Demak, yang diperintahkan oleh

penguasa Demak untuk menyiarkan agama Islam di Kudus (Salam,

1977). Namun menurut Graaf dan Pigeaud (1985), perpindahan Ja‟far

Shodiq dari Demak ke Kudus diakibatkan oleh perselisihan tentang

awal bulan Ramadhan dengan raja Demak1 dan terjadi persaingan

antara Ja‟far Shodiq dengan Sunan Kalijaga yang berasal dari Cirebon

datang mengabdi di Kerajaan Demak, maka untuk menghindari

persaingan yang tidak baik Ja‟far Shodiq meminta Sultan Demak agar

hijrah ke Kudus. Sebelum kedatangan Ja‟far Shodiq di Kudus terlebih

dahulu telah datang seorang dari Yunan bernama The Ling Sing yang

kemudian dikenal dengan nama Kyai Telingsing.

Bersama-sama dengan Ja‟far Shodiq, Kyai Telingsing

membangun daerah kecil ini menjadi besar dan berkembang. The Ling

Sing2 seorang seniman pemahat berasal Yunan-Cina dan seorang

pedagang yang kemudian menyerahkan kekuasaan Kota Kudus kepada

Ja‟far Shodiq dan The Ling Sing setelah meninggal dimakamkan di

Page 5: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

131

kampung Sunggingan-Kudus. Pada waktu Ja‟far Shodiq menunaikan

ibadah Haji sambil menuntut ilmu di tanah Arab telah terjadi wabah

penyakit yang membahayakan masyarakat Arab pada waktu itu.

Kemudian atas bantuan Ja‟far Shodiq wabah penyakit tersebut bisa

reda. Oleh karena itu Ja‟far Shodiq mendapat hadiah dari salah seorang

amir, namun Ja‟far Shodiq menolak hadiah yang diberikan amir

tersebut, ia hanya meminta batu sebagai kenang-kenangan. Batu3

tersebut menurut sang amir berasal dari kota Baitul Makdis atau

Jeruzalem (Al Quds) yang kemudian batu tersebut dipasang di atas

Mihrab Masjid Kudus sebagai peringatan dimana Ja‟far Shodiq sebagai

penguasa Kudus yang kemudian dikenal dengan gelar Sunan Kudus,

kata “Kudus” berasal dari bahasa arab “Al Quds4” yang berari “suci”.

Geertz (1977) dalam bukunya ”Penjaja dan Raja” meng-

ungkapkan bahwa tenaga pendorong dalam perkembangan kota secara

tetap dan pasti bukanlah perdagangan setempat dan bukan pihak

pembikinan barang setempat, melainkan perdagangan jarak jauh,

bahkan akhirnya perdagangan internasional. Perdagangan jarak jauh

itu telah menyatukan berbagai daerah di Jawa menjadi satu jaringan

perdagangan dan juga menghubungkan Pulau Jawa sebagai

keseluruhan dengan jalan lalu lintas yang vital untuk ekonomi

perdagangan yang meliputi seluruh dunia. Menurut Wikantari (1995),

kehidupan ekonomi dan budaya masyarakat pada awalnya ketika

Sunan Kudus mulai membuka kota, mata pencaharian di antara

masyarakat telah berkembang mengingat jarak yang tidak terlalu jauh

dari Demak maupun Jepara sebagai bandar perdagangan yang cukup

ramai5 pada saat itu. Pada masa kekuasaan Kerajaan Mataram, daerah

sekitar Kudus berkembang menjadi daerah pemasok beras utama

Kerajaan Mataram. Perdagangan palawija maupun perdagangan

lainnya meningkat pesat yang memberikan banyak keuntungan bagi

para pedagang Kudus khususnya di Kudus Kulon.

Menurut Castles (1982), selama masa penjajahan Belanda

kondisi masyarakat Kota Kudus terbagi menjadi beberapa strata, yaitu

pertama, golongan priyayi yang merupakan pegawai negeri yang

bekerja untuk Pemerintah Belanda serta para intelektual dan tinggal di

Page 6: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

132

kota baru seperti guru, dokter dan pejabat pemda dan sejenisnya;

kedua, golongan pedagang dengan berbagai produk industri rumahan

atau pabrikan yang mengambil sikap bersebrangan dengan Pemerintah

Belanda; ketiga, golongan wong cilik, yakni buruh, para penganggur

dan petani yang tinggal di daerah-daerah pertanian seputar kota.

Menjelang akhir abad 19, kemakmuran masyarakat kembali meningkat

karena melimpahnya hasil pertanian. Hasil panen menjadi barang

perdagangan bagi pedagang-pedagang Kudus. Castles (1982)

mengungkapkan, daerah jelajah pedagang-pedagang Kudus juga

semakin luas walaupun masih terbatas di dalam Pulau Jawa.

Sejak tahun 1906 Industri di Kudus terutama industri rokok

berkembang sangat pesat, semula industri rokok merupakan kerajinan

rumah tangga namun kemudian berkembang menjadi industri besar

sejak kehadiran perusahaan-perusahaan rokok yang didirikan oleh

Nitesemito6. Perkembangan ini menarik kalangan masyarakat Cina

mulai ikut terjun dalam industri rokok. Persaingan ini memicu

pertentangan antar etnis yang puncaknya terjadi pada tahun 1918

dengan pecahnya “geger pecinan”. Setelah peristiwa tersebut mulailah

perkembangan rokok kretek milik pribumi mengalami kemunduran

dan banyak yang kemudian bangkrut dan tutup, industri rokok ini

kemudian banyak dipegang oleh etnis Cina yang mengembangkan

menjadi industri raksasa. Bahkan The Kian Wee (1994) menyimpulkan

bahwa tidak mengherankan jika industri milik pribumi di Indonesia

sampai tahun 1930-an belum banyak berarti7.

Pada masa Sunan Kudus, kehidupan para saudagar berkembang

dengan baik. Hal ini karena spirit keteladanan Sunan Kudus yang

kebetulan dikenal sebagai seorang “Wali Saudagar” sehingga kekayaan

berlimpah namun penggunaan keuntungan diutamakan untuk

kepentingan dakwah agama Islam. Sehingga tidak berlebihan bila

masyarakat Kudus disamping sebagai santri yang taat agama atau kyai

yang mengasuh pesantren, tetapi juga memiliki bermacam-macam

usaha seperti industri atau pedagang yang dikelola dengan

perhitungan–perhitungan ekonomi dan selalu didasarkan norma-

norma atau nilai-nilai agama yang dianut8. Jadi kalau dilihat lebih

Page 7: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

133

mendalam, pola yang dikembangkan Sunan Kudus ini bersumber dari

kearifan pemahamanya tentang prinsip ekonomi Islam yang

menyatakan bahwa Allah SWT adalah pemilik sumber daya dan

pemberi rejeki bagi semua mahkluk. Karena sumber daya yang dimiliki

oleh Allah SWT di bumi sangat berlimpah dan sangat mencukupi

untuk sekedar memenuhi kebutuhan manusia dan untuk memenuhi

keinginan semua mahluk di atas bumi ini. Oleh karena itu, bila terjadi

di kehidupan dapat diketahui banyak orang yang tidak mampu

memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga ada orang miskin dan kaya,

dimana orang kaya semakin kaya maupun orang miskin semakin

miskin, sebenarnya bukan karena persoalan supply melainkan karena

distribusi yang tidak adil yang disebabkan adanya ketimpangan sosial

yaitu keserakahan (tidak memenuhi kehidupan sesuai kebutuhan).

Menurut Bapak Deny Nur Hakim, Humas YM3SK9 waktu

ditanya peneliti mengenai sukses bisnis itu karena kodrat

mengungkapkan demikian:

”Setiap orang dalam menjalankan bisnis memiliki kesempatan yang sama dan orang harus kerja keras dan menjalankan ibadah sholat atau dekat dengan Tuhan. Jadi orang-orang yang melarat itu terutama karena orang itu malas, bodoh atau berjudi atau bersenang-senang saja. Sebaliknya orang-orang yang kaya karena mereka bekerja keras, pandai dan tidak lupa dengan Tuhannya dan bukan adanya kodrat Illahi, melainkan arena ikhtiar sekuat tenaga serta wajib bersyukur kepada Allah atas nasib baik yang didapatnya”.

Sampai sekarang masyarakat Kudus banyak dikenal sukses

sebagai pedagang antar-kota maupun antar-pulau, dimana mereka

sudah bisa memasarkan barang-barang dagangannya, seperti kain,

konfeksi, batik, bordir berhari-hari bahkan berminggu-minggu ke

kota-kota lain, khususnya kota –kota di Jawa Tengah dan Jawa Timut.

H.Moch Anshori10, seorang pengusaha bordir menceritakan kepada

peneliti sebagai berikut:

”orang-orang Kudus yang melakukan bisnis sampai ke luar kota dalam waktu berhari-hari, bahkan sampai berbulan-

Page 8: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

134

bulan, akhirnya telah membentuk komunitas perkampungan orang-orang Kudus di luar kota Kudus, seperti di kota Malang Jawa Timur ada daerah yang dikenal dengan daerah Kudusan, dan jalan yang melintas di tempat itu dikenal dengan Jalan Kudusan. Konon daerah itu tempat komunitas orang-orang Kudus yang merantau melakukan aktivitas bisnis dan bertempat tinggal. Demikian pula sebaliknya pasar Kliwon Kudus yang merupakan pusat perdagangan masyarakat Kudus, sekarang ini sebagai tujuan “kulakan” bagi para pedagang daerah lain seperti para pedagang dari kota Semarang, Pekalongan, Jawa Timur bahkan dari Kalimantan”.

Kehandalan jiwa dagang masyarakat Kudus dapat ditemui dari

penelitian Clifford Geertz11 dan Lace Castles12 yang intinya menya-

takan bahwa masyarakat Kudus telah ”terbiasa” melakukan

perdagangan dari satu kota ke kota lainnya di Jawa. Temuan Castles

dalam penelitiannya, umumnya orang Kudus yang merantau ke Jawa

Timur, mereka hidup mengelompok pada suatu wilayah tertentu yang

oleh mereka telah dijadikan pemukiman para pendahulunya dengan

memberikan nama kampung atau jalan “Kudus” dan umumnya

beraktivitas di sektor industri atau perdagangan pakaian dan bordir,

bahkan terdapat beberapa orang Kudus telah bermukim dan memiliki

toko di Mojokuto dengan sebutan Toko Kudus13 karena orang muda

sebagai pendatang baru yang membuka toko adalah keturunan seorang

pedagang terkemuka dari Kabupaten Kudus-Jawa Tengah.

Pada tahun 2013, industri (industri besar, industri sedang,

industri kecil dan industri rumah tangga) bagi Kabupaten Kudus

merupakan penyangga utama dari perekonomian Kabupaten Kudus

dengan kontribusi sebesar 61,44 persen terhadap PDRB Kabupaten

Kudus. Sektor ini dibedakan dalam kelompok industri besar, industri

sedang, industri kecil dan rumah tangga. Menurut BPS (2013), Industri

besar adalah perusahaan dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih,

Industri sedang adalah perusahaan dengan tenaga kerja antara 20 s/d 29

orang dan Industri Rumah tangga memiliki tenaga kerja kurang dari 5

orang. Besarnya kontribusi sektor industri menunjukkan bahwa sektor

ini memegang peranan penting dalam menopang perekonomian di

Page 9: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

135

Kudus, walaupun secara geografis Kabupaten Kudus merupakan

kabupaten dengan wilayah terkecil, namun dari sisi industri memiliki

potensi dan peluang pasar yang dapat diandalkan, lihat Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Nilai dan Pertumbuhan Sektor dalam PDRB Tahun 2011-2014

Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 Kabupaten Kudus Lapangan Usaha 2011

( Rp) 2012 (Rp)

% 2013* ( Rp)

% 2014* * (Rp)*

%

1. Pertanian. 2. Pertam-

bangan & Penggalian

3. Industri Pengolahan

4. Listrik,Gas & Air Bersih

5. Kontruksi 6. Perdagangan

Hotel & Restoran.

7. Pengangkutan & Komunikasi

8. Keuang, Persewaan & Jasa Perus

9. Jasa-jasa

437,630 4.294

7.938.351

52.597

233.681 3.652.622

279.799

300.049

295.030

461,633 4.760

8.168.626

56.398

245.636 3.878.330

298.910

324.439

315.852

5,48 10,85

3,90

7,23

5,12 6,18

6,83

8.13

7.00

477.142 4.824

8.543.023

60.358

249.786 4.229.973

308.787

330.909

324.128

3,30 1,34

4.58

7.02

1,69 6,23

3.30

1,99

2.62

495.681 4.913

8.969.675

64.232

265.798 4.349.097

324.765

345.451

339.011

3,89 1,84

4,99

6,42

6,41 5,56

5,17

4,39 4,59

Total BDRB 13.184.051 3.754.585 4,33 14.418.932 4.83 15.158.623 5,13

Keterangan : * Angka Sementara

** Angka Sangat sementara

Sumber: BPS Kabupaten Kudus Tahun 2013.

Berdasarkan data Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa, perkembangan

ekonomi masih didominasi sektor industri yang mengalami

peningkatan dari tahun 2011 sebesar 3,75%, tahun 2012 menjadi 3,90%

serta diperkirakan tahun 2014 meningkat 4,99%, ini merupakan sektor

berdaya ungkit tertinggi. Perkembangan kedua sektor industri

mendorong pertumbuhan sektor konstruksi, keuangan dan angkutan.

Sektor perdagangan berkembang hampir merata di berbagai wilayah

baik yang modern maupun tradisional. Maka dapat disimpulkan jika

kedua lapangan kerja itu menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat

Kudus. Dinas Perindagkop dan UKM pada tahun 2012 melaporkan ada

11.483 perusahaan industri dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak

244.330 orang, adapun industri yang berkembang di Kabupaten Kudus

Page 10: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

136

antara lain industri rokok, garmen, kertas, elektronik, furniture,

kerajinan kuningan, bordir, hiasan dinding (handycraft) maupun

tekstil serta industri pusat kuliner (soto kudus, lentog tanjung, dan

jenang kudus). Melihat kondisi perkembangan industri di Kabupaten

Kudus sangat menggembirakan karena dapat menyediakan lapangan

kerja yang kompetitif, akan tetapi bila dilihat dari sisi lain, kondisi itu

sangat mengkuatirkan karena industri yang mendominasi ternyata

industri berskala besar yang sangat tergantung dengan situasi dan

kondisi dunia internasional, misalnya bahan baku, daerah pasaran

internasional maupun gejolak ekonomi internasional yang sangat sulit

dikendalikan sehingga sangat rawan terjadi goncangan dan ketidak-

mandiriannya terhadap kekuatan internasional.

Hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.2 di bawah, yaitu

jumlah Perusahaan Besar sejumlah 80 perusahaan dengan menyerap

tenaga kerja sebanyak 94.822 orang, sedangkan Perusahaan Menengah

89 perusahaan dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 3.922 orang.

Tabel 4.2

Jumlah Perusahaan Besar, Menengah serta Daya Serap Tenaga Kerja

di Kabupaten Kudus Tahun 2012 No Kecamatan Besar Naker

Besar Menengah Naker

Menengah Total

Perusa-haan

Total Naker

1 Kaliwungu 16 23.619 16 846 32 24.465

2 Kota Kudus

15 18.614 32 1.260 47 19.874

3 Jati 14 14.559 8 274 22 14.824

4 Undaan - - 7 253 7 253

5 Mejobo 5 4.713 3 95 8 4.808

6 Jekulo 8 8.379 - - 8 8.379

7 Bae 10 11.886 7 383 17 12.269

8 Gebog 11 12.940 14 681 25 13.621

9 Dawe 1 121 2 130 3 251

Total 80 94.822 89 3.922 189 98.744

Sumber: Dinas Perindag & UKM, 2014

Berdasarkan data BPS (2012), aktivitas ekonomi/bisnis di Kudus

cukup berkembang, antara lain: jumlah Pasar Lokal sebanyak 5 unit,

Pasar Desa 22 unit dan Pasar Hewan 1 unit serta mall dan pusat

Page 11: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

137

pertokoan (ruko) yaitu Ruko Agus Salim, Ruko Jember, pasar swalayan

(Ramayana, Hypermart dan Matahari) serta pasar tradisional (Pasar

Kliwon, pusat kulakan para pedagang), Pasar Bitingan, Pasar Ploso

serta pasar tradisional di setiap kecamatan maupun industri pendukung

yaitu hotel berbintang, 24 unit dan hotel melati sebanyak 18 unit, dan

obyek wisata (Menara Kudus, Colo, Tugu Identitas, Kolam Renang

Pemda dan Notosari, Museum Kretek, air terjun Montel serta Hutan

Wisata Kajar). Ini menunjukkan bahwa industrialisasi, perdagangan,

dan aktivitas bisnis lain di Kudus lebih maju bila dibandingkan dengan

daerah lainnya di eks Karisidenan Pati.

Kudus sebagai Kota Santri

Berbicara tentang lahirnya Kota Kudus tidak lepas dari spirit perilaku dari 2 (dua) Sunan yang menyebarkan agama Islam di Jawa

yaitu Sunan Kudus yang hidup dan tinggal di pusat Kota Kudus dan

Sunan Muria yang hidup dan tinggal di Gunung Muria, dan ini dapat

dibuktikan dari peninggalan berupa artefak yang memiliki nilai sejarah

yang tinggi berupa makam. Sunan Kudus dimakamkan di kompleks

Masjid Menara, sedangkan makam Sunan Muria yang berada di lereng

Gunung Muria. Keberadaan 2 (dua) sunan atau wali di antara sembilan

“Walisanga” di Jawa menunjukkan akar dakwah14 dan pendidikan

agama Islam sudah mulai dikembangkan sejak lama, sehingga mampu

mengajarkan masyarakat Kudus mengamalkan ajaran Islam (santri).

Strategi dakwah penyebaran agama Islam yang dilakukan

Sunan Kudus mengedepankan kedamaian dan keharmonisan dengan 2

jalur sekaligus yaitu jalur struktural dan jalur budaya. Jalur struktural,

dengan terlibat dalam sistem pemerintahan di Kusunanan Demak

sebagai senopati Kerajaan Demak sekaligus sebagai pendiri Kota Kudus

merupakan pimpinan yang tangguh, tegas dan berwibawa yang

memiliki kharisma dan figur keteladanan. Jalur kebudayaan (cultural), dengan pendekatan budaya Sunan Kudus sangat toleran dan

menghargai perbedaan latar budaya setempat, dengan cara mencip-

takan ruang budaya yang dijiwai nilai-nilai Islam, seperti membangun

Page 12: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

138

Menara dan Masjid Kudus yang dijiwai semangat multicultural, mengubah cerita-cerita yang bersifat ketaukhidan maupun

perdagangan. Dampaknya perkembangan agama Islam di Kudus maju

dengan pesat.

Berdasarkan laporan Kudus dalam Angka 2012/2013, di

Kabupaten Kudus terdapat 134 unit pondok pesantren, jumlah Kyai

sebanyak 217 orang, Ustadz sebanyak 1.285 orang, dan jumlah santri

sebanyak 12.372 orang, dengan tempat ibadah masjid sebanyak 657

unit, Mushola/Langgar sebanyak 1931 unit, sedangkan pendidikan MI

sebanyak 138 unit. MTs sebanyak 63 unit dan MA sebanyak 29 unit.

Predikat sebagai “waliyyul ilmy” bagi Sunan Kudus merupakan

tanda simbolik untuk merepresentasikan citra yang melekat pada diri

yang dibangun Sunan Kudus secara internal, yaitu sosok wali yang

benar-benar memiliki pengetahuan ilmu agama yang tinggi, terutama

dalam Ilmu agama Tauhid, Sunah, Hadits, Sastra Mantiq dan lebih-

lebih di dalam Ilmu Fiqih yang sangat dikenal. Pada kenyatannya

predikat tersebut hanya berlaku pada daerah kota lama atau Kudus

Kulon, sementara daerah-daerah lain lebih merupakan daerah sekuler

(Bonnef, 1983). Pada mulanya Sunan Kudus tinggal dan berdakwah

dilakukan di sekitar Masjid Menara di Kudus Kulon, dalam

perkembangannya karena murid (santri) Sunan Kudus sangat banyak

serta mobilitas murid-murid cukup tinggi dan menyebar di luar Masjid

Menara Kudus, melakukan kegiatan sosial ekonomi seperti berdagang,

telah mampu menyebarkan ajaran Sunan Kudus keluar dari Kudus

Kulon sehingga Kudus berkembang menjadi pusat pengetahuan dan

pembangunan agama Islam yang terkenal di Jawa, bahkan sampai

Nusantara.

Masyarakat yang tinggal di sekitar masjid di Kudus Kulon

sering disebut sebagai orang Kudus Kulon, berbeda dengan masyarakat

pada umumnya yang tinggal di kawasan luar masjid dengan sebutan

orang Kauman. Sebutan orang Kudus Kulon mencerminkan suatu

sistem budaya dan pola kelakuan yang khas yang berbeda dengan

masyarakat yang tinggal di kawasan luar masjid. Pada umumnya,

Page 13: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

139

mereka dikenal dan percaya memiliki hubungan kekerabatan dengan

pendiri masjid ini, yang dimakamkan di samping masjid Menara.

Masyarakat Kudus Kulon dikenal sebagai masyarakat muslim yang

fanatik dan tertutup.

Mereka berusaha menjalankan semua perintah agamanya dan

menjauhi larangan-larangan agama. Dalam melaksanakan agamanya,

masyarakat Kudus Kulon banyak menjalankan ajaran Sunan Kudus.

Ajaran Sunan Kudus relatif lebih puritan dengan mengharamkan

kegiatan berbau mistik dan sirik, di kalangan masyarakat Kudus Kulon

tidak pernah sama sekali menyelenggarakan kegiatan pagelaran

wayang kulit yang dianggap banyak memasukkan unsur Hindu serta

aliran Kepercayaan15. Wayang kulit dalam ajaran Sunan Kalijaga yang

berkembang di Demak serta daerah pedalaman yang banyak ajaran

Hindu maupun kepercayaan animisme dan dinamisme. Menurut

Sardjono (1996), wayang kulit merupakan alat ampuh bagi Sunan

Kalijaga untuk menyebarkan ajaran Islam. Sehingga sampai saat ini

dalam hal agama, masyarakat Kudus Kulon merasa sebagai penganut

Islam fanatik sementara penganut Islam yang lain disebut sebagai Islam

abangan.

Namun dalam perjalanan hidupnya, Sunan Kudus banyak

berguru kepada Sunan Kalijaga, sehingga cara berdakwahpun sejalan

dengan pendekatan dakwah Sunan Kalijaga yang menekankan kearifan

lokal dengan mengapresiasi terhadap budaya setempat, demikian juga

Sunan Kudus sebagai “waliyyul ilmi” dan sebagai “Guru Akbar” tentu

akan bijaksana dan terbuka kepada para murid/santrinya untuk

berguru kepada siapapun termasuk kepada Sunan Kalijaga. Bentuk

toleransi Sunan Kudus yang dipelihara para pengikutnya sampai

sekarang antara lain: Sunan Kudus melarang menyembelih hewan sapi

kepada pengikutnya, meskipun hewan sapi halal bagi kaum muslim

karena masyarakat yang waktu itu menganggap hewan sapi sebagai

hewan suci, membangun pancuran atau padasan yang berjumlah

delapan yang sekarang digunakan sebagai tempat berwudhu dan setiap

pancuran dihiasi relief arca sebagai ornamen dan jumlah pancuran ada

8 (delapan) buah yang mengadopsi dari ajaran Budha yakni Asta

Page 14: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

140

Sanghika Marga atau delapan jalan utama kehidupan manusia;

Membangun menara Kudus yang mirip dengan bangunan Candi Jago

atau bangunan Pura di Bali sebagai akulturasi budaya lokal Hindhu-

Budha.

Sikap tolerensi yang diwariskan Sunan Kudus telah

terinternalisasikan pada diri masyarakat Kudus dan dipratikkan dalam

kehidupan sehari-hari di Kudus, secara empiris dapat diketahui dekat

Menara dan Masjid Kudus yang jaraknya sekitar seratus meter terdapat

bangunan Klenteng “Hok Ling Bio”, di Desa Langgar Dalem,

Kecamatan Kota Kudus merupakan bangunan sejarah yang memiliki

nilai sejarah tinggi. Tempat ibadah umat Tri Dharma diyakini sebagai

klenteng tertua dan bukti toleransi umat beragama yang ada di

Kabupaten Kudus sehingga jamaahnya yang mayoritas kaum Tionghoa

tetap bisa menjalankan ritual keyakinannya tanpa merasa terganggu

sedikitpun. Demikian juga bukti toleransi mayarakat Kudus yang

demikian tinggi diungkapkan dalam prasasti yang dipampangkan di

batu marmer hitam di depan Kantor Bupati Kudus sebelum masuk

pendopo, terukir kata-kata indah yang penuh makna keluhuran jiwa

masyarakat Kudus dengan tulisan:”Lamun siro banter aja nglancangi, Lamun sira landep aja natoni, Lamun siro mandi, aja mateni” yang

artinya kurang lebih adalah “Apabila anda memiliki kecepatan jangan

mendahului, Apabila anda memiliki ketajaman janganlah untuk

menyakiti, apabila anda memiliki kesaktian, jangan untuk

membunuh”.

Dalam memposisikan Sunan Kudus sebagai tanda, pada

hubungan simbolik akan mampu membuka peluang untuk melakukan

imajinasi simbolik sehingga makna atas Sunan Kudus dengan predikat

“waliyyul ilmy” bisa jadi akan mengalami perkembangan sesuai

dinamika masyarakat yang menafikannya16 dan ini akan melahirkan

anggapan salah satu ciri masyarakat Kudus sebagai masyarakat santri.

Salah satu paradigma yang berkembang di masyarakat Kudus, menurut

Bapak Denny Nur Hakim,17 Pengurus Yayasan Masjid Menara dan

Makam Sunan Kudus (YM3SK) menjelaskan kepada peneliti:

Page 15: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

141

”untuk bisa disebut wong Kudus, harus bercirikan sebagai santri atau muslim yang taat sekaligus pandai berdagang dan menunaikan ibadah haji, bahkan kalau mampu menjadi pemuka agama (kyai atau ustad) serta mendirikan pesantren setelah kembali dari tanah suci sesuatu yang sangat diidam-idamkan. Gelar haji adalah gelar terhormat yang menjadi idaman bagi setiap muslim masyarakat Kudus, apalagi menjadi Kyai Haji. Haji menjadi puncak perwujudan pelaksanaan rukun Islam terakhir, sedangkan Kyai melambangkan tingginya ilmu agama Islam yang dimiliki manusia untuk diamalkan pada sesamanya”.

Sedangkan Islam borjuis yang berkembang di Kudus juga tidak

lepas dari kesadaran dan menerima dari tanda ”santri saudagar” yang

memiliki spirit kapitalisme meskipun kapitalisme yang dibangun

dengan berbasis nilai-nilai religius (agama Islam). Hal ini tidak lepas

dari spirit Sunan Kudus yang diposisikan sebagai ”wali saudagar” yang

dalam melakukan kegiatan ekonomi yaitu berdagang semata-mata

dengan tujuan berdakwah agama Islam, sehingga Sunan Kudus bila

mendapatkan kelimpahan keuntungan dengan berdagang, maka

keuntungannya akan dipergunakan untuk mempercantik dan

memperindah Menara dan Masjid Kudus.

Perubahan perilaku masyarakat Kudus setelah menerima,

meresapi dan melaksanakan ajaran Sunan Kudus, khususnya mereka

yang beragama Islam bukan suatu proses yang cepat tetapi dalam

jangka panjang. Geertz (1977) menjelaskan:

“perubahan-perubahan masyarakat akan berjalan setahap demi setahap dalam jangka waktu yang lama, yang dimulai dari perubahan-perubahan di dalam nilai-nilai kehidupan masyarakat, dan karakteristik fungsi lembaga masyarakat, yang kemudian merembes melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, organisasi-organisasi ekonomi dan politik, untuk akhirnya muncul sebagai perubahan-perubahan sosial budaya yang besar di masyarakat, perubahan-perubahan inilah yang berada di belakang perubahan-perubahan variabel-variabel ekonomi18”

Dominasi pekerjaan masyarakat Kudus pada umumnya di sektor

perdagangan telah menumbuhkan pola pikir dan cara hidup rasional

Page 16: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

142

dan ekonomis, sehingga kadang-kadang masyarakat Kudus dikenal

dengan sebutan “uthil” atau “pelit”. Mereka selalu memperhitungkan

dengan cermat apa yang akan dilakukan, tekun dan bersaing untuk

memperoleh keuntungan yang banyak dari orang lain. Waktu siang

hari digunakan untuk bekerja dan baru beristirahat pada maham hari,

sehingga membawa pengaruh terhadap kegiatan sosial keagamaan yang

diselenggarakan pada malam hari seperti pengajian, sunatan,

perkawinan maupun pertemuan RT/RW.

Rumah sebagai Pusat Kegiatan Ekonomi

Secara umum, rumah dapat diartikan sebagai tempat tinggal

untuk melakukan kegiatan disamping sebagai tempat berlindung dari

pengaruh kondisi alam (hujan, panas, angin maupun debu) serta

merupakan tempat beristirahat dari kepenatan bekerja sehari-hari.

Menurut Sarwono (dalam Budihardjo, 1998), dalam bukunya ”Kota

yang Berkelanjutan” menyatakan, rumah merupakan sebuah

bangunan, tempat manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya.

Disamping itu rumah juga merupakan tempat berlangsungnya proses

sosialisasi pada saat seseorang individu diperkenalkan kepada norma

dan adat kebiasaan yang berlaku bagi warganya. Tempat sosialisasi bagi

manusia membutuhkan suatu ruang yang disebut ruang sosial yaitu

ruang yang tidak dapat dilepaskan dari ilmu arsitektur maupun

kehidupan manusia19. Pada hakekatnya manusia sebagai mahkluk sosial

yang menghuni rumah tidak hanya sebagai perlindungan dari

pengaruh alam tetapi juga sebagai ruang aktivitas seperti makan,

beribadat, beristirahat bahkan aktivitas ekonomi.

Masyarakat Kudus pada umumnya dan khususnya masyarakat

sekitar Menara Kudus dalam membangun rumah adat baik itu bentuk

dan fungsinya tidak terlepas dari nilai-nilai agama Islam yang

dianutnya, karena kehidupan ibadah merupakan ikatan sosial yang

tercermin dalam berbagai aspek, antara lain menggambarkan dimensi

sosial kehidupan masyarakat dalam menentukan pengaturan ruang-

ruang di dalam rumah.

Page 17: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

143

Rumah tradisional masyarakat Kudus tidak merupakan

bangunan tunggal tetapi kesatuan beberapa bangunan yang berfungsi

untuk tempat tinggal dan melakukan kegiatan sehari-hari di rumah.

Pola tata bangunan terdiri dari bangunan utama yaitu: Dalem atau

rumah induk berbentuk bujur sangkar atau segi empat digunakan

untuk tidur serta kegiatan yang bersifat privat, di dalamnya dibagi dua

bagian yakni jogan serta sentong. Jogan digunakan untuk kegiatan aktif

di dalam rumah yang bersifat pribadi, Sentong terdiri dari 3 ruangan

yakni sentong kiwo (kiri) dan tengen (kanan) yang digunakan sebagai

ruang tidur pemilik rumah sera sentong tengah (krobongan) yang

keseharian dibiarkan kosong atau untuk tempat sholat. Jogosatru

merupakan ruang untuk menerima tamu, terletak di depan Dalem,

karena merupakan ruang yang bisa dipamerkan pada tamu yang

datang, oleh karena itu kelengkapan dan ornamentasi pada jogosatru

paling menonjol dibanding dengan ruang-ruang yang lain. Pawon

terletak di samping Dalem yang digunakan untuk kegiatan bersama

(ruang keluarga) yang paling sering digunakan dalam kehidupan

keseharian serta tempat memasak pada bagian belakang. Bagian tengah

tapak atau di depan bangunan utama terdapat halaman terbuka

(plataran), sedangkan di seberangnya terdapat kamar mandi dan sumur

(pekiwan). Sumur terbuka tanpa atap dibatasi dinding yang membagi

dua sumur digunakan untuk mandi, mencuci serta berwudhu. Sisir terletak di sebelah kamar mandi, berbentuk los merupakan tempat

kerja atau tempat menyimpan (gudang) atau ruang serba guna. Kadang-

kadang dipakai sebagai dapur umum ketika ada hajatan atau sebagai

kamar tidur tambahan.

Sistem nilai tersebut berbeda antara satu perumahan dengan

perumahan yang lain, tergantung pada daerah atau pun keadaan

masyarakat setempat. Sedangkan Tjahyono (2000) mengatakan bahwa,

dalam tradisi Jawa rumah merupakan suatu konsep orang Jawa dalam

mengaktualisasikan diri baik secara pribadi maupun sosial sehingga

mencerminkan konsep budaya berpenghuni.20 Menurut Bourdieu

(dalam Richard Harker dkk., 2004), rumah sebagai ruang sosial

merupakan ruang dalam kelompok-kelompok status yang dicirikan

Page 18: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

144

berbagai gaya hidup yang berbeda. Pertarungan simbolik atas persepsi

dunia sosial dapat mengambil dua bentuk yang berbeda pada sisi

obyektif dan sisi subyektif. Sisi obyektif, orang dapat bertindak melalui

perepresentasian baik yang bersifat individual maupun sosial agar dapat

mengendalikan berbagai pandangan tertentu yang realitas. Jadi dengan

bahasa lain, sikap, kecenderungan persepsi, berperasaan, bertindak,

dan berpikir seseorang merupakan hasil yang diinternalisasikan berkat

kondisi objektif orang tersebut.21 Sedangkan sisi subyektif, orang dapat

bertindak dengan cara menggunakan strategi presentasi diri atau

dengan mengubah kategori persepsi dan apresiasi tentang dunia

sosial22.

Bourdieu menganalisis praktik budaya didasarkan pada

penetrasi timbal balik antara struktur obyektif dan subyektif dalam

suatu dialektika aktif. Inti prosesnya adalah ”internalisasi eksternalitas

dan ekternalisasi internalitas” dan praktik individu atau kelompok

sosial harus dianalisis sebagai hasil interaksi yaitu habitus23 dan ranah24.

Dalam kehidupan sehari-hari, bagi para pengusaha bordir di Kudus dan

khususnya di Desa Padurenan Kecamatan Gebog, rumah tempat tinggal

merupakan pusat kegiatan sehari-hari. Rumah tempat tinggal

pengusaha bordir bukanlah sekedar tempat berlindung atau

beristirahat dari kesibukkan bekerja dan memproduksi sehari-hari

seperti membordir, mendisain rencana bordir dan kegiatan potong-

memotong sesuai ukuran. Karena itu, rumah pengusaha bordir akan

selalu dipenuhi mesin jahit, mesin bodir komputer, barang-barang

dagangan hasil produksi sendiri, bahkan kebutuhan bordir (kain,

benang dll,) atau produksi orang lain. Rumah mereka selalu ramai

keluar masuk dengan aktivitas para pekerja maupun calon pembeli

yang datang dari desa-desa sekitar Kudus maupun dari luar Kudus.

Pusat kegiatan pengusaha bordir dalam kehidupan sehari-hari

berada di rumah, pasar dan masjid. Rumah bagi masyarakat Kudus

bukan sekedar sebagai tempat tinggal dan tempat beristirahat tetapi

juga sebagai tempat bekerja yang bernilai komersial, sekaligus

digunakan kegiatan spiritual seperti sholat. Mereka memiliki

semboyan: ”Rumahku adalah tempat kerjaku”, tempat memproduksi

Page 19: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

145

barang dagangan seperti konfeksi dan bordir. Hampir seluruh waktu

dihabiskan untuk bekerja di rumah kecuali malam hari untuk kegiatan

keagamaan dan sosial. Setelah kegiatan di rumah sebagai tempat usaha,

pasar mempunyai fungsi yang sangat penting, karena di pasar itulah

pengusaha bordir akan memenuhi kebutuhan bahan baku maupun

menjual produksi bordir, dan ini sangat menentukan nasib usaha dan

hidupnya lebih lanjut. Masjid sebagai tempat untuk melaksanakan

ibadah yaitu sholat, mengaji atau kegiatan keagaman yang lain.

Hal itu dituturkan oleh para informan yang menerangkan

kepada peneliti alasannya membuka usaha bordir di rumah, sebagai

berikut:

Ibu Hj.Sri Murni‟ah25 mengatakan alasan rumah sebagai tempat

usaha bordir dan tempat tinggal yaitu:

“langkung praktis” injih meniko saget momong lare-lare, lan masakaken bapakipun, amargi bapakipun ngasto perangkat kelurahan Padurenan lan kawulo tetep saget usaha bordir” . Artinya: lebih praktis yaitu bisa menjaga anak-anak dan memasak untuk suami karena suami bekerja sebagai perangkat Kelurahan Padurenan dan masih dapat tetap bisa kegiatan bisnis bordir.

Ibu Nurul Hikmah26, mengatakan rumah sebagai tempat usaha

bordir dan tempat tinggal yaitu:

“yah gimana lagi, sebetulnya ingin sekali punya rumah tempat usaha sendiri dan tidak menjadi satu tempat tinggal, namun karena tidak ada modal maka rumah disamping untuk tempat tinggal juga untuk usaha bordir dan juga untuk usaha suami membuka usaha perbaikan alat-alat rumah tangga, seperti kulkas, mesin cuci, kipas angin maupun televisi ”.

Ibu Mirah27, seorang pengusaha bordir berusia sekitar 53 tahun

dengan 3 orang anak yang tempat tinggalnya di depan rumah

Sekretaris Kelurahan Padurenen, Bapak Achsannudin Ismanto RT

05/RW01 melakukan usaha bordir mulai tahun 1980 dan usaha bordir

ini meneruskan usaha orang tua. Ibu Mirah mengungkapkan kepada

Page 20: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

146

peneliti alasannya menggunakan rumah tempat tinggalnya sebagai

tempat usaha karena:

“menawi usahanipun dateng griyo sanes injih langkung sae, namun betahaken modal langkung katah lan kaping kalihipun amargi Bapak gerah stroke sampun dangu, usaha bordir injih dateng griyo kemawon, saget merawat Bapak kaliyan ngawasi lare-lare tetep saget usaha,usaha bordir meniko sampun tahun 1980 lan usaha meniko warisan tiyang sepuh lan rumiyen bapak wedal tasih sehat usahanipun konveksi, saksampun ipun gerah injih dateng griyo kemawon”. Artinya: Kalau usahanya di rumah lain ya lebih baik namun membutuhkan modal lebih banyak dan yang kedua disebabkan bapak sakit stroke sudah lama, usaha bordir ya di rumah saja, karena dapat merawat bapak dan ngawasi anak-anak dan tetap masih bisa usaha bordir, usaha bordir dimulai tahun 1980 dan usaha ini merupakan warisan orang tua dan dahulu waktu bapak masih sehat usahanya konveksi, namun setelah sakit stroke hanya di rumah saja.

Bapak H.Hasan28 Pengusaha bordir berusia 31 tahun, lulusan

SMA, memiliki 2 (dua) orang anak dan bertempat tinggal di Kelurahan

Padurenan RT 05/RW 01 Gebog Kudus, membuka usaha bordir

dirintisnya sejak tahun 2006 dengan menggunakan mesin manual dan

tahun 2011 menggunakan mesin komputer untuk memproduksi bordir.

Pengelolaan usaha bordir di rumah dan dibantu oleh keluarga sendiri

yaitu isteri. Mengungkapkan alasannya melakukan usaha di rumah

sebagai berikut:

“Kalau tempat usaha jauh dari rumah, ya siapa yang akan menunggu, repot “wira-wiri” nambah ongkos transport beli bensin dan tidak bisa mengawasi anak-anak”.

Bapak.H. Moch Anshori29 Pengusaha bordir berusia berusia 51

tahun, merupakan salah satu tokoh masyarakat yang tinggal di

Padurenan RT 1 /RW 1 Kecamatan Gebog, seorang pengusaha bordir

yang cukup berhasil dan salah satu penggerak dan pendiri Koperasi

Simpan Pinjam (KSU) Pedurenan Jaya, menyatakan bahwa tempat

usaha jadi satu dengan rumah tinggal dengan alasan:

Page 21: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

147

”langkung praktis, lan gampil pengawasanipun, menawi tempat usaha wonten griyo sanes kedhah kagungan modal langkung katah lan meniko saget dipun agem ngembangaken usaha usaha ingkang langkung penting lan ingkang utami amargi dusun Padurenen sampun dipun kenal usaha bordir, konsumen sampun dateng kiambak dateng mriki” Artinya: Lebih praktis dan mudah pengawasan, disamping itu kalau di tempat lain memerlukan modal besar dan itu bisa dipakai untuk pengembangan usaha lebih lanjut dan yang lebih penting Desa Padurenan sudah dikenal konsumen usaha bordir, konsumen sudah datang sendiri ke sini.

Ibu Mufarrikhah30 seorang pengusaha bordir berusia 32 tahun,

pendidikan S1 dan beralamat di Kelurahan Padurenan RT 3 RW 6

Kecamatan Gebog, memulai usaha sejak tahun 2005, merintis produksi

bordir dengan alasan bordir memiliki keunikan dan klasik sehingga

akan terus dapat diterima konsumen. Oleh karena itu, lebih banyak

memproduksi bordir Icik seperti kebaya, kain, baju, jilbab, kerung dan

lain-lain sesuai pesanan konsumen. Usaha bordir dimulai dari warisan

leluhur ibunya yang juga seorang pengusaha bordir, kemudian usaha

dikembangkan sendiri dengan bantuan suami dan anak-anaknya dan

masyarakat sudah mengenal Padurenan sebagai pusat bordir di Kudus

sehingga konsumen yang akan datang ke sini. Alasan rumah tinggalnya

menjadi tempat usaha diungkapkan kepada peneliti sebagai berikut:

”Sebetulnya menginginkan punya bengkel dan showroom

usaha bordir terpisah dengan rumah tempat tinggal, karena

lebih bersih, kehidupan keluarga tidak terganggu dan lebih

berkonsentrasi dalam berusaha, namun karena anak-anak

masih kecil-kecil perlu pengawasan dan modal belum

terkumpul untuk membuka bengkel tersendiri”.

Sedangkan Ibu Islahiyah31, mengungkapkan kepada peneliti

sebagai berikut:

“Saya memiliki 2 (dua) tempat usaha yaitu di Desa Padurenan-Kecamatan Gebog dan di Desa Krandon, Kecamatan kota Kudus. Alasan memiliki 2 tempat usaha adalah “di sini (desa Krandon) tempat tinggal asli suaminya dan dekat dengan Kota Kudus dimana anak-anaknya sekolah

Page 22: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

148

dan mendekati konsumen, kalau di Desa Padurenan Kecamatan Gebog tempat asli saya, tetap saya pakai untuk usaha, namun keseharian kegiatan usaha bordir Ibu Islahiyah ada di Desa Krandon. Usahanya itu dilakukan sepenuhnya di rumah, baik untuk produksi dan showroom produk bordir”.

Alasannya melakukan usaha di rumah adalah:

“Rumah di Desa Krandon ini cukup besar disamping mudah di cari konsumen/pelanggan, karyawan bordir rata-rata tinggal di Desa Krandon mudah pengawasan dalam proses membordir oleh para karyawan, karyawan masih bisa „nyambi‟ menjaga dan merawat anak-anak, tidak menge-luarkan ongkos dan pemasarannya dengan “getuk tular” dan sering ikut pameran dan bazar di berbagai kota (Semarang, Jepara, Salatiga, Kudus maupun Demak) yang dikoordinir oleh KSU Padurenan Jaya yang bekerja sama dengan Bank Jateng atau Bank Indonesia, karena saya sebagai anggota aktif KSU Padurenanan Jaya”.

Pada umumnya pengusaha bordir membuka usaha bordir di

rumah disamping sebagai tempat tinggal juga sebagai tempat bekerja

dan berproduksi antara lain: 1) Memilih rumah sebagai tempat usaha

tidak mengeluarkan banyak biaya sewa, dan kontrak atau menyediakan

dana cukup besar kalau membuat/membangun tempat usaha terpisah

dengan rumah tinggal, 2) Kalau rumah juga sebagai tempat usaha

mengurangi wira-wiri tidak jauh dan masih bisa mengerjakan kegiatan

domestik di rumah seperti memasak, merawat anak, memantau

kegiatan anak-anak, 3). Desa Padurenan Kecamatan Gebog Kudus

sudah dikenal sebagai pusat Desa Produktif Bordir dan Konfeksi

sehingga menjadi tujuan para calon pembeli dan pelanggan,

menurutnya bagai ”mutiara” pasti akan dicari, 4) Ada keinginan tempat

bengkel bordir atau showroom hasil bordir terpisah dengan kegiatan

keluarga di rumah supaya lebih konsentrasi, suasana lebih tertib dan

dapat tertata rapi.

Page 23: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

149

Profil Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga

Bordir di Kudus

Kehidupan masyarakat Kudus mempunyai karakteristik

perilaku yang berbeda bila dibandingkan dengan perilaku daerah lain

(Jepara, Demak maupun Semarang), dimana perilaku hemat sangat

menonjol, hal ini disebabkan masyarakat Kudus menempatkan masalah

ekonomi atau kekayaan yang dimiliki mempunyai “arti” yang sangat

tinggi. Perilaku ulet dalam berusaha, rajin dan berlaku hemat

merupakan manifestasi dari tata nilai yang hidup di kalangan

masyarakat Kudus. Segala macam tindakan ekonomi dalam sistem nilai

seperti ini akan dipertimbangkan dengan prinsip-prinsip ekonomi.

Hanya dalam keadaan tertentu dan dengan alasan (agama), mereka

baru melakukan suatu tindakan ekonomi untuk kepentingan sosial

misalnya sedekah, zakat, pembangunan Masjid.

Di bawah ini, ungkapan beberapa informan pengusaha bordir

yang diwawancarai peneliti sebagai berikut:

Ibu Hj. Sri Murni‟ah32, pengusaha bordir “Fadillah Embroider”

berusia 50 tahun, memiliki 3 orang anak (2 orang perempuan dan 1

orang laki-laki), beragama Islam dengan suami bernama Bapak

H.Maskan usia 54 tahun yang bekerja sebagai perangkat Kelurahan

Padurenan yang tinggal di Jl.K.Hasyim Padurenan RT 01/RW 01-

Gebog yang mulai usaha sejak tahun 1980 dengan modal awal

pemberian orang tua. Dalam menjalankan usahanya Ibu Hj Sri

Murni‟ah dibantu suami dan anak pertama dan kedua. Memulai

usahanya dengan belajar dari orang tuanya yang juga seorang

pengusaha bordir dan konfeksi dengan menggunakan mesin bordir

manual dan kemudian karena permintaan konsumen sangat banyak

dan produksi mulai menggunakan mesin Komputer. Produksinya

penuh kreativitas dan inovasi sesuai dengan keinginan konsumen

tetapi tetap cengkok bordir Kudus kelihatan, berupa kain motif bordir,

jilbab, baju koko, selendang, baju wanita maupun kebaya yang

diproduksi berdasarkan pesanan maupun untuk memenuhi kebutuhan

pasar. Namun meskipun saya sibuk mengurusi usaha bordir dan urusan

Page 24: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

150

domestik tetapi tetap melaksanakan ibadah. Pada pagi hari, mulai jam

4.30 sudah bangun dan melaksanakan sholat subuh sebagai umat

Muslim yang taat. Kemudian mempersiapan sarapan pagi untuk suami

dan anak-anak yang mau berangkat sekolah, sedangkan untuk bersih-

bersih kamar dan halaman rumah, mencuci akan dikerjakan sambil

mengerjakan yang lain setelah jam 09.00 WIB karena tidak memiliki

pembantu rumah tangga. Mulai jam 7.00 WIB Ibu Hj.Sri Murni‟ah

sudah menerima para pengrajin yang menyerahkan hasil pekerjaan

bordir yang dikerjakan kemarin dan memberikan pekerjaan pesanan

bordir baru untuk dikerjakan di rumah para pekerja atau para pekerja

langsung ke bengkel bordir di belakang rumah. Ada yang membawa

pulang bahan baku untuk dikerjakan di rumah dan menjadi bahan jadi

Ibu Nurul Hikmah33, seorang pengusaha bordir berusia 36

tahun memulai usaha sejak tahun 2008 yang dirintis sendiri, belajar

dari orang tua. Beralamat di Kelurahan Padurenan RT 4 RW 2,

suaminya juga membuka usaha reparasi kulkas, mesin cuci dan pompa

air juga melakukan usaha di rumah, sehingga depan rumah banyak

barang-barang rumah tangga elektronik yang sedang dan akan diservis

mengatakan: memilih usaha di rumah meskipun kondisi rumah jadi

tidak bisa rapi karena tidak punya modal untuk membuka toko (tempat

usaha) terpisah dengan rumah tinggal, meskipun sebenarnya punya

keinginan memiliki tempat usaha terpisah dengan tempat tinggal, dan

dengan rumah tinggal sebagai tempat usaha bisa “nyambi” pekerjaan

rumah dan merawat anak di rumah. Keluarga Ibu Nurul Hikmah mulai

aktivitas kegiatan setiap hari, dimulai pagi hari jam 4.30 WIB untuk

melaksanakan sholat subuh. Setelah itu mengerjakan pesanan bordir

sebelum para pengrajin sebagai karyawan datang. Jumlah karyawan

sebanyak 5 orang yang berasal dari tetangga sebanyak 3 orang dan

kampung lain sebanyak 2 orang, dan kalau pesanan banyak dan segera

selesai misalnya membuat souvenir pernikahan bisa menggunakan

tenaga kerja lebih dari 10 orang dan semuanya dibayar dengan sistem

borongan. Produksi bordir yang dikelola Ibu Nurul Hikmah

bermacam-macam variasi berupa souvenir, jilbab, kebaya dan baju

koko taqwa masih menggunakan mesin bordir manual maupun mesin

Page 25: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

151

jahit dengan menggunakan tenaga dinamo listrik. Meskipun setiap hari

sibuk mengurusi usahanya, tidak pernah meninggalkan sholat,

pengajian, zakat atau sedekah.

Ibu Islahiyah34, seorang pengusaha bordir yang bertempat

tinggal di Padurenan RT 1 RW 1 Kecamatan Gebog dan juga memiliki

tempat usaha bordir di Krandon RT 05/RW 1 Kota Kudus. Ibu

Islahiyah mulai usaha sejak tahun 1980 dan merupakan pengusaha

bordir yang mulai belajar usaha bordir dari orang tuanya, kemudian

mengembangkan usaha bordir sendiri dengan nama “La Risma” yaitu

mengerjakan bordir untuk memenuhi pesanan dari para pelanggan

berupa kain bordir, bordir kebaya, jilbab, baju, mukenah, slayer, gamis

dan akesoris dan menyediakan stok hasil produksi bordir untuk

konsumen. Dalam melakukan usaha Ibu Islahiyah dibantu oleh suami

yang bekerja sebagai pengusaha membuat tas, sandal dan sepatu yang

kadang-kadang asesorinya dikombinasikan dengan bordir.

Di dalam memproduksi bordir mengunakan mesin yuki untuk

membuat bordir yang rumit-rumit, halus dengan kualitas yang baik

seperti bordir Icik, dan mesin komputer untuk membuat bordir yang

cepat jadi. Tenaga kerja sebanyak 9 orang yang terdiri dari tenaga

membordir 7 orang yang mengerjakan di rumahnya masing-masing

dan 2 orang mengerjakan di rumah pengusaha atau bengkel dan bila

pesanan banyak maka tenaga kerja bisa mencapai 20 orang, yang

dibayar dengan sistem borongan dan harian. Tenaga kerja berasal dari

tetangga di sekitar rumah atau tetangga kampung/desa lain, tenaga

kerja terdiri dari tenaga aktif, yang bekerja dari jam 07.00 s/d jam 16.00

bekerja di rumah pengusaha rata-rata tenaga kerja sambilan, yang

mengerjakan “batil” yaitu membersihkan benang-benang bordir yang

tidak terpakai atau melubangi bordir dengan alat listrik solder yang

membutuhkan tenaga kerja yang sabar, teliti, penuh konsentrasi sebab

kalau tidak begitu bisa rusak.

Ibu Mufarrikhah35, pengusaha bordir berusia 32 tahun,

pendidikan S1 dan beralamat di Kelurahan Padurenan RT 3 RW 6

Kecamatan Gebog, dan mulai usaha sejak tahun 2005, mengatakan

Page 26: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

152

mulai merintis produksi bordir dengan alasan, bordir memiliki

keunikan dan klasik sehingga akan terus dapat diterima konsumen.

Oleh karena itu, lebih banyak memproduksi bordir Icik seperti kebaya,

kain, baju, jilbab, kerung dan lain-lain sesuai pesanan konsumen.

Usaha bordir dimulai dari warisan leluhur ibunya yang juga seorang

pengusaha bordir, kemudian usaha dikembangkan sendiri dengan

bantuan suami dan anak-anaknya, dan masyarakat sudah mengenal

Padurenan sebagai pusat bordir di Kudus sehingga konsumen yang

akan datang ke sini.

Pada umumnya, pengusaha bordir memiliki hubungan sosial

dengan karyawan yang lebih longgar dari hubungan formal majikan-

buruh, kekeluargaan dan harmonis, serta pengusaha rata-rata

memberikan banyak kebebasan kepada karyawannya untuk bekerja

sesuai dengan caranya masing-masing, asal pekerjaannya selesai sesuai

dengan yang diharapkan para majikan, dan rata-rata karyawan sudah

bekerja lebih dari 2 tahun.

Dr.Abdul Jalil.M.Ei.36, staf pengajar STAIN Kudus dan wakil

sekretaris Yayasan Pendidikan Islam Qudsiyyah (YAPIQ) Menara

Kudus, mengungkapkan kepada peneliti bahwa:

“Karakteristik hemat dan ulet masyarakat Kudus diyakini berkaitan dengan pengaruh spirit dari Sunan Kudus. Dalam tradisi tersebut digambarkan bahwa selain sebagai seorang penyebar agama Islam yang faqih. Sunan Kudus digambarkan sebagai seorang pedagang yang ulet. Kesuksesan ini, kata Jalil, salah satu faktor pentingnya adalah soal spiritualitas. Spiritualitas seseorang, yang berbasis pada keimanan, dapat diwujudkan dengan sepuluh karakter untuk mengem-bangkan usaha. Sepuluh karakter ini adalah amanah, orientasi jangka panjang, kontrol diri, komparatif, sinergis, emphaty, kreatif, taktis, mandiri, dan belajar dari kegagalan. “Sepuluh karakter ini ditemukan dalam profil pengusaha Kudus yang membuat usahanya terus berkembang dan sukses”

Tradisi lokal yang diwariskan dari Sunan Kudus masih tetap

hidup di kalangan masyarakat, dan figur Sunan Kudus yang patuh

dalam beragama dan ulet, rajin dalam berdagang. Keuletan dan

Page 27: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

153

rajinnya masyarakat Kudus dalam bidang ekonomi menurut Benjamin

White (1976), disebut sebagai occupational multiplicit37, perilaku

tersebut merupakan perilaku dalam bidang ekonomi dari masyarakat

Kudus, sehingga hal yang wajar bila masyarakat Kudus menjadi

masyarakat santri muslim yang taat beragama sekaligus sebagai

pengusaha yang ulung baik kaum laki-laki maupun kaum

perempuannya.

Dalam memilih pekerjaan masyarakat Kudus lebih dominan

memilih pekerjaan di sektor perdagangan dan industri, ini

menumbuhkan cara hidup rasional dan ekonomis dalam masyarakat

Kudus. Mereka selalu memperhitungkan dengan teliti dan cermat

setiap apa yang dilakukan, tekun dan berusaha memperoleh

keuntungan yang lebih banyak daripada dengan orang lain. Setiap

siang hari dilakukan untuk bekerja dan malam hari baru beristirakat

atau digunakan kegiatan sosial keagamaan seperti hajat sunatan,

perkawinan, syukuran dan pengajian maupun pertemuan RT/RW

diselenggarakan malam hari. Pada umumnya keuntungan yang

diperoleh tidak khusus digunakan untuk investasi usaha lebih lanjut

tetapi digunakan untuk kegiatan lain seperti naik haji, sedekah, zakat,

disimpan dalam bentuk membeli emas, memperbaiki rumah, maupun

untuk kegiatan sosial keagamaan lain.

Produk Bordir Kudus

Usaha bordir di Kudus yang dikelola para pengusaha bordir

rata-rata menggunakan rumah sebagai pusat kegiatan usaha bordir

serta dikelola oleh keluarga, sehingga peneliti menyebutnya dengan

Industri Kecil Bisnis Keluarga (IKBK). Dimana suami atau isteri sebagai

pemiliknya dan anggota keluarga yang lain seperti saudara kandung,

anak, menantu dan saudara sekampung saling bekerja sama membantu

dan mengelola proses produksi bordir, pembelian bahan baku, pekerja

membordir sampai pemasarannya.

Page 28: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

154

Bordir sebagai produk sosial-kultural menjadi simbol dan

memberi makna, serta mendiskripsikan kehidupan manusia dari waktu

ke waktu. Produk bordir memiliki nilai-nilai filosofi, simbol dan

makna dari bentuk disain, kombinasi warna benang dan warna kain,

proses pembuatannya, perannya dalam kehidupan sosial, dan sebagai

simbol status bagi pemakainya dan cara penggunaannya seperti busana.

Menurut sejarah, sejak jaman dahulu hiasan bordir memiliki

proses perjalanan panjang dan seni hiasan bordir atau sulam dapat

ditemukan di berbagai daerah di seluruh dunia, namun tiap-tiap daerah

memiliki ciri khas tersendiri. Pada waktu pertama muncul barang

bordir merupakan suatu hiasan barang mewah karena hanya dimiliki

oleh orang-orang tertentu (orang-orang kaya atau raja-raja). Hal ini

terjadi pada tahun 330 Sebelum Masehi sampai abad ke-15 di

Byzantium telah ditemukan hiasan bordir yang dipadukan dengan

ornamen dari emas. Kemudian pada zaman Mesir kuno hiasan bordir

sudah ada, ini dibuktikan pada makam raja-raja telah ditemukan

lukisan yang berindikasi mengenai keberadaan bordir yang

digambarkan dalam hiasan bordir pada pakaian raja-raja, pelapis

tempat duduk, gantungan baju bahkan tenda. Demikian pula pada

bangsa Yunani kuno sekitar abad ke 7 dan ke 6 Sebelum Masehi sudah

mengenal hiasan bordir yang dibuktikan pada lukisan yang terdapat di

vas bunga.

Kemudian hiasan bordir berkembang di Asia khususnya di

China pada masa Dinasti Tang sekitar tahun 618-907 Sesudah Masehi

dan hiasan bordir mencapai puncaknya pada saat Dinasti Cing yang

bertahta pada tahun 1644 – 1912 dimana jubah kerajaan yang terbuat

dari sutera diramaikan oleh hiasan bordir. Perkembangan di Benua

Asia, bordir juga berkembang di India dengan motif hiasan bordir tidak

jauh dari berbagai bentuk aneka tumbuhan dan bunga-bunga maupun

pepohanan yang sedang berbunga serta barang bordir sudah

diperdagangkan sampai masuk ke Eropa (Inggris dan Belanda) pada

abad ke-17 dan abad ke-18. Pada abad ke -16 bordir berkembang di

Turki telah menciptakan bordir yang memadukan emas dengan sutera

berwarna, sampai hiasan bunga tulip. Perkembangan seni bordir juga

Page 29: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

155

tersebar di seluruh wilayah Indonesia seperti di Tasikmalaya, Padang,

Palembang, Jawa Timur, Madura, Bali dan Jawa Tengah termasuk

Kudus.

Dari uraian tersebut di atas, menimbulkan pertanyaan kapan

bordir mulai dikenal di Kudus. Guna mengetahui perkembangan

hiasan bordir di Kudus tidak lepas dari era perdagangan yang

dikembangkan masa Sunan Kudus, seperti telah diungkapkan pada

bab-bab sebelumnya, karakter Sunan Kudus disamping dikenal

sebagai “wali saudagar”. Posisi Sunan Kudus sebagai ”wali saudagar”

menandai bahwa Sunan Kudus memiliki kepekaan keahlian berdagang

serta memiliki etos kerja yang tinggi, ini dibuktikan dari kekayaan

melimpah namun dipergunakan untuk kepentingan jalan dakwah,

dibuktikan dengan adanya berbagai ornamen dan ragam hias yang

terpasang di menara Kudus berupa piring dan mangkok keramik yang

berasal dari berbagai negara (Tiongkok, Vietnam, India, Arab, maupun

Eropa) disamping itu tentunya yang diperdagangkan bermacam-macam

barang, baik hasil bumi pertanian maupun kain sutera dengan berbagai

motif antara lain bordir. Kekayaan berupa barang-barang keramik dari

berbagai negara termasuk dari Tiongkok tersebut dipasang dan

ditempelkan pada bagian tubuh menara Kudus juga sebagai petanda

bukti persahabatan antara Sunan Kudus dengan mubalig Tiongkok

bernama The Liang Sing yang berasal dari Sun Ging An38, seorang

penyebar agama Islam yang mengajar seni ukir dan lukis pada

penduduk sekitarnya.

Pada dasarnya bordir merupakan seni sulam-menyulam yang

identik dengan seni lukis yang dituangkan dalam media serat, benang,

dan kain. Bordir atau sering dikenal dengan sulaman merupakan

bentuk hiasan yang dibuat di atas kain atau bahan-bahan lain dengan

menggunakan jarum jahit dan benang. Istilah bordir lebih dikenal dari

pada sulam, sehingga orang mendefinisikan bordir sebagai salah satu

kerajinan ragam hias (aksesoris berbagai busana) yang menitikberatkan

pada keindahan dan komposisi warna benang pada media berbagai kain

dengan teknik tusukan.

Page 30: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

156

Ada 4 (empat) jenis teknik bordir yaitu (1) Bordir tangan yaitu

bordir yang proses pembuatannya dikerjakan dengan tangan. Pada

bordir tangan menggunakan jenis tusuk yang dipakai sangat bervariasi

yaitu tusuk balik/tusuk tilam, tusuk batang/tangkai, tusuk rumani

(untuk membuat daun dan bunga-bunga), tusuk veston (buat bunga,

lubang kancing, memperkuat dan menghias tepi kain), tusuk bunga,

tusuk rantai (membuat garis pembatas, dahan dan ranting), tusuk datar

(membuat bentuk bunga, daun, dan mengisi bidang), tusuk flane

(membuat hiasan tepi dan garis pembatas), tusuk daun (membuat

berbagai bentuk daun), tusuk bullion (membuat bunga kecil dan hiasan

bulir-buliran), tusuk lurus (membuat bunga dan rumput), tusuk satin

(membuat helai daun dan bentuk bebas), dan tusuk jelujur (membuat

garis dan menjelujur sambungan dan lipatan kain. (2) Bordir mesin

manual, yaitu bordir yang proses pembuatannya dikerjakan dengan

mesin jahit biasa (manual), yang jika akan dipakai untuk membordir

maka mesin ini harus dilepas “sepatu” dan “gigi” mesinnya.

Jenis tusuk bordir mesin pada dasarnya ada 2 (dua) yaitu

Pertama, tusuk lurus, biasanya digunakan untuk membuat kerangka

motif sebelum dibordir, untuk membuat isian pada motif, untuk

mengisi bidang yang lebar dan untuk membuat motif yang berupa garis

lurus maupun melengkung. Kedua, tusuk zig-zag yang digunakan

untuk berbagai bentuk motif, baik berupa garis, bentuk geometris,

bentuk flora dan fauna, dan sebagainya. (3) Bordir mesin listrik/dinamo

listrik, yaitu mesin yang proses kerjanya digerakkan dengan

motor/dinamo dan jenis tusuk bordir mesin jahit listrik/dinamo

prinsipnya sama dengan teknik mesin jahit manual, dan (4) Bordir

mesin komputer mulai yang berkepala satu, tiga, enam, sepuluh sampai

berkepala dua belas dan bahkan bisa lebih banyak lagi, proses kerjanya

diatur sesuai program untuk mendapatkan bentuk-bentuk motif yang

diinginkan, sehingga proses membordir tidak membutuhkan

kelincahan tangan manusia sebagaimana pada bordir manual. File

gambar yang dapat dibaca oleh mesin bordir komputer hanyalah file

gambar yang memiliki alur urutan gerakan benang dalam proses

membordir. File gambar itu harus dibuat menggunakan software

Page 31: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

157

khusus untuk mesin bordir komputer, dan yang paling umum dipakai

adalah Software Wilcom, mesin bordir komputer banyak dipakai oleh

para pengusaha di Kudus yang berasal dari China, Korea Selatan, dan

Jepang. Gambar 4.3, berbagai jenis mesin border:

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014

Gambar 4.3

Mesin Bordir Listrik Merk Juki dan Mesin Bordir Komputer

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014.

Gambar 4.4

Mesin Jahit Bordir Manual

Sedangkan bahan bordir, selain benang dari wol, linen, dan

sutra, bordir modern menggunakan benang sulam dari katun atau

rayon. Akibat berbagai kemajuan jaman dan perkembangan mode,

hiasan untuk sulaman atau bordir dapat menggunakan bahan-bahan

seperti potongan logam, pita, mutiara, manik-manik, bulu burung, dan

payet. Demikian pula, aplikasi bordir berkembang sesuai dengan

Page 32: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

158

perkembangan dalam dunia mode, serta didukung oleh sarana dan

prasarana yang lebih baik dengan daya kreatifitas yang tinggi tidak

hanya untuk hiasan busana, tetapi juga untuk perlengkapan seperti

taplak, sarung bantal, seprei, saputangan, dasi, tutup TV, tutup almari

es, alas perangkat minum, maupun diterapkan dalam hiasan interior

dan eksterior rumah.

Pada umumnya para informan yang diwawancarai peneliti

mengungkapkan, dalam memproduksi bordir, ternyata bordir mesin

manual atau bordir “Icik” yang memiliki keunikan, khas Kudus yang

patut dilestarikan, yaitu membordir dengan menggunakan mesin

manual tenaga manusia yang mengayuh dan menimbulkan bunyi “icik-

icik” sehingga membutuhkan proses yang lama, butuh kejelian dan

keterampilan dalam membuatnya, namun sekarang ini banyak generasi

muda yang enggan untuk memproduksi bordir icik karena generasi

muda tidak banyak yang memiliki jiwa telaten dan sabar.

Seperti kata informan Ibu Sa‟adah39 bahwa membutuhkan

waktu setahun untuk belajar bordir icik dengan hasil bordir yang

halus. Menurut Ibu Sa‟adah dalam pembuatan satu baju bordir icik,

berdasarkan pengalaman memerlukan waktu satu minggu sampai 10

hari, tergantung jenis motif dan hasilnya lebih baik dengan harga yang

cukup mahal. Harga bordir sendiri sebenarnya ditentukan oleh

beberapa hal yaitu: (1) jumlah bahan yang akan dibordir, (2) lama

waktu yang diberikan untuk membuat, (3) jumlah stick pada kain, (4)

tingkat kerumitan dari disain gambar maupun tulisan, dan (5) jumlah

warna yang digunakan.

Selanjutnya informan Ibu Sa‟adah pemilik usaha bordir Dalia

mengungkapkan pada peneliti bahwa:

“awal mulanya, bordir icik hanya terdapat di sekitar Menara Kudus. Produksinya dilakukan oleh para gadis pingitan di daerah sekitar Menara kudus. Kemudian masyarakat sekitar setiap pagi sampai sore hari ikut serta bekerja membuat bordir icik bersama para gadis yang telah dipingit tersebut, akhirnya masyarakat sekitar tersebut menjadi pintar dan ahli membuat bordir icik dan setiap pulang kerja pada malam

Page 33: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

159

harinya mencoba mnerima pesanan bordir icik sebagai tambahan penghasilan, kemudian bordir icik mulai menyebar ke pelosok desa-desa di Kecamatan Kota Kudus, Gebog, Kaliwungu, dan Bae”.

Sedangkan informan yang lain yaitu Bapak H.Moch Anshori40

mengungkapkan:

“Pada awalnya kejayaan bordir termasuk bordir icik di Desa Janggalan, Langgar Dalam, Kajeksan dan Purwasari, Kecamatan Kota Kudus dan dahulunya warga Padurenan Kecamatan Gebog dan desa-desa sekitar yang lain adalah pekerja bordir di desa-desa tersebut, sambil belajar dan bekerja bordir di desa-desa Kecamatan kota tersebut, dan kemudian setelah pintar tentang teknik bordir mengem-bangkan dan membuka usaha bordir sendiri di Desa Padurenan tempat tinggal mereka, karena keuletan, telaten dan sabar lama-kelamaan usaha maju dan berkembang, sementara di desa Janggalan, Kajeksan, Langgar Dalam dan Purwasari sebagai central bordir di Kecamatan Kota justru mengalami kemunduran dan bahkan banyak yang usaha bordir bangkrut (gulung tikar) sebab banyak ditinggalkan karyawannya yang mayoritas dari luar Kecamatan Kota, sedangkan bagi Desa Padurenan Kecamatan Gebog usaha bordir berkembang sampai sekarang”.

Khusus bordir Kudus memiliki keunikan yang berbeda dengan

daerah lain (Tasikmalaya, Padang, Palembang, maupun Pekalongan)

dan merupakan karya asli nenek moyang Kudus yang mempunyai nilai

seni yang sesuai dengan nilai Gus-ji-gang dan memiliki nilai komersial

yang tinggi yaitu “bordir icik” yang menurut informan Ibu Islahiyah41

maupun informan lain menyampaikan kepada peneliti bahwa ciri-ciri

bordir icik yang proses pengerjaanya menggunakan mesin jahit biasa,

dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi dan hasilnya mempunyai

nilai seni yang tinggi dan eksklusif.

Sehingga dapat disimpulkan antara lain bahwa bordir icik mempunyai ciri: Pertama, warna lembut dan motif kecil-kecil dengan

teknik pembuatan butuh kejelian, keterampilan, rumit, teliti, sabar dan

membutuhkan proses lama. Kedua, disain dengan cengkok “kluweran” yang halus dengan bunga melati (lambang keindahan, ketulusan dan

Page 34: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

160

kerendahan hati) kecil-kecil atau titik-titik yang mengelilingi bentuk

bordir yang besar, sebagai “tanda” atau simbol nilai “gus” dan “ji” yang

menggambarkan simbol hubungan manusia yang baik (harmoni,

rukun, tulus dan rendah hati) antara mikro kosmos dan makro kosmos.

Ketiga, bordirnya halus, kecil-kecil, tebal dan kuat, sehingga bila dicuci

tidak rusak, bahkan saat kainnya sudah rusak tetapi hiasan bordir

masih tetap baik. Hal ini dapat dilihat dari contoh berbagai jenis bordir

icik pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5

Berbagai Corak Bordir “Icik” Kudus.

Secara garis besar, tahapan proses produksi dan membuat bordir

dengan menggunakan mesin jahit manual dapat digambarkan sebagai

berikut:

1. Persiapkan desain gambar atau tulisan yang diinginkan lalu

dicetak 2 kali, yang satu berwarna agar si tukang bordir dapat

lebih mengerti desain yang diharapkan dan yang satu lagi hitam

putih untuk menjiplakan ke bahan yang akan dibordir.

Page 35: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

161

2. Mempersiapkan mesin jahit yang akan dipakai untuk membordir

maka mesin ini harus dilepas “sepatu” dan “gigi” mesinnya dan

diganti dengan plat bordir.

3. Kemudian pengrajin bordir akan membuat bordir sesuai dengan

disain yang telah dibuat.

4. Proses selanjutnya melubangi dan membersihkan benang-benang

yang tidak rapi dengan solder atau gunting kecil.

Sedangkan bordir dengan menggunakan mesin bordir komputer

dengan software Wilcom ada 7 (tujuh) langkah yaitu:

1. Aktifkan software Wilson yang telah ter-install pada komputer

dan panggil file gambar penuntun yang akan digunakan dan

kemudian menentukan batasan area bordir dengan mengikuti

gambar yang diinginkan, maka hasil bordir nanti akan sama

dengan gambar yang diinginkan.

2. Pilih gambar yang diinginkan tersebut karena banyak bagian-

bagian yang sama sehingga area bordir tertentu sudah dibuat dapat

diduplikasi ke tempat lain yang gambarnya sama dengan mengatur

putaran dan kemiringannya sesuai gambar.

3. Menentukan batasan area bordir tetapi pada lokasi beda dengan

bentuk yang berbeda pula. Setelah ditentukan batasan-batasan area

bordirnya, karena kebetulan di lokasi juga ada bentuk-bentuk yang

sama, maka tinggal diduplikasikan saja.

4. Menduplikasikan area bordir yang telah dibuat pada langkah tiga,

pada lokasi tertentu yang memiliki bentuk sama. Dalam duplikasi

dapat dilakukan putaran dan pemiringan gambar sesuai dengan

gambar yang sedang dibuat.

5. Tes uji coba untuk menggambarkan bagaimana alur perjalanan

benang dalam proses bordir yang dilakukan secara otomatis oleh

mesin komputer. Bila benang meloncat ada resiko putus benang,

sehingga mesin harus dimatikan sejenak untuk menyambung

Page 36: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

162

benang yang putus tersebut dan bila selamat tidak terjadi putus

benang, hasil bordiran akan terdapat loncatan benang yang harus

dirapikan (dipotong manual).

6. Mengatur alur perjalanan benang dalam proses bordir otomatis

yang akan dilakukan oleh mesin bordir komputer, sehingga dapat

ditekan sampai seminimal mungkin terjadinya langkah loncatan

benang jarak jauh yang dapat beresiko putus benang.

7. Melubangi hasil bordir dilakukan dengan menggunakan solder

atau gunting kecil. Finishing-Setelah proses pelubangan selesai,

pola dilepaskan dari hasil bordir dan hasil bordir dirapikan dengan

menggunting sisa-sisa benang.

Hasil berbagai produksi bordir dapat dilihat pada Gambar 4.6 di

bawah.

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014

Gambar 4.6

Berbagai Corak Hasil Produksi Border

Pekerjaan membordir, umumnya para pekerja bordir

menggunakan mesin jahit manual dan mesin jahit dinamo merek juki.

Page 37: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

163

Mesin jahit menual dengan digerakan dengan tenaga kaki manusia

untuk menjahit bordir icik (halus, kecil-kecil dan tebal), sedangkan

mesin jahit merk Juki digunakan untuk bordir sering disebut bordir

Juki. Dalam survei yang dilakukan, hanya ditemukan satu pengusaha

yang telah memiliki 2 unit mesin Komputer untuk membordir yaitu

Bapak H. Moch Anshori dengan alamat Kelurahan Padurenan RT 1

RW 1 dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Padurenan Jaya memiliki 3

unit mesin bordir komputer dengan 12 “kepala”.

Informan Ketua KSP Padurenan Jaya yaitu Bapak Arif

Chuzaimahtum42 mengatakan:

“Keuntungan dari membordir dengan menggunakan mesin bordir Komputer adalah waktu yang dibutuhkan lebih singkat dan sekali produksi bisa banyak dengan motif yang sejenis dapat diperoleh dengan hasil yang sama dan pola bordir di buat oleh mesin jahit komputer dengan menggunakan program komputer “Wilcom”. Sedangkan membordir dengan menggunakan mesin manual, pola bordir yang merupakan desain motif yang akan dibordir dibuat di kertas untuk ditempelkan ke kain yang akan dibordir. Atau gambar design bordir langsung digambar di kain yang akan dibordir sesuai dengan kombinasi warna yang diharapkan”

Ciri-ciri bordir yang baik, berkualitas dan memiliki nilai

ekonomi yang tinggi menurut informan Ibu Islahiyah, Bapak H.Much

Anshori, Ibu Hj.Sri Murni‟ah dan beberapa informan lainnya kalau

disimpulkan oleh peneliti yaitu: Kunci membuat bordir yang memiliki

kualitas itu ada 3 yaitu: Pertama, membuat desain bordir. Kedua, mengkombinasikan warna benang dengan dasar warna kain. Ketiga, keahlian pekerja membordir. Oleh karena itu, menurut Ibu Islahiyah

dalam menjaga kualitas mereka awasi sendiri, kalau desain dan

mengkombinasikan warna benang rata-rata saya tentukan sendiri dan

kerjakan sendiri, sedangkan kalau membordirnya dilakukan oleh

karyawan atas arahan saya. Kadang-kadang buatan bordir saya ditiru

orang lain pun hasilnya tetap beda sehingga harga jualnya pun akan

berbeda.

Page 38: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

164

CATATAN-CATATAN KAKI

1 H.J.de Graaf dan Th.G.Th, Pigeaud, “Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa”, Seri terjemahan Javanologi, (Jakarta: Grafiti Press, 1985). hlm.113.

2 Kapan persisnya orang Cina mulai masuk ke Kudus masih perlu penelusuran lebih lanjut. Namun Kiai The Ling Sing berasal dari Hunan,Tiongkok Selatan. Ia datang bersama teman-teman sekampungnya yaitu Kiai Ageng Wajah, Kiai Ageng Kedangeyan dan Nyi Ageng Klati, karena itu tak mengherankan jika terdapat ukiran burung Hong dan Nagara pada ukiran-ukiran rumah di Kudus. Kudus Kulon masih terdapat perkampungan Cina yang terletak di daerah sekitar pasar bubar, tidak jauh dari kompleks Masjid Menara, terdapat sebuah Klenteng yang dianggap tertua di Kota Kudus. Syafwandi, ”Menara Masjid Kudus dalam Tinjauan Sejarah dan Arsitektur”. (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hlm 73.

3 Batu prasasti/inskripsi tersebut memberikan landasan dari tabir sejarah kota dan masjid Kudus yang memuat beberapa pokok–pokok mengenai: tahun pendirian masjid, nama tokoh yang mendirikan, nama kota Kudus, nama Masjid Kudus, dan Nama Menara Kudus. Baca, Solichin Salam, Kudus Purbakala Dalam Perjuangan Islam “,(Kudus:Menara Kudus,1977), hal 45. Selanjutnya untuk dibaca juga, Nur Said.”Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa”, (Bandung, Brillian Media Utama, 2010) hlm.110-113.

4 Al Quds yaitu harapan besar agar Kudus benar-benar suci (bersih)- sebagai makna al-Quds, baik dari kemusyikan maupun dari nilai-nilai yang bertentangan dengan sistem Islam. Selanjutnya untuk dibaca Syafwandi, “Menara Masjid Kudus dalam Tinjauan Sejarah dan Artitektur” (Jakarta: PT.Bulan Bintang, 1995),hlm.41.

5 Wikantari,Ria R. “Safe Guarding A Lifing Heritage A Model for The Architectureal Conservation of an Historic Islamic District of Kudus Indonesia,” Thesis University of Tasmania, Tasmania.Yogyakarta:UGM,1995

6 Nitisemito cikal bakal pengusaha rokok yang dilahirkan awal tahun 1863 sebagai putra bungsu dari dua bersaudara keluarga Haji Soelaeman,seorang Lurah (Kepala Desa) Janggalan, Kecamatan Kota, pada tahun 1906 mulai menjual rokok buatan sendiri yang bahannya dari rajangan tembakau,cengkeh, dan pembungkus daun jagung sehingga disebut rokok kretek karena kalau disulut api berbunyi kretek-kretek dan banyak dinikmati oleh masyarakat luas. Alex Soemadji Nitisemito, “Radja Kretek Nitisemito”.(Kudus,1980).

7 Pada tahun 1939, derajat keswasembadaan produk rokok dan cerutu menempati posisi nomor 4 dan 5 di Indonesia. The Kian Wee, “Industrialisasi di Indonesia: Beberapa Kajian” (Jakarta:LP3ES,1994),hlm.16.

8 Wawancara dengan Ketua yayasan Masjid,Menara,dan Makam sunan Kudus (YM3SK), Bapak Kyai Haji Najib Hassan, 15 Nopember 2014.

9 Wawancara, 9 Mei 2014 di Kantor Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK)

Page 39: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

Kehidupan Komunitas Pengusaha Industri Kecil Bisnis Keluarga Bordir di Kabupaten Kudus

165

10 Wawancara dengan Bapak.H.Moch Anshori tanggal 14 Juni 2014.

11 Clifford Geertz, ”Wawancara, 14 Juni 2014.” Penjaja dan Raja: Perubahan Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota”.Cetakan pertama (Jakarta:PT Gamedia,1977).

12 Lance Castles.”Tingkah Laku Agama, Politik dan Ekonomi di Jawa:Industri Rokok Kudus‟. Jakarta:Sinar Harapan,1982),hlm.81

13 Ibid., hlm.56

14 Dakwah Walisanga melalui jalan damai dengan strategi rekonsiliasi dengan nilai, kebiasaan dan budaya lokal. “Memahami Metode Dakwah Walisanga” (2009). Online di http://satriopinandito.wordpress.com/2009/01/07memahamimetode-dakwah-walisanga/ diakses 4 Nopember 2014)

15 Wawancara dengan Staf Dokumentasi dan Sejarah Yayasan Masjid, Menara, dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) Bapak Denny Nur Hakim, Selasa 4 Nopember 2014

16 Nur Said. ”Tradisi Pendidikan Karakter Dalam Keluarga, Tafsir Rumah Adat Kudus” (Brillian Media Utama,2012),hlm.21.

17 Wawancara tanggal 4 Nopember 2014 di Kantor Pusat YM3SK-Kota Kudus.

18 Clifford Geertz. ”Penjaja dan Raja:Perubahan Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota”. (Jakarta:PT.Gramedia, 1977).hlm.xx

19 Muhammad Rifqi, Anratiksa, Noviani. “Ruang Sosial Rumah Tradisional Baanjungan di Banjarnegara” arsitektur e-Journal Volume 7 Nomor 1 Juni 2014 http://www.academia.edu/7651426/ Ruang_SosialRumah_Tradisional_Baanjungan_di _Banjarmasin, diakses Selasa,11 Nopember 2014.

20 Gunawan Tjahyono. “Kata Pengantar”, dalam Revianto Budi Santoso,Omah: Membaca Makna Rumah Jawa, (Yogyakarta: Benteng Budaya,2000) hlm.vii.

21 Arizal Mutahir, “Intelektual Kolektif Pierre Bourdieu”,Yogyakarta: Kreasi Wacana Offset, 2011) hlm.63.

22 Richard Harker,Cheelen Mahar, Chris Wilkes (ed). “Pengantar Paling Komprehensif Kepada Pemikiran Pierre Bourdieu (ed), (Yogyakarta: Jalasutra, 2004) hlm.7-8.

23 Habitus adalah sistem disposisi yang berlangsung lama dan berubah dan berfungsi sebagai basis generatif bagi praktik-praktik yang terstruktur. Dengan kata lain habitus, adalah struktur kognitif yang memperantarai individu dengan realitas social. Lihat. Richard Harker, Cheelen Mahar, Chris Wilkes (ed). ”Pengantar Paling Komprehensif Kepada Pemikiran Pierre Bourdieu”, (Yogyakarta:Jalasutra,2004).hlm 9.

24 Ranah adalah sistem relasi obyektif kekuasaan yang terdapat di antara posisi sosial yang berkorespondensi dengan sistem relasi obyektif yang terdapat dalam titik simbolik. Pierre Bourdieu, ”Outline of a Theory of Practise”, (Cambridge: Cambridge University Press,1977),hlm.72.

25 Wawancara dengan Ibu Hj.Sri Murni‟ah tanggal 13 Oktober 2014

Page 40: BAB EMPAT KEHIDUPAN KOMUNITAS PENGUSAHA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7062/4/D... · orang dan memiliki tempat peribadatan yang beragam, yaitu masjid 657 unit, Mushola

“GUS-JI-GANG” DALAM PRAKTIK BISNIS: Studi Kasus Komunitas Usaha Bordir Keluarga di Kecamatan Gebog-Kabupaten Kudus

166

26 Wawancara dengan Ibu Nurul Hikmah tanggal12 Oktober 2014.

27 Wawancara dengan Ibu Mirah tanggal13 Oktober 2014.

28 Wawancara dengan Bapak H.Hasan tanggal 8 Juli, dan 14 Oktober 2014

29 Wawancara dengan Bapak H.Moch Anshori tanggal 14 Juni,13 Oktober 2014

30 Wawancara dengan Ibu Mufarrikhoh tanggal 10 Oktober 2014.

31 Wawancara dengan Ibu Islahiyah tanggal 14 Oktober 2014

32 Wawancara dengan Ibu Hj.Sri Murni „ah tanggal 13 Oktober 2014.

33 Wawancara dengan Ibu Nurul Hikmah tanggal 13 Oktober 2014.

34 Wawancara dengan Ibu Islahhiyah tanggal 14 Oktober 2014.

35 Wawancara dengan Ibu Mufarrikhah tanggal 10 Oktober 2014.

36 Wawancara dengan Dr.Abdul Jalil.M.Ei tanggal 7 Pebruari 2015, di rumah jl.Kudus Pati Km 5 Kavling Boto No.9 Golantepus Mejobo Kudus.

37 Proses „ke dalam‟ yaitu proses invilusi yang terjadi pada masyarakat petani, guna menanggulangi kebutuhan ekonomi yang meningkat dengan cara memanfaatkan semaksimal mungkin yang ada untuk berproduksi, dan ini menjadi tanggung jawab kaum laki-laki dan perempuan. Selanjutnya untuk dibaca Benyamin White.1978 “Population, Involution, and Employmen Rural Java”, Development and Change, No7.

38 Pamuji Suptandar.”Menara Masjid al Manar di Kudus”, Harian Kompas,8 September 2002.

39 Wawancara, Ibu Sa‟adah 16 Oktober 2015 di rumah Desa Karang Malang Rt 04 RW II Kecamatan Gebog-Kudus.

40 Wawancara dengan Bapak.H.Noch Anshori tanggal 14 Oktober 2014.

41 Wawancara dengan Ibu Islahiyah tanggal 15 Nopember 2014.

42 Wawancara dengan Bapak Arif Chuzaimahtum tanggal 15 Oktober 2014.