21
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia bisnis, kontrak sangat banyak dipergunakan orang, bahkan hampir semua kegiatan bisnis diawali oleh adanya kontrak, meskipun kontrak dalam tampilan yang sangat sederhana sekalipun. Karena itu, memang tepat jika masalah kontrak ini ditempatkan sebagai bagian dari hukum bisnis. Sebagaimana kita ketahui, era globalisasi saat ini telah melanda dunia, termasuk Indonesia. Salah satu dampak yang dirasakan akibat perubahan tersebut adalah bidang hukum ekonomi seperti hukum kontrak/perjanjian. Pada dasarnya hukum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau terdapat dua pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal. hubungan hukum, hubungan ini memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan tuntutan atau memenuhi tuntutan tersebut.

Bab I-3 Hukum Kontrak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hukum Kontrak

Citation preview

14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia bisnis, kontrak sangat banyak dipergunakan orang, bahkan hampir semua kegiatan bisnis diawali oleh adanya kontrak, meskipun kontrak dalam tampilan yang sangat sederhana sekalipun. Karena itu, memang tepat jika masalah kontrak ini ditempatkan sebagai bagian dari hukum bisnis.Sebagaimana kita ketahui, era globalisasi saat ini telah melanda dunia, termasuk Indonesia. Salah satu dampak yang dirasakan akibat perubahan tersebut adalah bidang hukum ekonomi seperti hukum kontrak/perjanjian.

Pada dasarnya hukum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau terdapat dua pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal. hubungan hukum, hubungan ini memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan tuntutan atau memenuhi tuntutan tersebut.

Oleh karena itu dalam perjanjian atau kontrak akan memuat syarat syahnya berlakunya kontrak tersebut sehingga ada sesuatu yang dapat mengikat kedua belah pihak agar tidak terjadi perselisihan.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas, sebagai berikut :

1. Apa pengertian dan istilah kontrak?

2. Apa saja jenis-jenis kontrak?

3. Bagaimana kontrak dinyatakan syah?

4. Apa saja bentuk-bentuk kontrak?

5. Bagaimana interpretasi dalam kontrak?

6. Apa saja fungsi kontrak itu?

7. Apa yang disebut dengan wanprestasi?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah yang kami buat, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui istilah dan pengertian kontrak

2. Untuk mengetahui penggolonggan kontrak berdasarkan jenis-jenisnya

3. Untuk mengetahui dan memahami syarat syah berlakunya kontrak

4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kontrak

5. Untuk mengetahui interpretasi dalam melakukan perjanjian atau kontrak

6. Untuk mengetahui fungsi kontrak

Untuk mengetahui dan memahami wanprestasi serta akibat dari wanprestasi

BAB II

PEMBAHASAN2.1 Istilah dan Pengertian Kontrak

Istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu. BW (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari judul Buku III titel kedua tentang Perikatan-perikatan yang lahir dari Kontrak atau Perjanjian yang dalam bahasa Belanda berbunyi Van verbintenissen die uit contract of overeenkomst geboren worden. Pengertian ini juga didukung oleh pendapat banyak sarjana, antara lain : Hofmann dan J. Satrio1, Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan2, Mariam Darus Badrulzaman3, Purwahid Patrik4, dan Tirtodiningrat5 yang menggunakan istilah kontrak dan perjanjian dalam pengertian yang sama. Subekti6 menganggap istilah kontrak mempunyai pengertian lebih sempit daripada perjanjian/perikatan, karena kontrak ditujukan kepada perjanjian/perikatan yang tertulis. Sedangkan Pothier membedakan contract dan convention (pacte). Disebut convention yaitu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk menciptakan, menghapuskan atau meubah perikatan. Adapun Contract adalah perjanjian yang mengharapkan terlaksananya perikatan7.

1 J. Satrio, Hukum Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992, hlm. 19.

2 Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, Surabaya: Bina Ilmu, 1978, hlm. 84.

3 Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, edisi II, Cet. I, Bandung: Alumni, 1996, hlm. 89.

4 Purwahid Patrik, Dasar-dasar hukum Perikatan, Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm. 45.

5 R.M. Suryodiningrat, Azas-azas Hukum Perikatan, Bandung: Tarsito, 1985, hlm. 72.

6 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XVI, Jakarta: Intermasa, 1996, hlm. 1.

7 Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Ibid.8Perjanjian dalam bahasa Belanda disebut overeenkomst, sedangkan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrecht. Sementara itu, pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, perikatan dapat terjadi karena:

a. Perjanjian (kontrak), dan

b. Bukan dari perjanjian (dari Undang-Undang)

Perjanjian adalah peristiwa dimana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbul suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum ini dinamakan dengan perikatan.

Dengan kata lain, hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Oleh karena itu, setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.

2.2 Jenis-Jenis Kontrak

Tentang jenis-jenis kontrak KUHP tidak secara khusus mengaturnya. Penggolongan yang umum dikenal ialah penggolongan ke dalam kontrak timbal balik atau kontrak asas beban, dan kontrak sepihak atau kontrak tanpa beban atau kontrak cuma-cuma.

a. Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang didalamnya masing-masing pihak menyandang status sebagai berhak dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik, kreditur pada pihak yang satu maka bagi pihak lainnya adalah sebagai debitur, begitu juga sebaliknya.8Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta: PT. Grasido, 2008, hlm. 29

b. Kontrak sepihak merupakan perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak pada yang lain untuk menerima prestasi. Contohnya perjanjian pemberian kuasa dengan cuma-cuma, perjanjian pinjam pakai cuma-cuma, perjanjian pinjam pengganti cuma-cuma, dan penitipan barang dengan cuma-cuma.Arti penting pembedaan tersebut ialah :

Berkaitan dengan aturan resiko, pada perjanjian sepihak resiko ada pada para kreditur, sedangkan pada perjanjian timbal balik resiko ada pada debitur, kecuali pada perjanjian jual beli.

Berkaitan dengan perjanjian syarat batal, pada perjanjian timbal balik selalu dipersengketakan.

Jika suatu perjanjian timbal balik saat pernyataan pailit baik oleh debitur maupun lawan janji tidak dipenuhi seluruh atau sebagian dari padanya maka lawan janjinya berhak mensomir BHP. Untuk jangka waktu 8 hari menyatakan apakah mereka mau mempertahankan perjanjian tersebut.

2.3 Syarat Sahnya Kontrak

Syarat sahnya suatu kontrak diatur pada pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian, mengingat bahwa kontrak tidak lain adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis. Didalam pasal 1320 KUH Perdata syarat sah suatu perjanjian harus memenuhi 4 (empat) syarat, yaitu:

1. Kesepakatan yang Mengikatkan Diri

2. Kecakapan Untuk Menbuat Perikatan

3. Suatu Hal Tertentu

4. Sebab yang Halal (diperbolehkan)

Syarat pertama dan kedua disebut dengan syarat subyektif, karena terkait dengan subyek atau para pihak dalam perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut dengan syarat obyektif, karena berkaitan dengan objek perjanjiannya. Apabila syarat pertama dan kedua tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat diminta pembatalan oleh salah satu pihak. Namu, perjanjian tetap mengikat selama tidak dibatalkan oleh hakim. Disamping itu, apabila syarat ketiga dan keempat tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

a. Kesepakatan

Kesepakatan dalam kontrak adalah perasaan rela atau ikhlas diantara pihak-pihak pembuat kontrak mengenai hal-hal yang dituangkan dalam isi kontrak. Kesepakatan ini dinyatakan tidak sah apabila dibuat atas dasar penipuan, kesalahan, paksaan dan penyalahgunaan.

b. Kecakapan

Kecakapan berarti pihak-pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Yang tidak cakap menbuat kontrak oleh hukum adalah mereka yang belum dewasa (anak-anak), orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele) dan orang sakit jiwa. Kriteria dewasa menurut hukum, yaitu :

1. Menurut Hukum Perdata

Menurut hukum perdata, belum dewasa berarti belum genap berumur 21 tahun dan belum pernah menikah. Mereka yang belum genap 21 tahun tetapi telah menikah dan bercerai tidak bias dianggap lagi belum dewasa.

2. Menurut Hukum Pidana

Menurut hukum pidana, yang disebut dengan dewasa adalah seseorang yang telah berumur 21 tahun atau seseorang yang belum berumur 21 tahun tetapi sedah menikah.

3. Menurut Hukum Adat

Menurut hukum adat, dewasa atau belum dilihat dari usia dan perkembangan jiwa yang patut dianggap cakap atau tidak cakap, serta mampu atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu dalam hubungan hukum tertentu pula.4. Menurut Undang-Undang Perkawinan

UU No.1 Tahun 1997 tentang Perkawinan mengatur hal-hal sebagai berikut :I. Izin orang tua bagi seseorang yang akan melangsungkan perkawinan jika belum berumur 21 tahun (pasal 6 ayat 2)II. Umur minimum untuk diizinkan melangsungkan perkawinan laki-laki 19 tahun, perempuan 16 tahun (pasal 7 ayat 2)III. Anak-anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah menikah berada dalam kekuasaan orang tua (pasal 47 ayat 1)IV. Anak-anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah menikah, yang tidak berada dalam kekuasaan orang tuanya, berada dalam kekuasaan wali (pasal 50 ayat 1)Namun, undang-undang ini tidak mencantumkan ketentuan yang mengatur tentang yang disebit dengan belum dewasa dan dewasa.

c. Hal Tertentu

Hal tertentu mempunyai maksud bahwa objek yang diatur dalam kontrak harus jelas atau setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi, tidak boleh mengambang atau samar-samar. Sehubungan dengan pokok perikatan yang justru menjadi isi dari kontrak, maka suatu kontrak harus mempunyai pokok atau objek barang yang setidak-tidaknya dapat ditentukan jenisnya.

d. Suatu Sebab Yang Dibolehkan/Halal

Suatu sebab yang dibolehkan berarti bahwa kesepakatan yang tertuang didalam suatu kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. KUH Perdata memberikan kebebasan berkontrak secara tertulis maupun secara lisan, asalkan memenuhi syarat-syarat yang diatur pada pasal 1320 KUH Perdata. Disamping itu, suatu sebab yang halal dapat ditemukan di beberapa pasal KUH Perdata terutama pasal 1336 KUH Perdata, yang berbunyi bahwa jika tidak dinyatakan sesuatu sebab tetapi terdapat sesuatu sebabyang halal ataupun jika ada suatu sebab lain yang dinyatakan, maka kontrak sebagaimana diatur demikian adalah sah

2.4 Bentuk-Bentuk Kontrak

Kontrak menurut bentuknya dibedakan menjadi 2 :

a. kontrak lisan. Kontrak lisan adalah kontrak yang dibuat secara lisan tanpa dituangkan kedalam tulisan. Kontrak-kontrak yang terdapat dalam buku III KUHP dapat dikatakan umumnya merupakan kontrak lisan, kecuali yang disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu kontrak hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris.

b. Kontrak tertulis adalah kontrak yang dituangkan dalam tulisan. Tulisan itu bisa dibuat oleh para pihak sendiri atau dibuat oleh pejabat, misalnya notaris. Didalam kontrak tertulis kesepakatan lisan sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320 KUHP, kemudian dituangkan dalam tulisan.

2.5 Interpretasi Dalam Kontrak

Penafsiran tentang kontrak diatur dalam Pasal 1342 BW sampai dengan Pasal 1351. Pada dasarnya perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah dapat dimengerti dan dipahami isinya. Namun dalam kenyataannya banyak kontrak yang isinya tidak dapat dimengerti oleh para pihak. Sehingga isi perjanjian dapat diklasifikasikan dalam dua kategori diantaranya:

a. Kata-katanya jelas dan;

b. Kata-katanya tidak jelas, sehingga menimbulkan bermacam-macam penafsiran.

Apabila kata-katanya yang ada di dalam perjanjian tidak jelas, dapat dilakukan penafsiran terhadap isi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Beberapa penafsiran yang dikenal dalam hukum kontrak sebagai berikut:

1. Penafsiran disesuaikan dengan maksud para pihak yang membuat perjanjian (Pasal 1343);

2. Penafisran yang diarahkan kepada kemungkinan terlaksananya kontrak (Pasal 1344);3. Penafsiran kearah yang paling selaras dengan sifat kontrak (Pasal 1345);4. Penafsiran yang didasarkan pada kebiasaan setempat (Pasal 1346);5. Penafsiran diarahkan terhadap kerugian orang yang meminta diperjanjikan suatu hal, dan untuk keuntungan orang yang mengikatkan dirinya untuk itu (Pasal 1349);

2.6 Fungsi Kontrak

Fungsi-fungsi kontrak adalah sebagai berikut:

a. Untuk melindungi dirinya atau kepentingan yang tersebut dalam kontrak.

b. Kontrak untuk menjaga keseimbangan para pihak dalam bertransaksi.

c. Kontrak yang dibuat oleh para pihak (dalam kontrak tertentu), misalnya kontrak karya pertambangan, harus memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar. Fungsi kontrak seperti ini disebut sebagai fungsi sosial-kemasyarakatan.

d. Sebuah kontrak harus mempunyai nilai ekonomis, dalam arti dapat memberi manfaat atau nilai ekonomis (daya jual) yang menguntungkan bagi para pihak, sebuah kontrak yang baik dari segi ekonomis dapat diramalkan keuntungan yang diperoleh, jika kontrak terrsebut dapat berjalan dengan baik. Fungsi kontrak seperti ini sebagai fungsi ekonomis.

e. Menjaga kejujuran hati dan pikiran para pihak.2.7 Wanprestasi

Menurut pasal 1234 KUH Perdata yang dimaksudkan dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaliknya yang dianggap wanprestasi bila seseorang :

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya ;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;

c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukankannya.Oleh karena itu, kelalaian (wanprestasi) mempunyai akibat-akibat yang berat maka tidak mudah untuk menyatakan bahwa seseorang lalai atau alpa.

Di dalam Pasal 1238 KUH Perdata menyebutkan bagaimana caranya memperingatkan seseorang debitor,

Si berutang adalah lalai, bila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, jika ini menetapkan bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya wakyu yang ditentukan.

Dengan demikian, terhadap kelalaian atau kealpaan si debitor sebagai pihak yang melanggar kewajiban dapat diberiakn beberapa sanksi atau hukuman.

Akibat Akibat Wanprestasi

Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi); pembatlan perjanjian atau pemecahan perjanjian; peralihan risiko.

1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)

Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni

a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;

b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitor;

c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.

2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian

Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.

Pembatalna perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Kalau satu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak yang lain, baik uang maupun barang maka harus dikembalikan sehingga perjanjian itu ditiadakan.

3. Peralihan Risiko

Peralihan Risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH Perdata. Oleh karena itu, dalam hal adanya pertikatan utuk memberikan suatu barang tertentu maka barang itu semenjak perikatan dilahirkan adalah atas tanggungan (risiko) si berpiutang (pihak yang berhak menerima barang).

BAB III

PENUTUP3.1 Kesimpulan

Kontrak adalah suatu perjanjian antara dua atau lebih orang (pihak) yang menciptakan hak dan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu. Penggolongan kontrak berdasarkan jenisnya antara lain kontrak timbal balik atau kontrak asas beban dan kontrak sepihak atau kontrak tanpa beban atau kontrak cuma-cuma. Suatu kontrak dianggap syah apabila memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu syarat subyektif yang terdiri dari kesepakatan yang mengikatkan diri dan kecakapan untuk membuat perikatan, serta syarat obyektif yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang halal (diperbolehkan). Bentuk-bentuk kontrak ada dua yaitu kontrak lisan dan kontrak tertulis.

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah dapat dimengerti dan dipahami isinya. Namun dalam kenyataannya banyak kontrak yang isinya tidak dapat dimengerti oleh para pihak sehingga menimbulkan interpretasi dalam berkontrak sehingga menimbulkan penafsiran dalam hokum berkontrak. Adapun fungsi-fungsi kontrak adalah sebagai berikut: untuk melindungi dirinya dari kepentingannya tersebut, menjaga keseimbangan para pihak dalam bertransaksi, fungsi sosial-kemasyarakatan, dan fungsi ekonomis. Wanprestasi merupakan kelalaian artinya seseorang yang tidak menyerahkan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu. Kelalaian (wanprestasi) mempunyai akibat-akibat yang berat maka tidak mudah untuk menyatakan bahwa seseorang lalai atau alpa.

3.2 Saran

Sebaiknya dalam melakukan perjanjian atau kontrak itu ada bukti otentik sehingga apabila suatu saat ada perselisihan antara kedua belah pihak ada bukti nyata bukan hanya sekedar buaian semata. Dan bila perlu dalam bukti otentik tersebut dicantumkan hak dan kewajiban serta syaratsyarat dan sangsi yang jelas apabila perjanjian tersebut dilanggar.

DAFTAR PUSTAKADarus, Mariam Badrulzaman. 1996. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, edisi II, Cet. I. Bandung: Alumni. Kartika, Elsi Sari. 2008. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: PT. Grasido.Patrik, Purwahid. 1994. Dasar-dasar hukum Perikatan, Bandung: Mandar Maju.Prawirohamidjojo, Soetojo dan Marthalena Pohan. 1978. Hukum Perikatan. Surabaya: Bina Ilmu.Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Subekti. 1996. Hukum Perjanjian, Cet. XVI. Jakarta: Intermasa.Suryodiningrat, R.M. 1985. Azas-azas Hukum Perikatan, Bandung: Tarsito.