Bab I Baru Referat

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pada tahun 1953, Medawar adalah orang pertama yang mengusulkan konsep allograft janin. Dalam makalahnya, ia menyebutkan bahwa janin adalah semi-alogenik dan mampu bertahan karena interaksi imunologi antara ibu dan janin ditekan. Medawar berpendapat bahwa hal ini disebabkan karena pertama, kurangnya ekspresi antigen janin , kedua, adanya pemisahan anatomi antara ibu dan janin, dan ketiga, adanya penekanan fungsional dari limfosit ibu. Terlepas dari kenyataan bahwa mekanisme yang menginduksi toleransi imunologis janin tidak sepenuhnya dipahami, tetapi beberapa hal mengenai pendapat Medawar di atas sudah terjawab. Sebagai contoh, Sekarang diketahui bahwa tidak ada pemisahan antara anatomi ibu dan janin, sel-sel janin yang beragam (misalnya trofoblas) berada dalam kontak dekat dengan sel imun ibu . Sedangkan, kurangnya ekspresi antigen janin, terjadi karena sel trofoblas janin tidak mengekspresikan major histocompatibility kompleks (MHC), suatu antigen, yang bertanggung jawab atas penolakan yang cepat dari allografts pada manusia. Akan tetapi, pendapat lain Medawar masih dapat diterima, karena memang terjadi penekanan fungsi limfosit selama kehamilan, walaupun penekanannya tidak bersifat sistemik (Nieuwenhoven et al, 2003). Sel Limfosit khususnya limfosit T dapat diklasifikasikan sebagai sel Th1, yang mensintesis Interleukin 2, interferon (IFN) dan tumor necrosis factor

(TNF) dan menginduksi imunitas seluler; atau sel Th2, yang mensintesis IL-4,IL5,IL-6,IL-10 dan IL-13. Pada tahun 1993 Thomas wegman melaporkan bahwa pada kehamilan normal yang dominan adalah sitokin-sitokin yang dapat menginduksi sel Th2 (IL-4,IL-5,IL-6,IL-10 dan IL-13) sedangkan pada kegagalan kehamilan yang dominan adalah sitokin-sitokin yang berhubungan dengan respon sel Th1 (IL-2, IFN, dan TNF- ). Bukti tambahan yang mendukung

hipotesa dari wegman bahwa berdasarkan penelitian ditemukan bahwa ada peningkatan level serum TNFdan IL-2 pada serum ibu yang mengalami

abortus spontan dan abortus berulang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada kehamilan normal trimester pertama adalah Th2 phenomenon, sedangkan kegagalan kehamilan adalah Th1 phenomenon.(Manyonda,2006). Th2

phenomenon pada kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal pertama faktor plasenta yang dapat mempengaruhi produksi sitokin yang mengarah ke Th2, kedua faktor trofoblas dimana sel trofoblas dapat mengarahkan sistem imun untuk lebih dominan kepada Th2, dan ketiga adalah hormone progesterone yang dapat mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung dimana hormon progesterone akan menginduksi progesterone induced blocking factor yang akan menghambat limfosit berubah menjadi Th1, sedangkan yang secara langsung dikatakan bahwa peningkatan hormon progesterone selama awal kehamilan akan langsung mempengaruhi sistem imun untuk memproduksi sitokin yang dapat menginduksi sel Th2 (IL-4,IL-5,IL-6,IL-10 dan IL-13) (Gil mor , 2006), (Nieuwenhoven et al, 2003). Penelitian tentang efek hormon kehamilan terhadap populasi sel T memberikan penjelasan potensial bahwa hormon kehamilan akan meyebabkan pergeseran menuju lingkungan Th2. Studi in vitro menjelaskan bahwa progesterone dapat mempengaruhi diferensiasi fungsional ke dalam sub susunan Th2 dengan memperkuat IL-4 dan IL-10 yang memproduksi sel Th2 dan mengurangi kemampuan sel Th1 untuk mengeluarkan IFNK.(Menzies and Henriquez,2009) Progesteron tidak dapat diragukan sebagai key hormone dalam mempertahankan kehamilan, sejak ditemukan bahwa pemberian obat yang dapat mengurangi aktivitas hormon ini ataupun dengan membuang korpus luteum pada umur kehamilan 6-7 minggu sehingga poduksi progesterone turun drastis akan mengakibatkan keguguran. Progesteron mempunyai banyak peran dalam kehamilan, termasuk mempersiapkan endometrium sebagai tempat implantasi yang layak untuk embrio dan mempertahankan keseimbangan sitokin yang memelihara kehamilan yaitu sitokin yang menginduksi sel Th2. Jadi tidak heran bila pada kadar progesterone yang rendah dapat mengakibatkan keguguran, baik spontan maupun berulang. Selama bertahun-tahun telah dipergunakan secara luas pemberian suplemen progesterone sebagai

pengobatan dari keguguran (Manyonda,2006).Progesteron telah digunakan hampir selama 50 tahun ini untuk mengobati pasien dengan abortus imminens terutama jika penyebab abortusnya dicurigai oleh karena defisiensi fase luteal (Tien JC et al,2007).Progesterone digunakan untuk mengobati pasien dengan abortus iminens didasarkan pada peran progesterone sendiri dalam

mempertahankan kehamilan seperti mempengaruhi sistem imun ibu sehingga embrio tidak ditolak dan menekan terjadinya kontraksi uterus (Wahabi HA et al,2008). Sehingga pada referat ini kami tertarik untuk membahas peran progesteron terhadap sistem imun, apa saja yang dipengaruhi oleh progesteron terhadap sistem imun selama proses kehamilan. Termasuk perubahanperubahan pada sistem imun yang disebabkan oleh pengaruh progesteron.