Upload
mitha-ajja
View
25
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsilitis adalah inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel.
Organisme penyebabnya yang utama meliputi streptococcus atau staphylococcus.
Tonsil dikenal di masyarakat sebagai penyakit amandel, merupakan penyakit
yang sering di jumpai di masyarakat sebagian besar terjadi pada anak-anak. Namun
tidak menutup kemungkinan terjadi pada orang dewasa, dan masih banyak
masyarakat yang belum mengerti bahkan tidak tahu mengenai gejala-gejala yang
timbul dari penyakit ini.
Secara umum, penatalaksanaan tonsilitis kronis dibagi dua, yaitu konservatif
dan operatif. Terapi konservatif dilakukan untuk mengeliminasi kausa, yaitu infeksi,
dan mengatasi keluhan yang mengganggu. Bila tonsil membesar dan menyebabkan
sumbatan jalan napas, disfagia berat, gangguan tidur, terbentuk abses, atau tidak
berhasil dengan pengobatan konvensional, maka operasi tonsilektomi perlu
dilakukan. Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut)
selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk
suntikan.
Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotic, sehingga sering
dilakukan pengangkatan dari tonsil atau disebut tonsilektomi. Kriteria untuk bisa
dilaksanakan tonsilektomi sekarang ini adalah bila terjadi 3 hingga 4 episode
tonsiltitis atau faringitis selama satu atau dua tahun. Tonsil perlu diambil 4-6 minggu
setelah abses peritonsilar muncul.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : Cindy Maika Nora
Umur : 7 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kimarogan RT.33 No.2009 Kemang Agung Palembang
2.2 Anamnesis
a.Keluhan Utama
Os mengeluh susah menelan.
b. Riwayat Perjalanan Penyakit
Ibu os mengatakan bahwa ±1 tahun yang lalu os mulai susah menelan. Os
juga kadang-kadang demam, batuk dan pilek. Ibu os mengatakan bahwa bila
demam os tidak nafsu makan. Ibu os juga mengatakan bahwa awalnya amandel
os kecil lama kelamaan makin membesar sehingga os sukar menelan.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 116 x/m
Pernafasan : 30 x/m
Suhu : 36oC
Kepala : Normocephali,rambut hitam dan tidak mudah rontok
Mata : edema palpebra (-/-), konjungtiva palpebra anemis
(-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor, reflex cahaya
(+/+)
Hidung : secret (-/-)
Mulut dan Tenggorokan: mukosa bibir anemis (-/-), sianosis (-), lidah kotor (-),
faring hiperemis (+), tonsil T3/T3
Telinga : nyeri tekan tragus (-/-), gangguan pendengaran (-/-)
Leher
Inspeksi : simetris, massa (-)
Palpasi : pembesaran kelenjaran tiroid (-), pembesaran KGB (-)
JVP : 5-2cmH2O
Thorax : simetris, gerak nafas tertinggal (-/-)
Pulmo
Inspeksi : sela iga melebar (-/-), otot nafas bantuan (-/-)
Palpasi : stem fremitus normal, simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-). Wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi :iktus kordis tidak tampak
Palpasi :iktus kordis teraba di ICS VI linea mid clavicula
sinistra
Perkusi :batas atas : ICS II
batas kanan : linea parasternalis dextra
batas kiri : ICS VI linea mid aksilaris anterior
sinistra
Auskultasi :S1/S2 (+) reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, massa (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), teraba massa (-), hepar-lien tidak
teraba
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior : akral hangat, edema (-/-) sianosis (-/-), CRT < 2 detik
Inferior : akral hangat, edema (-/-), pitting edema (-/-), sianosis
(-/-), CRT < 2 detik
Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
Status Lokalis:
Mulut dan Tenggorokan : faring hiperemis (+), tonsil hiperemis, detritus (-),
ukuran tonsil T3/T3
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin : 10,8 g/dl
Lekosit : 9000
Trombosit : 351.000/ul
CT : 12’
BT : 3’
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau
amandel ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ). Tonsilitis adalah peradangan tonsil
palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas
susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal
( adenoid ), tonsil palatina ( tosil faucial), tonsil lingual ( tosil pangkal lidah ), tonsil
tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil ) ( Soepardi, Effiaty
Arsyad,dkk, 2007 ). Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman
streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes,
dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, 2000).
3.2 Anatomi Tonsil
Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang banyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil terletak
pada kerongkongan di belakang kedua ujung lipatan belakang mulut. Ia juga bagian
dari struktur yang disebut Ring of Waldeyer ( cincin waldeyer ). Kedua tonsil terdiri
juga atas jaringan limfe, letaknya di antara lengkung langit-langit dan mendapat
persediaan limfosit yang melimpah di dalam cairan yang ada pada permukaan dalam
sel-sel tonsil.
Tonsil terdiri atas:
1. Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan terletak di belakang
koana
2. Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
3. Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk
Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh
dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan
kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan. Peradangan
pada tonsil disebut dengan tonsilitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan
Telinga Hidung & Tenggorokan ( THT ). Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler
tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta
menyebabkan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi
yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid bekerja terus dengan
memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan
membesar dengan cepat melebihi
ukuran yang normal.
3.3 Etiologi
Penyebab tonsilitis adalah infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus,
Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes. Dapat juga disebabkan oleh
infeksi virus. Faktor predisposis adanya rangsangan kronik (rokok, makanan),
pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan higiene, mulut yang
buruk. Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet
infections).
3.4 Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau
tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organism yang berbahaya tersebut. Hal ini
akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang
akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit poli morfonuklear.
Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning
yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang
terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak
detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai
dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya
mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat
menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening
melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan,
seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang
berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa
mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72
jam. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membrane semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut
sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus,
proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan
dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfe submandibula.
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001 )
3.5 Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala Tonsilitis menurut ( Smeltzer & Bare, 2000) ialah sakit
tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan. Sedangkan menurut Effiaty
Arsyad Soepardi,dkk ( 2007 ) tanda dan gejala yang timbul yaitu nyeri tenggorok,
tidak nafsu makan, nyeri menelan, kadang-kadang disertai otalgia, demam tinggi,
serta pembesaran kelenjar submandibuler dan nyeri tekan.
3.6 Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu :
1. Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses
ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh
streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
2. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi)
dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan
gendang telinga ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam
sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
4. Laringitis
Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk
larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena
virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena alergi ( Reeves, Roux, Lockhart,
2001 ).
5. Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau lebih
dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi
udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa ( Reeves, Roux, Lockhart,
2001 ).
6. Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan
nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
3.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada
dalam tubuh pasien dengan tonsilitis merupakan bakteri grup A, kemudian
pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenisnya, serta laju endap darah.
Persiapan pemeriksaan yang diperlukan sebelum tonsilektomi adalah :
1. Rutin : Hemoglobine, lekosit, urine.
2. Reaksi alergi, gangguan perdarahan, pembekuan.
3. Pemeriksaan lain atas indikasi (Rongten foto, EKG, gula darah,
elektrolit, dan sebagainya.
b. Kultur
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
c. Terapi
Dengan menggunakan antibiotik spectrum lebar dan sulfonamide,
antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien tonsilitis menurut ( Mansjoer, 2000) yaitu :
1. Penatalaksanaan tonsilitis akut
a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat
kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan
eritromisin atau klindomisin.
b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,
kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat
simptomatik.
c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari
komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan
tenggorok 3x negatif.
d. Pemberian antipiretik.
2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau
terapi konservatif tidak berhasil.
The American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery Clinical
Indikators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi dilakukannya tonsilektomi
yaitu:
1) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat
2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofasial
3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas,
sleep apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara.
4) Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil, yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
5) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Sterptococcus β
hemoliticus
7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8) Otitis media efusa / otitis media supurataif ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 )
Tonsilektomi menurut ( Nettina, 2006 ) yaitu:
1) Perawatan pra Operasi :
a. Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara seksama
dan dapatkan kultur yang diperlukan untuk menentukan ada tidak dan
sumber infeksi.
b. Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk
menentukan adanya resiko perdarahan : waktu pembekuan, pulasan
trombosit, masa protrombin, masa
tromboplastin parsial.
c. Lakukan pengkajian praoperasi :
Perdarahan pada anak atau keluarga, kaji status hidrasi, siapkan anak
secara khusus untuk menghadapi apa yang diharapkan pada masa
pascaoperasi, gunakan teknikteknik yang sesuai dengan tingkat
perkembangan anak ( buku, boneka, gambar ), bicaralah pada anak
tentang halhal baru yang akan dilihat di kamar operasi, dan jelaskan
jika terdapat konsep-konsep yang salah, bantu orang tua menyiapkan
anak mereka dengan membicarakan istilah yang umum terlebih dahulu
mengenai pembedahan dan berkembang ke informasi yang lebih
spesifik, yakinkan orang tua bahwa tingkat komplikasi rendah dan
masa pemulihan biasanya cepat, anjurkan orang tua untuk tetap
bersama anak dan membantu memberikan perawatan.
2) Perawatan pascaoperasi :
a. Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai indikasi.
b. Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan pascaoperasi
c. Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal packing untuk berjaga-jaga
seandainya terjadi kedaruratan.
d. Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi
telungkup atau semi telungkup pada anak dengan kepala dimiringkan
kesamping untuk mencegah aspirasi
e. Biarkan anak memperoleh posisi yang nyaman sendiri setelah ia sadar
( orangtua boleh menggendong anak )
f. Pada awalnya anak dapat mengalami muntah darah lama. Jika
diperlukan pengisapan, hindari trauma pada orofaring.
g. Ingatkan anak untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorok kecuali
jika perlu.
h. Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1 sampai 2 jam
setelah sadar dari anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air
jernih dengan hati-hati.
i. Tawarkan jus jeruk dingin disaring karena cairan itulah yang paling
baik ditoleransi pada saat ini, kemudian berikan es loli dan air dingin
selama 12 sampai 24 jam pertama.
j. Ada beberapa kontroversi yang berkaitan dengan pmberian susu dan es
krim pada malam pembedahan : dapat menenangkan dan mengurangi
pembengkakan, tetapi dapat meningkatkan produksi mukus yang
menyebabkan anak lebih sering membersihkan tenggorokanya,
meningkatkan resiko perdarahan.
k. Berikan collar es pada leher, jika didinginkan. ( lepas collar es
tersebut, jika anak menjadi gelisah ).
l. Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan alkalin.
m. Jaga agar anak dan lingkungan sekitar bebas dari drainase bernoda
darah untuk membantu menurunkan kecemasan.
n. Anjurkan orang tua agar tetap bersama anak ketika anak sadar.
BAB IV
KESIMPULAN
Seorang anak perempuan usia 7 tahun datang ke RS Muhammadiyah
Palembang diantar oleh ibunya keluhan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu
penderita merasakan sulit untuk menelan. Menurut ibunya Os juga sering terserang
demam, batuk dan pilek. Jika demam os juga tidak nafsu makan di karenakan sulit
menelan. menelan. Benjolan sudah dirasakan sejak ± 5 tahun yang lalu, pertama kali
Dari informasi riwayat penyakit terdahulu. Riwayat penyakit dengan keluhan
yang sama disangkal oleh penderita.
Dari hasil pemeriksaan status lokalis pada tonsil terdapat warna hiperemis.
Detritus (-), perlengketan pada fossa tonsilar (+), ukuran T3/T3.
Berdasarkan hasil temuan baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan status lokalis maka dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami
Tonsilitis Akut. Penderita ini dilakukan Operasi Tonsilektomi. Instruksi post operasi
pasien diberikan pengobatan umum bed rest total, IUFD RL gtt XX/menit, serta
pengobatan medikamentosa berupa, Acetosal dan Paracetamol 3-4 kali/hari 500 mg.
Pasien dianjurkan untuk makan yang lunak dan minum air hangat. Prognosis pada
pasien ini untuk quo ad vitam, yaitu dubia ad bonam, dan quo ad functionam, yaitu
dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Ika Wahyu dan
Setiowulan Wiwiek.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.Jakarta:Media
Aesculapius
Soepardi, Arsyad .E., Iskandar Nurbaiti, Bashiruddin Jenny dan Restuti Dwi
Ratna .2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher.Edisi 6.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Reeves CJ, Roux G and Lockhart R, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Buku I,
(Penerjemah Joko Setyono), Jakarta : Salemba Medika