22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh terbesar dan memiliki banyak fungsi penting, di antaranya adalah menutupi jaringan atau organ yang ada dibawah kulit, fungsi proteksi (terhadap trauma, bakteri, kekeringan), termoregulasi (pengaturan suhu tubuh), respons imun, sintesis dan penimbunan vitamin D, dan peran sebagai organ sensoris (reseptor terhadap rasa raba, suhu, nyeri). Terapi untuk mengkoreksi berbagai kelainan fungsi tersebut dapat dilakukan secara topikal, sistemik, intralesi, atau menggunakan radiasi ultraviolet. 1,2 Terapi topikal didefinisikan sebagai aplikasi obat dengan formulasi tertentu pada kulit yang bertujuan mengobati penyakit kulit atau penyakit sistemik yang bermanifestasi pada kulit. Terapi topikal merupakan metode yang nyaman ,namun keberhasilannya bergantung pada pemahaman kita mengenai fungsi sawar kulit. Terapi topikal juga dapat menghindari risiko dan ketidaknyamanan seperti pada terapi yang diberikan secara intravena, serta berbagai hal yang mempengaruhi penyerapan obat pada terapi peroral, misalnya perubahan pH, aktivitas enzim, dan pengosongan lambung. Keuntungan lain, yaitu karena penyerapan sistemik pada terapi topikal dapat diabaikan maka efek samping maupun interaksi obat pada terapi topikal jarang terjadi. 1,3, 1

BAB I , II, III FIX.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I , II, III FIX.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan organ tubuh terbesar dan memiliki banyak fungsi penting, di antaranya

adalah menutupi jaringan atau organ yang ada dibawah kulit, fungsi proteksi (terhadap

trauma, bakteri, kekeringan), termoregulasi (pengaturan suhu tubuh), respons imun, sintesis

dan penimbunan vitamin D, dan peran sebagai organ sensoris (reseptor terhadap rasa raba,

suhu, nyeri). Terapi untuk mengkoreksi berbagai kelainan fungsi tersebut dapat

dilakukan secara topikal, sistemik, intralesi, atau menggunakan radiasi ultraviolet. 1,2

Terapi topikal didefinisikan sebagai aplikasi obat dengan formulasi tertentu pada

kulit yang bertujuan mengobati penyakit kulit atau penyakit sistemik yang bermanifestasi

pada kulit. Terapi topikal merupakan metode yang nyaman ,namun keberhasilannya

bergantung pada pemahaman kita mengenai fungsi sawar kulit. Terapi topikal juga dapat

menghindari risiko dan ketidaknyamanan seperti pada terapi yang diberikan secara intravena,

serta berbagai hal yang mempengaruhi penyerapan obat pada terapi peroral, misalnya

perubahan pH, aktivitas enzim, dan pengosongan lambung. Keuntungan lain, yaitu karena

penyerapan sistemik pada terapi topikal dapat diabaikan maka efek samping maupun

interaksi obat pada terapi topikal jarang terjadi. 1,3,

Meskipun demikian, pengobatan topikal juga memiliki berbagai kelemahan misalnya:

dapat menimbulkan iritasi dan alergi (dermatitis kontak), permeabilitas beberapa obat

melalui kulit yang relatif rendah, sehingga tidak semua obat dapat diberikan secara topikal,

dan terjadinya denaturasi obat oleh enzim pada kulit.2,3

Pada paper ini akan dibahas mengenai prinsip dasar pengobatan topikal, uraian tentang

berbagai bahan dasar (vehikulum) dan bahan aktif yang digunakan dalam pengobatan di

bidang dermatologi prinsip pemilihan vehikulum dalam dermatoterapi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, adapun masalah- masalah yang dapat

dirumuskan ialah sebagai berikut:

1. Klasifikasi dari prinsip dasar pengobatan topikal?

1

Page 2: BAB I , II, III FIX.docx

2. Menjelaskan tentang berbagai bahan dasar (vehikulum) dan bahan aktif !

3. Menjelaskan prinsip pemilihan bahan dasar dan bahan aktif dalam pengobatan topikal.

1.3 Tujuan

Mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan penulisan paper ini ialah sebagai berikut:

1. Pembaca dapat memperoleh informasi mengenai klasifikasi dari prinsip dasar pebobatan

topikal.

2. Pembaca dapat memahami tentang bahan dasar dan bahan aktif yang termasuk dalam

pengobatan topikal.

3. Pembaca dapat memahami bagaimana prinsip pemilihan bahan dasar dan bahan aktif

dalam pengobatan topikal.

1.4 Metodologi

Metode yang digunakan dalam penulisan paper ini adalah metode stufi pustaka yang

mengkaji atau menelaah reference (text book) untuk mendapatkan informasi yang lengkap

mengenai prinsip dasar penggunaan basis sedian topikal pada berbagai stadium penyakit

kulit.

2

Page 3: BAB I , II, III FIX.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Pengobatan topikal didefinisikan sebagai aplikasi obat dengan formulasi tertentu

pada kulit yang bertujuan mengobati penyakit kulit atau penyakit sistemik yang

bermanifestasi pada kulit. Vehikulum adalah zat inaktif yang digunakan dalam sediaan

topikal sebagai pembawa bahan aktif pada kulit dan mampu meningkatkan penetrasi obat

pada kuli. Meskipun inaktif, aplikasi suatu vehikulum pada kulit dapat memberikan

beberapa efek yang menguntungkan, meliputi efek fisik misalnya efek proteksi,

mendinginkan, hidrasi, mengeringkan atau mengangkat eksudat, dan lubrikasi, serta efek

kimiawi atau farmakologis, misalnya efek analgesik, sebagai astringent, antipruritus, dan

bakteriostatik. 2,3,4

2.2 Klasifikasi Dermatoterapi Topikal

Prinsip dermatoterapi topikal secara umum terdiri atas 2 bagian yaitu: a) bahan

dasar (vehikulum), b) bahan aktif. 1,2,3,4

Bahan dasar (vehikulum) merupakan preparat yang membawa zat aktif suatu

obat. Fungsi dari bahan dasar (vehikulum) adalah non spesifik antara lain sebagai

emolien , oklusif, astringent, mendinginkan, melindungi kulit. Vehikulum bersifat

optimal bila sifatnya stabil (kimia, fisik), non iritan, dapat diterima secara kosmetik

dan mudah dipakai. Bahan dasar (vehikulum) terdiri dari bedak, salap (zalf), cairan

(krim, pasta, lotio). Sedangkan beberapa bahan aktif terdiri dari kortikosteroid topikal,

antibiotik topikal, antifungal, antipruritus, ter, asam benzoate, aluminium asetat.1,2,3,4

2.3 Jenis Bahan Dasar (Vehikulum)

Secara garis besar dikenal 3 vehikulum dasar yaitu: bedak, salep dan cairan. Dari

ketiga vehikulum tersebut dapat dibuat kombinasi diantaranya yaitu bedak kocok,

pasta, krim, gel, lotio. 1,2,3,4

3

Page 4: BAB I , II, III FIX.docx

Bedak merupakan vehikulum solid/padat yang memiliki efek mendinginkan,

menyerap cairan serta mengurangi gesekan pada daerah aplikasi.2,4 Sebagian besar

bedak mengandung zinkoksida yang memiliki efek antiseptik, magnesium silikat

dengan efek lubrikasi dan mengeringkan,kalamin sebagai penyejuk, serta stearat yang

mampu meningkatkan daya lekat bedak pada kulit.2,3,4 Bedak dapat juga ditambahkan

bahan pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan antioksidan untuk

mencegah bedak teroksidasi udara luar. Kemampuan penetrasinya pada antara lain dalam

bidang kosmetik.2,3,4

Efek samping yang dapat timbul pada penggunaan bedak antara lain inhalasi

bedak ke dalam saluran napas, penggumpalan bedak, iritasi, dan dapat memicu

pembentukan granuloma. Aplikasi bedak pada kulit yang iritasi juga dapat menghambat

proses penyembuhan..Bedak digunakan untuk lesi-lesi akut non eksudatif untuk

pendingin atau untuk lesi di lipatan sebagai penyerap keringat atau pelicin. Tidak

dianjurkan penggunaannya pada lesi-lesi yang eksudatif karena dapat timbul krusta

yang sangat tebal. 2,4

4

Page 5: BAB I , II, III FIX.docx

Bedak kocok merupakan kombinasi antara bedak dan cairan. Bedak yang

terkandung dalam suatu bedak kocok dapat memperluas area penguapan cairan

penyusunnya sehingga memberikan efek mendinginkan. Umumnya bedak kocok terdiri

atas zinkoksida, talakum, kalamin, gliserol, alkohol, dan air serta stabilizer. Karena

merupakan suatu suspensi, bedak kocok bila didiamkan cenderung mengendap,

sehingga sebelum pemakaian pun harus dikocok terlebih dahulu. 2,4

Salep merupakan sediaan vehikulum yang semisolid dapat digunakan pada kulit

maupun mukosa. Bahan dasar salep yang digunakan dalam dermatoterapi dibagi

dalam empat kelompok yaitu; 1) hidrokarbon, 2) bahan penyerapan, 3) bahan dasar

emulsi, dan 4) bahan yang larut air (watersoluble based).1,2,4 Salep berbahan dasar

hidrokarbon memiliki efek sebagai emolien, efek oklusi, dan mampu bertahan pada

permukaan kulit dalam waktu lama tanpa mengering.1,2,4 Bahan dasar hidrokarbon yang

paling banyak digunakan adalah petrolatum putih dan petrolatum kuning.1,2,4 Umumnya

bersifat stabil, sehingga tidak memerlukan zat pengawet. Kelemahannya adalah dapat

mewarnai pakaian.4 Bahan dasar penyerapan pembentuk salep terdiri atas lanolin dan

turunannya, kolesterol dan turunannya , serta sebagian ester dari alkohol polihidrat.

Kelompok bahan dasar ini memiliki efek lubrikasi, emolien, efek proteksi, serta karena

sifat hidrofiliknya, dapat digunakan sebagai vehikulum obat/ zat aktif yang larut air.1,2,4

Salep dengan bahan dasar penyerapan bersifat lengket, namun lebih mudah dicuci

dibandingkan yang berbahan dasar hidrokarbon.1,2,4 Bahan dasar salep yang lain, yaitu

bahan dasar pengemulsi dan bahan dasar yang larut air sering digunakan untuk

membentuk sediaan semisolid yang lain, yaitu krim dan gel. 1,2,4 Konsentrasi bahan dasar

salep dalam suatu sediaan berbentuk salep dapat ditingkatkan agar kemampuan penetrasi

bahan aktif yang terkandung di dalamnya meningkat, misalnya sediaan salep khusus yang

disebut fatty ointment. Sediaan tersebut dapat digunakan untuk kelainan atau penyakit

kulit pada daerah dengan stratum korneum yang tebal, misalnya lipat siku, lutut, telapak

tangan, dan telapak kaki.2,4

Krim merupakan kombinasi antara lemak dan zat cair dengan suatu emulgator.

Berdasarkan fase internalnya, krim dapat dibagi menjadi krim oil-in-water dan krim

water-in-oil. Krim water-in-oil mengandung air kurang dari 25 persen dengan minyak

sebagai medium pendispersi. Selain surfaktan, zat pengawet juga seringkali digunakan

5

Page 6: BAB I , II, III FIX.docx

dalam sediaan krim water-in-oil. Sediaan ini kurang lengket dibanding dua sediaan

yang disebutkan sebelumnya, sehingga relative lebih mudah diaplikasikan. Sediaan

ini juga memiliki efek sebagai emolien karena kandungan minyaknya, sedangkan

kandungan air di d alamnya memberikan efek mendinginkan saat diaplikasikan. 2,4

Krim oil-in-water mengandung air lebih dari 31 persen. Formulasi ini merupakan bentuk

yang paling sering dipilih dalam dermatoterapi. Sediaan ini dapat dengan mudah

diaplikasikan pada kulit, mudah dicuci, kurang berminyak, dan relatif lebih mudah

dibersihkan bila mengenai pakaian.2,4 Sebagai pengawet, biasanya digunakan paraben

untuk mencegah pertumbuhan jamur. Bahan lain yang terkandung dalam emulsi oil-in-

water adalah humektan, misalnya gliserin, propilen glikol, ataupun polietilen glikol. 2,4

Fase minyak dalam sediaan ini juga menyebabkan rasa lembut saat diaplikasikan. Krim

sangat nyaman digunakan, dapat dipakai di daerah lipatan dan kulit yang berambut

walaupun penetrasinya kurang. 2,4

Pasta merupakan campuran bedak dengan salep dasar hidrokarbon atau emulsi cairan

dalam minyak. Konsistensinya relatif lebih keras dibanding salep karena penambahan

bahan padat tersebut. Kandungan bedak yang ditambahkan ke dalamnya dapat berupa

zinkoksida, kaolin, kalsium karbonat, dan talkum. Seperti halnya salep, pasta dapat

membentuk lapisan penutup atau film di atas permukaan kulit, yang impermeabel

terhadap air sehingga dapat berfungsi sebagai protektan misalnya pada daerah popok.

Komponen zat padat dalam pasta menjadikannya dapat digunakan sebagai sunblock.

Pasta relatif kurang berminyak dibandingkan salep, karena sebagian besar komponen

minyak yang terkandung dalam salep telah berasosiasi dengan bahan padat yang

ditambahkan. 2,4

Gel ialah sediaan hidrokoloid atau hidrofilik berupa suspensi yang dibuat dari

senyawa organik. Zat untuk membuat gel di antaranya ialah karbomer, metilselulosa, dan

tragakan. Gel akan segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu

lapisan. Bahan dasar pembentuk jel merupakan bahan yang larut air (water soluble based)

dan tidak mengandung minyak. Bahan ini sangat mudah dicuci, tidak mewarnai pakaian,

tidak memerlukan pengawet, dan kurang oklusif. Bahan dasar ini lebih sering digunakan

pada sediaan topikal agar konsentrasi pada permukaan kulit lebih tinggi dan membatasi

penyerapan ke dalam kulit, misalnya pada berbagai antifungal dan antibiotik topikal. 2,4

6

Page 7: BAB I , II, III FIX.docx

Jel merupakan vehikulum yang cocok untuk banyak zat aktif. Jel juga relatif mudah

diaplikasikan pada kulit serta memiliki penetrasi yang baik. Kekurangan dari sediaan

dalam bentuk jel antara lain efek protektifnya yang rendah sehingga tidak dapat

digunakan sebagai emolien, dan dapat menyebabkan kulit kering dan panas bila

kandungan alkohol atau propilen glikolnya tinggi. 2,4

Lotio terdiri dari bedak, air, gliserin. Penggunaannya dengan cara melakukan

pengocokan terlebih dahulu sebelum dipakai. Diaplikasikan pada kulit dingin, karena

adanya penguapan komponen air dan sangat mudah digunakan. 2,4

Cairan terdiri atas a) solusio artinya larutan dalam air, b) tingtura artinya larutan

dalam alkohol. Solusio dibagi menjadi kompres; rendam (bath), misalnya rendam

kaki atau tangan; dan mandi (full bath). Prinsip pengobatan cairan ialah membersihkan

kulit yang sakit dari debris (pus, krusta). Hasil akhir pengobatan adalah keadaan yang

membasah menjadi kering, permukaan kulit menjadi bersih sehingga mikroorganisme

tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi. Pengobatan cairan juga dapat

menghilangkan gejala seperti rasa gatal, rasa terbakar, dan berbagai macam dermatosis.

Dikenal 2 macam cara kompres, yaitu: a) Kompres terbuka dengan terjadinya penguapan

cairan kompres disusul absorpsi eksudat atau pus. Indikasi biasanya dilakukan pada

dermatitis madidans, infeksi kulit dengan eritema yang mencolok, misalnya erispelas,

ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta. Efek pada kulit yang semula eksudatif

menjadi kering, permukaan kering menjadi dingin, vasokonstriksi, eritema berkurang.

Cara penggunaan dermatoterapi topikal dengan cairan melalui kompres terbuka yaitu

kain kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta tidak terlalu tebal dicelupkan ke

dalam cairan kompres, diperas, lalu dibalutkan dan didiamkan, biasanya sehari dua kali

selama 3 jam. 2,4 Dan b) Kompres tertutup dengan dasar vasodilatasi (bukan penguapan).

Indikasinya bila ada kelainan yang dalam, misalnya limfogranuloma venerium. Cara

penggunaan dermatoterapi topikal dengan cairan melaui kompres tertutup digunakan

pembalut tebal dan ditutup dengan bahan impermeabel, misalnya selofan atau plastik.2,3,4

7

Page 8: BAB I , II, III FIX.docx

2.4 Jenis Bahan Aktif Non Kortikosteroid dan Kortikosteroid

Bahan Aktif Non Kortikosteroid yang paling sering digunakan yaitu anti jamur

topikal dan antibiotik topikal. 2,4

Antijamur merupakan salah satu dari obat-obat yang banyak digunakan dalam

dermatologi. Obat ini sangat bervariasi baik dalam spektrum, sediaan maupun harganya.

Obat antijamur lama atau konvensional umumnya mempunyai spektrum sempit dan

mekanisme kerjanya tidak jelas, diperkirakan melalui efek keratolitik. Beberapa obat

konvensional yang sampai saat ini masih banyak dipakai dan berkhasiat baik, misalnya;

salep Whitfield, sulfur dan asam undeselinat. Antijamur generasi baru spektrumnya

lebih luas, baik terhadap golongan Dermatofita. Kandida atau Pytirosprum. Kerjanya

melaui gangguan sintesis atau integritas membran sel. Termasuk golongan antijamur

baru yaitu: golongan imidazol merupakan antijamur spektrum luas yang kerjanya

menghambat sintesis ergosterol pada membran sel. Yang termasuk golongan imidazol

yaitu: klotrimasol, mikonasol, ekonasol, ketokonasol dan sebaginya. Tersedia dalam

bentuk bedak, krim dan losio. Siklopiroksilamin merupakan antijamur generasi baru

yang efektif terhadap dermatofita maupun kandida. Tersedia dalam bentuk krim dan

losio dengan konsentrasi 1%. Salep Whitfield mengandung asam salisilat 3-6% dan

asam benzoat 6-12%. Pada anak-anak sebaiknya dipakai konsentrasi asam salisilat 3%

dan asam benzoat 6%. Penurunan konsentrasi asam salisilat sampai 2% dapat

mengurangi iritasi. Senyawa Sulfur hanya dipakai untuk mengobati Pitiriasis

versikolor. Biasanya berupa cairan natrium tiosulfat 20% atau selenium sulfit 2,5%.

Keuntungan obat ini murah dan praktis pemakaiannya tetapi dapat mengiritasi kulit

terutama pada wajah dan kelamin, serta baunya tidak enak. Adapun toksisitas lokal dapat

menyebabkan iritasi, alergi, atrofik, teleangiektasis,pruritus, dan nyeri. Sedangkan

toksisitas sistemik dapat menimbulkan syok anafilaktik renal, teratogen, karsinogen. 2,4

Pemakaian antibiotik topikal biasanya atas indikasi infeksi-infeksi pioderma primer

dengan luas terbatas seperti impetigo, ektima, folikulitis atau furunkel maupun infeksi

bakterial sekunder. Dalam memilih jenis antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan

faktor sensitivitas kuman terhadap antibiotik dan faktor biaya. Pada infeksi kulit yang

luas pemakaian antibiotika topikal saja tidak cukup, harus bersamaan dengan antibiotika

8

Page 9: BAB I , II, III FIX.docx

sistemik. Antibiotika topikal tidak menimbulkan sensitisasi. Berbagai macam antibiotika

yang tersedia dan sering digunakan yaitu: 2,4

1) Tetrasiklin.

Golongan obat ini bersifat bakteriostatik dengan spektrum luas terhadap bakteri Gram

positif dan Gram negatif, aerob dan anaerob. Golongan ini sekarang tidak lagi

diindikasikan pada infeksi oleh Streptokokus maupun Stafilokokus karena sering

dijumpai resistensi. Tersedia dalam bentuk salep yang mengandung tetrasiklin 3%,

klortetrasiklin 3% dan oksitetrasiklin 3%.2,4

2) Neomisin.

Merupakan golongan aminoglikosida yang aktif terhadap beberapa kuman Gram

positif seperti Stafilokokus aureus, H.influensa, E.coli, Proteus dan hanya sedikit

efektif untuk Streptokokus. Sedangkan Pseudomonas biasanya resisten. Kebanyakan

neomisin terdapat dalam bentuk kombinasi dengan antibiotika lain, antijamur atau

kortikosteroid. Di beberapa negara neomisin dilaporkan banyak menyebabkan alergi

kontak. 2,4

3) Gentamisin.

Termasuk golongan aminoglikosida, mempunyai aktivitas bakterisid terhadap kuman

Gram negatif dan beberapa Gram positif. Digunakan secara topikal karena efektif

terhadap Pseudomonas tetapi tidak efektif untuk Streptokokus sehingga kurang baik

untuk Impetigo. Tersedia dalam bentuk salep dan krim dengan konsentrasi 0,1%. 2,4

4) Basitrasin.

Bersifat bakterisid hanya terhadap kuman Gram positif seperti Stafilokokus,

Streptokokus dan Corynbacterium. Umumnya tersedia dalam bentuk kombinasi

dengan neomisin dan polimiksin-B sulfat dalam konsentrasi 4-6%. Kombinasi dengan

neomisin relatif aman dan dianggap rasional karena masingmasing bekerja secara

sinergis. Digunakan pada ektima, impetigo dan folikulitis2,4

5) Asam fusidat.

Mempunyai spektrum aktivitas antibakteri yang sempit. Sangat efektif terhadap

Stafilokokus aureus, termasuk galur penghasil penisilinase, juga terhadap bakteri

Gram positif, anaerob dan aerob. Tersedia dalam bentuk salep dan krim Natrium

fusidat dengan konsentrasi 2%.2,4

9

Page 10: BAB I , II, III FIX.docx

6) Mupirosin.

Merupakan antibiotika topikal baru, sangat efektif terhadap Stafilokokus dan sebagian

Streptokokus. Digunakan terutama pada impetigo, folikulitis, eczema infektif, luka

bakar atau ulkus kruris. Tersedia dalam bentuk salep dengan konsentrasi 1-3%.2,4

KORTIKOSTEROID

Merupakan obat topikal yang paling banyak digunakan dalam pengobatan penyakit kulit.

Hal ini disebabkan karena kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi, antimitosis dan

antiproliferasi. Indikasi topikal untuk dermatitis, psoriasis. Kontraindikasi terhadap

infeksi, ulkus. Lama pemakaiaan untuk potensi lemah 4-6 minggu, potensi kuat 2

minggu. Adapun efek samping terutama pada pemakaiaan steroid potensi kuat,

berlangsung lama dan dengan oklusif, dapat berupa: hipo atau atrofi kulit, striae,

telangiektasia, purpura, dermatitis akneiformis, hipertrikosis, hipopigmentasi. Bila terjadi

absorbsi perkutan mungkin dapat mensupresi kelenjar adrenal. 2,4

Adapun penggolongan kortikosteroid berdasarkan potensi klinis yaitu: 2,4

1) Potensi Lemah : antiinflamasi, antimitotik (-)

2) Potensi Sedang : antiinflamasi, antimitotik sedang

3) Potensi Kuat : Antiinflamasi, antimitotik kuat

4) Potensi Sangat Kuat : antiinflamasi, antimitotik sangat kuat

10

Page 11: BAB I , II, III FIX.docx

11

Page 12: BAB I , II, III FIX.docx

2.5 Stadium dan Tipe Penyakit Kulit

Prinsip terapi topikal adalah pemilihan basis yang sesuai dengan kondisi dematosis

yaitu: 2,4

1. If dry wet it. If wet dry it

a. Basah dengan basah (basis air)

b. Kering dengan kering (basis zalf)

2. Semakin akut makin lemah bahan yang digunakan.

3. Basis obat untuk radang akut:

Radang akut di tandai dengan eritem berat, edema, vesikel, bula, intertriginasi, krusta.

Basis obat yang dibutuhkan adalah berbentuk cair atau air yaang dipergunakan

sebagai kompres, rendam, mandi, atau di oleskan. Kompres bekerja pada radang akut

antara lain dengan cara:

a. Penguapan air akan menarik kalor lesi sehingga terjadi vasokontriksi, yang

mengakibatkan eritem berkurang.

b. Vasokontriksi memperbaiki permebealitas vaskuler, sehingga pengeluaran

serum dan edema akan berkurang.

c. Air melunakkan dan melarutkan krusta pada permukaan kulit, sehingga mudah

terangkat bersama kain kasa. Pembersihan krusta ini akan mengurangi sarang

makanan untuk bakteri dari cairan yang terperangkap di bawah krusta.

Kompres dingin, selain berguna untuk membersihkan, mengeringkan dan mengurangi

peradangan juga berfungsi memacu granulasi ulkus. Cara pengompresan adalah

sebagai berikut : kain kasa berlapis atau kain bekas berserat katun yang dibasahi

dengan air bersih dingin. Dalam air ini dapat dilarutkan zat aktif sesuai derngan

kebutuhan. Kain yang sudah basah tersebut, ditempelkan di atas lesi kulit selama

beberapa menit, kemudian kain diangkat dan dibasahi lagi dan ditempelkan kembali

pada lesi yang dikompres, demikian beberapa kali. Hati hati kain jangan dibiarkan

menempel pada lesi kulit sampai kering, sebab dapat mengakibatkan lesi menjadi

berdarah bila kain kasa yang kering dan lengket diangkat. Kompres berlanjut sesudah

lesi basah mengering dan menjadi subakut akan menyebabkan lesi terlalu kering,

pecah (overdrying). Sehingga timbul masalah baru. Selain itu pengompresan yang

12

Page 13: BAB I , II, III FIX.docx

terlalu lama akan menyebabkan maserasi kulit sekitarnya. Untuk menghindari hal ini

pengompresan dilakukan secara periodik, yaitu kompres basah 3 kali sehari selama 5-

15 menit. Pada anak - anak tiap kali pengompresan jangan lebih dari sepertiga luas

tubuh untuk menghindari pengacauan regulasi panas tubuh. Selain kompres, basis air

juga sering dipergunakan untuk berendam apabila kelainan kulit cukup luas dan untuk

lesi basah di ujung-ujung ekstremitas. Perendaman ini dapat melunakan dan

membersihkan skuama atau debris yang melekat. Hanya untuk menghindari maserasi,

perendaman jangan dilakukan lebih dari 30 menit. 2,4

4. Basis obat untuk radang subakut:

Radang sub akut ditandai dengan eritem ringan, erosi, dan krusta, kadang -kadang

mulai tampak hiperpigmentasi. Kompres basah akan menyebabkan lesi disini menjadi

terlalu kering, dan pecah-pecah, sebaliknya basis minyak dikuatirkan menimbulkan

efek oklusif yang memperberat inflamasi. Basis yang aman untuk kondisi sub akut ini

adalah basis krim, karena krim tersusun dari campuran minyak dan air. Jika lesi sub

akut tersebut lebih ke arah akut, diguanakn krim minyak dalam air (O/W), sebaliknya

jika lesi sub akut lebih ke arah kronis, digunakan krimair dalam minyak (W/O).

Contoh krim minyak dalam air misal krim Canesten, krim Hidrokortison, sedangkan

krim air dalam minyak misalnya cold cream atau vanishing cream. 2,4

5. Basis obat untuk radang kronis:

Radang kronis ditandai dengan lesi kering dapat berupa hiperkeratosis, likenifikasi,

fisura, skuama, dan hiperpigmentasi. Lesi kering seperti ini akan bertambah kering

bila diobati dengan basis air. Apabila ada debris diatas lesi kering dapat dibersihkan

dengan mengompresnya terlebih dahulu sehingga debris menjadi lunak dan mudah

diangkat. Pemberian basis minyak akan mencegah penguapan, sehingga air yang

menguap dari stratum korneum dapat dihambat, terjadi hidrasi startum korneum. 2,4

13

Page 14: BAB I , II, III FIX.docx

BAB III

PENUTUP

3. 1 Kesimpulan dan Saran

Prinsip dermatoterapi topikal secara umum terdiri atas 2 bagian yaitu: bahan dasar

(vehikulum) dan bahan aktif. Secara sederhana bahan dasar terdiri dari cairan, bedak,

salep/ zalf. Sedangkan bahan aktif terdiri dari bahan aktif non kortikosteroid dan bahan

aktif kortikosteroid. Adapun pedoman terapi topikal adalah If dry wet it, if wet dry it

(basah dengan basah berupa basis air, dan kering dengan kering basis zalf). Semakin akut

lesi maka semakin lemah bahan yang dipakai dalam dermatoterapi topikal. Pemilihan dan

penggunaan basis sedian topikal harus disesuaikan dengan stadium penyakit kulit. Efek

samping pemberian tiap jenis vehikulum dan bahan aktif pada dermatoterapi topikal

harus diperhatikan dengan baik, dan kepatuhan pasien dalam pengobatan sangat

mempengaruhi keberhasilan dalam dermatoterapi topikal.

14