15
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan sarana melaksanakan pelayanan belajar dan proses pendidikan. Sekolah jangan hanya dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul antara guru dan peserta didik, melainkan menjadi suatu sistem yang sangat kompleks dan dinamis. Sekolah berfungsi untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta kemampuan yang dibutuhkan siswa untuk masa depan. Sekolah juga mempunyai fungsi mempersiapkan anak untuk masuk dalam dunia kerja, membantu memecahkan masalah-masalah sosial dan kebudayaan. Di sekolah, tujuan pendidikan nasional terbentuk. Tujuan pendidikan yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dijamin juga dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia pasal 31. Pemerintah memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional tersebut dimulai dengan menyediakan sarana prasarana minimal berupa gedung sekolah yang layak sampai pada berbagai fasilitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan

merupakan sarana melaksanakan pelayanan belajar

dan proses pendidikan. Sekolah jangan hanya dijadikan

sebagai tempat untuk berkumpul antara guru dan

peserta didik, melainkan menjadi suatu sistem yang

sangat kompleks dan dinamis. Sekolah berfungsi untuk

memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta

kemampuan yang dibutuhkan siswa untuk masa

depan. Sekolah juga mempunyai fungsi mempersiapkan

anak untuk masuk dalam dunia kerja, membantu

memecahkan masalah-masalah sosial dan kebudayaan.

Di sekolah, tujuan pendidikan nasional terbentuk.

Tujuan pendidikan yang tertuang dalam

pembukaan UUD 1945 yaitu untuk mencerdaskan

kehidupan bangsa, dijamin juga dalam Undang-undang

Dasar Republik Indonesia pasal 31. Pemerintah

memegang peranan penting dalam meningkatkan

kualitas pendidikan anak-anak Indonesia. Salah satu

upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai

tujuan pendidikan Nasional tersebut dimulai dengan

menyediakan sarana prasarana minimal berupa gedung

sekolah yang layak sampai pada berbagai fasilitas

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

2

pendukung pendidikan lainnya. Dari tahun ke tahun

pemerintah melakukan berbagai macam program dan

kebijakan sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Sebagai upaya perwujudan

amanat UUD 45, melalui Kementerian Pendidikan

Nasional dalam Renstra Kementerian Pendidikan

Nasional (Kemendiknas) 2010-2014 membuat rencana

strategis (2010: 39) yang memuat enam pilar kebijakan

pokok pembangunan pendidikan yakni: “meningkatkan

ketersediaan layanan pendidikan dan kebudayaan;

memperluas keterjangkauan layanan pendidikan;

meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan

kebudayaan; mewujudkan kesetaraan dalam

memperoleh layanan pendidikan; menjamin kepastian/

keterjaminan memperoleh layanan pendidikan;

mewujudkan kelestarian dan memperkukuh

kebudayaan Indonesia”.

Langkah pertama pada renstra tersebut adalah

meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan dan

kebudayaan. Program ini merupakan program pokok

untuk pemenuhan pendidikan bagi warga negara,

terutama pendidikan dasar yang menjadi prioritas

utama dalam pembangunan pendidikan nasional.

Kegiatan pokok dalam upaya meningkatkan

ketersediaan layanan pendidikan dan kebudayaan

tersebut terdiri dari beberapa kegiatan utama, salah

satunya melaksanakan revitalisasi serta penggabungan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

3

(regrouping) sekolah-sekolah terutama SD (Sekolah

Dasar), supaya efisiensi dan efektivitas sekolah dapat

tercpai dengan dukungan fasilitas yang memadai.

Pengaruh dari penggabungan sekolah (regrouping)

dengan tingkat efektivitas dan efisiensi

penyelenggaraan pendidikan, memiliki keterkaitan pada

manajemen perubahan. Manajemen perubahan

merupakan suatu proses sistematis dalam penerapan

pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan

untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang

akan terkena dampak proses tersebut. Manajemen

perubahan ditujukan untuk memberi solusi sukses

dengan cara terorganisir dan dengan metode yang

diperlukan melalui pengelolaan dampak perubahan

pada orang yang terlibat di dalamnya.

Penggabungan sekolah atau regrouping berarti

mengalami suatu perubahan dalam hal fisik maupun

non fisik agar bisa dipertahankan. Salah satu sasaran

manajemen perubahan adalah mengupayakan agar

proses transformasi tersebut dapat berlangsung dalam

waktu yang relatif cepat dengan kesulitan-kesulitan

seminimal mungkin. Keharusan dalam melaksanakan

perubahan saat ini tidak boleh menunggu hingga

sebuah organisasi tersebut mengalami kemunduran,

oleh sebab itu dalam melaksanakan perubahan-

perubahan perlu diprediksi dan diantisipasi menurut

kebutuhan akan perubahan.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

4

Dalam buku manajemen perubahan

(management of change) ada berbagai macam alasan

mengapa organisasi – organisasi berubah, dan banyak

terdapat tipe perubahan yang dilaksanakan oleh

mereka seperti perubahan yang timbul karena kegiatan

restrukturisasi, re-engineering, dan e-engineering dan

TQM (Total Quality Management). Konsep dasar

penggabungan sekolah (regrouping) yang dikeluarkan

oleh menteri dalam negeri mengenai pedoman

pelaksanaan penggabungan sekolah (regrouping)

sekolah dasar (SD) yaitu: (1) Penggabungan (regrouping)

sekolah adalah usaha penyatuan dua unit sekolah atau

lebih menjadi satu kelembagaan (institusi) dan

diselenggarakan dalam satu pengelolaan; (2) Lingkup

penggabungan sekolah meliputi SD yang terdapat antar

desa/ kelurahan yang sama dan atau di desa/

kelurahan yang berbatasan dan atau antar kecamatan

yang berbatasan; (3) Sekolah Dasar kemudian disingkat

dengan SD merupakan bentuk satuan pendidikan

dasar milik pemerintah yang menyelenggarakan

program pendidikan enam tahun; (4) SD inti ialah SD

yang terpilih diantara beberapa SD dalam satu gugus

sekolah yang berfungsi sebagai pusat pengembangan di

dalam gugus SD tersebut; (5) SD imbas adalah anggota

satu gugus sekolah yang menjadi binaan SD inti; (6) SD

kecil adalah SD di daerah terpencil yang belum

memenuhi syarat pembakuan. Dari pengertian tersebut

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

5

salah satu program pemerintah adalah program

regrouping SD di sebagian daerah yang sudah mulai

dilaksanakan.

Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri

(Mendagri) mengeluarkan surat keputusan Nomor

421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman

Pelaksanaan Penggabungan (Regrouping) Sekolah

Dasar. Tujuan regrouping tersebut adalah untuk

mengatasi permasalah kekurangan tenaga guru,

peningkatan mutu, efisiensi biaya bagi perawatan

gedung sekolah dan sekolah yang ditinggalkan

dimungkinkan penggunaannya untuk rencana

pembukaan SMP kecil/ SMP kelas jauh atau setara

sekolah lanjutan sesuai ketentuan setempat untuk

menampung lulusan sekolah dasar. Bupati Kabupaten

Semarang Nomor 28 Tahun 2014 juga menerbitkan

Peraturan Bupati tentang Pedoman Teknis

Penggabungan Sekolah Dasar Negeri dan

ditandaklanjuti dengan Keputusan Bupati Nomor

900/0413/2014 tentang Penggabungan Sekolah Dasar

Negeri. Penggabungan sekolah tersebut sebagai langkah

efisiensi anggaran dan SDM. Guru dari sekolah yang

digabungkan bisa dialihkan untuk sekolah – sekolah

yang saat ini kekurangan guru. Pada tahun

2014 Kabupaten Semarang berhasil melakukan

penggabungan 25 SD negeri menjadi 12 SD. Dari

penggabungan itu, diharapkan pemangku kepentingan,

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

6

warga sekolah, dan masyarakat sepaham dan

mendukung penggabungan tersebut (Ungaran

Kompas.com, 6/1/2014).

Kabupaten Semarang mengalami kekurangan

guru pegawai negeri sipil (PNS) hingga akhir 2014.

Kekurangan guru ini disebabkan adanya guru pensiun

yang tidak diimbangi dengan pengadaan calon pegawai

negeri sipil (CPNS) untuk tenaga pendidik. Sebagian

besar kekurangan guru PNS tersebut adalah sekolah

dasar (SD). Kepala Dinas Kabupaten Semarang, Ibu

Dewi Pramuningsih mengatakan "Jumlah guru PNS

yang pensiun setiap tahun ada sekitar 300-an orang.

Kita berharap ada pengadaan CPNS dari pemerintah

pusat untuk formasi tenaga pendidik di Kabupaten

Semarang untuk mengatasi kekurangan guru (Tribun

Jateng, Selasa 6/1/2014).

Menyikapi hal itu, Dinas Pendidikan setempat

telah mewacanakan untuk menerapkan kebijakan alih

fungsi guru dari guru SMP menjadi guru SD. Namun

Kebijakan akan ditawarkan dahulu kepada para

guru. Sebelum merealisasikan alih fungsi guru SMP

menjadi guru SD, pihaknya sudah mulai menempuh

upaya penggabungan atau regrouping sekolah dan

pembelajaran kelas rangkap. Penggabungan sekolah

dilakukan pada sekolah yang berada dalam satu

kampus, jumlah muridnya sedikit dan jaraknya kurang

dari 1 km.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

7

Regrouping tahap pertama untuk sekolah-sekolah

yang berada dalam satu kampus. Paling banyak

sekolah di wilayah pinggiran. Ibu Dewi menjelaskan,

sekolah kecil diberlakukan pembelajaran kelas

rangkap. Sehingga satu orang guru bisa mengajar lebih

dari satu kelas dengan tema pembelajaran yang sama.

Selain untuk mengatasi kekurangan guru,

adanya pembelajaran kelas rangkap ini diharapkan

guru tidak kehilangan tunjangan profesi akibat

kekurangan jam mengajar sesuai ketentuan minimal

mengajar 24 jam per minggu.

Persoalan pendidikan di Kabupaten Semarang

dinilai masih cukup pelik. Masih banyak fasilitas

pendidikan yang belum memadai, kekurangan guru

hingga belum meratanya kualitas pengajar di sekolah-

sekolah. Kondisi ini dituding masih menjadi hambatan

bagi peningkatan kualitas pendidikan di kabupaten

Semarang. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Semarang, Dewi Pramuningsih mengatakan,

kekurangan tenaga pengajar (Kab. Semarang masih

kekurangan 1.000 guru) masih menjadi kendala dalam

meningkatkan mutu pendidikan. ”Saat ini masih ada

kekurangan guru mencapai sekitar 1000 orang, hanya

saja untuk menunggu rekruitmen CPNS tentunya akan

lama sehingga perlu dilakukan regrouping dan mobil

guru,”(Republika.co.id, Ungaran).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

8

Tercapaianya efisiensi dan efektifitas merupakan

kunci utama diadakannya kegiatan regrouping. Secara

teoritik, tujuan regrouping pemerintah dapat

menambah jumlah SMP (pengambil alihan gedung SD

menjadi SMP). Kebutuhan akan kekurangan gurupun

akan teratasi. Anggaran untuk pemeliharaan dan

penambahan sarana prasarana sekolah akan menjadi

lebih efisien. Namun dari studi lapangan khususnya di

SD Negeri Tukang 01 dan 02 mengenai latar belakang

dilakukannya regrouping sekolah sedikit berbeda.

Terdapat dua SD dalam satu kampus menyebabkan

persaingan yang tidak sehat antara anggota masing-

masing sekolah. Jumlah peserta didik barupun

semakin menurun. Rata-rata 5 tahun terakhir sebelum

regrouping SD Negeri Tukang 01 dan 02 hanya memiliki

70-80 siswa. Bahkan sejak kepala sekolah SD Negeri

Tukang 01 purna tugas pada tahun 2009, terjadi

kekosongan kepemimpinan dan pada akhirnya kedua

sekolah tersebut diampu oleh satu kepala sekolah.

Secara administrasi, pengelolaan rumah tangga SD

Negeri Tukang 01 mulai terabaikan. Hingga pada

akhinya melalui rapat terpadu tanggal 20 Mei 2010

yang diikuti oleh pengawas sekolah TK-SD UPTD

Pendidikan Kecamatan Pabelan, komite sekolah SD

Negeri Tukang 01 dan 02, dewan guru SD Negeri

Tukang 01 dan 02 serta perangkat desa memutuskan

bahwa mulai tahun ajaran 2010/ 2011 SD Negeri

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

9

Tukang 01 tidak lagi menerima peserta didik baru dan

hanya mengelola siswa kelas II sampai kelas VI.

Sementara yang menerima peserta didik baru hanya SD

Negeri Tukang 02. Bagi guru dan karyawan, salah satu

kekhawatiran adanya regrouping adalah terkait

kelanjutan tugas mereka. Mereka yang merasa sudah

nyaman ditempatkan di salah satu sekolah, ketika

sekolah tersebut diregrouping biasanya tidak siap bila

harus pindah tugas di sekolah lain. Realita tenaga

pendidik dan kependidikan SD Negeri 01 dan 02 saling

diperbantukan di ke dua SD tersebut. Namun

kadangkala kekurangan jam mengajarpun terjadi,

karena jumlah guru yang banyak, sementara jumlah

kelas tidak memenuhi. Oleh karena itu ada

permasalahan dalam hal kelebihan guru dan

kekurangan jam mengajar. Regrouping memicu

keresahan khususnya dikalangan guru wiyata bhakti

(honorer sekolah), karena mereka juga terancam

kehilangan pekerjaan. Sementara selama ini dengan

permasalahan kekurangan guru, tenaga wiyata bhakti

telah banyak membantu melancarkan kegiatan belajar

mengajar.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) merupakan target

dilakukannya wajib belajar. Pendidikan di Sekolah

Dasar menjadi barang publik, dimana pemerintah tidak

hanya berfikir efisien dalam penyelenggaraan

pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan menyangkut

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

10

banyak aspek dan melibatkan berbagai stakeholder,

yaitu siswa, guru, komite sekolah, wali murid dan dinas

pendidikan. Semua stakeholder akan terkena dampak

dari program regrouping sekolah tersebut. Kuota guru

khususnya di wilayah kecamatan Pabelan sebenarnya

relatif terpenuhi. Dengan demikian ada kemungkinan

terjadi pergantian posisi dan mutasi guru kelas, yang

berdampak terhadap kekurangan jam mengajar.

Regrouping sendiri telah dijalankan di berbagai

daerah dengan tujuan yang hampir sama yakni

efektivitas dan efisiensi. Salah satunya menurut hasil

penelitian Sudiyono dkk (2009: 355) yang dilakukan di

SD Pakem 1 Sleman. Dari hasil penelitian diketahui

bahwa regrouping memberikan dampak positif dalam

pengelolaan tenaga kependidikan khususnya guru,

pengembangan kelas paralel, pengelolaan dana,

pengelolaan sarana prasarana. Tetapi, dalam

kebijakan regrouping di SD Pakem 1 berdasarkan

penelitian Sudiyono dkk (2009: 355) memiliki dampak

yang tidak diharapkan, yaitu: 1) Belum didukung oleh

kebijakan teknis operasional terkait dengan

pengelolaan sarana dan prasarana serta pengelolaan

kelas parallel; 2) Terjadinya penurunan ranking

prestasi akademik SD Pakem 1 3) Kebijakan regrouping

memunculkan kelas paralel sehingga diperlukan

fasilitas ruangan kelas; 4) Fasilitas gedung sekolah

lama tidak dimanfaatkan bahkan dibiarkan rusak

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

11

dan digunakan; 5) Motivasi untuk menjadi kepala

sekolah rendah. 6) Memperoleh murid baru yang

memiliki kemampuan yang lebih rendah.

Pada saat ini keadaan di SD Negeri Tukang 01

dan Tukang 02 terjadi pemborosan sarana prasarana,

banyak ruang yang tidak terpakai sesuai dengan tujuan

dari regrouping. Karena di SD Negeri Tukang 01 dan 02

berada pada berada pada satu kampus. Dengan

digabungkannya kedua sekolah tersebut, banyak ruang

kelas yang kosong dan tidak terpakai.

Namun pada kenyataannya dalam proses

implementasi program ini terjadi konflik. Hal tersebut

terlihat dari kurangnya kesiapan masing – masing

sekolah terkait dengan penggabungan sekolah,

sehingga terjadi suatu kesenjangan antar Sekolah

Dasar tersebut. Kepala Sekolah yang merupakan

pemegang peranan penting dalam kesuksesan

implementasi program penggabungan ini juga masih

mempunyai beberapa kendala karena minimnya

pengalaman. Selain itu tenaga pengajar juga

menjadi hal yang harus diperhatikan dimana

setelah dirumuskan bahkan diimplementasikan

program ini mengalami permasalahan yang timbul

terkait dengan tenaga pengajar yang kemudian

mengakibatkan adanya suatu kecemburuan antar

tenaga pengajar. Sarana dan prasarana yang ada dan

tersedia untuk penggabungan (re-grouping) Sekolah

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

12

Dasar ini dirasa belum bisa dikatakan terpakai dengan

baik. Sehingga timbulah pertanyaan-pertanyaan seiring

dengan diimplementasikannya program regrouping ini.

Salah satunya adalah apakah dengan

diimplementasikannya program ini akan merubah

keadaan pendidikan di SD Negeri Tukang 01 dan 02

Kec. Pabelan Kab. Semarang?

Menurut artikel Suparlan (2006: 59) yang

berjudul “merger sekolah dasar, begitu perlukah?”

tentang program ini memang menjadi salah satu

kebijakan yang telah diluncurkan oleh pemerintah,

namun pelaksanaan program ini di beberapa daerah

masih menghadapi berbagai kendala karena beberapa

faktor antara lain (1) faktor kekhawatiran akan

hilangnya posisi kepala sekolah. (2) faktor

kekhawatiran akan kehilangan jejak sejarah lembaga

sekolah yang pada awalnya memang telah didirikan

dengan susah payah. Proses regrouping SD menjadi

mudah dilakukan jika kedua faktor itu dapat diatasi.

Kepmendiknas Nomor 060/U/2002 tentang Pedoman

Pendirian Sekolah, dalam ayat 1 pasal 23

dinyatakan bahwa pengintegrasian sekolah merupakan

peleburan atau penggabungan dua atau lebih sekolah

sejenis menjadi satu sekolah. Oleh karena itu perlu

dilakukan evaluasi terhadap program regrouping di SD

Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan Pabelan

Kabupaten Semarang, untuk mengetahui implementasi,

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

13

faktor, dampak serta peningkatan efektifitas & efisiensi

dari program regrouping sekolah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana proses implementasi program regrouping

sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan

Pabelan Kabupaten Semarang?

b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi program

regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02

Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?

c. Dampak apa saja yang muncul setelah dilaksanakan

regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02

Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?

d. Sejauh mana tujuan regrouping yaitu untuk

peningkatan efektifitas dan efisiensi sekolah di SD

Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan Pabelan

Kabupaten Semarang terwujud?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan

penelitian ini adalah untuk memberi rekomendasi

perbaikan implementasi program regrouping sekolah

dasar, yang terlebih dahulu mengetahui:

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

14

a. Proses implementasi kebijakan regrouping sekolah di SD

Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan Pabelan

Kabupaten Semarang.

b. Faktor – faktor yang mempengaruhi program regrouping

sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan

Pabelan Kabupaten Semarang.

c. Dampak yang muncul setelah dilaksanakan program

regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02

Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.

d. Tujuan regrouping sekolah dalam hal peningkatan

efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan

regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02

Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.

1.4. Manfaat Penelitian

Peneliti berharap hasil penelitian ini berguna baik

secara teoritis maupun praktis.

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih

keilmuan untuk peneliti selanjutnya, terutama yang

berhubungan dengan evaluasi program regrouping

sekolah dasar.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi, kritik dan saran bagi:

1) Sekolah yang bersangkutan, sebagai bahan

rekomendasi dalam peningkatan efektifitas dan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13311/1/T2...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan

15

efisiensi pelaksanaan regrouping sekolah dan

sebagai bahan informasi untuk mengelolaan

regrouping sekolah selanjutnya.

2) UPTD Pendidikan, sebagai bahan pertimbangan

dalam pelaksanaan program kebijakan regrouping

sekolah dimasa yang akan datang.

3) Sekolah lain yang akan melakukan regrouping

sekolah, sebagai pedoman dalam melaksanakan

regrouping sekolah supaya dapat mencapai tujuan

yang diharapkan.