Upload
phungphuc
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam penyelenggaraan pemerintahan tentunya tidak selalu berjalan
sebagaimana mestinya dan banyak menemui kendala yang membuat laju
pemerintahan menjadi tertunda. Dengan banyaknya kendala hal ini tentunya
akan sangat banyak menyebabkan kerugian baik material atupun spiritual
baik pada masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Kecenderungan itu terjadi
karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang melayani bukan
yang dilayani dan seharusnya pelayanan publik diartikan sebagai setiap
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang
memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau
kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada
suatu produk secara fisik1 .
Selama ini, pemerintah sebenarnya juga selalu mengumandangkan
bahwa aparatur pemerintah adalah merupakan abdi masyarakat. Sebagai abdi
masyarakat, sudah jelas bahwa tugas utama dari aparatur pemerintah yaitu
memberikan kualitas pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Dalam
rangka untuk memberikan kualitas pelayanan yang terbaik dari aparatur
pemerintah, maka pemerintah menerbitkan Undang Undang No. 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik. Terwujudnya pelayanan publik yang
1 Agus Kurnian, Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta:Pembaharuan, 2005, hal. 10
berkualitas merupakan salah satu ciri dari pemerintah yang baik (Good
Governance) sebagai tujuan dari pendayagunaan aparatur negara.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 mengenai pelayanan publik
mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan
efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. Pelayanan publik yang
dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi yang efektif dapat memperkuat
demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi,
kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan
lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam
kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik2.
Ada banyak penjelasan yang bisa digunakan untuk memahami mengapa
pemerintah dan birokrasinya gagal mengembangkan kinerja pelayanan yang
baik. Dengan menggunakan metafora biologi, Osborn dan Plastrik (1998)
menjelaskan lima DNA, kode genetika, dalam tubuh birokrasi dan pemerintah
yang mempengaruhi kapasitas dan perilakunya. Sikap dan perilaku dari suatu
birokrasi dan pemerintah dalam menyelengarakan pelayanan publik akan
sangat ditentukan oleh bagaimana kelima DNA dari birokrasi itu dikelola,
yaitu misi (purpose), akuntabilitas, konsekuensi, kekuasaan dan budaya.
Kelima sistem DNA ini akan saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam
membentuk perilaku birokrasi publik. Pengelolaan dari kelima sistem
kehidupan birokrasi ini akan menentukan kualitas sistem pelayanan publik3.
2 Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik3 Osborn dan Plastrik, Lima DNA, Kode Genetika, dalamTubuh Birokrasi dan Pemerintah yangMempengaruhi Kapasitas dan Perilakunya, 1998, hal. 5
Pelayanan publik dikembangkan berdasarkan client yaitu mendudukan
diri bahwa warga negaralah yang membutuhkan pelayanan, membutuhkan
bantuan birokrasi. Sehingga pelayanan yang dikembangkan adalah pelayanan
yang independen dan menciptakan dependensi bagi warga negara dalam
urusannya sebagai warga negara. Warga negara atau masyarakat dianggap
sebagai follower dalam setiap kebijakan, program atau pelayanan publik.
Masyarakat dianggap sebagai makhluk yang “manut“, selalu menerima setiap
aktivitas birokrasi, padahal terkadang pemerintah melakukan aktivitas yang
“tidak selalu menguntungkan bagi masyarakat“4.
Satu hal yang hingga saat ini seringkali masih menjadi masalah dalam
kaitannya dalam hubungan antar rakyat dan pemerintah di daerah adalah
dalam bidang public service (pelayanan umum), terutama dalam hal kualitas
atau mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat. Pemerintah
sebagai service provider (penyedia jasa) bagi masyarakat dituntut untuk
memberikan pelayanan yang semakin berkualitas. Apalagi dalam menghadapi
kompetisi di era globalisasi, kualitas dan pelayanan aparatur pemerintah akan
semakin ditantang untuk semakin optimal dan mampu menjawab tuntutan
yang semakin tinggi dari masyarakat, baik dari segi kualitas maupun dari segi
kuantitas pelayanan.
Aparat birokrasi memang sangat diharapkan memiliki jiwa pengabdian
dan pelayanan kepada masyarakat. Dan yang diandalkan mampu mengubah
4 Duiyanto, Agus , Melakukan Good Coorporate Governance Melalui Pelayanan Publik, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press
citra "minta dilayani", menjadi "melayani"5. Penilaian terhadap kualitas
pelayanan bukan didasarkan atas pengakuan atau penilaian dari pemberi
pelayanan, tetapi diberikan oleh pelanggan atau pihak yang menerima
pelayanan. Salahsatu indikator kualitas pelayanan adalah client satisfaction
and perceptions, misalnya ditunjukkan dengan ada tidaknya keluhan dari
pengguna jasa pelayanan. Hasil dari pengukuran kualitas akan menjadi
landasan dalam membuat kebijakan perbaikan kualitas secara keseluruhan.
Tugas pokok Pemerintah pada hakekatnya adalah memberikan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Demikian juga dengan Pemerintahan Kecamatan yang
merupakan ujung tombak pertama dalam pemberian pelayanan kepada
masyarakat. Dalam melayani masyarakat, Pemerintah Kecamatan juga tidak
terlepas dari permasalahan yang berkenaan dengan kondisi pelayanan yang
relatif belum memuaskan. Hal ini terutama berkaitan dengan baik buruknya
sumber daya aparatur pemerintah yang professional.
Salah satu kerja birokrasi dapat dilihat dari bagaimana birokrasi
tersebut dalam hal ini Kecamatan bekerja sama dengan Kelurahan
melaksanakan tugasnya dalam mengeluarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
bagi masyarakat. Dalam hal ini Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil Kota Salatiga birokrasi yang memiliki tugas kewenangan dibidang
pelayanan publik antara lain registrasi KTP dan Kartu Keluarga (KK). KTP
merupakan suatu hal yang dekat dengan masyarakat dan dapat dikatakan
5 Mulyadi, 2007, Studi tentang Pelayanan Pembuatan KTP Elektronik di Kantor Kecamatan
pembuatan KTP ini pelayanan dasar pemerintah kepada masyarakatnya, KTP
meski kelihatannya sepele tetapi merupakan unsur penting dalam administrasi
kependudukan. Alasannya adalah karena menyangkut masalah legitimasi
seseorang dalam eksistensinya sebagai penduduk dalam suatu wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan sesuai dengan UU Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan pasal 63 ayat (1) yang
berbunyi penduduk WNI dan orang asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap
yang telah berumur 17 tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib
memiliki KTP6.
Dari data yang diperoleh dari kantor Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil Kota Salatiga tata cara pembuatan atau perpanjangan KTP adalah harus
membawa pengantar RT mengetahui RW setempat yang diajukan ke
desa/kelurahan, persyaratan surat pengantar dari Kelurahan dan pas photo,
pengesahan dari kelurahan, pengesahan dari kecamatan kemudian ke Catatan
Sipil (apabila Kecamatan mengalami kendala dalam penerbitan KTP)7.
Melalui prosedur dan persyaratan seseorang berhak memiliki KTP,
namun kenyataannya masih banyak yang telah memenuhi syarat tetapi belum
mempunyai KTP dari data kependudukan yang diperoleh dari Kantor
Kecamatan Grobogan. Adapun jumlah perbedaan tersebut, kemungkinan
disebabkan oleh lambannya aparatur serta berbelit-belitnya proses yang
dilalui dalam pengurusan KTP tersebut, serta kurangnya informasi yang
6 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan7 Hasil Wawancara dengan Ibu Afif Zufroningdyah, SH., MH. selaku Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Salatiga
diberikan kepada masyarakat mengenai besarnya biaya dalam pengurusan
KTP, ataupun kalau biaya dalam pembuatan KTP tadi sudah ditetapkan
dalam pengumuman Perda, namun dalam realisasinya biaya pembuatan KTP
sering berbeda dengan apa yang tercantum dalam peraturan. Hal ini bisa saja
disebabkan karena kesalahan faktor minimnya dukungan fasilitas pengadaan
atau fasilitas kerja pemerintah. Akibat hal-hal tersebut diatas harus diakui
secara perlahan-lahan akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap kemampuan dan kinerja pemerintah. Untuk menghempang hal
tersebut, maka pemerintah harus lebih responsive dan akuntabel guna
memberikan pelayanan yang prima dan dapat memuaskan masyarakat.
Skripsi yang penulis susun berjudul “Implementasi Pelayanan Publik
pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Salatiga dalam Pembuatan
e-KTP“. Dalam skripsi ini permasalahan utama yang akan dibahas adalah
pelayanan publik apa saja yang diberikan oleh pemerintah Kota Salatiga
kepada masyarakat dan kendala – kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
program pembuatan e-KTP.
Program e–KTP merupakan program Nasional dimana dalam
pelaksanaannya pemerintah pusat menugaskan secara penuh kepada
pemerintahan daerah. Seperti halnya implementasi kebijakan publik pada
umumnya diserahkan kepada lembaga lembaga pemerintahan dalam berbagai
jenjangnya hingga jenjang pemerintahan yang terendah. Di samping itu,
setiap pelaksanaan kebijaksanaan publik masih memerlukan pembentukan
kebijaksanaan dalam wujud peraturan perundang undangan. Hal ini tentunya
dilandasi dengan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat 9 yang berbunyi : Tugas Pembantuan
adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari
pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu8.
Sehingga pelayanan publik yang belum terlayani tersebut merupakan suatu
hal yang belum sesuai dengan Undang – Undang No. 25 tahun 2009 tentang
pelayanan publik. Secara tertulis dan sah pelayanan publik sudah diatur dalam
Undang – Undang No. 25 Tahun 2009.
Dalam pelaksanaan pelayanan publik untuk program pembuatan E-
KTP penulis dapat menjadikan Undang – Undang No. 25 Th. 2009 tentang
Pelayanan Publik sebagai acuan untuk menganalisa keberhasilan program
pemerintah dalam pembuatan E-KTP. Sesuai pengertian di atas, maka
pelayanan publik dalam pelaksanaan Program E-KTP di Salatiga harus sesuai
dengan peraturan yang telah diatur oleh UU No. 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan9. Keppres No. 67 Tahun 2009 tentang Penerapan
Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara
Nasional10; Perpres No. 26 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Keppres No.
67 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor
8 Undang Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah9 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan10 Keppres No. 67 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional
Induk Kependudukan secara Nasional11 dan Perpres No. 67 Tahun 2011
tentang Perubahan Kedua atas Keppres No. 67 Tahun 2009 tentang Penerapan
Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara
Nasional12.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut pemerintah
pusat bertanggung jawab memastikan ketersediaan data administrasi
kependudukan yang diwujudkan dalam bentuk penerbitan dokumen Kartu
Tanda Penduduk. Terkait dengan itu pemerintah pusat mencanangkan satu
kebijakan tentang Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk
Kependudukan secara Nasional yang lebih dikenal dengan sebutan E-KTP
(dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan atau pengendalian
baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada
database kependudukan secara nasional). Dalam rangka keberhasilan
pelaksanaan kebijakan ini maka pemerintah daerah melaksanakan perekaman
data dalam rangka E-KTP.
Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk membahas permasalahan
yang lebih spesifik tentang bentuk – bentuk pelayanan apa saja yang
diberikan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil kepada masyarakat
dan kendala–kendala yang dihadapi dalam program pembuatan E-KTP, di
mana mengingat di Indonesia ada Hukum Administrasi Negara, hukum yang
menguji Hubungan Hukum Istimewa (antara yang diperintah yaitu warga
11 Perpres No. 26 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Keppres No. 67 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional12 Perpres No. 67 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Keppres No. 67 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional
Negara dengan yang memerintah yaitu Administrasi Negara atau Aparatur
Pemerintah) yang memungkinkan para pejabat melakukan tugas khususnya.
Dalam kaitan dengan hal tersebut, penulis akan menganalisanya
dengan dasar hukum layanan publik yaitu Undang – Undang No. 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik, apakah pelayanan publik yang diberikan
kepada masyarakat sudah sesuai atau menyimpang dari Undang – Undang
yang mengatur pelayanan publik tersebut13. Terkait dengan itu maka
selanjutnya penulis akan memaparkan permasalahan yang timbul dalam
pelaksanaan Program e-KTP di Salatiga yang penulis kualifikasikan sebagai
pencapaian pelayanan publik. Salatiga merupakan salah satu dari delapan
kota dan kabupaten di Jawa Tengah yang menjadi percontohan awal
penerapan e-KTP.
Pada hari selasa tanggal 13 Juni 2011 yaitu Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil pemerintah Kota Salatiga telah melaksanakan Sosialisasi
pertama untuk pelaksanaan program e- KTP di ruang sidang II Komplek
Balai Kota Salatiga dan diikuti oleh satuan kerja perangkat daerah.
Sosialisasi tersebut kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan sosialisasi di
tingkat kelurahan yang telah melibatkan perangkat RT dan RW diseluruh
wilayah kelurahan tersebut, yang nantinya dilanjutkan untuk disosialisasikan
di wilayah RT dan RW masing - masing. Dengan pelaksanaan sosialisasi
sebagai tahap awal program e-KTP diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan warga mengenai pelaksanaan program e-KTP dan nantinya
13 Undang Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
dapat disebarluaskan kepada masyarakat mengenai program e-KTP
tersebut14.
Dengan berbagai persiapan dari mulai pendataan dan pembuatan
undangan bagi warga masyarakat telah dilaksanakan oleh pemerintah Kota
Salatiga maka pada hari Selasa tanggal 13 September 2011 pelaksanaan
program e-KTP dimulai untuk pertama kalinya. Pelaksanaan program e-KTP
ini dimulai dengan mengundang warga masyarakat untuk pertama kalinya
melaksanakan rekap data yang dimulai dengan memuat rekam sidik jari, iris
mata dan tanda tangan penduduk bagi setiap warga dan tahap awal dimulai
dari warga atau penduduk yang menetap dan tinggal berdekatan dengan
Kantor Kecamatan.
Dengan datangnya masyarakat ke program pemerintah tersebut maka
masyarakat telah memenuhi kewajiban publik, dimana Kewajiban Publik
adalah yang berkorelasi dengan hak hak publik, seperti kewajiban untuk
mematuhi Hukum Pidana. Akan tetapi dalam pelaksanaan tahap pertama,
rekam data penduduk tidak dapat dilaksanakan secara keseluruhan tetapi
dilaksanakan secara bertahap, hal ini juga mengingat staf yang memberi
palayanan rekam data dan alat rekam datanya sangat terbatas.
Karena menghadapi beberapa kendala yang diantaranya adalah
keterbatasan alat dan tenaga rekam dan juga kerusakan alat maka pelaksanaan
rekam data yang dilaksanakan tahap pertama tidak dapat terselesaikan secara
tuntas 100% hingga akhir tahun 2011. Dari 4 (empat) kecamatan hanya
14 Hasil Wawancara dengan Ibu Afif Zufroningdyah, SH., MH. selaku Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Salatiga, Rabu, 21 Juni 2013.
kecamatan Sidomukti yang dapat melaksanakan bisa sampai selesai
100%, tetapi secara rata – rata pelaksanaan tahap pertama rekam data
penduduk untuk program e-KTP di Kota Salatiga hanya dapat terselesaikan
sekitar 70 % saja. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Salatiga pada
akhir Desember 2011 telah melakukan pengecekan di Kementrian Dalam
Negeri untuk mengklarifikasi hal itu, karena pemerintah pusat akan
memberlakukan secara nasional penggunaan e-KTP pada awal tahun 2012.
Berdasarkan instruksi dari pemerintah pusat yang telah memutuskan
akan memberlakukan penggunaan e-KTP secara nasional pada awal tahun
2012, tentunya membuat Dinas Kependudukan segera menyelesaikan
pekerjaannya dalam merekam data e-KTP. Pada kenyataannya pada bulan
Juli 2012 tepatnya tanggal 6 Juli 2012, Disdukcapil Kota Salatiga baru selesai
menyerahkan e-KTP kepada warga Kota Salatiga, dengan target pemenuhan
pendistribusian dilakukan secara bertahap dan diharapkan dalam waktu satu
bulan dapat terselesaikan.
Dengan berbagai kendala yang dihadapi pemerintah masih ditemukan
kesalahan dalam cetak kepingan e-KTP adalah sekitar 1.502 keping yang
masih harus revisi, dan revisi tersebut kebanyakan karena adanya kesalahan
penulisan nama, tanggal lahir dan masih banyak hal. Berdasarkan uraian di
atas maka penulis dalam penelitian ini berpendapat bahwa tindakan pelayanan
publik dalam rangka pelaksanaan program e- KTP harus dilakukan sesuai
hukum. Implementasi pelayanan publik didasari dengan Undang–Undang No.
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Tentunya undang–undang tersebut disusun untuk memberikan
kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggaraan
dalam pelayanan publik. Kepastian Hukum adalah terjaminnya hak dan
kewajiban dalam pelayanan publik. Dalam penerapan Undang–Undang No.25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tentunya harus berdasarkan asas – asas
yang berlaku dalam undang–undang tersebut, yaitu : asas kepentingan umum,
kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban,
keprofesionalan, parsitisipatif, persamaan perlakuan, keterbukaan,
akuntabilitas, fasilitas / perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan
waktu, kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan. .
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana implementasi Pelayanan Publik dari Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Kota Salatiga terhadap masyarakat dalam pelaksanaan
program e-KTP?
2. Apa saja kendala – kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program e-
KTP apabila dikaitkan dengan Undang – Undang No. 25 Tahun 2009
tentang pelayanan publik?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui implementasi pelayanan publik dari Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Salatiga terhadap masyarakat
dalam pelaksanaan program e-KTP.
2. Untuk mengetahui kendala – kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
program e-KTP apabila dikaitkan dengan Undang – Undang No. 25
Tahun 2009 tentang pelayanan publik
1.4. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kegunaan dan
manfaat sebagai berikut :
1. Kegunaan teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada
masyarakat tentang Hukum Pelayanan Publik yang tertuang pada Undang
– Undang No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, sehingga terwujud
sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas–
asas pemerintahan dan korporasi yang baik yaitu dalam program
pembuatan e-KTP.
2. Kegunaan praktis
a. Memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi
masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagai
implementasi palayanan publik dalam pelaksanaan program pemerintah
untuk pembuatan e-KTP oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kota Salatiga.
b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat untuk lebih
dapat mengerti dan memahami hak–hak, tanggung jawab dan kewajiban
masyarakat dalam rangka pelaksanaan program pemerintah untuk
pembuatan e-KTP.
1.5. Metode Penelitian
a. Jenis Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis.
Penelitian yuridis sosiologis adalah jenis penelitian berupa studi–studi
empiris untuk menemukan teori–teori mengenai proses terjadinya dan
mengenai proses bekerjanya hukum di Indonesia15. Dalam penelitian ini,
penelitian yuridis sosiologis digunakan untuk menjelaskan mengenai
bagaimana penerapan pembuatan e–KTP di Kantor Dukcapil Salatiga.
b. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, berangkat dari rumusan masalah dan disesuaikan
dengan tujuan yang ingin dicapai, maka jenis penelitian ini menggunakan
jenis atau metode penelitian kualitatif. Model penelitian kualitatif ini
biasanya digunakan dalam pengamatan dan penelitian sosial. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian sosial
yang berusaha mendekati kenyataan sosial secara empirik dari dalam
sebagai rangkaian proses sosial yang saling membentuk kenyataan dengan
menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata, gambaran dan catatan
dalam tampilan yang apa adanya.
15 Arikunto, 2007, Metodologi Penelitian, Jakarta Rineka Cipta
c. Sumber Data
Data merupakan bagian yang sangat penting bagi penelitian karena
ketepatan memilih dan menentukan sumber data akan menunjukkan
ketepatan dan kekayaan data dan informasi yang diperoleh. Data atau
informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam
penelitian ini berupa data kualitatif yang dapat digolongkan menurut asal
sumbernya, yaitu:
1. Data Primer
Menurut Arikunto, data primer adalah data yang langsung diperoleh
dari data pertama di lokasi penelitian atau obyek penelitian16. Untuk
memperoleh data tersebut, penulis melakukan wawancara, yaitu tanya
jawab secara langsung dengan pihak terkait. Dalam hal ini wawancara
dilakukan dengan pihak Dukcapil Kota Salatiga. Sumber data juga
diperoleh dari kuesioner yang disebarkan kepada masyarakat Salatiga
sebagai penerima pelayanan yang dapat merasakan kelebihan dan
kekurangan dari pelayanan Dukcapil Kota Salatiga.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan untuk mendukung
dan melengkapi data primer yang berkenaan dengan penelitian. Data
sekunder diperoleh melalui pemanfaatan sumber data yang tersedia
seperti dokumen, arsip, dan buku pedoman serta literatur yang terkait
dengan penelitian ini. Data sekunder yang diperoleh dari penelitian ini
16 Arikunto, 2007, Metodologi Penelitian, Jakarta Rineka Cipta
adalah data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Salatiga berupa Renstra Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Salatiga tahun 2011-201617, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No.96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik18 dan Undang-Undang
No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah19 serta data-data yang
berasal dari artikel-artikel dan karya ilmiah yang dipublikasikan di
internet maupun di Perpustakaan UKSW serta berbagai literatur yang
berkaitan dengan kinerja Pelayanan Publik dalam pembuatan e-KTP.
d. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk penelitian dan jenis datayang digunakan maka
pengumpulan data dilakukan dengan teknik interaktif melalui proses
wawancara dan teknik non interaktif yang dilakukan dengan mencatat
dokumen/arsip.
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan pengumpulan data dengan cara
melakukan tanya jawab dengan narasumber. Wawancara biasanya
dilakukan secara mendalam, agar informasi yang diperoleh lebih
terinci. Adapun wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah
dengan pegawai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
17 Renstra Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Salatiga tahun 2011-201618 Peratuan Pemerintah Republik Indonesia No. 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik19 Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Salatiga dan masyarakat yang secara terperinci telah dijelaskan dalam
data primer tersebut di atas.
2. Observasi
Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung ke objek
penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Data yang
didapat melalui observasi berupa kegiatan, perilaku, tindakan orang-
orang serta juga keseluruhan kemungkinan interaksi interpersonal, dan
proses penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia
yang dapat diamati.
Dalam observasi ini, peneliti melakukan pengamatan yang
dilaksanakan secara langsung bersamaan dengan dilakukannya
wawancara. Observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana kinerja
dari pegawai dalam menerbitkan dokumen kependudukan. Kegiatan
tersebut dilakukan untuk memberi gambaran mengenai
karakteristiknya secara keseluruhan dan mengenai perilaku atau
ekspresi yang terjadi pada saat suatu pertanyaan tertentu ditanyakan,
dan bahkan untuk menyatakan gaya narasumber dalam menanggapi
pertanyaan tersebut.
3. Telaah Dokumen
Telaah dokumen adalah teknik pengumpulan data dengan cara
menelaah dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen resmi, dan
arsip-arsip dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Salatiga yang berkaitan dengan pelaksanaan penerbitan dokumen.